Akreditasi RS Adalah Bentuk Evaluasi Eksternal Mutu Pelayanan Kesehatan Yang Diwajibkan Oleh...
-
Upload
annis-dwi-trisnawati -
Category
Documents
-
view
391 -
download
10
Transcript of Akreditasi RS Adalah Bentuk Evaluasi Eksternal Mutu Pelayanan Kesehatan Yang Diwajibkan Oleh...
Akreditasi RS adalah bentuk evaluasi eksternal mutu pelayanan kesehatan yang diwajibkan
oleh pemerintah dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. SPM RS adalah
ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar.Bagaimanakah hubungan antara SPM RS
dengan akreditasi RS KARS versi baru? Topik ini menjadi salah satu pembahasan
dalam workshop Finalisasi Revisi Standar Pelayanan Minimal-RS (SPM RS) yang
dilaksanakan oleh Dirjen BUK-Kemenkes pada 29-30 Nopember 2011 yang lalu dan
disampaikan oleh dr. Hanevi Djasri, MARS.
Menurut dr. Hanevi Djasri, MARS akreditasi dengan SPM memang harus sejalan, karena
keduanya adalah sama-sama proses mutu, dimana ada pengukuran-evaluasi-perbaikan. Sudah
terlihat benang merah antara SPM RS dengan standar akreditasi KARS versi baru, ditunjukkan
dengan adanya kaitan konten antara keduanya. Misalnya, beberapa jenis pelayanan SPM telah
masuk secara khusus dalam Bab standar akreditasi, antara lain indikator mutu pelayanan
Bedah Sentral terdapat dalam Kelompok Standar Pelayanan Berfokus Pada Pasien (Bab 5:
Pelayanan anastesi dan bedah) kemudian indikator Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi
terdapat dalam Kelompok Standar Manajemen RS (Bab 2: Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi). Beberapa indikator lain, meskipun tidak masuk secara khusus dalam bab tertentu tetapi
ada dalam beberapa standar/elemen akreditasi KARS, seperti indikator pelayanan radiologi
yang masuk dalam standar AP.6 (Pelayanan Radiologi dan diagnostik imaging)
Lebih lanjut dalam standar akreditasi KARS, yaitu tentang Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien (PMKP) pada Standar PMKP.3. menyebutkan bahwa pimpinan RS harus
menetapkan indikator kunci baik struktur , proses dan hasil untuk diterapkan diseluruh RS
dalam rangka peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Ini merupakan standar yang dapat
menjadi dasar kuat bagi Direktur RS untuk menggunakan indikator SPM RS.
Melihat keterkaitan tersebut maka sangat penting dilakukan pemetaan untuk melihat hubungan
antara SPM RS dengan akreditasi KARS agar RS tidak menganggap bahwa akreditasi KARS
dengan SPM RS merupakan 2 hal yang berbeda. Selain itu tentunya akan memudahkan RS
karena pemenuhan SPM RS juga merupakan pemenuhan standar akreditasi , sehingga
indikator SPM RS dapat diintegrasikan dalam standar akreditasi KARS.
Disamping pemetaan hubungan juga perlu dilakukan telaah lebih lanjut tentang proses
penerapan standar akreditasi dengan proses pengukuran dan evaluasi SPM RS, telaah proses
ini penting untuk melihat kesamaan sistem, baik sistem penilaian maupun pengukuran
keduanya. Melalui integrasi kedua sistem ini, apalagi didukung dengan sisitem informasi
berbasis web maka dapat memudahkan RS dalam hal pelaporan dan ketepatan pengiriman
pelaporan serta juga memudahkan Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan menjalankan
fungsi regulasinya (irfi)
2. BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Lembaga di bidang
kesejahteraan sosial merupakan salah satu ujung tombak berhasilnya
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Seiring dengan tuntutan global
maka peningkatan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial yang
dilakukan lembaga di bidang kesejahteraan sosial merupakan hal yang
harus dipenuhi. Pemerintah dalam hal ini melalui Kementerian Sosial
perlu menjawab peluang dan tantangan dalam upaya peningkatan
pelayanan kesejahteraan sosial di Indonesia. Upaya pemerintah dalam
menjamin pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial yang berkualitas
salah satunya melalui pelaksanaan akreditasi lembaga di bidang
kesejahteraan sosial. Kenyataan faktual di Indonesia menunjukkan
bahwa beberapa tahun berselang telah berkembang demikian banyak
lembaga di bidang kesejahteraan sosial, baik jumlah maupun mutu
pelayanan dengan kecenderungan mengalami perkembangan yang
relatif pesat. Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin
Kesos) Kementerian Sosial RI memperlihatkan secara grafis
perkembangan LKS di Indonesia. Trend sosial tersebut, terlihat dari
keberadaan LKS yang terus meningkat. Pada tahun 2004 tercatat
sebanyak 33.364 organisasi sosial lokal yang terdaftar di Kementerian
Sosial. Selama periode Tahun 2004-2009, terjadi peningkatan yang
cukup signifikan yakni dari 33.364 organisasi sosial telah meningkat
menjadi 34.587 organisasi sosial lokal (belum termasuk organisasi
sosial asing). Dalam penyelenggarakan akreditasi terhadap lembaga di
bidang kesejahteraan sosial diperlukan penilaian terhadap lembaga di
bidang kesejahteraan sosial. Dalam penilaian akreditasi tersebut
diperlukan panduan teknis akreditasi. Panduan teknis ini sangat penting
artinya untuk menjadi tuntunan, pegangan, acuan, dan kesatuan gerak
dalam menjamin mutu penyelenggaraan akreditasi sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud
Pedoman pelaksanaan akreditasi lembaga di bidang kesejahteraan
sosial dimaksudkan sebagai acuan dalam menyelenggarakan akreditasi
lembaga di bidang kesejahteraan sosial secara obyektif dan memenuhi
akuntabiilitas publik. ii
3. 2. Tujuan a. Tersedianya acuan dan alat kerja yang bersifat teknis
didasarkan pada norma, standar, prosedur dan kriteria. b. Terbangunnya
kesatuan pemahaman dan gerak langkah dalam penyelenggaraan
akreditasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial. c. Terlaksananya
akreditasi secara transparan, benar, tepat dan terukur serta
berkualitas.C. Ruang Lingkup Panduan ini mendeskripsikan hal-hal
teknis yang terkait dengan penyelenggaraan akreditasi dan pihak-pihak
yang berperan serta dalam penyelenggaraan akreditasi.
Penyelenggaraan akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan
sosial, dilaksanakan sebagai bagian dari proses untuk mendorong
terciptanya sistem pelayanan sosial yang profesional dan memiliki
akuntabilitas terhadap kepentingan publik sebagai penerima pelayanan.
Proses akreditasi dilakukan secara obyektif dengan memperhatikan
aspek transparansi, kesesuaian, ketepatan dan terukur (measurable).
