AKU LIHAT BALI - repositori.unud.ac.id file79 Sabung Ayam 80 Sajak Angin Cinta 81 Sang Pemantul 82...
Transcript of AKU LIHAT BALI - repositori.unud.ac.id file79 Sabung Ayam 80 Sajak Angin Cinta 81 Sang Pemantul 82...
AKU LIHAT
BALI
AKU LIHAT
MAS TRIADNYANI
BALI
Jl.KH.Ahmad Dahlan V No.10Kukusan, DepokTelp/ Fax : (021) 7869883email : [email protected] sms : 0812 9612 507twitter : @penerbitkkswww.penerbitkoekoesan.com
©2015Hak cipta dilindungi undang-undangAll rights reserved
Cetakan I, Januari 2015
Penyelaras AkhirDamhuri Muhammad
Ilustrasi Sampul Wayan Redika
Tata letakHari Ambari
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Aku Lihat BaliTriadnyani, MASPenerbit Koekoesan107 + vi halaman, 135 mm x 210 mmISBN 978-979-1442-72-5
|vMAS TRIADNYANI
Daftar Isi
1 Ah, Rindu2 Air Terjun Itu4 Ajari Aku6 Aku Lihat Bali 8 Anak-Anak Catur9 Apel10 Api dan Air11 Badai Mengintai13 Balada Kacau Balau14 Banten15 Berbeda Itu Indah17 Berkerumun Harapan18 Bidadari Pengantar Jempol19 Bukan Elang Bukan Rajawali20 Caramu Pindahkan Rambutku21 Disiplin23 Doa dan Ingkar 24 Dua Botol25 Di Kantor Dinas Kependudukan26 Galgpoort27 Hujan28 Hujan Datang29 Hujan Menyanyi30 Ibu Semesta 31 Itu Tubuh32 Jam Itu33 Jarak34 Jika Angin Gusar35 Kacang Hijau dan Tiga Ekor Ikan36 Kaki Padmamu
vi| Aku LIhAT BALI
38 Kata dan Diam39 Kedatangan40 Kendali Daun41 Ketupat Tetangga42 Kita Adalah Ganda43 Kukira Demikian44 Larangan45 Lengang Lebaran46 Lomba Mengejar Puisi47 Mandi Kata48 Mantra Jempol49 Manusia dan Rayap51 Mari Minum52 Matahari yang Tertinggal di Sebuah Rumah54 Mengenang Ayah di Hari Ibu56 Mengenangmu57 Menyerah58 Merdeka tapi Hatiku Sedih59 Operasi60 Pada Akhirnya61 Pasrah62 Pecundang Abadi64 Pedagang Mobil Cilik65 Percakapan66 Penyair Bukan Dewa67 Peran69 Percakapan Derrida dan Matahari70 Perempuan Berlengan Delapan71 Perempuan yang Melukai72 Pertempuran73 Plot
|viiMAS TRIADNYANI
74 Riwayat Langit75 Riwayat78 Sabar79 Sabung Ayam80 Sajak Angin Cinta81 Sang Pemantul82 Sang Penembak Jitu83 Saya Lagi…85 Sehabis Badai86 Seorang Guru88 Shift89 Suami90 Surat Jawaban Atas Puisi Tidak Serius92 Surga (1)93 Surga (2)94 Syair Kerupuk96 100097 Tawanan98 Tersaji Aku Dikau Terpana99 Uban100 Verfmolen De Kat102 Wajah Ganda Rangda105 Tentang Penyair
|1MAS TRIADNYANI
Ah, RinduAku tumpuk rindu dalam keranjangmenggunung kalahkan cucianbaunya kemana-mana bikin blingsatanAku lempar rindu ke mesin cucikoyakkah?
Aku lipat rindu di dalam dompetgembungnya melebihi duit kertassia-sia dibelanjakan bikin dongkolAku robek rindu jadi serpihantak ada yang pungut
Aku bakar rindu di atas kompormengepul-ngepul asap bagai tarian telanjangbikin mendidih goyangannyaAku siram rindu tak juga padam
Aku kubur rindu di belakang rumahjejaknya tertimbun tanah coklatmalam-malam detaknya bikin bergidikAku gali rindu agar tak jadi hantu
Denpasar, 20/09/2012
2| Aku LIhAT BALI
Air Terjun ItuTanpa pernah berhitungada berapa banyak batu di depan? Seberapa cepat meluncur?Berapa kuat arusnya?Ini bukan soal ilmu alam yang perlu ketepatanmeski ia alam yang sesungguhnyateguh jatuhkan diri padatebing tegas hempaskan
Meluncurlah dikau sederas-derasnyaseret ranting, sampah plastik dan sandal tanpa pasanganpohon-pohon ulurkan tabiksebagian menatap dingin
Tanpa menyimpan dengkiSeberapa bening airmu?Adakah ikan dan lumut tentram bersembunyi?Inikah riak kecipak mendebarkan itu?ini perkara air yang menerjunkan dirimengalir semulus gelendong kayu
Meluncurlah dikau sehebat-hebatnyaramai orang merapal mantrasihir langit dua pertiga merahangin bantu dorong perjalanan
|3MAS TRIADNYANI
Tiada tersangkut takuttidak berlaku suruttak bisa putar haluansebagaimana kapal mundur ke dermagatak bisa lambatkan sayapsebagaimana elang telah mengepak
Maka, meluncurlah sedahsyat-dahsyatnyadalam gemuruh yang mirip pekik, “dekap aku”mulus serahkan diri
Depok, 14/05/2011
4| Aku LIhAT BALI
Ajari AkuAjari aku melihat dengan sejelas-jelasnya seperti burung hantu kalembertengger di ranting cemara memandang wajah kita.tak asal kerling tak jelas usilnyatak asal tatap tak jelas sasarnyatak asal melotot tak jelas amuknya
Ajari aku mendengar sejernih-jernihnya seperti ikan riuhberkecipak di kolam belakang mendengar kisah kitatak asal nguping tak jelas sumbernyatak asal sorak tak jelas gemanyatak asal bisik tak jelas sayupnya
Ajari aku membaui setajam-tajamnya seperti anjing gelisahmengendus di halaman mendapati jejak-jejak kitatak asal endus tak jelas bangkainyatak asal cium tak jelas aromanyatak asal mampet tak jelas virusnya
Ajari aku mencicipi senikmat-nikmatnya seperti kucing birahijulur-julurkan lidah meledek kita yang sedang mabuktak asal jilat tak jelas lelehannyatak asal kulum tak jelas pahitnyatak asal kunyah tak jelas alotnya
Ajari aku menjamah selembut-lembutnya seperti lintah betahmenempel pada punggung ingin tahu hangat rahasia kita
|5MAS TRIADNYANI
tak asal elus tak jelas seratnyatak asal gamit tak jelas telapaknyatak asal gosok tak jelas baranya
Ajari aku…
Depok, Mei 2011
6| Aku LIhAT BALI
Aku Lihat Bali 1/Aku melihat Bali dari atap mega maljalan-jalan penuh ornamen mengaduk rasapotret proyek tanpa kompromisekali melaju di sana, menegang sabuk pengamanlalu dekaplah mesra jantungmuagar tak terpelantingduhai, delman berayun anggunmengukir jalanan Orang-orang memarkir diri tertib di dalam kafeingin ikut cicipi manisnya coffee lattepengunjung dorong tarik pintu tokomencuci matanya yang merahmenahan kedip oleh obral dan diskonmencuci batinnya yang geraholeh dendam di luar sana Mobil-mobil sejenak lepaskan lelahbercengkrama gosipkan tuannyayang kembang kempis menambal kantong 2/Aku melihat Bali dari atap hotel berlantai empatsurga buatan barat marakpantai pasrah dikangkangipasir mengeluh dikerukair resah disedotdan, langit menahan malu: telanjang merah jambusemesta memohon ampun, “Sakitnya bukan kepalang”turis terus memutar keran haus oleh pesona magismengalir dolar membelit ke hilir
|7MAS TRIADNYANI
3/Aku melihat Bali dari atas pohon kelapasawah-sawah diperkosa, dihabisi nyawanyadipaksa ganti kelaminsubak pun wajahnya babak belurdari mulutnya keluar darah mengentalorang-orang kini gemar bermain sulapubah profesi jadi kelincimainkan tajen dan arak bergantianhingga mabuk memukuli diri 4/Aku melihat Bali di atas kakiku sendirimengabur dalam bayang kapitalismengubur pusering jagat*tak jelas menapak di mana?
Denpasar, 20/08/2011
*titik pusat peradaban
8| Aku LIhAT BALI
Anak-Anak CaturKami adalah anak-anak caturyang menunggu dikeluarkanlelah bergelimpangandalam kotak kayu berukirsesak sekaratBukan main!
Dalam catatan perjalanan diketahuiada banyak pejuang senasibtungkai patah kepala lepasbahkan jasadnya raib entah di manabukan lantaran kecamuk perang
Kami adalah sasaran empuk pelaku caturGrandmaster, bintang empat di pundakmahir bermain strategiberperan mengatur perkara kepatuhanSetiap anggukan berujung legadan gelengan menyulut resah
Kami adalah anak-anak caturyang sabar dan setiamenanti untuk dimainkan
Denpasar, 28/03/2014
|9MAS TRIADNYANI
ApelApel merah tergeletak begitu saja! belum ingin memotongnyapuaskan dulu hasrat indrawitimbang dari lima penjurupandangi tanpa berkediptubuh ranum padat berisikulit mulus tak ada bercakjantung tentu utuh tak terbelah
Pisau beraksi di tangan kananmenggelegak jalankan takdirsungguh sayang satu sayatanlukai tubuh tak berdosareguk manis di tiap kecapharumnya memilukan hatikunyah renyah merdu di telingasesak oleh sinyal bintang-bintang
Pandangan perlahan mengaburapakah apel telah tandas?
