Agama Tafsir

21
Al baqarah 165 Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). * * * banyak bukti atas kekuasaan Allah Swt, yg salah satunya adalah silih bergantinya siang dan malam. “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” [QS. Al- Fushshilat] Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran 190-191) Dalam Tafsir Jalalain diterangkan bahwa di dalam penciptaan langit dan bumi serta segala keajaiban yang ada pada keduanya dan berbagai perbedaan siang dan malam dari segi datang dan perginya maupun dari segi lebih dan

description

abcd

Transcript of Agama Tafsir

Al baqarah 165Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).* * *banyak bukti atas kekuasaan Allah Swt, yg salah satunya adalah silih bergantinya siang dan malam.Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? [QS. Al- Fushshilat]Allah SWT berfirman: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran 190-191)Dalam Tafsir Jalalain diterangkan bahwa di dalam penciptaan langit dan bumi serta segala keajaiban yang ada pada keduanya dan berbagai perbedaan siang dan malam dari segi datang dan perginya maupun dari segi lebih dan kurang temponya, semua itu merupakan bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan Allah SWT bagi Ulil Albab, yakni orang-orang yang punya akal. Ulil Albab adalah orang-orang yang senantiasa mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring. Artinya ingat dan menyebut-nyebut Allah dalam setiap keadaan. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa juga disebut Ulil Albab adalah orang-orang yang melaksanakan sholat sesuai dengan kemampuan.Dan Ulil Albab adalah orang-orang yang berfikir tentang penciptaan langit dan bumi untuk mendapatkan bukti atas kekuasaan pembuatnya. Lalu mereka berkata Rabbana, ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan ciptaan yang kami lihat itu sebagai perkara yang sia-sia. Justru kami melihatnya sebagai bukti atas kesempurnaan kekuasaan-Mu. Subhaanaka, Maha Suci Engkau, Engkau suci dari segala kesia-siaan.Dalam Tafsir Ibnu Abbas diterangkan bahwa Allah SWT dalam ayat di atas menerangkan tanda kekuasaan-Nya kepada kaum kafir Makkah karena sebelumnya mereka telah meminta bukti kepada Nabi Muhammad saw. atas apa yang beliau katakan. Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya di dalam penciptaan langit, artinya sesungguhnya di dalam apa yang diciptakan oleh Allah SWT di langit berupa para malaikat, matahari, bulan, dan bintang-bintang, serta awan; dalam penciptaan bumi, artinya penciptaan bumi dan apa yang diciptakan di bumi seperti gunung-gunung, lautan, tanaman, dan hewan; dalam perbedaan siang dan malam yaitu dalam pergantian siang dan malam; semua itu benar-benar merupakan bukti-bukti keesaan Allah SWT bagi Ulil Albaab, yakni orang-orang yang punya akal. Lalu Allah memberikan sifat kepada Ulil Albab, yaitu orang-orang yang mengingat Allah dengan melaksanakan sholat secara berdiri jika dia mampu, dengan cara duduk jika tidak mampu berdiri, dan dengan cara berbaring jika tidak mampu berdiri maupun duduk. Dan ulil Albab itu selalu berfikir tentang keajaiban penciptaan langit dan bumi lalu berkata Ya Rabbana, Wahai Tuhan kami, tidaklah yang Engkau ciptakan itu sia-sia. Subhaanaka, Maha Suci Engkau, mereka mensucikan Allah, maka bebaskanlah kami dari adzab neraka. Tolaklah dari kami adzab neraka.Dalam Tafsir Al Qurthuby dijelaskan bahwa dalam penghujung surat Ali Imran ini Allah SWT memerintahkan untuk memperhatikan dan mencari bukti-bukti dalam tanda-tanda kekuasaan-Nya agar keimanan umat ini bersandar kepada bukti yang meyakinkan atas kebenaran dan kekuasaan Allah SWT. Bukan keimanan yang dibangun dengan taqlid semata. Ulil Albab adalah orang-orang yang menggunakan akal untuk memperhatikan bukti-bukti kekuasaan Allah SWT. Al Qurthuby mengutip hadits riwayat Aisyah r.a. yang berkata: Ketika turun ayat ini kepada Nabi saw. beliau bangun untuk shalat. Pagi itu Bilal datang untuk mengumandangkan adzan maka Bilal melihat beliau saw sedang menangis. Bilal bertanya: Wahai Rasulullah, mengapa engkau menangis padahal Allah SWT telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu maupun yang akan datang! Maka Rasulullah saw. bersabda: Hai Bilal, apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur? Sungguh Allah telah turunkan pada malam ini ayat : inna fi khalqis samaawaati wal ardli wakhtilafil laili wan nahaar la aayatil liulil albaab. Kemudian beliau saw bersabda: Celakalah orang yang membaca ayat ini dan tidak berfikir merenungkannya! Disunnahkan setiap bangun malam memulai dengan membaca sepuluh ayat terakhir surat Ali Imran (ayat 190-200) sebagai ittiba kepada Rasulullah saw.Membangun generasi Ulil AlbabGenerasi awal yang dibangun oleh baginda Rasulullah saw adalah generasi yang dibangkitkan akal dan fikiran mereka sehingga mereka adalah generasi yang mengalami kebangkitan berfikir yang luar biasa. Hasilnya pun luar biasa. Dua puluh delapan tahun setelah Al Quran yang menyentuh hati dan menggugah akal fikiran mereka turun dan telah membangun karakter manusia unggul dalam tempaan yang dilakukan oleh Rasulullah saw yang senantiasa membacakan ayat-ayat Al Quran dan mengajarkan ilmu-ilmu dalam Al quran dan As Sunnah, generasi awal umat Islam yang tadinya adalah generasi buta huruf itu mampu mengalahkan dua negara adidaya penguasa dunia pada waktu, Rumawi dan Persia di tahun yang sama, yakni 15 H. Itulah generasi sahabat, yakni generasi Ulil Albab. Mereka murni generasi bentukan risalah Islam, mereka tidak meniru cara berfikir dan cara hidup bangsa adidaya Rumawi maupun Persia. Oleh karena itulah, mereka bisa mengungguli kedua bangsa dan negara adidaya penguasa dunia itu, walau generasi Ulil Albab itu masih baru lahir.Generasi Ulil Albab ini adalah generasi yang telah yaqin dengan keesaan dan kekuasaan Allah SWT berdasarkan sentuhan ayat-ayat Al Quran yang membangun kemampuan berfikir mereka mencari bukti keesaan dan kekuasaan Allah SWT itu dalam diri dan alam semesta yang ada yang merupakan ciptaan Allah semuanya. Mereka adalah generasi yang berpengetahuan dan selalu berusaha mendengar pengetahuan dan mengikuti yang terbaik. Allah SWT menyebut mereka dalam firman-Nya:(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah (Ulil Albab) yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az Zumar 9).Juga firman-Nya: Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya (yakni Al Quran). mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka. Itulah Ulil Albab, yaitu orang-orang yang mempunyai akal. (QS. Az Zumar 18).Dan generasi Ulil Albab ini adalah generasi yang mendapatkan al hikmah, yakni ilmu yang bermanfaat yang mengantarkan kepada amal. Allah SWT berfirman: Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab, orang-orang yang berakallah, yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (QS. Al Baqarah 269).Oleh karena itu, jika umat ini hari ini ingin terlahir kembali menjadi generasi Ulil Albab sebagaimana para sahabat, maka mereka harus menapaki jalan perjuangan para sahabat Rasulullah saw yang memahami bahwa mereka itu dilahirkan untuk memperjuangan Islam, risalah yang dibawa oleh baginda Rasulullah saw., secara totalitas, sehingga mereka menjadi manusia baru kembali dengan celupan petunjuk Al Quran dan Sunnah Rasulullah saw yang pasti akan bisa mengungguli bangsa dan negara dengan ideologi manapun di dunia ini. Wallahualam!

