AKTIFITAS LARVASIDA MINYAK ATSIRI TANAMAN...
Transcript of AKTIFITAS LARVASIDA MINYAK ATSIRI TANAMAN...
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III)………………………………………………..210
MAKALAH PENDAMPING KIMIA ANALITIK
(Kode : B-11) ISBN : 978-979-1533-85-0
AKTIFITAS LARVASIDA MINYAK ATSIRI TANAMAN
POGOSTEMON CABLIN BENTH (NILAM)
Yulfi Zetra1, Anis Febriati
2,*, R.Y.Perry Burhan, Agus Wahyudi dan Arif Fadlan
1 Unit RisetGeokimiaOrganikdanSenyawaPrekursor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia
2 Unit RisetGeokimiaOrganikdanSenyawaPrekursor, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia * Keperluan korespondensi, tel/fax : 085648291211, email: [email protected]
Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang aktifitas larvasida minyak atsiri dari proses distilasi uap daun, batang dan campuran batang-daun spesies Pogostemon cablin Benth yang dikeringkan dengan panas matahari. Komponen minyak atsiri dianalisa menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (KG-SM). Hasil analisa menunjukan bahwa komponen utama dalam minyak atsiri ini adalah patchouli alkohol. Uji larvasida minyak atsiri yang dilakukan terhadap larva instar III nyamuk Aedes aegypti menunjukan bahwa minyak atsiri dari daun, batang dan campuran batang-daun aktif sebagai larvasida. Nilai LC50 untuk minyak atsiri daun sebesar 94,34 ppm
dan campuran batang-daun sebesar 97,46 ppm, sedangkan pada minyak atsiri batang semua larva mati untuk setiap konsentrasi yang digunakan.
Kata Kunci : Pogostemon cablin Benth, Patchouli alkohol, Larvasida
PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu negara
penghasil minyak atsiri terbesar di dunia dan
minyak ini merupakan komoditi yang
menghasilkan devisa negara. Dari berbagai jenis
minyak atsiri yang ada di Indonesia, minyak
nilam menjadi primadona karena mempunyai
nilai ekspor ± US $ 25 juta (60% dari total
ekspor minyak atsiri Indonesia) per tahunnya [1].
Minyak nilam adalah minyak atsiri yang
dihasilkan dari tanaman Pogostemon cablin
Benth (nilam Aceh). Tanaman ini banyak ditemui
di daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, jawa
Tengah, dan Jawa Timur. Minyak nilam
merupakan komponen penting dalam industri
parfum, kosmetika, dan sabun karena
mempunyai daya fiksasi yang tinggi yang
dapat mengikat komponen pewangi lain
sehingga bau wangi dari parfum atau sabun
tidak mudah hilang dan tahan lama.
Minyak atsiri atau disebut juga volatile oil
atau essential oil adalah istilah yang digunakan
untuk minyak mudah menguap dan diperoleh
dalam tanaman dengan cara distilasi. Minyak
atsiri b ukanlah senyawa murni, akan tetapi
merupakan campuran senyawa organik yang
seringkali tersusun lebih dari 25 senyawa atau
komponen yang berlainan. Senyawa-senyawa ini
secara umum disebut terpenoid. Melalui
penelitian yang terus berkembang, minyak atsiri
tanaman nilam diketahui memiliki bioaktivitas
tertentu. Hal ini dibuktikan oleh penelitian
Anonymous (1976), yang menyatakan
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III)………………………………………………..211
bahwa minyak nilam mempunyai aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Escherichia
coli,Bacterium typhosum, Staphylococus aureus,
Staphylococcus pyogenes, dan Mycobacterium
tuberculosis. Selain itu minyak nilam juga aktif
sebagai penolak ngengat dan lintah.
Senyawa patchoulol yang merupakan
komponen terbesar dalam minyak nilam juga
diketahui mempunyai bioaktifitas. Hal ini
dibuktikan oleh Sonwa (2001) [2] yang dalam
penelitiannya melihat bahwa perpaduan antara
senyawa patchoulol dan α-patchoulene dari
minyak nilam di Bangalore ,India potensial
sebagai antifungal. Penelitian lain dilakukan oleh
Henderson (2003) [3] terhadap minyak nilam dari
Lousiana, Amerika Serikat. Hasilnya menunjukan
bahwa senyawa patchoulol dari minyak nilam
tersebut diketahui aktif dalam menghambat
pertumbuhan rayap Coptotermes formosanus
Shiraki.