Depok, 17/07/2011
10| Aku LIhAT BALI
Api dan AirOh, ada yang mendesak-desak bangkit seperti perangai api membumbung tinggilangit membara kesumba kemerahanbumi gelisah mengikuti petunjukmuBukan main sakitnyaPori-pori melenguh lepuhJantung kisut anggur mengeringmenyembur sangit di mana-manaMaka, liar air meliuk suntukturun ke lekuk-lekuk menyapu kesumatlarut aku ke dalam tubuhmuPadam api, air pun lenyapKeduanya bersetubuhKeduanya menyatu diri
Depok, 20/01/2012
|11MAS TRIADNYANI
Badai MengintaiAku dan kamu dalam perahuLidah ombak jilati kamiDi atas perahu, di antara laut dan langit Ombak hati berdebur sengit
Angin menghembus lembut rambutHarum purba. Permainan alamIkan-ikan girang berloncatan di permukaanLaut menghempas nafasCamar bersorakAku dan kamu terpukauGenggam erat bibir perahuLaut apa ini?Ombak bergolak dorong terus ke tengahMakin terengah
Matahari lelah menyerahMenyatu pada lengkung keabuanTinggalkan kami terombang-ambingSekejap ombak naik bergulung. Semakin tinggiAngin mendesak kami terhenyakSorak jadi serak
Kami berdoa pada roh-roh penjaga lautan agar tak seret kami dalam pusaran mautKami berdoa pada dewa-dewa penghuni atas langit dan bawah lautagar perahu tak karam
Halimun di kejauhan seperti tangan raksasa mencengkeramLembab dan dingin
12| Aku LIhAT BALI
Kami seperti penjelajah yang terhimpit karang-karang kengerianlaut dan langit. Tak ada biru di sanaBadai mengintai
Depok, 17/04/2014
|13MAS TRIADNYANI
Balada Kacau Balaumenetes dari segala penjurukumandang tanpa aba-abahalilintar titip seruan Bagaimana menjangkaudengan ekor mata?apa kau dengar tik tok?bagaimana hidung yang meleleh?mulut tak putus semburkan gelembung?
menetes, ya, berulang-ulangbiji-biji timah ranum dan hangatangin bergesek-gesekan ingin tahu percikan geranganpos kilat kirim paket tak terbungkusdata terakhir yang sempat terekam:kambing mengembik delapan arahangsa sorongkan badan ke kiri dan ke kananbangau angguk-anggukan kepala tanda sukalain kali menggeleng-geleng kaki kembali naik kaki kembali turunrengkuh sejauh-jauhujung-ujung kaki langit bertemuujung-ujung pantai pada petadan yang tak terpetakan
menetes bergegas yang luputyang sebentartak ada katatelah lupa tujuan utama
2011
14| Aku LIhAT BALI
BantenTak ada tempat yang lebih panas saat iniBola api berloncatan menyambarLangit mengumbar merahAnjing-anjing berkeliaransaling mengendus meneteskan liurLalu tanpa ampun dibungkam
Orang-orang mengabarkan hiruk-pikukPisau-pisau berkilat berkelebatPara penjagal menyelinapJawara-jawara menangkisKereta kematian ditarik ke depan gerbangKuda-kuda mengangkangKuda-kuda membangkangIstana dilucutiKota seperti peti seenaknya buka tutup teriakan dan kutukan
Orang-orang menyampaikan laporanTumpukan kayu dan tiang gantungan seperti sebuah upacaraBara berkecamuk. Kecamuk siapa?Tumpah darah. Darah apa? Angin tertatih. Tampak begitu tuaBanten adalah korban (persembahan)Kobarannya kecil di permukaan, tapi ngilu merasukPara pendoa dengan bibir bergetar mengitari ritual apimenduga-duga semua ini bagian dari harmoni
Denpasar, 20/12/2013
|15MAS TRIADNYANI
Berbeda Itu Indah(buat mereka yang kembali kepada keaslian diri)
Anakku menangis minta tas Barbie yang sama dengan milik temannya.
Si kakak cemberut menuntut Blackberryseperti kepunyaan teman satu sekolahan.
Si adik datang bermulut manyunbekalnya* tak sama dengan kawan sebangkunya.
Ibu terlihat sewot melihat rambut teman arisannya sama dengan rambut merahnya.
Ayah tampak menahan jengkel tahurekan sekantornya bermobil sama dengan dirinya.
Tante bersungut-sungut melihat dapur tetangganyamirip dengan dapur rumahnya.
Paman gigit jari mendapati bajunyapersis sama dengan iparnya.
Nenek kelihatan muram melihat kuburan kakeksama dengan kuburan besannya.
Si mbok makin mangkeltahu gajinya beda-beda tipis dari si mbak.
Mereka bukan menjadi diri sendiriTapi menjadi orang lain.
Dan, ketika ia merasa disamai
16| Aku LIhAT BALI
kepada marah dan serapah ia lemparkankepada frustasi dan depresi ia jatuhIa tak dapat menerima dirinya samaIa benci karena yang lain sama dengan dirinya
Pada titik-titik inilah bibit-bibit kekerasandisemaikan…
Denpasar, 2011
*Isi bekalnya nasi beras merah dan telor ceplokBekal temannya, mi instan dan nugget
|17MAS TRIADNYANI
Berkerumun HarapanKududuk dekat danau dinginmendengar keributan yang dangkalAwan sebesar kasur seperti perangkapjaring dusta. Menyekap bagai sawan Dengung di mana-mana mengubah arahPohon-pohon linglung: sebentar menggelengsebentar menganggukSampan-sampan yang tertambat tersentakoleng oleh bising elang laparKepaknya memicu riak-riak di danauIkan-ikan berhamburan, menggelepardengan segera kepala menjadi sasaran Kulihat matahari pelan-pelan sembuhkanCahayanya gemetar seperti tangan berfosformengirim ribuan selokaRumput liar bergetar. Kulit batang mengelupasPondok-pondok berdampinganDi sela-sela kayuhan dayung, sebuah nyanyianmenyelusup: berkerumun harapan Hari turun. Surya surutTupai berayun dari pohon ke pohonKumelangkah jauhi tepi
Denpasar, 17/07/2014
18| Aku LIhAT BALI
Bidadari Pengantar JempolBuat Hanna Fransisca
Bidadari tanpa sayaphinggap di mana dia sukaturun dari bukit-bukit terjaltangan berlumur lumpurgores hiruk-pikuk dunia dan mimpi getirtampung linangan jadi sekotak harapan
Bidadari tanpa ragu senyummelayang, pindahkan arus deras kalike pojok-pojok hati yang buntuke liang-liang yang pekakdi mana berkumpul mulut sekedar corong
Bidadari tanpa tongkat segemerlap bintangmainkan bola-bola di dalam matanyapisahkan ampas reguk sarinyatukang sulap tak tertandingilincah mengubah duri jadi biji
Bidadari dengan tungkai kaki bajamemanggul sekarung jempolhilir mudik mengetuk dindingantarkan jempol ke rumah-rumah tak berpenghuni
Depok, 11/10/2010
|19MAS TRIADNYANI
Bukan Elang Bukan RajawaliKamu bilang itu bukan elangmata elangmu barangkali lebih tepatpanjangkan dua kaki sambil kepak sayapmuterbang meninggi bersiap menukikcakar-cakar gores hati dan lengkung langit
Aku tertawa dan katakan itu bukan rajawalisebab tak mampu berikan ciuman pembukalihat bentuk paruh separuh terbukalepas isyarat penyantap daging sungguhancuma cabik seru dan haru
Kami tak peduli apakah elang atau rajawaliberdecak kagum pada akurasinyabola mata meliuk arahkan pada mangsasentuh kaki-kaki dengan manis pada permukaan airjangkau sasaran sekali sambar(kau bilang itu bukan mendarat namanya)
Tertawa lagi dan kutegaskanmendarat di atas air…
Depok, 25/02/2011
20| Aku LIhAT BALI
Caramu Pindahkan RambutkuRambutmu hitam, katamu ringan.Hitam asli lidah buaya, kataku tersipu.Tanganmu sibuk sibak helai-helai di dahiBeberapa helai ke belakang telingaLalu pindahkan semua yang tersisa di depan dadake belakang hati-hatiTak ada sehelai pun tersisaSemua telah dipindahkanSuhu tubuh merangkak naikSuhu ruangan meluncur turunJari-jarimu saling berkelakar dengan anak-anak rambutkuKau bergumam perlu vitamin untuk rangsang pertumbuhannyaAnak-anak tak cukup hanya diberi makanMereka butuh perawatan dan perlindunganAnak-anak rambutku amat terawatJaga dari angin palsu dan pelangi buatanCuaca buruk akhir-akhir ini ancam eksistensinyaSemacam pertaruhan jiwaBiarkan dewasa oleh waktu
Caramu pindahkan rambutkusangat sederhanasesederhana hidup yang mengalirlalu, jatuh sehelai demi sehelai di atas lantai hitam
Denpasar, 16/02/2011
|21MAS TRIADNYANI
Disiplin1/Dimulailah penundukan atas tubuh Dimulailah urut-urutan yang selama ini dihormatiTubuh menanggung siksa luar biasa atau nikmat yang biasa?
Kepala tegak: bangun pagi adalah menghormati peradabanKusut sprei tarik sedikitLalu basuh tubuh dipenuhi ilusiOh, tanggalkan gigil tak beginijari-jari bergetar, perut bertautberingsut kenakan seragamTak apa sementara menjadi samasebab berbeda pun ternyata tak mudahSegera menyerbu meja kayu persegimedan beradu strategiSarapan adalah pertukaran antara mesin dan instingTak ada waktu berdebat. Pengawas beringas bernama jam itu membelalak Bergegas menyeret ke deretan bangku-bangku seperti pesakitan
2/Terik siang meleleh pada wajah dan seragamPerkara menyalin baju menjadi sulitberat melawan tubuh dengan naluri purbatubuh yang disetel secara sembaranganMaka, mata sang ibu menghujam: Ayo!susah payah dan terengah tubuh mengalah Makan siang seperti ritual membayar tubuh yang laparIa tak boleh dilanggar
22| Aku LIhAT BALI
sebab khawatir ritme menjadi longgarSesudah itu berharap masih tersisa waktu penghilang penatJika tidak, ganti saja kelelahan ini dengan jurus-jurus ketahanan mesin
3/Tak terasa tibalah pada urutan yang disangka terakhirMalam melempar jala berwarna gelapAnak-anak terperangkapPara bocah gelagapan mencari jalan pulangAir mengucur sabun meluncurTenggelam dalam ritual bersih itu sehatApa makna kesehatan?