Surah Al-Anfaal ini diturunkan pada waktu Perang Badar al-Kubra, pada bulan Ramadhan, tahun kedua Hijrah. Ianya berlaku setelah sembilan belas bulan Rasulullah saw berhijrah iaitu berdasarkan kepada pendapat yang lebih kuat. Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishak dari Ubadah ibnu Samit r.a. Ia berkata, Surah ini diturunkan mengenai kami yang terlibat dalam Perang Badar ketika kami berselisih mengenai harta rampasan perang, dan akhlak kami sangat buruk ketika itu. Lalu, Allah swt melepaskannya dari tangan kami, dan menyerahkan kepada Rasulullah saw untuk membahaginya. Kemudian beliau membahaginya secara sama. Syed Qutb dalam Tafsirnya Fi Zhilalil Quran menyatakan bahawa Allah swt telah memberikan tarbiah Rabbaniah kepada para sahabat ketika itu dengan perkataan dan perbuatan, dengan dilepaskanNya seluruh harta rampasan dari tangan mereka dan dikembalikanNya kepada Rasulullah saw. Selanjutnya, Dia menurunkan hukum mengenai pembahagian harta rampasan ini secara keseluruhan. Pengajaran yang diperolehi daripada kesah ini menjelaskan bahawasanya harta rampasan ini bukan hak mereka yang patut diperselisihkan. Akan tetapi ianya merupakan kurniaan dari Allah swt kepada mereka, yang dibahagikan sama rata oleh Rasulullah saw sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada baginda. Hal ini selain dari pengajaran secara praktikal sekaligus juga merupakan pengajaran jangka panjang yang dimuatkan dalam ayat-ayat awal Surah ini, dan seterusnya berlanjutan dengan ayat-ayat berikutnya. TAFSIR AYAT 2 SURAH AL-ANFAL Setelah menerangkan persoalan mengenai pembahagian harta rampasan perang serta arahan bertakwa dan ketaatan kepada Allah dan Rasulnya di ayat pertama, ayat kedua Surah ini dilanjutkan dengan menetapkan karakteristik iman yang sebenarnya sebagaimana yang dikehendaki oleh Rabb bagi agama Islam ini. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gementarlah hati mereka; dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlan iman mereka(kerananya). Kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Surah Al-anfal ayat 2) Menurut Syed Qutb dalan Fi Zhilalil Quran, ayat ini memaparkan getaran perasaan yang menyentuh kalbu orang mukmin ketika disebut nama Allah swt dalam sesuatu perintah atau larangan. Ia merasa tertutup oleh keagungan-Nya, meluap rasa takutnya kepada-Nya, dan terbayang olehnya keagungan Allah dan kehebatan-Nya. Disamping itu, terbayang pula kekurangan .dirinya dan dosa-dosanya, lantas mendorong untuk melakukan amal dan ketaatan Ungkapan dalam ayat ini merupakan ungkapan yang membatasi serta halus dan lembut petunjuknya, bahawa orang-orang yang sedemikian sifat-sifatnya, amalannya, dan perasaannya adalah orang-orang mukmin iaitu orang-orang yang beriman. Orang-orang yang bukan sedemikian sifat-sifatnya secara keseluruhan maka bukanlah mereka dari kalangan orang mukmin. Taukid penegasan pada akhir ayat, Mereka itulah orang-orang mukmin yang sebenarnya, merupakan penegasan terhadap hakikat ini. Ini bermakna bagi orang-orang yang bukan mukmin yang sebenarnya, maka mereka sama sekali bukan orang mukmin. Sehubungan itu, para ulama salaf mengetahui dari ayat-ayat ini bahawa orang yang pada dirinya tidak terdapat sifat-sifat dan amalan-amalan seperti yang disebutkan ini, bererti tidak terdapat keimanan didalam hatinya dan dia sama sekali bukan orang yang beriman. ..Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Nya, maka bertambahlah iman mereka . Hati yang beriman itu dapat menemukan didalam Al-Quran sesuatu yang boleh menambahkan keimanan dan membawa kepada ketenteraman. Sesungguhnya Al-Quran dapat berinteraksi dengan hati manusia tanpa pertantaraan sesiapa pun, dan tidak dapat dihalangi oleh sesuatu pun kecuali kekufuran. Apabila penghalang iman ini tidak ada, maka hati akan merasakan manisnya Al_Quran. Kesan-kesan yang berulang-ulang akan menambah keimanan yang membawa hati kepada ketenangan dan kemantapan. Menurut HAMKA dalam tafsir Al-Azhar, Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu, apabila disebut nama Allah maka gementarlah hatinya , ayat ini dipangkali dengan kata nama innama. Huruf ini dalam kuasa ertinya dalam bahasa arab sebagai alat pembatas iaitu bermaksud tidak lain, cuma atau hanyalah. Maka kalau ada orang mengakui dirinya beriman, menurut ayat ini belumlah diterima iman itu dan belumlah dikira ikhlas sekiranya hatinya belum bergetar mendengar nama Allah disebut orang. Apabila nama itu disebut, terbayanglah dalam fikiran orang yang beriman itu betapa Maha Besar kekuasaan Allah, mengadakan, menghidupkan, mematikan, dan melenyapkan. Ingatan kepada Allah itu bukan semata-mata kerana disebut, tetapi kerana melihat tanda-tanda kekuasaanNya. Maka berasa takutlah ia jika usianya akan berakhir padahal ia masih belum melaksanakan apa sahaja yang diperintahkan oleh Allah. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah bagi mereka keimanan. Sedangkan mendengar nama Allah disebut orang, hati jantung mereka sudah terketar kerana takut, betapa lagi jika ayat-ayat Allah itu dibaca orang, maka lebih-lebih lagi ayat itu menambah iman mereka kepada Allah. Ayat-ayat Allah ini dapat dibaca dalam kitab Al- Quran dan dapat dibaca pada alam yang ada di sekeliling kita. Ia dapat dibaca pada segala sudut alam ini dengan alat dan ilmu pengetahuan. Kesemua itu menunjukkan bahawa Allah itu Esa adanya. Apabila kita menghubungkan ayat nombor 2 ini dengan dengan dua ayat yang penghabisan surah ini, jelaslah bahawa tujuan keduanya adalah satu. Dalam dua ayat penghabisan surah ini menyuruh kita supaya mengingati Allah dengan tenang dan rasa takut, khusyu dan tadharru dan tidak perlu dengan suara yang keras. Maka ayat yang kedua surah ini adalah kesan dari latihan yang diamalkan oleh orang yang beriman seperti mana dalam ayat kedua terakhir. Apabila telah dilatih berkali-kali dengan menyebut nama Allah dengan lidah dan hati , maka apabila ia disebut oleh orang lain maka kesannya akan terasa di dalam hati seperti mana ia menyebutnya dengan lidahnya. Di dalam Tafsir Ibn Kathir beliau memetik menurut Ali Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Sesungguhnya orang-orang beriman apabila disebut nama Allah gementarlah hati mereka bahawa orang-orang munafik itu tiada sesuatu pun dari sebutan nama Allah yang dapat mempengaruhi hati mereka untuk mendorong mareka mengerjakan hal-hal yang difardhukanNya. Mereka sama sekali tidak beriman kepada satu pun ayat-ayat Allah, tidak bertawakal, tidak solat apabila bersendirian, dan tidak menunaikan zakat harta bendanya. Maka allah menyebut bahawa mereka bukan orang-orang yang beriman, kemudian Allah menyebutkan sifat orang-orang mukmin melalui firmaNya sesungguhnya orang-orang yang beriman apabila disebut nama Allah gementarlah hati mereka kerana itu, maka mereka mengerjakan hal-hal yang difardhukanNya. ...dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya , bertambahlah iman mereka (kerananya) Menurut Ibnu Kathi,r ayat ini bermaksud kepercayaan mereka makin bertambah tebal dan mendalam. Keadaan ini sama dengan firmanNya, Dan apabila dirunkan suatu surah maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya(turunnya) surah ini? Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya sedang mereka merasa gembira (At-Taubah : 124) Imam Bukhari dan lain-lainya dari kalangan para imam mengambil kesimpulan dalil dari ayat di atas dan ayat-ayat lain yang semakna bahawa iman itu dapat bertambah dan dapat berkurangan, serta iman itu dalam hati mempuyai grafik naik turunya. Menurut Syed Qutb Sebagaimana kesan-kesan Al-Quran di dalam hati yang beriman dapat menambah keimanan, maka hati yang beriman inilah yang mengetahui adanya kesan-kesan yang dapat menambah keimanan itu. Oleh kerana itu, penetapan hakikat ini disebutkan secara berulang-ulang di dalam Al-Quran, sepert di dalam firman Allah swt, Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang mukmin. Salah seorang sahabat pernah berkata, Kami telah diberi iman sebelum diberi Al-Quran. Dengan iman ini, mereka mendapati rasa khusus terhadap Al-Quran. Perasaan yang didukung oleh suasana kejiwaan mereka, yang hidup dengan Al-Quran dan mengaplikasi didalam kehidupan nyata. Mereka senantiasa merasakan dan memahaminya. Kepada Tuhanlah mereka bertawakal. HAMKA menjelaskan bertawakal ertinya berserah diri. Imam as-Syafie, Iman Ahmad dan Imam Abu Ubaid mengertikan bertawakal kepada Allah itu ialah jalan tidak berharap kepada yang lain , dan tidak berserah diri atau menyerahkan segala untung nasib dan pekerjaan kepada yang lain. Tawakkal di sini tentu sekali tidak bermaksud mengabaikan ikhtiar. Kerana apabila sudah takut mendengar namanya disebut maka sudah tentu dibuktikan rasa takut itu dengan kepatuhan melaksanakan apa yang diperintah dan menjauhkan apa yang di larang. Jika sudah percaya kepada Allah maka lebih lagi mempercayai bahawa segala perintah yang diturunkan Allah kepada kita, mustahil akan membawa kecelakaan kepada kita. Mujahid mengatakan bahawa orang yang tergetar hatinya kerana takut apabila nama Allah disebut orang bahawa itulah dia sifat mukmin yang sempurna iman. Takut kalau-kalau terlambat atau terlalai, takut kalau-kalau yang dikerjakan itu tidak sepenuh menurut apa yang diaturkan oleh Allah. Telah berkata Sufyan As Sauri : Aku mendengar as-Suddi mentafsirkan ayat ini maksudnya ialah ada seorang yang bermaksud hendak melakukan maksiat, tiba-tiba sedang ia sedang mengerjakannya, datang orang berkata : Takwalah engkau kepada Allah, kawan!, lalu gementarlah hatinya mendengar teguran itu dan segera kembali ke atas jalan yang benar (membatalkan perbuatan aniaya atau maksiatnya). Pengertian lafaz al-wajal fil qalbi atau hati yang gementar, perumpamaanya sama dengan rasa sakit akibat bisul, tidakkah engkau merasakan denutan sakitnya? Dikatakan Ya Maka Ummu Darda berkata, Apabila engkau merasakan hal tersebut maka berdoalah kepada Allah saat itu juga, kerana sesungguhnya doa dapat melenyapkan hal itu. Ibnu Kathir mentafsirkan tentang tawakkal kepada Allah iaitu, tidak mengharap yang lain, tujuannya hanyalah kepada Allah, berlindung hanya kepada Nya, tidak meminta dan memohon sesuatu kecuali hanya kepadaNya dan sedar bahawa yang dikehendakiNya pasti akan terjadi , Dia yang mengatur sesuatu dengan sendirinya tanpa bekerjasama dengan yang lain dan amat cepat perhitunganNya. Ayat ini mempunyai erti yang sama dengan firman Allah Dan(juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah?Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu sedangkan mereka mengetahui (Ali Imran : 135) Ia juga membawa maksud yang sama dengan firman Allah Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya (An-Naziat : 40-41) HAMKA pula memberikan makna tawakal itu adalah satu kekuatan dalam jiwa kerana kita sedar bahawa kita mempunyai sandaran dan pergantungan yang kuat iaitu kepada Allah swt. Syed Qutb dalam kitab tafsirnya membincang dengan agak panjang lebar mengenai ayat ini. Tawakal kepada Allah Yang Maha Esa ini tidak menghalangi manusia untuk melakukan usaha (asbab). Orang yang beriman menjadikan sebab ini sebagai bab iman kepada Allah dalam mentaati perintah-Nya untuk melakukan usaha itu. Akan tetapi, ia menjadikan sebab itu sebagai sesuatu yang menimbulkan hasil lantas ia bertawakal kepadanya. Yang menimbulkan hasil sebagaimana yang menimbulkan sebab adalah ketentuan Allah. Tidak ada hubungan antara sebab dan hasil di dalam perasaan orang mukmin. Mengambil sebab dalam melakukan usaha merupakan suatu ibadah kerana itu adalah ketaatan. Sedangkan, realiti keberhasilan merupakan qadar dari Allah yang bebas dari sebab manapun. Tidak ada yang bekuasa menjadikan keberhasilan ini kecuali Allah. Dengan demikian, perasaaan orang yang beriman itu bebas dari menyembah sebab-sebab dan dari bergantung kepada-Nya. Pada waktu yang sama ia melakukan usaha-usaha sesuai dengan kemampuannya untuk mendapatkan pahala dari Allah sebagai perlaksanaan ketaatan. Apabila hati telah bebas dari tekanan sebab-sebab lahiriah, maka di sana tidak ada tempat untuk bertawakal kepada selain Allah. Qadar Allah itulah yang menjadikan setiap peristiwa. Hanya ini sajalah satu-satunya hakikat yang meyakinkan. Sedangkan, sebab-sebab lahiriah hanya menimbulkan kemungkinan-kemungkinan yang bersifat zhanniyah dugaan belaka. Inilah peralihan besar yang dipindahkan oleh akidah islami terhadap hati manusia dan pemikirannya. Yakni, peralihan yang telah dijalani oleh kejahilan dengan tanpa petunjuk selama tiga abad untuk mencapai tingkatan utama dalam bidang pemikiran