Komponen kimia dari tanaman nilam
yang tumbuh di daerah yang berbeda bisa
berbeda pula. Komponen kimia minyak nilam dari
Aceh, Indonesia terdiri dari δ –elemen, β-
patchoulene, trans kariofillen, α-guaiene, γ-
patchoulene, α-humulene, αpatchoulene,
seikelen, valencen, germacren D, β-selinen, α-
selinen, viridifloren, α-bulnesen, patchouli alkohol,
dan 7-epi-α-selinen [4]. Sedangkan komponen
kimia minyak nilam yang berasal dari China
tidak berbeda jauh dengan nilam Aceh yaitu β-
patchoulene, kariofilen,α- guaiene, seikelen,
patchouli alkohol, β-guaien dan δ-guaien, namun
ada beberapa senyawa yang tidak ditemukan di
nilam Aceh yaitu spatulenol dan pogoston [5].
Perbedaan ini disebabkan adanya hubungan
kimiawi dari komponen kimia dalam minyak atsiri
dengan proses metabolisme sekunder yang
terjadi di dalam tanaman. Proses ini
dipengaruhi oleh ekosistem, keadaan alam
seperti iklim, cuaca, dan kandungan mineral
tanah. Karena alasan inilah peneliti ingin
mengetahui karakter dan komponen kimia
minyak nilam dari daerah yang berbeda yaitu
Tempursari,Malang serta mengujinya dengan
larva instar III nyamuk Aedes aegypti untuk
mengetahui aktifitas larvasidanya.
PROSEDUR PERCOBAAN
1.Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah
tumbuhan Pogestemon cablin (nilam) yang dari
Tempursari, Malang, Jawa Timur, air laut,
aquades, DMSO, Na2SO4 Anhidrat, n-heksan,
etil asetat.
2. Alat-Alat
Peralatan destilasi uap tipe Clavenger, pipa
kapiler, plat KLT, KG-MS, gelas ukur, kaca
arloji, tabung reaksi, micropipet, alumuniom
voil, pinset, dan kotak uji bioaktivitas.
3. Preparasi dan Distilasi Sampel
Tanaman nilam (Pogostemon cablin
Benth.) segar dipanen dari Tempursari,Malang
Jawa Timur. Tanaman dipisahkan antara batang
dan daunnya, dipotong-potong,dan dikeringkan
di bawah sinar matahari hingga kering (kadar air
tinggal 15 %),
Sampel dibagi menjadi tiga variasi yaitu
daun (A), batang (B), campuran batang:daun
(1:1) (C).75 gram sampel (A) dan (C) didistilasi
selama ±8 jam. Sedangkan 100 gram sampel
(B) didistilasi selama ±10 jam untuk
mendapatkan minyak yang cukup. Na2SO4
anhidrat ditambahkan pada destilat minyak
untuk memisahkan minyak dari airnya lalu
dipisahkan. Minyak nilam yang diperoleh
dihitung jumlah rendemennya.
4. Metode Identifikasi Senyawa
4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Masing-masing minyak atsiri ditotolkan
pada plat KLT SiO2 F254 sebagai fasa diam
kemudian dielusi dengan n-heksan:etil asetat
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III)………………………………………………..212
(8:1) sebagai fase gerak. Noda yang
dihasilkan diamati menggunakan lampu
ultraviolet (UV) pada λ 254 nm dan digunakan
iodin untuk penampak noda.