Atas dasar itu, maka akreditasi terhadap lembaga di bidang
kesejahteraan sosial diselenggarakan dalam ruang lingkup yang sangat
terbatas, yakni dalam cakupan : 1. Pelayanan sosial langsung yang
diselenggarakan oleh lembaga kesejahteraan sosial; dan 2. Pelayanan
sosial yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat
dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Lingkup kegiatan ini
secara eksplisit menunjukkan bahwa proses akreditasi terhadap
lembaga di bidang kesejahteraan sosial hanya mencakup pelayanan
sosial langsung yang diselenggarakan oleh LKS dan pelayanan sosial
yang diselenggarakan oleh UPT dan UPTD.D. Sasaran Sasaran
pengguna buku Panduan Teknis Akreditasi Lembaga di bidang
Kesejahteraan Sosial ini adalah para pemangku kepentingan, yang
terdiri dari: 1. Kementerian/Instansi/lembaga terkait di tingkat pusat,
baik Kementerian Sosial RI maupun kementerian/instansi/lembaga
lainnya; 2. Badan Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial;
iii
4. 3. Lembaga Sertifikasi Pekerja Sosial dan Tenaga Kesejahteraan
Sosial; 4. Instansi/Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh
Indonesia; 5. Instansi/Dinas terkait pada Pemerintah Daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia; 6. Lembaga koordinasi
kesejahteraan sosial tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota,
asosiasi pekerja sosial, asosiasi lembaga pendidikan pekerjaan sosial,
serta asosiasi lembaga kesejahteraan sosial; 7. Lembaga kesejahteraan
sosial yang menyelenggarakan pelayanan sosial langsung; dan 8. Unit
Pelaksana Teknis (UPT) yang diselenggarakan Pemerintah Pusat dan
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia.E. Dasar Hukum 1. Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
(Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 4967); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68,Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia nomor 5294); 3. Peraturan Presiden Nomor
47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 91 tahun 2011; 4. Keputusan Presiden Nomor 84/P
tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II; 5.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan,
Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92
tahun 2011; 6. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 86/HUK/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial; 7. Peraturan
Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 tentang
Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial . iv
5. F. Pengertian 1. Panduan Teknis adalah acuan kerja yang memuat
ketentuan yang bersifat teknis mengenai tata cara pelaksanaan NSPK
dan spesifikasinya, yang harus dijadikan sebagai patokan oleh semua
pihak yang terkait; Panduan Teknis ini merupakan ketentuan yang akan
dijabarkan lebih lanjut ke dalam ketentuan lainnya secara berjenjang. 2.
Akreditasi adalah penentuan tingkat kelayakan dan standarisasi penye-
lenggaraan kesejahteraan sosial yang diberikan kepada lembaga di
bidang kesejahteraan sosial. 3. Lembaga di Bidang Kesejahteraan
Sosial adalah lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial
baik yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun
masyarakat. 4. Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah unit kelembagaan
di bidang kesejahteraan sosial yang didirikan oleh pemerintah pusat. 5.
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) adalah unit kelembagaan di
bidang kesejahteraan sosial yang didirikan oleh pemerintah daerah,
baik provinsi maupun kabupaten/kota. 6. Lembaga Kesejahteraan
Sosial (LKS) adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang
melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh
masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum. 7. Badan Akreditasi Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial
yang selanjutnya disebut Badan Akreditasi adalah lembaga yang
melakukan penilaian untuk menetapkan tingkat kelayakan dan
standardisasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial 8. Pekerja Sosial
Profesional yang selanjutnya disebut pekerja sosial adalah sesorang
yang bekerja,baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang
memiliki kompetensi dan profesi pekerjaaan sosial, dan kepedulian
dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan,
dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan
tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. 9. Tenaga
Kesejahteraan Sosial (TKS) adalah seseorang yang dididik dan dilatih
secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan
penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di
lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di
bidang kesejahteraan sosial. v
6. 10. Asesor adalah seseorang berdasarkan kompetensi yang
dimilikinya diangkat, ditugaskan dan diberhentikan oleh Menteri Sosial
serta mendapat penugasan dari Badan Akreditasi untuk melakukan
penilaian terhadap tingkat kelayakan dan standardisasi Lembaga di
bidang Kesejahteraan Sosial.11. Standar Pelayanan Minimal di bidang
Pelayanan Kesejahteraan Sosial adalah ukuran teknis dan spesifik
tentang pelayanan minimal yang perlu dilakukan oleh lembaga di
bidang kesejahteraan Sosial meliputi program, sumber daya manusia,
manajemen organisasi, sarana dan prasarana, proses pelayanan dan
hasil pelayanan. vi
7. BAB II WEWENANG DAN TANGGUNG JAWABA. Kewenangan
Penerapan Peraturan Menteri Sosial Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Akreditasi Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial melibatkan
berbagai pihak, untuk mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan
Akreditasi perlu diatur kewenangan berbagai pihak tersebut. 1. Menteri
Sosial RI a. Mengangkat dan Memberhentikan : 1) Anggota dan
Sekretaris Akreditasi; 2) Asesor; 3) Anggota Dewan Kehormatan
Akreditasi; b. Menetapkan: 1) Standar Pelayanan Minimal Pelaksanaan
Pelayanan Kesejahteraan Sosial; 2) Instrumen akreditasi; 3) Sertifikat
Akreditasi; 2. Kepala Badan Pendidikan & Penelitian Kesejahteraan
Sosial Menetapkan Pedoman Pelaksanaan akreditasi; 3. Dewan
Kehormatan Akreditasi Memberikan pertimbangan kepada Menteri
Sosial dalam hal : a. Pengangkatan dan pemberhentian asesor; b.
Pemberian dan pencabutan sertifikat akreditasi; c. Pemberhentian
anggota Badan akreditasi; d. Pengembangan kebijakan akreditasi; 4.
Badan Akreditasi a. Badan Akreditasi mempunyai tugas 1) Menyusun,
menetapkan kriteria dan tugas asesor; 2) Melaksanakan seleksi asesor;
3) Menugaskan kepada asesor untuk melaksanakan penilaian akreditasi;
vii
8. b. Badan akreditasi mengusulkan kepada Menteri Sosial dalam hal 1)
Pengangkatan dan pemberhentian asesor; 2) Hasil penilaian akreditasi
terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial; 5. Asesor Akreditasi
Melaksanakan penilaian terhadap pelaksanaan Standar Pelayanan
Minimal. 6. Sekretariat Badan Akreditasi a. Sekretariat Pusat 1).
Melaksanakan kegiatan kesekretariatan Badan Akreditasi Pusat dan 6
Balai Besar Diklat Kessos; 2). Mengelola seluruh sarana dan prasarana
Badan Akreditasi; 3). Pengelolaan keuangan Akreditasi. b. Sekretariat
Wilayah Berada di Balai Besar Pendidikan & Pelatihan Kesejahteraan
Sosial untuk memfasilitasi kegiatan Akreditasi di wilayah kerjanya
mencakup: 1). Menyediakan sarana kegiatan akreditasi; 2).
