AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

73
DETEKSI WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR PADA PEROKOK DAN NON PEROKOK DENGAN UJI SAKHARIN Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN DISUSUN OLEH Ahmad Muslim Hidayat Tamrin 1111103000091 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M

Transcript of AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

Page 1: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

DETEKSI WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR

PADA PEROKOK DAN NON PEROKOK DENGAN UJI

SAKHARIN

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

DISUSUN OLEH

Ahmad Muslim Hidayat Tamrin

1111103000091

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M

Page 2: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf
Page 3: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf
Page 4: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf
Page 5: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah

memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga selalu

tercurahkan kepada junjungan kita, Baginda Nabi Besar Rasulullah SAW, yang

telah menjadi contoh teladan bagi penulis dalam menjalankan kehidupan,

termasuk dalam menyelesaikan laporan ini. Laporan penelitian ini dapat

terselesaikan tepat pada waktunya karena adanya dukungan, bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin,Sp. And selaku Dekan FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan kepada penulis selama

menempuh pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Dokter atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan

di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Ibnu Harris Fadillah, Sp.THT-KL selaku pembimbing 1 yang telah

meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dari awal

melakukan penelitian hingga menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian

ini.

4. drg. Laifa Annisa Hendarrmin, Ph.D selaku pembimbing 2 yang telah

memberikan masukan dalam penulisan proposal penelitian dan telah

mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam

menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini.

5. dr. Flori Ratnasari, Ph.D selaku penanggung jawab modul riset yang selalu

memberikan arahan dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan

penelitian ini.

6. Teman-teman dan kerabat yang telah bersedia untuk mengikuti penelitian ini.

Page 6: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

vi

7. Perawat dan pegawai di RS THT Proklamasi BSD yang telah membantu

dalam proses pengambilan data.

8. Papa dan Mama, atas seluruh apa yang telah diberikan selama ini, yang

sungguh penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu. Namun yang selalu

teringat adalah doa dan nasihat dari beliau.

9. Ica, Lala, dan adinda Amma yang selalu menjadi penyemangat kakak untuk

menyelesaikan riset ini. Semoga kakak dapat menjadi contoh yang baik bagi

kalian semua.

10. Teman-teman satu kelompok penelitian, Andhika, Bimo, Dimas, dan Madina.

Terima kasih atas kerjasama, semangat pantang menyerah, serta dukungan

selama melakukan penelitian ini bersama-sama.

11. Teman-teman, kakak-kakak, dan adik-adik PSPD UIN yang tidak bisa penulis

sebutkan satu-persatu, terima kasih atas kebersamaan dan semangatnya dalam

menempuh dunia mahasiswa kedokteran ini.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan ritik dari berbagai

pihak. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga dapat bermanfaaat

dengan baik.

Ciputat, 15 September 2014

Penulis

Page 7: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

vii

ABSTRAK

Ahmad Muslim Hidayat Tamrin. Program Studi Pendidikan Dokter. Deteksi

Waktu Transportasi Mukosiliar antara Perokok dan Non Perokok dengan

Uji Sakharin.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu transportasi mukosiliar

pada perokok dan non perokok, perbedaannya, serta pengaruh derajat beratnya

merokok terhadap waktu transportasi mukosiliar. Metode: Penelitian ini

melibatkan 12 subjek penelitian yang dibagi rata menjadi dua kelompok, 6 pria

perokok dan non-perokok, sebagai kontrol. Seluruh subjek diwawancarai oleh

peneliti, dilakukan pemeriksaan fisik THT dan diuji waktu transportasi

mukosiliarnya dengan uji sakharin. Hasil: Rerata waktu transportasi mukosiliar

pada kelompok non-perokok yaitu 5,12 ± 1,39 menit dan 7,42 ± 2,16 menit pada

kelompok perokok. Didapatkan juga hasil rerata waktu transportasi mukosiliar

kelompok perokok ringan adalah 6,40 ± 1,84 menit dan 9,47 ± 7,54 menit pada

kelompok perokok berat. Namun karena kurangnya jumlah sampel pada penelitian

ini, tidak dapat dilakukan uji analitik statistik pada hasil tersebut. Kesimpulan:

Didapatkan perbedaan rerata waktu transportasi mukosiliar pada non perokok dan

perokok di mana waktu transportasi mukosiliar perokok lebih lambat (5,12 ± 1,39

menit pada non perokok dan 7,42 ± 2,16 menit pada perokok). Namun hasil ini

tidak dapat dianalisa secara statistik karena kurangnya jumlah sampel.

Kata kunci: merokok, waktu transportasi mukosiliar, uji sakharin.

ABSTRACT

Ahmad Muslim Hidayat Tamrin. Medical Education Study Program.

Detection of Mucociliary Transport Time in Smokers and Non Smokers with

Saccharin Test.

Objective: This study purpose to know about mucociliary transport time in

smokers and non smokers, the difference within the 2 groups, and the influence of

degree of smoking to mucociliary transport time. Methods: The study comprised

of 12 male subjects divided equally, 6 subjects in smokers group and 6 subjects in

non-smokers group, as a control group. All participants completed the interview,

ear-nose and throat physical examination and mucociliary transport time count

with saccharin test. Results: mean of mucociliary transport time in non smokers is

5,12 ± 1,39 minutes and 7,42 ± 2,16 minutes in smokers. mean of mucociliary

transport time in light smokers is 6,40 ± 1,84 minutes and 9,47 ± 7,54 minutes in

heavy smokers. But because the sample size is too little, we can‟t analyze the

result with analytical statistic test.Conclusions: Thereusions:thence in mean

mucociliary transport time between smokers and non smokers group, which the

smokers group‟s mean mucociliary transport time is delayed (5,12 ± 1,39 minutes

in non smokers and 7,42 ± 2,16 minutes in smokers). But we canminutes in non

smokers and test to this result because the sample sixe is too little..

Key words: smoking, mucociliary transport time, saccharin test

Page 8: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ................................................................................ i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. iv

KATA PENGANTAR ........................................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................ vii

ABSTRACT .......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xii

DAFTAR SINGKATAN .......................................................................... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 3

1.3 Hipotesis .............................................................................. 3

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................... 3

1.4.1 Tujuan Umum .......................................................... 3

1.4.2 Tujuan Khusus ......................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................. 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 5

2.1 Landasan Teori ................................................................... 5

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung ................................... 5

2.1.1.1 Anatomi Hidung ............................................ 5

2.1.1.2 Fisiologi Hidung ............................................ 8

2.1.2 Sistem Mukosiliar Hidung dan Sinus Paranasal ...... 8

2.1.2.1 Struktur dalam Sistem Mukosiliar ................ 9

2.1.2.2 Peran Sistem Mukosiliar dalam Pernapasan . 13

2.1.2.3 Transportasi Mukosiliar .................................. 14

2.1.1.4 Pemeriksaan Fungsi Mukosiliar .................... 14

2.1.2.5 Faktor yang Mempengaruhi TMS .................. 15

2.1.3 Rokok ....................................................................... 19

2.1.3.1 Kandungan Rokok dan Dampaknya ............... 19

2.1.3.2 Pengaruh Rokok thd Sel Manusia .................. 21

2.1.3.3 Pengaruh Rokok thd Sel Epitel Respiratorik .. 23

2.1.3.4 Pengaruh Rokok thd Palut Lendir .................. 23

2.1.3.5 Pengaruh Rokok thd TMS .............................. 24

2.1.3.6 Indeks Merokok .............................................. 25

2.1.4 Uji Sakharin ............................................................... 27

2.2 Kerangka Teori ...................................................................... 28

2.3 Kerangka Konsep ............................................................... 29

2.4 Identifikasi Variabel ........................................................... 30

Page 9: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

ix

2.5 Definisi Operasional .......................................................... 30

Bab 3. METODE PENELITIAN ........................................................ 35

3.1 Desain Penelitian ............................................................... 35

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 35

3.3 Kriteria Subjek Penelitian ..................................................... 35

3.4 Besar Sampel Penelitian .................................................... 37

3.5 Alat dan Bahan Penelitian ..................................................... 39

3.6 Cara Kerja Penelitian ............................................................ 39

3.7 Manajemen dan Analisis Data ............................................. 44

3.8 Alur Penelitian ................................................................... 45

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 46

4.1 Hasil Penelitian ..................................................................... 46

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ............................... 46

4.1.2 Waktu Transportasi Mukosiliar Subjek Penelitian ... 47

4.2 Pembahasan........................................................................... 50

4.3 Aspek Keislaman .................................................................. 52

4.4 Keterbatasan Penelitian ......................................................... 53

BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 54

5.1 Simpulan ............................................................................ 54

5.2 Saran .................................................................................. 54

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 55

LAMPIRAN ............................................................................................. 60

Page 10: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Hidung Eksterna. ..................................................... 6

Gambar 2.2. Struktur Traktus Respiratorius Bagian Atas .......................... 7

Gambar 2.3. Struktur Silia ......................................................................... 11

Gambar 2.4. Proses Bergeraknya Silia ....................................................... 12

Gambar 2.5. Kerusakan Sel Akibat Radikal Bebas .................................... 22

Gambar 3.1. Wawancara Subjek ................................................................ 40

Gambar 3.2. Pemeriksaan Fisik THT pada Subjek ..................................... 40

Gambar 3.3. Nasoendoskopi pada Subjek................................................... 41

Gambar 3.4. Gambaran Nasoendoskopi pada Subjek di Monitor .............. 41

Gambar 3.5. Alat Nasoendoskopi dan Papan Kendalinya .......................... 42

Gambar 3.6. Sakharin yang akan Diujikan pada Subjek ............................. 42

Gambar 3.7. Peletakan Sakharin ................................................................ 43

Gambar 3.8. Posisi Subjek Saat Uji Sakharin ............................................ 43

Gambar 4.1 Waktu Transportasi Mukosiliar pada Subjek Penelitian .......... 47

Gambar 4.2. Grafik Waktu Transportasi Mukosiliar antara Non Perokok

dan Perokok ........................................................................... 48

Gambar 4.3. Waktu Transportasi Mukosiliar pada Subjek Non Perokok,

Perokok Ringan dan Perokok Berat dalam Klasifikasi

oleh Proenca dkk. ................................................................... 49

Page 11: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Dasar Demografis Subjek Penelitian ..................... 46

Page 12: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Riwayat Penulis ..................................................................... 60

Page 13: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

xiii

DAFTAR SINGKATAN

APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

ADHD = Attention Deficit and Hyperactivity Disorder

Riskesdas = Riset Kesehatan Dasar

THT = Telinga, Hidung dan Tenggorok

TMS = Transportasi Mukosiliar

USU = Universitas Sumatera Utara

WHO = World Health Organization

Page 14: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Merokok adalah suatu kebiasaan yang sudah mewabah di Indonesia. Data dari

Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa lebih dari setengah populasi laki-

laki dewasa di Indonesia adalah perokok aktif. Sebuah angka yang besar

mengingat negara ini adalah negara dengan pendapatan per kapita yang masih

tergolong menengah dan kualitas pelayanan kesehatan yang masih rendah, terlihat

dari anggaran kesehatan di APBN yang belum pernah menyentuh angka 5%

sepanjang sejarah.1-3

Sudah menjadi rahasia umum bahwa rokok memiliki banyak dampak negatif

dari segi kesehatan. Data menunjukkan peningkatan kasus kanker paru sejak awal

abad ke 20 berbanding lurus dan setara dengan peningkatan angka perokok di

seluruh dunia. Dan bukan rahasia lagi, bahkan kita sering melihat di berbagai

media, baik media cetak maupun elektronik, bahwa angka kematian yang

disebabkan oleh penyakit akibat rokok baik di Indonesia maupun di seluruh dunia

sangatlah besar. Menurut data dari WHO, setiap menit, ada sekitar 10 orang yang

meninggal karena rokok, dan hampir semua berkaitan dengan penyakit yang

berhubungan dengan sistem respirasi.1,4

Berdasar data di atas, jelas bahwa rokok memiliki dampak yang berbahaya

bagi kesehatan. Sebetulnya sudah terlalu banyak penelitian dan riset yang

berkaitan dengan bahaya rokok. Namun, tetap saja, jumlah perokok tetap

meningkat. Menarikya, Indonesia termasuk dari 2 negara dengan prevalensi pria

dewasa perokok terbesar yaitu 57%, di bawah tetangga kita Timor Leste (61%).