PENUTUP Rujukan 1. Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kathir Ad-Damsyiqi, Tafsir Ibnu Katir,Juz 9, Sinar Baru al-gensido Bandung, Indonesia, 2004. 2.Dr. Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar, Pustaka Nasional PTE LTD Singapura, 1990. 3.Asy-Syahid Syed Qutb , Tafsir Fizilalil Quran, jilid 3 ms 408.

Copy and WIN :http://bit.ly/copynwin

Sebagai umat Islam yang berpedoman pada Al-Quran haruslah mengerti tentang isi kandungan di dalam Al-Quran. Karena dengan mempelajari isi kandungannya kita akan memahami dan mengetahui hukum-hukum dan juga syariat Islam. Kita dapat memahami dan mengetahui hukum-hukum dan juga syariat Islam dengan cara menafsirkannya.Oleh karena itu, penyusun akan menafsirkan salah satu ayat yang terdapat dalam surat Ali Imran, yaitu ayat 102-104. Dengan mempelajari Ilmu Tafsir semoga akan memperkuat iman kita terhadap Allah SWT.

PEMBAHASANSurat Ali Imran Ayat 102-103 Terjemahannya:Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.(Q.S Ali Imran:102)Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu,agarkamu mendapat petunjuk(Q.S Ali Imran: 103)Asbabun NuzulFaryabi dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Di masa jahiliah, di antara suku-suku Aus dan Khazraj terdapat persengketaan. Sementara mereka sedang duduk-duduk, teringatlah mereka akan peristiwa yang mereka alami, hingga mereka pun jadi marah lalu sebagian bangkit mengejar lainnya dengan senjata. Maka turunlah ayat, 'Kenapa kamu menjadi kafir...,' serta dua buah ayat berikutnya." (Q.S. Ali Imran 101-103)[1]