4.2 Kromatografi Gas-Spektrokopi Massa
(KG-MS)
Minyak atsiri yang diperoleh diidentifikasi
komponen-komponennya menggunakan
Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (KG-
SM). Peralatan KG-SM yang digunakan
adalah HP G1800A dengan kolom jenis DB-5
(diameter dalam 30 m x 0.25 mm, ketebalan
0.25 µm). Temperatur kolom diatur pada suhu
40°C selama 1 menit dan meningkat 4°C/menit
hingga suhu 260°C selama 4 menit.
dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi
larva nyamuk sebanyak 10 ekor. Untuk setiap
konsentrasi masing-masing dilakukan 3 kali
pengulangan. Kontrol dilakukan tanpa
penambahan sampel. Larutan didiamkan
selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah
larva yang mati dan yang masih hidup dari tiap
tabung. Angka mati dihitung dengan
menjumlahkan larva yang mati dalam setiap
konsentrasi (3 lubang). Angka hidup dihitung
dengan menjumlahkan larva yang hidup dalam
setiap konsentrasi (3 lubang). Akumulasi
angka hidup dan mati dari setiap konsentrasi
dihitung. Persentase larva nyamuk yang mati
dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:
Temperatur injektor dan sumber ion (EI pada 70
eV) 250 dan 260°C. Gas pembawa yang
digunakan adalah Helium (He) dengan
kecepatan alir 1ml/menit dengan rasio kecepatan
1:50. Range scan SM adalah m/z 45-425.
5.Uji Insektisida menggunakan Larva Instar
III Nyamuk Aedes aegypti
Metode ini mengacu pada penelitian Meyer
dan Ferrigni dalam jurnal Planta Medica,
volume 45 (1982), hal 31-34,[7] dimana hewan
uji diganti dengan menggunakan larva instar
IIInyamuk Aedes aegypti. Larva yang digunakan
adalah instar III yang didapatkan dari TDC-
UNAIR. Minyak atsiri diambil sebanyak 0,05 mL
dan dilarutkan dengan pelarut dimetil sulfoksida
(DMSO) 0,14 mL.
Larutan diencerkan dengan aquades
hingga 25 ml dan dibuat dalam variasi
konsentrasi. 1000; 500; 250; 125; 62,5 dan
31,25 ppm. Larutan kontrol dibuat dengan
prosedur sama, tetapi tanpa menggunakan
sampel. Masing-masing larutan diambil 2 mL
Grafik dibuat dengan log konsentrasi
sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai
sumbu y. Toksisitas dan aktivitas dilaporkan
sebagai LC50, yang menunjukkan konsentrasi
dalam ppm yang menyebabkan 50% kematian
larva selama 24 jam. Nilai LC50 diperoleh
dengan menggunakan persamaan regresi
linier y = a + bx. Suatu zat dikatakan aktif atau
toksik bila nilai LC50< 1000 ppm untuk ektrak
dan < 30 ppm untuk suatu senyawa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Distilasi Minyak Atsiri
Hasil distilasi minyak atsiri sampel A,B,
dan C terangkum dalam tabel 1. Proses
pengeringan sampel yang dilakukan sebelum
sampel didistilasi bertujuan untuk
menghilangkan kadar air dan mempermudah
keluarnya minyak. Hasil minyak atsiri yang
optimal dipengaruhi oleh suhu pengeringan.
Suhu optimal untuk pengeringan adalah 40 0C [6]
Terik matahari yang digunakan dalam
pengeringan terlalu panas sehingga membuat
sebagian minyak yang ada di tanaman
menguap terlebih dahulu sebelum didistilasi.
2. Analisa Kromatografi Lapis Tipis
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III)………………………………………………..213
Minyak atsiri merupakan campuran
senyawa organik yang tersusun atas 25 atau
lebih senyawa yang berlainan. Sebagian
diantara tersusun atas karbon dan hidrogen
atau karbon, hidrogen, dan oksigen.
Perbedaan ini akan menyebabkan campuran
senyawa dalam minyak atsiri mempunyai tingkat
kepolaran yang berbeda. Minyak atsiri
Pogostemon cablin Benth (A,B,danC) yang
berwarna kuning diuji dengan kromatografi lapis
tipis. Pengujian ini bertujuan untuk
mengelompokkan senyawa dalam minyak atsiri
Pogostemon cablin Benth berdasarkan tingkat
kepolarannya. Hasil Kromatografi Lapis Tipis
dapat dilihat pada gambar 1.
Adanya tiga noda yang tampak jelas
dapat disimpulkan bahwa dalam minyak atsiri
sampel A,B,dan C terdapat 3 tiga kelompok
senyawa yang mempunyai tingkat kepolaran
yang berbeda. Berdasarkan teori “like dissolve
like”, dengan fasa diam yang bersifat polar dan
fasa gerak yang cenderung non polar, maka
noda paling atas adalah kelompok senyawa-
senyawa non polar sedangkan noda paling
bawah adalah kelompok senyawa-senyawa
polar.
3. Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (KG-SM)
Analisa KG-SM dilakukan untuk
mengetahui komponen senyawa penyusun
minyak atsiri Pogostemon cablin Benth
(A,B,dan C).Komponen kimia yang terbaca
berdasarkan hasil KG-SM untuk ketiga sampel
dapat dilihat dari tabel 3.
Berdasarkan data tabel 2 dapat dilihat
bahwa ketiga sampel tidak menunjukan
perbedaan komponen kimia yang signifikan.
Komponen kimia pada tabel A dan B yang berasal
dari minyak atsiri daun dan batang jika
dibandingkan dengan tabel C yang merupakan
minyak atsiri campuran batang-daun,
menunjukan bahwa komponen kimia pada tabel A
dan B merupakan bagian dari komponen kimia
pada tabel C. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa data dari tabel 2 memperlihatkan
persebaran senyawa kimia dalam minyak atsiri
tanaman nilam. Komponen mayor dari ketiga
sampel adalah senyawa patchouli alkohol.
Kandungan patchoulol dalam minyak
atsiri batang lebih banyak jika dibandingkan
dengan minyak atsiri daun dan campuran.
Aktifitas dari minyak atsiri ini kemungkinan
dipengaruhi oleh senyawa patchouli
alkohol. Hal ini sesuai dengan penelitian
Henderson (2003) [3] yang menyebutkan
bahwa senyawa patchouli alkohol adalah
senyawa yang aktif sebagai inhibitor pertumbuhan
serangga dan aktif sebagai pengusir ngengat.
4. Uji Insektisida Menggunakan Larva Instar
III Nyamuk Aedes aegypti
Uji insektisida dilakukan terhadap Larva
Instar III nyamuk Aedes aegypti. Sampel yang
digunakan adalah sampel A,B,dan C yang dibuat
dalam variasi konsentrasi. Variasi
konsentrasi dimulai dari1000, 500, 250, 125,
62,5 dan 31,25 ppm. Pengamatan dimulai
setelah sampel dan larva dibiarkan kontak
selama 24 jam. Hasil pengamatan aktivitas
sampel A,B dan C terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti dilihat dari berapa banyak larva yang
hidup dan yang mati setelah pemaparan selama
24 jam. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 2.
Pada tabel 2, aktifitas minyak atsiri A dan C
menunjukan jumlah larva nyamuk yang mati
semakin banyak saat konsentrasi larutan uji
meningkat. Sedangkan untuk minyak atsiri B
yang berasal batang nilam, semua larva mati
untuk setiap konsentrasi yang digunakan.
Nilai hidup terakumulasi dan mati
terakumulasi dari masing-masing sampel
minyak atsiri dapat dihitung berdasarkan tabel
2. Hidup terakumulasi dari jumlah larva yang
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III)………………………………………………..214
hidup pada konsentrasi yang diamati ditambah
dengan total larva yang hidup pada
konsentrasi sebelumnya. Penjumlahan dimulai
dari konsentrasi tertinggi yaitu 1000 ppm. Hidup
terakumulasi 1000 ppm adalah 0, sedangkan
untuk hidup terakumulasi dari 500 ppm diperoleh
dari jumlah yang larva yang hidup pada
konsentrasi ini ditambah dengan jumlah yang
hidup pada konsentrasi sebelumnya
(1000 ppm),yaitu 0. Perhitungan dilakukan
dengan cara yang sama untuk konsentrasi
selanjutnya. Mati terakumulasi dihitung dengan
cara yang sama namun dimulai dari konsentrasi
terendah. Nilai mortalitas (%) dihitung dari rasio
mati total dikali 100%. Rasio mati total adalah
mati akumulasi dikurangi dengan mati akumulasi
blankodibagi dengan jumlah total). Prosentase
kematian dihitung dengan perhitungan sebagai
berikut:
% kematian = Rasio mati total x 100%
Jumlah larva total
Berdasarkan hasil perhitungan diatas
dapat dibuat grafik hubungan antara log
konsentrasi dengan % kematian larva.
