Akhlak

13
Akhlak, Etika, Moral (Tinjauan Definitive dan Karakteristik Dalam Ajaran Islam) 1. Pendahuluan Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebehagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut. Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap- Nya adalah pangkalan yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu. Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.[1] 2. Pembahasan

description

akhlak

Transcript of Akhlak

Akhlak, Etika, Moral

Akhlak, Etika, Moral

(Tinjauan Definitive dan Karakteristik Dalam Ajaran Islam)

1. PendahuluanSejarah Agama menunjukkan bahwa kebehagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.

Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.

Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.[1]2. PembahasanDalam berbagai literature tentang ilmu akhlak islami, dijumpai uraian tentang akhlak yang secara garis besar dapat dibagi dua bagia, yaitu; akhlak yang baik (akhlak al-karimah), dan akhlak yang buruk (akhlak madzmumah). Berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan dan amanah misalnya termasuk dalam akhlak yang baik. Sedangkan berbuat yang dhalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir dan curang termasuk dalam akhlak yang buruk.

Secara teoritis macam-macam akhlak tersebut berinduk pada tiga perbuatan yang utama, yaitu hikmah (bijaksana), syaja'ah (perwira/ksatria) dan iffah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat).

Hukum-hukum akhlak ialah hokum-hukum yang bersangkut paut dengan perbaikan jiwa (moral); menerangkan sifat-sifat yang terpuji atau keutamaan-keutamaan yang harus dijadikan perhiasan atau perisai diri seseorang seperti jujur, adil, terpercaya, dan sifat-sifat yang tercela yang harus dijauhi oleh seseorang seperti bohong, dzalim, khianat. Sifat-sifat tersebut diterangkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah dan secara Khusus dipelajari dalam Ilmu Akhlak (etika) dan Ilmu Tasawuf.[2]a. AkhlakAda dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).

Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.

Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.[3]b. EtikaDari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.

Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut ahmad amin mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.

Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya.

Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.

Dengan cirri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasulkan oleh akal manusia.

c. MoralAdapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.

Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.

Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.

Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.

Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat.

Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.

Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.

Kesadaran moral erta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis. Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.

Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.

d. Karakteristik dalam ajaran IslamSecara sederhana akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai sifat.

Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah-daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal. Namun dalam rangka menjabarkan akhlak islami yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.

Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlak yang disamping mengakui adanya nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai bersifat local dan temporal sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal itu. Namun demikian, perlu dipertegas disini, bahwa akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral, walaupun etika dan moral itu diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang berdasarkan agama (akhlak Islami). Hal yang demikian disebabkan karena etika terbatas pada sopan santun antara sesame manusia saja, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Jadi ketika etika digunakan untuk menjabarkan akhlak Islami, itu tidak berarti akhlak Islami dapat dijabarkan sepenuhnya oleh etika atau moral.

Ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah (agama/Islam) mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesame makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda yang tak bernyawa).

3. PenutupAkhirnya dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hokum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriyah.

Perbedaaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk itu adalah al-qur'an dan al-hadis.

Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersifat local dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.

Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasala dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jika etika, moral dan susila berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.V. ETIKA, MORAL DAN AKHLAK

A. Pengertian Etika, Moral dan Akhlak1. AkhlakKata akhlak berasal dari bahasa Arab bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti. Perkataan budi berasal dari bahasa Sansekerta budh yang berarti kesadaran. Kata pekerti berasal dari bahasa Indonesia yang berarti kelakuan. Menurut Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya-u Ulumuddin Juz III hal. 52.(Khuluq (perangai) ialah suatu sifat yang tetap pada jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan pertimbangan pikiran. Menurut Ahmad Amin dalam bukunya Al-Akhlaq:( Khuluq ialah membiasakan kehendak.