Tafsir atau Kandungan AyatDalam madrasah para nabi, untuk membina Muslimin yang merupakan para pelajar madrasah ini, terdapat kelas yang lebih tinggi. Untuk setiap kesempurnaan dankebaikan, terdapat marhalah atau peringkat yang mana seorang mukmin harus berusaha untuk mencapai marhalah yang lebih tinggi. Ilmu pengetahuan merupakan anugerah Tuhan untuk umat manusia. Salah satu kesempurnaan yang diminta oleh Rasul "Rabbi Zidni Ilman".Keimanan dan takwa juga memiliki tahap dan peringkat, di mana Allah Swt dalam ayat ini menganjurkan agar muslimin mencapai derajat yang lebih tinggi. Tuhan berfirman yang kurang lebih artinya, dapatkan takwa yang patut dengan keimanan Tuhan, takwa yang menjauhkan kalian dari keburukan dan juga mendorong kalian untuk berbuat kebaikan.Surat Ali Imran Ayat 103 menyeru Muslimin untuk bersatu di bahwa payung agama. Janganlah kalian lupa bahwa sebelum kalian beriman kepada Tuhan, kalian begitu terlibat persengketaan dan benci dan kalian telah berada di bibir jurang yang setiap detik kemungkinan kalian jatuh dan binasa ke dalam jurang kekotoran. Maka bersyukurlah kepada Allah yang telah mendekatkan hati-hati kalian dan sedemikian besar Dia menanamkan rasa kasih di antara kalian, sehingga kalian seperti saudara.Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:a.Husnul Khatimah dan mati membawa iman adalah tergantung takwa dan kesucian.Bagaimana nanti manusia matitergantung bagaimana mereka hidup.b.Kesatuan masyarakat berdasarkan bahasa, etnis dan kebangsaan tidak akan langgeng.Persatuan yang hakiki adalah di bawah naungan iman kepada Tuhan yang selalu tegak dan abadi.c.Persatuan yang berdasarkan perjanjian internasional atau politik dan militer juga tidak akan kekal, persatuan yang sejati akan kekal di bawah kesatuan hati dan kasih sayang yangjuga berada di tangan Tuhan.d.Mengingat nikmat-nikmat Tuhan merupakan faktor kecintaan dan ketaatan kepada perintah-perintahNya, sebaliknya lalai terhadap nikmat-nikmatilahi menyebabkan terlepasnya nikmat-nikmat itu.[2]Munasabah Surat Ali Imran Ayat 102-103Munasabah antara ayat 103 surat Ali Imran: Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai., Dengan ayat 102 surat Ali Imran: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam., adalahMunasabah antar ayat,yaitu Diathafkannya ayat yang satu kepada yang lain.Faedah dari munasabah dengan athaf ini ialah untuk menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama (An-Nadziraini). Ayat 102 surah Ali-Imran menyuruh bertakwa dan ayat 103 surah Ali-Imran menyuruh berpegang teguh kepada agama Allah, dua hal yang sama.Kedua ayat tersebut sangat erat hubungannya, yaitu bahwa untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa serta mati dalam keadaan muslim, maka seseorang harus berpegang teguh kepada agama Allah. Dengan berpegang teguh kepada agama Allah, maka ia tidak akan bercerai berai.[3]Surat Ali Imran Ayat 104 Terjemahannya:Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)Asbabun NuzulPada zaman jahiliyah sebelum Islam ada dua suku yaitu; Suku Aus dan Khazraj yang selalu bermusuhan turun-temurun selama 120 tahun, permusuhan kedua suku tersebut berakhir setelah Nabi Muhammad SAW mendakwahkan Islam kepada mereka, pada akhirnya Suku Aus; yakni kaum Anshar dan Suku Khazraj hidup berdampingan, secara damai dan penuh keakraban, suatu ketika Syas Ibn Qais seorang Yahudi melihat Suku Aus dengan Suku Khazraj duduk bersama dengan santai dan penuh keakraban, padahal sebelumnya mereka bermusuhan, Qais tidak suka melihat keakraban dan kedamaian mereka, lalu dia menyuruh seorang pemuda Yahudi duduk bersama Suku Aus dan Khazraj untuk menyinggung perang Buast yang pernah terjadi antara Aus dengan Khazraj lalu masing-masing suku terpancing dan mengagungkan sukunya masing-masing, saling caci maki dan mengangkat senjata, dan untung Rasulullah SAW yang mendengar perestiwa tersebut segera datang dan menasehati mereka: Apakah kalian termakan fitnah jahiliyah itu, bukankah Allah telah mengangkat derajat kamu semua dengan agama Islam, dan menghilangkan dari kalian semua yang berkaitan dengan jahiliyah?. Setelah mendengar nasehat Rasul, mereka sadar, menangis dan saling berpalukan. Sungguh peristiwa itu adalah seburuk-buruk sekaligus sebaik-baik peristiwa.Maka turunlah surat Ali Imran ayat 104.