Menyiapkan tenaga kesekretariatan; 3). Memfasilitasi kerja anggota
Badan Akreditasi dan asesor.B. Tugas dan Tanggung Jawab Penerapan
Peraturan Menteri Sosial Nomor 17 Tahun 2012 tentang Akreditasi
Lembaga Di Bidang Kesejahteraan Sosial melibatkan berbagai pihak,
untuk mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan Akreditasi perlu diatur
kewenangan berbagai pihak tersebut. 1. Menteri Sosial RI Sebagai
pembina pelaksanaan akreditasi 2. Dewan Kehormatan Memberikan
pertimbangan kepada Menteri Sosial dalam hal : a. Pengangkatan dan
pemberhentian asesor b. Pemberian dan pencabutan sertifikat akreditasi
c. Pemberhentian anggota Badan akreditasi d. Pengembangan kebijakan
akreditasi viii
9. 3. Badan Akreditasi a. Ketua Badan Akreditasi, bertugas: 1)
Mengkoordinasikan pengelolaan organisasi 2) Mempimpin Rapat
Pleno, Rapat Konsultasi Dewan Kehormatan, Rapat Rutin Anggota
Badan Akreditasi, Rapat Rutin Bersama (rapat bersama jajaran
Sekretariat Badan Akreditasi), dan rapat lainnya (termasuk Rapat
Paripurna serta forum-forum pertemuan Badan Akreditasi lainnya). 3)
Menandatangani surat keputusan, surat menyurat, pernyataan resmi,
perjanjian kerjasama dengan berbagai pihak atas nama Badan
Akreditasi. 4) Tugas dan tanggung jawab lainnya. b. Wakil Ketua
Badan Akreditasi, bertugas: 1) Mengkoordinasikan pengawasan
terhadap kinerja organisasi. 2) Melaksanakan tugas-tugas lain yang
diberikan oleh Ketua Badan Akreditasi dan/ atau tugas-tugas lainnya
yang disepakati anggota Badan Akreditasi. c. Anggota Badan
Akreditasi, bertugas: 1) Melaksanakan program yang terkait dengan
tugas dan tanggung jawab yang didelegasikan. 2) Menangani
permasalahan terkait dengan tugas yang dipimpin, baik internal
maupun eksternal. 3) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan
oleh Ketua Badan Akreditasi dan/atau tugas-tugas lainnya yang disepa-
kati oleh anggota Badan Akreditasi. d. Asesor, bertugas: 1) Melakukan
penilaian terhadap kinerja lembaga dibidang kesejahteraan sosial; 2)
Membuat laporan pelaksanaan kegiatan akreditasi e. Sekretaris Badan
Akreditasi, bertugas: 1) Memfasilitasi dukungan administratif terhadap
seluruh kegiatan perencanaan, pelaksanaan program dan anggaran
Badan Akreditasi. 2) Memfasilitasi seluruh perangkat organisasi Badan
Akreditasi. ix
10. 3) Mengkoordinasikan fungsi-fungsi kehumasan Badan Akreditasi.
4) Mengkoordinasikan fungsi administrasi, baik tata laksana maupun
keuangan Badan Akreditasi. 5) Memfasilitasi kelancaran pelaksanaan
seluruh fungsi Badan Akreditasi 6) Mengendalikan pengelolaan aset
dan perlengkapan Badan Akreditasi. 7) Memfasilitasi penyusunan
laporan, saran, masukan dan pertimbangan yang akan disampaikan
dalam Rapat Pleno dan rapat-rapat lainnya. 8) Melaksanakan tugas-
tugas lain yang diberikan oleh Ketua Badan Akreditasi dan/atau tugas-
tugas lainnya yang disepakati anggota Badan Akreditasi.C. Mekanisme
Pengambilan Keputusan Mekanisme Pengambilan Keputusan
dilakukan melalui forum rapat sebagai berikut: 1. Rapat Pleno: Rapat
Pleno merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi pada Badan
Akreditasi. Forum ini dilaksanakan untuk pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan: a. Penetapan Peraturan Badan Akreditasi; b.
Penetapan Keputusan Badan Akreditasi; c. Penetapan Akreditasi
terhadap lembaga kesejahteraan sosial; d. Pengangkatan Asesor; e.
Pengambilan keputusan lainnya, sebagai tindak lanjut Rapat Rutin,
Rapat Konsultasi Tim Pakar, dan Rapat Rutin Gabungan. 2. Rapat
Konsultasi Dewan Kehormatan: Rapat ini diselenggarakan sebagai
forum untuk membahas berbagai hal yang dipandang memerlukan
pendapat dari Dewan Kehormatan demi keberhasilan pelaksanaan tugas
Badan Akreditasi. Forum Rapat Konsultasi Dewan Kehormatan
diselenggarakan sekurang-kurangnya tiga bulan sekali; 3. Rapat Rutin:
Forum Rapat Rutin dilaksanakan untuk membahas persiapan
pelaksanaan kegiatan Badan Akreditasi, membahas berbagai masukan
yang diterima melalui pengaduan masyarakat serta laporan hasil
monitoring dan evaluasi yang bersifat mendesak. Forum ini sekurang-
kurangnya dihadiri oleh 3 (tiga) Anggota Badan Akreditasi. Rapat rutin
diselenggarakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali sebulan; x
11. 4. Rapat Rutin Gabungan: Forum Rapat Gabungan dilaksanakan
bersama jajaran Sekretariat Badan Akreditasi, untuk membahas
substansi yang berkenaan dengan ketatalaksanaan administrasi,
program kerja dan penganggarannya. Rapat Rutin Gabungan
dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan; dan5.
Rapat Koordinasi: Forum Rapat Koordinasi merupakan pertemuan
yang bersifat koordinatif untuk membahas aktivitas yang berkenaan
dengan dukungan kemitraan, pelaksanaan advokasi, sosialisasi,
desiminasi dan aktivitas terkait lainnya yang dipandang memerlukan
keterlibatan pihak lain sebagai mitra Badan Akreditasi. Rapat
koordinasi ini dapat bersifat lokal, regional maupun nasional, bertempat
di Jakarta maupun di tempat lain yang dipandang representatif.
Pelaksanaan rapat koordinasi diadakan sekurang-kurangnya dua kali
setahun. . xi
12. BAB III KERANGKA KERJA AKREDITASIA. Persyaratan dan
Jenis Lembaga 1. Persyaratan a. Persyaratan Akreditasi untuk Unit
Pelayanan Sosial langsung baik yang diselenggarakan oleh Lembaga
Kesejahteraan Sosial maupun mandiri dilakukan dengan ketentuan: 1)
berbadan hukum; 2) terdaftar dan memiliki ijin operasional di
kementerian/ instansi sosial 3) melakukan pelayanan kesejahteraan
sosial langsung kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial 4)
rekomendasi dari instansi sosial. b. Persyaratan Akreditasi untuk Unit
Pelaksana Teknis milik pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan
dengan ketentuan: 1) mempunyai Struktur Organisasi dan Tata Kerja
berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang 2) melakukan
pelayanan kesejahteraan sosial langsung kepada penyandang masalah
kesejahteraan social 2. Jenis Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial
yang akan diakreditasi a. Unit Pelaksana Teknis milik pemerintah dan
pemerintah daerah 1) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, seperti:
Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA), panti/ sasana anak yatim piatu,
Panti Sosial Petirahan Anak (PSPA), Panti Sosial Marsudi Putra
(PSMP), Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) dan lembaga lainnya
sejenis. 2) Lembaga rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan, seperti
Panti Sosial Bina Daksa (PSBD), Panti Sosial Bina Rungu Wicara
(PSBRW), Panti Sosial Bina Grahita (PSBG), Panti Sosial Bina Laras
(PSBL),Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD),
dan lembaga lainnya sejenis. 3) Lembaga rehabilitasi sosial tuna sosial,
seperti Panti Sosial Karya Wanita (PSKW), Panti Sosial Bina Karya
(untuk rehabilitasi penyandang masalah gelandangan dan pengemis,
dan lembaga lainnya sejenis 4) Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Napza, seperti Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) dan
lembaga lainnya sejenis. xii
13. 5) Unit layanan lanjut usia, seperti Panti Sosial Tresna Werdha,
Sasana Tresana Werdha, Klub Lansia, Karang Werdha, dan lembaga
lainnya sejenis. b. Unit Pelayanan Sosial langsung baik yang
diselenggarakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial maupun mandiri,
antara lain 1) Panti-panti sosial/lembaga pelayanan sosial yang
dikelola/di bawah binaan Organisasi Keagamaan dan/atau Organisasi
Kemasyarakatan. Seperti: Panti Asuhan Muhammadiyah, Panti Asuhan
Kristen dan sebagainya 2) Lembaga-lembaga kesejahteraan sosial
mandiri seperti: panti asuhan yayasan, lembaga kesejahteraan sosial,
dengan cakupan pelayanan sosial antara lain: a). Kesejahteraan Sosial
Anak, seperti: Panti Sosial Asuhan Anak, Anak yatim piatu, Petirahan
Anak (PSPA), Panti Sosial untuk Anak yang berkonflik/berhadapan
dengan hukum, Panti Sosial Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) dan
lembaga lainnya sejenis. b). Rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan,
Panti Sosial Bina Daksa, Panti Sosial Bina Rungu Wicara, Panti Sosial
Bina Grahita, Panti Sosial Bina Laras dan lembaga lainnya sejenis. c).
Rehabilitasi sosial tuna sosial, seperti Panti Sosial Karya Wanita, Panti
Sosial Bina Karya untuk rehabilitasi penyandang masalah gelandangan
dan pengemis, dan lembaga lainnya sejenis d). Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan Napza, seperti Panti Sosial Pamardi Putra
(PSPP) dan lembaga lainnya sejenis. e). Pelayanan lanjut usia, seperti
Panti Sosial Tresna Werdha, Sasana Tresana Werdha, Klub Lansia,
Pusaka (di DKI Jakarta), Karang Werdha, dan sebagainya dan lembaga
lainnya sejenis.B. Nilai dan Prinsip Akreditasi 1. Nilai a.
Profesionalisme Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan etika
moral dalam menjalankan tugas-tugas akreditasi. b. Akuntabilitas
Penyelenggaraan Akreditasi dapat dipertanggungjawabkan.
Pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan
termasuk keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan. xiii
14. c. Transparan Data/ Informasi akreditasi dan pelaksanaan kerja
organisasi akreditasi dapat diakses oleh publik, d. Pengawasan
Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan akreditasi
dengan mengusahakan keterlibatan masyarakat luas. e. Mudah, Cepat
dan Tepat2. Prinsip Penyelenggaraan Akreditasi a. Prinsip Komitmen
Setiap Anggota, Sekretariat dan Asesor Badan Akreditasi harus
berkomitmen untuk: 1) mematuhi peraturan perundang-undangan dan
ketentuan; 2) menjunjung tinggi independensi, integritas dan
profesionalisme; 3) menjunjung tinggi martabat, kehormatan, citra dan
kredibilitas Badan Akreditasi; 4) mendorong LKS dan UPT/UPTD agar
berorientasi pada upaya peningkatan mutu lembaganya dan bukan
sekedar untuk memperoleh peringkat akreditasi semata; 5) tidak
menyalahgunakan identitas, jabatan, dan sumberdaya lembaga untuk
kepentingan pribadi; b. Prinsip Integritas Untuk menjamin integritasnya
dalam menjalankan tugas dan wewenang setiap Anggota, Sekretariat
dan Asesor Badan Akreditasi dilarang: 1) menerima pemberian dalam
bentuk apapun baik langsung maupun tidak langsung yang diduga atau
patut diduga dapat mempengaruhi pelaksanaan tugasnya; 2)
menyalahgunakan wewenangnya sebagai pihak yang mengakreditasi
guna memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain; 3)
membuat kesepakatan atau bargaining dalam arti negatif dengan pihak
yang diakreditasi; 4) menggurui dan atau mendebat argumentasi pihak
yang diakreditasi; c. Prinsip Independensi Untuk menjamin
independensi dalam menjalankan tugas dan wewenang setiap Anggota,
Sekretariat dan Asesor Badan Akreditasi wajib: 1) bersikap netral dan
tidak memihak; xiv
15. 2) menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam
melaksanakan kewajibannya; d. Prinsip Kerahasiaan 1) merahasiakan
proses akreditasi; 2) menyampaikan informasi tentang lembaga kepada
professional terkait hanya untuk kepentingan akreditasiC. Pengukuran
Akreditasi 1. Penentuan Tingkat Akreditasi Akreditasi untuk Lembaga
di bidang kesejahteraan sosial dikelompokkan 3 kategori: a. Kategori A
(baik sekali) adalah Lembaga di bidang kesejahteraan sosial yang
memperoleh skor/ nilai ≥ 86- 100% b. Kategori B (baik) adalah
Lembaga di bidang kesejahteraan sosial yang memperoleh skor/ nilai
antara 68-85% c. Kategori C (cukup) adalah Lembaga di bidang
kesejahteraan sosial yang memperoleh skor/ nilai ≤ 50 - 67% d. < 50
belum terakreditasi Nilai tersebut diperoleh melalui Nilai Gabungan
dari 3 instrumen : a. Instrumen isian lembaga di bidang kesejahteraan
sosial. b. Instrumen Diskripsi Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial
c. Hasil penilaian asesor xv
16. BAB IV PENYELENGGARAAN AKREDITASIA. Tata Cara
Akreditasi 1. Proses Akreditasi Tingkat kelayakan dan standardisasi
lembaga di bidang kesejahteraan sosial ditentukan melalui suatu proses
akreditasi. Secara umum, proses pelaksanaan akreditasi lembaga di
bidang kesejahteraan sosial dapat digambarkan sebagai berikut: xvi
17. Keterangan : a. Instrumen Daftar isian lembaga di bidang
Kesejahteraan sosial: Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial dengan
mengisi instrumen.; b. Mengajukan Permohonan: Lembaga di bidang
Kesejahteraan Sosial mengajukan permohonan akreditasi kepada Ketua
Badan Akreditasi dengan melampirkan isian instrumen dan persyaratan
administrasi ke kantor Badan Akreditasi; c. Verifikasi oleh Sekretariat
Badan Akreditasi untuk memeriksa kelengkapan instrumen beserta
lampiran-lampirannya. Apabila memenuhi persyaratan dilanjutkan
dengan Visitasi ke Lembaga di Bidang Kesos, apabila tidak memenuhi
persyaratan dikembalikan kepada lembaga di bidang Kesejahteraan
Sosial; d. Penugasan asesor ke Lembaga di Bidang Kesos melalu
Visitasi dan Penyusunan Laporan Hasil Visitasi kepada Badan
Akreditasi: Visitasi dilakukan oleh asesor dan Tim; e. Rapat Pleno
Pengusulan Penetapan Hasil Akreditasi oleh Badan Akreditasi Rapat
pleno dihadiri minimal 2/3 dari anggota Badan Akreditasi untuk
mengusulkan hasil penilaian akreditasi dan dimohonkan pertimbangan
dari Dewan kehormatan Akreditasi. f. Penetapan Hasil Akreditasi oleh
Menteri Sosial atas Pertimbangan Dewan Kehormatan Akreditasi hasil
pertimbangan dewan kehormatan diusulkan kepada kepada Menteri
Sosial untuk ditetapkan akreditasi. g. Penerbitan Sertifikat Akreditasi:
Sertifikat akreditasi diterbitkan oleh Menteri Sosial dan berlaku sesuai
dengan tingkatan akreditasi yang di capai oleh Lembaga di Bidang
Kesejahteraan Sosial.B. Alur Kegiatan Akreditasi 1. Penyampaian
informasi mengenai kebijakan, tatacara dan penetapan formasi
akreditasi dalam tahun anggaran melalui surat kilat khusus,
P4s.kemsos.go.id; dan/atau ; www.depsos.go.id. 2. LKS atau
UPT/UPTD yang akan mengikuti akreditasi diwajibkan mengisi
‘Formulir Online’ dan men-scan, meng- up load berkas yang di
persyaratkan. dan di kirim melalui P4s.kemsos.go.id. 3. Badan
Akreditasi melakukan penelaahan kelengkapan administrasi yang
dikirim lembaga pemohon xvii
18. 4. Badan Akreditasi menginformasikan hasil penelaahan
administrasi melalui p4s.kemsos.go.id kepada peserta akreditasi.
Peserta akreditasi yang memenuhi syarat akan mendapatkan ‘Kartu
Peserta penilaian akreditasi’ 5. Setelah itu dilakukan penilaian lembaga
pemohon oleh asesor yang ditugaskan badan akreditasi sesuai dengan
urutan penilaian akreditasi (dengan menggunakan instrumen) 6. Hasil
penilaian disampaikan kepada badan akreditasi 7. Badan akreditasi
selanjutnya menelaah hasil penilaian yang hasil penilaian itu
disampaikan kepada Menteri Sosial 8. Menteri Sosial atas dasar
pengajuan badan akreditasi dan pertimbangan dewan kehormatan
akreditasi menetapkan akreditasi lembaga di bidang kesejahteraan
sosial. Penetapan itu diwujudkan dalam bentuk Piagam Akreditasi
Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial 9. Surat Penetapan Akreditasi
tersebut disampaikan kepada lembaga dimaksud dan dipublikasikan
dalam bentuk informasi digital dan tertulis melalui media yang ada.C.
Hasil Akreditasi 1. Lembaga yang sudah telah memenuhi ketentuan
administratif dan penilaian, maka yang bersangkutan akan memperoleh
bukti berupa sertifikat akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Sosial.
2. Masa berlaku sertifikat akreditasi sesuai dengan tingkatan akreditasi
yang diperoleh lembaga di bidang kesejahteraan sosial tersebut, yaitu:
a. Akreditasi A (baik sekali) berlaku selama 5 (lima) tahun b.
Akreditasi B (baik) berlaku selama 3 (tiga) tahun. c. Akreditasi C
(cukup) berlaku selama 2 (dua) tahun. 3. Lembaga yang tidak
memenuhi syarat akreditasi diberikan kesempatan untuk mengajukan
kembali dan apabila masa berlakunya akreditasi telah berakhir maka
lembaga yang bersangkutan mengajukan permohonan kembali. 4.
Pengumuman hasil akreditasi dilakukan melalui: P4s.kemsos.go.id; dan
; www.depsos.go.id dan sertifikat akan dikirimkan kepada LKS
dan/atau UPT/UPTD yang telah mengikuti akreditasi. xviii
19. BAB V PENGENDALIAN AKREDITASIA. Supervisi Supervisi
adalah asistensi/ bimbingan teknis terhadap proses akreditasi Lembaga
Kesejahteraan Sosial (LKS) dan UPT/UPTD yang dilaksanakan oleh
Kementerian Sosial. Pelaksana : Kementerian Sosial dan Badan
Akreditrasi sesuai kewenangan masing- masing Tujuan supervisi
adalah: 1. Melakukan pembinaan kepada yang disupervisi (LKS dan
UPT/D) agar kinerja pelayanan kesejahteraan sosial semakin baik
sesuai standar pelayanan minimal. 2. Membangun kesiapan diri LKS
dan UPT/D mengikuti akreditasi 3. LKS dan UPT/D menyiapkan
perangkat software dan hardware. 4. Membantu menganalisis faktor
penghambat dan pendukung proses akreditasi yang sesuai dengan
standar pelayanan minimal Pelaksana supervisi adalah: 1. Kementerian
Sosial RI cq. Badiklit: memberikan bimbingan teknis kepada LKS dan
UPT/D agar dapat menyiapkan diri mengikuti akreditasi. 2. Badan
Akreditasi a. Bimbingan teknis kepada perwakilan Badan Akreditasi di
daerah b. Bimbingan teknis kepada para asesor didalam melakukan
penilaian akreditasi Langkah-langkah supervisi: 1. Menyusun panduan
dan instrument supervisi 2. Melaksanakan supervisi 3. Laporan hasil
supervisi. xix
20. B. Monitoring Monitoring merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang terencana dan sistematis dan dilakukan oleh Kementerian Sosial
dalam rangka untuk memantau situasi dan kondisi, baik terhadap LKS
dan/atau UPT/UPTD yang belum maupun yang telah terakreditasi.
Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala setiap triwulan, semester
dan tahunan. Tujuan Monitoring adalah memberikan jaminan bagi
terlaksananya proses akreditasi sesuai dengan rencana, dengan
melakukan pengecekan terhadap aktivitas-aktivitas yang dijalankan,
mencatat kemajuan-kemajuan yang sesuai dengan rencana,
menemukenali kekuatan-kekuatan dan masalah-masalah yang timbul
dan melakukan penyesuaian dengan adanya perubahan yang terus
terjadi di lingkungan program/ kegiatan akreditasi Lembaga dibidang
kesejahteraan sosial. Pelaksana Monitoring 1. Kementerian Sosial RI
cq. Badiklit: Melakukan pemantauan perkembangan akreditasi terhadap
LKS dan UPT/D. 2. Badan Akreditasi a. Pemantauan perkembangan
penilaian akreditasi kepada perwakilan Badan Akreditasi di daerah b.
Pemantauan terhadap berfungsi atau tidaknya peran asesor didalam
melakukan penilaian akreditasi. Hasil monitoring digunakan sebagai: 1.
Masukan untuk proses verifikasi dan validasi; 2. Bahan pertimbangan
untuk penetapan kebijakan; dan/atau 3. Masukan untuk proses
pengambilan keputusan akreditasi.C. Evaluasi Evaluasi merupakan
suatu rangkaian kegiatan penilaian yang terencana dan terjadwal. 1.
Tujuan evaluasi dilakukan untuk menilai: a. Kinerja dan kemajuan yang
dicapai pada setiap tahapan kegiatan (evaluasi proses); xx
21. b. Tingkat keberhasilan yang dicapai pada tahapan akhir kegiatan
(evaluasi hasil); c. Situasi umum perkembangan LKS dan/atau
UPT/UPTD ybs; d. Pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan
akreditasi; e. Faktor-faktor pelancar dan pembatas (hambatan) dalam
proses pelaksanaan akreditasi LKS dan/atau UPT/UPTD.2. Pelaksana
Evaluasi a. Kementerian Sosial RI cq. Badiklit: Melakukan penilaian
perkembangan akreditasi terhadap LKS dan UPT/D. b. Badan
Akreditasi 1) Penilaian akreditasi kepada perwakilan Badan Akreditasi
di daerah 2) Penilaian terhadap berfungsi atau tidaknya peran asesor
didalam melakukan penilaian akreditasi.D. Pelaporan Laporan
merupakan suatu rangkaian aktivitas penyampaian data dan informasi
yang terencana dan terjadwal. Bentuk laporan pelaksanaan kegiatan
akreditasi baik yang dilakukan oleh Kementerian Sosial maupun yang
dilakukan oleh Badan Akreditasi terdiri dari: a. Laporan hasil visitasi/
pelaksanaan akreditasi b. Laporan pelaksanaan hasil supervisi c.
Laporan pelaksanaan hasil monitoring; d. Laporan pelaksanaan hasil
evaluasi; e. Laporan rutin berkala, baik laporan semester maupun
laporan akhir tahun; f. Laporan pertanggungjawaban penggunaan
anggaran. xxi
22. BAB VI P E N U T U P Buku Panduan Umum ini disusun untuk
menjadi acuan dan pegangan bagi parapenanggung-jawab program
pada Kementeria/Instansi/Lembaga yang menjadi mitraBadan
Akreditasi, baik di tingkap pusat, di provinsi maupun di
kabupaten/kota. BukuPanduan Umum ini, diharapkan dapat dijadikan
sebagai acuan oleh semua pihak, baiksegenap civitas Badan Akreditasi
maupun Kementerian/ Instansi/Lembaga terkait dankhususnya para
penyelenggara lembaga kese-jahteraan sosial yang berada
diberbagaiwilayah Indonesia. Kehadiran buku panduan ini, pada
prinsipnya tidak hanya sebagai acuan bagipihak terkait, akan tetapi juga
dimaksudkan sebagai upaya perluasan informasi dalamrangka
peningkatan pemahaman dari segenap pemangku kepentingan
(stakeholders)khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan
tersusunnya buku ini, segenap civitas Badan Akreditasi berharap
agarproses pelaksanaan akreditasi terhadap lembaga di bidang
kesejahteraan dapat berjalansesuai ketentuan yang berlaku. xxii
Follow us on LinkedIn
Follow us on Twitter
Find us on Facebook
Find us on Google+
LEARN ABOUT US
About
Careers
Our Blog
Press
Contact Us
Help & Support
USING SLIDESHARE
SlideShare 101
Terms of Use
Privacy Policy
Akreditasi Rumah Sakit, Pengakuan Atas Kualitas LayananTulis apa yang kamu kerjakan. Kerjakan apa yang kamu tulis.
drg. Puti Aulia Rahma, MPH
(seperti ditulis dalam Majalah Dental&Dental edisi September-Oktober 2012)
Saat ini masyarakat semakin sadar untuk memilih layanan kesehatan yang baik.
Beberapa contohnya adalah masyarakat saat ini tidak sungkan lagi untuk
mempertanyakan alternatif perawatan yang akan mereka terima sesuai dengan kondisi
keuangan mereka saat ini. Mereka juga tidak sungkan lagi untuk berdiskusi dengan
dokter mengenai kegunaan dan efek samping obat yang diresepkan dokter kepada
mereka. Masyarakat juga mulai kritis mempertanyakan apakah alat kedokteran yang
digunakan untuk memeriksa mereka sudah steril atau belum. Bahkan tidak sedikit orang
yang ingin melihat proses sterilisasi tersebut. Bila ada pelayanan yang dirasa kurang
memuaskan, masyarakat saat ini tidak malas lagi menegur staf medis yang
bersangkutan atau mengeluarkan unek-unek mereka melalui kotak saran. Singkatnya
masyarakat mau yang terbaik untuk diri mereka sesuai kondisi mereka saat ini.
Untuk menghadapi dinamika masyarakat sedemikian rupa, pemerintah melalui
Kementerian Kesehatan tidak tinggal diam. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
mewajibkan dilaksanakannya akreditasi rumah sakit dengan tujuan untuk meningkatkan
pelayanan rumah sakit di Indonesia. Dasar hukum pelaksanaan akreditasi di rumah sakit
adalah UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, UU No. 44 tahun 2009 tentang rumah
Search
sakit dan Permenkes 1144/ Menkes/ Per/ VIII/ 2010 tentang organisasi dan tata kerja
kementerian kesehatan. Akreditasi mengandung arti suatu pengakuan yang diberikan
pemerintah kepada rumah sakit karena telah memenuhi standar yang ditetapkan.
Rumah sakit yang telah terakreditasi, mendapat pengakuan dari pemerintah bahwa
semua hal yang ada di dalamnya sudah sesuai dengan standar. Sarana dan prasarana
yang dimiliki rumah sakit, sudah sesuai standar. Prosedur yang dilakukan kepada
pasien juga sudah sesuai dengan standar.
