Aien Hisyam

98
Aien Hisyam *jangan berpaling dari kesempatan* Home CERMIN Cinta Penulis Ermey Dewanto Setelah Mengirim 2000 Surat

Transcript of Aien Hisyam

Page 1: Aien Hisyam

Aien Hisyam

*jangan berpaling dari kesempatan*

Home CERMIN Cinta Penulis

Ermey   Dewanto

Setelah Mengirim 2000 Surat

 

Lima tahun membesarkan Dapur Cokelat, untuk pertama kalinya Ermey mendapat protes dari ‘penggemar’nya.

Page 2: Aien Hisyam

 

“Mama sih nggak gaul,” Ermey menirukan protes anak pertamanya, Aditya Pratama, 16.

“Tapi, gimana dong nanti reaksi pelanggan Mama yang lain,” ujar Ermey membalas protes anaknya.

“Ini ‘kan untuk anak-anak ABG, Ma. Dicoba aja deh, nanti kita lihat hasilnya,” ujar Aditya penuh antusias.

Akhirnya, bulan Februari lalu, untuk pertama kalinya Ermey membuat tema baru untuk coklat-coklatnya yang unik dan menggemaskan. Coklat warna warni itu diberi nama Retro. Sesuai permintaan Adit.

“Adit sejak dulu jadi penggemar berat cokelat-cokelat buatan Mamanya. Selama ini dia hanya mencoba, menggemari, sekaligus menggilai. Tetapi, baru kali itu dia bisa protes dan kasih masukan. Ternyata luar biasa, cokelat-cokelat tema Retro khas ABG, justru paling diminati. Mungkin karena bentuk dan warnanya yang fungky,” ujar Eyi, panggilan akrab Ermey, dengan mata berbinar.

Eyi kini mulai melibatkan Adit dalam bisnis Dapur Cokelat. Ada satu camiln cokelat yang dibuat sesuai keinginan anaknya, Choco Monkey. Terbuat dari pisang yang diolah bersama cokelat, menjadi camilan unik untuk anak-anak remaja.

Menejemen Keluarga

Ermey tidak sendirian membesarkan Dapur Cokelat. Dibelakang kesuksesannya, ada dukungan kedua orangtuanga HM Noor Matulia dan Hj. Darniati, juga suaminya, Okky Dewanto. Mereka berempat menjadi komisaris Dapur Cokelat.

“Jadi memang benar kalau ini bisnis keluarga. Walaupun begitu, Dapur Cokelat tetap kita kelola dengan profesional. Pembagian profit tetap ada. Menejemen tetap berjalan sesuai dengan relnya. Karena kalau tidak begitu, bisnis ini tidak akan berkembang dengan baik,” kata Eyi yang telah membuka tiga outlet Dapur Cokelat di Jakarta.

Eyi bisa berbangga hati. Dapur Cokelat saat ini mulai jadi icon jajanan cokelat paling digemari. Di dalam toko berkonsep dapur ini tersedia berbagai macam pastries cokelat.

“Saya berpegang pada satu kiat dalam membesarkan Dapur Cokelat, yaitu fokus di konsep. Ini adalah toko kue dari cokelat. Jadi sejak berdiri tahun 2001, usaha kita yang itu-itu saja, tidak melenceng kemana-mana,” ujar Eyi yang mencontohkan beberapa usaha lain yang terpaksa tutup karena tidak fokus di konsep.

Cokelat bukanlah barang baru bagi Eyi. Sejak kecil, ia sudah tergila-gila dengan camilan dari cokelat. Begitu sukanya, Eyi jadi hafal nama-nama cokelat yang ia gemari. Baik buatan lokal maupun luar.

Page 3: Aien Hisyam

“Lulus SMA, saya kuliah di NHI (National Hotel Institute) Bandung. Ketika masuk semester dua, saya mempelajari tentang cokelat. Jadi saya tahu banyak tentang cokelat, juga tahu bagaimana membuatnya. Ternyata gampang sekali,” kisah Eyi.

Uji coba pertama Eyi adalah membuat cake cokelat. Diluar dugaan, cake penuh hiasa cokelat itu digemari teman-teman satu kosnya. Esok harinya, Eyi kembali coba-coba membuat rosce, malako, dan praline atau permen cokelat. Ternyata peminatnya semakin banyak.

Sejak itulah Eyi punya kesibukan baru, kuliah sambil berdagang cokelat hasil kreasinya sendiri. Hanya bermodal satu kompor yang ditaruh di dapur kos, Eyi akhirnya bisa menarik untung berlipat-lipat.

“Mereka suka karena murah. Masak satu ons hanya 5000 rupiah,” kata wanita ini.

Cokelat Untuk Calon Suami

Rasa ingin tahu dan kecintaan yang besar akan cokelat membuat Eyi melanjutkan kuliah di Agrobisnis IPB Bogor yang banyak mempelajari tanam-tanaman dan sayur-sayuran. Di tempat ini Eyi justru menemukan cintanya yang lain. Pria itu bernama Okky Dewanto, alumnus IPB dan pendiri perusahaan kue Apple Pie. Kencan pertama, Eyi membuat Tiramisu dari cokelat untuk sang kekasih.

“Ya ampun, Mas Okky bukannya memuji. Dia malah ajak dagang, sama-sama membuat kue-kue dari cokelat,” kenang Eyi sambil tertawa kecil.

Eyi menganggap sebagai mukjizat, hanya dengan bermodalkan uang Rp.75.000,- untuk biaya operasional selama 1 minggu, mereka bisa membuat pastries cokelat dalam jumlah banyak

“Awalnya kita hanya menstok cokelat 12 kilogram saja, Hasilnya lumayan bagus. Baru pertama kali buka, produk kita bisa laku 2 kilo sehari,” cerita Eyi.

Eyi akhirnya membuka toko dan diberi nama Dapur Cokelat di Jalan hamad Dahlan, Jakarta Selatan, bersama Okky yang akhirnya menjadi suaminya.

“Dibantu teman-teman untuk operasional, kami harus mengenalkan Dapur Cokelat tanpa memiliki biaya promosi. Kami benar-benar bergerak dengan hanya dilandasi keyakinan, bahwa produk DC layak jual, dan akan disukai. Bahwa konsumen, akan bisa dan tidak akan kecewa menerima produk Dapur Cokelat,” ujar Eyi penuh keyakinan.

Kirim 2000 Surat

Strategi awal, Eyi dan Okky adalah mencari mailing list dari teman-teman marketing. Mereka juga mengundang calon konsumen untuk terus melakukan check and retesting.

“Target utama adalah orang harus mengenal dulu, sementara, apakah mereka akan membeli atau tidak, masih prioritas kesekian. Kalau tak salah, masa itu kami mengirimkan surat undangan dan

Page 4: Aien Hisyam

pemberitahuan ke 1000 sampai dengan 2000 alamat yang tidak kami kenal sebelumnya,” ujar ibu dua putra, Adit dan Akheela Candra, 20 bulan.

Dan dari pengiriman surat ke ribuan alamat tersebut, hasilnya cukup menggembirakan.

“Sebagian dari mereka ada yang menelepon, menanyakan ini itu, sebagian ada yang langsung datang menguji rasa. Kemudian, yang paling menggembirakan adalah: yang sudah pernah datang, kemudian datang lagi dengan membawa teman-teman mereka. Mereka menguji rasa dan membeli. Lalu, karena disebelah Dapur Cokelat kebetulan ada supermarket, pembeli yang sudah berbelanja ke supermarket tersebut kami undang pula masuk ke Dapur Cokelat, untuk ikut menguji rasa dan mengenali kue-kue Dapur Cokelat,” kenang Eyi.

Dapur Cokelat memang unik, seunik namanya. “Awalnya saya ingin membuat toko dengan desain seperti galeri. Tapi setelah dipikir-pikir, kok rasanya desain galeri itu berat sekali, dan bisa berimbas ke produk yang akan saya jual, jadinya tidak akan terekspos. Entah gimana tiba-tiba saya dan kakak muncul ide pakai nama Dapur. Lebih kena,” ujar Eyi sambil tersenyum.

Dapur Cokelat milik Eyi memang dibuat sangat menarik. Ia tidak menghilangkan pakem dan ciri khas dapur. Yaitu mendesain ruangan dengan meletakkan kitchen set sebagai hiasan utama sehingga terlihat lebih unik dan menarik.

“Pernah loh  ada orang masuk ke toko saya tanya, “Mbak, jualan kicthen set ya?” kisah Eyi sambil tertawa lepas.

Kesan dapur memang sangat menonjol. Hampir diseluruh ruangan didominasi warna cokelat dan kuning, hingga terkesan hangat dan akrab. Apa beragam potongan cake, praline serta gundukan permen cokelat menghiasi setiap sisi ruangan.     

Aien Hisyam

 

December 1, 2009 Posted by aien1974 | Profil Pakar Kuliner, Profil Pengusaha | 3 Comments

Evita   Handayani

‘Ini ‘kan Ilmu Emak-emak’

Page 5: Aien Hisyam

Tak tahan melihat orang lain susah, Evi  memilih berbuat lebih jauh. Ia mendirikan koperasi yang dikhususnya untuk para wanita.

Tinggal di kota Malang, Evi punya ikatan batin yang kuat. Ia ingin berbuat, demi membuat hidup orang lain jadi bahagia.

‘Tapi, waktu itu belum terpikirkan membuat koperasi,’ kata Evita.

Sampai suatu hari, Evita mendengar curhat teman-teman dekatnya. ‘Sebagian besar, mereka mengalami masalah keuangan. Satu masalah yang sangat umum dan hampir semua keluarga pernah mengalamai masalah ini,” ujar Evita.

Munculah ide membuat koperasi, lembaga yang dalam bayangan Evi, bisa menjadi solusi masalah teman-temannya. Saat itu, Evi ingin mendirikan koperasi dalam bentuk berbeda. Tak

Page 6: Aien Hisyam

hanya sebagai tempat pinjam uang saja, tapi sekaligus mensejahterahkan anggota dalam bentuk yang terukur.

Tawaran untuk Berubah

Berawal dari arisan Ikatan Persewaan Mobil Malang, Evi mengenal dunia perkoperasian. Di tahun 1998, perkumpulan ini berubah bentuk menjadi koperasi simpan pinjam. Dan di tahun 1999, keluar Badan Hukumnya.

“Baik koperasi maupun arisan, akhirnya tidak berjalan lancar,” cerita Evi. Ia mengeluh karena Bapak-bapak, peserta arisan, makin susah diajak berkumpul. Tapi, ia bersyukur, saat berubah bentuk menjadi koperasi, anggota bertambah. Dari 38 anggota, menjadi 58 anggota.

Di tahun 2006, Evi bertemu dengan Almarhum Bu Harto, Ketua Kartika Candra, Andakan, Pasuruan. “Kebetulan beliau ketua Puskowanjati (Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur). Beliau mengusulkan koperasi dipindah menjadi wanita semua. Dia mau mengajarkan,” kata Evi.

Evi langsung menyambut baik tawaran Bu Harto. Ia belajar di sejumlah koperasi yang telah lama berdiri. Barulah tanggal 30 Maret 2006, Koperasi Wanita ‘Bhakti Asta Makmur’ (BAM) menjadi salah satu koperasi primer di bawah Puskowanjati.

“Kita jalankan sistem, dan sampailah seperti sekarang ini,” ujar Evi. Ia bangga, karena di awal berdirinya, BAM sudah mampu menggaet 121 anggota.

Evi cukup jeli melihat peluang. Ia kembangkan koperasi ala multilevel marketing.

“Kita akhirnya membuat sistem sponsorship. Satu anggota wajib membawa 1 anggota baru. Anggotanya wanita semua. Dan dalam 3 bulan mereka sudah bawa satu-satu semua. Jadi  total menjadi 240an. Di awal 2007 kemarin, malah sudah lebih dari 350an anggota. Dan sekarang, sudah 1300 anggota,” kata Evi, bangga.

Kini, BAM sudah tidak terlalu aktif mencari anggota. Kata Evi, paling tidak satu tahun mereka membawa 1 teman baru. “Kalau tahun depan masing-masing bawa satu teman jadi 2600 anggota,” tambahnya, mantap.

Harus Punya Kegiatan

Saat BAM berdiri, di Malang, sudah berdiri 4 koperasi khusus wanita. Sekarang sudah menjadi 6 koperasi khusus wanita. Namun, dibandingkan koperasi kebanyakan, BAM terlihat berbeda.

“BAM memang khusus wanita. Kalau saya pribadi terus terang, saya kasihan dengan wanita. Nggak semua wanita bisa berjaya. Kadang mereka hanya mengandalkan dari suami. Padahal, ketika ditanya, mereka semua ingin berkumpul di dalam koperasi. Sayangnya orang masih menganggap koperasi sebagai tempat untuk meminjam uang. Itu yang membuat saya tidak sreg. Mau saya, semua wanita punya kegiatan yang menghasilkan. Bukannya dapat pinjaman, trus duit suami buat bayar,” tegas Evita.

Page 7: Aien Hisyam

Evita menganjurkan, setiap anggota BAM harus memiliki kegiatan. Kalau tidak punya kegiatan, lanjut Evi, “kita buatkan kegiatan. Kita ada diklat, dari yang dasar, pengembangan, dan mandiri. Kalau dasar, itu dia tidak punya kegiatan sama sekali, atau murni ibu rumah tangga. Kita kumpulkan untuk pelatihan. Dia ahlinya dimana, kalau masak, kita kupulkan di kelompok masak, ketrampilan di ketrampilan, konfeksi di konfeksi. Ada ibu-ibu yang tidak sabar dan tidak telaten, kita cari pemecahannya. Kita ada pembinaan. Ada ibu-ibu yang suka menulis, ya dia bisa menulis di website kita,’ jelas Evita, semangat.

Agar hasil yang dicapai maksimal, Evita sengaja tidak mentargetkan anggota BAM terlalu banyak.

‘Karena ada koperasi yang anggotanya banyak sekali, tapi yang jadi pertanyaannya, apakah dengan begitu dapat terukur kesejahteraannya,” tanya Evita.

Di BAM, ibu dua anak ini lantas mengkombinasi sistem. Ia gabungkan sitem tersebut dengan pengalaman-pengalaman yang kerap terjadi masyarakat.

‘Ada yang masalah duitnya di pakai ketuanya, ada yang lari meninggalkan hutang. Nah, itu jadi pemikiran kita. Ternyata faktor ekonomi. Saya tidak mau anggota jadi obyek, saya mau ini di gabungkan dengan usaha saya dan usaha suami saya, dengan MLM yang ada, harus ada diklat, retreat merubah wawasan.

Akhirnya, disimpulkan bahwa ekonomi hanya sebagai media, bukan iming-iming. Saya mau koperasi itu untuk mensejahterakan anggota, tapi yang bisa diukur. Anggota punya kegiatan yang menghasilkan dan benar-benar mensejahterakan. Bunga bukan untuk operasional, tapi laba dari produk itu yang untuk mensejahterakan anggota,” jelas Evita.

Kini, dana yang dimiliki KWSU BAM sudah mencapai Rp. 8 miliar.

‘Saya gambar koperasi itu bejana. Ekonomi adalah apinya. Jangan sampai ekonomi di dalam bejana, nanti panas dong. Ini kan ilmu mak-mak. Kalau masak di kuali, anggota iniyang punya bumbu, punya rasa, duit hanya untuk api.

Jadinya, dampak kemacetan tanpa jaminan, 0 persen. Makanya, kalau ada anggota yang mau pinjam, dia tidak boleh datang, daftar, pinjam. Harus 2 bulan dilatih dan difahamkan sistem kita yang tanggung renteng, gotong royong, musyawarah, dan terbuka. Setelah itu 2 bulan baru boleh pinjam,” tegas Evita.

Koperasi Gaul

Evita sadar, waktunya banyak tercurah pada KWSU BAM. Ia punya mimpi, kelak koperasi yang ia bangun dari cinta ini, bisa berkembang dengan baik.

Page 8: Aien Hisyam

“Mimpi saya BAM punya home industri, atau pabrik yang menjual, punya kualitas. Tapi karyawannya adalah anggota, untung untuk anggota, dan semuanya dikelola oleh anggota,” jelas Evi.

Hasil KWSU BAM saat ini adalah jus buah, seperti; anggur, jambu, dan apel. Hanya saja, karena tanpa pengawet, masa berlaku jus-jsu ini hanya sampai satu minggu.

Keunikan yang dilakukan Evita, juga terlihat dari sistem operasional BAM. Mereka menggunakan istilah-istilah perbankan.

“Tujuannya agar koperasi tidak dipandang sebelah mata. Mereka, anak-anak lulusan Brawijaya itu tidak malu melamar ke kita, karena KWSU BAM lebih menyerupai Bank dibanding KUD.

Evi juga harus mau menerima telpon setiap saat. Setiap hari, ia pasti mendengar keluhan sampai curhat anggota-anggotanya. “Mereka memanggil saya, Mama. Curhatnya aneh-aneh. Ada yang bertengkar dengan suami, ada yang masakan, sampai yang pemasaran yang mentok,” ujar Evi.

Kalaupun Evi mulai merasa terbebani, ia akan mencari hiburan dengan berkaraoke, atau membuka situs-situs pertemanan. Evi bahkan menganjurkan anggota-anggotanya untuk bisa bermain internet, dan paham teknologi.

‘Makanya, koperasi kita ini sering disebut koperas gaul. Karena di tempat kami semua online. Meeting bisa online,” ujar Evi senang.

Tampaknya, Evi tidak pernah merasa puas. Ia masih bermimpi, kelak KWSU BAM bisa mengangkat derajat hidup wanita kota Malang, seutuhnya. “Semoga berhasil,” katanya, mantap.

Aien Hisyam

November 24, 2009 Posted by aien1974 | Profil Pekerja Sosial, Profil Pengusaha | 1 Comment

Eileen   Rachman

Hidup Pun Kian Terasa Penuh

 

Page 9: Aien Hisyam

Eileen memiliki passion besar terhadap manajemen dan pengembangan sumberdaya manusia.

Dari sebuah biro konsultasi kecil, EXPERD kini makin memantapkan posisinya sebagai reputable business partner bagi berbagai organisasi di Indonesia yang berhasrat melakukan perbaikan dan berkomitmen untuk mengambangkan SDM-nya.

Nama Eileen, memang tak lepas dari EXPERD yang ia rintis sejak tahun 1985. Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia tahun 1988 ini memulai karir konsutasinya, pada usia 33 tahun.

Di usianya sekarang, semangat Eillen tak pernah kempis. Ia masih giat belajar dan mencoba hal-hal baru. Aktif berwisata kuliner, manari salsa, olahraga wall climbing, hingga membuat face book di internet.

Page 10: Aien Hisyam

Frutasi Saat Terapi

“Aku tadinya belajar arsitektur,” kata Eileen.

Eileen mengaku menyukai dunia arsitektur dan interior. Keasikannnya itu, ia tuangkan pada perusahaannya yang lain, Decorous.

“Setelah itu, aku kecemplung di fakultas psikologi UI. Ini tidak berjalan bersama. Setelah menikah, baru ambil psikologi. Dan, ternyata tidak mudah,” jelas Eileen.

Meski mengaku kepayahan mendalami ilmu psikologi, Eileen akhirnya  termotivasi untuk komit pada disiplin ilmu ini. “Dalam artian, bagaimana ilmu ini diterapkan di masyarakat, melalui tulisan. Sebagaimana kita lihat, ilmu ini tidak terlalu disosialisasikan oleh penulis. Tidak sama dengan yang terjadi di luar negeri. Kondisi tersebut membuat ilmu ini tidak umum,” lanjut Eileen.

Barulah, kata Eileen, 10 tahun terakhir, orang bangga menjadi seorang psikolog. “Dulu seolah tidak menarik dan tidak ilmiah.”

Lulus kuliah tahun 1983, di usia 33 tahun, Eileen menjadi dosen di Fakultas Psikologi. Barulah di tahun 1985, Eileen benar-benar bekerja di dunia komersial.

‘Karena aku berpikir kalau aku jadi dosen, aku tidak bisa berbuat banyak. Aku lebih tertarik pada penerapan. Sebenarnya, aku sempat praktek, sekitar tahun 1983 hingga 1986. Nah, orang kan datang ke praktekku, selalu mencari solusi. Sometimes itu membuatku sangat frustasi,” ungkap Eileen.

Ia frustasi karena selama menuntut ilmu psikologi, Eileen tidak pernah terapi dengan tuntas. Kalau mau mahir memberikan terapi, “aku harus sekolah lagi. Dengan kondisi aku yang sudah punya anak 2, aku tidak punya waktu. Akhirnya yang aku lakukan, terapi-terapi yang bisa aku lakukan sendiri. Misalnya family therapy.”

Diajari Staf

Merasa tidak puas, Eileen memilih kerja di dunia komersial. Menjadi HRD manager.

Terus terang, aku langsung menduduki jabatan manager, dan aku diajari para stafku. Mulai dari cara ngitung orang, cara ngitung gaji, cara bikin surat oleh sekertarisku. Saya sih nekat saja. Ternyata saya perlu belajar. Sampai  3 tahun. Barulah kemudian saya mendirikan Experd,” cerita Eileen.

Eileen sempat bekerja menjadi HRD Manager di Bank Umum Asia. Bank ini kemudian merger dengan Bank Lippo. “Andai aku terus berkarir disini, aku akan di Lippo. Karena aku memang diminta bergabung di Lippo.”

Page 11: Aien Hisyam

Eileen merasa perlu mendirikan perusahaan jasa. “Saat itu belum banyak perusahaan jasa yang seperti saya dirikan ini. Masih malu-malu. Makanya pemasarannya tersendat-sendat. Aku juga mungkin belum terkenal. Dan kita belum tahu bagaimana memasarkan dengan baik. Biro-biro konsultasi psikologi itu memang juga tidak memasarkan. Ada juga teman-teman yang sudah ekspan. Saya memang pendatang baru,” jelas Eileen.