[4]Tafsir atau Kandungan Ayat$rpRQ$$/segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.Kata (N3YiB) minkum ada ayat di atas, ada ulama yang memahaminya dalam artisebagian, sehingga dengan demikian, perintah berdakwah yang dipesankan oleh ayat ini tidak tertuju pada setiap orang. Bagi yang memahami demikian, maka ayat ini buat mereka mengandung dua macam perintah; yang pertama kepada kepada seluruh umat islam agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok khusus yang bertugas melaksanakan dawah, sedang perintah kedua adalah kepada kelompok khusus itu untuk melaksanakan dawah kepada kebajikan dan maruf dan mencegah kemunkaran.Selanjutnya, ditemukan ayat diatas menggunakan dua kata yang berbeda dalam rangka perintah berdawah. Pertama adalah kata(bqt)yakni mengajak,dan kedua adalah(brB'tu)yaknimemerintahkan.Sayyid Quthub dalam tafsirnya mengemukakaan bahwa penggunaan dua kata yang berbeda itu menunjukan keharusan adanya dua kelompok dalam masyarakat islam. Kelompok pertama yang bertugas mengajak dan kelompok kedua yang bertugas memerintah dan melarang. Kelompok kedua ini tentulah memiliki kekuasaan di bumi. ajaran Ilahi di bumi ini bukan sekedar nasehat, petunjuk dan penjelasan. Ini adala salah satu sisi, sedang sisinya kedua adalah melaksanakn kekuasaan memerintah dan melarang, agar maruf dapat wujud, dan kemungkaran dapat sirna.Nilai-nilai itu dapat bebeda antara satu tempat/waktu dengan tempa/waktu yang lain. Perbedaan, perubahan, dan perkembangan nilai itu dapat diterima oleh Islam selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai unifersal.Al-Quran mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya dengan katas:$#dan$rpRQ$$. Al-Khair adalah nilai unifersal yang diajarkan oleh al-Quran dan Sunah. Sedang al-Maruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum satu masyarakat selama sejalan dengan al-Khair. Adapun al-Munkar adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh suatu masyarakat serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi.Paling tidak ada dua hal yang perlu di garis bawahi berkaitan dengan ayat diatas. Pertama, nilai-nilai Ilahi tidak boleh dipaksakan, tetapi disampaikan secara persuasive dalam bentuk ajakan yang baik. Kedua, adalahal-Maruf,yang merupakan kesepakatan umum masyarakat. Ini sewajarnya diperintahkan, demikian jugaal-Munkarseharusnya dicegah, baik yang memerintahkan dan mencegah itu pemilik kekuasaan maupun bukan.Di sisi lain karena keduanya merupakan kesepakatan satu masyarakat, maka kesepakatan itu bisa berbeda antara satu masyarakat muslim dengan masyarakat muslin yang lain, bahkan antara satu waktu dan waktu lain dalam satu masyarakat tertentu. Dengan konsep Maruf al-Qur-an membuka pintu yang cukup lebar guna menampung perubahan nilai- nilai akibat perkembangan positif masyarakat.[5]Hendaklah ada diantara kamu suatu golongan yang menyeru pada kebaikan ajaran islam dan menyeru pada yang maruf dan yang melarang pada yang munkar. Merekalah yakni orang-orang yang menyeru dan melarang tadi (orang-orang yang beruntung) atau berbahagia. min disini untuk menunjukkan sebagian karna apa yang diperintahkan itu merupakan fardlu kifayah yang tidak mesti bagi seluruh umat dan tidak pula layak bagi setiap orang, misalnya orang bodoh.[6]Orang yang diajak bicara dalam ayat ini ialah kaum muminin seluruhnya. Mereka terkena taklif agar memilih suatu golongan yang melaksanakan kewajiban ini. Realisasinya adalah hendaknya masing-masing anggota kelompok tersebut mempunyai dorongan dan mau bekerja untuk mewujudkan hal ini, dan mengawasi perkembangannya dengan kemampuan optimal. Sehingga bila mereka melihat kekeliruan atau penyimpangan dalam hal ini (amar maruf nahi munkar), segera mereka mengembalikannya ke jalan yang benar. Kaum mukminin di masa permulaan islam berjalan pada system ini, yaitu melakukan pengawasan terhadap orang prang yang melaksanakan pekerjaan-pekerjaan umum.[7]Syarat Amar Maruf Nahi Munkar:1.Mengetahui al-Quran as-Sunah, sejarah perjalanan Nabi dan khulafaur rasidin2.Mengetahui kondisi bangsa yang didakwahi baik menyangkut karakter, perilaku atau budaya mereka.3.Mengetahui bahasa masyarakat yang hendak didakwahi. Dalam hal ini Nabi pernah memerintah para sahabat mempelajari bahasa Ibrani untuk menghadapi bangsa Yahudi.4.Mengetahui agama-agama dan madzha-madzhab yang berkembang, sehingga dapat mengerti mana praktek kehidupan yang batal atau menyimpang dari ajaran agama[8]