Sekali lagi tubuh diadili: makan malambersama duduk dalam satu mejapandangan lurus ke mukasebagai penutup hidupAdakah tersisa strategi?Cuma tidur barangkali melepas tubuh dari cengkeram yang bernama disiplin.
Denpasar, 20/01/2014
|23MAS TRIADNYANI
Doa dan Ingkar Wahai dewa-dewa perlihatkan kekuatan tak berbatas.Maka langit pun tersenyum. Biru sekali.Begitu lapang memeluki kaki-kaki kecilTapi, manusia merasa sesak. Kian terdesak.Sengit disebarkan ke langit. Di bumi berhimpit saling menjepit.
Wahai dewa-dewa pancarkan segala keindahanMaka bunga-bunga riuh pamerkan diri Merah porak poranda. Hijau yang kalap menyerbu. Dan kuning mengikutiMengecati ganjil-ganjil hitam di tubuh kami. Tapi, manusia bersikukuh. Membangun mesin bagi bunga-bungaciptaannya. Penuhi hasrat berkuasa.
Wahai dewa-dewa tunjukkan bagaimana menjadi bijakMaka senyap berbiak. Menyasar segenap jiwa yang gelisah. Pulihkan yang korup, tiranik, dan totaliter.Tapi, manusia tak suka larut dipasung sunyi. Intinya, ia rewel, alot, dan pembangkang.Gemar bermain-main konflik dan kekerasan Menerima kematian sebagai ganjarannya.
Denpasar, 23/10/2013
24| Aku LIhAT BALI
Dua BotolKami adalah dua buah botol ramping bening hiasi meja publikkamu tetes kecap aku bercak saoscubit manis langit-langit dan liar asam di lesung pipiberpadu dalam hangat mangkok baksobukan sekedar penggugah selera
Dua botol berdenting setiap satu kataterbayang riuhnya kami berkata-katasalah kata menggores leher botol banyak kata mendorong banyak jiwa tak tertolong pecah berhamburan di lantai
Dua botol kosong di tangan pemulungdalam diam detak menghebatsaling memandang tubuh telanjanghati hitammu jantung merahkudalam diam ada yang berbeda
Depok, 06/05/2011
|25MAS TRIADNYANI
Di Kantor Dinas KependudukanKami adalah warganegara yang baiktertib antre demi selembar identitas diriduduk merunduk wajah dikerubuti ulat-ulatpikiran meronta, jahit kesabaran dengan benang ketenangan
Depan kami gambar dua pemimpin melempar jaring surga“senyumlah seperti kami yang berdiri di titik terpusatkalian adalah benteng harapan terdepan”atas mereka teguh kukuh paruh sang garudasayap mengembang payungi negeri ini
Agak ke kanan televisi melangsungkan upacaranya sendirimengumbar gambar menggumam tontonan tentramkan kami yang limbung oleh bosandan iming-iming kelobaan
Kami adalah warganegara yang patuhmenunggu lagu selesai diputardan gambar diri selamat tiba di telapak tangan
Denpasar, 15/12/2011
26| Aku LIhAT BALI
Galgpoort*Duduk di bangku kusam kayu oleh amis angin dan gundah sang suryaAda tiga. Datang pertama, pilih di tengah-tengahDua yang lain menunggu penat pejalan kakiKuning dedaunan luruh seperti tahu diri
Di depan perahu tertambat bergoyangbersandar sendu pada tiang selingkar pohon seratus tahun rumah-rumah bisu mengeja riak airderunya sampai ke hatipada jembatan itu sebuah sejarah dipakutepi sungai yang berkisah pada kincir anginmonumen merangkaknya peradaban “Berbiak wahai manusia sampai ke pinggir.Sampai lenyap batas dan upaya.”
Air menggeliat ketika perahu beranjakdua tiga camar kepakkan sayap merataplalu sembunyi ke balik atapnama mereka tak pernah tercatat
Leiden 3/10/2011
*Untuk mengatasi ledakan penduduk Leiden, pejabat setempat melakukan ekspansi dengan mendirikan berbagai bangunan. Galgpoort atau Morspoort adalah salah satu gerbang kota yang dibangun pada tahun 1600-an. Tepat di sebelahnya berdiri sebuah kincir angin yang kini terkenal dengan sebutan Molen de Put.
|27MAS TRIADNYANI
HujanHujan mengisi ceruk dan lubangItu bukan luka, sayangHujan penuhi telaga yang susutOh, puaskan dahaga belakaHujan membagi nyawa pada rumputTeringat cinta akan nasib yang lain
Kaukah hujan?Dentingnya mengulang panggilanyang derasnya membuat hanyut. yang dinginnya merembes ke tulangyang mengabur di balik jendelaKaukah itu?Hujan tak ada untukku
Depok, 16/07/2013
28| Aku LIhAT BALI
Hujan DatangTiap-tiap dia datangtok-tok sepatunya terdengar samamenghampiri dengan gaya yang samaselalu tersipu-sipu malusentuh batu, rumput, tanahberi senyum merekah lantas seketika berubahgalak, beringas mengguncangbatang-batang, daun-daun Marah tak dapat ditahanMarah meluap-luapkatak pun sembunyi
Depok, 2012
|29MAS TRIADNYANI
Hujan MenyanyiHujan belum puas menghibur kamiDengarlah irama dangdut menghanyutTurun menggoda ladang-ladang keringAduhai, cengkoknya nikmat bikin hati kebat-kebitPanggil-panggil sang kodok joget berduetAngin meniup seruling mautserentak menghentak bergoyang pinggulDahan dan ranting melentingTak kuasa menahan diriPayung riuh bertepuk tanganRok kami pun berteriak heboh:Duhai…sampai mabuk dibuatnya
Denpasar, 10/01/2011
30| Aku LIhAT BALI
Ibu Semesta
Dalam legenda aku bersekutu dengan dewi-dewilontarkan kutuk dan serapahangin berkumpul di sekitar istanasebarkan sawan dan grubugribuan kupu-kupu kuningsamarkan langitmerah dan berat
Dalam mitos aku bersahabat dengan peri, malaikat dan bidadarijuga setan perempuanlaut telah janjikan: biru yang akrabseparuh ramah separuh jalang
Dalam ritus aku memujamuketuk hening pada keningbatu-batu, telaga, pohonyang menyimpan diam
Dalam rahimmu aku bersarangmenanti wujud dengan was-wassegala doa tumpahaku menjilati darahku sendiri
Denpasar, 03/07/2011
|31MAS TRIADNYANI
Itu Tubuhitu tubuh mengangadewa-dewa telanjang lepaskan kutukmata indahhidung bangirmulut mungildagu belahleher jenjangtangan gemulaidada montokperut ratapinggang rampingpantat seksipaha mulusbetis belalangjari lentikaduhaiitu tubuh mengangasantapan purbalidah teteskan liuryang mengejang panjangyang mengeluh peluhyang menggelinjang kejangyang terkapar laparItu tubuh mengangagigil bencanabungkus dalam lembaransimpan gelegakItu tubuh mengangadengan apa sembunyikanagar tak muncrat segala erang
32| Aku LIhAT BALI
Jam ItuKau tempelkan telingamutik tok tik tokjam 6. 45 WIBjamku 1 jam lebih cepatAku habiskan menjilati hangat pagi
Aku lempar buku:waktu makan siangtik tok tik tokjamku 12.00 WITAjammu 1 jam lebih lambat? 3 jam? 13 jam?waktunya naik peraduan, bagimu
Kau bersiap-siap apel di depan rumahkurambut licin, baju wangitik tok tik tokjam 16 WIB terlalu sore?jamku? jammu?jam sibuk mengatur makan, tidur, bangun
Aku kirim puisi lewattik tok tik tokjamku 23.00 WITAjammu? mana kutahu.
Kau menghambur ke jalanantik tok tik toksepiDia tak datang lagi
2010
|33MAS TRIADNYANI
JarakJarak hanya seuluran tangantapi kita seperti dua tamu asingbercakap tentang rute pendek, belokan, dan krisisMasyarakat yang sopan itu membangun tembokterlalu tinggi.Tak berani bincangkan apalagi rubuhkankarena hanya mebuat kalang kabut dan membuka luka-luka
Denpasar, 18/09/2013
34| Aku LIhAT BALI
Jika Angin GusarAngin tumpahkan gusarnya semalamanPukul-pukul dirinya kemana dia sukaAwan pontang-panting dibuatnyasebentar-sebentar menoleh kawan-kawannyayang terengah-engahPohon habis akal tentramkan hatinyaserasa serak terisak-isakDan, daun-daun tak sanggup menahan diri lebih lamaMenyerah pada hitungan kedua
Tanah bersiap menampung yang kalahIni bukan upacara kematian, serumudi mana tanah selalu menjadi tujuan akhir
Dan, pagi ini puing-puing mengaduSiapa bilang tak ada air mataRumput dan jalanan basahKau duduk termangumambaca pesan yang ditinggalkan kabutpada kaca jendela“Pertempuran selalu berujung kalut”Babak belur sekujur tubuh dahanmenahan kegusaranMeski kokoh toh bolong-bolongDengan apa obati ini semua?
Leiden, 7/10/2011
|35MAS TRIADNYANI
Kacang Hijau dan Tiga Ekor IkanAku adalah kacang hijauTiga ekor ikan mengawasiArwana, lele dumbo dan bawal hitamSebesar paha orang dewasaMereka amat lincahMulut mereka berbedaTapi tetap suka kacang hijauKami adalah sahabatMenutup tahun dengan reuniSayang tak bisa tiup terompet
Denpasar, 2011
36| Aku LIhAT BALI
Kaki PadmamuKau beri kami tubuh manusiatak sekali pun merasa bertingkah seperti binatangselalu ingin angkat kaki tinggi-tinggimelebihi kepalaberingas di tiap ayunlagak penjagal menjegal tiap langkahmenuju kakimu
Kami berdalih mengabdi pada kesucian dengan beragam caraKami panggil kau berulang-ulang dengan bahasa yang berbedatak juga berpalingKami sudah ratusan kali pejamkan mataciumi kakimu bertubi-tubiOh, di manakah kaki padmamu?buta kami oleh wujudKami menggenggam dengan kehangatan derajat rata-rataKami bernyanyi dan berdoa memuaskan telinga kamimeliuk lidah menjilati ludahmenukar belai dengan cakar.