Di negara-negara lain, terutama di negara maju dengan tingkat pendidikan

masyarakat yang lebih tinggi, jumlah perokok dari tahun ke tahun terus

menurun.1,5

Page 15: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

2

Penulis memilih melakukan penelitian tentang perbedaan waktu transporta

si mukosiliar antara perokok dan bukan perokok karena transportasit mukosiliar m

enggambarkan kekuatan pertahanan garis pertama di saluran napas, yaitu sistem

mukosiliar. Sistem mukosiliar berperan untuk menyapu kotoran yang masuk bersa

ma udara pernapasan untuk keluar dari saluran napas. Namun, seperti yang telah u

mum diketahui, rokok berpengaruh besar dalam fungsi sel, termasuk sel mukosa s

aluran napas yang berperan dalam sistem mukosiliar. Jika sistem mukosiliar rusak

, maka benda asing dari udara di lingkungan akan dengan mudah masuk ke salura

n pernapasan. 6

Berbagai penelitian di seluruh dunia, termasuk penelitian di Indonesia, telah

menunjukkan bahwa terjadi perlambatan waktu transportasi mukosiliar pada

perokok. Contohnya, penelitian oleh Stanley dkk di Amerika Serikat pada tahun

1986 yang mengungkapkan bahwa pada penelitian yang melibatkan 29 perokok

lama (lebih dari 5 tahun dan lebih dari atau sama dengan 10 batang rokok per

hari) menunjukkan perlambatan bermakna waktu transportasi mukosiliar perokok

dibanding non perokok. Hal yang sama juga diungkapkan Proenca dkk di Brazil

tahun yang menunjukkan perlambatan bermakna waktu transportasi mukosiliar

perokok dibanding kelompok non perokok. Penelitian ini juga menunjukkan

bahwa makin tinggi derajat beratnya merokok, makin besar perlambatan waktu

transportasi mukosiliar. 7,8

Untuk di Indonesia, penelitian tentang pengaruh merokok terhadap

transportasi mukosiliar ini masih sangat sedikit. Namun penelitian ini pernah

dilakukan oleh dr. Rahmad Dermawan SpTHT-KL di Medan tahun 2010, dan

juga menunjukkan perlambatan bermakna waktu transportasi mukosiliar perokok

dibanding kelompok non perokok. Oleh karena itu penulis berminat untuk

melakukan penelitian ini untuk memperkuat dugaan tersebut. Selain itu, penulis

ingin melihat pengaruh lama merokok dengan waktu transportasi mukosiliar. 9

Page 16: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, peneliti dapat merumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut.

Bagaimana perbedaan waktu transportasi mukosiliar antara perokok dan

bukan perokok?

1.3 Hipotesis

Peneliti mengambil hipotesis bahwa:

Terjadi perbedaan waktu transportasi mukosiliar antara perokok dan bukan

perokok. Perokok dihipotesiskan mengalami perlambatan waktu

transportasi mukosiliar.

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui waktu transportasi mukosiliar pada perokok dan bukan perkok.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui perbedaan rata-rata waktu transportasi mukosiliar antara perokok

dan bukan perokok.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Menjadi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran

Page 17: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

4

Menambah pengetahuan, khususnya tentang bahaya merokok dan

sistem mukosiliar pada hidung dan sinus paranasal

1.5.2 Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan tentang bahaya merokok, terutama efeknya

terhadap sistem mukosiliar di hidung dan sinus paranasal

1.5.3 Bagi Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sebagai sumber referensi dan rujukan untuk para civitas akademika

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya, dan bagi peneliti

selanjutnya yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini pada

khususnya

Page 18: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung

2.1.1.1 Anatomi Hidung

Hidung merupakan bagian yang menonjol di garis axial bagian frontal

kepala yang terletak di bagian wajah. Hidung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu

hidung eksternal dan hidung internal. Hidung eksternal adalah bagian yang

prominen di wajah yang terdiri dari kerangka tulang dan kerangka

kartilago.kerangka tulang terdiri dari os. Maxillae, os. Nasalis dan os. Frontalis.

Sedangkan kerangka kartilago terdiri dari kartilago septum nasi yang merupakan

bagian depan septum nasi, kartilago nasi lateralis yang terletak inferior dari os.

Nasalis dan kartilago alar yang membentuk dinding dari nostril atau lubang

hidung. Karena terbentuk dari kartilago yang lentur, maka bagian hidung yang

disusun kartilago ini juga menjadi lebih fleksibel dibanding bagian yang disusun

kerangka tulang.di permukaan bawah hidung eksternal terdapat nares eksternum

atau nostril atau biasa disebut dengan lubang hidung yang merupakan jalur

masuknya udara dari lingkungan masuk ke sistem pernapasan.6

Page 19: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

6

Gambar 2.1 Struktur Hidung Eksternal

(dikutip dari: Tortora, 2011)

Bagian internal atau dalam dari hidung merupakan rongga yang besar yang

berada di bagian anterior dari kranium, inferior dari os. Nasalis dan superior dari

mulut. Bagian internal hidung dilapisi oleh otot dan membran mukosa. Di bagian

anterior hidung internal berhubungan dengan hidung eksternal dan dibagian

posterior, hidung berhubungan dengan faring melalui 2 bukaan, yaitu choanae

atau yang juga disebut naris interus. Duktus-duktus dari sinus paranasal dan

duktus nasolakrimalis bermuara ke hidung internal. Karena memiliki bukaan ke

hidung internal, lapisan mukosa dari sinus paranasal juga sama dengan lapisan

mukosa dari hidung. Dinding lateral dari hidung internal dibentuk oleh os.

Ethmoid, os. Maxillae, os. Lakrimalis, os. Palatina, dan os. Konka nasalis inferior.

Bagian atap dibentuk oleh os. Ethmoid. Sedangkan bagian lantai hidung internal

dibentuk oleh prosesus palatina os. Maxillae yang membentuk palatum durum

yang merupakan lantai dari hidung internal.6Ruang di dalam hidung internal

disebut cavum nasi atau rongga hidung. Bagian anteriornya yang masih ditutupi

langsung oleh hidung eksternal disebut vestibulum nasalis. Septum nasalis

membagi cavum nasi menjadi sisi kiri dan sisi kanan. Di dalam rongga hidung

juga terdapat 3 penonjolan berbentuk seperti rumah kerang, yaitu konka nasalis

superior, media dan inferior yang menonjol dari dinding lateral hidung internal.

Page 20: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

7

Konka ini membagi rongga hitung menjadi 3 meatus, yaitu meatus superior,

media dan inferior.6

Di bagian dalam hidung juga ada regio yang disebut regio olfaktori yang

terletak di bagian superior dari hidung dalam, tepatnya di lapisan membran konka

nasalis superior dan septum di sekitarnya yang disebut epitelium olfaktori.

Inferior dari eptelium olfaktori adalah membrana mukosa yang mengandung

kapiler darah dan juga epitel torak berlapis semu bersilia dan sel goblet yang akan

mensekresikan mukus.6

Gambar 2.2 Struktur Traktus Respiratorius Bagian Atas, Potongan Sagital Sisi

Kiri Kepala dan Leher

Page 21: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

8

2.1.1.2 Fisiologi Hidung

Fungsi hidung luar adalah untuk estetika dan sebagai jalur masuknya udara

dari lingkungan ke dalam sistem pernapasan yang bermula di dalam rongga

hidung. Bagian dalam hidung berfungsi untuk:6

Menghangatkan dan menyaring udara yang masuk. Udara yang masuk ke

hidung akan diturbinasi oleh meatus dan konka pada hidung internal. Sembari

mengalami turbinasi, udara tersebut akan dihangatkan oleh kapiler yang

berada di dinding hidung dalam. Sel goblet di membrana mukosa hidung

internal akan menagkap kotoran dan partikel asing sehingga udara yang

masuk ke saluran napas bagian bawah menjadi lebih bersih. Kotoran ini

nantinya akan disapu oleh silia pada epitel torak berlapis semu bersilia yang

berada di membrana mukosa hidung yang melapisi rongga hidung. Kotoran

ini disapu ke bagian faring untuk ditelan, dibatukkan atau diludahkan, untuk

mengeluarkan partikel tersebut dari traktus respiratorius. Sistem pembersihan

oleh mukus dari sel goblet dan sapuan silia epitel torak berlapis semua

bersilia ini yang disebut dengan sistem mukosiliar.

Mendeteksi stimulus olfaktori (penciuman) yang dilakukan oleh sel-sel di

regio olfaktori hidung internal.

Membantu proses berbicara, ketika suara melewati bilik resonansi di bagian

dalam rongga hidung, vibrasi dari gelombang suara akan berubah.

2.1.2 Sistem Mukosiliar Hidung dan Sinus Paranasal

Sistem mukosiliar adalah sistem pertahanan tubuh lokal yang terdapat di

saluran napas atas, di dalam rongga hidung dan sinus paranasal. Sistem ini

berfungsi sebagai pelindung lapis pertama saluran napas atas terhadap partikel

asing seperti virus, bakteri, debu dan lain sebagainya.6,10-14

Page 22: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

9

Seluruh saluran napas kecuali orofaring dan laringofaring ditutupi oleh

epitelium bersilia. Epitelium bersilia ini dilapisi oleh lapisan cairan mukus yang

disebut palu lendir. Palut lendir terdiri dari dua lapisan yang berbeda tingkat

kepekatannya, yaitu lapisan superfisial yang terletak dia atas dan lapisan perisiliar

yang sesuai namanya, terletak lebih di dalam di sekitar silia. 6,10-14

2.1.2.1 Struktur yang Berperan dalam Sistem Mukosiliar

Ada dua unsur penting yang berperan dalam sistem mukosiliar itu sendiri,

sesuai dengan namanya, yang pertama adalah palut lendir (mukus) yang

merupakan cairan kental yang dihasilkan sel goblet di lapisan epitel di saluran

napas atas yang berperan untuk memerangkap partikel asing yang ditangkap.

Struktur penting yang kedua adalah silia itu sendiri, yang merupakan silia dari sel

epitel torak bersilia yang berfungsi untuk menyapu partikel yang tertangkap

bersama palut lendir tersebut ke arah nasofaring untuk ditelan atau diludahkan.

Kedua struktur ini merupakan bagian dari lapisan mukosa hidung manusia.6,10-14

a. Palut Lendir atau Mukus

Palut lendir merupakan lembaran cairan yang tipis lengket dan liat yang

disekresikan oleh sel goblet, kelenjar seromukosa dan kelenjar lakrimal. Sel

goblet dan kelenjar seromukosa terdapat pada lapisan mukosa hidung manusia.

Komposisi dari palut lendir ini adalah: 95% air, 2.5-3% musin, 1-2% garam, dan

juga IgA, albumin, laktoferin, lisosom, serta protein lainnya. 12,14,15

Palut lendir terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan yang menyelimuti batang

silia dan mikrovili sel epitel torak besilia, yang disebut lapisan perisiliar dan

lapisan yang terletak lebih di permukaan yaitu lapisan superfisial. 14-16

Lapisan perisiliar bersifat kurang lengket dan lebih tipis yang mengandung

glikoprotein mukus, protein serum, dan protein sekresi lainnya yang memiliki

berat molekul rendah, sehingga menyebabkan lapisan ini lebih tipis dan kurang

Page 23: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

10

kental. Lapisan ini sangat penting dalam pegerakan dari silia karena sebagian

besar pergerakan silia terjadi pada lapisan ini. Oleh sebab itu, lapisan ini menjadi

kurang kental, sebab jika sangat kental, maka pergerakan silia akan terganggu.

Ketinggian lapisan ini dipengaruhi oleh keseimbangan elektrolit yang diatur oleh

natrium (Na+) yang berperan dalam penyerapan lapisan ini serta klorida (Cl-)

yang berperan dalam sekresi lapisan perisiliar. Kedalaman lapisan ini sangat

berperan dalam pergerakan silia. Jika lapisan perisiliar terlalu rendah, maka silia

akan tenggelam di dalam lapisan superfisial yang kental dan akan susah bergerak.