KESIMPULANPada Surat Ali Imran ayat 102Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin agar mereka bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benarnya, tetap berada di atasnya dan istiqamah hingga akhir hayat.Pada Surat Ali Imran ayat 103Allah Ta'ala memerintahkan hambaNya melakukan hal yang membantu ketaqwaan, yaitu bersatu dan berpegang teguh dengan agama Allah, di samping itu perkataan kaum mukmin adalah sama sambil bersatu tidak berpecah belah.Pada Surat Ali Imran ayat 104merupakan petunjuk dari Allah kepada kaum mukmin, yakni hendaknya di antara mereka ada segolongan orang yang mau berdakwah dan mengajak manusia amar maruf nahi munkar ke dalam agama-Nya.Hubungan antara surat Ali Imran ayat 102-104 adalahbahwa untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa serta mati dalam keadaan muslim, maka seseorang harus berpegang teguh kepada agama Allah. Dengan berpegang teguh kepada agama Allah, maka ia tidak akan bercerai berai. Dan sebagai mukmin juga harus ber amar maruf nahi munkar dalam usaha berpegang teguh pada agama Allah.

PENUTUPAlhamdulillahPenyusunpanjatkansyukurkepada Allahyang telah memberikan rahmat-Nya sehinggaPenyusundapat menyelesaikantugasinisebagaipemenuhantugasmata kuliah Ulumul Quran.Penyusun mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penyusunan tugas ini, dan mohon kritik dan saran yang membangun. Semoga bermanfaat untuk kita semua.Amin Ya Robbal Alamin..

[1]http://tafsir-ali-imran.blogspot.com/2013/05/tafsir-surah-ali-imran-103.html, diunduh di Kudus, tanggal 6 Desember 2013, pukul 15.00 WIB[2]http://indonesian.irib.ir/al-quran/-/asset_publisher/b9BB/content/tafsir-al-quran-surat-ali-imran-ayat-100-105/pop_up, diunduh di Kudus, tanggal 6 Desember 2013, pukul 15.00 WIB[3]http://cecengsalamudin.wordpress.com/2011/10/11/munasabah-dalam-al-quran/, diunduh di Kudus, tanggal 6 Desember 2013, pukul 15.00 WIB[4]http://soranegino18.multiply.com/journal/item/40/Kajian_Ayat_Tugas_Tutorial_MKDU_PAI_Semester_1,Diunduh di kudus, tanggal 6 Desember 2013, pukul 15.00 WIB.[5]M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah, (Ciputat:Lentera Hati,2000), 162-164.[6]Jalaludin Muhamad Ibnu Ahmad al Mahally& Jalaludin Asy-Suyuthi,Tafsir Jalalain jilid 1,(Bandung:sinar baru algesindo,2003), 249.[7]Mushthafa Al-Maraghy,Tafsir Al-Maraghy, (Semarang:Toha Putra Semarang,1996), 34.[8]Teungku Muhammad Hasbi ash - Shiddieqy,Tafsir Al-Quranul Masjid An - Nuur, (Semarang : PT.Pustaka Rizki Putra,2000), 658.DAFTAR PUSTAKA