Kami sudah korbankan diri kamitak juga engkau mengadaLalu kami asyik mengadakan dirimengganti baju-baju kami yang lusuhmenyisir rambut kami hingga licinmembedaki muka kami sendiriagar tak mirip satu sama lainKami resah mematut dirisibuk melayani diri
|37MAS TRIADNYANI
Kami telah lepaskan kesempatan yang kau berikembali menjadi binatang yang diburudan, selalu tertangkap
Denpasar, 27/07/2011
38| Aku LIhAT BALI
Kata dan Diam
Tak setiap pemberian tulus lahirkan sukacita,apalagi terima kasih. Rasa curiga adalah gantinya.Aku telah datang ke pintu yang salah. Masuk terlalu jauh. Ingin tahu dingin hatimu. Aku benar-benar menggigil.
Ricoeur berkata bahwa untuk sampai pada pemahamanperlu penjelasan. Dan penjelasan memerlukan kata-kata.Jika diam adalah senjatamu. Apa pun itu tetaplah bernama diam.Kata-kata dan diam adalah dua kutub yang masih bisa mencair.Lewat kata-kata, cinta tersampaikan. Dalam diam, bahkan cinta lebih dahsyat!
2010
|39MAS TRIADNYANI
Kedatangansejak bangun tidur ada yang tak beres badan lesu, kepala pening kembali rebah di atas kasur menghitung ulang langit-langit cuaca di luar menambah linglungangin dan hujan semau-maunya
ingin mencuci mukatapi cermin di hadapan retakoleh wajahnyaingin meneguk airtapi cangkir menampung wajahnyaingin membaca sajatapi huruf-huruf berlari mengejar wajahnya
tidak ingin apa-apa lagidan wajahnya tak kemana-mana lagi.menetap di sana.
2010
40| Aku LIhAT BALI
Kendali DaunDaun sedang belajar kendalikan diri agar tak lekas gugurIa biarkan angin lepaskan gurauansejurus sepoi-sepoi merayu menyusuphelainya bergoyanganBersama ranting adalah jodoh terbaiksaling menguat menggenapi
Daun terus belajar kendalikandiri agar tak lekas gusaroleh petir yang mengancamnya tepat di atas kepalaIa tak menyeruak, teguh merimbunDiam bukanlah cacatDiam meluputkan yang tersesat dalam racau
Daun perlu belajar kendalikandiri agar tak lekas lengaholeh rintik hujan yang memberinya gairah melimpahMeski bicaranya gagap (dengarkan iramanya yang putus-putus!)lincah ia melintas-lintas di lembar-lembar lebar dedaunanOh, hijau yang mengalir membikin mabuk
Daun masih belajar kendalikandiri agar tak lekas congkakHanya pada matahari ia mengalahmenekuk diri: taklukyakin tak dapat mengelaksebab telah pudarkan warnanya
Denpasar, 17/05/2013
|41MAS TRIADNYANI
Ketupat TetanggaOpor dalam rantang datang bergilirkentang menantang petai bertaruhsiapa dicolek pertama? anak-anak antre necis dan harummenenteng hantaranmenunggu disalingelisah rapatkan kakimenit pertama udara sesakmengepul bau gulaimenit berikutnya lega melepas napas anak-anak berhamburankibarkan kertas berbendera 10 ribuankilat pada santan tergenangdan senyum memantul di bibir
“SELAMAT IDUL FITRI”
2012
42| Aku LIhAT BALI
Kita Adalah GandaKamu adalah kamu yang puisidan kamu yang prosaSaya adalah saya yang puisidan saya yang prosa Yang ke dalam diri adalah puisiYang ke luar diri adalah prosa
2012
|43MAS TRIADNYANI
Kukira DemikianSia-sia segalabau, suara dan bayang berkumpultiga kali dalam sehari ikut dorongtumbuh tunaskubiarkan musim rawat ituO, musim bantu ia,cumbu ia,berikan panasmu, basahmu keringatmujaga ia, bersihkan tanah O, tanah masih biarkan ulat dan semut jamah itu tunas?Barangkali tunas segera menyerah sesudahnyameski alam taruh simpatiangin bantu laju tiupan ringan pada ujungApa daya makhluk di seberang amat lemahselalu urung, murung—mundur Bagaimana tunas mau maju?
Denpasar, 23/12/2011
44| Aku LIhAT BALI
LaranganLarangan dibuat agar orang menjadi tertibtanda larangan memetik bunga di tamantanda larangan berisik di perpustakaantanda larangan merokok di area iniAku melarangmu untuk makan buah apel
2010
|45MAS TRIADNYANI
Lengang LebaranAndainya facebook selengang lalu lintas Jakarta saat Lebaran.Ah, damainya hati (atau justru ada yang hilang?)Jauh dari keluh kesah, gerutu dan caci maki.Manusia memang tak berdaya menghadapi jeratNya: kesendirian.Dan kita selalu mulai lagi-lagidengan berbagi sapa basi: apakabarmu?Ingin tahu kabar diri.Lalu bergulirlah tanya dan jawab,berputar dari itu ke itu jugaDan kita tak pernah merasa jenuh (meski sejujurnya amat membosankan).Bahkan menjadi semakin berhasrat pada hidup yang mulaingos-ngosan. Hidup yang semakin tua.Tapi, kita belum juga menemukan rahasiaNya.Di titik manakah kita diletakkan olehNya?
Depok, 2012
46| Aku LIhAT BALI
Lomba Mengejar PuisiManusia biasa melakukan lomba. Sejak bayi sudah diikutkan ibunya lomba. Di tingkat kelurahan konon lebih seru, ada lomba makan kerupuk, balap karung, atau panjat pinang; menu lazim 17-an. Lomba banyak macamnya, dari lomba sepeda sehat, lomba masak, sampai lomba melukis. Tujuan pun beragam. Tapi pernahkah mendengar orang berlomba mengejar puisi? Entah apa maksudnya. Sama abstraknya dengan proses pelaksanaannya. Tidak ada prasyarat khusus bagi peserta. Penonton ada tapi tak mengerti. Juri tak ada. Belum ada sertifikat untuk kategori ini. Tak ada panitia. Apa sahih disebut lomba? Jangan berpikir lomba ini tak ada. Lomba ini konkret. Namanya saja lomba tentu tak mungkin hanya seorang. Lomba ini start dan finish-nya entah kapan. Apakah tengah berlangsung atau sudah berakhir hanya peserta yang tahu. Peserta lomba amat menikmatinya. Lomba mengejar puisi adalah lomba yang tergolong baru. Lomba aneh tapi nyata. Peserta tidak diharuskan terampil mengolah kata-kata, menghadirkan daya bayang, dan keindahan bunyi-bunyian. Mereka hanya butuh kesepakatan intuisi. Kedengarannya menarik bukan? Lomba yang gampang-gampang susah. Intuisi kadang meleset. Perlu ketekunan dan ketelitian. Sampai saat ini belum diketahui siapa pemenangnya karena memang bukan itu tujuannya. Bahkan ada yang mencurigai ini bukan lomba tapi semacam pemanasan menuju pencerahan. Adakah yang mau bergabung?
Denpasar, Agustus 2012
|47MAS TRIADNYANI
Mandi KataTerkurung dalam bak mandi penuh kataBasuh tubuh yang penat oleh angin dan debuAstaga, tubuh mengejang hebatHuruf-hurufmu geranyangi aku tanpa ampunSegayung penuh katajuga sabun koma meluncur melelehBerirama ember, nyanyikan barisSiram akutumpah segala syukurKericik kata perangkap akuOh, biarkan ini berlangsungTapi, bukankah mandi harus berakhir?
Depok, 20/10/2012
48| Aku LIhAT BALI
Mantra JempolJempol ya jempolsekali jempol tetap jempolJempol ya jempoljempol bukan gempolJempol ya jempoljempol tegak bukan terkulaiJempol ya jempoljempol ke atas bukan ke bawahJempol ya jempol jangan dihisap bukan manisanJempol ya jempolberlumur tinta asal tak berlumur darahJempol ya jempol jempol digoyang irama dangdutJempol ya jempolsalah pencet bisa kramJempol ya jempolbanyak pijit enak dan asyikJempol ya jempolkebanyakan jempol bikin mabuk
Denpasar, 31/01/2011
|49MAS TRIADNYANI
Manusia dan Rayap1/Kami kutuki para rayap sebagai makhluk paling gilaDiam-diam habisi tiang-tiang penyanggaBersenang-senang jilati kerja keras kamiMencibir kami dengan congkakSeolah makhluk paling berkuasaBerpesta berpuas kenyangkan diriTanpa permisi, tanpa malu-maluBedebah, kalian telah musnahkan apa yang terutamamenjadi kebanggaan kami
Kami adalah makhluk berpikirMelalui pikiran kami berkuasaKami akan usir kalianDengan senjata paling mematikanKami akan beri kalian siksaan agar menjadi butaKami akan beri kalian penderitaan agar menjadi tuliKami akan beri kalian hukuman agar menjadi jeraKami memberi pelajaran: disiplinHasil interaksi kami dengan peradaban berabad-abad
2/Kami bersumpah bahwa manusia adalah makhluk tak kalah gilaPantas mengutuki diri sendiriTelah habiskan pohon-pohon dan hutan penyangga bumiKalian mendesak-desak kamiMenuduh kami mencuri apa yang menjadi milik kamiKalian anggap kami gila karena bersikerasMenyentuh apa yang tak boleh disentuhMengunyah apa yang tak boleh kami kunyah
50| Aku LIhAT BALI
Kalian mengusir kami sewenang-wenang seolah penguasa duniaSesungguhnya kalian paham bahwa kami tidak bisa mengunyah Selain yang biasa kami kunyahSesungguhnya kalian mengerti bahwa nyawa kami menempel pada kayu-kayu ituTapi, kalian terus katakan kami gilaSebentar, akan kami tunjukkan revolusi ituAgar kalian rasakan kegilaan sebagaimana kalian tuduhkanKalian akan gila dengan sendirinyaKalian akan merevisi sendiri arti disiplinSebentar lagi akan kami pergoki kalian mencuriUntuk membangun pondok-pondok dan menyulap istana kebanggaanSebentar lagi kegilaan itu datangPasti akan datang
Denpasar, 18/01/2013
|51MAS TRIADNYANI
Mari MinumJika itu teh, mungkin kini berubah pucatseduh berulang-ulang, hisap pekatnyatinggalkan bening pada cangkir Jika itu kopi mungkin tinggal ampasteguk demi teguk, hirup aromanyasisakan tumpukan hitam pada dasar mug Jika itu susu mungkin sudah jadi basiutuh, tak tersentuh hangatnyasebarkan bau menyengat Jika itu sirup mungkin tak manis lagimenguap tercecap pahit duniatinggalkan nyala merah kuning hijau pada gelas Jika itu cinta pasti menyatu pada wadahwarna cuma milik balon, hilang pandangrintik enggan singgah, lenyap gerimisbau terkurung, mampat segala napaslelah mengecap, kelu lidahtak ada gigil, mati rasaTelah benar-benar tak berbekas
Denpasar, 27/05/2011
52| Aku LIhAT BALI
Matahari yang Tertinggal di Sebuah RumahMalam sedang sekaratmenyeret sunyi ke liang paling dinginmengerang mengoyak kolong ranjangbuat lumat tulang belulang
Langit sengit pada bulan dan anginbersekongkol sembunyi rahasiakan geraktak ada goyang bayangsungguh malang alang-alangsiput lirih beringsut tinggalkan cangkang
Alih-alih, seekor burung meliuktak gentar meski oleng sebentarsayap menyinggung muramdua tiga kali tersangkut rantingsebelum hinggap senyap
Malam menggigil bertahantemani ibu sedang mencuci setumpuk risau membasuh berulang-ulang batinbasah membilas gelisah colek lagi sabun putihkucek pada bagian leherHei, noda bukan hanya di situ!