Keadaan yang sama terjadi pada saat lapisan perisiliar terlalu tinggi dan nantinya

akan membuat ujung silia tidak mencapai lapisan superfisial sehingga lapisan

superfisial tidak dapat tersapu dengan baik ke arah nasofaring. 14,16,17

Lapisan kedua adalah lapisan superfisial yang lebih tebal dan kental karena

mengandung lebih banyak mukoglikoprotein. Fungsi dari mukoglikoprotein ini

adalah untuk menangkap partikel asing, menginaktifkan virus, dan juga berfungsi

untuk melindungi membrana mukosa hidung dari temperatur dingin serta

kelembaban yang rendah. 6,12,14,15

b. Sel Epitel Torak Bersilia

Sel epitel torak bersilia adalah sel epitel pada lapisan mukosa rongga

hidung dan nasofaring yang berbentuk seperti silinder dan mengandung 50-200

silia atau rambut-rambut kecil per sel. Karena susunannya yang tidak teratur dan

seakan-akan membentuk lapisan (padahal sesungguhnya hanya satu lapis),

susunan sel ini disebut epitel torak berlapis semu bersilia. Tidak semua sel pada

mukosa hidung adalah sel epitel torak bersilia, ada juga beberapa sel yang tidak

bersilia dan sel goblet serta sel sekretorik lainnya yang berperan dalam produksi

palut lendir. 6,14,15

Silia pada sel epitel torak bersilia terletak di bagian permukaan dan

menghadap ke arah rongga hidung. Silia pada manusia memanjang sekitar 5

mikrometer di atas permukaan sel dan lebarnya sekitar 0.3 mikrometer. Silia

Page 24: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

11

tertanam pada badan basal yang terletak tepat di bawah permukaan sel. Dari badan

basal memanjang fibrin yang terhubung ke sitoplasma apical sel dan disini disebut

sebagai tempat akar. Di silia tertanam dengan kuat dan mungkin tempat akar ini

meneruskan impuls saraf ke silia di sebelahnya sehingga menimbulkan irama

yang selaras.12-15,18

Struktur silia terdiri dari 2 mikotubulus tunggal di tengah yang dikelilingi

oleh 9 pasang mikrotubulus ganda di luar, konfigurasi yang dikenal dengan

sebutan 9+2. Antar kompleks mikrotubulus ganda dihubungkan oleh protein

penghubung silang yang berbentuk seperti cincin di bagian dalam yang disebut

nexin. Nexin juga terhubung dengan mikrotubulus tunggal melalui jari-jari radial

yang melekat dari nexin ke mikrotubulus tunggal, sehingga dapat menghubungkan

mikrotubulus tunggal dengan kompleks mikrotubulus ganda di luar, sehingga

terbentuk seperti velg roda.12-15,18,19

Gambar 2.3. Struktur Silia

(dikutip dari: Campbell, 2007)

Page 25: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

12

Mekanisme bergeraknya silia didasari oleh adanya protein yang terdapat di

mikrotubulus ganda yang disebut dynein. Lengan dynein tertanam pada salah satu

mikrotubulus ganda dan kepalanya menyambung ke mikrotubulus lainnya. Sifat

dynein mirip dengan protein myosin pada otot, sehingga ketika dirangsang dengan

ATP, dynein akan memecah ATP (karena terdapat ATPase padanya) dan

menggunakan hasil reaksi pemecahan tersebut sebagai energi untuk bergerak

dengan gerakan meluncur sepeti sliding filament pada otot. Bedanya, pada

mikrotubulus silia takkan terjadi gerakan meluncur karena adanya nexin, sehingga

gerakan yang terjadi adalah gerakan menunduk atau menyapu ke arah tertentu.

12,18

Gambar 2.4. Proses Bergeraknya Silia

(Dikutip dari: Campbell, 2007)

Page 26: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

13

Dalam hal pergerakan silia, terdapat 2 fase yang terjadi, yaitu fase efektif

yang berlangsung dengan kekuatan penuh dengan tujuan menyapu palut lendir ke

arah tertentu dan fase pemulihan yang berlangsung lebih lambat dan lemah. Rasio

waktu fase efektif dan fase pemulihan adalah 1:3. Frekuensi gerakan silia terjadi

sebanyak 10-20 kali per detik atau 700-1000 kali per menit. Belum diketahui apa

yang mengontrol gerak silia, namun dipastikan sesuai gambar di atas ATP adalah

sumber energi utama untuk pergerakan silia eukariot. 12,13,18,20

Pergerakan silia pada manusia diatur oleh adanya kontrol saraf lokal yang

involunteer. Hal ini dibuktikan dengan silia yang dapat bergerak terus menerus

walaupun dipisahkan dengan tubuh. Silia masih terus berdenyut hingga 72 jam

setelah orang meninggal. 12,15

Sel-sel basal pada mukosa hidung manusia berpotensi untuk menggantikan

sel epitel bersilia maupun sel goblet yang telah rusak dan mati. Sel epitel saluran

napas beregenerasi setiap 4-8 minggu, dengan rincian 2-4 hari untuk pembentukan

dasar epitel tipis dan sekitar 4 minggu untuk regenerasi secara sempurna. 15

2.1.2.2 Peran Sistem Mukosiliar Hidung dan Sinus Paranasal dalam

Menyaring Udara Inspirasi

Dalam proses inspirasi, ketika udara inspirasi mulai memasuki rongga

hidung, akan terjadi perlambatan arus udara inspirasi yang masuk ke dalam

rongga hidung dan juga arus balik udara inspirasi. Hal ini disebabkan oleh karena

anatomi rongga hidung yang ireguler, karena terdapat banyaknya tonjolan (konka)

dan saluran sempit (meatus). Perlambatan arus udara inspirasi yang masuk dan

adanya arus balik atau turbinasi udara inspirasi ini akan menyebabkan partikel

yang ikut bersama udara inspirasi menjadi melambat dan mudah terperangkap di

palut lendir. Hal ini menimbulkan penimbunan partikel yang terperangkap di

rongga hidung dan nasofaring. Partikel berukuran 5-6 mikrometer hampir

semuanya (85-90%) akan disaring oleh palut lendir di rongga hidung dan

nasofaring. Partikel yang lebih besar akan disaring oleh bulu hidung dan partikel

Page 27: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

14

yang lebih kecil akan masuk ikut bersama palut lendir atau langsung ke traktus

respiratorius bagian bawah. Molekul kecil yang dapat larut dalam air seperti

formaldehid akan larut di dalam lapisan palut lendir dan disapu ke arah

nasofaring. Sedangkan materi yang sukar larut akan langsung menuju paru-paru.

12-15

2.1.2.3 Transportasi Mukosiliar (TMS)

TMS adalah sistem pembersihan mukosiliar yang mengandalkan fungsi

dari palut lendir atau mukus yang disekresikan sel goblet pada membrana mukosa

hidung interna untuk menangkap partikel asing dan fungsi dari silia dari epitel

torak berlapis semu bersilia untuk menyapu partikel asing yang tertangkap

bersama silia ke arah nasofaring lalu ke orofaring untuk ditelan atau diludahkan.

6,12-17,19,20

Transportasitasi mukosiliar harus terus bergerak aktif karena jika tidak,

maka partikel asing yang terperangkap dalam palut lendir akan dapat menembus

mukosa hidung dan dapat menimbulkan gangguan baik secara lokal maupun

sistemik jika partikel tersebut masuk ke sistem peredaran limfe atau darah.6,12-

17,19,20

2.1.2.4 Pemeriksaan Fungsi Mukosiliar

Pemeriksaan fungsi mukosiliar sering dilakukan baik untuk kepentingan

penelitian maupun medis. Pemeriksaan fungsi mukosiliar dapat dilakukan dengan

memeriksa ultrastruktur silia dengan menggunakan mikroskop elektron,

pemeriksaan komposisi dan kekentalan palut lendir, dan pemeriksaan fungsi

gerakan silia.

Dalam penelitian dan pemeriksaan medis, fungsi gerakan silia cukup

sering diperiksa karena dapat menggambarkan dengan tepat waktu pembersihan

mukosiliar yang nantinya dapat merepresentasikan transportasit mukosiliar

seseorang. Pemeriksaan ini menggunakan bahan terlarut, seperti sakharin, obat

Page 28: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

15

topikal, maupun gas inhalasi, ataupun tak larut seperti lamp back, colloid sulfur,

dan partikel radioaktif yang nantinya akan dicatat dengan kamera gamma. Salah

satu pemeriksaan termudah dan tersering dilakukan adalah uji sakharin. Uji

sakharin sangat sering dilakukan pada kasus klinis maupun penelitian karena

murah, mudah, aman dan meberikan hasil yang cukup konsisten. Waktu dan/atau

kecepatan yang ditemukan dalam pemeriksaan tersebut disebut waktu/kecepatan

transportasi mukosiliar (TMS). 10,15,17,20-34

2.1.2.5 Faktor yang Mempengaruhi TMS

Rautiainen17

menyatakan bahwa beberapa faktor penting yang

mempengaruhi sistem mukosiliar adalah fungsi silia, struktur epitel, sifat dan

kualitas dari palut lendir, serta struktur anatomis hidung dan sinus. Sedangkan

Waguespack15

menuliskan keadaan yang mempengaruhi TMS adalah faktor

fisiologis/fisik, polusi udara/rokok, kelainan kongenital, rhinitis alergi, infeksi

virus/bakteri, obat-obat topical, obat-obat sistemik, bahan pengawet dan tindakan

operasi. Penulis sendiri merangkum faktor-faktor yang mempengaruhi sistem

transportasi mukosiliar tersebut menjadi:

a. Kelainan Kongenital

Diskinesia silia primer dapat disebabkan karena tidak adanya lengan dynein,

jari-jari radial, translokasi pasangan mikrotubulus, panjang silia abnormal, sel-sel

basal abnormal atau aplasia silia. Kelainan ini jarang dijumpai, dengan

perbandingan 1 dalam 15.000-30.000 kelahiran. Uji sakharin pada pasien ini

menunjukkan waktu sakharin lebih dari 60 menit. 14,20

Sindrom Kartagener merupakan kelainan kongenital dengan kelainan

bronkiektasis, sinusitis dan situs inversus. Penyakit ini merupakan contoh dari

dyskinesia silia primer dengan kekurangan lengan dinein baik sebagian maupun

secara keseluruhan. Kelainan ini menyebabkan infeksi saluran napas yang

berulang yang menyebabkan sinusitis berulang dan bronkiektasis. Dengan

Page 29: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

16

mekanisme gangguan serupa, dapat terjadi infertilitas pada pasien laki-laki karena

gangguan motilitas ekor sperma. 12-15,17,35

Fibrosis kistik dan sindroma Young juga merupakan kelainan kongenital

yang juga dikaitkan dengan sinusitis kronis. Yang unik pada kedua penyakit ini,

struktur dan frekuensi denyut silia terlihat normal namun karena adanya

peningkatan viskositas palut lendir, maka akan terjadi pemanjangan waktu TMS.

12-15,17,35

b. Lingkungan

Lingkungan dapat mempengaruhi kerja silia. Lingkungan yang kering akan

dapat dengan cepat merusak silia. Silia juga harus terjaga untuk bekerja dalam

lingkungan dengan pH 7-9. Di luar pH tersebut akan terjadi penurunan fekuensi.

Faktor lain yang mempengaruhi TMS yang berasal dari lingkungan adalah

hiperoksia, hipoksia ekstrim dan hiperkarbia. Suplai oksigen yang kurang akan

memperlambat gerakan silia dan suplai oksigen yang tinggi akan meningkatkan

frekuensi denyut silia (frekuensi denyut silia) hingga 30-50%. 12,15,17,23,35

Asap rokok pada binatang percobaan dapat dengan efektif merugikan

frekuensi denyut silia, tapi kesimpulan ini gagal dibuktikan pada manusia. Debu

tidak berpengaruh pada frekuensi denyut silia kecuali jika ada zat berbahaya yang

menempel pada permukaan debu tersebut, seperti zat kimia yang digunakan pada

industri kayu dan kulit. Gangguan fungsi mukosiliar biasanya juga terjadi pada

kasus metaplasia sel skuamosa, terutama pada bagian depan hidung di mana

perubahan ini dapat terjadi dengan pengaruh paparan lingkungan. Namun, pada

beberapa sumber disebutkan bahwa interaksi rokok dan debu merupakan interaksi

2 hal yang saling berkaitan. 9,12,14,15,17,23,35

Page 30: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

17

c. Fisiologis/Fisik

Dari pemeriksaan dengan mikroskop elektron, tidak ditemukan perbedaan

TMS berdasarkan umur, jenis kelamin atau posisi saat tes. Namun penelitian Ho

dkk19

Menyatakan adanya perlambatan yang signifikan pada orang dengan usia

diatas 40 tahun. Penelitian oleh Soedarjatni29

terhadap penderita diabetes mellitus

menunjukkan adanya perbedaan TMS yang bermakna yakni 10.51 mm/menit,

lebih cepat dibanding kelompok kontrol/pasien normal yaitu 16.39 mm/menit.