Persamaan regresi linier dari grafik digunakan
untuk menghitung LC50 sampel. Nilai LC50
untuk sampel A dan C masing-masing adalah
94,34 ppm dan 97,46 ppm. Sedangkan untuk
sampel B nilai LC50 tidak dapat dihitung karena
semua larva mati pada setiap konsentrasi
yang digunakan. Suatu senyawa dikatakan
aktif jika mempunyai harga LC 50 ≤ 500 ppm
dan tidak aktif jika LC50> 500 ppm (Meyer dan
Ferigini,1982). Hasil uji terhadap larva instar
III nyamuk Aedes aegypti menunjukan bahwa
minyak atsiri sampel A,B,dan C aktif sebagai
larvasida. Sehingga berpotensi untuk
digunakan sebagai insektisida alami.
KESIMPULAN
Minyak atsiri daun, batang, dan campuran
batang-daun dari Pogostemon cablin Benth
diperoleh dengan metode hidrodistilasi selama
8-10 jam. Minyak yang diperoleh berwarna
kuning dan berbau khas. Minyak atsiri dari
campuran batang-daun mempunyai rendemen
yang terbesar yaitu 2,36%, minyak atsiri daun
sebesar 1,99%, dan yang terkecil adalah minyak
atsiri batang sebesar 0,15%. Kandungan
senyawa terbesar dalam minyak atsiri
ketiga sampel adalah patchouli alkohol. Hasil
pengujian insektisida menggunakan larva instar
III nyamuk Aedes aegypti menunjukan bahwa
minyak atsiri dari daun, batang dan campuran
batang-daun aktif sebagai
insektisida. Aktifitas paling tinggi terdapat
pada batang karena dapat membunuh
semua larva nyamuk sampai konsentrasi
terendah dari larutan uji yang digunakan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Lukman Atmadja, PhD selaku Ketua
Jurusan Kimia FMIPA ITS atas fasilitas yang
telah diberikan
2. Prof. Dr. Hans J. Siwon atas bimbingan dan
arahan dalam pelaksanaan penelitian ini
3. Mardi Wiyono yang telah membantu bahan
baku nilam.
4.Teman-teman atas kontribusinya baik
secara langsung ataupun tidak langsung telah
membantu suksesnya penelitian ini
DAFTAR RUJUKAN
[1] Biro Pusat Statistik, 2005,Statistik Perdagangan Luar Negeri 2004, BPS, Jakarta
[2] Sonwa, 2001, Isolation and structure
elucidation of essential oil constituents: comparative study of the oils of Cyperus alopecuroides, Cyperus papyrus and Cyperus rotundus.Hamburg:2000. Dissertation for the fulfillment of the
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III)………………………………………………..215
requirements for the degree of doctor from Mbamougong Cameroo
[3] Henderson, Gregg, 2003, Toxicity and
Repellency of Patchouli Alcohol Against FormosanSubterranean Termites Coptotermes Shiraki (Isoptera : Rhinotermitidae), Departement of Entomology, Louisiana Agricultural Experiment Station, Louisiana
[4] Harahap,Faizal,2009, Karakterisasi
Simplisia dan Isolasi serta Analisis Komponen dari Minyak Atsiri Daun Nilam (Pogostemon cablin Benth ) Asal Aceh Tenggara, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan
[5] Hu,L.F,2006, GC-MS Fingerprint of
Pogostemon cablin in China, Institut of Chinese Medical Sciences,University of Macau, Taipa, Macau SAR, China
[6] Salim, Takiyah,2007,Pengaruh Suhu
Pengeringan Daun Nilam Terhadap Rendemen Penyulingan dan Kualitas Minyak yang Dihasilkan,Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna- LIPI, Bandung