M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah, (Ciputat:Lentera Hati,2000), 162-164.Jalaludin Muhamad Ibnu Ahmad al Mahally& Jalaludin Asy-Suyuthi,Tafsir Jalalain jilid 1,(Bandung:sinar baru algesindo,2003), 249.Mushthafa Al-Maraghy,Tafsir Al-Maraghy, (Semarang:Toha Putra Semarang,1996), 34.Teungku Muhammad Hasbi ash - Shiddieqy,Tafsir Al-Quranul Masjid An - Nuur, (Semarang : PT.Pustaka Rizki Putra,2000), 658.[1]http://tafsir-ali-imran.blogspot.com/2013/05/tafsir-surah-ali-imran-103.htmlhttp://indonesian.irib.ir/al-quran/-/asset_publisher/b9BB/content/tafsir-al-quran-surat-ali-imran-ayat-100-105/pop_uphttp://cecengsalamudin.wordpress.com/2011/10/11/munasabah-dalam-al-quran/http://soranegino18.multiply.com/journal/item/40/Kajian_Ayat_Tugas_Tutorial_MKDU_PAI_Semester_1,

Tafsir Surah Ali Imran (102-103) : Taqwa yang Sebenar-benarnya

Surah Ali Imran ayat 102

Surah Ali Imran ayat 103Tidaklah seorang hamba dikatakan bertakwa kepada Alah hingga lidahnya bergetar.

Ketaqwaan adalah keadaan yang harus dimiliki oleh setiap orang yang beriman. Allah memerintahkan agar kaum mukminin bertaqwa yang sebenar-benarnya dan senantiasa menjaga keimanan hingga akhir hayat. Allah juga memerintahkan agar mereka selalu berpegang kepada tali Allah, tidak bercerai berai, dan selalu mengingat nikmat yang Dia berikan kepada mereka. Ayat 102 dan 103 surah Ali Imran berikut ini berbicara tentang hal-hal tersebut, yang harus selalu kita ingat dalam menjalani kehidupan ini. Marilah kita perhatikan kedua ayat itu dan penafsirannya sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.Allah SWT berfirman:Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kalian semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian, karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah menerangkan kepada kalian ayat-ayat-Nya, agar kalian mendapat petunjuk.

Mengenai firman Allah yang artinya Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, Abdullah bin Mas`ud berkata, Maksudnya adalah hendaknya Allah itu ditaati dan jangan didurhakai, diingat dan jangan dilupakan, serta disyukuri dan jangan dikufuri. Diriwayatkan dari Anas bahwa ia mengatakan, Tidaklah seorang hamba dikatakan bertakwa kepada Alah hingga lidahnya bergetar.Said bin Jubair dan yang lainnya berpendapat bahwa ayat ini telah dinasakh oleh firman Allah, yang artinya, Maka bertaqwalah kepada Allah menurut kepamampuan kalian. Namun Ibnu Abas mengatakan bahwa ayat 102 ini tidak dinasakh, dan yang dimaksud dengan taqwa yang sebenar-benarnya kepada-Nya ialah: hendaknya kalian berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh, jangan sampai celaan orang menyurutkan langkah kalian dalam berjuang di jalan Allah, dan berlaku adillah walaupun terhadap diri kalian sendiri, orangtua kalian, dan anak-anak kalian.Firman Allah SWT, yang artinya, Dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam yakni peliharalah Islam sepanjang waktu, supaya kalian mati dalam keadaan Islam. Dan di antara sunnah Allah adalah barang siapa hidup dalam sesuatu, ia akan mati dalam sesuatu itu, dan barang siapa mati dalam sesuatu, ia akan dibangkitkan dalam sesuatu itu.Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Seandainya setetes zaqum (makanan untuk orang-orang di neraka) menetes ke dunia, niscaya ia dapat merusak kehidupan penduduk bumi ini. Lalu, bagaimana jadinya dengan orang yang tidak memiliki makanan kecuali zaqum?Imam Ahmad meriwayatkan dari dari Abdullah bin Umar, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir serta mendatangkan kepada manusia sesuatu yang ia sendiri ingin didatangkan seperti itu.Mengenai firman Allah yang artinya Dan berpegang teguhlah kalian semua kepada tali Allah, ada yang mengatakan bahwa tali Allah berarti janji kepada Allah, sebagaimana dikatakan dalam ayat sesudahnya, yang artinya, Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang pada janji dengan Allah dan janji dengan manusia. (QS Ali Imran: 112). Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tali Allah ialah Al-Quran, sebagaimana dikatakan dalam hadits Al-Harits Al-A`war dari Ali mengenai gambaran tentang Al-Quran, Al-Quran merupakan tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus.Kemudian Allah berfirman, yang artinya, Dan janganlah kalian bercerai berai.Allah menyuruh mereka bersatu dan melarang mereka bercerai berai. Banyak hadits yang menyebutkan hal itu, seperti hadits yang terdapat dalamShahih Muslimyang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda, Sesungguhnya Allah meridhai dari kalian tiga perkara dan membenci dari kalian tiga perkara pula. Dia ridha kepada kalian jika kalian menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, kalian semua berpegang teguh kepada tali Allah dan tidak bercerai-berai, dan kalian setia kepada orang yang telah diserahi urusan kalian oleh Allah. Dan Allah murka kepada kalian karena tiga hal: banyak berbicara (banyak mengatakan bahwa orang berbicara begini dan begini), banyak bertanya (yang tidak perlu), dan menyia-nyiakan harta.Firman Allah yang artinya Dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan kalian, lalu menjadikan kalian, karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara, ayat ini berkaitan dengan kaum Aus dan Khazraj. Pada masa Jahiliyah, terjadi perang yang panjang di antara mereka. Setelah mereka masuk Islam, mereka menjadi bersaudara dan saling mencintai, berkat keagungan Allah. Mereka bersatu di jalan-Nya dan tolong-menolong dalam kebajikan dan taqwa.