Pengaruh olahraga belum jelas, tapi bebebrapa penelitian menyatakan bahwa

terjadi perlambatan TMS setelah olahraga dan malam hari. 23

d. Obat-obatan

Kebanyakan obat tetets hidung dan glukokortikoid yang mengandung bahan

penstabil seperti benzalconium chloride, chlorbutol, thiomesal dan EDTA terbukti

membahayakan epitel pernapasan dan sangat siliotoksik. Obat dekongestan

topical juga terlihat dapat menghambat fungsi silia. Flunisolide sebagai steroid

topikal dihubungkan dengan penurunan bermakna TMS, sedangkan

beclometasone tidak mempengaruhi TMS sampai pemakaian 36 bulan. 15,17

Gosepath dkk33

melakukan penelitian tentang pengaruh obat topikal yaitu

antibiotik (ofloxacin), antiseptik (betadine dan H2O2) serta antijamur

(amphotericin B, itrakonazol dan klotrimazol) terhadap frekuensi denyut silia.

Hasilnya, frekuensi denyut silia pada penggunaan ofloxacin 5% menurun hingga 8

Hz (normal 12-15 Hz) dan terhenti setelah 7 jam. Sedangkan pada ofloxacin 50%

didapatkan frekuensi denyut silia sebesar 7,5 Hz dan berhenti setelah 6 jam 30

menit. Aktivitas silia masih ditemukan pada itrakonazol 0.25% hingga 8 jam,

namun pada konsentrasi 1%, aktivitas silia hanya bertahan 30 menit.

Larutan betadine lebih siliotoksik dibandingkan H2O2. Pada betadine 5%,

didapatkan frekuensi denyut silia 7 Hz dan masih terlihat aktivitas silia hingga 1

jam 30 menit. Sedangkan pada betadine 10% terlihat frekuensi denyut silia 4.5 Hz

dengan aktivitas silia yang terlihat hanya 30 menit. Pada H2O2 1% ditemukan

Page 31: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

18

frekuensi denyut silia sebesar 7 Hz selama lebih dari 8 jam, sedangkan pada

H2O2 3% ditemukan frekuensi denyut silia 6 Hz selama 5 jam 30 menit. Hasil ini

menunjukkan obat-obat topikal antibiotik, antiseptik dan antijamur, khususnya

pada dosis tinggi dapat merusak fungsi pembersihan mukosiliar. 33

Beberapa obat oral juga dapat menurunkan TMS seperti golongan

antikolinergik, narkotik, dan etil alkohol. Obat golongan beta adrenergic tidak

mempengaruhi aktivitas silia, namun dapat merangsang pembentukan palut lendir.

Obat kolinergik dan methilxantine merangsang aktivitas denyut silia dan

pembentukan palut lendir. 15

e. Infeksi

Dari pemeriksaan mikroskop elekton pada silia yang terpapar virus, terlihat

virus menempel pada permukaan silia. Penempelan virus dapat menyebabkan

kematian silia dan udem pada struktur mukosa hidung. Selain itu virus dapat

meningkatkan kekentalan mukus. Banyak hipotesis menyatakan bahwa udem

pada ostium sinus akan menyebabkan hipoksia dan memicu pertumbuhan bakteri

dan disfungsi silia. 12,15,17,35,36

Bakteri atau infeksi dapat menyebabkan degenerasi dan pembengkakan

mukosa, terlepasnya sel-sel radang dan perubahan pH yang dapat mempengaruhi

aktivitas mukosiliar secara langsung. Berbagai endotoksin dari bakteri dan enzim

proteolitik dari netrofil terbukti dapat menurunkan TMS dan frekuensi denyut

silia. B. pertussis dan P. aeruginosa terbukti dapat menyebabkan gangguan

bermakna pada TMS. H. influenza dapat menyebabkan penurunan frekuensi

denyut silia. 15,17,35,36

Penelitian Czaja dkk37

menunjukkan ternyata sinusitis kronis pada binatang

dapat meningkatkan frekuensi denyut silia secara bermakna. Sedangkan

Sakakura18

melaporkan TMS pada sinusitis kronis mengalami waktu perlambatan

yang sangat bermakna jika dibandingkan dengan kontrol normal. Kecepatan TMS

Page 32: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

19

pada pasien dengan sinusitis kronis adalah 1.8 mm/manit, sedangkan pada oang

normal mencapai 5.8 mm/menit. Pada pasien dengan sinusitis konis ditemukan

peningkatan ion Na+ pada palut lendir sehingga ditemukan peningkatan

viskoelastisitas palut lendir.

Penelitian tentang penurunan TMS pada pasien dengan sinusitis kronis juga

dilakukan oleh Torkkeli dkk28

. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa 13 dari 19

pasien yang dijui dengan metode radioisotop menunjukkan kecepatan TMS yang

menurun hingga di bawah 3 mm/menit (mean 1.8 mm/menit). Kelainan

ultrastruktur silia banyak ditemukan pada pasien dengan TMS rendah, seperti

lengan dynein pendek, penyatuan silia, anomali tubular dan disorientasi. Hal yang

senada ditunjukkan penelitian Joki dkk32

yang menunjukkan penurunan frekuensi

denyut silia bermakna pada pasien sinusitis kronis yang rekuren. Bahkan dari 44

subjek penelitian, 8 percontoh tidak menunjukkan aktivitas silia sama sekali.

f. Struktur dan Anatomi Hidung

Kelainan struktur/anatomi hidung juga dapat bepengaruh ke TMS.

Permukaan mukosa yang saling mendekat dan bertemu, seperti pada kasus septum

deviasi, polip dan konka bulosa serta kelainan lain di daerah osteomeatal dan

ostium sinus dapat menurunkan aktivitas silia, bahkan sampai terhenti. Hal ini

disebabkan karena adanya gesekan antar gerakan silia sehingga gaya yang

ditimbulkan gerakan silia dari masing masing sisi dapat saling menegatifkan.

Rongga hidung yang terlalu besar juga dapat meningkatkan aliran udara yang

masuk dan dapat merusak epitel bersilia dan akhirnya menganggu TMS secara

bermakna.14,17,35

2.1.3 Rokok

2.1.3.1 Kandungan Rokok dan Dampaknya Terhadap Kesehatan

Rokok sudah sangat sering dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan,

terutama masalah pernapasan. Berbagai penelitian menunjukkan bahaya rokok

Page 33: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

20

bagi kesehatan, tak terkecuali kesehatan sistem transportasitasi mukosiliar.

Rokok mengandung sekitar 4000 bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh

(toksin), antara lain: 38-40

Benzene, yang juga terkandung dalam bahan bakar (bensin)

Tar, yaitu partikel padat yang nantinya dapat melapisi bagian dalam paru-paru

dan dapat menginduksi terjadinya kanker.

Formaldehid, merupakan zat pengawet mayat yang terkandung di dalam

rokok. Zat ini dapat menyebabkan inflamasi sel yang terkena.

Arsen, yaitu bahan yang terkenal terkandung pada racun hewan pengerat

(tikus)

Hidrogen Sianida

Karbon Monoksida, gas yang dapat mengikat Hb hingga 200x lebih kuat dari

oksigen, menyebabkan kemampuan angkut oksigen oleh darah menurun.

Dan banyak lagi zat berbahaya lainnya.

Selain itu, setiap batang rokok yang dibakar juga mengandung 1017

molekul oksidan radikal bebas. Seeprti yang kita ketahui, toksin dan radikal

bebas dapat berpengaruh buruk ke jaringan tubuh manusia dan sel manusia secara

spesifik. Rokok telah dikaitkan dengan kasus kanker paru, di mana 90% kanker

paru dikaitkan dengan rokok. Selain itu, rokok juga dikaitkan dengan berbagai

penyakit lain seperti pneumonia, leukemia mieloid akut, kanker lambung, kanker

pankreas dan banyak penyakit lainnya. Rokok juga dikaitkan dengan keguguran,

berat bayi lahir rendah, sudden infant death pada ibu hamil dan janin serta

attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) pada anak. 41,42

Page 34: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

21

2.1.3.2 Pengaruh Rokok Terhadap Sel Manusia

Kandungan rokok termasuk berbagai toksin seperti akrolein,

formaldehinda, karbon monoksida, nikotin, kotinin, astaldehin, fenol dan

potassium sianida terbukti sangat toksik terhadap sel tubuh manusia, termasuk

epitel respiratorik. Kerusakan sel juga ditimbulkan karena jejas sel yang

ditimbulkan oleh radikal bebas yang banyak terdapat dalam rokok. 43-45

a. Kerusakan Sel Karena Zat Kimia pada Rokok

Mekanisme kerusakan sel yang disebabkan oleh zat kimiawi sudah sangat

jelas. Ada 2 mekanisme umum yang mungkin terjadi akibat pajanan zat kimiawi.

Mekanisme pertama adalah penggabungan langsung zat kimia toksik dengan

komponen molecular kritis atau organel sel yang penting. Mekanisme kedua

adaah zat kimia toksik tersebut tidak aktif secara intrinsik, namun harus

dikonversi oleh metabolit aktif yang merupakan toksik reaktif. Peruabahn zat

kimia ini menjadi metabolit toksik aktif dapat terjadi dengan bantuan enzim

tubuh, termasuk enzim di hati. Melihat sifat dari toksin yang menyebabkan efek

kerusakan pada sel epitel respiratorik yang bersifat langsung, maka kemungkinan

besar mekanisme keruskan yang diakibatkan zat kimia terjadi secara langsung

(mekanisme pertama). 43,45

b. Kerusakan Sel Karena Radikal Bebas pada Rokok

Mekanisme kerusakan sel karena paparan rokok lainnya adalah jejas sel

karena radikal bebas yang banyak terdapat dalam rokok. Kerusakan yang

disebabkan radikal bebas disebabkan oleh 3 reaksi utama, yaitu:44,45

Reaksi pertama adalah peroksidasi lipid membrane, yang menyebabkan

kerusakan pada ikatan rangkap pada lemak tidak jenuh pada membrane yang

menyebabkan terbentuknya lemak peroksida. Lemak peroksida yang tidak

stabil dan reaktif ini dapat menyebabkan reaksi autokatalitik yang

menyebabkan kerusakan menyeluruh pada membran sel.

Page 35: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

22

Fragmentasi DNA. Reaksi radikal bebas dengan timin DNA mitokondria dan

nuklear dapat menimbulkan rusaknya untai tunggal. Kerusakan rantai DNA

tersebut menimbulkan implikasi pada pembunuhan sel secara apoptosis

maupun perubahan sel menjadi ganas.

Ikatan silang protein. Radikal bebas mencetuskan ikatan seilang protein yang

diperantarai sulfigidril yang menyebabkan kelainan struktu protein. Kelainan

struktur ini menyebabkan peningkatan kecepatan degradasi atau hilangnya

aktivitas enzimatik. Reaksi radikal bebas secara langsung juga dapat

menyebabkan fragmentasi polipeptida.

Gambar 2.5 Kerusakan Sel Akibat Radikal Bebas

(dikutip dari: Robbins: 2007)

Page 36: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

23

2.1.3.3 Pengaruh Rokok Terhadap Sel Epitel Torak Bersilia

Penelitian yang dilakukan oleh Lan dkk46

menunjukkan bahwa sel epitel

torak bersilia yang dikultur kemudian dipaparkan dalam berbagai konsentrasi

ekstrak rokok sigaret menunjukkan adanya penurunan waktu hidup sel yang

berkorelasi dengan lamanya paparan dan konsentrasi ekstrak. Sel tersebut secara

morfologis menunjukkan tanda tanda ke arah apoptosis.