Eileen bergairah, manakala 10 tahun terakhir, ia menemukan warna baru dalam bisnis jasanya. Ketika Ketika banyak anak-anak muda yang sangat kreatif, yang bergabung di perusahaannya. Yang tidak membawa hawa yang dulu-dulu. “Justru yang baru-baru ini, mereka kuat di komunikasi, kuat marketing, kuat di IT, kuat baca, internet. Karena itulah kemudian aku sendiri juga berubah,”

“Saya konsentrasi di training dan assignment. Kita sadar pada saat itu kita sebagai konsultan, hanya tukang training dan tukang assignment. Kita bukan membimbing company menjadi lebih baik,” kenang Eilleen.

Namun sejalan dengan waktu, Eileen kian mantap memposisikan dirinya sebagai tenaga konsultan yang handal.

“Akhir-akhir ini saya berani meng-claim bahwa aku bisa menjadi partner para owner untuk membuat barisan man power-nya,” ujar Eileen, mantap.

Tidak Tahu Penyakitnya

“Kadang-kadang ada perusahaan yang tahu masalahnya, ada yang tidak. Seperti ke dokter saja. Ada yang bilang, ‘dok ini saya sakit’. Tapi ada yang bilang, ‘dok, seluruh badan saya sakit.’ Klien macam-macam. Ada yang mengerti apa yang diperlukan, ada yang tidak,” ujar Eileen tentang kondisi kliennya.

Beruntung, Eileen jago di bidangnya. Ia punya tenaga riset yang siap meriset kondisi perusahaan klien-kliennya. Untuk mengetahui ‘penyakit’ perusahaan kliennya.

“Bisa saja seorang direktur tidak melakukan suksesi. Kita tidak bilang, kamu tidak pantas disitu. Kita cuma bilang, ayo bikin program suksesi secepat mungkin. Jadi kita lebih detail dan profesional, tidak hanya penempatan orang saja,” ujar Eileen.

Eileen selalu bertanya, apa yang dibutuhkan kliennya. Apakah sekedar sukses, ataukan membutuhkan lebih banyak ekspertis, atau membutuhkan orang-orang yang sekolah formal, membutuhkan orang-orang yang bisa bekerja, dan lain sebagainya.

Menjadi SDM Ideal

Eileen sangat memperhatikan kualitas sumber daya manusia.

“SDM yang baik itu harus kompeten, komit, kontribusi. Kompeten itu mampu, komit itu mau, kalau iya-iya kalau nggak ya enggak. Sementara kontribusi berarti menyumbang. Kalau dia di

Page 12: Aien Hisyam

perusahaan hanya sebagai pengembira saja tidak ada sumbangannya, ya percuma saja,” tegas Eileen.

Tentu saja, lanjut Eileen, harus sejalan dengan apa yang diinginkan perusahaan, apa yang diharapkan perusahaan, dan apa yang jadi filosofi perusahaan.

“Kita profesional, jadi kita punya alat dan teknik untuk menilai para SDM ini. Pada dasarnya saya sudah tidak lakukan itu sejak lama. Sekarang, sudah ada anak buah yang lakukan,” ujar Eileen.

Hidup Seimbang

Dua perusahaan Eileen, Decorous dan EXPERD, berdiri dalam jangka waktu hampir bersamaan. Perusahaan ini, kata Eileen, dibesarkan dengan rasa.

“Aku suka banget sama penerapan ilmu psikologi, tapi aku juga suka banget sama interior. Jadi ya buat aku tidak susah. Kalau beli interior terus dipakai sendiri, kan nggak bisa selamanya begitu. Akhirnya kita beli dan kemudian dijual. Tapi di perusahaan anakku ini beda, apa yang dilakukan teman-teman disini tidak hanya jual saja. Mereka juga menciptakan barang, bahkan mereka juga melakukan service yang baik, dari segi waktu, kesulitan dan problem,” ujar Eileen bangga.

Eileen senang. Karena, kata ibu dua putra ini, segala hal uang di lakukan di perusahaannya, adalah hal yang akan dikembangan. “Selama mereka mau berkembang, dan mereka tidak bosan. Terus belajar dan belajar. Saya bersyukur dengan apa yang dikasih Allah pada aku, yaitu kemampuan belajar dan mengajar,” kata ibunda DJ Riri ini dengan rona wajah bahagia.

Karenanya, Eileen merasa hidupnya selalu seimbang.

“Adalah kalau kita achieved segala hal. Relijius dengan hal emosi dan kehidupan kerja yang memuaskan. Ya dapat duitnya, untungnya. Fisikal, ya kita sehat. Semua itu, kalau kita rasanya puas dan berkembang, ya kita puas. Kesibukanku di luar kerja, ya bergaul atau mengakses internet, misalnya face book-an. Juga panjat tebing, main sama anak, cucu, dan tim wisata kuliner. Aku merasa hidupku penuh.

“Aku tidak pernah malas sama sekali,” tegas Eileen.

Ia senang berteman dan membaca buku. Dalam satu waktu, ia bisa membaca 3 buku sekaligus. “Aku senang sekali berkembang. Karena sangat mengasikkan dan menguntungkan. Aku cuma takut sakit.” Eileen pun tersenyum lepas.

Begitupun dengan hubungan antar karyawan. Eileen sangat kompeten. Ia mempunyai aturan yang ketat, mesiskipun diluar itu, Eileen mengaku selalu membuka diri pada tiap karyawannya.

“Aku mengharuskan semua karyawanku punya Yahoo Messenger. Tidak boleh invisible di hadapanku. Kalau dia pasang invisible, aku akan marah. Karena buat aku. Mereka harus bisa aku

Page 13: Aien Hisyam

kontak. Handphone pun juga. Tapi aku tentunya tidak bisa melarang mereka. Tapi aku selalu bilang, tidak ada gunanya kalian matikan handphone dan tidak bisa dihubungi. Aku saja yang sudah tua begini masih bisa dihubungi. Nanti kalian tidak bisa berkembang. Aku kalau ngajarin orang sangat keras. Kalau kalian sedang belajar, aku teriak-teriak, itu bukan berarti aku marah. Tapi kalian harus tahu mana yang benar,” tegasnya, mantap.

Aien Hisyam

November 24, 2009 Posted by aien1974 | Profil Motivator, Profil Pengusaha, Profil Wanita | Leave a Comment

Lenny   Dwinijanti

Untuk Tujuan Mulia, Pasti Ada Jalan

Page 14: Aien Hisyam

Dibalik sukses Tabloid Pulsa merajai bisnis media, ada satu nama yang tak pernah terdengar. Dialah Lenny, wanita yang diam-diam bermain di bidang yang justru bukan

keahliannya, dan menuai sukses.

 

Hingga saat ini, Tabloid Pulsa masih berada di peringkat pertama sebagai tabloid dengan jumlah oplah terbesar, hingga 1 juta eksemplar dalam 1 bulan. Tabloid yang menyajikan informasi ponsel terbaru dan ponsel-ponsel pilihan. Siapa sangka, bisnis yang diawali dengan coba-coba ini menuai sukses.

“Untuk memikirkan (pulsa), kita butuh waktu 2 tahun. Saat itu, kita memprediksi, dengan kemampuan dan kualitas anak-anak yang kita punya, Pulsa balik modal dalam 2 tahun. Ternyata, baru 5 bulan sudah BEP. Itu rejekinya dari anak-anak,“ ungkap Lenny.

Dari tempat yang sempit, kini Pulsa sudah miliki 2 gedung untuk menjalankan bisnis media. Satu gedung untuk kantor menejemen, dan satu kantor lagi yang terpisah jauh, untuk redaksi.

“Idealnya, menejemen dan redaksi harus dipisah. Karena, redaksi tidak boleh diintervensi. Kita harus memberikan kepercayaan 100 persen pada redaksi dalam menyajikan artikel-artikelnya,” ujar Lenny.

Lantas, siapakan Lenny yang kini memiliki 12 media di bawah bendera Indo Media Group?

Syiar Lewat Media

Berawal dari keinginan Lenny dan suaminya mendidik ahli-ahli hafalan Al-Quran. 9 tahun silam, Lenny mendirikan Yayasan Khalifah.

“Yang kita pilih anak laki-laki, lulusan SMA dan berasal dari keluarga yang tidak mampu. Mulai dari Aceh sampai Papua,” jelas Lenny.

Anak-anak ini, lanjut Lenny, diajarkan tahfidz (hafalan) Al-Quran selama 2 tahun. Mereka belajar dan tinggal di satu pondokan, tanpa diperbolehkan pulang. Lenny bersyukur, yayasannya berjalan lancar, meskipun ia harus mengeluarkan uang yang relatif besar.

“Tapi, lama-lama kita butuh dana. Kami mulai berpikir, kenapa hidup dari sumbangan. Itu mengajarkan orang untuk meminta-minta sementara diajaran agama Islam, lebih baik kita memberi,” ungkap Lenny.

Dari situlah tercetus membuat bisnis untuk menghidupi yayasan ini. Tapi Lenny sadar, ia bukan pebisnis. “Saya akhirnya justru berpikir, bagaimana cara kita bisa syiar. Dan muncullah ide bersyiar lewat media.”

Page 15: Aien Hisyam

Lenny yang tidak pernah bersentuhan dengan bisnis media, nekat merekrut anak-anak lulusan pondok pesantrennya. Pikiran Lenny sangat sederhana. Membuka lapangan pekerjaan, dan belajar bersama-sama membuat media.

“Dari awal, kita nekat saja. Karena keterbatasan uang untuk membiayai anak-anak ini, tidak ada jalan lagi, kita harus berbisnis. Masak sih tujuannya mulia dipersulit,” ujar Lenny mantap.

Ponsel Mahal Tetap Dibeli

Tahun 2003, Tabloid Pulsa dibuat. Ia menjadi satu-satunya tabloid yang mengulas tentang ponsel, dari kecanggihannya hingga harga-harga ponsel di Indonesia. Khusus untuk mengulas satu ponsel terbaru, tim redaksi khusus membeli ponsel tersebut. Ulasan sangat independen. “Jadi kalau jelek ya ditulis jelek. Kalau bagus, akan dibilang bagus,” kata Lenny.

Bukti independen, kata Lenny, dia tidak mengintervensi redaksi saat mengulas ponsel buatan perusahaannya sendiri, IMO, ataupun ponsel Philips.

“Waktu diulas apa adanya, tim marketing komplain ke saya. Mereka bilang, kok teman-teman di redaksi tidak membuat artikel yang lebih baik untuk membantu penjualan IMO. Saya bilang ke mereka, kalau produk kita dinilai segitu, berarti kita harus bikin produk yang lebih baik lagi. Saya tidak bisa menyalahkan redaksi. Mereka memang fair dalam menilai, walaupun produk itu milik saya,” ujar Lenny, tersenyum.

Redaksi juga tidak mau menerima ponsel pemberian. “Semua ponsel yang diulas, mereka beli sendiri, walaupun harganya sangat mahal. Mereka akan menguji sendiri kecanggihannya,” kata Lenny.

Banyaknya SDM yang dihasilkan dari Yayasan Khalifah, membuat Lenny memutar otak.

”Setelah anak-anak yayasan mulai siap, beberapa bulan kemudian kita syiar lagi dengan membuat beberapa tabloid. Itu juga yang usul anak-anak. Ya kita iyain saja. Coba-coba dan coba. Alhamdulillah, berhasil,” ujar Lenny, bangga.

Selain Tabloid Pulsa, ada majalah Khalifah, majalah Intelijen, Mobile Guide, Mania, Smart Pulsa, Koin, Comunique, Main, dan beberapa lagi.

Harus Jadi Besar

Lenny mengajarkan setiap karyawan untuk berpikir maju, sekalipun itu pesuruh atau office boy.

”Kalau boleh jujur, kita ini benar-benar menampung orang yang belum pernah kerja. Makanya saya bilang ke anak-anak, dengan kemampuan sekian kalian harus bisa jadi besar,” ujar Lenny.

Office boy pun, kata Lenny, bisa berkarir.

Page 16: Aien Hisyam

“Saya bilang ke semua karyawan, setiap hari mereka harus bikin laporan. Saya tidak mau laporan tulis tangan. Harus pakai komputer. Kalau tidak bisa, ya harus belajar. Itu baru pertama. Semakin canggih, saya bilang ke mereka harus kirim laporan lewat email ke saya. Termasuk pada para office boy. Setiap hari mereka harus email ke saya. Nah, dari situ ada penilaian dan perpindahan bagian. Akhirnya, mereka terpacu,” jelas Lenny, bangga.

Lenny membuka diri pada tiap karyawannya. Tanpa memandang tingkatan dan status, siapapun bisa berkomunikasi langsung dengan Lenny. Prinsipnya, dilandasi rasa kekeluargaan.

“Mereka bisa keluarkan apa kata hati mereka. Kalau diam saja, akan terseleksi dengan sendirinya. Yang penting berani bicara. Dan, sekarang mereka sudah berani berpendapat. Saya juga ingin meeting itu jadi ajang diskusi. Apa yang dibutuhkan, apa yang dikoordinasikan antar bagian, apa yang dikeluhkan, kita dengarkan sama-sama dan kita cari solusi yang terbaik,” ujar Lenny.

Aien Hisyam

November 23, 2009 Posted by aien1974 | Profil Pengusaha | Leave a Comment

Lely Purnama   Simatupang

Investasi Untuk Anak

Page 17: Aien Hisyam

Lely merasa pencapaian hidupnya belum utuh. Masih ada celah yang harus diisi. Inilah alasan mengapa ia akhirnya mendirikan Chezlely.

Usia Chezlely masih sangat belia, baru 3 tahun. Tapi, jangan tanya prestasinya.

“Justru, sekarang Chezlely jadi rujukan di kalangan para chef,” kata Lely, bersemangat.

Lely boleh berbangga hati. Kerja kerasnya memang telah berbuah manis. Chezlely Culinary School menjadi satu-satunya tempat kursus memasak yang diakui di banyak tempat dan negara.

Dua Karakter

Kata Lely, secara umum menurut hasil survey yang dilakukannya, didapati bahwa kursus khusus memasak, terbagi dalam dua karakter. Pertama, kursus untuk penggemar masak. Istilahnya amatir. Kelas amatir ini banyak diminati oleh para ibu rumah tangga, dan para pemula yang ingin

Page 18: Aien Hisyam

membuka usaha restoran, atau mulai menjual aneka kue. Sedangkan untuk kelas profesional, termasuk dalam kategori kedua.

“Itu biasanya ada dalam institusi-institusi pendidikan formal seperti NHI-Bandung, sekolah-sekolah perhotelan di Jakarta, dan lain-lain. Mereka banyak mempelajari ilmu-ilmu perhotelan, tidak terlalu detail membahas mengenai kuliner. Chezlely Culinary School sebenarnya dibuka untuk memenuhi kebutuhan dua kategori kursus tersebut. Semua orang dengan aneka latar belakang pendidikan, bisa ikut belajar di sini,” terang Lely.

Tempat ini, lanjut Lely, menyiapkan konsep yang dirancang sesuai dengan kebutuhan peserta kursus. Untuk kategori kelasnya, terbagi dalam dua kelompok besar. Le Cuistot, untuk kelas dewasa.

Kelas ini terdiri dari dua kategori. Amatir dan profesional. Untuk kelas amatir, biasanya diminati para pemula dan penggemar dunia kuliner. Sedangkan untuk kelas profesional, banyak dikuti oleh orang-orang yang ingin lebih serius terlibat di dunia kuliner, sebagai pengusaha, pengelola restoran, dan chef profesional.

Sedangkan kelompok Le Petit Chef, adalah kelas khusus untuk anak-anak usia 5 sampai dengan 13 tahun. Kelas ini terbagi juga dalam dua kategori, kelas amatir dan kelas intensif. Yaitu kelas khusus untuk anak-anak yang benar-benar berminat dan serius menekuni bidang kuliner. Baik kelas amatir yang hanya belajar dalam sehari (short course method), maupun kelas intensif yang ditempuh selama 10 kali pertemuan setiap minggunya, dua kelas ini sama-sama banyak peminatnya.

Konsep Edukasi

Mengenai konsep edukatif di sana, Lely menjelaskan panjang lebar, “Untuk kelas amatir pun, kursusnya didesain untuk bisa melihat sesi demo. Sambil melihatnya, peserta didik bisa bertanya sebanyak-banyaknya melalui sesi demo ini. Setelah itu mereka mempraktekkannya sendiri-sendiri.”

Tentu saja, lanjut Lely, tetap dalam bimbingan pengajar yang juga mengawasi dan menemani mereka. Desain untuk kategori dewasa dan kelompok anak-anak, dikonsep hampir sama bentuk. Hanya bobot materi-materinya saja yang dibedakan.

“Misalnya untuk anak-anak, kami berangkat dari konsep “I like to eat”. Karena suka makan, maka mereka juga ingin menyediakannya. Anak-anak bisa lebih paham dan lebih dekat dengan makanan-makanan kesenangannya. Pizza, Apple Pie, Brownies, Little Fairy Cake, dan lain-lain. Mereka bisa belajar dan bermain sambil berkreasi,” kata Lely.

Didukung oleh para pengajar profesional, kelengkapan peralatan dan fasilitas yang dibuat dengan standar internasional, serta suasana kursus yang nyaman, tak sedikit orang memilih tempat ini untuk memperluas wawasan dan pengetahuan. Walaupun kegiatan ini dilakukan pada saat-saat liburan maupun pada waktu-waktu luang.

Page 19: Aien Hisyam

Untuk bisa lebih mengenal dunia kuliner, tak hanya perempuan yang punya tempat khusus di dalamnya. Tempat ini terbuka luas untuk siapa saja yang ingin “berkenalan” dengan dunia kuliner. Biaya kursusnya pun relatif murah.

Para peserta didik, akan mengenakan seragam khas chef di tempat ini. Topi chef yang berdiri tinggi, diberikan untuk para peserta yang mengikuti kelas amatir (short course method), sedangkan untuk kelas intensif dan profesional, mengenakan topi yang bentuknya lebih membulat dengan ukuran yang lebih rendah.

Pakaian Khusus

Suasana yang dibangun, menjadi cukup menarik. Bagi anak-anak dan orang-orang dewasa yang belum terbiasa dengan seragam ini, akan membuat mereka semakin merasakan benar-benar sebagai chef professional, dan sesi belajarnya pun menjadi lebih terasa. Benar-benar berada di dapur dengan seluruh peralatan standar internasional dan aman untuk digunakan oleh anak-anak maupun dewasa.

Pelajaran kursus biasanya diawali dengan kelas demo. Berkas-berkas resep dibagikan kepada setiap peserta kursus. Pada sesi ini, peserta akan mendapat banyak paparan dan panduan sekaligus melihat cara memasak berikut dengan tips-tips praktisnya. Selain mencicipi makanan hasil demo dari pengajarnya, peserta pun punya kesempatan untuk bertanya dan berdiskusi.

Setelah itu, peserta diperkenankan mengenakan pakaian khusus untuk masuk ke kelas praktek. Celemek, lap, dan topi chef, adalah perangkat “belajar” di kelas ini. Sedangkan segala macam peralatan yang dipakai untuk mengolah makanan dari mulai tahap persiapan bahan, mengolah hingga matang, dan disajikan dalam plate menarik, semuanya menjadi tanggung jawab pihak Chezlely Culinary School. Tempat ini juga menyediakan bahan-bahan makanan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan daftar menu yang akan dibuat.

Jika hidangan telah matang, ada sesi ‘menghias’. Maka, jadilah memasak sebagai kerja kreatif yang sempurna. Menyenangkan sekaligus mengenyangkan. Untuk sendirian, ataupun dinikmati bersama-sama, tak jadi soal. Tapi liburan kali ini, telah terisi dengan hal baru yang menambah wawasan pengetahuan.

Kepuasan Profesional

Banyak tempat telah disinggahi Lely, sebelum ia sampai di ‘pelabuhan’ terakhirnya.

Lely pernah menjabat sebagai Director Purchasing & Quality Assurance, serta Operation Manager McDonald’s Indonesia. Saat ini, Lely adalah Managing Director pada Chezlely Culinary School.

Pengalaman sebelumnya, ia pernah menjadi New Channel Development Manager, Wall’s Ice Cream pada Unilever Indonesia. Dengan latar belakang pendidikan beliau antara lain di Strategic Executive Program (Monash Mt Eliza, Melbourne), Basic and Intermediate Cuisine (Le Cordon Bleu, Paris) dan Management Program–Wijawiyata Management, Institut Pendidikan &

Page 20: Aien Hisyam

Pengembangan Manajemen (IPPM). Lely bahkan telah mengikuti Restaurant Operations courses, Supply Chain and Quality Assurance Courses dan Marketing and Development courses di berbagai negara.

Alasan Lely mendirikan Chezlely Culinary School, “saya memang dari awal tujuannya melatih profesionel chef. Awalnya masih yang tua-tua, tapi makin kesini relatif makin banyak yang muda-muda. Mereka seumur itu sudah melihat profesi chef itu merupakan satu alternatif,“ ujar Lely.

Namun, Lely mengakui, ia sangat menyukai dunia memasak.

“Awalnya, ketika saya masuk usia 40 tahun. Saya mereview, saya mau ngapain kedepannya,” kata Lely, menerawang. “Kalau saya mau melakukan sesuatu, saya mereview apa yang saya lakukan dan apa yang akan saya kerjakan ke depan.”

Kalau yang sifatnya ambisi dan bekerja, lanjut Lely, “saya sudah puas. Saya pernah bekerja, naik pangkat, promosi, sudah mencoba dan sudah cukup baik. Lantas apa selanjutnya.”

Akhirnya, Lely memutuskan belajar memasak di Paris, Perancis, tahun 2002. Lely memang bertekad tidak akan bekerja lagi disaat usia 45 tahun yang clock in-clock out.

“Saya ingin berbuat yang tanda petik, tapi ada kepuasan secara profesional,” tegas Lely.

Di Paris, Lely dibukakan mata hatinya. Dia melihat, banyak anak-anak usia 16 dan 17 tahun, sudah dikursuskan orangtuanya belajar memasak.

“Program 30 minggu, 3 kali seminggu, biayanya 7000 euro (sekitar Rp. 112.000.000). Tentu saja ini tidak mungkin uang sendiri, pasti dari orang tuanya. Pasti orang tuanya percaya dan paham kalau itu bukan investasi yang tidak sia-sia. Mereka berani berinvestasi sebesar itu demi anak-anaknya, » kata Lely.