Sepasang tangan sepuluh jariberibu urat membiru
|53MAS TRIADNYANI
mainkan ritme usang:pagi mencucisiang mencucimalam mencuciDan, kau sedang apa di situ?sepat mata bertengger pada jendelahanya mengusik takdir
Maut pun menyingkirsisakan pucatnya pada bilasan terakhirBurung menghela nafaslangit mengernyitdan malam melongolalu, melolong sunyi:bagaimana cucian bisa kering?
Depok, 16/05/2011
54| Aku LIhAT BALI
Mengenang Ayah di Hari IbuTatap dua bola mata sayubersarang gambarku, sepasang mata kucingmirip lukisan timbulayah-anak serupa sebangun(seru mereka yang menoleh diam-diam)seka dua bola mata layudari nanar kabut di permukaan(dapatkah mencapai kedalaman tak terbatas: lahir—kelahiran)
Elus halus sepotong lengan penuh gurat tapi itu bukan daging biasa hiasan kerut ditatah pada selembar kulit kayutapi itu bukan renda, sayangsungguh ukiran bali asli—tak ternilaicoba genggam sekali lagi, dingintelah lama robek catatantelah lama mengais rindusatu wajah perempuan terlampau sederhana(dulu temani mimpi tidurmu)—di sana tercetak pola dasarku.
Sekali ini ingin sentuh kakinyapijat lembut pada tungkai lekas melemahsusuri jari-jari resah mengerasDan, di telapak itu kulihat tangga surga terjulur
|55MAS TRIADNYANI
persis kepunyaan ibu(belum juga temukan, yang terbatas: mati—kematian)
Jakarta, 22/12/2010
***Mutiara persembahan bagi Ayahanda–I Gusti Ngurah Ardha K. (wafat 21/12/2010)
56| Aku LIhAT BALI
Mengenangmuada anak menangis sehabis pipisada pasangan berpelukan di sudut ruang tungguada perbincangan politik berlompatan di udaraaku tak yakin
yang pastidi bandara sesak ini, di persilangan datang dan pergiaku mengenangmuaku tidak lapar tetapi hausaku tidak sakit tetapi rinduaku tidak ini tetapi ya ituini dan itu adalah pilihanIt’s mathematical sublime.
2010
|57MAS TRIADNYANI
MenyerahKali ini ia menyerah Pikiran mengajaknya berkeliling seperti pengembaraBerbekal hangat mantel dan sandal kulit(Ah, barangkali satu per satu akan ditanggalkan)Terlalu menggangguBertelanjang boleh jadi lebih seru: hayati perjalanan tanpa petaPanas dingin ganti mengulitiTelapak ringkih menciumi bumiJauh dari bising dan bau manusia
Tapi, hei, tunggu! Mengapa lagi-lagi hanya pintu itu yang ditujuSelalu. Pintu itu lagi. Sudah tertutup memangSebentar, masih bisa dibuka dengan kunci Ia masih termangu di muka pintu itumengenali pemilik pintuwajah bulan belum sempurnaTangan dan kakinya berposforgantung lengkung lekuk bibir
Pikiran sengaja tinggalkan dirinya tersesatdi sana sendirian: menggigilPadahal ia telah berjanji akan mengantarnya pulangKali ini ia benar-benar tersesatdan menyerah.
Denpasar, 13/3/2012
58| Aku LIhAT BALI
Merdeka tapi Hatiku SedihAku mendengar corong-corong riuh muntahkanpelor lagu-lagu perjuangankantor-kantor kelurahan dan sekolahbersaing merebut asap gegap gempitatapi, hatiku sedih
Aku melihat merah putih berkibaransaling meninggikan dirimelebihi lambaian kesetiaan sang kelapaIni adalah hari-hari di mana ia dimuliakantapi, hatiku sedih
Aku ingin merasakan bara api jilati sekujur tubuh sebagaimana gelora pidato Bung Karnotapi, hatiku sedih
Aku seperti mencecap manis getirnyakenangan para pahlawan dan pengkhianatbangsa ini yang dijahit dalam album perjuangantapi, hatiku sedih
Denpasar, 16/08/2012
|59MAS TRIADNYANI
OperasiAku benar-benar telanjang di atas mejaBersiap hadapi satu operasiTak ada biusSejurus mata kami bertemuDia angkat pisau bedahSetipis rambut, setajam siletDiawali doa, pelan-pelanMulai membelah dadaku Sayatan pertama pada kulitSayatan kedua pada dagingSelanjutnya lebih ke dalamDia amati detik berlontaranJantung utuh berdegup-degup(sama seperti kepunyaannya)Paru-paru sedikit bercak(kudengar nafas memburu, sedikit sesak)Hati kenyal kemerah-merahan(bau anyir naik penuhi ruangan) Yang dicarinya tak adaPeriksa kembali (barangkali jantung dan hati:dua organ vital yang dicurigainya)Tak jua temukanIa amat penasaranIa mencari sesuatu:Sumber degup-degupan ituAku terbius setelahnya
Depok, 10/02/2011
60| Aku LIhAT BALI
Pada AkhirnyaSeperti buku temui halaman terakhirSeperti bibir pada pulasan akhirSeperti mimpi berujung bangunSeperti kapal masuki pelabuhanSeperti piring licin tandasSeperti lomba mencapai finishSeperti puisi pada lirik penghabisanSeperti bintang jatuh tadi malamnyangkut di pohon manggaKata anakku: “Semoga, Ibu cepat sembuh.”
2012
|61MAS TRIADNYANI
Pasrahpasrah itu menyerahseperti batang pohon dihujam paku-pakuditempeli poster dan sponsor.
pasrah itu menyerahpada waktu menggelindingseperti ban mobil tanpa kendalitak bisa dimundurkan
pasrah itu menyerahseperti perempuan menggantung hidupnyapada malam
2012
62| Aku LIhAT BALI
Pecundang AbadiKami pecundang yang terbuangdatang berduyun-duyundari lembah, bukit dan pusat kotatanpa pernah diundangberabad-abad mencari cara rapatkan kaki, silangkan tangan:menegakkan badansekali bertemu pasanganbertambah satu pecundang
O, entah di mana tinggal, kau orang-orang suci
Kami adalah pecundang yang tertantanggemar memerdekakan pikirankunci rapat-rapat kebodohanmengakui segala rahasia sebagai kepunyaandongeng dan mitos habis terkunyahikuti jejak pecundang pendahulu
Tak hiraukan serak serumu, hai orang-orang suci
Kami adalah pecundang yang tenangmengoyak jasad sendiritusuk-tusuk norma dengan belatiah, keris dan tombak bergetar alami evolusisebab sebaliknya pun kami tetap pecundangsimpan segala borok dan lukamemanjang dari kening hingga tumitwaktu hanyalah hitung-hitungan kaum pecundangangka-angka yang menempel pada penanggalan, jam dindingdetak jantung melambat
|63MAS TRIADNYANI
Ketika roh berangkat ke tempat lainorang-orang suci mengangkat tangankami hanyalah pecundang abadi
Depok, 19/03/2011
64| Aku LIhAT BALI
Pedagang Mobil CilikTertegun ia sebentarmulut bundar mata berbinarmainkan mobil di atas meja marmerhati keras mendadak lumer
Ai, warna biru utama kesayangandorong maju mundur lengket di tanganyang berpintu dua merah bergaris keperakan seruduk kuning kaca mengkilap sejurus melintas sedan hitam berkilauanmengembang ego, berpeluh bercucurantaruh semua dalam garasi kotak sepatu
ini hari mobil-mobil berjajar rapisang pemilik mengangguk ketuk-ketuk jarimulut penuh menghisap loli lagak pedagang mobil menunggu pembeli
2012
|65MAS TRIADNYANI
Percakapan
Televisi tawarkan paket hemat sepuluh ribuanak riuh angkat telunjuk: serbuuutanpa rasa bersalahsi kecil menagih paha, aih.kalau pilih sayap khawatir terbang terlalu tinggimulut-mulut berkerumun: maknyusssaroma gurih ayam digoreng membelai-belai hidung reguk renyah gambar demi gambarpindahkan pada perut penuh terisi“Sial, Ibu pasti tahu kami cuma lapar mata”
2012
66| Aku LIhAT BALI
Penyair Bukan DewaPenyair itu bertanya kepada seseorang di tepi jalan“Apakah aku mirip seorang dewa,berjalan tanpa menjejak bumi,minum setetes embun,telapak tangan mengalir sinar,ubah dunia jadi benderang?”