[7] Meyer, Laughlin & Ferrigini, 1982, Brine
Shrimp: Convenient General Bioassay for Active Constituent, Planta Medica,45, 31 – 34
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III)………………………………………………..216
Konsentra
si Hidup Mati Rata-rata
hidup Rata-rata
mati 1000 0 0 0 10 10 10 0 10 500 0 0 0 10 10 10 0 10 250 0 2 2 10 8 8 2 8 125 3 4 4 7 6 6 4 6 62.5 5 7 6 5 3 4 6 4
31.25 7 9 8 3 1 2 8 2
LAMPIRAN
Tabel 1. Prosentase rendemen minyak nilam
Sampel Massa
(gram)
Rendemen
(%) A 14,937 1,99
B 0,1541 0,15
C 17,691 2,36
Tabel 2. Jumlah larva Instar III nyamuk Aedes aegypti yang mati akibat larutan uji sampel A,B dan C
Konsentra
si Hidup Mati Rata-rata
hidup Rata-rata
mati
1000 0 0 0 10 10 10 0 10
500 0 0 0 10 10 10 0 10
250 2 1 2 8 8 9 2 8
125 5 5 4 5 5 4 5 5
62.5 6 6 6 4 4 4 6 4
31.25 7 7 7 3 3 3 7 3
(A)
Konsentra
si Hidup Mati Rata-rata
hidup Rata-rata
mati
1000 0 0 0 10 10 10 0 10 500 0 0 0 10 10 10 0 10 250 0 0 0 10 10 10 0 10 125 0 0 0 10 10 10 0 10 62.5 0 0 0 10 10 10 0 10
31.25 1 0 0 9 10 10 0 10
(B) (C)
Gambar 1. KLT sampel A,B,dan C dengan fasa diam silika Merck 60 F254 dan fasa gerak n-
heksana:etil asetat (8:1)
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III)………………………………………………..217
Puncak RT
(retensi
time)
% area Nama
1 6,575 0,23 α-pinene
2 7,962 0,55 β-pinene
3 15,658 0,23 δ-elemene
4 15,655 2,47 β-patchoulene
5 15,742 1,47 β-elemene
6 16,1 0,41 Seychellene
7 16,217 2,89 Trans
caryophylene
8 16,483 7,84 α-guaine
9 16,633 5,67 Seychellene
10 16,825 7,48 α-patchoulene
11 17 0,43 α -guaiene
12 17,075 0,26 α -Bulnesene
13 17,183 0,6 β-selinene
14 17,3 1,59 α-guaine
15 17,467 11,67 δ-guaine
16 17,625 0,26 -
17 17,783 0,36 -
18 18,008 0,15 -
19 18,242 1,34 -
20 18,533 0,73 spathulenol
21 19,142 2,66 -
22 19,267 0,34 -
23 19,35 0,33 -
24 19,608 17,77 Patchouli alkohol
25 19,775 31,83 Patchouli alkohol
26 19,875 0,16 -
27 20,15 4,37 Pogostone
28 20,367 0,63 elesmol
29 20,975 0,21 Gamma-1-
cadinene-aldehid
30 22,567 0,19 Asam stearat
Tabel 3 Komponen Kimia Minyak Atsiri A,B dan C
(A) (C) Puncak RT
(retensi
time)
% area Nama
1 15,456 1,35 β-
patchoule
ne 2 15,558 0,99 β-elemene
3 15,908 0,31 Seychellen
e 4 16,030 2,40 Trans
caryophyl
ene 5 16,312 9,38 α-guaine 6 16,450 6,17 Seychellen
e 7 16,641 6,47 α-
patchoule
ne 8 16,808 0,28 α-guaine 9 16,992 0,45 1H-
cyclopop-
azulene 10 17,126 2,26 1H-
cyclopop-
azulene 11 17,286 14,52 δ-guaiene 12 17,445 0,15 - 13 18,047 0,39 - 14 18,335 0,77 - 15 18,981 0,39 - 16 19,447 26,92 Patchouli
alkohol 17 19,603 26,57 Patchouli
alkohol 18 20,778 0,22 Gamma-1-
cadinene
aldehid
(B)
Puncak RT
(retensi
time)
% area Nama
1 6,4 1,73 α-pinene 2 7,5 4,77 β-pinene 3 15,442 2,05 Diepi-alpha-
cendren 4 16,002 1,27 Caryophyllene 5 16,226 5,87 α -guaiene 6 16,383 5,68 Seychellene 7 16,458 0,26 - 8 16,575 1,84 α-patchoulene 9 17,19 8,62 δ-guaiene 10 18,025 5,43 Isopatchoulene 11 19,183 1,97 - 12 19,333 58,59 Patchouli alkohol
13 20.008 1,91 Pogostone