Berdasarkan standar akreditasi versi 2007, terdapat tiga tahapan dalam pelaksanaan
akreditasi yaitu akreditasi tingkat dasar, akreditasi tingkat lanjut serta akreditasi tingkat
lengkap. Akreditasi tingkat dasar menilai lima kegiatan pelayanan di rumah sakit, yaitu:
Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan
Gawat Darurat dan Rekam Medik. Akreditasi tingkat lanjut menilai 12 kegiatan
pelayanan di rumah sakit, yaitu: pelayanan yang diakreditasi tingkat dasar ditambah
Farmasi, Radiologi, Kamar Operasi, Pengendalian Infeksi, Pelayanan Resiko Tinggi,
Laboratorium serta Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3).
Akreditasi tingkat lengkap menilai 16 kegiatan pelayanan di rumah sakit, yaitu:
pelayanan yang diakreditasi tingkat lanjut ditambah Pelayanan Intensif, Pelayanan
Tranfusi Darah, Pelayanan Rehabilitasi Medik dan Pelayanan Gizi. Rumah sakit boleh
memilih akan melaksanakan akreditasi tingkat dasar (5 pelayanan), tingkat lanjut (12
pelayanan) atau tingkat lengkap (16 pelayanan) tergantung kemampuan, kesiapan dan
kebutuhan rumah sakit baik pada saat penilaian pertama kali atau penilaian ulang
setelah terakreditasi. Berdasarkan standar akreditasi versi 2007 ini, sertifikasi yang
diberikan kepada rumah sakit berupa: tidak terakreditasi, akreditasi bersyarat, akreditasi
penuh dan akreditasi istimewa. Tidak terakreditasi artinya hasil penilaian mencapai 65%
atau salah satu kegiatan pelayanan hanya mencapai 60%. Akreditasi bersyarat artinya
penilaian mencapai 65% - 75% dan berlaku satu tahun. Akreditasi penuh artinya hasil
penilaian mencapai 75% dan berlaku selama 3 tahun. Akreditasi istimewa diberikan
apabila dalam tiga tahun berturut-turut rumah sakit mencapai nilai terakreditasi penuh
dan status ini berlaku selama 5 tahun. Rumah sakit wajib melaksanakan akreditasi
minimal 6 bulan setelah SK perpanjangan izin keluar dan 1 tahun setelah SK izin
operasional.
Manfaat implementasi standar akreditasi versi 2007 ini terutama ditujukan bagi penerima
layanan kesehatan, pasien. Selain bermanfaat bagi pasien, akreditasi juga bemanfaat
bagi petugas kesehatan di rumah sakit, bagi rumah sakit itu sendiri, bagi pemilik rumah
sakit dan bagi perusahaan asuransi. Bagi tenaga kesehatan di rumah sakit, akreditasi
berfungsi untuk menciptakan rasa aman bagi mereka dalam melaksanakan tugasnya.
Mereka akan merasa aman karena sarana dan prasarana yang tersedia di rumah sakit
sudah memenuhi standar sehingga tidak akan membahayakan diri mereka. Selain itu,
sarana dan prasarana yang sesuai standar juga sangat membantu mempermudah
proses kerja mereka. Bagi rumah sakit, akreditasi bermanfaat sebagai alat untuk
negosiasi dengan pihak ketiga misalnya asuransi atau perusahaan. Dalam hal ini,
akreditasi bisa dibilang berfungsi sebagai salah satu alat berpromosi. Bagi pemilik
rumah sakit, akreditasi berfungsi sebagai alat untuk mengukur kinerja pengelola rumah
sakit. Sedangkan bagi perusahaan asuransi, akreditasi bermanfaat sebagai acuan
dalam memilih dan mengadakan kontrak dengan rumah sakit. Perusahaan asuransi
enggan mempertaruhkan nama baiknya dihadapan kliennya dengan memilih rumah
sakit berpelayanan buruk.
Dalam penerapannya, standar akreditasi versi 2007 memiliki banyak kekurangan.
Seperti dilansir dalam situs Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), standar akreditasi
versi 2007 lebih berfokus pada penyedia layanan kesehatan (rumah sakit), kuat pada
input dan dokumen namun lemah dalam implementasi dan dalam proses akreditasi
kurang melibatkan petugas. Untuk menutupi kekurangan ini, KARS mengembangkan
standar akreditasi versi 2012. Standar akreditasi versi 2012 ini memiliki kelebihan yaitu
lebih berfokus pada pasien; kuat dalam porses, output dan outcome; kuat pada
implementasi serta melibatkan seluruh petugas dalam proses akreditasinya. Dengan
adanya perbaikan ini diharapkan rumah sakit yang lulus proses akreditasi versi 2012 ini
benar-benar dapat meningkatkan mutu pelayanannya dengan lebih berfokus pada
keselamatan pasien.
Standar akreditasi 2012 ini mirip dengan standar akreditasi internasional. Dalam standar
akreditasi baru ini terdapat 4 kelompok standar yang terdiri dari 1.048 elemen yang akan
dinilai. Keempat kelompok standar akreditasi rumah versi 2012 yaitu: kelompok standar
pelayanan berfokus pada pasien, kelompok standar manajemen rumah sakit, sasaran
keselamatan pasien rumah sakit dan sasaran Millenium Development Goals. Dalam
kelompok standar pelayanan berfokus pada pasien, komponen penilaian selain berfokus
pada hal – hal terkait pelayanan pasien dan keluarga, mulai dari pemenuhan hak-hak
pasien, pendidikan pasien dan keluarga sampai ke pelayanan yang akan diberikan
kepada pasien. Pada kelompok standar manajemen rumah sakit, komponen yang dinilai
misalnya upaya manajemen untuk memberikan dukungan agar rumah sakit dapat
memberi pelayanan yang baik kepada pasien. Sasaran keselamatan pasien di rumah
sakit dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pelayanan lebih baik dan memperhatikan
keselamatan pasien. Jangan sampai pasien yang datang ke rumah sakit membawa
pulang penyakit lagi. Sasaran Millenium Development Goals merupakan komponen
penilaian tambahan dalam standar akreditasi rumah sakit, khusus di Indonesia.
Sasaran-sasarannya berupa penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan kasus
HIV dan AIDS serta pengendalian tuberkulosis. Tingkat-tingkat kelulusan berdasarkan
standar akreditasi versi 2012 adalah dasar, madya, utama dan paripurna. Tingkat
paripurna adalah tingkat kelulusan tertinggi yang dapat diraih oleh rumah sakit. Dalam
pelaksanaan akreditasi rumah sakit menggunakan standar akreditasi versi 2012 ini,
surveyor akan menemui pasien untuk mencari bukti adanya peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit yang berfokus pada keselamatan pasien. Bila tidak ditemukan
bukti, maka proses penilaian tidak akan lanjut ke komponen lain. Saat ini seluruh rumah
sakit memiliki kewajiban untuk menjaga mutu pelayanannya dengan melaksanakan
akreditasi minimal setiap 3 tahun sekali.