Penelitian lain menunjukkan bahwa kotinin, zat yang ditemukan dalam

rokok menurunkan frekuensi denyut silia secara langsung. Penelitian ini diperkuat

dengan hasil penelitian oleh Tamashiro dkk47

yang menunjukkan penurunan

frekuensi denyut silia pada kultur sel epitel bersilia yang dipaparkan terhadap asap

rokok.

Selain berpengauh terhadap sel sepitel bersilia yang sudah berdiferensiasi,

rokok juga berpengaruh terhadap proses siliogenesis. Penelitian yang dilakukan

oleh Tamashiro dkk47

juga menunjukkan bahwa adanya reduksi dalam persentasi

pertumbuhan silia ketika adanya paparan asap rokok dan hasil ini berkorelasi

positif dengan peningkatan dosis paparan asap rokok.

2.1.3.4 Pengaruh Rokok Terhadap Palut Lendir

Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan produksi mukus yang

berkaitan dengan paparan asap rokok. Peningkatan produksi mukus ini disebabkan

karena peningkatan ukuran dan jumlah sel goblet yang berperan dalam produksi

mukus di saluran napas atas.

Penelitian yang dilakukan oleh Tamashiro dkk47

dan Kreindler dkk48

menunjukkan bahwa paparan asap rokok secara in vitro berpengaruh terhadap

fungsi transportasit klorida di sel epitelial. Paparan asap rokok akan menginhibisi

transportasit klorida di sel epithelial yang nantinya meningkatkan viskoelastisitas

mukus yang secara patofisiologis mirip dengan keadaan pada kasus fibrosis kistik.

Page 37: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

24

2.1.3.5 Pengaruh Rokok Terhadap Waktu TMS

Setelah pembahasan di atas, tampaknya cukup jelas bahwa rokok akan

berpengaruh terhadap transportasitasi mukosiliar. Berbagai penelitian telah

menunjukkan pengaruh rokok terhadap transportasitasi mukosiliar.

Salah satu penelitian yang terkenal dan sering menjadi bahan rujukan

adalah penelitian oleh Stanley dkk7 yang dilakukan di tahun 1986. Penelitian ini

menjadi dasar bagi penelitian lain, karena penelitian ini termasuk penelitian

pertama yang menggambarkan secara rinci efek merokok sigaret terhadap TMS

dan frekuensi denyut silia.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketika pemeriksaan TMS

menggunakan metode skaharin yang dimodifikasi oleh Rutland dan Cole pada

subjek yang merokok lama (minimal 5 tahun, sebanyak lebih dari 10 batang per

hari) terdapat perbedaan yang bermakna dalam TMS dibanding dengan pasien

yang tidak merokok aktif selama hidupnya. Mean dari TMS subjek perokok

berkisar pada 20.8 menit yang secara signifikan lebih lama dibanding subjek non-

perokok yang mean TMS-nya berkisar pada 11.1 menit.7

Hasil untuk pemeriksaan frekuensi denyut silia cukup mengejutkan karena

tidak terdapat perbedaan frekuensi denyut silia yang bermakna ketika pemeriksaan

frekuensi denyut silia dengan teknik fotometrik. Hal ini mengindikasikan bahwa

penurunan TMS kemungkinan disebabkan oleh penurunan jumlah silia atau

perubahan pada komposisi dan viskoelastisitas dari palut lendir. 7

Selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari

paparan akut asap rokok terhadap waktu transportasit mukosiliar. Hal ini

dibuktikan dengan percobaan yang dilakukan terhadap 10 relawan yang belum

pernah merokok aktif seumur hidupnya. Para relawan diminta untuk merokok

sigaret sebanyak 2 batang kemudian diukur waktu sakharinnya serta frekuensi

denyut silia-nya. Rupanya tidak ditemukan perbedaan bermakna pada hasil

Page 38: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

25

sebelum merokok dan setelah merokok. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh

rokok terhadap TMS terjadi setelah paparan yang bersifat kronik.7

Penelitian lain juga dilakukan oleh Proenca dkk8 di Brazil. Ketika hasil

penelitian tersebut menunjukkan orang dengan klasifikasi perokok ringan

mengalami perlambatan waktu transportasi mukosiliar namun tidak bermakna

secara statistik. Sedangkan perlambatan waktu transportasi mukosiliar yang

bermakna terjadi pada perokok sedang dan berat.

Sedangkan untuk penelitian lokal, dilakukan oleh dr. Rachmad Dermawan9

dari USU. Dari hasil penelitian beliau, tampak bahwa terdapat perbedaan waktu

yang signifikan ketika dilakukan penghitungan waktu sakharin antar perokok dan

bukan perokok dengan mean waktu sakharin pada perokok sebesar 17,81 menit

dan 10,23 menit untuk non perokok.

2.1.3.6 Indeks Merokok

Indeks merokok adalah perhitungan yang digunakan untuk menghitung derajat

beratnya merokok. Ada banyak metode untuk menghitung indeks merokok,

namun ada 2 perhitungan yang cukup sering digunakan secara luas, yaitu:

a. Indeks Brinkman

Indeks Brinkman digunakan secara luas untuk menghitung derajat

beratnya merokok. Indeks ini menggunakan jumlah batang rokok yang dihisap

per hari dan lama merokok dalam tahun sebagai variabel. Sehingga rumusnya

akan ditampilkan sebagai berikut:49

(Jumlah Batang Rokok yang Dikonsumsi per hari) X (Lama Merokok dalam

Tahun)

Penggolongan Indeks Brinkman sangatlah bervariasi. Namun yang kini

sering dipakai secara luas adalah sebagai berikut:

Page 39: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

26

0-199 = perokok ringan

200-599 = perokok sedang

≥ 600 = perokok berat

b. Pack-Years of Smoking

Pack-Years of Smoking adalah cara lain untuk menghitung derajat beratnya

merokok. Dasarnya hampir sama dengan indeks brinkman. Jika indeks Brinkman

mengalikan batang rokok yang dikonsumsi per hari dengan lama merokok per

tahun, maka pack-years of Smoking menghitung jumlah bungkus rokok yang

dikonsumsi per hari dan dikalikan dengan lama merokok dalam tahun. Dalam

perhitungan ini, 1 bungkus rokok diasumsikan memuat 20 batang rokok, seperti

halnya yang lazim di negara-negara barat. Sehingga perhitungannya adalah

sebagai berikut:50

(Jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari) / 20 X (Lama Merokok

dalamTahun)

Seperti Indeks Brinkman, Pack-Years of Smoking juga tidak memiliki

klasifikasi yang spesifik. Namun pada beberapa penelitian yang melibatkan

penghitungan waktu TMS dengan uji sakharin menggunakan pembagian sebagai

berikut:50

0-20 = perokok ringan

20-30 = perokok sedang

>30 = perokok berat

c. Klasifikasi Proenca dkk.

Klasifikasi ini digunakan Proenca dkk dalam penelitiannya tentang pengaruh

derajat beratnya merokok terhadap waktu TMS. Klasifikasi ini menggunakan

jumlah rokok yang dihisap per hari ssebagai dasar pembagiannya, yaitu sebagai

berikut:8

Page 40: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

27

0-15 batang per hari = perokok ringan

16-25 batang per hari = perokok sedang

>25 batang per hari = perokok berat

2.1.4 Uji Sakharin

Uji sakharin merupakan metode uji untuk mengetahui kecepatan dan

waktu transportasi mukosiliar. Uji ini merupakan uji yang cukup sering digunakan

karena sederhana, tidak mahal, tidak invasif dan merupakan gold standard untuk

uji perbandingan. Pemilihan sakharin sebagai bahan uji karena sakharin mudah

larut, kemampuan karsinogeniknya sangatlah rendah. Selain itu, sakharin

memiliki tingkat kemanisan hingga 700x manisnya gula biasa (sukrosa). Sakharin

sendiri adalah pemanis buatan non kalori yang sudah sering dipakai sebagai

pemanis non kalori baik di luar negeri maupun di industri makanan dalam

negeri.9,51

Pada uji sakharin, pasien dites dalam lingkungan standar dan

diinstruksikan untuk tidak menghirup, makan, minum, batuk ataupun bersin.

Pasien duduk dan posisi kepala fleksi 10 derajat. Setengah mm sakharin

diletakkan 1 cm di belakang batas anterior konka inferior pasien. Pasien kemudian

disuruh menelan dalam periode tertentu (biasanya 1 menit) dan waktu tersebut

dicatat sampai pasien merasakan manis yang menandakan sakharin telah

mencapai faring atau rongga mulut. Waktu TMS normal dengan uji sakharin atau

biasa juga disebut waktu sakharin sangatlah bervariasi, rata – rata adalah 12-15

menit dan di bawah 30 menit masih dianggap normal. 9

Page 41: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

28

2.2 Kerangka Teori

Pengeluaran endotoksin oleh bakteri serta enzim proteolitik

serta mediator inflamasi oleh sel imun

Edema pada mukosa hidung

Gesekan antar silia karena permukaan mukosa yang mendekat

dan bertemu

Aktifitas saraf otonom mempengaruhi persarafan lokal

mukosa hidung

Kelainan struktur dan anatomi rongga hidung yang menyebabkan penyempitan rongga hidung yang signifikan (septum deviasi berat, konka bulosa, dsb)

Infeksi pada saluran nafas atas

Berolahraga

Paparan zat berbahaya dari asap rokok pada sel di sistem mukosiliar

Zat kimia toksik Radikal bebas

Bergabung dengan komponen molekular kritis

Kerusakan organel penting pada sel

Kerusakan membran sel, fragmentasi DNA dan ikatan silang protein

Kerusakan Fungsi Sel Secara Menyeluruh

Kerusakan sel epitel torak bersilia

Kerusakan sel goblet penghasil palut lendir

Penurunan frekuensi denyut silia torak bersilia

Apoptosis sel epitel

Inhibisi transport klorida pada membran sel goblet

Peningkatan viskositas mukus

Penurunan kemampuan transportasi mukosiliar secara menyeluruh

Paparan zat berbahaya dari debu industri kulit dan kayu di sistem

mukosiliar

Kandungan zat sitotoksik terhadap sel epitel torak bersilia

pada obat tetes hidung dan topikal

Penggunaan obat tetes hidung dan topikal hidung

Lingkungan: tinggal di sekitar industri kayu dan kulit

Merokok

Penurunan Waktu Transportasi Mukosiliar

Page 42: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

29

2.3 Kerangka Konsep

= variabel yang diteliti/ terikat

= variabel bebas

= variabel perancu

Merokok

Paparan Kandungan

Asap Rokok

Kerusakan sel

epitel torak bersilia

dan apoptosis sel

epitel torak bersilia

Peningkatan jumlah dan

viskositas mukus yang

disekresi kan sel goblet

penghasil palut lendir

Waktu

Transportasi

Mukosiliar

Berolahraga sebelum pengambilan

sampel, radang saluran napas atas < 2-3

minggu sebelum pengambilan data,

penggunaan obat tetes dan topikal hidung

2-3 minggu sebelum pengambilan data,

paparan debu industri kulit dan kayu,

kelainan struktur dan anatomi yg

mempersempit rongga hidung secara

signifikan

Page 43: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

30

2.4 Identifikasi Variabel

Variabel–variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel bebas atau independen, yaitu status merokok subjek

Variabel terikat atau dependen, yaitu waktu transportasi mukosiliar

Variabel perancu pada penelitian ini, yaitu berolahraga sebelum pengambilan

sampel, radang saluran napas atas < 2-3 minggu sebelum pengambilan data,

penggunaan obat tetes dan topikal hidung 2-3 minggu sebelum pengambilan

data, paparan debu industri kulit dan kayu, kelainan struktur dan anatomi yg

mempersempit rongga hidung secara signifikan

2.5 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Pengukur Alat Ukur Cara Ukur Skala

Pengukuran

1.

Waktu

Transportasi

Mukosiliar

Kecepatan sistem

mukosiliar untuk

menghantarkan

suatu benda di

permukaan palut

lendir

Peneliti dan

Pembimbing

Sakharin dan

Stopwatch

Sakharin

dimasukkan ke 1

cm dari batas

anterior konka

inferior, sampel

disuruh menelan

tiap 1 menit.