Orang itu menggeleng satu kali.
Penyair itu resahDia yakin betul dirinya seorang dewa,paling tidak titisannyadengan mantra penggetar nyawa,menghidupkan segala yang mati,menggerakkan yang diam,membuat cemerlang yang kusam
Berkat sihirnya, awan menjelma pintu-pintu gesersebentar kelabu sebentar putihdengan panahnya, tancapkan asmara tepat ke jantunglewat nafasnya, bunga-bunga bermekarandengan kutuknya, robohkan kota
Penyair itu menggumam lirih
2012
|67MAS TRIADNYANI
PeranDari sederet peran yang disodorkan kepada kita, manakah yang dipilih?
1/Pahlawan
Jika ingin jadi pahlawanjadilah Don Quixoteksatria berbaju besi: idealis tapi konyolmenghitung lugu perjalanan di atas kudabersama Sancho, sang abdi hanya tuai umpatan dan pukulan
2/Pendurhaka
Jika ingin jadi si durhakajadilah Malin Kundangperantau sukses yang lupa daratansekali singgah tak kenali asalterkutuk menjadi batu
3/Pencinta
Jika ingin jadi pencinta sejatijadilah Romeo atau Julietpasangan abadi pendek pikiranmerajut indahnya mimpiberakhir tragis di atas kuburan
68| Aku LIhAT BALI
4/Penjilat
Jika ingin jadi penjilatjadilah Sengkuniberkeliling tawarkan hasutan membakar hati orang-orangBima menyobek mulutnya tanpa ampun
2010
|69MAS TRIADNYANI
Percakapan Derrida dan Matahari“Di bumi ini aku dikutuk jatuh dalam lingkaran memberi,” gumam Derrida.“Aku terima pemberianmu,”sekonyong-konyong terima kasih meloncat.Bibir atas dan bawah bergerak serentak.membentuk selengkung indahsejenis reflekscairan beraroma kayu cendanaberurat akar ribuan tahun
“Aku tak pernah memberikan sinarku dengan cuma-cuma. Aku hanya tak tahu bagaimana sembunyikan diriku,” gerutu matahari.
“Mengapa kamu tak rela memberi cahayamu yang anggun keemasan?Dipuja banyak orang.disembah.Kau adalah dewa.”
“Kau salah sangka.Ini adalah kutukan logika ekonomi.Engkau menerima, Aku memberi.”
Sinarmu bagai kasih ibu.Adakah ia mengharap kembali?
Denpasar, 16/08/2011
70| Aku LIhAT BALI
Perempuan Berlengan DelapanRangda menatap cermin di telagabola matanya tak lagi menjeritserak suaranya pulih oleh bijak sang airdan lidahnya kental mengulum mantra ranum memintal kataTertegun ia. Teratai mengertisulitnya mengubah tabiat manusiaMendadak angin bangkitmengguncang wajah di permukaanSenja jatuh dan Rangda bersimpuhIa telah tentukan pilihan
Depok, 2012
|71MAS TRIADNYANI
Perempuan yang Melukai(buat Utty Usman)
Ia pastikan hadir dalam suatu perhelatanmenukar derita dengan senyum biarkan diri berbincang setengah mabuk tanpa pernah menganggukangin tertegun sobek satu alamat
Menurut undanganmari kusut masai rambutsiksa sampai ke ujungnyabak dewi tergagap menghitung bulanbukan itu yang dia mau. Dia tahudewa jatuh cinta pada rambut terurai
Ia beri bibir paling ranumhasil panen biji sagamusim stroberi sudah lewatcuaca memang bertingkah belakangan ini
Ia menyesal kuku-kukunya seperti macanhitam. Lekat meski dipoles berulang-ulangsetiap kali meraba hati berdebar
Luka pada rambut, bibir dan kukubukan main pedihnya, bukan karena darah, sayangTolong jangan samakan dia dengan hawa
Denpasar, 27/3/2011
72| Aku LIhAT BALI
PertempuranSepi kedipkan mataAku tersenyum melipat tanganAh, dia mulai lagi membuat ulah.Buka kotak sihirnya lalu keluarkan mantraRuangan mendadak gaduhseperti sepasukan lebah datang menyerbu“Kau akan berada dalam heboh pertunjukan musik”Darah seperti dipompa naikBau jekut di mana-mana“Kau akan mabuk menghirupnya”Seperti menjejak tetapi takSeperti mimpi juga bukanSekujur tubuh mengejang
Aku bilang, “Kau tak akan berhasil kali ini”Aku terus berbicara, sambil menggiringnya ke sebuah jebakanJaring kuat terbuat dari tali hati.Ketika pelan-pelan dia lengah, aku ringkusTersengal-sengal aku dan dia oleh pertempuranKeringat membasahi baju kamiTak ada luka-lukaSejurus mata kami bertatapanAda rasa sesal menghinggapi:mengapa kami saling menyakiti
Denpasar, 30/12/2011
|73MAS TRIADNYANI
PlotPada mulanya adalah hasratKami berdalih memilih baju pahlawanyang cuma satu itudigemari karena bintang-bintang memancardari kedua belah pundakKami berjuang mencari sesuatuaduk-aduk lautan susu dengan tombakikuti pesan-pesan yang digoreskan pada dinding gua tuabasah baju kami keringkankaki tangan terlumuri kami cuci
Kami berlari kalahkan anginkami melompat tinggalkan kataklawan menyingkir ke balik semakkawan elukan kami, dorongkami lebih ke tengah: konfrontasi
Kami belum juga temukan sesuatu itukami atur jejak-jejak kami terbaca memutar:sebuah penangguhankami menggiring anak cucu mengulang pencarian, kontrak awalGagal atau gemilangcuma residu perjalanan yang tidak menentuPada akhirnya adalah tindakan
Denpasar, 12/04/2012
74| Aku LIhAT BALI
Riwayat LangitSepotong riwayat terkuak di siniAku tengadah pada langit
Apakah kamu punya riwayat?“manusia tuliskan riwayat”
Apakah ibumu biru?“manusia rasakan sakit melahirkan”
Apakah kamu hanya punya satu nama, bukan alias?“manusia gemar bertukar nama” Apakah cuma itu sarangmu?“Aku memantul pada air sungai, batu, rumput, pada semua yang di bawah”
Apakah kamu pernah sekolah?“Aku mengajarimu membaca dan menulis tanda”
Apakah pekerjaanmu hanya diam begitu? Lantas pujian datang. “Oh, indahnya langit”.“manusia diam adakah emas? “
Apakah kamu juga punya tanda tangan; jati diri?“Aku adalah tanda bagi hidupmu. Jika aku runtuh, kemana engkau sembunyi?”
Depok, 24/10/2010
|75MAS TRIADNYANI
Riwayat
Nama: (kolom ini diisi sederet kata; dipetik dari kitab-kitab, nama bunga, nama tokoh, nama-nama harum bukan sampah). Simpan harapan jadi orang hebat. Dan ketika di tengah jalan banyak sandungan, merasa perlu ganti nama. Lewat ritual bubur merah putih. Apa arti sebuah nama, kata Shakespeare?Nama diembel-embeli nasib. Berakhir tragis siapa yang tahu?
Tanggal Lahir:(kolom ini diisi sederet kata; pernah merasa dilahirkan? Ingatkah?Kartu keluarga gandrung mengotak-atik ini. Maju sehari mundur setahun.Korupsi umur bukan hal absurd. Yang muda jadi tua, yang tua jadi muda.Banyak yang malu cantumkan ini di fb Banyak yang pede ucapkan selamat
Alamat:(kolom ini diisi sederet kata; tunjukkan diri membumi). Letakkan diri pada ruang, meski tak kunjung usai kitari dunia.Kembali ke sarang. Ya, sarang itu atau yang mana?Ruang ciutkan keluasan semesta sekaligus dekatkan kita. Menjaring pada temu keluarga, handai tolan, kerabat, dan musuh.
76| Aku LIhAT BALI
Pendidikan:(kolom ini diisi sederet kata; titik berat pada ijazah, kertas ajaib. Sekali lihat bisa duduk di kursi DPR). Timba ilmu di sumur yang mana? Sumur kering pemuas dahaga. Bekal yang kau simpan sampai mati.Pura-pura membawa bekal. Tak risau pungut di jalan yang mana.
Pekerjaan:(kolom ini diisi sederet kata; apa saja yang dilakukan. Otak dan raga pisah nilainya). Berbondong-bondong meraup lembar demi perut buncit. Sesuap dua suap cuma gurauan. Adakah pekerjaan gratis? Hari gini? Ada banyak sukarelawan mencantumkan ini dalam riwayat. Kesadaran dan kebanggaan kabur tempatnya.
Status:(kolom ini diisi sederet kata; sudah beristri sudah beranak sudah berapa?), Kerap menyesakkan ditanggung si lajang, ujian bukan hanya di sekolah.Lagi-lagi menguak takdir.Beranak pinak demi eksistensi? Kepuasan nomor kesekian? Penuhi jagat dengan bising anak-anak.Bisakah hentikan peradaban?
Kalau sudah diisi semua, jangan lupa tanda tangan. Sebab tanda tangan adalah bukti keotentikan diri. Betulkah? (Hati-hati banyak yang palsu:
|77MAS TRIADNYANI
tanda tangan palsu, status palsu, pekerjaan palsu, pendidikan palsu, alamat palsu, tanggal lahir palsu, nama palsu). RIWAYAT PALSU!