Manfaat langsung dari implementasi standar akreditasi versi 2012 adalah rumah sakit
akan lebih mendengarkan keluhan pasien dan keluarganya. Rumah sakit akan lebih
"lapang dada" menerima kritik dan saran dari pasien dan keluarganya, tidak lagi menjadi
pihak yang selalu benar. Rumah sakit juga akan lebih menghormati hak-hak pasien dan
melibatkan pasien dalam proses perawatan sebagai mitra. Dalam hal ini, pasien dan
keluarganya akan diajak berdiskusi dalam menentukan perawatan terbaik sesuai kondisi
pasien saat ini. Implementasi standar akreditasi versi 2012 juga diharapkan dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit telah melakukan upaya
peningkatan mutu pelayanan berdasar keselamatan pasien. Selain itu, implementasi
standar akreditasi versi 2012 juga akan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan
efisien sehingga berkontribusi terhadap kepuasan karyawan. Rumah sakit yang telah
lulus akreditasi versi 2012 akan memiliki modal negosiasi dengan perusahaan asuransi
kesehatan dan sumber pembayar lainnya dengan lengkapnya data tentang mutu
pelayanan rumah sakit. Implementasi standar akreditasi versi 2012 akan dapat
menciptakan budaya belajar dengan adanya sistem pelaporan yang tepat dari kejadian
yang tidak diharapkan di rumah sakit. Manfaat lain dari implementasi standar akreditasi
versi 2012 adalah terbangunnya kepemimpinan kolaboratif yang menetapkan kualitas
dan keselamatan pasien sebagai prioritas dalam semua tahap pelayanan.
Tahapan yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan akreditasi adalah: pembinaan
akreditasi oleh Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan, bimbingan akreditasi oleh
surveyor pembimbing, survei akreditasi oleh surveyor akreditasi dan pendampingan
pasca akreditasi oleh tim pendampingan yang terdiri dari Kemenkes, KARS (Komite
Akreditasi Rumah Sakit), PERSI daerah dan Dinas Kesehatan. Tahap pembinaan
akreditasi bertujuan untuk menyiapkan sistem pelayanan di rumah sakit. Hasil
pembinaan berupa rekomendasi yang mencakup aspek hukum atau aspek manajemen
pelayanan yang bisa digunakan untuk mengetahui apakah rumah sakit perlu bimbingan
atau tidak. Tahap bimbingan akreditasi bertujuan untuk memberikan penjelasan,
pemahaman dan penerapan standar pelayanan yang menjadi item penilaian dalam
akreditasi. Hasil bimbingan ini berupa rekomendasi tentang langkah-langkah yang perlu
dilakukan rumah sakit dan dokumen yang perlu disediakan untuk mencapai akreditasi.
Bila masih membutuhkan bimbingan, rumah sakit berhak untuk meminta bimbingan dari
konsultan luar selain KARS untuk mendapat bimbingan lebih intensif. Tahap survey
akreditasi merupakan saatnya penilaian terhadap pemenuhan standar rumah sakit
menggunakan instrumen akreditasi yang dikeluarkan oleh KARS. Survei akreditasi
dilakukan oleh KARS sedangkan sertifikasi diberikan oleh Dirjen Pelayanan Medik
DepKes RI berdasarkan rekomendasi KARS. Rumah sakit tidak dapat memilih surveyor
akreditasi untuk menjamin objektivitas penilaian. Tahap pendampingan pasca akreditasi
bertujuan menindaklanjuti rekomendasi hasil survey akreditasi agar rumah sakit yang
telah terakreditasi dapat meningkatkan mutu pelayanan yang masih dibawah standar
dan tetap mempertahankan mutu pelayanan yang sudah tercapai. Pendampingan
dilaksanakan secara berkala minimal 6 bulan pasca survey akreditasi.
Selain diakreditasi dengan standar nasional, beberapa rumah sakit di Indonesia,
khususnya rumah sakit pemerintah, juga akan diakreditasi menggunakan standar
internasional. Sebenarnya telah banyak rumah sakit di Indonesia yang terakreditasi
secara internasional, namun kebanyakan rumah sakit swasta. Kondisi ini semakin
menanamkan kesan bahwa rumah sakit pemerintah memang kurang layak dipercaya
dan kurang mampu memberikan pelayanan terbaik baik masyarakat. Rencananya, tujuh
rumah sakit besar pemerintah akan dipersiapkan untuk akreditasi internasional pada
tahun 2013. Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah bekerjasama dengan lembaga
akreditasi internasional yaitu Joint Commission International (JCI) dari Amerika Serikat.
JCI dipilih karena paling banyak berafiliasi dengan berbagai rumah sakit besar di dunia
dan merupakan salah satu lembaga akreditasi yang dianggap berpengalaman.
Akreditasi internasional ini bertujuan untuk "menyetarakan" mutu pelayanan rumah sakit
pemerintah dengan rumah sakit internasional. Dengan adanya akreditasi internasional
ini diharapkan tumbuh pula kepercayaan dan pengakuan dari masyarakat bahwa rumah
sakit pemerintah mampu memberikan layanan kesehatan terbaik. Dengan pengakuan ini
diharapkan dapat membendung arus masyarakat yang berlomba-lomba berobat ke luar
negeri. Dengan adanya akreditasi internasional ini, pemerintah menjamin adanya
peningkatan mutu layanan kesehatan di rumah sakit pemerintah tanpa diiringi dengan
kenaikan harga. Kedepannya, tidak hanya rumah sakit swasta atau pemerintah yang
akan mendapat akreditasi tetapi juga Rumah Sakit TNI atau Polri dan Rumah Sakit
pendidikan. Terutama rumah sakit pendidikan, penting untuk mendapatkan akreditasi
untuk membuktikan bahwa pelayanan yang diberikan rumah sakit ini memang benar-
benar merupakan layanan bermutu. Adanya akreditasi bagi Rumah Sakit Pendidikan
juga diharapkan dapat meluruskan anggapan masyarakat bahwa mereka akan menjadi
"kelinci percobaan" bila menjadi pasien di rumah sakit tersebut.
Untuk mendapatkan tingkat kelulusan akreditasi yang baik, diperlukan adanya kerja
sama antar semua pihak di rumah sakit. Semua staf rumah sakit, mulai dari pimpinan
puncak sampai staf lapis terbawah harus memiliki semangat yang sama dalam
mewujudkannya. Pimpinan puncak hingga ke staf lapisan bawah harus memiliki
pemahaman yang sama mengenai alasan dilaksanakannya akreditasi. Jangan sampai
ada pihak yang menganggap bahwa akreditasi ini akan menjadi beban yang
menambah-nambah kerjaan mereka karena harus bekerja sesuai standar-standar
akreditasi. Sejatinya, standar-standar yang dijadikan komponen penilaian dalam survey
akreditasi adalah untuk dipenuhi dan diimplementasikan dalam jangka panjang bukan
hanya pada saat survey akreditasi. Dengan adanya kerjasama dan semangat yang
sama tinggi dari semua pihak di rumah sakit, bukan hal mustahil akan terciptanya
layanan kesehatan berkualitas tinggi yang langgeng bagi masyarakat.