Waktu dihitung

dari ketika

sakharin

diletakkan

hingga sampel

Numerik rasio

Numerik

rasio

Page 44: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

31

merasakan

manis pertama

kali

2. Status

Merokok

Dikatakan

merokok jika

merokok lebih

dari 5 tahun dan

minimal 10

batang rokok per

hari. Sedangkan

dikatakan tidak

merokok bila

tidak pernah

merokok aktif

secara reguler

seumur hidupnya

Peneliti Kuesioner Wawancara Kategorik

Nominal

3. Indeks

Merokok

Jumlah rokok

yang dikonsumsi

dan lama

merokok

Peneliti Wawancara Kuesioner Numerik

Rasio dan

Kategorik

Ordinal

4. Status

Paparan

Debu

Industri

Kayu dan

Kulit

Dikatakan

„terpapar‟ jika

tinggal atau

sering beraktifitas

di sekitar daerah

industri kayu dan

kulit. Sedangkan

dikatakan „tidak

terpapar‟ jika

tidak tinggal atau

beraktifitas secara

reguler di sekitar

Peneliti Kuesioner Wawancara Kategorik

Nominal

Page 45: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

32

daerah industri

kayu dan kulit

5. Status

Berolahraga

Dikatakan

„berolahraga‟ jika

berolahraga

dalam jangka

waktu1 jam

sebelum uji

sakharin, dan

dikatakan „tidak

berolahraga‟ jika

tidak berolahraga

minimal 1 jam

sebelum uji

sakharin

Peneliti Kuesioner wawancara Kategorik

Nominal

6. Status

Penggunaan

Obat yang

Pengaruhi

TMS

Dikatakan

„menggunakan

obat‟ jika

menggunakan

obat yang

mempengaruhi

TMS dalam 1

bulan minggu

sebelum

pengambilan data.

Dikatakan „tidak

menggunakan

obat‟ jika tidak

menggunakan

obat yang

mempengaruhi

TMS dalam 1

Peneliti Kuesioner Wawancara Kategorik

Nominal

Page 46: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

33

bulan sebelum

pengambilan data

7. Radang

Saluran

Napas Atas

Dikatakan

„mengalami

peradangan‟ jika

subjek mengalami

peradangan pada

saluran napas atas

2-3 minggu

sebelum

pengambilan data

dan dikatakan

„tidak mengalami

peradangan‟ jika

tidak mengalami

peradangan

saluran napas atas

2-3 minggu

sebelum

pengambilan data

Peneliti dan

pembimbing

Kuesioner

dilanjutkan

dengan

Nasoendoskopi

Wawancara lalu

dilanjutkan

dengan

nasoendoskopi

untuk melihat

ada atau

tidaknya tanda

peradangan pada

mukosa hidung

(hiperemis,

sekret, dsb)

Kategorik

Nominal

8. Kelainan

Struktur dan

Anatomi

Rongga

Hidung

Dikatakan

„kelainan yang

mengganggu‟ jika

ditemukan

kelainan struktur

yang

menyempitkan

rongga hidung

secara bermakna

hingga kedua

permukaan

mukosa hidung

Peneliti dan

Pembimbing

Nasoendoskopi Melakukan

nasoendoskopi

pada subjek

untuk melihat

keadaan rongga

hidung, apakah

terdapat

kelainan

struktural atau

tidak

Kategorik

Nominal

Page 47: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

34

mendekat hingga

hampir bertemu.

Dikatakan „tidak

ada kelainan/

kelainan tidak

mengganggu‟ jika

kelainan struktur

tersebut tidak

menyempitkan

rongga hidung

hingga 2

permukaan

mukosa hidung

hampir bertemu

atau tidak ada

kelainan

struktural pada

rongga hidung.

Page 48: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

35

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian

potong lintang.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama bulan Agustus 2014 – September 2014

3.2.2 Tempat Penelitian

Uji sakharin pada subjek penelitian dilakukan di Rumah Sakit Khusus

THT Proklamasi BSD, Kota Tangerang. Sedangkan wawancara dilakukan di

lingkungan sekitar kampus

3.3 Kriteria Subjek Penelitian

Kriteria inklusi umum:

1. Laki-laki

2. Usia 17-50 tahun

3. Tidak sedang mengalami infeksi saluran napas akut dalam 2-3 minggu

sebelum pengambilan data

Page 49: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

36

4. Saat 1 bulan sebelum hingga pengukuran waktu transport mukosilier,

partisipan bersedia untuk tidak meminum obat yang mempengaruhi waktu

transport mukosilier, antara lain: steroid topikal dan obat dekongestan topikal;

obat tetes hidung dan glukokortikoid yang mengandung bahan penstabil;

antibiotik, antiseptik dan antijamur topikal; dan obat oral seperti

antikolinergik, narkotik, etil alkohol, beta adrenergic, kolinergik dan

metilxanthine.

5. Tidak memiliki kelainan kongenital yang dapat mengganggu TMS seperti

diskinesia silia primer, sindrom Kartagener, fibrosis kistik dan sindroma

Young.

6. Tidak mengalami sinusitis kronis atau rekuren

7. Tidak bekerja atau tinggal di sekitar industri kayu dan kulit. Terbukti debu

dari industri kayu dan kulit dapat menyebabkan penurunan signifikan waktu

TMS.

Page 50: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

37

8. Bersedia untuk tidak berolahraga di hari pengambilan data (sebelum

pengambilan data

9. Kriteria partisipan perokok:

Telah menjadi perokok sejak minimal 5 tahun yang lalu

Merokok dengan jumlah minimal 10 batang setiap hari

10. Kriteria partisipan non-perokok:

Tidak pernah merokok aktif

11. Bersedia menyetujui informed consent

Kriteria eksklusi umum:

1. Sedang berpuasa pada saat pengukuran waktu transpor mukosilier

2. Mengalami peradangan saluran napas atas yang dipastikan pada saat

pemeriksaan nasoendoskopi

3. Tidak dapat berpartisipasi karena keadaan psikologis yang buruk (gadug

gelisah, agitasi)

4. Mengalami gangguan struktur rongga hidung yang dapat mengganggu

aktivitas trasnportasi mukosiliar seperti septum deviasi, polip, dan konka

bulosa yang juga dipastika saat dilakukan nasoendoskopi.

3.4 Besar Sampel

Perkiraan besar sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Page 51: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

38

Keterangan:

Zα = kesalahan tipe I sebesar 5% = 1,645

Zβ = kesalahan tipe II sebesar 10% = 1,282

(X1 – X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna = 2,00

S = Sg = standar deviasi, diperoleh dengan rumus:

Sg = standar deviasi gabungan

S1 = standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya

n1 = besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya

S2 = standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya

n2 = besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya

Sehingga perhitungan besar sampel yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

(Sg)2= (1,37

2 x 14 + 0,69

2 x 14)

30-2

= 26,776 + 6,6654

28

Sg = √1,1765

Sg = 1.0846658472

Sg dimasukkan ke dalam rumus utama sampel

N = 2 [(1,645 + 1,282) x 1.0846658472]2

(2,00)2

N = 2 x 2,50937281

N = 5,02

Page 52: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

39

Dengan memperhitungkan resiko drop out sebesar 10%, maka untuk jumlah

sampel sesuai rumus sampel penelitian analitik numerik adalah 6

Namun jika dihitung dengan rumur rule of 10, yaitu dengan mengalikan

jumlah faktor yang mempengaruhi TMS yang tidak bisa diekslusi dengan 10,

maka akan didapatkan 2 faktor yang tidak bisa diekslusi (status merokok dan

indeks merokok) lalu dikalikan dengan 10 maka hasilnya adalah 20. Dengan

memperhitungkan resiko drop out sebesar 10%, maka jumlah sampel untuk

penelitian ini sesuai rumus rule of 10 adalah 23 orang.

Karena jumlah sampel yang diambil sebaiknya adalah yang terbesar, maka

jumlah sampel untuk penelitian ini adalah 23 orang untuk masing-masing

kelompok subjek.

3.5 Alat dan Bahan

3.5.1 Bahan Penelitian

Pemanis buatan, sakharin padat, berdiameter 0,5-1 mm

3.5.2 Alat Penelitian

Pinset yang telah ditandai 1 cm

Head lamp untuk rhinoskopi dan otoskopi

Stopwatch

Nasoendoskopi rigid

Kursi untuk pemeriksaan THT

1.7 Cara Kerja Penelitian

1. Menentukan subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi

Page 53: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

40

2. Melakukan informed consent kepada subjek penelitian dan menjelaskan cara

melakukan uji sakharin serta melakukan wawancara untuk mengetahui status

merokok dan derajat beratnya merokok

Gambar 3.1. Wawancara Subjek

3. Melakukan pemeriksaan fisik THT meliputi inspeksi, palpasi, dan rhinoskopi

untuk melihat keadaan rongga hidung, keadaan telinga dan juga tenggorokan.

Pemeriksaan dilakukan oleh pembimbing dan dicatat oleh peneliti

Gambar 3.2. Pembimbing Melakukan Pemeriksaan Fisik THT

4. Melakukan nasoendoskopi untuk menilai keadaan rongga hidung secara

keseluruhan, termasuk menilai sempit atau tidaknya rongga hidung.

Page 54: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

41

Gambar 3.3. Pembimbing Melakukan Nasoendoskopi kepada Subjek

Gambar 3.4. Gambaran Nasoendoskopi Subjek di Monitor

Page 55: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

42

Gambar 3.5. Alat Nasoendoskopi dan Papan Kendalinya

5. Melakukan uji sakharin (dibantu oleh pembimbing) dengan menaruh sakharin

menggunakan bantuan pinset dan nasoendoskopi untuk memastikan letaknya.

Sakharin diletakkan di dalam rongga hidung, 1 cm dari batas anterior konka

inferior. Posisi kepala subyek penelitian fleksi 10 derajat

Gambar 3.6. Sakharin Padat yang akan Diujikan kepada Subjek

Page 56: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

43

Gambar 3.7 Sakharin diletakkan 1 cm dari batas anterior konka inferior dengan

penanda 1 cm berupa plester putih

Gambar 3.8. Posisi Pasien Saat Uji Sakharin

6. Menghitung waktu saat mulai ditaruhnya sakharin di dalam rongga hidung

subjek sampai subjek merasakan rasa manis di lidah posterior yang

menandakan sakharin sudah sampai di pangkal lidah dan dinding faring

posterior. Selama penghitungan, subyek penelitian diinstruksikan untuk tidak

Page 57: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

44

bersin, batuk, menghirup, mengubah posisi kepala dan berbicara. Selama

penghitungan, subyek diinstruksikan juga untuk menelan tiap 1 menit dan

tidak boleh menelan selain saat diinstruksikan.

3.8. Manajemen dan Analisis Data

Data yang didapatkan dicatat pada formulir berkas pasien, kemudian

dimasukkan ke dalam komputer. Analisis data secara statistik dan melakukan uji

statistik dilakukan dengan program SPSS v16. Awalnya data demografi subjek

penelitian dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui karakteristik subjek

penelitian.

Penulis lalu melakukan analisa secara deskriptif untuk mengetahui gambaran

waktu transportasi mukosiliar rata-rata seluruh sampel, gambaran waktu

transportasi mukosiliar pada perokok dan non perokok, dan gambaran waktu

transportasi mukosiliar pada perokok dengan klasifikasi perokok Proenca. Penulis

memilih klasifikasi Proenca ini karena klasifikasi ini merupakan klasifikasi

pertama yang digunakan dalam penelitian yang melihat pengaruh derajat beratnya

merokok terhadap waktu transportasi mukosiliar.