2010
78| Aku LIhAT BALI
SabarSabar adalah barang yang sulit dicari di Jakarta.Ia kerap bersembunyi di antara perempatan jalanberbaur dengan asap knalpot, deru, dan gerutu Ia berkeliling mencari sasarandari antrian mudik para perantau antrian di bank, antri membayar di kasirantri melepas hajat
Ia tak kenal lelahmengincar korban
|79MAS TRIADNYANI
Sabung AyamAku adalah manusia tegakkan kekuatan kreatifgemburkan ego, susun cetak nurani jadibata merah indah
Kamu mungkin binatangbangkitkan kekuatan destruktifsodorkan hasrat kebuasanMari kita bertarung dalam arena berpasir, mengombak
Ronde pertama debu bergumul menghempasbulu-bulu terbang mengantarleher memekik tercekik asin udaraTak ada penarikan mundurTak boleh halangi klimaksKaki-kaki berhiaskan lancip tajimenikam berselang tangkisgelimang berseling amis darahDewa dan demon berdiri sejajar dalam satu garisManusia dan binatang bergeletakan dalam gelanggangsorak-sorai menebus keriangan kanibal
Kami adalah korbanKebengisan dan kekerasan harus digantikandalam sebuah drama berdarah.
Denpasar, 02/03/2011
80| Aku LIhAT BALI
Sajak Angin CintaSenja melangkah anggunDuhai, angin cinta sapalah dia.“Adakah dikau tengah mengunyah sunyiduduk sambil menjahit robekan katadi bawah lampu temaram?Hati-hati dengan matamu, sayang.Jangan lupa kenakan mantelmu yang berwarna jinggameski angin tak segalak kemarin.”
Aku di sini tiupkan gairah lekuk huruflipat rapi jaliletakkan dalam kotakuntuk dikeluarkandi hari yang tepat
Kita adalah gandasaling menyapa pada kata tak berujung pangkalsaling merindu pada bibir meranggassaling menatap bola kaca Angin tersipu malu tahu hari menjelang malam
2012
|81MAS TRIADNYANI
Sang PemantulAh, itu liang luka punya siapangeri mengapa jadi merdu?seperti seruling menghampiri panggil-panggil jiwa letihpun riang adalah warna warni jarum pentuldipandang indah, tergores perihSemua menunggu dipantulkan
Sang pemantul angkat cerminterus ronce duka anyam sukabencana lalu lalang tanpa permisikoyak sana, sesudah itu tambal sinilewat cermin, retak sebagian kami larut memagutsebab sulit temukan yang utuh
Sekali bertemu, dia bukan lagi milikmu
Denpasar, 06/04/2011
82| Aku LIhAT BALI
Sang Penembak JituIa naiki kuda putih, kelanatanpa pelana susuri jalan setapak berbatu kiri kanan cemara bergesekan antar sang pemburu cuaca bagus cocok cari buruan kali ini kitari mangsa mata menyasar mata tahan nafas, nyaris tak lalu, adegan gerak lambat berlangsung: kamu tembak aku tepat di jantung jantungku bocor tak ada darah menetes apalagi muncrat seperti adegan pemburu menembak buruan cuma luka terbuka kelopak angsoka* balian** bilang cepat kejar sang pemburu tangkap, pinjam debarnya kelopak terkatup
Depok, 14/01/2011
*frase sajak Rendra **dukun
|83MAS TRIADNYANI
Saya Lagi…(Buat para penulis status fb)
Sebentar,….Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya.
Saya lagi nyapu. Capek!Pembantu pulang kampung nggak balik-balik.
Saya lagi di depan Tol Tanjung Priok.Macet total! Sampai nggak bisa bernafas.
Saya lagi mampir di warteg Mak Entin.Makan ayam bakar ditemani nasi ngebul-ngebul.
Saya lagi @ Kuta Seaside Resort.Menikmati pasir putih dan angin sepoi-sepoi.
Saya lagi sewot sama tetangga.Masak sampah dibuang ke got, nggak beradab!
Saya lagi ingat Tuhan.Di mana tadi kutaruh alamatnya?
Tak lama kemudian…
Saya habis bertemu pak lurah dan bu lurah.Sudah lama tidak sowan sambil perbaharui KTP.
Saya habis berziarah ke makam orangtuaWah, ramainya penjual bunga, bakso dan balon.
Saya habis kecopetan.Untung ada polisi! (masak untung ada koki???)
84| Aku LIhAT BALI
Saya habis dari mall.Gila! Discount 90% (Kok bisa??)
Saya habis reunian SD.Wah…kamu nggak berubah ya. Masih seperti dulu.
Saya habis bertemu Tuhan.Yakin? Lah, yang baju merah tadi…
Denpasar, 09/12/2010
|85MAS TRIADNYANI
Sehabis Badaijantung kota mampatterserap darah kuasanyasegala coba kunyah hingga ke pinggirsegala gentar tumpah ruah burung kehilangan kepakkuda sembunyikan ringkikikan lari ke balik batupekarangan tercekik
ini bukan dongeng harapansetitik kota pelan merangkakberi kerlip di ujung-ujungnyajangan pernah menyerahmasih ada pagi mengetukmasih ada siang menunggumasih ada malam membuntuti
2012
86| Aku LIhAT BALI
Seorang Guru(70 th Sapardi Djoko Damono)
Seorang guru berdiri di depan kelasmurid-murid berusaha keras menyimakBeberapa telah maklum percakapan sayup-sayup satu arahYa, sayup-sayupEntah mengapa murid yang satu ini merasa tidak mendengar apa-apa,meski daun telinga telah dibuka lebar-lebarHanya getar udara merekam peristiwa
Haruskah suara guru menggelegar?menembus lorong-lorongmenjebol dinding-dinding kelasmembuat seisi ruangan di sebelahnyaterhenyak, jika bukan dibuat jengkel?Ia tahu suara keras menguras magnesium dalam tubuhnya
Seorang guru berdiri di depan kelasbukan untuk menjejalkan teori-teori rumit“Semakin banyak tahu, semakin ingin menguasai,” kata FoucaultKami pun diajaknya menikmati bait-bait cinta dan pekik protes RendraKami diajaknya menembus larik-larik religius Taufik IsmailKami diajaknya menghayati sajak-sajak kontemplatif GoenawanKami diajaknya berkeliling-kelilingTapi, kami tak pernah diajak menengok
|87MAS TRIADNYANI
hasil kebunnya sendiriYa, tak pernah
Ia selalu memulai segalanya dari sajakSajak adalah merah kembang sepatuSajak adalah dering telepon di malam hariSajak adalah harum hangat jajanan putuSajak adalah manis legit gudeg yogyaSajak adalah dingin kuyup sehabis hujan
Katanya: “Amboi… cakrawala indrawi”Seorang guru berdiri di depan kelasbukan dengan baju kaos tanpa kerah, jeans belel dan sandal bututmeski ia seorang sastrawan besarPenampilannya sangat bersahaja, rapi, tak mengenal kusamIa seniman intelektual
Seorang guru adalah seorang yang telah menyadari dirinyaSemakin banyak tahu, semakin sedikit yang dapat dimengerti
Depok, 16/10/2010
88| Aku LIhAT BALI
Shift(Buat para SPG)
Kaki-kaki serukan irama: bergegas!langkah panjang betis terbalut stockingDerapnya jangan keliru dengan kudatok tok, tok tokMulut dan sepatu perempuan bertukar riuh, tajam ketak-ketuk Kartu-kartu absen di tangan seketika berloncatanikut rekam keteganganpada wajah, bukan main jejaknya Pinjam pelangi kesukaan anak-anakbiru pada kelopakmerah pada bibir,rona jambu pada pipihitam lengkung alisSenyum alat sapa paling primitifduhai, ramah menggoda
Maka, paha pun protes pada rok: “tinggi nian di atas lutut”jika duduk tambah santerlekuk tubuh adalah hipnotisdan mata pembeli adalah taruhannya
Denpasar, 10/4/2011
|89MAS TRIADNYANI
SuamiBergerombol datangi sebuah dunia ketukan sepatu dan pintu berebutdibuka dengan bisik-bisikhijau sepanjang daun telingatiap kali tawa mengguncangberkumpul para perutkutuki politik koor parau kumis bergesek-gesekgigi berkilatan gemelutukkena dingin dan suntuk
melempar bola tinggilagi tawa membelahpuas perut mengunyah
sengit dunia menutup
2012
90| Aku LIhAT BALI
Surat Jawaban Atas Puisi Tidak Serius(buat kawanku (alm) Asep Sambodja)
Sang pemimpin negeri sedang duduk di beranda rumah.Di tangannya selembar puisi telah mengaduk-aduk hatinya.Sebuah puisi tidak serius mengapa harus ditanggapi serius?Tapi kali ini ia ingin menanggapinya.Mulailah ia menulis (ia tidak biasa menulis puisi, melainkan surat). Saudara Yth.,Saya pikir perkara korupsi tidak dapat diselesaikan dalam tempo sesingkat-singkatnya.Korupsi ibarat benang kusut. Dibutuhkan proses yang lama untuk mengurainya.Saya minta Saudara bersabar. Saya pikir masalah Lapindo sudah jelas. Tinggal menunggu penyelesaian yang sedang berjalan.Kita mesti bersabar. Sambil menunggu rencana Tuhan selanjutnya. Saya pikir persoalan ledakan gas akan segera menemukan jalan keluarnya.Berilah kesempatan pakar-pakar bekerja maksimal.Lagi-lagi saya minta bersabar.Emosi publik harus dijaga.
|91MAS TRIADNYANI
Saya pikir insiden pelanggaran perbatasan juga dapat dituntaskan.Diplomasi lapangan.Eksistensi kita tidak lembek.Saya hanya menuruti aturan. Saya pikir persoalan rakyat kecil utamanya adalah kesabaran.Di negeri ini sabar adalah barang langka karena itu perlu dilestarikan.Sabar menghadapi orang-orang besar.Sabar mengurusi pekerjaan rutinSabar mengatasi persoalan rumah tangga.Sabar bertatapan dengan musuh di dalam diri. Saya pikir saya harus mengakhirinya.Salam buat rakyat kecilmeski kecil jangan berkecil hati. Pemimpin negeri melipat suratnya dan tersenyum.Ia pikir dengan menulis surat yang sarat pemikiranpaling tidak mampu memenuhi keluhan seorang kecil.Ia pikir ia telah mengambil tindakan.
2010
92| Aku LIhAT BALI
Surga (1)“Di mana surga?” teriakmu.Sejak dulu orang berbondong-bondong mencari surgaJatuh dan bangun terpeleset jalan yang licinDan, sampai kini pun orang masih antri membeli tiket menuju pintu itutak peduli gigitan hawadingin menusuk kulit
Pengelana berbaju putih menyeret tubuhnya(yakinkah ia dengan pintu itu akan membawanya menuju surga?)Pikirannya amat berat. Tak heran, ia terseok-seok.Pikiran memang sulit ditertibkan, sulit diajak kompromi.Ia melihat ribuan orang begitu sabar dengan baju warna-warnimelewati lorong-lorong yang (sepintas) samabergerak menuju pintu yang menyilaukan.
Mereka bersujud pada lantai yang mengkilap, papan yang berderak, bahkan ubin yang dingin.Mereka bersila di atas rumput basah sehabis hujan.Mereka bersimpuh di depan altar dengan lutut gemetar.Mereka memuja siang dan malamuntuk mendapat tempat paling muka di surga.
Matanya berkunang-kunang. Tenggorokan kering.Samar-samar ia melihat bayangan ibunya menghampiridengan segelas air.Ia tahu surga ada di mana.
2010
|93MAS TRIADNYANI
Surga (2)Ada satu surga menggiurkandari begitu banyak pilihansurga pemburu kata-katajelajahi belantara lebat,ide mengguyur hingga kuyup(kewalahan atasi segala serbuan)berbekal senjata mencari sasarantak cukup intuisitekun mengintai mangsasabar menghitung detik berhamburan,berhari-hari bahkan berminggu-minggutak banyak berhasilorang lebih suka jadi pemburu hartaatau pemburu takhta
Surga tawarkan pesonakilaunya, sentuhan like magic,kerumunan orang yang berlagakangkat bicara, seperti ritual yang berpindahdari koran ke tv, dari kata ke gambarmelelahkan, menjengkelkansekaligus merindukanmanusia tertawakan kekonyolan diri.bermain pada arena yang tak ada pemenangnya:hanya riuh dan tepuk tangansetelah itu? pemburu kata siap tarik pelatuk
2010
94| Aku LIhAT BALI
Syair Kerupuk(penggemar setia kerupuk)
Kriuuukkk….Aha, itu suara tak asing lagisuara kerupuk renyahmembayangkan suara genitmu, siapa pun tergodabahkan yang tak punya gigi terobati kerinduannyahanya dengan mendengar suaramu
Kami biasa makan kerupukmakan anginhingga mulut kami fasih melafalkan ayat-ayat anginkami biasa mendengar keriukmumenggema, ke mana-manajadikan telinga kami tentram
Sendiri makan kerupuk adalah upacaramenghayati makan yang sungguh-sungguhmirip doa hening di malam hariMaka ramai-ramai makan kerupuk adalah mendengarirama musik Indonesiamengalun dengan riangnyaturun dari warung-warung pinggir jalanrumah-rumah petanipedagang, lalu naik ke hotel-hotel berbintang
Oh, merdu suaramubegitu ringan dan menyentuhkeriukmu tembang asli memanggil-manggilbersahut-sahutanmembasuh siapa pun yang hatinya murung
|95MAS TRIADNYANI
menjelma nyalakeriukmu adalah irama jantung berpacuasin, manis, pahit, asam hiduptercecap di ujung lidah
Denpasar, 30/12/2010
96| Aku LIhAT BALI
1000Kami berbagi angka 1000Aku lima ratus kamu lima ratusLangit terkekeh…Ini akal-akalanmu. Bukan, ini bukan akal-akalankuKami bertengkar lagiYa, sudah, kamu lima puluh, aku lima puluhBurung lewat dengan sayap terbentangAku sayap kanan, kamu sayap kiriKami melambaikan tangan
|97MAS TRIADNYANI
TawananO, tertawan aku oleh pelaut tangguhpemilik bandar berbadan kekartempat kapal-kapal bertiang bersandarmelempar jangkarcamar-camar bercengkeramaombak bercakap-cakap: fasihsaling bersilangan angin tiada menghalangiAh, ia bukan bajak laut bermata satu yangceroboh mengukir nama besar—cumapunya codet pada lengan kanan, tegasbekas mengemban tugasHei, dengar ombak yang elokaku ini tawanannyabadai bertubi-tubi, terjungkal berkali-kalipernah membantah tapi gagal mengumpatcamar serak berkabar: tentang sebuah penyerahanangin betul-betul merasukberdiri di bibir pantai yang kukuh inisungguh angkuh ia. CelakaDi sini, aku betah menjadi tawanannya
Denpasar, 24/12/2012
98| Aku LIhAT BALI
Tersaji Aku Dikau TerpanaOo api telah tersulut menggeliatsiapkan diri dalam kenduriberkumpul segala harum ketumbar dan seledri darimana segala keriuk dan krenyes kenessampai tiba di gua penghuni liur
Rempahi aku dengan bumbumutabur sesendok munjung rasa perihputih mulus merica bukan mainbubuhi seperempat sendok gulasumber penawar segala tawarcegat segala sengatsegala serbuk berebut menebar rasaO, hidup sudah demikian asinjangan tambah lagi dengan garammu
Ah, suara telur begitu merdukocokanmu pompakan percaya dirikuhanya dia perekat kenikmatan iniguling aku dalam lumpur liar tepungmuO, silau aku oleh kemilau lautan minyakbegitu ganas, panas rampas lenguh panjangku
Tersaji aku tergolek di samping sang raja rasaterpana oleh lekukku, tengkurap dalam ronggamu
Leiden, 8/11/2011
|99MAS TRIADNYANI
UbanSehelai benang putihhalus tusuk-tusuk dirikulama permainkan tambal sulamjahit suramrajut kelap kelip mote Catat setiap helainyalepas satususul duasimpan pada kotak penjahit Sehelai benang putihpanjang ulur ganti gulungmata memicingbergulat penatlepas satulolos lagi Sehelai benang putihterkulai tunduk pada hitungan alam di luar mentari rebahakan semakin gelapmana mungkin terus menjahitditemani bunyi jangkrik?
Depok, 27/11/2010
100| Aku LIhAT BALI
Verfmolen De KatMembaca garis-garismu pada kincir berputarsungguh postur tegas dan berwibawamendengar iramamu benturkan roda gigibuat ngilu memantul-mantul mengusap seratmu pada tiang pancangtambah menggigil hari
Adegan dimulai dari aliran memanjangketika angin tumpahkan gairahair terguncang hebatsaling meliuk liar menari lempar kelakar lantunkan luka peradabanmengantar ayat-ayat menggiling kayu“Oh, kayu tropis kayu wangijadikan bubuk bedak bencanahijau rumahmu berderet-deretoranye gentengmu berlarat-larat.”
Kisahmu sudah berakhirmeski rindu masih memanggil-manggilmemulas warna masa lampauEntah kapan angin surutkan nafsudan air hanya memandang dingin
Zaanse Schans, 15/10/2011
*Zaan adalah nama sebuah sungai. Dahulu (tahun 1600-an) di wilayah sungai inilah terdapat ribuan kincir angin untuk menggiling berbagai bahan sandang dan pangan, seperti gandum, kertas, kayu, minyak dan tembakau. Revolusi industri (a.l. penemuan mesin uap) pelan-pelan menggilas penggilingan tenaga angin. Kini hanya tersisa
|101MAS TRIADNYANI
enam buah kincir angin. Salah satunya adalah Verfmolen De Kat (Penggilingan pewarna cat “si Kucing”). Kayu (bahan baku pewarna) pada waktu itu diimpor secara besar-besaran dari daerah tropika.
102| Aku LIhAT BALI
Wajah Ganda RangdaAku adalah Rangdayang berdiri dengan satu kakisorot mata alot melototsiapa berani menataptubuh hangus terpanggangkuku-kuku runcing menguncigusar rambut merah bergimbalhasrat dilekati kesumat
Jangan tanya asal-usulkuistanaku adalah gundukan tanah coklatdipenuhi aroma mayat, guguran jepundan gemeretak batang kepuhgelap dalam kuasakumalam dalam genggamankubulan mati bersekutu seret pejalan malam
Aku laparsiapkan perjamuanmari berpestadarah dan daging sajian favoritkumenetes liur dari taringmari bersantaplahayo menandaklahmenari menginjak bumi merapal mantra dari delapan penjuru
Siapa berani iseng melintasjelang kematian adalah pantaskehidupan aku sembunyikan dalam kabuttak pernah ditemukan kembali
|103MAS TRIADNYANI
Engkau adalah Rangdaterbang melayang di atas tanah yang bermantrasorot mata sendu jauh dari kutukanjemari halus menyentuh yang terinjak:berdesir rumput
Istanamu bernama Gandamayu(Bukankah itu juga kuburandengan wangi kamboja luruh satu per satu?)siang dan malam merekam pergantiantanpa igau, gigil dan takutorang-orang lewat memasang senyummusnah segala yang garangmenepi segala yang berperang
Engkau duduk dikelilingi murid-muridmengajarkan tata hidup menenun jiwaEngkau peneduh bagi yang tersesat yang mewarisi naluri kecongkakan dan kelobaanEngkau suruh mereka jauhi gemuruhyang menggelegak di medan lagaEngkau bebaskan dari kutuk dan serapah
Engkau adalah ibu semestaibu para petir, sungai dan semak belukarEngkau memimpin nyanyian hujanmenggiring para katak terjun ke telagamendengar keluhan bangau pada ikan-ikan
Aku adalah RangdaKau adalah RangdaAku dan kau satu
Depok, 2012
|105MAS TRIADNYANI
Tentang Penyair
Dr. I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani, akrab disapa Ayu oleh sesama rekannya di Jakarta, sementara Gung Mas adalah nama panggilannya ketika sedang berada di Bali. Lahir di Jakarta, 2 Desember. Mengabdi sela ma 8 tahun di almamaternya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Univer sitas Indonesia, sebelum
akhirnya pindah dan menetap di Bali sampai sekarang. Menikah dengan A.A. Ngurah Putra Hari, S.E, dan dikaruniai 4 putra-putri. Kini ia mengajar di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Udayana. Buku ini kumpulan puisinya yang kedua, setelah buku pertama Mencari Pura.