Lantas, Lely menambahkan, “di Indonesia kenapa jalurnya masih setelah tamat SMA, kuliah dan baru kerja. Relatif profesi masih dianggap satu profesi yang tidak butuh keahlian. Padahal, disini semua elemen ada. Masak ada, interaksi sama orang, dan ngajarin orang. Ini bagian-bagian yang saya sukai,” ujar Lely, bersemangat.

Tak mau menunggu terlalu lama, Lely menangkap peluang ini. Dia berharap, bisa membukakan mata hati masyarakat Indonesia. Untuk berpikir, di luar ‘kotak’ yang sudah tersedia.

Aien Hisyam

November 23, 2009 Posted by aien1974 | Profil Pakar Kuliner, Profil Pengusaha | 1 Comment

Shinta Dewi   DST

Page 21: Aien Hisyam

“Saya Cuma Pengamat & Pecinta”

Sukses, tak bisa ditebak, tapi bisa dirasakan. Shinta pun yakin, kebesaran House of Jasmine, bagian dari perasaan yang peka, atau istilah Shinta; insting.

Usia House of Jasmine, baru 1 tahun.

“Masih sangat muda, kan?” Shinta mengatakan dengan senyum mengembang.

Namun, Shinta bangga. Ia akhirnya bisa mewujudkan mimpinya. Memiliki usaha sendiri, yang dikelola berdua dengan sahabatnya, Tina. Tugas pun dibagi dua. Shinta lebih memilih menjadi marketing, Tina fokus di bagian produksi.

Page 22: Aien Hisyam

“Tapi, disain tetap saya yang memikirkan. Supaya visi misi saya tersampaikan dengan baik,” ucap wanita bernama lengkap Shinta Dewi Dhiah Sekar Tanjung.

Jasmine, kini menjadi satu brand busana pengantin muslimah, yang paling dicari sejumlah kalangan.

Saat Wedding Expo

Shinta mengawali karirnya, dari sebuah bisnis fotografi yang dikelola bersama suaminya, Budi Santoso. Diberi nama: Studio 55.

Studio khusus pemotretan ini dibuka di tahun 2004. Konsep Studio 55, kata Shinta, fokus pada foto-foto wedding atau pernikahan.

“Dengan berkembanganya waktu, 2007 saya berfikir adanya studio ini sangat baik kalau ditunjang baju-baju pengantin. Keduanya sangat berhubungan. Apalagi, saya berkerudung. Saya pikir kalau saya punya kontribusi di baju pengantin, akan sangat bermanfaat. Dan lagi, di tahun 2006 dan 2007, saya lihat belum ada perancang yang fokus disitu,” kata wanita kelahiran Tanjung Pinang, 1 Juni 1976.

Shinta bersyukur, dia dipertemukan Tina Wahyudi, disainer baju-baju muslim, oleh guru ngajinya. Dari obrolan panjang, dan masing-masing kasih masukan, Shinta mantap membuat brand baru, Naura, di bawah House of Jasmine. Naura, menjadi brand khusus baju-baju penganti muslimah.

“Mbak Tina selama ini membuat baju-baju harian. Kita sepakat satukan brand, namanya Naura, khusus baju-baju pengantin. Sementara Jasmine lebih ke casual dan baju-baju pesta,” kata Shinta.

Tepat di Perayaan Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2007, House of Jasmine, resmi berdiri. Shinta menganggap jadi satu momen yang sangat spesial.

“Pas ada pameran wedding expo dan studio 55 ikut. Saya minta sedikit space untuk perkenalkan Naura. Saat itu, juga ada fashion show, dan kita ikut,” Shinta mengisahkan gebrakan awalnya dengan antusias.

Satu kesempatan, kata Shinta, yang kelak akan jadi momen bersejarah yang tidak pernah ia lupakan.

Hanya 4 Bulan

Shinta mengaku tak punya target berlebihan. Ia hanya melihat, Naura, menjadi peluang bisnis yang sangat menjanjikan. Apalagi, Shinta sadar. Ia tidak punya latar belakang seorang disainer mode. Shinta lulusan Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi, Trisakti.

“Jadi, saya ini memang cuma pengamat dan pecinta,” ujar Shinta.

Page 23: Aien Hisyam

Sesaat Shinta tertawa lepas. Ia teringat kejadian satu silam. Kali pertama ia turun langsung mempersiapkan pameran wedding expo untuk Naura.

”Jadi, waktu saya ketemu Mbak Tina awal tahun, kita langsung mengerjakan itu semua, dengan cepat. Karena momentumnya bagus banget. Kita bikin 12 baju pengantin. Kita kerjakan dalam waktu hanya 4 bulan. Bahkan ada 3 baju, saya terinspirasi sebulan sebelumnya, itu dikerjakan 2 minggu sebelum tanggal 17. Subhanallah respon sangat bagus dari para pengunjung. Kita surprais juga,” ungkap Shinta, bangga.

House of Jasmine, kata Shinta, menjadi kerja mereka berdua. Shinta pun merasa diuntungkan karena Tina sudah punya SDM-SDM yang mendukung. Khusus model-model busana pengantin, Shinta turun langsung. Tina bertugas mengarahkan.

Inspirasi Berbeda

Naura diambil dari bahasa Arab, artinya burung cantik dari padang pasir bernama burung Naura. Bentuknya seperti burung unta. Sementara Jasmine, adalah bunga yang harum.

Shinta ingin, Naura berbeda dengan busana pengantin muslimah lainnya. Kata ibu tiga anak ini, justru ia ingin ciptakan sesuatu yang berbeda. Jadi inspirasi baru, di dunia fashion baju-baju pengantin.

”Pada dasarnya, orang biasa pakai kebaya adat untuk busana pengantin. Memang bagus untuk melestarikannya. Tapi, sekarang saya tawarkan inspirasi baru dengan abaya-abaya. Dengan disain menarik. Lebih ke timur tengah tapi lebih cantik karena dimodifikasi dengan motif dan bahan lokal, seperti batik,” terang Shinta.

Walaupun abaya, kata Shinta, disainnya tidak meninggalkan budaya Indonesia. Shinta prihatin karena banyak pengantin muslimah, tampil berlebihan.

“Padahal, dengan touch elegan, namun tetap manis, pengantin akan tampil memikat. Tidak perlu berlebihan. Saya memodifikasi saja. Kita juga memperhatikan detail, mulai dari brokat, list, payet dan bordir, sesuai pesanan,” ujar Shinta.

Shinta juga memperhatikan kualitas produk Naura dan Jasmine. Tanggal 20 Agustus lalu, ia membuka outlet yang diberi label House of Jasmine.

“Alhamdulillah, menjelang Ramadhan lalu, untuk baju-baju lebaran, kita iklan di beberapa media, dan dapat respon yang sangat bagus. Kalau untuk pengantin kita iklan di majalah wedding, lengkap dengan paket-paket pernikahan, kerjasama dengan studio 55,” ujar Shinta, bangga.

One Stop Wedding

Konstribusi…

Page 24: Aien Hisyam

Saya berpikir, dari studio 55 harus ada kontribusi saya sebagai seorang muslimah. Karena sebelum ini saya lihat-lihat di majalah muslimah, terlalu memaksakan. Tidak ada yang fokus urusin busana pengantin muslimah. Misalnya itu baju kebaya secara umum, terus dipaksain untuk berjilbab. Belum satu kesatuan konsep dari atas sampai bawah. Karena, busana muslimah itu tidak hanya bajunya saja yang dipikirkan, tepi keindahan kerudungnya juga dipikirkan. Sampai asesorisnya. Kita dituntut untuk berinovasi.

Target…

Ke depan saya ingin lebih banyak di kenal. Ahamdulillah ada beberapa daerah yang sudah mau kerjasama dengan kita. Respon dari bulan Agustus, sudah banyak telepon dari luar, seperti Banjarmasin, Pekanbaru dan Papua. Kita lagi olah dan coba pelajari, sistem seperti apa yang bisa kita gunakan.

Kerja Berdua…

Saya berpikiran, kalau bisnis dibagi 2 pemikir, itu bagus. Produksi dan Marketing. Saya lebih ke marketing. Walaupun ide awal untuk bikin busana muslimah pengantin tetap saya. Termasuk tetap memberikan kontribusi untuk urusan disain. Mbak Tina yang lebih banyak memikirkan masalah produksi.

Sinergi Bisnis…

Konsep awal studio ini, kita mau bikin sesuatu yang berbeda dengan studio-studio lain.  Yatu pre wedding in door. Boleh dibilang, inilah yang pertama kali, yaitu Studio 55 membuat foto dengan konsep out door tapi pemotretan di studio. Pakai teknik grafis komputer. Sekarang kita ingin menyatukan dua bisnis ini jadi satu. Pemotretan, dengan menggunakan busana produk Naura. Catering dan dekorasi InsyaAllah, akan kita realisasikan tahun depan. Studio 55 akan menjadi one stop wedding. Sebenarnya vendoir-vendor sudah dapat. Cuma kita ingin bikin konsep di studio ini lebih matang lagi.

Aien Hisyam

November 20, 2009 Posted by aien1974 | Profil Disainer, Profil Pengusaha | 2 Comments

Indri Rezeki   IG

Berimprovisasi Dengan Zaman

Page 25: Aien Hisyam

Allure bukanlah yang pertama. Namun, Allure hadir untuk mengangkat citra batik menjadi produk berkelas, bergengsi serta mampu memberi sentuhan motif, warna dan

kreasi baru pada busana batik di Indonesia.

Usia Allure belum genap empat tahun. Penuh percaya diri, Allure telah membuka salah satu butiknya di Singapura. Apa keistimewaan batik ini ?

Indri Rezeki, salah satu pemilik butik Allure, tersenyum senang. Ia bersemangat ketika bercerita tentang seni batik dan keistimewaan bisnisnya ini. Kalau selama ini batik identik dengan hal-hal klasik dan tua, namun kata Indri, batik Allure benar-benar beda.

“Allure punya visi menjadikan batik sebagai warisan luhur budaya bangsa Indonesia yang diminati sepanjang masa,” jelas Indri, semangat.

Page 26: Aien Hisyam

Sejak kehadirannya di tahun 2005, Allure menciptakan rancangan busana dari bahan batik yang memiliki tampilan masa kini, modis dan up to date. Sejalan dengan tren fashion di dunia internasional. Bisa dipakai dari usia anak-anak hingga orang dewasa.

“Allure memang unik. Ia kaya warna dan punya corak variatif. Bahkan dalam satu busana beberapa pola bisa bertabrakan. Belum lagi tambahan detil sulaman, manik-manik dan batu-batuan. Jenis kainnya pun beragam, mulai dari bahan dasar cotton texture, cotton emboss, viskos, sutra yang dibuat dengan alat tenun bukan mesin, sutra sifone sampai organdi,” ujar Indri bangga.

Indri menjaga kualitas Allure. Dia ingin, Allure tetap tampil ekslusif, meski dibuat untuk anak dan remaja. “Produk ini hanya dibuat maksimal empat potong untuk satu model pakaian dan satu macam kain untuk sebuah model. Supaya tidak bisa ditiru. Tapi kita tetap berimprovisasi dengan zaman,” ujar Indri.

Bahkan, untuk menjaga kualitas, Allure punya tiga tempat berbeda untuk proses produksinya. Pembatikan kain di Cirebon, sementara perancangan sampai finishing di workshop kerja ada di Jakarta dan Depok.

Jiwa Semakin Solid

Hidup Indri tak lepas dari batik. Sejak kecil, ia sudah diajarkan ibunya untuk mencintai budaya Indonesia, salah satunya mencintai batik.

“Batik itu kan seni, dan saya suka seni. Kebetulan dari background keluarga, mama dari yogya dan papa sumatera, saya justru lebih dekat ke Jawa. Dekat juga dengan sudara2 dari Jawa,” kata anak bungsu pasangan H. Zulfirman Siregar dan (Alm) Rr. Endang Setiowaty.

Ibunya, ujar Indri, sangat mencintai batik. Ia Almarhumah Endang bahkan mengoleksi puluhan batik kuno. Dan sejak kecil, Indri dibuat terkagum-kagum manakala sang Bunda mengenakan kain batik, lengkap dengan kabayanya.

Akhirnya, lewat seni batik, Indri berinovasi dengan fashion.

Dunia fashion, diakui istri Rachmat Ibrahim ini, bukanlah hal baru. Ia mengawali dunia fashion sejak tahun 1995. Pernah menang di ajang pemilihan wajah cover majalah Kawanku. Hingga awal tahun 2000, wajahnya menghiasi banyak sampul majalah remaja, dan tahun 2001, Indri menjadi finalis Wajah Femina.

“Ternyata tanpa saya sedari setelah besar, itu semua jadi modal. Walaupun tidak nyemplung langsung, toh saya sudah tahu. Pada saat saya ketemu Alurre, jiwa saya semakian solid. Ini sesuatu yang menyenangkan. Kerjaan menjadi hobi. Dan banyak teman-teman lama yang sekarang ketemu lagi, padahal dulu masih usia belasan,“ ujar wanita usia 28 tahun ini, senang.

Wawasan Luas

Page 27: Aien Hisyam

Lahir di Medan, dan besar di Jakarta, Indri merasa beruntung menjadi anak kolong. Bapak seorang militer Angkatan Darat yang kemudian dikaryakan di pemerintahan, dan Ibu yang ibu rumah tangga.

Meski memiliki profesi yang menuntut kefemininan, Indri justru mengakui dirinya tomboi.

“Saya banyak bergaul dengan lingkungan tentara, dan punya Papa yang sangat disiplin. Nah, sisi feminin muncu dari figur Mama. Apa yang dilakukan, itulah yang dicontoh. Sekarang saya merasa ini menjadi kombinasi yang bagus,“ ucap Indri.

Meski tinggal di daerah Kabupaten, Indri tidak pernah merasa ‘terpencil. Ia mengambil hikmahnya karena dapat membuka wawasan dan lingkungan pergaulan yang lebih luas.

“Kalau saya lihat ke belakang, saya bersyukur karena saya pernah tinggal di daerah. Saya bergaul dengan banyak lapisan, ya anak-anak tukang becak, dan sebagainya. Anak-anak daerah saya kumpulin, main. Jadi, saya tidak steril. Ibu saya bilang harus bergaul dengan banyak orang, wacana berpikir kita terbuka.

Allure Dan Makna Kata

Allure memiliki makna pintar, memikat, menarik hati, indah, dan mempesona Kalaupun memakai bahasa Perancis, justru Allure terkesan sangat fleksibel.

“Sebenarnya, tidak ada arti pakemnya. Di Singapura aja kita pakai Alera, karena sudah ada yang pakai brand yang sama. Ini bukan sesuatu kata yang ada arti khusus,“ ujar Indri.

Dalam hal kepemilikan, Allure dibesarkan lima wanita yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Indri, menjadi salah satu pemegang saham.

“Saya yang paling muda. Dan saat itu satu-satunya yang belum menikah. Saya ketemu salah satu partner saat liburan ke Korea. Kebetulan waktuitu Allure masih baru,” ujar Indri.

Langkah pertama yang dilakukan Indri adalah menembus Perusahaan Mustika Ratu. Hasilnya, Miss Universe dan Putri Indonesia, memakai batik Allure.

“Yang terpikirkan saya, simpel saja. Batik bisa dipakai untuk international event. Baik gaya modern dan desain international untuk ajang internasional,” ucap Indri, senang. Selanjutnya Allure diminati banyak investor. Salah satunya adalah investor dari Singapura yang mengajak Allure berpartner.

“Kita juga ada investor dan partner baru. Seperti di singapura. Saya punya partner orang singapura. Harus ada orang asli sana yang pegang license,” ujar Indri.

Page 28: Aien Hisyam

“Tapi kita juga harus hati-hati. Untuk berpartner kita harus kenal. Kita tidak hanya menyerahkan, tapi juga mengkontrol. Apalagi beda negara. Itu tidak mudah. Sesama Asia saja seleranya sudah beda. Kapasitas mereka, pekerjaan juga beda. Misalnya, di Indonesia yang beli kebanyakan ibu rumah tangga, di Singapura justru wanita bekerja. Tentu kegunaannya berbeda. Untuk memulai yang baru dengan kultur yang baru, itu butuh riset. Kita harus punya banyak informasi dulu,” ujar Indri.

Jadi intinya, lanjut wanita yang tengah hamil besar ini, produk Allure harus disesuaikan disainnya, kegunaannya, materalnya. Termasuk dicocokkan dengan cuaca negara tersebut.

“Nah, termasuk yang jadi masalah adalah selera. Di Indonesia senang warnanya yang bright. Di Singapura justru suka yang simpel. Itu tantangan sendiri,” lanjut Indri.

Batik, kata Indri, adalah seni. Motif masih ada yang pakem dan klasik tapi ada kombinasi dengan motif modern. Garis lebih ke kontemporer tidak terlalu klasik. Alurre berusaha menampilkan sesuaitu yang up to date. Lebih anak muda dan bisa dipakai seharian dan tidak terlalu berat.

“Kita mencapai banyak lapisan. Batik kan terkesan dipakai orang-orang tua. Makanya kita punya Allure Kids dan couture colllection. Kita juga membuat. Gaun malam. Membuat untuk Miss Universe dan Putri Indonesia,” ujar Indri.

Indri berusaha memahami selera pasar saat ia harus berjualan.

“Urusan disain, saya lebih menyerahkan ke tim disainer. Berbeda untuk yang saya pakai, karena saya tahu apa yang saya mau. Berbeda pula dengan private client. Pembeli membuat batik sesuai orderan. Allure akan didisain khusus dari corak, warna dan model. Misalnya untuk kembaran keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk acara open house. Disain batiknya kita buat. Tidak dijual, karena ini pesanan khusus. Juga waktu dipakai Kepala-kepala Negara saat pertemuan di Bali kemarin,” kata Indri, bangga.

Aien Hisyam

November 19, 2009 Posted by aien1974 | Profil Disainer, Profil Pengusaha | Leave a Comment

Dr. Muthia   Bachrum

‘Aku Pribadi Kontroversial’

Page 29: Aien Hisyam

Rasa peduli membuat Thia pulang ke Indonesia. Ia tidak peduli disebut ‘pahlawan kesiangan’, karena 5 tahun kemudian, dia harus kembali ke Washington.

 

Lantas, apa yang dilakukan Thia selama di Indonesia ?

Wanita berkulit putih ini langsung tersenyum lebar. Mantap ia mengatakan bahwa ia ingin menyelamatkan bangsa indonesia dari hydroquinon.

“Banyak yang tidak paham bahayanya hydroquinon ini. Saya tergerak untuk mensosialisasikan dampaknya,” kata Thia.

Page 30: Aien Hisyam

Thia begitu percaya diri. Di Amerika -tempatnya menetap selama ini- Thia bergabung dalam tim riset khusus produk-produk kosmetik. Thia bahkan mendapat penghargaan Woman of the years dalam skin care research dari White House Washington D.C tahun 2007.

Bahaya Terselubung

Mengapa hydroquinon membuat Thia gundah ? Untuk menjelaskannya, Thia merasa perlu berbicara detail dan sangat hati-hati. Sesekali, ia meminta untuk tidak menyebut nama produk-produk kosmetik.

“Hydroquinon banyak dipakai didalam kandungan produk-produk pemutih untuk kulit,“ kata Thia yang dikenal sebagai dokter kulit serta ahli bedah estetis dan kosmetik yang dineal di Amerika dan Swiss.

Sejak tanggal 1 Januari 2008, pemerintah melalui BPOM telah melarang penggunaan hydroquinon dan merkuri pada kosmetik. Pemakaian yang berlebihan dalam krem pemutih, kata Thia, dapat menimbulkan flek pada kulit, alergi, iritasi kulit, hingga kerusakan permanen pada otak, ginjal, dan gangguan perkembangan janin.

“Bahkan si pemakai bisa muntah-muntah, diare, dan kerusakan paru-paru. Serta zat korsinegenik dapat menyebabkan kanker. Khusus pemakaian hydroquinon, akan bertambah bahayanya, yaitu menyebabkan kelainan pada ginjal (nephropathy), kanker darah (leukimia), dan kanker sel hati (hepatocelluler adenoma),“ jelas Thia.

“Saya selamatkan bangsa Indonesia ini dari hidrokinon. Efek sangat banyak,” sesaat Thia menghela nafas panjang. “Sampai sekarang, di supermarket banyak sekali  produk kosmetik dari Cina, Bangkok, dan banyak lagi, yang sangat berbahaya. Masyarakat kita, yang penting putih. Ada kasus atau tidak ada kasus.”

Belasan tahun bekerja sebagai peneliti di Eropa dan Amerika, Thia bermimpi, ia bisa mendirikan lembaga independen sebagai pusat riset untuk produk-produk kosmetik.

“Inilah perlunya lembaga independent yang bisa membuktikan bahwa produk tersebut terkontaminasi. Masyarakat harus pro aktif mencari lembaga yang peduli dengan ini. Saya rindu sekali punya lembaga seperti ini,“ ujar Thia, sungguh-sungguh.

Riset Dan Penghargaan

Puluhan tahun Thia bergelut dibidang kosmetik. Ia meraih beberapa gelar, diantaranya ; Dipl. United Kingdom of General Physician Antiaging Medicine (1979), Dipl. European of Esthetic Laser Sugery (1997), Dipl. European of Cosmetologie Dermatology (1998), Dipl. European Society of Anti Aging Medicine (1999), Dipl. American Board of Laser Micropigmentation (2000), Dipl. Euro-Russian Converderation of Societed (2000), Plastic Aesthetic Sugery and Aesthetic Cosmetic (2002), dan Dipl. AAAMS (America Association of Aesthetic Medicine) (2003).

Page 31: Aien Hisyam

Meski berbekal banyak ilmu, Thia justru memfokuskan pada anti aging atau masalah penuaan dini.

“Ini berkesinambungan dengan pekerjaan saya di riset. Saya melihat banyak wanita menggunakan produk yang salah untuk memperlambat penuaan,” kata pemilik Derma Pro Clinic Aesthetic Center.

Keadaan inilah yang membuat Thia bersemangat melakukan riset di Amerika dan Swiss untuk menemukan produk anti aging yang tidak berbahaya.