Page 58: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

45

3.9 Alur Penelitian

Pembuatan Proposal

Pemilihan Subjek Penelitian

Informed Consent

Wawancara Subjek dan

Uji Sakharin pada Subjek

Penelitian

Pengolahan Data

Page 59: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

46

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan 12 subjek penelitian karena

keterbatasan biaya dan waktu. Masing-masing kelompok (perokok dan non

perokok) berjumlah 6 subjek. Data demografi dasar subjek penelitian yang

digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Karakteristik Dasar Demografis Subjek Penelitian

Karakteristik Non Perokok Perokok

Jenis Kelamin

Laki-laki 6 6

Perempuan

0 0

Kelompok Usia

17-24 tahun 6 3

25-34 tahun 0 2

35-44 tahun 0 1

Pendidikan

SD 0 0

SMP 0 2

SMA 6 10

Perguruan Tinggi

0 0

Pekerjaan

Pelajar/Mahasiswa 6 3

Buruh 0 1

Satpam 0 1

Tukang Parkir

0 1

Proenca dkk

Classification of

Smokers

Non perokok 6 0

Perokok Ringan 0 4

Perokok Sedang 0 0

Perokok Berat 0 2

Page 60: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

47

Dari data yang didapatkan, ditemukan bahwa subjek penelitian berkisar

antara 18 – 39 tahun, dengan rerata usia 23,42 ± 6,735 tahun. Sedangkan median

usia perokok adalah 25 (18-39) tahun. Rerata usia perokok lebih rendah, yaitu

20,67 ± 0,51 tahun. Pekerjaan subjek penelitian sebagian besar adalah

pelajar/mahasiswa, sebanyak 9 dari 12 orang (6 orang non perokok dan 3 orang

perokok). Pendidikan subjek penelitian rata-rata adalah SMA (10 dari 12 orang) di

mana seluruh responden non perokok berpendidikan SMA/sederajat dan 4 dari 6

orang dari subjek penelitian non perokok berpendidikan SMA/sederajat. Dalam

klasifikasi Proenca dkk, 4 dari 6 responden adalah perokok ringan dan sisanya

merupakan perokok berat.

4.1.2 Gambaran Waktu Transportasi Mukosiliar pada Subjek Penelitian

Hasil gambaran waktu transportasi mukosiliar pada subjek adalah sebagai

berikut:

Gambar 4.1 Waktu Transportasi Mukosiliar pada Subjek penelitian

Page 61: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

48

Rerata waktu transportasi mukosiliar pada 12 subjek penelitian adalah 6,27

± 2,11 menit dengan waktu tercepat adalah 3,87 menit yang didapatkan pada

subjek non perokok dan terlama adala 10,00 menit yang didapatkan pada subjek

perokok.

Sedangkan hasil pengukuran waktu transportasi mukosiliar pada subjek

penelitian yang terbagi dalam kelompok perokok dan non perokok adalah sebagai

berikut:

Gambar 4.1 Waktu Transportasi Mukosiliar pada Perokok dan Non Perokok

Rerata waktu transportasi mukosiliar pada 6 orang subjek non-perokok

yaitu 5,12 ± 1,39 menit dan pada 6 orang subjek perokok dan 7,42 ± 2,16 menit.

Namun karena kurangnya jumlah sampel pada penelitian ini, peneliti tidak dapat

melakukan uji statistik pada rerata waktu transportasi mukosiliar kedua kelompok.

Sedangkan untuk melihat gambaran waktu transportasi mukosiliar pada

perokok yang telah dibagi dalam indeks derajat beratnya merokok, peneliti

Page 62: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

49

mencoba melihat gambaran waktu transportasi mukosiliar jika diklasifikasikan

dalam klasifikasi Proenca:

Gambar 4.3. Waktu Transportasi Mukosiliar pada Subjek Non Perokok, Perokok

Ringan dan Perokok Berat dalam Klasifikasi oleh Proenca dkk.

Rerata waktu transportasi mukosiliar subjek non perokok adalah 5,12 ±

1,39 menit. Sedangkan rerata waktu transportasi mukosiliar subjek perokok ringan

adalah 6,40 ± 1,84 menit. Pada kelompok subjek perokok berat ditemukan rerata

waktu transportasi mukosiliar hingga 9,47 ± 7,54 menit. Waktu tercepat untuk

kelompok non perokok dari 6 subjek adalah 3,87 menit dan waktu terlama adalah

7,33 menit. Sedangkan untuk kelompok perokok ringan, dari 4 subjek didapatkan

waktu tercepat adalah 5,10 menit dan terlama 9,08 menit. Untuk kelompok

perokok berat, dari 2 subjek didapatkan waktu transportasi mukosiliar selama 8,93

menit dan 10,00 menit. Namun sekali lagi, karena kurangnya jumlah sampel,

maka peneliti tidak dapat melakukan uji statistik pada rerata waktu transportasi

mukosiliar ketiga kelompok di atas

Page 63: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

50

4.2 Pembahasan

Penelitian ini menggunakan 12 laki-laki sebagai subjek penelitian sesuai

dengan rata Riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementrian

Kesehatan tahun 2010, di mana proporsi perokok terbanyak memang didominasi

oleh para laki-laki. Kemudian data usia menunjukkan bahwa subjek perokok

terbanyak pada kelompok usia 17 -24 tahun (50%). Hal ini sedikit berbeda dengan

hasil Riskesdas 2010 di mana perokok terbanyak ditemukan pada usia 25-34. Hal

ini mungkin berkaitan dengan jumlah sampel yang sedikit dan pengambilan

sampel perokok yang memang hampir sepaket dikarenakan sulitnya mencari

sampel perokok secara perorangan. Sedangkan untuk data kelompok usia non

perokok, sesuai dengan Riskesdas 2013, yaitu semuanya berasaldari kelompok

usia 17-24 tahun. Untuk taraf pendidikan subjek, sesuai dengan data Riskesdas

yang menunjukkan kecenderungan untuk merokok lebih besar pada orang dengan

taraf pendidikan yang rendah. Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa 31,9%

perokok adalah tidak tamat SD dan yang tamat SMP hanya 26% dari jumlah

perokok. Sedangkan perokok yang tamat SMA dan tingkat yang lebih tinggi

hanya sekitar 32% dari perokok nasional. Hal ini sesuai dengan data demografi

subjek penelitian di mana semua subjek non perokok adalah lulusan SMA dan 2

dari 6 subjek perokok adalah tamatan SMP. 41

Hasil penghitungan waktu transportasi mukosiliar pada subjek perokok

adalah 6,27 ± 2,11 menit. Hal ini sesuai dengan berbagai penelitian, termasuk

penelitian Stanley, Proenca dan Rahmad Dermawan yang menyatakan bahwa

rerata waktu transportasi mukosiliar sampel tidak melebihi angka 30 menit. 7-9

Untuk hasil rerata waktu transportasi mukosiliar pada 6 orang subjek

perokok yaitu 5,12 ± 1,39 menit dan 7,42 ± 2,16 menit pada kelompok perokok.

Perbedaan rerata yang didapatkan cukup jauh, yaitu 2,3 menit, di mana waktu

transportasi mukosiliar perokok cenderung lebih lambat daripada kelompok non

perokok. Hasil ini sesuai dengan penelitian Proenca dkk, Stanley dkk, dan

Rahmad Dermawan yang menunjukkan adanya perbedaan rerata waktu

Page 64: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

51

transportasi mukosiliar antara kelompok perokok dan non perokok di mana

kelompok yang menunjukkan perlambatan pada semua penelitian tersebut adalah

kelompok perokok. Penelitian Stanley dkk menunjukkan perbedaan rerata waktu

transportasi mukosiliar sebesar 9,7 menit, penelitian Proenca dkk menunjukkan

perbedaan rerata waktu transportasi mukosiliar sebesar 2 menit, dan penelitian

Rahmad Dermawan menunjukkan perbedaan rerata waktu transportasi mukosiliar

sebesar 7,58 menit. Hal ini sesuai dengan teori bahwa rokok memiliki efek buruk

terhadap sistem mukosiliar hidung sehingga pada perokok ditemukan perlambatan

waktu transportasi mukosiliar.7-9

Sedangkan pada hasil rerata waktu transportasi mukosiliar pada 6 subjek

non perokok dan 6 subjek perokok yang telah dibagi dalam klasifikasi Proenca

dkk (4 perokok ringan dan 2 perokok berat) menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan rerata waktu transportasi mukosiliar pada ketiga kelompok tersebut

(non perokok, perokok ringan dan perokok berat). Kelompok non perokok

menunjukkan angka rerata waktu transportasi mukosiliar tercepat, yaitu 5,12 ±

1,39 menit. Rerata ini berbeda tidak jauh dengan 4 subjek perokok ringan dengan

rerata waktu transportasi mukosiliar 6,40 ± 1,84 menit, yang berarti didapatkan

perbedaan rerata antara kelompok non perokok dan perokok sebesar 1,28 menit.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Proenca sebelumnya di mana

didapatkan perbedaan waktu transportasi mukosiliar antara kelompok non

perokok dan perokok ringan sebesar 1 menit.

Sedangkan 2 subjek perokok berat memiliki rerata waktu transportasi

mukosiliar paling lama (9,47 ± 7,54 menit). Rerata waktu transportasi mukosiliar

pada 2 subjek perokok berat ini berbeda 4,35 menit dengan rerata waktu

transportasi mukosiliar 6 subjek non perokok dan berbeda 3,07 menit dengan 4

subjek dalam kelompok perokok ringan. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian

Proenca dkk di mana subjek non perokok dan perokok berat memiliki perbedaan

rerata waktu transportasi mukosiliar sebesar 4 menit dan antara subjek perokok

ringan dan berat berbeda rerata waktu transportasi mukosiliarnya sebesar 3 menit,

di mana perlambatan rerata ditemukan lebih besar pada perokok dengan kategori

Page 65: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

52

yang lebih berat. Hal ini juga sesuai dengan teori bahwa makin besar derajat

merokok/makin sering paparan asap rokok terhadap sistem mukosiliar, makin

parah derajat kerusakannya. 8

4.3 Aspek Keislaman

Penurunan waktu transportasi mukosiliar pada subjek perokok nantinya akan berdampak buruk, karena

kerusakan sistem transportasi mukosiliar akan membuat benda asing yang masuk ke saluran napas akan dengan mudah

menginvasi saluran napas, karena sistem transportasi mukosiliar sebagai garis pertama pertahanan saluran napas yang

seharusnya menyapu benda asing tersebut keluar dari saluran napas telah rusak. Efeknya, benda asing tersebut akan dapat

menimbulkan masalah, baik itu infeksi, inflamasi, atau aktivitas sitotoksik dan karsinogenik pada saluran napas sehingga

meningkatkan resiko terjadinya penyakit pada saluran napas. Oleh karena itu, saran terbaik bagi subjek perokok pada

penelitian ini adalah berhenti atau mengurangi merokok untuk menghilangkan/mengurangi dampak buruk dari asap rokok

terhadap sistem transportasi mukosiliar yang nantinya akan berpengaruh ke kesehatan saluran napas. Hal ini juga telah

disampaikan Allah SWT dalam firman-Nya pada surat Al-Baqarah ayat 195:

Artinya: “Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah, dan janganlah kamu

menjatuhkan dirimu sendiri ke alam kebinasaan..”

Jelas sekali dalam ayat di atas Allah SWT memerintahkan kita untuk

membelanjakan harta benda di jalan Allah SWT, tentunya untuk hal yang

bermanfaat dan untuk tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan diri

sendiri, contohnya rokok. Seperti yang telah dibahas di atas, rokok nantinya akan

menimbulkan banyak masalah yang merugikan, salah satunya yang dibahas

khusus pada bagian ini adalah kerusakan pada sistem transportasi mukosiliar yang

akan merugikan kesehatan perokok itu sendiri.

4.4 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain:

Jumlah sampel penelitian

Page 66: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

53

Jumlah sampel dalam penelitian ini sangat sedikit yaitu 6 perokok dan 6 non

perokok karena keterbatasan dana dan waktu penelitian, sehingga data tidak

bisa dianalisis dengan analisa statistik

Asal populasi penelitian

Asal populasi penelitian tidak menggambarkan populasi apapun, sehingga

memungkinkan terjadinya bias dan tidak menggambarkan suatu populasi

Metode pengambilan data

Pengambilan data dilakukan dengan uji sakharin saja, tanpa menggunakan

pewarna pada sakharin tersebut sehingga ada kemungkinan terjadi bias ketika

pasien merasakan manis. Peneliti tidak bisa mengetahui apakah sakharin telah

betul-betul sampai ke dinding faring posterior/pangkal lidah karena tidak ada

tanda lain selain rasa manis yang dirasakan pasien.