2. Moral dan EtikaKata moral berasal dari bahasa latin mos, jamaknya adalah mores yang berarti kebiasaan. Kata etika berasal dari bahasa Yunani etos berarti kebiasaan, perasaan batin atau kecenderungan hati di mana seseorang melakukan perbuatan (Filsafat Moral, 1989:9). Jadi moral hanya dikaitkan pada kelakuan lahir manusia, sedang etika tidak hanya pada kelakuan lahir akan tetapi lebih mendalam sampai kepada motivasi-motivasi kelakuan lahir.Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, maka yang dijadikan standar baik dan buruk adalah akal manusia. Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik dan buruk yang diterima oleh utusan atau masyarakat, maka yang dijadikan standar baik dan buruk adalah adat istiadat.Dengan demikian etika adalah penyelidikan filsafat tentang bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban manusia serta tentang yang baik dan buruk. Bidang itulah yang disebut moral (Etika Umum, 1985:13).Pengertian etika dan moral menurut istilah. Menurut Austan Fagothey dalam bukunya Right and Reason, Ethics in Theory and Practice.( Ethics is the practical normative science of the rightness and wrongness of human conduct as known by natural reason. Etika adalah ilmu pengetahuan normatif yang praktis mengenai kelakuan benar dan tidak benar manusia yang dimengerti oleh akal murni.

Menurut Ensiklopedi Umum:(Morality is right living virtue, conformity to generally accepted standard of conduct. Moral adalah kehidupan yang benar dan baik, pengesahan dan penerimaan secara umum tentang ukuran dasar tingkah laku.Dari ketiga istilah di atas (akhlak, moral dan etika) memiliki persamaan yaitu membicarakan persoalan baik dan buruk dalam kehidupan manusia. Perbedaannya antara lain: Sumber akhlak adalah Al-Quran dan sunnah rasul, sedangkan moral dan etika adalah adat istiadat dan filsafat. Akhlak bersifat absolut, sedangkan moral dan etika bersifat relatif.

B. Karakteristik Akhlak Akhlak adalah salah satu kerangka dasar Islam yang termuat dalam kitab suci Al-Quran.(( Akhlak bersifat universal dan absolut. Bahwa nilai-nilai baik dan buruk daripada suatu perbuatan yang termuat dalam Al-Quran dan sunnah berlaku bagi seluruh manusia. Kapan dan dimanapun serta kebenarannya bersifat absolut. Akhlak menuntut bagi pelakunya untuk senantiasa( ikhlas melaksanakan hak-hak yang harus diberikan kepada yang berhak. Melakukan kewajiban terhadap sesama manusia yang menjadi hak manusia lainnya, melakukan kewajiban terhadap alam dan lingkungannya. Dalam ilmu etika Kebaikan Tertinggi yang istilah latinnya disebut Summum Bonum ((Al-Khair Kully) merupakan tujuan akhir dari semua manusia. Kebaikan tertinggi itu adalah semuanya ingin baik dan bahagia (QS. Al-Baqarah/2:148). Kebaikan yang berhubungan dengan tujuan ini dapat dibedakan dengan kebaikan sebagai tujuan akhir (Summum Bonum) dan kebaikan sebagai cara atau sarana untuk sampai kepada tujuan akhir tersebut.Di dalam akhlak, antara baik sebagai tujuan sementara harus sejalan dengan baik sebagai tujuan akhir. Artinya cara satu garis mencapai tujuan-tujuan itu berada dalam satu garis lurus yaitu berdasarkan satu norma. Di samping baik juga harus benar.

C. Hubungan Tasawuf dengan AkhlakTasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Allah dengan cara menyucikan hati (tashfiat al-qalbi). Hati yang suci bukan hanya biasa dekat dengan Tuhan melainkan dapat juga melihat Tuhan (al-marifah). Dalam tasawuf disebutkan bahwa Tuhan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh hati yang suci. Menurut Zun Nun al-Misri, ada tiga macam pengetahuan tentang Tuhan, yaitu :1. Pengetahuan awam : Tuhan satu dengan perantara ucapan syahadat.2. Pengetahuan ulama : Tuhan satu menurut logika akal.3. Pengetahuan kaum sufi : Tuhan satu dengan perantara hati sanubari.Pengetahuan yang disebut pertama dan kedua menurut Harun Nasution, belum merupakan pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Keduanya masih disebut ilmu. Pengetahuan dalam arti ketigalah yang merupakan pengetahuan hakiki tentang Tuhan (marifah). Telah dijelaskan bahwa akhlak adalah gambaran hati (al-qalb) yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan. Jika hatinya bersih dan suci maka yang akan keluar adalah perbuatan-perbuatan yang baik (akhlak al-mahmudah) dan sebaliknya jika hatinya kotor dengan dosa-dosa dan sifat-sifat yang buruk maka yang akan muncul dalam perilakunya adalah akhlak yang buruk (akhlak al-mazmumah).Kalau ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk juga bagaimana mengubah akhlak buruk agar menjadi baik secara zahiriah yakni dengan cara-cara yang nampak seperti keilmuan, keteladanan, pembiasaan, dan lain-lain maka ilmu tasawuf menerangkan bagaimana cara mensucikan hati (tashfiat al-qalb), agar setelah hatinya suci yang muncul dari perilakunya adalah akhlak al-karimah. Perbaikan akhlak menurut ilmu tasawuf, harus berawal dari penyucian hati. Persoalan yang mengemuka kemudian adalah bagaimana cara mensucikan hati dalam tasawuf? Metode tasfiat al-qalb, dalam pendapat para sufi adalah dengan menjauhi larangan Tuhan (ijtinab al-manhiyyah), melaksanakan kewajiban-kewajiban Tuhan (adaa al-wajibat), melakukan hal-hal yang disunatkan (al-naafilaat), dan al-riyadhah. Riyadhah artinya latihan spiritual sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw., sebab yang mengotori hati manusia adalah kemaksiatan-kemaksiatan yang diperbuat akibat lengah dari bujukan nafsu dan godaan syaitan. Kata para sufi, keadaan hati itu ada tiga macam. Pertama, hati yang mati yaitu hatinya orang kafir. Kedua, hati yang hidup yaitu hatinya orang yang beriman. Ketiga, hati yang kadang-kadang hidup dan kadang-kadang mati, itulah hatinya orang fasik dan munafik. Yang harus diperjuangkan adalah bagaimana agar hati kita istiqamah dalam kehidupan ini.

D. Aktualisasi Akhlak dalam KehidupanKedudukan akhlak dalam agama Islam adalah identik dengan pelaksanaan agama Islam itu sendiri dalam segala bidang kehidupan. Maka pelaksanaan akhlak yang mulia adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi segala larangan-larangan dalam agama, baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan makhluknya, dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya dengan sebaik-baiknya, seakan-akan melihat Allah dan apabila tidak bisa melihat Allah maka harus yakin bahwa Allah selalu melihatnya sehingga perbuatan itu benar-benar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.Akhlak yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan adalah sebagai berikut:

1. Akhlak kepada Allah swt. meliputi:a. Mentauhidkan Allah swt. (QS. Al-Ikhlas/112:1-4)b. Beribadah kepada Allah swt. (QS. Adz-Dzaariyat/51:56)c. Berdzikir kepada Allah swt. (QS. Ar- Rad/13:28)d. Tawakkal kepada Allah swt. (QS. Hud/111:123)

2. Akhlak terhadap manusia:a. Akhlak terhadap diri sendiri, meliputi: Sabar (QS. Al-Baqarah/2:153)( Syukur( (QS. An-Nahl/16:14) Tawaddu (QS. Luqman/31:18( Iffah, yaitu mensucikan diri dari perbuatan terlarang (QS. Al-Isra/17:26)( Amanah (QS. An-Nisa/14:58)( yajaah (QS. Al-Anfaal/18:15-16)( Qanaah (QS. Al-Isra/17:26)( b. Akhlak terhadap kedua orang tua (QS. Al-Isra/17:23-24)c. Akhlak terhadap keluarga, yaitu mengembangkan kasih sayang, keadilan dan perhatian. (QS. An-Nahl/16:90 dan QS. At-Tahrim/66:6)d. Akhlak terhadap tetangga (QS. An-Nisa/4:36)

3. Akhlak terhadap lingkungan Berakhlak terhadap lingkungan hidup adalah di mana manusia menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitarnya. Allah menyediakan kekayaan alam yang melimpah hendaknya disikapi dengan cara mengambil dan memberi dari dan kepada alam serta tidak dibenarkan segala bentuk perbuatan yang merusak alam. Maka alam yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat yang berlipat ganda, sebaliknya alam yang dibiarkan merana dan diambil manfaatnya saja justru mendatangkan malapetaka bagi manusia. (QS. Al-Qashash/28:77, QS. ar-Rum/30:41, dan QS. Hud/11:61)