Kata Thia, produk-produk EvidermA diakui di seluruh Eropa dan Amerika sebagai produk anti aging yang paling aman. Thia bangga, kaena dialah yang menemukan formula tersebut. “Ini bakti nyata kepedulian saya akan kesehatan kulit masyakat. Juga keinginan saya untuk menyediakan produk perawatan kulit yang siap digunakan oleh setiap orang tanpa rasa kuatir dan memberikan hasil pasti,” ujar ibu tiga anak ini, bangga.

Peran besar Vitamin A dan C didalam proses formulasi produk perawtan kulit The EvitdermA telah membuat suatu terobosan dan memulai era baru didalam proses pengobatan kulit yang tercemar maupun terkena sinar matahari (UV-B).

Salah satu misi Thia datang ke Indonesia memang untuk mensosialisasikan penggunaan vitamin A dan C dengan dosis tinggi, dikombinasikan dengan anti-oksidant sebagai penangkal radikal bebas.

Riset inilah yang membuat Thia mendapat banyak penghargaan di banyak momen. Diantaranya, Indonesian Profesional and Educator Award (2005), Indonesian Creative and Innovative Award (2005), Indonesian Profesional Branding Award (2005), Golden Trophy Award (2005), International Profesional Award (2005), dan terakhir penghargaan dari Berkley University USA (2007).

“Jadi kesimpulannya kita back to nature. Sesuatu yang natural itu memang tidak instant. Tapi proses itu jangka panjangnya baik. Seperti tradisional itu baik keadaannya,” ujar Thia.

Lebih Tua Dari Usianya

Penuan Dini…

Adalah bagaimana kita menahan laju penuaan dini. Tua itu tidak mungkin dihindari. Dan aku berhasil. Penuaan dini itu menyangkut flek, kerutan, kekendoran daripada jaringan kulit. Biasanya erat hubungan dengan pigmentasi, kekeringan kulit, kulit tidak terawat, wrinkle. Orang tampak lebih tua daripada usianya. Itu karena lifestyle mereka. Kulit kita masuk golongan kulit Melanesia. Kulit bewarna. Jadi rentan pada kanker. Ultraviolet atau matahari itu faktor pertama.

Produk-produk kosmetik di Indonesia…

Page 32: Aien Hisyam

Untuk menyebutkan nama-namnya tentu saja tidak etis. Tapi produk-produk di Indonesia dibedakan dengan produk-produk Eropa. Kita lebih ke arah cosmetofisical bukan ke aesthetic. Aku lebih senang ambil yang base on nya natural tapi tetap ada teknologinya. Karena kita tidak bisa dengan natural biasa-biasa saja. Untuk mensosialisasikan ini tidak mudah. Karena Melawan arus itu tidak gampang. Tetapi, kalau kami berhasil sampai tujuan, kami akan jadi pemenang. Dan itu berarti telah menyelamatkan banyak orang. Aku mencintai kebenaran.

Harapan dan mimpi…

Aku mencintai pengetahuan. Aku suka belajar. Aku orang idealis yang mencintai negaranya. Aku juga mencintai Amerika. Itulah yang membuat aku terus bertanya pada Tuhan. Apakah aku harus pulang ke Indonesia? Setiap orang punya harapan dan mimpi. Tapi jangan mendahulukan keinginan pribadi diatas kepentingan masyarakat. Saya belajar hidup untuk orang lain. Karena dengan saya belajar banyak, prestasi itu akan terus bertambah dan membawa aku ke puncak tertinggi.

Cita-cita membuat buku…

Banyak penerbit yang mau beli hak cipta dari saya. Tawaran terakhir 150 ribu US Dolar. Tapi sampai saat inisaya belum berani memutuskan. Saya masih ingin berusaha sendiri. Mengedukasi mereka dengan biaya sendiri. Berapapun habisanya. Tapi saya akan membuat buku-buku filosofi, kesehatan, dan edukasi.

Pribadi dalam diri…

Saya sering disebut pribadi yang konroversial. Karena saya mencintai kebenaran. Kita tidak bisa kompromi dalam tanda petik. Kita harus melayani masyarakat. Kebenaran harus kita utarakan. Kalau berbahaya, ya harus katakan itu berbahaya. Tahun 2009 ini saya harus pulang ke Washington untuk menikah lagi. Anak-anak saya yang sedang selesaikan S2 dan S3, akan pulang teruskan misi ini.

Filosofi Kasih Ibu

Mama, du wirst doch nicht um deinen jungen weinen.

Mama, bald wird das wieder uns vereinen

Ich werd es nie vergessen, was ich an dir hab besessen…

“Lagu ini mahadahsyat. Sangat inspiratif, selalu menuangkan semangat serta kebesaran kasih sayang mama,” ujar Muthia tentang lagu Mama milik penyanyi cilik Belanda, Heintje.

Thia ini memang sangat mengagumi sosok mama atau ibu. Baginya, keberhasilan sebagai pakar evitderma selalu menyelipkan inspirasi sosok ibu yang sangat berperan dalam hidupnya.

Page 33: Aien Hisyam

“Momentum itu bermakna khusus, mulai saya di Tanah Air melakukan pencapaian luar biasa hingga ketika didera keputusasaan. Perasaan terabaikan sampai kembali meraih sukses, semua tertuang dalam filosofi kasih ibu,” suaranya bersemangat.

Wanita berusia 50-an ini menuturkan, seusai belajar ilmu antiaging dari Eropa, ia tergoda memberikan langkah praktis cantik dan awet muda dalam sekejap. Namun, ia harus menebusnya dengan harga mahal. Bersamaan dengan kesibukan serta keberhasilannya menciptakan obat cantik tadi, ia harus kehilangan suami tercinta. “Suami tergoda perempuan lain. Ngotot minta kawin lagi, tapi tidak mau menceraikan saya. Hidup saya porak poranda dan nyaris kehilangan semua.”

Penyuka olahraga dan makanan serba sayur itu lalu menyadari bahwa kekukuhan kasih ibulah yang membuatnya bisa bangkit. Sang ibu memintanya bangun kembali menata hari esok. Dia pun meninggalkan langkah konyolnya membuat produk kecantikan berbahan salah dan menyesatkan. “Akhirnya saya bercerai dengan suami. Kami pisah baik-baik meski dia sudah menyiksa saya lahir-batin,” ujarnya penuh lega saat itu.

Muthia mengubur kepedihan dengan memperdalam kecantikan di Amerika dan Eropa. Selesai kuliah, penyuka renang dan jalan-jalan ini meniti karier sebagai peneliti dan tim dokter di Dermatology Cosmetology Aesthetic Clinic Beauty America Aesthetic, Amerika Serikat. Di klinik yang mayoritas diminati anggota Partai Republik ini namanya berkibar sebagai pakar kecantikan evitderma.

Evitderma mengandung vitamin A dan C yang dalam proses formulasi produk perawatannya bisa mengobati kulit yang tercemar. Di Amerika, evitderma sangat populer karena aman dan nyaman. Laura George Bush, Cameron Diaz, adalah contoh figur pengguna setia. Bahkan, kadar kanker yang diidap Laura G. Bush bisa berkurang.

Pernah tiga kali menikah tak membuatnya putus asa. “Saya percaya suatu saat ada jodoh terindah yang dipersiapkan Tuhan. Saya tetap berdoa dan berusaha,” ucapnya bijak.

Tentang kebijakan, dia berkaca ke kakek buyutnya, Wolter Monginsidi, seorang pahlawan dari Sulawesi Utara. “Saya mendapat kesahajaan sikap bijak beliau dari cerita almarhum kakek saya, dokter Paul Santo Monginsidi. Dalam hidup, jika menanam suatu kebaikan, akan memanen hasil yang sama,” ujar Muthia yang belakangan bergiat kemanusiaan di Papua. Anak kedua dari enam bersaudara ini memang bercita-cita menjadi dokter. “Dokter profesi mulia. Hidupnya menolong orang.”

Aien Hisyam

November 18, 2009 Posted by aien1974 | Profil Pakar Kecantikan, Profil Pengusaha | Leave a Comment

Wulan   Ayodya

Page 34: Aien Hisyam

Jiwa Pengusaha Sejak Kecil

Banyak aktifitas Wulan yang bersinggungan dengan Usaha Kecil Menengah. Maka, bukannya tanpa alasan ia pun dijuluki ‘ibu UKM Indonesia’.

Di pinggiran selatan kota Jakarta, Wulan membuka kursus pelatihan ketrampilan yang ia beri nama UKMKU. Tempat yang, kata Wulan, sederhana, namun telah mencetak banyak enterpreneurship di dunia wiraswasta.

Wulan Ayodya bukan nama baru di bidang UKM. Terjun di bidang ini pun sudah dilakukan Wulan sejak kecil, walaupun saat itu ia tidak tahu apa yang ia kerjakan disebut UKM.

Sejak Balita

“Kalau ditanya sejak kapan saya memulai usaha, jangan kaget kalau saya jawab sejak balita,“ sesaat senyum Wulan mengembang.

Wanita kelahiran Jakarta, 18 Desember 1973, ini beruntung dikarunai suara indah. Wulan kecil juga diberi talenta bermain dalang. Di tengah keluarga yang berkecukupan, bakat ini yang mendatangkan rejeki tersendiri buatnya. Ia kerap menyanyi dan bermain wayang ala dalang, di

Page 35: Aien Hisyam

depan Eyang Putri dan keluarganya. Imbasnya, ia mendapatkan uang, yang kemudian dimasukkan dalam celengan.

Satu pelajaran berharga di usia yang sangat belia. Wulan jadi memahami transasi jual beli jasa. Ia bahkan merasa perlu menabung di banyak celengan, padahal saat itu Iunya tidak mengajarinya menabung.

Saat usia TK, ia mendapat pelajaran berharga dari Ayahnya, yaitu hidup mandiri. Ia hanya diantar Ayahnya sampai depan sekolah, dan tidak ditemani, layaknya anak-anak TK lainnya.

Pelajaran berharga terus ia dapati. Begitupun saat Wulan mulai bersekolah di SD. Keluarganya pindah rumah ke daerah Cirendu, dan hidup sederhana. Tiba-tiba masalah datang, Wulan pun harus dititipkan tinggal di rumah om-nya. Dua tahun Wulan tinggal bersama om-nya.

“Kelas 6 SD, aku kenal dengan Pak Jon, Tukang Kebun. Beliau pintar melukis dan banyak ketrampilan. Nah, saya cerita ke teman-teman. Kalau mereka minta dibuatkan ketrampilan, saya kasihkan ke Pak Jon. Dari Bapak ini saya dapat uang beberapa ratus,” kenang Wulan, tersenyum.

Wulan semakin bersemangat mencari uang. Meski usia masih belia, Wulan pernah menjadi model saudaranya yang punya salon, pernah juga menjadi model baju sebuah majalah yang dilakukan satu atau dua kali sebulan. “Pernah juga loh jadi juara harapan II Lomba Model Pengantin Asia Pasific,” cerita Wulan, senang.

Di sela-sela kesibukan dan kegiatan sekolah, Wulan masih bisa membantu memasarkan kue hasil buatan ibunya. Ia jusru mengajari ibunya hitung-hitungan untuk meraih keuntungan saat jualan dan berbelanja.

Jualan Berkembang

Saat kelas 1 SMA, naluri bisnis Wulan kian tergugah. Banyaknya pengalaman, membuat Wulan semakin bersemangat membaca peluang. Salah satu usaha yang ia tekuni adalah membuka usaha parsel. Awal tahun 90an, belum banyak yang berbisnis parsel.

Wulan mulai menjalankan bisnis dengan profesional. Dari modal 3 juta yang ia dapat dari parsel, Wulan mulai berdagang pakaian untuk dijual secara kredit pada ibu-ibu.

“Saya mulai belajar memahami selera pasar. Dari seringnya gaul sama ibu-ibu, saya jadi tahu benar selera mode mereka. Kebetulan sekali saya juga punya selera. Misalnya bajunya harga 5 ribu, tapi baju itu berselera tinggi, nah saya bisa jual dengan harga tinggi. Ternyata dugaan saya benar. Ibu-ibu suka dan mau beli,“ cerita Wulan, senang.

Wulan tak hanya berbisnis, ia juga bekerja sebagai stand guide di sejumlah pameran. “Yang penting, ada pemasukan. Dan halal,” tambah wanita ini penuh semangat. Hasil yang ia perolah cukup beragam. Mulai dari Rp.35 ribu hingga Rp.100 ribu per lima jam. Bahkan di masa itu, Wulan pernah mendapatkan honor Rp.300 ribu.

Page 36: Aien Hisyam

Bisnis Wulan berkembag pesat. Ia mulai bisa menyicil satu toko seluas 3X4 meter secara over kredit. “Ada hikmahnya juga. Saya belajar dari teman saya yang bangkrut ini, kenapa dia bisa merugi. Saya juga bisa merekrut 3 karyawan. Bahkan, saya tidak hanya mengambail barang dari satu tempat. Selain Mangga Dua, saya juga ambil di Pasar Uler hingga Tanjung Priok. Kalau ada kesempatan, saya akan menambah produk dari Singapura dan Hongkong,” terang Wulan.

Kegagalan Beruntun

Tidak melulu Wulan berhasil. Ia juga pernah mengalami kegagalan. Saat berbisnis  seragam sekolah ia dibohongi temannya, hingga ia mengalami  kerugian besar.

Pelan-pelan Wulan merangkak dari bawah lagi untuk berbisnis. Selain mengembangkan tokonya, Wulan membuka usaha sewa motor dan mobil.  Lagi-lagi usaha ini mengalami pasang surut. Di bulan ketiga, ia mulai merugi.Bahkan ia sering mendapat komplain juga tuduhan motor curian. “Kasusnya jadi rumit dan melibatkan kepolisian,“ kenang Wulan, sedih.

Pantang menyerah, Wulan merambah bisnis Rumah Makan. Sambil tersenyum, Wulan mengatakan bahwa dirinya senang melanjutkan usaha teman-temannya yang sedang bangkrut. Ia ambil ahli restoran temannya yang sudah gulung tikar.

Wulan membuat menejemen baru, menyingkirkan karywan yang tidak efektif, dan merubah menu. Kalau awalnya disubsidi, tiga bulan kemudian, rumah makan sudah menuai keuntungan lumayan. Wulan juga mengadakan katering, untung membesarkan usahanya. Sayangnya banjir di kota Jakarta merendam Rumah Makannya hingga 1 meter. Ia pun mengalami kerugian besar.

Wulan mencoba peluang baru, yaitu berbisnis tenda.

“Tenda itu sangat dibutuhkan. Saat hajatan, khitanan, perkawinan sampai launching produk,“ ujar Wulan.

Kini usaha penyewaan tenda berkembang pesat. Wulan juga mulai berani menginvestasikan uangnya untuk membuka Pom Bensin di daerah Temanggung, juga bergabung dengan beberapa saudara menjalankan bisnis bis wisata. Saat ini Bis yang berlabel ‘Ayodya’ sudah berjumlah 9 armada, dengan menempati garasi di Imogiri, Yogyakarta.

“Kalau mau disebutkan diluar semua kisah itu, saya juga pernah bisnis kurir dan kantin. Tapi merugi,“ sesaat Wulan tersenyum. “Semua ini adalah pengalaman yang sangat berharga.“

Di rumahnya yang asri di kawasan Cirendeu, Wulan kita berprofesi sebagai pengajar, untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Ia juga membuat banyak buku tentang berbisnis UKM.

“Aku merasakan, Tuhan memberiku jalan hidup terindah dengan mengenal dunia tulis menuli dan mengajar. Kadang kita merasa kesal pada hal-hal yang terjadi pada hidup kita, ternyata kekesalan tersebut merupakan rencana-Nya yang menjadi indah di kemudian hari,” kata Wulan, bijak.

Page 37: Aien Hisyam

Aien Hisyam

November 17, 2009 Posted by aien1974 | Profil Pengusaha | 2 Comments

Suzy D.   Hutomo

Bukan Wanita yang Senang Publikasi

Banyak hal terjadi, yang membuat Suzy harus berkompromi. Termasuk ketika anak-anaknya memilih bersekolah secara homeschooling, dan ketika global warming

menyerang. Apa hubungan keduanya?

Page 38: Aien Hisyam

Ia bukan wanita yang senang dipublikasi. Ketika, lampu kamera tak henti memotret tubuhnya, Suzy gelisah. “Wah, saya bukan artis loh, kok banyak bener motretnya,” ucapnya.

Usai memberikan mempresentasikan bahaya global warning di depan mahasiswa, Suzy bercerita panjang tentang aktifitasnya di bidang lingkungan. Termasuk, kepergiannya mengikuti training Al Gore, bulan Juli lalu di Melbourne, Australia.

“Dibagi-bagi ‘lah waktunya,” kata Suzy tentang kesibukannya. Wajar saja Suzy berkata demikian. Ia tak hanya ibu dari anak remaja yang menjalankan pendidikan secara homeschooling, tapi juga CEO The Body Shop Indonesia (TBS). Satu toko perlengkapan perawatan tubuh asal Inggris yang didirikan Anita Roddick.

Ada benang merah antara aktifitas Suzy di bidang sosial dan lingkungan. Selama ini, TBS sangat konsen pada lingkungan juga masalah-masalah perempuan.

Peduli Sejak Remaja

Pribadi Suzy terbentuk sejak ia masih kecil. Terus berlanjut ketika ia kuliah di New York, Amerika Serikat.

“Saya konsen di masalah llingkungan dari muda. Dari SMA. Saya dulu sering ikut aktivitas pecinta alam, juga pecinta binatang. Lalu saya sekolah di New York, mulailah saya join gerakan-gerakan lingkungan. Waktu itu masih simpel tidak seperti sekarang,” kenang Suzy.

“Dulu, waktu saya sekolah di luar, di sana ada banyak aktifitas kurikuler. Pecinta alam dan pecinta binatang itu masuknya buat anak-anak muda,” kata Suzy.

Berlanjut hingga Suzy menikah. “Saya dan suami mencari bisnis, dan kebetulan kita sama-sama senang dengan The Body Shop. Dari situlah kita menjadi semakin konsen di lingkungan,” ujar Suzy, bersemangat.

Bersama Hutomo Santosa, suami Suzy, mereka berdua mendirikan TBS di Indonesia, di tahun 1992, di bawah naungan PT Monica Hijau Lestari.  Awalnya, TBS bergerak sebagai Provider Manager. Karena prestasi kinerjanya, iapun  diberi kepercayaan oleh Gordon Roddick untuk menset-up kantor The Body Shop Asia Pasific Regional.  Posisinya saat itu sebagai Regional Marketing dan Values Director Asia Pasifik.

Suzy tidak hanya merasa dekat secara pekerjaan. Dengan si pemilik, mendiang Anita Roddick, Suzy mengaku sangat dekat. Ia juga sangat terpukul dan kehilangan ketika Anita meninggal dunia.

TBS sangat peduli dengan lingkungan. Suzy mencontohkan, saat ini seluruh toko TBS tidak lagi memakai pajangan yang terbuat dari kayu. Semua didesain dari bambu, metal dan kaca. TBS juga menerima kembali botol-botol bekas TBS.

Page 39: Aien Hisyam

“Awalnya Kita lebih banyak mengurus emisi kita sendiri. Itu komitmen nomor satu,” tegas Suzy. Lambat laun, TBS mulai melakukan aktivitas berupa kampanye dan pemberian informasi melalui liflet. Kegiatan yang pernah dilakukan diantaranya melakukan penanaman 10 ribu pohon.

Setelah Jadi Presenter

Suzy selalu total dalam bekerja. Pilihannya sebagai aktivis lingkungan, ia jalani dengan sangat serius. Pun ketika ada tawaran training Al Gore di Melbourne, Australia belum lama ini, Suzy langsung mengambil kesempatan tersebut.

“Kegiatannya, baru tanggal 12 Juli lalu, selama 3 hari. Ada sekitar 25 negara yang ikut, dan dari Indonesia ada 50 orang. Ada yang dari pemerintahan sekitar 10 orang, ada juga yang meneliti Badak Jawa, ada aktivis lingkungan, aktvis sosial, sampai wartawan,” cerita Suzy antusias.

Awalnya, kata Suzy, ia ditawari untuk mengisi aplikasi yang ada di di internet, yang dibuat BNPI. ‘Ibu Amanda Tapili, presenter pertama di Amerika. Dia yang menyebarkan berita ada Training Al Gore. Kita harus ikut tes berhalaman-halaman. Dan ternyata, dari Indonesia yang apply lebih dari 250. Setelah disaring, terpilih 50 orang. Itupun, Indonesia sudah dapat jatah banyak, karena Indonesia penting untuk gerakan lingkungan. Indonesia menjadi salah satu Tropical Forest di dunia,” ujar Suzy.

Kini, Suzy semakin percaya diri saat berbicara tentang kondisi lingkungan yang sedang terjadi di dunia, termasuk salah satunya adalah masalah Global Warning.

“Melihat presentasi ini, orang pasti akan sadar. Apalagi masalah ini terjadi secara progresif. Meningkatnya semakin cepat dan semakin tinggi. Kita harus segera sadar dan mengantisipasinya. Liha saja, badai-badai semakin sering. Kecepatan perubahan iklim ini sedang terjadi, dan kita harus peduli,” kata Suzy.

‘Profesi’ baru Suzy sebagai presenter, dijalaninya dengan penuh antusias. Itu berarti, Suzy akan semakin sering mempresentasikan tentang bahaya perubahan iklim ini, termasuk berkampanye di ruang publik.

“Memang susah sih. Itulah kenapa saya ikut jadi presenter. Karena ya itu, sering kali kita ngomong-ngomong begitu, orang hanya berkomentar, “apa sih”. Tapi, sejak saya jadi presenter, jadi lebih mudah. Karena saya sudah di training, jadi saya bisa jawab. Dan yang kedua, saya punya alat ini,” ujar Suzy, senang.

Masalah Trafficking

Selain masalah global warning, perempuan, dan AIDS, saat ini Suzy bersama TBS tengah mempersiapkan isu baru yaitu trafficking pada anak-anak.

“Sekarang kita ada tema lain lagi, trafficking. Nanti bulan November mulai dikampanyekan. Itu urusan sosial, selain urusan lingkungan. Kalau ligkungan itu sudah menjadi dasarnya, dari awal sampai sekarang. Ke depan, kita akan mangangkat masalah perdagangan manusia. Secara global

Page 40: Aien Hisyam

Body Shop lagi mengkampanyekan ini. Semua negara lagi kampanyekan juga. Karena, ada negara penerima, dan ada negara pengirim. Indonesia adalah negara pengirim. Kalau negara penerima seperti Amerika, Jepang dan banyak lagi,” ujar Suzy. Untuk masalah ini, TBS bekerjasama dengan ECTAT, Yayasan yang menyebar di dunia yang bergerak di masalah trafficking.

Trafficking yang dijadikan tema pun, adalah trafficking yang menimpa anak-anak, yaitu yang di bawah usia 18 tahun. “Kasihan sekali kalau mendengarnya,” ungkap Suzy, dengan nada lirih.

Suzy memang sangat respect terhadap masalah anak. Meski kesibukannya sangat padat, Suzy tak pernah meninggalkan waktu-waktu kebersamaan dengan tiga anaknya, Luisa, Leonardo dan Lyria.

“Masak saya bisa respek dengan orang lain, tapi tidak dengan anak saya?” ujar Suzy tentang pilihan anak-anaknya yang memilih homeschooling. “Untungnya, meskipun homeschooling, bukan berarti mereka tidak suka bersosialisasi. Tapi, dia memiliki personaliti yang kuat, seperti ayahnya. I respect my children, dan perubahan terbesar dalam hidup saya adalah ketika saya menghargai anak saya,” lanjutnya, bangga.

Aien Hisyam

November 3, 2009 Posted by aien1974 | Profil Aktivis, Profil Pakar Kecantikan, Profil Pengusaha | Leave a Comment

    Next Entries »

Penulis

Di bangku kuliah, saya bergabung dengan kelompok jurnalistik Majalah Pendapa Tamansiswa…

Kuliah belum lulus, bergabung menjadi wartawan di harian sore Yogya Post di Yogyakarta… masuk dalam desk Seni Budaya, Hiburan, dan terkadang menulis Pariwisata, Ekonomi dan Pendidikan…

Tahun 1999, pindah ke Jakarta, bergabung di Tabloid Wanita Indonesia… menjadi Reporter…

Selama 10 tahun bekerja di media wanita ini, karir dijalani dari bawah… menulis berbagai macam berita, mulai dari aktual, kriminal, politik, profil, bidang kewanitaan, dan sebagainya…

Pekerjaan terakhir di TABLOID WANITA INDONESIA sebagai REDAKTUR PELAKSANA

Page 41: Aien Hisyam

Inilah proses pembelajaran yang tidak sebentar, tapi juga belum matang sepenuhnya… karena, tidak pernah ada kata berhenti untuk menulis.

Blog ini menjadi salah satu tempat untuk menuangkan tulisan, berupa profil wanita-wanita yang luar biasa… kita bisa belajar dari mereka, dalam menjalani hidup dan kehidupan…

Semua profil wanita yang saya tulis ini, sudah dimuat di TABLOID WANITA INDONESIA… di rubrik CERMIN… Dan, hingga akhir tahun 2009, sudah terkumpul 150 lebih profil wanita...

Semoga bermanfaat,

Salam Hangat

Aien Hisyam

Bersama 10 Wanita Inspiratif

Page 42: Aien Hisyam

Aviliani (Komisaris BRI), Silvia W. Sumarlin (CEO PT Dyviacom Intrabumi Tbk, CEO PT Dama Persada, CEO PT. Core Mediatech – Owner provider DNet), Novita Tandry (Presdir Tumble Tots Indonesia-48 cabang-, Master Franchise Quick Cut Indonesia), Dr. Amaranila LD (CEO Puan Jakarta Clinic/ Rumah Sakit khusus wanita), Fahira Fahmi Idris (Komisaris dan Vice Presiden di 5 perusahaan multinasional -perminyakan & kayu-, Presdir Nabila Floris, Ketua Umum Aries Shooting Club), Farida Alaydroes (CEO & Komisaris di 2 perusahaan, Ketua Himpunan Disainer Interior Indonesia), Liana Trisnawati (CEO PT. Sarana Lahan Pratama -pelabuhan kapal & minyak-, Komisaris Perfect Com), Maya Miranda Ambarsari (CEO PT Indo Multi Niaga -tambang emas, batubara, tembaga-, Chairwoman Srikandi), Noni Sri Ayati (Presiden Director PT. Blue Bird), Wahyu Setyowati Dilts (CEO Dilts Foundation, Sekjen Nas Ind. Kesejahteraan Sosial, Ketua Yayasan Ongkologi Anak Indonesia, dll)

Artikel 10 wanita luar biasa  ini dimuat di Edisi ke-1000 Tabloid Wanita Indonesia

.

Bersama 5 ‘The Next Generation’

The Next Generation adalah generasi kedua pemegang kepemimpinan dari sebuah perusahaan besar. Pemotretan : 1 April 2010, Oyster Restaurant.

Yeane Keet (PT. Denpoo Electronics), Maya Tamara (Sekolah Balet Namarina), Wulan Tilaar (PT. Martha Tilaar), Noni Sri Ayati Purnomo (PT. Blue Bird), Diana Santosa (Batik ‘Danar Hadi’)

Artikel ‘The Next Generation’ dimuat di Edisi Khusus Kartini Tabloid Wanita Indonesia

LikeBe the first to like this page.

kalender

April 2012M T W T F S S« Mar      1

Page 43: Aien Hisyam

April 2012M T W T F S S2 3 4 5 6 7 89 10 11 12 13 14 1516 17 18 19 20 21 2223 24 25 26 27 28 2930  

Categorieso Kisah o Profil Aktivis o Profil Artis o Profil Disainer o Profil Motivator o Profil Olahragawati o Profil Pakar IT o Profil Pakar Kecantikan o Profil Pakar Kuliner o Profil Pecinta Lingkungan o Profil Pekerja Sosial o Profil Pendidik o Profil Pengusaha o Profil Penulis o Profil Psikolog o Profil Seniman o Profil Wanita

Top Postso Deby Susanti Vinski o Ummu Ghaida Muthmainnah. o FB 2 o Claudia Massie o Amalia Yunita Korua o Clara Ng o Dr. Muthia Bachrum o 10 CEO o Wulan Ayodya o Hetty Heriani Sobary

Cari Nama Profil

Search for:

Blogroll

Page 44: Aien Hisyam

o aienhisyam.blogspot.com o bacabacabuku.wordpress.com o mycita.multiply.com o pojokklaster.wordpress.com

Blog Statso 47,831 hits

Recent Postso Leticia   Paramita o Mella   Noviani o Tian   Belawati o Peni   Cameron o Mayadewi   Hartarto o Clara   Ng o Upi o Jacqueline   Losung o Yeane   Keet o Dewi Yogo   Pratomo o Deby Susanti   Vinski o Sitta   Sudiro o Amaranila Lalita   Drijono o Irene F   Mongkar o Ummu Ghaida   Muthmainnah. o Poetri   Soehendro o Noni Sri   Ayati o Sri Murwati   Habir o Mirna   Rafki o Jessica Violetta   Schwarze o Inti Nusantari   Subagio o Ika   Twigley o Ermey   Dewanto o Hetty Heriani   Sobary o Asfinawati o Perucha   Hutagaol o Denok Vaiffin   Purbaningtyas o Keke   Soeryo o Arleta   Darusalam o Evita   Handayani o Eileen   Rachman o Dewi   Lestari o Lenny   Dwinijanti o CM Rien   Kuntari o Lely Purnama   Simatupang o Shinta Dewi   DST

Page 45: Aien Hisyam

o Sarfilianty   Anggiani o Indri Rezeki   IG o Dr. Muthia   Bachrum o Claudia   Massie o Zeventina   Octaviani o Lenny   Agustin o Wulan   Ayodya o Amalia Yunita   Korua o Natasha   Pramudita o Meike   Rose o Suzy D.   Hutomo o Dian   Syarief o Ratih Andjayani   Ibrahim o Hello   world!

Recent Comments

wulan on Meike   Rose daniel on Meike   Rose lena on Meike   Rose icah on Meike   Rose annisya on Leticia   Paramita ummutia on Mirna   Rafki via on Meike   Rose Ade on Meike   Rose ririn kachfi on Meike   Rose Nofi on Meike   Rose me on Meike   Rose Tiara Aninditia on CERMINjuliana on Meike   Rose juliama on Meike   Rose ISMIARDY DEWANTO on Leticia   Paramita

Aien HisyamTheme: Andreas04 by Andreas Viklund. Blog at WordPress.com. Follow

Follow “Aien Hisyam”

Get every new post delivered to your Inbox.

Powered by WordPress.com

Enter your

Page 46: Aien Hisyam

Siapa bilang untuk meraih sukses harus menunggu usia tua? Siapa bilang untuk menjadi kaya dan mempunyai harta benda melimpah harus menempuh hari-hari yang sangat panjang dan melelahkan? Ternyata, sukses, kaya dan terkenal bisa diraih saat masih muda dan tidak memerlukan waktu yang panjang dan melelahkan. Merry Riana misalnya. Wanita energik ini ketika usianya menginjak 24 tahun sudah berhasil menjadi milyuner. Tidak tanggung-tanggung kesuksesan itu diraih tidak di negerinya sendiri, Indonesia, melainkan di Singapura.“Saya sukses seperti sekarang karena keterpaksaan,” ujar Merry menjawab pertanyaan Host Kick Andy, Andy F.Noya. Menurut Merry ia terpaksa mengungsi ke negeri jiran Singapura karena saat itu Jakarta sedang dilanda kerusuhan Mei 1998. Merry yang kala itu tidak cakap berbahasa Inggris dan tidak banyak uang benar-benar prihatin. Setelah berhasil menyelesaikan kuliahnya di Nanyang Technological University Singapura dan menggondol gelar insinyur, Merry memutuskan untuk terjun ke dunia bisnis. Ia mulai merangkak sebagai sales dari bermacam barang. Namun berkat keuletan dan ketabahan, Merry yang kini menjadi Duta Produk LG di Asia ini bisa meraih sukses dan mendirikan Merry Riana Organization bersama teman-temannya.Sementara Putu Putrayasa mendapat penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia, MURI karena prestasinya di bidang pendidikan. Pemuda kelahiran Sumbawa, 17 Desember 1976 ini mendirikan sebuah perguruan tinggi di Baturaja, Sumatera Selatan ketika berusia 26 tahun. Putu, yang lahir dari keluarga miskin mendirikan perguruan tinggi karena “dendam pribadi”.“Saya anak petani miskin. Ayah saya terpaksa menjadi kusir delman untuk mendapatkan tambahan uang. Saya dan adik-adik kesulitan untuk meneruskan sekolah yang lebih tinggi”, kata Putu yang pada usia 22 tahun mempunyai beberapa toko komputer yang omzetnya mencapai miliaran rupiah. Saat ini Putu sering keliling Indonesia untuk membagikan ilmu kewira-niagaan berdasarkan pengalaman pribadinya.Dari Bogor dilaporkan, seorang pemuda yang masih berusia 26 tahun sudah menjadi pengusaha properti. Dan, usaha properti berupa komplek perumahan itu benar-benar ia rintis dari bawah, bukan perusahaan warisan orangtua. Pemuda itu adalah Elang Gumilang. Elang yang mempunyai bakat wiraswasta sejak kuliah di Institut Pertanian Bogor itu tertarik menekuni bisnis perumahan karena kagalauan hatinya.“Saya sangat sedih ketika melihat banyak warga kita yang tidak mempunyai tempat tinggal. Bahkan saya sering melihat saudara-saudara saya itu tidur di kolong jembatan dan di gerobak-gerobak pemulung,” ujar pemuda yang lahir di Bogor pada 6 April 1985 itu sedih.Itulah sebabnya bersama teman-temannya ia bertekad mendirikan perusahaan kontraktor untuk membangun rumah bagi orang yang tidak mampu.Jangan menganggap sebelah mata bisnis pulsa elektrik. Banyak orang menganggap remeh bisnis pulsa elektrik karena keuntungannya sangat kecil, yaitu “hanya” seribu rupiah per transaksi.Tapi di tangan Febrian Agung Budi Prasetyo bisnis pulsa elektrik omsetnya bisa mencapai milyaran bahkan trilyunan rupiah. Febrian, pemuda asal Solo, Jawa Tengah yang saat ini berusia 27 tahun itu berhasil menjadi milyuner muda. Febrian yang mengaku anak seorang sopir Bus Damri itu berhasil menemukan sistem penjualan pulsa elektrik yang sangat efektif. Servernya bisa melayani transaksi sampai satu juta transaksi perhari. Dan, ia berhasil merekrut ribuan agen pulsa elektrik dengan sistem multi level marketing dari Sabang ningga Merauke.Apa yang dilakukan beberapa narasumber Kick Andy di atas adalah benar-benar menimbulkan decak kagum. Masih muda, kaya dan menciptakan peluang kerja. Kami berharap setelah nonton episode Kick Andy ini akan muncul entrepeneur-entrepeneur muda yang ulet, tangguh dan tidak cengeng.

Asdfghjkl;’

Page 47: Aien Hisyam

Dfghjkl;’dfgh

Home Nasyid Vocal Musik Karya Bisnis Sukses Galeri LOA Profil

jump to navigation

Sukses

Halaman ini memuat artikel tentang profil para pengusaha sukses, komplit beserta perjuangan, suka duka, trik & tips mereka : Mudah-mudahan dapat memberikan

inspirasi…

 

Kisah Sukses Pengusaha UKM, Nur Dahyar

Dari Karyawan Menjadi Rekanan Toyota

Siapa yang membayangkan orang yang dulunya bekerja di bagian produksi pabrik Toyota Astra Motor (TAM) bisa mengubah nasibnya menjadi rekanan yang memasok komponen pada perusahaan otomotif terbesar di Indonesia tersebut?

Mungkin ada, tidak tidak terlalu banyak. Dan salah satunya adalah Nur Dahyar. Nur—demikian ia biasa dipanggil-membuka usaha pallet setelah “mencuri” ilmu di TAM selama 9 tahun. Saat ini pallet buatan perusahaannya tidak saja digunakan memenuhi kebutuhan dalam negeri tetapi juga diekspor ke luar negeri. “Sejak awal saya memang mempunyai rencana menjadi pengusaha,” ujarnya.Pada saat bekerja di Toyota tahun 1978 ia hanya berbekal ijazah SLTP. Namun keinginannya menjadi seorang pengusaha tidak pernah mati, sembari bekerja di Toyota pada malam harinya ia bersekolah SMA hingga lulus Akademi D3 komputer. Ketika bekerja di Toyota, ia pun bertekat menguasai semua bidang sehingga ia minta kepada atasannya supaya di-rolling dari satu bidang ke bidang lain.Maka sejumlah bidang di industri otomotif ini sudah ia jalani. Mulai dari bidang pengelasan, press, pengepakan, pergudangan dan lainnya. Setelah ia memperoleh cukup ilmu akhirnya ia keluar untuk mendirikan perusahaan kecil-kecilan.Secara kebetulan ketika di Toyota ia kenal dengan Setiadi, seorang teknisi mesin yang bekerja di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Hubungan pertemanan ini berlanjut menjadi hubungan bisnis. Nur Dahyar lalu mendirikan perusahaan yang diberi nama PT Nuansa Raya Dinamika (NRD)

Page 48: Aien Hisyam

tahun 1997.Modal awal pengembangan usaha NRD berasal dari pinjaman BNI sebesar Rp 50 juta. Pertama kali memperoleh order dari Pelindo lewat jasa temannya tersebut. Proyek yang ditanganinya adalah pembuatan 9 pemancar lampu (tower) senilai Rp 135 juta yang dilaksanakan dalam beberapa periode.“Pada bulan pertama NRD menyelesaikan order sebesar Rp 15 juta tetapi biaya yang dikeluarkan sebanyak Rp 25 juta,” ujarnya. Hal ini wajar mengingat NRD harus menginvestasikan mesin dan peralatan lain. Setelah memiliki prospek yang baik koleganya tersebut mengajukan pensiun dini agar bisa fokus dalam mengembangkan perusahaan tersebut. Pada mulanya 100 persen saham dimiliki Nur Dahyar tetapi setelah Setiadi bergabung komposisi kepemilikan saham fity-fifty.“Kami membina hubungan berdasarkan prinsip saling percaya, walaupun sering kali beda pendapat tetapi sampai sekarang masih bisa bertahan,” kata Setiadi. Jika Dahyar lebih menguasai proses produksi maka Setiadi menangani yang berkaitan masalah keuangan. Pembagian tugas yang jelas menyebabkan masing-masing orang tahu apa yang harus dilakukan dan bidang apa yang harus dikerjakan.

Beralih ke Besi/BajaSemula NRD memproduksi pallet yang terbuat dari kayu tetapi mulai tahun 2001 beralih dengan bahan baku dari besi/baja. Sejak tahun 2002 pallet buatan NRD semua berasal dai besi/baja. Hal ini disebabkan negara seperti Malaysia dan Australia sudah tidak mau menerima pallet yang terbuat dari kayu karena menciptakan masalah lingkungan.Saat ini produk yang dihasilkan NRD tidak saja pallet baja tetapi juga peralatan konstruksi baja dan mesin-mesin sederhana. NRD telah berkembang menjadi tiga pabrik kecil yang menempati wilayah seluas 2560 meter persegi di daerah Semper. 55 persen produksi NRD untuk memasok kebutuhan Toyota sedangkan 45 persen kepada pelanggan lain. Tercatat beberapa perusahaan seperti PT Maersk Line, SCI, American Line, Mulia Keramik mengguanakan produk NRD.Saat ini beberapa bank telah menyalurkan kredit pada UKM ini yakni Bank Niaga, Bank Permata dan Citibank. “Sekarang kredit yang bisa dikucurkan bisa mencapai Rp 1 miliar per bulan seiring dengan perkembangan perusahaan,” kata Setiadi. Ia merasa bersyukur karena omzet perusahaan yang semula hanya dibawah Rp 100 juta sekarang sudah mencapai Rp 14 miliar.Setiadi memperkirakan omset perusahaan di akhir tahun bisa mencapai Rp 20 miliar. Meskipun masih mengandalkan produksi pallet baja tetapi produk-produk lain non-pallet akan ditingkatkan. Pada 2005-2007, NRD ingin masuk pada pengembangan produk komponen mesin. Rencananya 2007-2010 investasi peralatan dan mesin-mesin sudah bisa dilakukan dan akhir tahun 2010 sudah bisa berproduksi.Khusus bahan baku perusahaannya dipasok oleh PT Krakatau Steel melalui 5 distributor dan pipa dari perusahaan Bakrie. Sejauh ini pasokan lancar sehingga produksi tidak terganggu. Namun penguatan dolar terhadap rupiah akhir-akhir ini menyebabkan kekhawatiran karena dampaknya sangat buruk bagi usahanya.Sementara untuk jumlah karyawan terus meningkat dari tahun 1997 yang hanya Nur Dahyar dengan anggota keluarga saja. Tahun 1998 berjumlah 7 orang sekarang sudah berkembang menjadi 122 orang. Kebanyakan atau sekitar 78 orang merupakan lulusan smu, 3 dari akedemi, 6 orang univeritas dan sisanya pendidikan SD dan SMP.Jepang Ingin MasukSetelah melihat prospek bisnis yang baik maka ancaman terbesar yang dihadapi perusahaan adalah rencana perusahaan Jepang melakukan investasi di sektor ini. Hal inilah yang

Page 49: Aien Hisyam

dikhawatirkan karena bisa mengancam eksistensi NRD. Namun kebijakan Toyota yang tetap ingin mempertahankan partner lokal menyebabkan mereka belum bisa masuk.Tetapi indikasi perusahaan Jepang ingin masuk ke sektor ini sudah ada. “Kami meminta pemerintah memperhatikan ini sebab secara modal dan teknologi mereka pasti tidak kalah,” kata Dahyar.Sebelumnya tahun 2004 NRD juga terancam setelah produk-produk bajakan dengan harga murah dari Cina diselundupkan melalui berbagai pelabuhan. “Modusnya mereka bekerja sama dengan beberapa orang aparat bea cukai untuk meloloskannya,” ujarnya.

Sinar Harapan 2003

Reza Malik; Obsesi Usaha Roti Sang Santri

Santri jebolan pondok pesantren ini berhasil mengembangkan usaha roti hingga produksinya bisa meludeskan 150 bal tepung terigu sehari. Dia masih menyimpan sebuah obsesi besar.

Untuk ukuran pengusaha roti skala kecil menengah (UKM), prestasi Reza Malik memang luar biasa. Lihat saja volume produksinya, yang menghabiskan tepung terigu sampai 150 bal sehari. Dengan merek Riz-Qy, roti produk Reza dipasarkan melalui 14 unit armada mobil, 50 unit gerobak becak, dan 50 orang pedagang pikulan. Di samping itu, Reza masih memiliki tiga buah toko roti.

Dilihat dari sarana pemasarannya, jelas, Reza membidik konsumen kelas bawah, menengah sampai atas sekaligus. “Khusus yang pikulan, saya anggap perlu agar bisa menyasar daerah pemukiman yang sulit dijangkau kendaraan,” ujar Reza, “Sedangkan yang dijajakan di toko, adalah roti kualitas bakery, untuk kalangan menengah ke atas.” Pria berusia 45 tahun itu, berniat mengembangkan toko rotinya, dengan sistem waralaba.

Reza Malik memulai usaha roti pada 1982, dengan modal Rp 10 juta. “Ketika itu, terus terang saja, pengetahuan saya tentang roti, nol,” akunya. Usaha Reza mulai berkembang, ketika —pada 1984— mengikuti pelatihan pembuatan roti di baking school bogasari selama 2 minggu. “Dari situ, saya bisa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan membuat roti yang baik,” ujarnya.

Agar selalu bisa mengikuti selera konsumen, Reza melakukan observasi secara periodik. “Ya, observasinya sederhana saja. Yang penting, kita tahu apa maunya konsumen,” jelasnya, “Intinya, kita harus tanggap dan cepat menyesuaikan diri dengan perubahan selera konsumen.”

Dalam rangka itulah, Reza tak pernah bosan mencari pengetahuan baru soal pembuatan roti. Misalnya, dia tak sungkan-sungkan mendatangi karyawan bahkan pemilik bakery terkemuka di Jakarta, untuk mengintip rahasia pembuatan roti mereka. Buku-buku tentang roti pun, menjadi objek pemburuannya.

Kerja keras Reza memang tidak sia-sia. Usaha rotinya terus mengalami peningkatan. Krisis ekonomi, memang sempat menggoyahkan bisnis roti Reza. “Tapi, dengan sekuat tenaga, saya upayakan jangan sampai terjadi penurunan drastis. Paling tidak, agar tidak terjadi PHK,” ucapnya, “Kalau perlu, saya mengambil kredit bank, meskipun bunganya tinggi.”

Page 50: Aien Hisyam

Reza, seorang santri jebolan Pesantren Gontor, Jawa Timur tahun 1978, memang memiliki jiwa wirausaha yang luar biasa. Di samping roti, dia juga berhasil mengembangkan sebuah toko grosir. Toko bernama “Haji Malik” yang di daerah Jatinegara, Jakarta Timur, sudah sangat terkenal itu, juga berperan sebagai distributor tepung terigu, dengan volume penjualan sekitar 15 ribu bal per bulan. Reza juga memiliki perusahaan yang bergerak dalam bidang penyaluran tenaga kerja ke luar negeri. “Tapi, yang paling saya nikmati, ya, bisnis roti ini,” katanya.

Menurut Reza, usaha roti bisa mendatangkan kepuasan tersendiri, terutama karena bisa memberikan manfaat pada banyak orang. Karena itu, selama menjalankan usahanya, Reza terus memendam sebuah obsesi besar: mendirikan baking school di daerah Jakarta Timur. “Dengan merangkul teman-teman sesama pengusaha roti, mudah-mudahan pada 2003 nanti rencana itu bisa terwujud,” tekadnya.

Reza yakin, keberadaan baking school akan sangat membantu calon-calon pengusaha makanan berbasis tepung, atau pengusaha yang mau mengembangkan usahanya. Pasalnya dia sendiri merasa, perkembangan usahanya sangat ditopang oleh peningkatan keterampilan dan pengetahuan di bidang pembuatan roti. Ddy

KUNCI SUKSES:

Serius mempelajari teknik pembuatan roti yang baik. Melakukan observasi secara periodik, untuk mengikuti perubahan selera konsumen. Membidik konsumen kalangan atas dan bawah, dengan menggunakan berbagai

sarana penjualan yang sesuai. Menikmati usaha yang dijalaninya.

KONTAK REZA MALIK:

Jl. Gempol NO.25 Bambu ApusCilangkap – Jakarta TimurTelp: (021) 8444404

Sumber: Wacana Mitra Boga Sari

H. Endang; Pengusaha Kue Kering Tahan Banting

Sudah 18 tahun H. Endang menggeluti usaha kue kering dengan jatuh bangun. Dengan pengalamannya selama itu, dia tak gentar menghadapi persaingan yang terasa kian keras.

Awalnya, H. Endang termasuk pedagang serabutan. Dia jualan apa saja, yang dianggapnya menguntungkan. Sekali waktu jualan ikan, lain waktu ganti kerupuk, dan sebagainya. Cara berdagang seperti itu, boleh jadi menguntungkan. Tapi, sifatnya tidak pasti. Bahkan hampir mustahil dikembangkan.

Suatu ketika, sang isteri iseng membuat kue nastar dan membawanya ke pasar. “Sedikit, cuma menghabiskan setengah kilo tepung terigu,” kenang Endang. Tapi, ternyata, nastar itu langsung habis terjual. Hari berikutnya, habis lagi, walaupun jumlahnya ditambah.

Page 51: Aien Hisyam

Lantas, otak bisnis Endang pun berputar, dan memutuskan untuk berkonsentrasi menggarap usaha kue kering, yang dimulai dengan nastar itu. “Saya begitu yakin, usaha ini menjanjikan,” tandasnya, “Karena itu, kami bertekad menggarapnya dengan serius. Tidak akan ada lagi istilah gonta-ganti dagangan.”

Menggunakan sepeda motor, Endang pun bergerak menawarkan kue yang dibuat bersama istrinya, ke toko-toko. Tidak seperti ketika menjual dalam jumlah sedikit yang selalu langsung habis, kali ini Endang harus bekerja keras agar kuenya diterima oleh toko dan agen.

Lima tahun lamanya, Endang berjibaku memasarkan kuenya, dengan hasil yang masih jauh dari harapan. Titik terang mulai terlihat, ketika dia menembus agen besar yang mempunyai jaringan pemasaran luas, hingga ke berbagai supermarket di Depok, Jawa barat, seperti Ramayana, Goro, Hero serta Gelael. Bahkan, juga melalui agen, kue kering Endang yang diberi merek “Selera” itu, sampai ke daerah Bekasi, Tangerang dan Bogor.

Dari hasil penjualan, H. Endang menyisihkan untuk menambah aset perusahaan. Rumah di Depok yang dulunya kontrak, kini milik sendiri dan cukup luas untuk produksi. Peralatan ditambah. Sebuah kendaraan roda empat, dibeli untuk memperlancar kegiatan operasional.

Dalam soal keuangan, Endang berpinsip, “Kalau semua bahan baku sudah terbeli, di tangan masih ada uang, barulah saya belanjakan untuk menambah aset. Dengan demikian saya selalu terbebas dari utang,” papar lelaki asal Garut, Jawa Barat ini.

Sedangkan untuk menjaga mutu kuenya, dia sangat menghindari bahan pengawet. “Saya juga melakukan kontrol langsung ke toko dan supermarket tempat kue dijajakan,” ujarnya. Meskipun kuenya kuat sampai dua bulan, jika seminggu ada yang belum laku, Endang langsung menariknya. Dengan kontrol ketat itu, Endang bisa memastikan bahwa produk yang dijual ke konsumen, masih dalam keadaan baik. Untunglah, jumlah produk yang ditarik, rata-rata hanya sekitar 10 persen.

Setiap menjelang lebaran, merupakan masa panen besar bagi Endang. Sehari, produksinya bisa menghabiskan 100 sak tepung terigu. Harga jual lima jenis kue keringnya Rp 3.750 per bungkus, atau Rp 11 ribu per stoples.

Ketika badai krismon datang, usaha Endang terguncang. Produksinya merosot tajam, hingga pernah hanya menghabiskan satu sak tepung terigu sehari. Terlebih, belakangan ini, muncul kecenderungan supermarket membuat kue sendiri, dan hanya sedikit saja menerima kue dari luar.

Sebagai langkah alternatif, sekarang ini H. Endang banyak mengarahkan pemasarannya ke daerah lain, terutama di pinggiran Jakarta. “Di sana, kue kami kembali menemukan pasar yang baik,” ujar Endang, lega, “Sekarang, seluruh pemasaran, saya konsentrasikan ke daerah pinggiran itu.”

Kalau dihitung-hitung, 18 tahun sudah Endang menggeluti usaha kue kering. Selama itu pula, dia bergulat dengan berbagai tantangan. Pantas saja, kalau dia menjadi tahan banting.

Page 52: Aien Hisyam

KUNCI SUKSES:

Memutuskan total menggarap kue kering, ketika melihat prospeknya yang bagus. Ulet dalam melakukan pemasaran. Menjaga kualitas, dengan melakukan kontrol langsung secara ketat. Segera mencari pasar baru, ketika pasar lama mulai tertutup.

KONTAK H. ENDANG:

Jl. Setu Baru RT 04/01 No.25Sidomukti, Sukmajaya, Depok 16415Telp: (021) 7717436

Sumber: Wacana Mitra Boga Sari

H. Suganda; Sukses Mengeruk Untung Kerupuk

Hampir 20 tahun lamanya menekuni bisnis kerupuk. Selama itu pula, pengusaha yang satu ini berhasil menghimpun laba dan membesarkan usahanya.

Kerupuk memang makanan yang berbobot enteng. Tapi, potensi usahanya jangan dianggap enteng. H. Suganda sudah membuktikannya. Bisnis kerupuk yang ditekuninya dari nol sejak 1982, menghantarkannya sebagai pengusaha yang sukses merajai pasar kerupuk di Jakarta.

Faktanya, di seantero Jakarta, kerupuk buatan Suganda yang diberi merek SHD pada kalengnya, sudah sangat terkenal. Bahkan, saking terkenalnya, kemudian banyak pengusaha kerupuk lain yang ikut-ikutan mencantumkan merek “SHD” pada kaleng kerupuknya. Mungkin ingin mencantol sukses kerupuk Suganda di pasar. Tapi, bagi Suganda, penjiplakan merek itu bukan merupakan persoalan serius. Sebab, pemasaran kerupuknya toh tetap berjalan lancar.

Suganda mengawali usaha kerupuknya dengan modal pas-pasan plus peralatan sederhana pemberian orang tuanya. Untuk tempat produksi yang sekaligus berfungsi sebagai tempat tinggal, diperoleh dengan cara mengontrak.

Produksi awal, menghabiskan setengah kuintal tepung tapioka, yang dicampur sedikit dengan terigu. Penjualannya, yang disebar melalui para pedagang, ternyata berjalan lancar. Setiap keuntungan yang diperoleh, dikumpulkan. Dari situ, Suganda membeli berbagai barang seperti peralatan pabrik, sampai tanah dan bangunan.

Suganda berprinsip, daripada menabung lebih baik diwujudkan dalam bentuk barang. Karena itulah, kemudian dia bisa memiliki rumah dan sebuah pabrik kerupuk dengan peralatan lengkap, serta tempat pengeringan yang cukup luas, di Jakarta.

Sekarang ini, kerupuk SHD disebar oleh sekitar 40 pedagang ke wilayah Pasar Minggu, Mampang, bahkan sampai ke daerah Kota. Tak heran jika krupuk SHD dijumpai di mana-mana. Produksinya rata-rata menghabiskan 4 kuintal tepung per hari.

Page 53: Aien Hisyam

Satu kuintal tepung, menghasilkan sekitar 7.000 biji krupuk. Bahan baku krupuk putih, adalah tepung tapioka murni. Untuk membuat krupuk coklat/opak, setiap 50 kg tepung tapioka ditambah 7 kg tepung terigu.

Dalam mengoperasikan kegiatan produksinya, Suganda memperkerjakan 20 karyawan, yang ditampung di sebuah bangunan samping rumahnya. Namun, sampai sekarang, Suganda masih mengontrol secara ketat bumbu adonan, sehingga kualitas rasa kerupuknya selalu terjaga.

Untuk pemasaran kerupuknya, Suganda menyediakan gerobak dan kaleng, yang bisa digunakan oleh pedagang. Jadi, para pedagang yang mau menjual, tinggal mengambil kerupuk mentah dan minyak, lalu menggoreng sendiri. Seorang pedagang, rata-rata membawa sekitar 100 kaleng krupuk, untuk dititipkan di warung-warung. Kepada pedagang, Suganda menjual kerupuknya Rp 150. Sedangkan para pedagang, bebas menetapkan harga jualnya ke warung atau toko-toko.

Meskipun sudah bisa melenggang sendiri sebagai pengusaha kerupuk yang sukses, namun Suganda tetap peduli pada sesama pengusaha kerupuk di Jakarta. Kebetulan mereka kebanyakan dari Ciamis, Jawa Barat, daerah asal Suganda. Salah satu bentuk kepedulian itu, diwujudkan dengan inisiatif Suganda untuk membentuk paguyuban pengrajin krupuk wilayah Jakarta Selatan, sekaligus memimpinnya sebagai ketua.

Salah satu upaya yang sekarang tengah dilakukan paguyuban, adalah menyeragamkan harga. “Jangan sampai terjadi persaingan tak sehat, dengan cara saling banting harga,” kata Suganda.KUNCI SUKSES H. SUGANDA:

Tekun menjalankan usaha dari nol. Sejak awal sudah mencantumkan merk. Memanfaatkan keuntungan untuk pembelian asset berharga. Mengontrol mutu produksi secara langsung.

KONTAK H. SUGANDA:

Jl.Batumerah I RT/RW:04/02 No.11Kalibata, Jakarta SelatanFax. (021) 7974565

Sumber : Wacana Mitra Boga Sari

Hilman Budiyadi

General Manager dan Pendiri PT Primatama Quantumjaya

Drop out kuliah lantaran terpikat bekerja, keluar, lalu mendirikan usaha sendiri. Kini, berkat pengalaman dan ketekunannya, Asep.begitu panggilannya.telah menjadi netpreneur pada usia yang relatif muda. Pesaingnya pun kelas dunia.

Ingin Mendirikan Surabaya Camp

Page 54: Aien Hisyam

Sukses kadang tak selalu ditentukan dari awal. Ini pula yang dialami seorang pria drop out kuliah bernama Hilman Budiyadi, general manager dan sekaligus pendiri PT Primatama Quantumjaya, perusahaan konsultan teknologi informasi (TI). Menurut Hilman, yang akrab dipanggil Asep, setelah hampir lima tahun mengembangkan usaha, ia baru tahu bahwa Michael S. Dell, pendiri Dell Computer, ternyata juga seorang drop out. Ia pun ingin meniru jejak Dell. ‘Akan tetapi memang tidak mudah untuk bisa menjadi seperti dia,’ tuturnya.

Asep hanya setahun menjadi mahasiswa Politeknik ITB. Ia sempat bekerja di beberapa perusahaan, sebelum akhirnya mendirikan usaha sendiri. Kini kliennya adalah berbagai perusahaan kelas internasional. Bahkan kini Asep siap bertanding dengan pemain asing dalam tender berbagai proyek. Untuk menopang pekerjaannya, Asep membuka kantor di kawasan Jemur, Surabaya. Karyawannya para sarjana. Lalu untuk 2003, pada bulan Januari, Asep sudah mengantongi sejumlah proyek senilai Rp1,7 miliar. Itu terjadi sepuluh tahun kemudian, sejak ia mendirikan usaha sendiri.

Sempat Jadi Karyawan

Asep memulai usahanya dari sebuah ruang berukuran 2 x 6 meter persegi di rumah milik `mantan` pacar, yang kini menjadi istrinya, Maya Damayantie. Asep mengaku, ide bisnisnya muncul dari keinginan untuk bebas dari segala aturan yang mengikatnya jika ia bekerja di suatu perusahaan. Sebelumnya, Asep memang pernah bekerja di BCA dan sebuah perusahaan asing yang bergerak di bidang TI. Tuturnya, ‘Saat kuliah di ITB jurusan teknik komputer tahun 1991, saya mendengar bahwa BCA di Sidoarjo membutuhkan seorang staf EDP. Saya pun kembali ke Surabaya, melamar untuk posisi tersebut. Ternyata saya diterima. Maka, saya pun mengundurkan diri dari kuliah.’

Di bank tersebut, Asep banyak menghabiskan waktunya untuk mengikuti berbagai macam pelatihan dan pendidikan. ‘Kurang lebih sepertiga dari waktu saya selama bekerja di BCA Sidoarjo dihabiskan untuk training,’ ujarnya. Pada tahun kedua Asep bekerja, terjadi rotasi karyawan yang membuatnya gerah. Maka, Asep pun memutuskan untuk keluar dari BCA.

Hanya sebulan Asep menganggur. Melalui informasi dari temannya semasa kuliah, Asep mendengar ada perusahaan asal Jepang yang membutuhkan programer. Perusahaan yang bernama PT Indonusa sedang membuka cabang baru di Surabaya. Asep melamar, dan diterima.

Di perusahaan itu kinerja Asep terbilang bagus. Maka tak heran kalau Asep bisa menjadi orang nomor dua di perusahaan tersebut, setelah atasannya, Yoshio Ito. Sayangnya, Indonusa melihat bahwa secara bisnis pasar di Jawa Timur tidak memadai. Maka, satu setengah tahun kemudian, perusahaan itu menutup usahanya. Pil pahit harus ditelan Asep. Ia kembali menjadi pengangguran.

Namun, pengalaman bekerja di Indonusa membuat naluri wirausaha Asep bangkit. ‘Mulai saat itu, saya memberanikan diri tidak melamar pekerjaan baru dan akan menjalankan usaha sendiri di bidang software. Saya yakin pangsanya bisa sangat luas, walaupun kondisi pasar saat itu belum matang,’ tutur putra pertama dari enam bersaudara ini.

Page 55: Aien Hisyam

Bermodal Notebook

Keinginan itu ia wujudkan dengan mendirikan perusahaan PT Primatama Quantumjaya. Perusahaan itu berkantor di sebuah ruangan eks kamar pembantu di rumah calon mertuanya. Kala itu ia hanya ditemani seorang office boy. ‘Saat itu modal awal saya adalah sebuah sepeda motor, yang saya miliki selama saya bekerja di BCA dan Indonusa,’ tutur penggemar biliar ini. Oleh karena alat utama seorang programer adalah sebuah PC atau notebook, maka sepeda motor itu pun ia jual dan dibelikan sebuah Notebook 486.

Usaha gigih Asep mulai menunjukkan hasil. Perlahan-lahan satu per satu klien ia dapatkan. ‘Saya menggunakan strategi pemasaran dari mulut ke mulut,’ katanya. Asep mengaku pasar yang dibidik adalah bidang manufaktur. Ini sesuai dengan pengalamannya semasa bekerja di Indonusa. Akan tetapi, dalam perjalanannya, pasar bisnis Asep melebar hingga ke kalangan universitas, perusahaan konsultan, kantor-kantor pemerintahan, koperasi, dan berbagai bidang usaha lainnya. Asep mengkhususkan pasarnya pada customized software. Bagi Asep, pola seperti ini justru yang lebih efektif dan tepat sasaran, khususnya untuk pasar Jawa Timur yang relatif masih awam dengan dunia TI. ‘Kerja kami ibarat tukang jahit. Jadi, disesuaikan dengan permintaan klien,’ jelasnya.

Strategi pemasaran ini bukan tanpa perhitungan. Menurut dia, merujuk pada sebuah riset, hampir 75% investasi TI gagal karena semua produknya dianggap siap pakai, termasuk produk dari vendor kelas dunia sekalipun. Padahal dalam prakteknya tidak demikian. ‘Perlu persiapan yang cukup matang dari sisi internal calon pemakai,’ papar Asep.

Sekian waktu berjalan, ternyata Asep kewalahan juga melayani pasar Jawa Timur. Penyebabnya, tak banyak perusahaan yang seperti dia. Menurut Asep, di pasar Jawa Timur, tingkat persaingan untuk ready-made software sebenarnya sudah mulai ramai. Namun, kebanyakan dari mereka bisa dibilang underground, yakni dikerjakan oleh kalangan mahasiswa, pebisnis yang free lance, atau lembaga yang susah untuk dideteksi. Situasi semacam itu menyebabkan Asep merasa cukup berjaya. Asep mengaku, untuk pasar Jawa Timur, kini perusahaannya tidak bisa dipandang sebelah mata.

Setelah merasa cukup matang, pada 2000, Asep merasa sudah saatnya merambah ke luar Jawa Timur. Gayung pun bersambut. Sejumlah perusahaan ternyata berminat terhadap solusi yang ia tawarkan. Padahal, di luar Jawa Timur, Asep harus bersaing dengan pemain asing yang reputasinya cukup dikenal.

Berkompetisi dengan Asing

Salah satu pengalaman yang cukup membuat Asep percaya diri adalah ketika mendapatkan klien PT Kelian Equatorial Mining (KEM), di Kalimantan Timur. Di perusahaan yang termasuk Grup Rio Tinto ini, Asep berhasil menggeser peran konsultan asing dari Australia. ‘Sebelumnya pembuatan software yang sifatnya taylor-made itu selalu diberikan kepada perusahaan atau perorangan di Australia dan AS, dengan tarif jasa per orang per hari bisa US$1.000. Bahkan untuk konsultan dari AS bisa mencapai US$2.000,’ tutur Adhi Prasiddha Yoedo, salah seorang staf Asep yang memimpin proyek di KEM tersebut.

Page 56: Aien Hisyam

Saat pertama kali masuk ke KEM, menurut Adhi, memang tidak mudah. Sebagai uji coba, Asep dan timnya diberi pekerjaan yang cukup sulit. Papar Asep, ‘Kami diminta membongkar sebuah software pertambangan, Modular Mining System buatan perusahaan software dari Arizona, AS, yang berfungsi untuk melakukan tracking via GPS. Melalui software ini bisa dilacak berapa kendaraan berat yang ada di tambang terbuka, berapa ton batuan yang diangkut, berapa sisa oli, solar, minyak yang ada di kendaraan tersebut, dan sebagainya. Ini mirip sistem telemetri pada mobil F-1, di mana setiap detik informasi tentang keadaan mobil dikirimkan ke sebuah pusat data.’

Pihak KEM menilai Asep dan timnya lolos ujian. ‘Kualitas hasil kerja kami dianggap setara dengan konsultan asing sebelumnya, tetapi biayanya sangat murah. Tarif per orang per hari kami hanya Rp1 juta, yang jika dikurs hanya US$110-an,’ ungkap Asep. Padahal, lanjut dia, biaya ini adalah yang terbesar yang pernah diajukannya. Asep mengaku bahwa penerimaan terbesar tahun 2002 datang dari KEM.

Pengalaman dengan KEM membuat dirinya makin yakin menghadapi AFTA. Menurut Asep, sepandai-pandainya perusahaan asing yang akan masuk ke Indonesia, mereka pasti membutuhkan mitra lokal. ‘SAP, Oracle, Microsoft, Lotus, dan yang lainnya selalu membutuhkan mitra lokal untuk menangani pasarnya. Apalagi produk kami murni customized. Kami datang ke klien tidak dengan software yang sudah jadi, tetapi dengan bekal pengalaman. Jadi, kami dengarkan apa maunya klien,’ jelas pria kelahiran Garut, 32 tahun yang silam itu.

Asep bertutur, pernah ada kliennya yang menggunakan empat modul perangkat lunak buatan asing seharga Rp20 miliar. Namun, selama dua tahun mencoba, hasilnya ternyata tidak maksimal. Lantaran kecewa dengan produk asing tersebut, mereka pun memutuskan untuk mencoba produk buatan Asep yang harganya cuma Rp60 juta. Ternyata ini malah berhasil.

Pengalaman tersebut membuat Asep makin yakin bahwa dirinya siap bersaing dengan berbagai pihak, termasuk pemain asing. Asep pun cukup puas dengan kinerjanya selama ini. Hal itu setidaknya bisa dilihat dari penawaran berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta. ‘Kalau dulu kami yang menjemput bola, kini mereka datang ke kami,’ ujar pria yang mengaku belajar berdagang dari sang nenek ini. Nilai proyeknya kini mulai dari Rp30 juta sampai Rp250 juta, dengan lama kerja 3-12 bulan. ‘Padahal ketika pertama kali mendapat proyek, nilainya cuma Rp750.000. Itu pun dikerjakan selama tiga bulan,’ kenangnya.

Ingin Seperti Sigma

Meski drop out kuliah, Asep terus menimba ilmu melalui berbagai cara. Ia belajar dari sang istri yang bekerja sebagai konsultan psikologi dan sedang menempuh program magister di Universitas Airlangga, Surabaya. Di samping itu, Asep juga menggali ilmu dari berbagai bahan bacaan. Cara seperti ini pun ia terapkan pada 18 karyawannya. ‘Bagi saya, karyawan adalah investasi,’ tutur pria yang mengaku tak pernah memecat karyawan ini.

Lewat investasi itulah Asep yakin akan memperoleh sumber daya yang makin berkualitas dan lebih bisa bersaing di bisnis tersebut. Dalam bayangan Asep, selama 10-20 tahun ke depan, ia bakal membesarkan bisnisnya menjadi sekelas PT Sigma Cipta Caraka dengan Bali Camp-nya.

Page 57: Aien Hisyam

‘Saya ingin ada Surabaya Camp,’ cetusnya. Asep mengaku, ia menjadikan Toto Sugiri, pendiri Bali Camp, sebagai tokoh idola. ‘Saya senang gayanya,’ ucap dia.

Visi

Menjadi salah satu perusahaan taylormade software yang diperhitungkan secara nasional dan internasional, dengan memberikan perangkat lunak yang fit, on time and on cost, free error, dan free misperception.

MisiBerkomitmen untuk selalu meng-update teknologi terbaruBersama-sama klien mewujudkan cita-citanya dengan motto: take it and profitAkan selalu menjaga dan memelihara kompetensi di bidang software engineering serta transisi teknologi dalam jangka panjang.

FilosofiEvery body must be happy. Maksudnya, dalam proses kerja, semua pihak, baik klien ampun karyawan, harus bahagia

TantanganPersaingan global dalam bisnis TI seiring berlakunya AFTA 2003. Perusahaan dengan image dan modal kuat merupakan ancaman yang cukup berat.State of the art technology. Menghadapi tuntutan pasar, maka update pengetahuan secara terus menerus adalah suatu keharusan dalam bidang yang sangat bergantung pada perkembangan teknologi yang luar biasa.Kematangan pasar sebagai ladang bisnis yang relatif baru.Strategi Terus menerus meng-update pengetahuan melalui buku, internet, yang dilakukan di kantor pada waktu senggang, serta presentasi rutin yang diberikan oleh karyawan sendiri secara bergantian.Memberikan value added adalah suatu keharusan. Dalam penawaran dan tiap presentasi, selalu mencoba menawarkan perangkat lunak yang murah (tren perangkat lunak yang open source), legal (selalu menggunakan perangkat lunak yang legal dalam men-develop dan menawarkannya kepada klien), serta andal (memberikan sistem solusi yang dapat diandalkan dalam kurun waktu yang panjang).Inovasi berkelanjutan dalam produk, pemasaran, serta pemberian harga.

ProdukContract Software Development. Pembuatan perangkat lunak yang disesuaikan dengan spsifikasi sistem yang dikehendaki klien.Outsourcing Software Development. Pembuatan perangkat lunak yang dilaksanakan bersama-sama dengan klien.Outplacement Software Development. Pembuatan perangkat lunak yang dilaksanakan oleh tim dari PT Primatama Quantumjaya dan dengan menempatkan mereka di tempat klien untuk jangka waktu tertentu.

sumber :wartaekonomi

Wayan Sandiada

Page 58: Aien Hisyam

S.E Di Antara Bank dan Ekonomi Kerakyatan

Kecil itu indah. Bagi Wayan Sandiada, S.E, kecil itu juga menantang. Kehidupannya sebagai ”masyarakat kecil” sejak awal penuh tantangan. Lahir dari orangtua yang notabene pengusaha kecil-kecilan (pembuat tahu-red.) dan dibesarkan bersama tujuh saudaranya, tantangan demi tantangan dirasakan Sandiada. Toh, semuanya terlewati. Pendidikan dapat diselesaikan bersama ketujuh saudaranya.Setelah menyelesaikan pendidikannya, selama bertahun-tahun pria kelahiran Sampalan Kelod, Klungkung itu akhirnya menekuni pekerjaannya di bank. Kenyang dengan pengalaman sebagai pekerja, akhirnya Sandiada tampil di puncak manajemen, sebagai Pimpinan BPR Bukit Penulisan Cabang Badung di Pasar Kerobokan, Kuta.

Ketika berbincang-bincang dengan Bisnis Bali, ayah tiga anak ini mengaku sudah cukup memiliki pengalaman bidang ekonomi melalui dunia perbankan.

Awalnya, setelah menyelesaikan studinya di Fakultas Ekonomi Undiknas Denpasar dia bekerja di Bank Perniagaan Umum (BPU) Cabang Klungkung selama dua tahun dimulai tahun 1986 sampai dengan 1989 sebagai petugas penggalian dana.

Selanjutnya tahun 1993 dia dipindahkan ke BPU Denpasar tahun 1998 dan dalam perjalanan di dunia perbankan, BPU berubah status menjadi Bank Komersil yang bisa bertahan hanya setahun kemudian kembali berubah status menjadi Bank Nusa pada tahun 2000. Bank Nusa akhirnya merger dan Sandiada keluar dengan hormat untuk istirahat selama satu tahun sampai dengan tahun 2001.

Perjalanan hidup memang tidak bisa diterka. Mulai awal tahun 2002 Sandiada diterima bekerja di sebuah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bukit Penulisan yang beroperasi di Seririt Buleleng.

Alhasil, lanjut Sandiada, BPR Bukit Penulisan telah berhasil membuka satu cabang baru yakni BPR Bukit Penulisan Cabang Badung per 9 Desember 2002 di Kerobokan Kuta.

”Akhirnya, saya dipercayakan oleh owner BPR Bukit Penulisan Cabang Badung untuk memimpin sekaligus mengendalikan operasionalnya dalam upaya membantu pemerintah meningkatkan ekonomi kerakyatan di lingkungan wilayah Kerobokan-Canggu dan sekitarnya,” jelasnya.

Menurutnya, selama 10 tahun bekerja di dunia perbankan cukup banyak pengalaman yang dimiliki, suka dan dukanya. Sukanya, lanjut Sandiada, bisa membantu masyarakat pengusaha kecil dan masyarakat biasa dalam pemberian tambahan modal berbentuk kredit.

Sedangkan, dukanya menangani kredit bermasalah atau kredit macet yang pada akhirnya selama ini selalu bisa diselesaikan secara kekeluargaan dengan gamblang.

Dikatakan, dalam penyelesaian kredit bermasalah, seni manajemen seorang pimpinan perbankan harus dikuasai untuk mencapai hasil yang optimal saling menguntungkan terhadap penanganan kredit bermasalah.

Page 59: Aien Hisyam

Bisa saja diselesaikan secara hukum dengan tuntas, prosesnya cukup lama dan biayanya pun cukup tinggi atau tidak sedikit anggaran bank dikeluarkan hanya untuk menyelesaikan kredit bermasalah lewat jalur hukum.

Namun, penyelesaian kredit bermasalah secara kekeluargaan dengan seni manajemen dapat diselesaikan tuntas, biaya dan waktu yang dihabiskan relatif kecil tidak sebanding dengan biaya pennyelesaian lewat jalur hukum. ”Dan bank dengan nasabah bermasalah pun akhirnya masih menjadi hubungan baik,” tandas Sandiada.

sumber : bisnis bali

H. Ikrom Ke Amerika Bersama Tempe

Bermodal awal Rp 500 ribu, Haji Ikrom mampu memasarkan keripik tempenya hingga ke Amerika Serikat. Kini, omzetnya Rp 4 juta per hari.

Lutfi Yusniar dan Winuranto Adhi (Malang)

”KALAU Anda ke Malang, jangan lupa beli keripik tempe.” Pesan singkat dari mulut ke mulut itulah yang membuat Haji Ikrom tak menyangka kalau keripik tempe Abadi-nya bisa melanglang buana hingga ke Amerika Serikat. Ia pun semakin percaya diri untuk terus mengembangkan bisnis yang telah dirintis bersama istrinya sejak tahun 1970.

Cerita soal keripik tempe sampai ke Negeri Abang Sam itu berawal dari surat PT Fajar Jaya di Jakarta yang ditujukan kepada Ikrom pada 1997 lalu. Dalam suratnya, pimpinan Fajar Jaya melampirkan surat dari koleganya di Amerika yang ingin mencari info tentang keripik tempe Abadi. Si kolega ini mengaku kesengsem dengan produk Ikrom ketika ia berkunjung ke Malang beberapa ta-hun sebelumnya.Kemudian, pihak Fajar Jaya menemui Ikrom dan memintanya untuk mengekspor keripik tempe ke Amerika. Awalnya, pengiriman produk hanya berkisar 50 kilogram saja. Namun, lama-kelamaan permintaan meningkat hingga 150 kilogram tiap kali kirim. Dus, hingga kini, urusan ekspor sepenuhnya ditangani Fajar Jaya. Permintaan pengiriman minimal dua bulan sekali. Nilainya sudah mencapai ratusan juta rupiah.Kisah sukses lain dari Ikrom adalah tatkala pro-duknya masuk dalam buku panduan hotel-hotel papan atas di Kota Malang sebagai camilan berkelas. Tak jarang pihak hotel membawa tamu-tamunya berkunjung ke outlet Abadi di kawasan Ciliwung karena ingin membeli keripik tempe sebagai oleh-oleh. ”Tak hanya wisatawan domestik, tapi juga dari mancanegara,” ujar kakek delapan cucu yang kini berusia sekitar 80 tahun ini.

PENSIUNAN TENTARA Prestasi itulah yang menjadikan namanya terkenal dan masuk dalam deretan pengusaha terkemuka di Malang. Namun, tetap saja ada kisah sedih, tatkala ia ditipu salah satu agen di Jakarta pada 1985. Kerugiannya sekitar Rp 100 juta rupiah. Toh, semua itu dilakoni Ikrom dengan tabah, dianggap sebagai salah satu ujian.

Yang pasti, hanya sedikit yang tahu kalau ia pensiunan tentara berpangkat terakhir peltu (pembantu letnan satu) dari kesatuan Korem 083 Baladhika Jaya Malang. Empat tahun

Page 60: Aien Hisyam

menjelang pensiun, ia sudah ancang-ancang, mencari usaha yang bisa menghidupi istri dan keempat anaknya selain dari uang pensiunan. Karena di lingkungannya banyak produsen tempe, akhirnya ia mencoba membuat keripik tempe.

Ikrom bersama istrinya (almarhumah) Sumiatun bahu-membahu mengembangkan usaha dengan modal awal Rp 500 ribu. Merek Abadi merupakan ide ayah mertuanya, S.M. Tohir, bekas agen koran Abadi yang dibredel pemerintah. Produksi pertamanya sekitar 5 kilogram. Itu pun yang 1 kilogram dibagi-bagikan ke tetangganya, untuk mencari tahu tingkat kelezatan keripik tempe buatan sang istri.

Setelah rasanya dinyatakan yahud, layak jual, Ikrom mulai berani memasarkan produknya. Selepas zuhur, dengan diantar becak, ia menuju ke pasar, toko-toko, dan rumah-rumah makan untuk menitipkan keripik. Menjelang magrib baru ia pulang ke rumah. Lalu, setiap hari Minggu, Ikrom memasarkan keripik ke Surabaya. Itu dilakukan terus-menerus hingga pasarnya berkembang sampai ke Jakarta dan Bali.

PER HARI 6 KUINTAL Sebagai manusia, Ikrom tetap saja tidak puas dengan hasil yang diperoleh. Ia terus berkreasi sehingga terciptalah produk selain keripik tempe: mulai dari keripik nangka, bayam, apel, salak, belut, hingga bekicot. Kini, produknya itu tertata rapi di etalase outlet-nya. Harga yang dipatok pun tergolong murah, dari Rp 4.000 untuk keripik bayam hingga Rp 10.500 untuk keripik tempe spesial berukuran 500 gram.

Meski demikian, kata pengurus takmir masjid di kampungnya itu, keripik dari aneka macam bahan tersebut hanyalah variasi saja. Produk utamanya tetap keripik tempe yang rata-rata volume produksinya mencapai 6 kuintal per hari. Sedangkan omzetnya mencapai Rp 3-4 juta per hari. Omzet ini akan naik pesat pada hari raya dan musim liburan. Seperti Lebaran tahun kemarin, ruas jalan di depan outlet Ikrom macet total dipenuhi mobil-mobil para pemudik yang hendak menyerbu keripik Abadi. Luar biasa bukan?

Kini, outlet Haji Ikrom kelihatan bersih dan rapi. Ruangan yang menebar aroma wangi itu berlantai putih mengilat. Di etalase, berjajar rapi berbagai jenis keripik. Karyawannya pun membengkak menjadi 17 orang, 8 orang bagian penggorengan, 3 orang bagian pembungkusan, 4 orang bagian pengirisan, dan 2 orang bertindak sebagai tenaga pengantar atau pemasaran. Bukan itu saja. Bahan baku yang berupa tempe mentah itu telah diproduksi sendiri di salah satu rumah Haji Ikrom di Jalan Batu Bara 87, Malang.

Dan, yang membuat mantan tentara ini bangga, peralatan pembuat tempe keripik di perusahaan Abadi ini tidaklah tradisional lagi. Bila dulu tempe diiris secara manual, kini dengan mesin otomatis. Dulu mereka menggoreng dengan bantuan kompor minyak tanah, kini dengan kompor gas. Dalam pembuatan tempe, sekarang ada mesin khusus untuk mengupas kulit kedelai, tak lagi dengan cara diinjak-injak.

Begitu pun untuk menutup plastik kemasan, tidak menggunakan lilin lagi, tapi dengan alat pres tersendiri. Karena itu, kemasannya lebih rapi. Tak heran jika banyak pejabat Kota Malang

Page 61: Aien Hisyam

menjadi pelanggan tetapnya. Sekarang, Haji Ikrom tinggal menuai buah kerja kerasnya merintis usaha keripik tempe yang kini dikelola keempat anaknya.

sumber : majalah trust

Jatuh Bangun Raja Bisnis Taman Bermain

Rahmat Sutiono memang ‘’keras kepala’’. Walaupun pundi-pundi uang telah berhasil dia kumpulkan dari perusahaan distribusi oli miliknya, tak lantas menghapuskan obsesinya menjalankan bisnis taman bermain. Bahkan, sebagian keuntungan sebagai pengusaha penyalur minyak pelumas itu, ia benamkan untuk membangun areal taman hiburan.

‘’Saya memang terobsesi membangun taman bermain,’’ akunya. Entah apa yang menjadi latar belakang hasratnya menekuni bisnis taman bermain, Yang jelas, kini taman bermainnya tak kalah derasnya mengalirkan uang dibanding usahanya sebagai distributor oli yang telah lebih dulu dijalaninya.

Namun, semuanya tak digapai dengan mudah. Rahmat merasakan betul jatuh bangun membangun taman bermain. Awalnya, memang langsung menjanjikan. Bisnis taman bermain yang ia dirikan pada awal tahun 1980-an dibangun di Supermarket King’s, Jakarta, di bawah bendera PT Eselsindo. ‘’Modalnya cukup besar,’’ ujarnya. Walupun enggan menyebutkan angka pastinya, belasan juta rupiah harus ia keluarkan untuk mendatangkan peralatan impor yang semuanya dijalankan oleh mesin.

Ibarat mimpi, taman hiburan milik Rahmat yang praktis hanya memiliki pesaing taman hiburan kelas pasar malam ini, langsung melesat pertumbuhannya. Hanya dalam tempo kurang dari lima tahun saja, ia berhasil membangun 20 cabang taman bermain di beberap mal.’’Saya yang pertama kali mempopulerkan mainan dengan sistem koin,’’ akunya dengan bangga. Ia memang membangun areal hiburan dengan peralatan bermain yang dijalankan dengan sistem koin. Usaha bisnis taman bermainnya tambah menggurita, tak lepas dari kerjasamanya dengan toko swalayan Golden Truly. Di toko swalayan milik Sudwikatmono itulah, taman bermain miliknya laris dikunjungi keluarga.

Walaupun telah laris, segmen masyarakat bawah pun ia garap. Saban minggu ia mendapatkan order untuk ‘’manggung’’ di pasar malam.’’Untuk tambahan menutup modal,’’ jelasnya. Karena pesaingnya hanya mainan yang digerakkan dengan tangan, maka mesin bermainnya selalu diperebutkan pengunjung.

Rakmat mengira semuanya akan berjalan mulus. Sampai datanglah waktu yang naas buat dirinya. Grup Jaya membangun pusat taman bermain terbesar yakni Dunia Fantasi (Dufan). Pengunjung dari kelas menengah atas tersedot mengunjungi taman bermain milik Ciputra ini.’’ Saya bangkrut,’’ tuturnya. Obsesinya untuk membangun pusat taman bermain terbesar, lanjutnya, malah telah didahului dengan kehadiran Dufan.

Namun, sifat ‘’keras kepala’’ Rahmat jugalah yang membuat ia tetap keukeuh menjalankan bisnis taman bermain, dan memulainya sekitar tahun 1996. Lagi-lagi Ia kembali jatuh, ketika huru-hara melanda Jakarta pada tahun 1998. Peralatan sarana bermain miliknya ikut hancur

Page 62: Aien Hisyam

dijarah massa. Ia pun harus rela kehilangan mitra kerja yang menarik diri dari bisnis taman bermain.

Tak kapok, ia pun mencoba lagi. Pada tahun 1999, dengan modal dari bisnis oli dan pembayaran klaim asuransi, Rahmat kembali membangun usahanya dari awal. Dengan bendera Funworld Prima, ia menjadi pemilik satu-satunya sarana bermain yang tetap mengandalkan mesin bermain dari koin. ”Kami mendapat kesempatan buka di Mal Metropolitan, Bekasi,” ujar Rahmat.Areal bermain yang menghabiskan dana satu miliar rupiah lebih itu merupakan sebuah arena bermain seluas 4.000 m2. Kali ini ia menuai sukses. Arena bermain ini setiap bulan dikunjungi tak kurang dari 15.000 orang dan meraih pemasukan ratusan juta rupiah setiap bulannya. Sukses di Mal Metropolitan, order membuat arena bermain pun berdatangan. Kini, Funworld menguasai hampir semua arena bermain di mal-mal besar di Jakarta dan Bandung. Sebut saja Mal Pondok Indah, Plaza Atrium, Cempaka Mas, King Shopping Centre, Mal Taman Anggrek, sampai Bandung Supermal yang disebut-sebut sebagai pusat belanja termewah di Asia. Arena bermain yang didirikan Rahmat tak pernah sepi dari pengunjung. ”Pengunjung lumayan ramai. Apalagi kalau hari libur, bisa naik sampai 150%,” katanya.

Tak hanya di mal-mal, Rahmat juga menjalin kerja sama dengan sejumlah pengembang besar macam Duta Pertiwi serta Pujiadi Prestige untuk membuka arena bermain di perumahan-perumahan mewah yang mereka bangun. Di antaranya Kota Wisata dan Kota Bunga. Bahkan, tahun lalu Funworld mengembangkan sayapnya ke kota Balikpapan. ”Dengan Sinar Mas, kami menggarap amusement park outdoor seluas dua hektare,” ujar Rahmat.

Dengan memperkerjakan lebih dari 200 orang, arena bermain yang digeluti Rahmat boleh dibilang sukses. Ia layak dinobatkan sebagai Raja Taman Bermain.

sumber : kadin

Mulyono Pengusaha BatuSukses Berkat Uluran Tangan si Bule

Mungkin tak terbayang sedikitpun di benak Mulyono (46), hidupnya bisa sesukses sekarang. Selain mempunyai beberapa truk, juga memiliki 21 unit mesin pemotong batu serta mempunyai 84 karyawan. Semua ini berkat usahanya sebagai eksportir batu yang dirintis sendiri. Batu buatannya menembus pasar Amerika dan negara-negara di Eropa“Saya tak membayangkan seperti sekarang ini. Saya ini hanya lulusan SD karena bapak tak punya biaya untuk menyekolahkan saya. Bapak hanya bilang, yang penting saya bisa baca tulis,” tuturnya mengenang.Jelas, Mulyono kecil terlihat merana ketika ayahnya memberitahu dirinya tak perlu sekolah lagi. Yang dilakukan hanyalah main dan bermain dengan anak-anak sedesanya di lingkungan Sambirejo, Prambanan, Sleman, kawasan yang tandus. Namun, justru dari bermain inilah Mulyono belajar dari lingkungan.Ia melihat banyak warga desa yang rame-rame membuat patung atau meja dari batu untuk dijual. Di sinilah pikirannya terbesit untuk belajar membuat patung atau barang apapun yang terbuat dari batu untuk dijual. Mulailah Mulyono bergabung dengan salah satu pengrajin sebagai buruh.Di situ, Mulyono tak hanya sebagai buruh saja yang hanya mengangkat batu, tapi juga mempelajari bagaimana memilih batu yang layak diolah hingga memotong batu sesuai sifat dan kontur batu, serta bagaimana memasarkannya. Kegiatan ini dijalani selama lima tahun.

Page 63: Aien Hisyam

Merasa sudah cukup pengalaman, Mulyono memutuskan untuk berusaha sendiri. ”Saya ingin bisa usaha sendiri untuk memperbaiki nasib,” ujarnya pendek.Pada tahun 1976 itulah di saat usianya menginjak 17 tahun, Mulyono merintis usaha yang bergerak di bidang batu dengan mendirikan UD Batu Mukti.Awalnya, dirinya hanya sebagai penyedia bahan saja. Dengan modal seadanya, ia mencari dan membeli batu-batu kapur yang berwarna putih, kuning dan oranye itu yang banyak tersedia di daerahnya. Batu-batu itu dipotong-potong secara manual yang lantas dijual ke pengrajin ukir batu.“Saya potong sendiri batu-batu itu dengan kampak atau gergaji, saya kerjakan hingga larut malam,” katanya. Meski hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, usaha Mulyono dalam bidang perbatuan tetap berjalan sampai akhirnya munculnya seorang bule dari Amerika. Orang asing yang dia lupa namanya itu datang dan langsung memesan kepingan batu dengan jumlah banyak.“Saya sampai geleng-geleng kepala mendengar begitu banyak pesanan. Saya katakan, mungkin saya tak bisa memenuhi pesanannya yang begitu banyak itu, karena tenaga kerja saya sedikit dan dikerjakan secara manual,” cerita Mulyono.Mendengar jawabannya itu, orang Amerika ini lantas memberi uang pada dirinya sejumlah Rp 5,5 juta untuk membeli 1 unit mesin pemotong batu.Tentu saja Mulyono terperangah, karena uang sebesar itu nilainya besar sekali pada tahun 1992. Dengan uang ini, dia membeli 1 unit pemotong batu dan mulai mengerjakan pesanannya itu.

Maju PesatSejak saat itulah usahanya maju pesat, menyusul banyaknya pesanan yang datang baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Ia pun mesti harus mencari tambahaan bahan baku batu ke daerah lain seperti di Gunung Kidul ataupun Magelang, karena batu dari sekitar Sleman tak bisa memenuhi kebutuhan.Tak hanya itu, ia juga merekrut tenaga kerja dan membeli beberapa unit mesin potong batu serta truk.Kini Mulyono memiliki 21 unit mesin pemotong batu, dua unit truk, dan mempekerjakan 84 orang. Para karyawan ini dibayar antara Rp. 17,5 ribu hingga Rp. 25 ribu/hari.“Yang jelas mereka menerima upah di atas UMR yang ditetapkan pemerintah provinsi DIY yang hanya Rp. 430 ribu/bulan,” katanya bangga. Produksi UD Batu Mukti ini di antaranya meliputi tegel yang dipakai untuk dekorasi rumah maupun untuk dasar kolam renang itu banyak disukai konsumen di luar negeri.Produknya itu kini juga dipasarkan ke Amerika Serikat, Jerman, Malaysia, Singapura, Spanyol dan Prancis, “ Orang-orang dari Eropa lebih suka model yang natural atau atasnya dibuat kasar. Sedangkan orang Asia suka yang ditatah halus seperti marmer,” kata Mulyono.Berkat kegigihan Mulyono yang notabene lulusan SD ini, perusahaannya bisa memproduksi sekitar 1.000 meter persegi perbulannya. Setiap 30 meter persegi, rata-rata ia jual dengan harga Rp 2 jute, jika dirata-rata kini mempunyai penghasilan sebesar Rp. 20 juta perbulan.

Sinar Harapan 2003

Alat Pijat Buatan Eko SuparnoDiminati Banyak Negara

Pepatah lama di mana ada kemauan di situ ada jalan, barang kali cocok buat menggambarkan perjalanan hidup Eno Suparno, seorang perajin alat pijat kesehatan yang kini terbilang sukses. Eno menyulap limbah kayu menjadi barang yang bernilai dan

Page 64: Aien Hisyam

berharga.“Banyak orang menilai limbah kayu tak bisa dimanfaatkan dan hanya untuk kayu bakar.Tapi, bagi saya setiap potongan kecil kayu sangat bernilai dan bisa menghasilkan uang,” kata Pak Eno, begitu ia kerap disapa, ketika SH mengunjungi tempat tinggal yang sekaligus digunakan sebagai gudang penyimpan hasil produksi di Kompleks Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, baru–baru ini.Pada tahun 1968, Eko berangkat dari kampung halamannya di Ciamis, Jawa Barat dengan tujuaningin merubah nasib hidup di Jakarta. Ketika itu, di benak Eko tidak pernah terbersit ingin menjadi seorang perajin alat pijat refleksi dengan bahan limbah kayu. Ia mengaku sebelum menjadi perajin, ia sempat kerja serabutan. Ia pernah menjadi sales obat–obatan.Eko bercerita, ketika sedang berada di gudang milik majikannya, pada tahun 1981, ia mengambil potongan gagang pengepel lantai yang terbuat dari kayu. Lalu, dengan pisau cutter kayu tersebut dipotong dan dihaluskan ujungnya untuk alat pijat. Hasil karya yang tidak sengaja ini diminati teman–temannya.Mengetahui ternyata dapat menghasilkan uang, gagang kayu pengepel itu kemudian dipotong kecil-kecil menjadi beberapa potong dan diubahnya menjadi alat pijat sederhana. “Waktu itu harganya saya jual Rp 3.000 satu biji,” kenang Eno.Menyadari keterbatasan yang dimilikinya—hanya mengandalkan gergaji dan pisau cutter—dalam mengolah potongan-potongan kayu yang dikumpulkannya dari geletakan di pinggir jalan atau sisa-sisa pekerjaan di pabrik meubel, memaksanya untuk memiliki mesin yang dapat mempermudah pekerjaan. Persoalannya uang untuk membeli mesin tidak ada.Ide muncul, Eko menyulap sebuah mesin jahit menjadi mesin bubut sederhana yang mengandalkan dinamo sebagai sumber tenaganya. Dari mesin itu pula berbagai bentuk alat bantu pijat yang terbuat dari kayu kemudian tercipta.Tahun demi tahun usahanya terus menunjukkan peningkatan. Pada tahun 1995, alat pijat buatannya sudah diminati pembeli dari luar negeri seperti Singapura, Brunei, Cina, meskipun sebenarnya ia menyebut dirinya bukan pengekspor.

Menuai HasilSekarang, setelah 14 tahun berlalu, Eno benar-benar telah menuai hasil dari kerja keras, kesabaran dan keuletannya. “Saya sekarang main di pameran, Mas. Kalau soal pemasaran sudah tidak saya pusingkan lagi,” tuturnya bangga.Maklum, karyanya saat ini banyak dipesan dan dipajang di pasar swalayan. Ambil contoh seperti Roxi Mas, Mangga Dua, Gramedia, Tangerang secara rutin setiap dua minggu atau sekali sebulan order pesanan baru. “Setidaknya ribuan barang setiap bulan mas dengan sekitar 50 jenis atau bentuk. Coba bayangkan dengan jumlah sebsar itu di kali harga barang setiap biji antara Rp 10.000 sampai Rp 75.000,” kata Eno.Untuk memenuhi pesanan sebanyak dan sebesar itu tentu tidak mudah dan membutuhkan tenaga atau pekerja. Untuk mengembangkan usahanya, Eno kini dibantu oleh delapan karyawan yang direkrutnya di sekitar lingkungan tempat tinggalnya atau tetangganya. Selain itu, kwalitas dan kepuasan pembeli adalah prisnsip yang harus diutamakan. Oleh kaerna itu semua bentuk yang diciptakan harus praktis dan punya fungsi atau kegunaan. Untuk hal tersebut Eno mengaku bekerjasama dengan tukang pijat refleksi. “Kalau malam, udah keluar ide di otak, suka kepingin cepat-cepat pagi melihat bagaimana jadinya,” Eno menceritakan pengalamannya.Kesuksesan di penjualan atau pemasaran bahkan juga diikuti dengan kesuksesan pemeran dan menjuarai perlombaan-perlombaan sejenis di lima tahun terakhir, sejak dirinya menjadi binaan PKK maupun Dinas Perindustrian dan Perdagangan DKI Jakarta.Beberapa perlombaan pameran yang pernah dimenangkannya antara lain Tahun 2003 juara II se-Jakarta Timur sebagai pengolah Limbah. Kemudian pada tahun yang sama menjadi produk unggulan perekonomian se-Jakarta Timur.Tahun 2004 menjuarai tingkat PPK se-DKI mewakili Jakarta Timur. Bahkan pada Agustus 2003,

Page 65: Aien Hisyam

Eno mengatakan karyanya pernah ikut ke jerman yang dibawa oleh Dinas Koperasi. Singkat kata, kejuaran dan perlombaan ini pulalah kemudian menjadikan karyanya begitu dekat di kalangan pejabat.“Alhamdulillah di pameran INACRAFT, dalam waktu lima hari saja saya mendapatkan lebih dari Rp 30 juta, Mas,” tambah Eno.Angka tiga puluh juta rupiah dalam lima hari tentu bukan angka kecil bagi seorang Eno. Apalagi uang sebesar itu berasal dari limbah kayu yang sebelumnya sama sekali tidak dilirik orang, namun olehnya berubah menjadi benda bermanfaat dan berharga. Bagi Eno, prinsipnya dalam mengolah kayu adalah jika kayu yang sudah samapai di rumah jangan sampai terbuang sekecil apapun karena bisa diolah menjadi uang“Boleh percaya boleh tidak, bahan bakunya itu cuma Rp 400.000 sampai Rp 500.000 per truk kecil dan tidak habis dalam dua tahun. Dengan kayu sebesar ibu jari sudah bisa diolah menjadi uang senilai Rp 10.000. Usaha ini benar-benar sumber intan bagi saya,” tuturnya puas.

Sinar Harapan 2003

H Mustofa, Pengusaha Sukses yang Buta Huruf

Maraknya pabrik pengecoran besi baja di Jawa Timur semakin memberi peluang bagus pada para pengusaha pemasok besi tua (besi bekas). Kebutuhan pabrik terhadap besi tua semakin besar, sehingga harga penjualan besi tua semakin bersaing.H. Mustofa, salah seorang pengusaha pemasok besi tua yang tinggal di Jl. Sidorame 30 Surabaya, mengatakan paling tidak saat ini dirinya memasok empat perusahaan pengecoran besi, yakni Hanil di Waru Sidoarjo, Ispatindo, Jatim Taman Steel, dan Maspion Grup.“Jika harganya cocok, saya langsung pasok besi tua untuk pabrik-pabrik itu. Terserah mereka minta berapa, akan saya penuhi,” kata H. Mustofa dengan logat Madura yang sangat kental.Untuk Pabrik Hanil saja, dirinya seminggu ditarget memasok 500 ton per minggu. “Kalau hanya minta 500 ton per minggu, mudah saya penuhi. Dua hari ini saja saya sudah memasok pabrik itu 300 ton. Jadi target 500 ton bisa saya penuh hanya dalam waktu 3 atau 4 hari saja,” kata H. Mustofa, yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Besi Tua Indonesia (Aspebi). Pasokan untuk 4 pabrik, lanjut Mustofa, bisa sampai 8.000 ton per bulan.Guna memenuhi target dari empat pabrik yang dipasoknya, H. Mustofa mempekerjakan tidak kurang dari 700 orang. Mereka disebar di hampir seluruh pelosok Indonesia, seperti di Jember, Semarang, Bandung, Samarinda, Sampit, Palu, Balikpapan, Ujung Pandang, Papua, NTBm dan NTT. “Setiap dua hari mereka mengirim besi tua dengan kontener menuju Tanjung Perak. Dari Tanjung Perak, langsung kami kirim ke pabrik. Jadi tidak perlu masuk gudang,” tandas bapak tiga anak ini.Dari para karyawannya, H Mustofa membeli besi tua tersebut dengan harga antara Rp 2.250 – 2.300/kg untuk jenis yang bagus. Untuk jenis di bawahnya, dibeli dengan harga Rp 2.000. harga tersebut sudah termasuk biaya transportasi sampai ke pabrik.Penjualan di pabrik pengecoran besi, H. Mustofa “hanya” mendapatkan keuntungan Rp 25-30/kg. Kalau dalam satu bulan rata-rata bisa memasok 8000 ton, berarti keuntungan yang didapatkan tiap bulan bisa mencapai Rp 200 juta lebih.

Tukang TimbangKeberanian H. Mustofa ini tidak terlepas dari pengalaman hidupnya yang panjang sehingga ia menjadi pengusaha besi tua yang terbilang cukup sukses. Saat remaja, dia hanyalah kuli angkat besi tua di tempat penampungan besi tua milik Padli, pamannya. Ketika pamannya mulai tua,

Page 66: Aien Hisyam

terpaksa ia harus mandiri dengan menjadi tukang timbang besi tua yang setiap hari mangkal di Jalan Sidorame, Surabaya.H. Mustofa ternyata tidak mau hidupnya hanya menjadi tukang timbang. Lewat keahliannya menaksir harga besi tua, ia nekat meminjam uang pada H. Kolik, pengusaha besi tua di daerah tersebut sebesar Rp 125 juta untuk membeli sebuah kapal perang bekas Pramasta pada tahun 1986. Ternyata, ia harus menanggung kerugian sebesar Rp 16 juta. Sebab ia meleset menaksir harga kapal tersebut.Bukannya kapok, kegagalan itu justru membuat semangat H. Mustofa semakin terlecut. Ia kembali pinjam uang ke H. Kolik untuk membeli kapal tangker dari Singapura. Ternyata penaksirannya kali ini cukup jitu, sehingga ia bisa meraup keuntungan Rp 4 juta.“Saya masih ingat saat mengawali karier sebagai pengusaha besi tua dengan membeli sebuah kapal yang karam di perairan Madura. Meski tidak tahu betul bentuk kapal yang karam itu, saya berani membelinya. Saya saat itu nekat. Jika berhasil mengangkat kapal, hasilnya sangat besar. Tetapi jika gagal, saya bisa rugi ratusan juta rupiah,” kata H. Mustofa, yang asli kelahiran Bangkalan, Madura, 30 Juni 1952 itu.Akhirnya nasib baik berpihak kepadanya karena kapal yang karam tersebut berhasil diangkatnya. Keuntungan yang sangat besar berada di depan mata.“Dari keuntungan penjualan besi kapal itulah membuat saya sampai saat ini menjadi pengusaha besi tua. Kalau saya hitung hingga saat ini sudah lebih dari 50 kapal yang pernah saya beli,” tambahnya.

Mencari Besi ke IrakSebagai orang yang memiliki naluri bisnis tinggi, H Mustofa tidak cepat puas dengan kondisi saat ini. Ia juga berpikir untuk melakukan ekstensifikasi pencarian besi tua sampai ke negeri Irak.“Saat perang Irak dua tahun lalu, saya sempat mengirimkan tiga orang anak buah saya ke Irak. Sebab saya melihat setelah serangan Tentara AS di Irak, dimana banyak gedung rusak, banyak menara-menara yang runtuh, menjadikan saya tertarik untuk membeli besi tua dari negara Arab tersebut,” katanya.Tetapi sayang, tambahnya, pihaknya kesulitan untuk melakukan pembelian besi tua di sana. Selain itu, perjalanan menuju laut sangat jauh, apalagi sarana dan prasarana transportasi di Irak sulit didapat. “Akhirnya saya batalkan, meskipun saat itu sudah saya siapkan dana yang cukup besar untuk membeli besi tua dari Irak,” jelasnya.Meskipun demikian, H. Mustofa mengaku tak kecewa, karena hal itu merupakan sebuah risiko dari seorang pengusaha. “Paling tidak, saya sudah menjalin hubungan dengan orang-orang di sana, sehingga suatu saat pasti ada manfaatnya,” tandasnya.Meski tergolong pengusaha yang cukup sukses, H. Mustofa terlihat sangat sederhana. Hampir semua urusan pekerjaan ia percayakan pada karyawannya, khususnya manajemen CV Sampurna. Sebab hingga saat ini, H. Mustofa mengaku buta huruf.“Sejak kecil saya hidup miskin, sehingga harus bekerja membantu orang tua. Jadi, sejak kecil saya tidak pernah sekolah, tidak pernah belajar membaca atau menulis. Saya ini buta huruf,” akunya dengan lugas.Meskipun demikian, ia berusaha agar anak-anaknya menjadi orang yang pandai dan sukses di bidang pendidikan dan bisnis. Karena itu, tiga anaknya selalu ia sekolahkan, tambahan bahasa asing dan berbagai kursus. Dalam waktu dekat, Lilik, salah seorang anaknya yang telah lulus S1 bidang hukum, akan melanjutkan pendidikan S2 bidang hukum di Belanda.Lantas, apa kunci H. Mustofa agar bisa menjadi pengusaha besi tua yang sukses? “Pengusaha

Page 67: Aien Hisyam

besi tua itu enak, karena sampai kapanpun besi tua selalu ada, tidak pernah mati. Meski buta huruf yang penting punya hati yang bersih, jujur, dapat dipercaya orang dan kalau perlu harus nekat dalam mengambil suatu keputusan,” kata H. Mustofa.Sinar Harapan 2003

LikeBe the first to like this page.

Comments»

1. RPM - February 18, 2008

wOW..amazing..Salut buat Bapak/Ibu..Tidak banyak yg bisa menggapai kesuksesan setelah mengalami jatuh bangun…bAgi Bapak/Ibu pengusaha yg membaca pesan ini..mhn pesan untuk kami para pemula yg juga terjun ke dunia bisnis agar kelak dapat seperti Bapak/Ibu….

Salam Hangat,Sukses selaluu….

Log in to Reply

2. bayu.an - August 19, 2008

luar biasa kang…inspiratif dan mencerahkan..

Log in to Reply

3. ikmal - October 16, 2008

wow…subhanalloh ALLOH MAHA KAYA….

semuanya rindho Nya yang Maha Kaya,…saya ingin menjadi penyalur penjual jajanan, cemilan & oleh2 di daerah jabodetabek & lampung bapak bapak pengusaha ada yang bisa bantu saya..demi cita cita sayaterima kasih

Ikmal – [email protected]

Log in to Reply

4. edie - November 11, 2008

Page 68: Aien Hisyam

saya akan berusaha menyusul sukses mereka,,,do a pembaca,,amiin

Log in to Reply

5. aji (Bangkalan) - October 21, 2009

saya sangat kagum sekali merenungi kegigihan bapak H. Mustofa yang buta huruf namun semangatnya pantang menyerah ………………………………….sukses buat bapak, kalau bapak berkenan ajari saya untuk menjadi pengusaha sukses seperti bapak…..amin

Log in to Reply

6. A.RAHMAN - January 22, 2011

minta alamat dan no hp h.mustofa yang di jakarta dong.saya mo belajar lebih banyak kpd beliau,thankshub/sms ke kontak saya ya082114480440

Log in to Reply

7. De2 - March 22, 2011

thanks ya…kalian telah menjadi sumber inspirasi ku…semoga aku bisa sukses spt kalian…AMIN

Log in to Reply

8. mtaufik s - April 22, 2011

Dengan hormat,

Mohon informasi no telpon/email dari H Mustofa, Surabaya, atas bantuannya diucapkan terima kasih.

Hormat kami,

m taufik s

Log in to Reply

Leave a Reply

Enter your comment here...

Page 69: Aien Hisyam

search

MUTIARA HARI INI

Jauhilah gaya hidup konsumtif, mulailah berinvestasi, hiduplah sederhana, jangan hamburkan uang untuk hal tak berguna

My Twitter :

@agusbipoz

Komentar

Kurnia rizky on Vocal

Erwin on Vocal

Page 70: Aien Hisyam

Heriberto Mccraven on Hady Mirza Menang…??? Ga…

Aldy artha on Vocal

Riku on Vocal

dewikitagawa on Vocal

merika on Vocal

UR Apriliany(Chacha)… on Nasyid dalam Bayang Pop   R…

ivan on Vocal

abdul maliki on Vocal

Recent Postso Dari Helm Jadi   Laptop o Bisnis Memang Lebih   Mengasyikkan o Mimpi Laskar   Pelangi o Winner vs   Loser o Enterpreneur   Coaching o Pidato Steve Jobs   3 o Pidato Steve Jobs   2 o Pidato Steve Jobs   1 o Who’s Your Real   Competitor? o Semangat Never Give   Up

Blog Sahabato ADIB o ADZAN W. JATMIKO o ANING HARMANTO o ANJAR PRIANDOYO o ARIFIN NOVARIADI o ASEP RAMDLAN o BADRONI YUZIRMAN o BAMBANG TRIWOKO o BAYU ART o DIAN SASTRO o EKO JUNE

Page 71: Aien Hisyam

o FAIF YUSUF o FATIH SYUHUD o FAUZI RAHMANTO o FUAD MUFTIE o FULLY o HADI KUNTORO o HANTIAR o HERRU MUPLA ADITIAR o IIM RUSYAMSI o IKHWAN SOPA o IPUL ANWAR o JAMES SASTROWIJOYO o NOFIE IMAN o NONO PRIATNO o NUKMAN LUTFHIE o ONO KARSONO o RAHMAT o RIZA HIDAYAT SYAH o ROMEL o RONNY FR o ROSIHAN o TEGUH SANTOSA o TUTUT VATY o WURYANANO

Linko andriewongso.com o chickgroups.com o detik.com o google.com o liriknasyid.com o tangandiatas.com o wirausaha.com o wordpress.com

Komunitas Bisnis TDA

Page 72: Aien Hisyam

More Photos

Jumlah Pengunjungo 93,229 hits

Tulisan Terataso Vocal o 10 Karakteristik Wirausahawan Andal o Nasyid o Musik o Sukses o Gathering TDA Bandung.. Dahsyat! o Kekuatan ANTRI sebagai Psy War dan Marketing o MuplA Tampil di Istora Jakarta o Profil o Album Ke-5 MuplA

a Archives Halaman

o Bisnis o Galeri o Karya o LOA o Musik o Nasyid o Profil o Sukses o Vocal

Metao Register o Log in o Entries RSS o Comments RSS o WordPress.com

Page 73: Aien Hisyam

Search for:

Feeds Full Comments

Theme: Regulus by Binary Moon. Blog at WordPress.com . Top

Follow

Follow “SENANDUNG CINTA”

Get every new post delivered to your Inbox.

Powered by WordPress.com

Enter your