Page 67: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

54

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Didapatkan rerata waktu transportasi mukosiliar pada kelompok subjek

perokok adalah 5,12 ± 1,39 menit dan 7,42 ± 2,16 menit pada kelompok

subjek non perokok.

Hasil tersebut tidak dapat dianalisa secara statistik karena kurangnya

jumlah sampel.

5.2 Saran

Penelitian ini adalah penelitian ke-3 di Indonesia mengenai hubungan

rokok dan waktu transportasi mukosiliar, sehingga masih dibutuhkan

penelitian lanjutan yang lebih baik untuk perbaikan ke depannya.

Dibutuhkan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak,

minimal sesuai dengan penelitian yang bermakna sebelumnya, agar tidak

terjadi kesulitan dalam perhitungan statistik. Penulis juga menyarankan

sebaiknya jumlah per kategori perokok untuk penelitian selanjutnya

disesuaikan perbandingannya dengan hasil Riskesdas terbaru untuk

menunjukkan hasil yang lebih sesuai dengan demografi masyarakat

Indonesia.

Saat uji sakharin sebaiknya sakharin yang akan diberikan ke pasien telah

dicelupkan ke methylen blue agar ketika pasien merasakan manis, peneliti

dapat memastikan dengan mengecek warna biru dari methylen blue pada

dinding faring posterior untuk menghindari bias.

Page 68: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

55

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization [Internet]. Tobacco, Key Facts. WHO Media Centre;

[updated July 2013; cited 2013 July 3]. Available from:

http://www.who.int/mediacentre

2. Badan Pusat Statistik [internet]. Per Capita Gross Domestic Product, Per Capita

Gross National Product and Per Capita National Income, 2000-2013 (Rupiahs);

[updated 2013; cited 2014 September 10]. Available from: http://www.bps.go.id

3. Departemen Keuangan Republik Indonesia [internet]. Seputar APBN, Anggaran

Kesehatan 2009-2014; [updated 2014; cited 2014 September 10]. Available from:

http://www.anggaran.depkeu.go.id

4. Cancer Research UK [internet]. Lung Cancer Key Facts; [updated 29 May 2014;

cited 2014 September 10]. Available from:

http://cancerresearchuk.org/cancerinfo/cancerstats

5. Marie Ng, Michael KF, Thomas DF, et.al. Smoking Prevalence and Cigarette

Consumption in 187 Countries, 1980-2012. Journal Am Med Association. 2014

Jan 8;311(2): 183-192

6. Tortora GJ, Derrickson BM. Principles of Anatomy and Physiology. 12th

Edition.

US: John Wiley & Sons, Inc; 2009. 875-878 p.

7. Stanley PJ, Wilson R, Greenstone MA, et al. Effect of Cigarette Smoking on

Nasal Mucociliary Clereance and Ciliary Beat Frequency. Thorax 1986;

41(7):519-23

8. Proenca M, Pitta F, Kovelis D, et.al. Mucociliary Clearance and its Relation With

the Level of Physical Activity in Daily Life in Healthy Smokers and

Nonsmokers. Revista Por de Pneumologia 2012; 18:233-8

9. Dermawan R. Perbedaan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung pada Perokok

dan Bukan Perokok. Medan: FK USU, 2010: hal. 1-55

10. Jorissen M, Willems T, Boeck KD. Diagnostic Evaluation of Mucociliary

Transport: From Sympoms to Coordinated Cilliary Activity after Cilliogenesis in

Culture. Am J Rhinnol 2000;14:345-52

Page 69: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

56

11. Nizar NW, Wardani RS. Anatomi Endoskopik Hidung-Sinus Paranasal dan

Patofisiologi Sinusitis. Dalam: kumpulan naskah lengkap kursus, pelatihan dan

demo bedah sinus endoskopik fungsional. Makasar: FK Unhas; 2000: hal.1-12

12. Ballenger JJ, Snow JB, editors. Otolaryngology Head and Neck Surgery. 15th ed.

Baltimore, Philadelpia, Hongkong, London, Munich, Sydney, Tokyo: Williams &

Wilkins; 1996: 3-18 p.

13. Heilger PA. Applied Anatomy and Physilogy of the Nose. In: Adam GL, Boeis

LR, Heilger PA, editors. Fundamentals of Otolaryngology. 6th ed. Philadelpia,

London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo: WB Saunders Ca; 1989: 177-95 p.

14. Scott Brown, Weir N, Golding-Wood DG. Infective Rhinitis and Sinusitis. In:

Mackay IS, Bull TR, editors. Scott-Brown‟s Otolaryngology (Rhinology). 6th ed.

Oxford, Boston, Johannesburg, Melbourne, New Delhi, Singapore: Butterworth-

Heinemann; 1997: 1-49p.

15. Waguespack R. Mucociliary Clearance Patterns Following Endoscopic Sinus

Surgery. Laryngoscope (supplement) 1995;105:1-40

16. Sakakura Y, Majima Y, Takeuchi K. A rule of periciliary fluid in nasal

mucociliary clearance. Am J Rhinol 1994;5:277-8

17. Rautiainen M. Impaired mucociliary function in nose. Am J Rhinol 1994;5:276-7

18. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. BIOLOGY. 7th ed. San Fransisco:

Benjamin Cummings; 2007: 178-182

19. Ho JC, Chan KN, Hu WH, et.al. The effect of aging on nasal mucociliary

clearance, beat frequency, and ultrastructure of respiratory cilia. Am J Resir Crit

Care Med 2001;163:983-8

20. Al-Rawi MM, Edelstein DR, Erlandson RA. Changes in Nasal Epithelium in

Patients with Severe Chronic Sinusitis: A Clinicopathologic and Electron

Microscopic Study. Laryngoscope 1998;108:1816-23

21. Stierna P. Physiology, Mucociliary Clearance and Neural Control. In: Kennedy

DW, Bolger WE, Zinreich SJ, editors. Diseases of Sinuses Diagnosis and

Management. London: BC Decker Inc; 2001: 35-38p.

Page 70: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

57

22. Kane KJ. Recirculation of Mucus as a Cause of Persistent Sinusitis. Am J Rhinol

1997;11:361-9

23. Benninger MS. Nasal Mucociliary Transport after exposure to swimming pool

water. Am J Rhinol 1994;8:207-9

24. Talbot AR, Herr TM, Pasrons DS. Mucociliary Clearance and Buffered

Hypertonic Saline Solution. Laryngoscope 1997;107:500-3

25. Hafner S, Darvis S, Riechelmann H, et al. Endonasal Sinus Surgery improves

mucociliary transport in severe chronic sinusitis. Am J Rhinol 1997;11:271-4

26. Sakakura Y. Mucociliary Transport in Rhinologic Disease. In: Bunnag C,

Muntarbhorn K, editors. ASEAN Rhinological Practice. Bangkok: Siriyot

Co.,Ltd; 1997: 137-43p.

27. Elynawati N, Roestiniadi, Hupetomo. The Influence of Air Polutant of

Mucociliary Transport in Wood Factory Worker. 7th ARSR; 2002:119

28. Torkelli T, Rautiainen M, Nuutinen J. Ciliary Ultrastructure and Mucociliary

Transport in Upper Respiratory Tract Infections. Am J Rhinol 1994;8:211-5

29. Soedarjtani, Djoko SS. Nasal Mucociliary Clearance (NMC) dan nasal pH pada

30 Penderita Diabetes Melitus (NIDDM tipe II WHO). Dalam: Kumpulan

Naskah Ilmiah PIT Perhati Bukittinggi; 1993: hal.760-66

30. Penitilla MA, Rautiainen MEP, Koskinen MO, et al. Mucociliary clearance of the

maxillary sinuses in patients with recurrrent or chronic sinusitis. Am J Rhinol

1994;8:285-90

31. Jorissen M. Correlations among mucociliary transpot, cilliari function, and

cilliary structure. Am J Rhinol 1998;12:53-8

32. Joki S, Toskala E, Saano V. Correlation Between Cilliary Beat Frequency and

The Structure of Ciliated Epithelia in Pathologic Human Nasal Mucosa.

Laryngoscope 1998;108:426-30

33. Gosepath J, Grebneva N, Mossikhin S, Mann WJ. Topical Antibiotic, Antifungal

and Antiseptic Solution Decrease Cilliary Activity in Nasal Respiratory Cells.

Am J Rhinol 2002;16:25-31

Page 71: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

58

34. Scadding GK, Lund VJ, Darby YC. The effect of Long Term antibiotic therapy

upon ciliary beat frequency in chronic rhinosinusitis. J Laryngo-Otol

1995;109:24-6

35. Clerico DM. Medical treatment of chronic sinus disease. In: Kennedy DW,

Bolger WE, Zinreich SJ, editors. Diseases of Sinuses Diagnosis and

Management. London: BC Decker Inc; 2001: 155-8p.

36. Cauwenberge PV, Ingels K. Effects of viral and bacterial infection on nasal and

sinus mucosa. Acta Otolaryngol (Stockh) 1996;116:316-21

37. Czaja JM, McCaffrey TV. Reversibility of abnormal mucociliary clearance in

experimental chronic sinusitis. AM J Rhinol 1996;10:281-9

38. Samsuri Tirtosastro [Internet]. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak

Industri: Kandungan kimia tembakau dan rokok. [updated 2009; cited 2013 July

3]. Available from: http://balittas.litbang.deptan.go.id/

39. Tri-Country Cessation Center [Internet]. Cigarette Ingredients: Chemicals in

Tobacco Smoke. Dutches, Sullivan, Ulster; [updated 2013; cited 2013 July 3].

Available from: http://www.tricountycessation.org

40. Cedars-Jebel Ali International Hospital. E-bulletin Smoking and its Ill Effects.

April 2011.

41. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Depkes RI; 2013:hal.169-175.

42. Mirsa, et al. Black tea prevents cigarette smoke induced oxidative damage of

protein in guinea pigs. J Nutrition 2003;22:208

43. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Jakarta:

EGC; 2007: hal.2-33

44. Leanderson P, Tagesson C. Cigarette Smoke-induced DNA damage in cultured

human lung cells: role of hydroxyl radicals and endonuclease activation. Chem

Bio Interact 1992;81(1-2):197-208

45. Pickett G, Seagrave JC, Boggs S. Effects of10 cigarette smoke condensates on

primary human airway epithelial cells by comparative gene and cytokine

expressions studies. Toxicological Sciences 2010;114(1):79-89

Page 72: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

59

46. Lan MY, Ho CY, Lee TC, Yang AH. Cigarette smoke extract induces cytotoxicity

on human nasal epithelial cells. Am J Rhinol 2007;21(2):218-23

47. Tamashiro E, Cohen NA, Palmer JN. Lima WTA. Effects of Cigarette Smoking

on Respiratry Epithelium and Its Rile in the Pathogenesis of Chronic

Rhinosinusitis. Braz J Otorhinolaryngol 2009;75(6):

48. Kreindler JL, Jackson AD, Kemp PA. Inhibition of Chloride Secretion in Human

Bronchial Epithelial Cells By Cigarette Smoke Extract. AM J Physiol Lung Cell

Mol Physiol 2005;288(5):894-902

49. Nungtijk AK, Mangunnegoro H, Yunus F. Efikasi Pemberian Kombinasi Inhalasi

Salmeterol dan Flutikason Propionat Melalui Alat Diskus pada PPOK.Maj

Kedokt Indon 2010;60(12):546-53

50. Indrayan A, Kumar R, Dwivedi S. A Simple Index of Smoking. COBRA

2008;40:1-20

51. Office Technology of Assessment. Cancer Testing Technology and Saccharin.

USA: Congress of The United States. 1977:19-35p.

Page 73: AHMAD MUSLIM HIDAYAT TAMRIN-FKIK.pdf

60

LAMPIRAN

Lampiran 1

Riwayat Penulis

Identitas :

Nama : Ahmad Muslim Hidayat Tamrin

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Pinrang, 12 Januari 1993

Agama : Islam

Alamat : Jl. Cempaka F1/15, Sumasang, Soroako, Sulawesi

Selatan

E-mail : [email protected]

[email protected]

Riwayat Pendidikan :

1998 – 2000 : TK YPS Singkole

2000 – 2006 : SD YPS Lawewu

2006 – 2009 : SMP YPS Singkole

2009 – 2011 : SMAN 17 Makassar

2011- sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta