TELAAH KRITIS TEORI SAINS TERHADAP TAFSIR...

106
TELAAH KRITIS TEORI SAINS TERHADAP TAFSIR ILMI KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAUT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: WAFFAQONI NIM. 53020150026 COVER PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN HUMANIORA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2019

Transcript of TELAAH KRITIS TEORI SAINS TERHADAP TAFSIR...

I

TELAAH KRITIS TEORI SAINS TERHADAP TAFSIR ILMI

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

TENTANG LAUT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama

(S.Ag)

Oleh:

WAFFAQONI

NIM. 53020150026

COVER

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN HUMANIORA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2019

II

PENGESAHAN KELULUSAN

III

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara:

Nama : Waffaqoni

NIM : 53020150026

Fakultas : Ushuluddin Adab dan Humaniora

Program Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Judul : TELAAH KRITIS TEORI SAINS TERHADAP TAFSIR

ILMI KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK

INDONESIA TENTANG LAUT

Telah Kami Setujui Untuk dimunaqosahkan.

Salatiga, 9 September 2019

Pembimbing

Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A.

NIP. 19771128 200604 2002

IV

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

V

MOTTO

“Menjadi muslim tak perlu kearab-araban, menjadi modern tak perlu kebarat-

baratan, ambil yang maslahat, tinggalkan yang mafsadat.”

Dr. Nur Rofi’ah, Bil. Uzm

(Dosen Pascarsarjana PTIQ Jakarta)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Teruntuk Ummi dan (alm) Abiku yang tak pernah pamrih menyayangiku.

Teruntuk para dosen yang tak pernah mengenal lelah dan selalu sabar mengajariku.

Juga sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu memberi semangat, do’a terbaik untuk kalian semua.

VI

KATA PENGANTAR

بسم هللا الحمن الرحيم

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidaayah dan kasih sayang-Nya yang tiada terkira kepada hambanya. Shalawat dan

salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Konsep Laut dalam Tinjauan

Tafsir Ilmi Kementerian Agama Republik Indonesia dan Relevansinya dengan

Teori Sains" dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi

salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Agama pada Ushuluddin, Adab dan

Humaniora Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Untuk semuanya yang telah terlibat dalam proses ini tiada kiranya penulis

tidak dapat membalas apapun, penulis hanya mampu mendoakan semoga amal

ibadah beliau semua menjadi amal yang di ridhoi oleh Allah, SWT. Amin Ya

Rabbal ‘Alamin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan

dorongan dari berbagai pihak, penulis skripsi ini tidak dapat terseleseikan. Untuk

itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang setulus-

tulusnya kepada:

1. Kedua orangtuaku yang selalu sabar, yang tak henti-hentinya memotivasi dan

mendoakan penulis. Mereka yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang

yang utuh walaupun terhalang oleh jarak yang jauh, tetapi cinta dan kasih

sayang itu tersampaikan lewat lantunan doa yang selalu beliau kirimkan tanpa

diminta sekalipun. Semoga penulis selalu mendapatkan ridha mereka dalam

setiap langkah yang akan dilalui dan bisa berbakti kepada keduanya.

VII

2. Bapak Prof. Dr. H. Zakiyyudin Baidhawiy, M. Ag selaku rektor IAIN Salatiga

yang mengantarkanku menuju pelepasan menjadi mahasiswa di kampus

tercinta. Dan Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd yang menerimaku di kampus

tercinta ini.

3. Bapak Dr. Benny Ridwan. M. Hum, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab

dan Humaniora.

4. Ibu Tri Wahyu Hidayati. M. Ag. Selaku ketua Program Studi Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir yang tak pernah memotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A, selaku dosen pembimbing skripsi

yang selalu sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam

penulisan skripsi ini.

6. Teman-teman seperjuangan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2015,

terimakasih atas empat tahun perjuangan yang telah kita lewati bersama ini.

7. Dan tak lupa pihak-pihak terkait yang lain yang tak sempat untuk disebutkan

satu persatu.

Teriring do’a, semoga segala kebaikan semua pihak yang membantu penulis

dalam penulisan skripsi ini menjadi lading pahala yang dapat menolongnya menuju

Jannah-Nya.

Salatiga, 9 September 2019

Waffaqoni

VIII

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini berpedoman

pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

A. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan ا

ba’ B Be ب

ta’ T Te ت

ṡa ṡ es (dengan titik di atas) ث

Jim J Je ج

)ḥa’ ḥ ha (dengan titik di bawah ح

kha’ Kh ka dan ha خ

Dal D De د

Żal Ż zet (dengan titik di atas) ذ

ra’ R Er ر

Zal Z Zet ز

Sin S Es س

Syin Sy es dan ye ش

ṣad ṣ es (dengan titik di bawah) ص

ḍad ḍ de (dengan titik di bawah) ض

ṭa’ ṭ te (dengan titik di bawah) ط

IX

ẓa’ ẓ zet (dengan titik di bawah) ظ

ain ‘ koma terbalik (di atas)‘ ع

Gain G Ge غ

fa’ F Ef ف

Qaf Q Qi ق

Kaf K Ka ك

Lam L El ل

Mim M Em م

Nun N En ن

Wawu W We و

ha’ H Ha ه

Hamzah ` Apostrof ء

ya’ Y Ye ي

B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap

Ditulis Muta’addidah متعددة

Ditulis ‘iddah عدة

C. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h

a. Bila dimatikan ditulis h

Ditulis Ḥikmah حكمة

X

Ditulis Jizyah جزية

(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa

Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya)

b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.

`Ditulis Karâmah al-auliyā كرمة االولياء

c. Bila Ta’ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah ditulis t.

Ditulis Zakat al-fiṭrah زكاة الفطرة

D. Vokal Pendek

___ Fatḥah Ditulis A

___ Kasrah Ditulis I

___ Ḍammah Ditulis U

E. Vokal Panjang

Fatḥah bertemu Alif

جاهلية

Ditulis Ā

Jahiliyyah

Fatḥah bertemu Alif Layyinah

تنسىDitulis

Ā

Tansa

Kasrah bertemu ya’ mati Ditulis Ī

Karīm

XI

كريم

Ḍammah bertemu wawu mati

فروضDitulis

Ū

Furūḍ

F. Vokal Rangkap

Fatḥah bertemu Ya’ Mati

بينكمDitulis

Ai

Bainakum

Fatḥah bertemu Wawu Mati

قولDitulis

Au

Qaul

G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof

Ditulis A`antum أأنتم

Ditulis U’iddat أعدت

Ditulis La’in syakartum لئن شكرتم

H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah ditulis

dengan menggunkan “al”

Ditulis Al-Qur`ān القران

Ditulis Al-Qiyās القياس

`Ditulis Al-Samā السماء

XII

Ditulis Al-Syams الشمس

I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau

pengucapannya

Ditulis Żawi al-furūḍ ذوى الفروض

Ditulis Ahl al-sunnah اهل السنة

XIII

ABSTRAK

Al-Qur’an memang bukan buku sains, akan tetapi di dalamnya tidak sedikit

ayat yang menjelaskan tentang ilmu pengetahuan, yang mana hal itu disebut dengan

mukjizat ilmiah dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an memperkenalkan laut sebagai salah

satu tanda kebesaran dan kemahakuasaan Allah SWT. Skripsi ini bertujuan untuk

menguraikan penafsiran mengenai konsep laut dalam Kitab Tafsir ilmi Kemenag

RI dan mengkritisi dan mencari relasinya dengan teori sains.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dalam bentuk kajian

kepustakaan atau yang dikenal dengan istilah library research. Sedangkan untuk

mengumpulkan data, penulis mencari beberapa penelitian terdahulu yang relevan

dengan skripsi ini. Setelah data terkumpul, penulis mengklasifikasikannya ke dalam

dua sumber, yaitu sumber primer dan sekunder. Pertama, sumber primer dalam

penelitian ini adalah buku Tafsir Ilmi Kemenag RI yang bertema tentang laut.

Kedua, sumber sekunder dalam penelitian ini terdiri dari buku-buku dan tulisan

ilmiah lainnya yang berupa skripsi, tesis, disertasi, jurnal, dan artikel yang relevan

dengan skripsi ini. Adapun metode yang digunakan adalah metode metode tafsir

tematik (maudu’i). Tafsir maudu’i adalah metode dengan cara mengumpulkan ayat-

ayat Al-Qur’an yang terkait dengan tema tertentu. Dalam penelitian ini penulis

hanya fokus pada ayat-ayat Al-Qur’an yang ada dalam buku Tafsir Kemenag RI

yang bertema tentang laut.

Penelitian ini fokus pada perspektif saintifik dan mengkritisi dengan cara

mencari relevansinya dengan teori sains umum. Kesimpulan dari penelitian ini

adalah penafsiran yang disajikan oleh tim penyusun Tafsir Ilmi Kemenag RI terkait

penafsiran ayat-ayat tentang laut relevan dengan teori sains umum dimana tafsir

ilmi kemenag RI menguraikan beberapa pembahasan penting disetiap babnya

antara lain: batas dua laut, laut yang berlapis-lapis, ombak di atas ombak, dan api

di bawah dasar laut. Kedua-duanya sependapat dalam menjelaskan dan

menjabarkan penyebab setiap fenomena-fenomena terkait dengan konsep laut pada

ayat-ayat Al-Qur’an yang di tafsirkan oleh Tafsir Kementrian Agama RI. Hanya

saja pada penjabaran akhir yang membahas tentang laut sebagai manfaat untuk

kehidupan ada sedikit perbedaan dimana teori sains lebih luas dan lebih detail,

sedangkan pembahasan mengenai laut sebagai manfaat kehidupan yang dibahas di

dalam Tafsir Ilmi Kementrian Agama RI hanya menjelaskan poin-poin pentingnya

saja.

Kata Kunci: Tafsir Ilmi Kemenag RI, laut, Teori Sains.

XIV

DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................... I

PENGESAHAN KELULUSAN ....................................................................................... II

PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................................. III

MOTTO ............................................................................................................................. V

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................................... V

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... VI

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ......................................................... VIII

ABSTRAK ...................................................................................................................... XIII

DAFTAR ISI................................................................................................................... XIV

BAB I .................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 6

D. Kegunaan Penelitian ............................................................................................. 6

E. Kerangka Teori ..................................................................................................... 7

F. Metode Penelitian ................................................................................................ 13

G. Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 18

H. Sistematika Pembahasan .................................................................................... 21

BAB II .............................................................................................................................. 23

LANDASAN TEORI ...................................................................................................... 23

A. Tinjauan Umum Tentang Laut .......................................................................... 23

1. Pengertian Laut ............................................................................................... 23

2. Bentuk dasar laut ............................................................................................ 24

B. Tinjauan Teoritik Tafsir Ilmi ............................................................................ 26

1. Pengertian Tafsir Ilmi .................................................................................... 26

2. Sumber, Metode, dan Corak Penafsiran....................................................... 31

3. Sejarah perkembangan tafsir ilmi ................................................................. 34

4. Syarat-Syarat dan Adab bagi Mufassir Tafsir Ilmi ..................................... 39

XV

BAB III ............................................................................................................................. 46

PENAFSIRAN LAUT MENURUT TAFSIR ILMI KEMETERIAN AGAMA

REPUBLIK INDONESIA .............................................................................................. 46

A. Sistematika Kitab Tafsir Ilmi Kementerian Agama RI .................................. 46

1. Sejarah Singkat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an ........................... 46

2. Latar Belakang Pembuatan Tafsir Ilmi ........................................................ 48

3. Sejarah LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) .............................. 50

B. Telaah Penafsiran Laut menurut Tafsir Ilmi Kemenag RI ............................ 55

1. Laut Sebagai Tanda Kemahakuasaan Allah ................................................ 56

2. Laut sebagai Manfaat untuk Kehidupan ...................................................... 63

BAB IV ............................................................................................................................. 70

ANALISIS TELAAH KRITISI TEORI SAINS TERHADAP TAFSIR ILMI

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAUT ............. 70

A. Laut Menurut Teori Sains dan Perbandingannya dengan Tafsir Ilmi

Kemenag RI. ................................................................................................................ 70

1. Laut Sebagai Tanda Kemahakuasaan Allah. ............................................... 71

2. Laut Sebagai Manfaat Untuk Kehidupan. ................................................... 82

B. Hikmah yang dapat diambil dari Penjelasan Laut Menurut Tafsir Ilmi

Kemenag RI. ................................................................................................................ 84

BAB V .............................................................................................................................. 86

PENUTUP ........................................................................................................................ 86

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 86

B. Saran .................................................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 89

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an pada awalnya diturunkan dalam bahasa Arab. Dalam

perkembangan zaman, Al-Qur’an tersebut telah diterjemahkan ke dalam

berbagai bahasa. Salah satunya, Al-Qur’an telah diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia. Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah

SWT kepada Nabi Muhammad SAW atau Rasulullah. Secara internal, ada

tiga kemukjizatan Al-Qur’an. Kemukjizatan tersebut mencakup: aspek

kebahasaan, isyarat ilmiah, dan berita-berita ghaib.1

Salah satu bukti bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat yang agung.

Dalam Al-Qur’an kita dapat menemukan banyak ilmu dan pengetahuan,

berbicara mengenai ilmu pengetahuan, Al-Qur’an sebagai kitab suci umat

Islam sangat mengapresiasi ilmu pengetahuan bahkan memberikan

penghargaan terhadap generasi ulul albab dan kaum cendekiawan yang

memanfaatkan akalnya untuk merenungi dan memperhatikan ilmu. Isyarat

ini terbukti dari berbagai derivasi kata ilmu yang termuat dalam Al-Qur’an

hingga ratusan kali.

Telah dijelaskan pula dalam surah al-Baqarah bahwa keistimewaan

manusia hingga mampu mengungguli malaikat guna menjadi khalifah di

bumi adalah dengan ilmu yang diberikan oleh Allah Swt. Hal ini

1 Atmawati dwi, Jurnal Majas dalam Al-Qur’an, “Kajian Terhada Al-Qur’an Terjemahan

juz 30” (vol. 19, No. 1, Juni/2014), hlm.1.

2

menunjukkan potensi manusia untuk mengetahui rahasia alam dan

memanfaatkannya guna mengemban amanah tersebut.2

Di era modern kontemporer ini, ilmu pengetahuan telah mengalami

kemajuan yang sangat signifikan. Berbagai penemuan ilmiah dan teori

dalam ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat pesat.3 Al-Qur’an

memiliki perhatian besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini

terlihat dari banyaknya ayat-ayat kauniyah (yang membicarakan tentang

alam) tersebar di dalam Al-Qur’an. Dari keseluruhan ayat Al-Qur’an yang

berjumlah 6200-an.4 ada sekitar 750-1000 ayat-ayat kauniyah. Jumlah ini

cukup banyak apabila dibandingkan dengan ayat-ayat hukum yang hanya

berjumlah sekitar 250 ayat.5

Secara eksplisit Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk

memperhatikan tanda-tanda yang ada di alam semesta, di alam sejarah dan

di dalam diri manusia sendiri dengan etos yang rasional dan empiris.

Sebagaimana ayat berikut:

2 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2011), hlm.408. 3 Hal ini sebagai akibat dari intensifnya kegiatan penelitian yang didukung oleh etos ilmiah

yang tinggi, dana yang berlimpah serta alat bantu penelitian yang canggih dan lengkap. Ilmu

pengetahuan yang dahulunya mampu dikuasai oleh umat Islam, kini sebagian besar dikuasai

masyarakat Barat. Lihat Poeradisastra, Sumbangan Islam terhadap Peradaban Eropa dan Barat

(Jakarta: P3M, 1980), hlm.76 4 Ulama berbeda pendapat mengenai jumlah keseluruhan ayat Al-Qur’an. Terdapat tujuh

macam pendapat, diantaranya: ulama Madinah awal terbagi menjadi dua versi, yaitu riwayat ahl

Kuffah dari ahl Madinah berpendapat bahwa seluruh ayat Al-Qur’an berjumlah 6217 ayat, sedangkan

riwayat ahl Basrah dari Warsy berpendapat 6214 ayat; ulama Madinah akhir berpendapat 6214 ayat;

ulama Makkah berpendapat 6210 ayat; ulama Basrah berpendapat 6204 ayat; ulama Damaskus ada

yang berpendapat 6226 ayat dan ada yang berpendapat 6227 ayat; ulama Hims berpendapat 6232

ayat; dan ulama Kuffah berpendapat 6236 ayat. Lihat: ‘Abd al-Fattâẖ ibn ‘Abd al-Ghanî al-Qâḏî, al-

Farâid al-Hisân fî ‘Add Ây al-Qur’ân, juz 1 (Madinah: Maktabah al-Dâr, 1983), hlm.25-27. 5 Keterangan ini diperoleh dari Zaglul al-Najjar yang dikutip oleh Lajnah Pentashihan

Mushaf Al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan

Mushaf al-Qur’an, 2013), hlm.xxiii.

3

موت وا الرض واختلف اليل والنهار والفلك التي تجري فى البحر بما ينفع الناس ان في خلق الس

اء فاحيا به االرض بعد موتها وبث فيها من كل د ماء من م من الستصر وما انزل هللا ي يف الر ابة و

يت لقوم يعقلون ماء واالرض ال ر بين الس حاب المسخ والس

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya

malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang

berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air,

lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia

sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan

yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda

(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”.6

Selain ayat di atas masih banyak ayat Al-Qur’an yang objek

ontologisnya berkaitan dengan alam jagat raya, seperti langit dan bumi

beserta segala isi di dalamnya. Hal tersebut tentu nantinya akan mengacu

kepada kaidah-kaidah ilmu pengetahuan. Suatu hal yang menakjubkan,

bahwa Al-Qur’an berbicara banyak tentang laut padahal ia sendiri

diturunkan di wilayah padang pasir, dan Nabi Muhammad SAW pun tidak

pernah berdomisili di daerah pesisir pantai atau tercatat pernah mengarungi

samudra luas.7

Al-Qur’an memperkenalkan laut sebagai salah satu tanda kebesaran

dan kemahakuasaan Allah SWT. Laut sebagai prasarana transportasi yang

memungkinkan mobilisasi manusia dari suatu wilayah ke wilayah lainnya,

aneka komoditas hasil laut yang berlimpah, manfaat air laut bagi kehidupan

makhluk, tapi juga keganasan ombaknya, semua terekam dengan baik

didalam Al-Qur’an. Samudra nan luas menyimpan aneka biota laut yang

6 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 7 Lajnah Pentashihan Mushhaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an Tematik, (Jakarta: Kamil

Pustaka 2009), hlm.20.

4

melimpah dan terus menerus dieksplorasi dan dieksplotasi oleh manusia,

kadang-kadang dengan cara yang serampangan, tapi tetap saja ditemukan

spesies-spesies baru sebagai karunia Allah yang maha Pengasih. Para pakar

geologi memperkirakan jumlah air yang ada di Bumi sekitar 16.000.000.000

km2, atau sama dengan 16.000.000.000.000.000.000 ton. Prosentase jumlah

air itu 25/1000 bagian bumi. Bagian terbesar dari jumlah tersebut -

13.000.000.000 km2- berada ditingkatan bumi yang ada dibawah kulit kerak

bumi.8

Penemuan sains yang baru-baru ini terungkap ternyata sudah

disebutkan dalam Al-Qur’an sejak ratusan tahun yang lalu. Salah satu cara

untuk mengungkap kebenaran atau mukjizat ilmiah Al-Qur’an adalah

dengan mengkaji kitab-kitab tafsir yang bercorak ilmi. Penafsiran dengan

corak ilmi adalah suatu penafsiran melalui pendekatan ilmu pengetahuan

sebagai salah satu dimensi ilmu yang ada di dalam Al-Qur’an. Dalam hal

ini, kitab tafsir ilmi yang menarik untuk dikaji adalah buku seri tafsir ilmi

hasil karya ulama dan ilmuwan Indonesia dengan berbagai macam tema

yang diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.9

Tafsir ilmi merupakan ijtihad mufassir untuk mengungkap

hubungan ayat-ayat kauniyah di dalam Al-Qur’an dengan penemuan ilmiah

yang bertujuan untuk memperlihatkan kemukjizatan Al-Qur’an.10 Tafsir ini

8 Prof. Dr. Zaglur An-Najjar, Al-I’jaz Al-Ilmi fi Al-Qur’an wa As-Sunnah, (Jakarta: PT

Lentera Hati 2012), hlm.82. 9 Hal ini berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis. Uraian selengkapnya akan

dijelaskan di bab III 10 Quraish Shihab, Sejarah ‘Ulûm al-Qur’ân (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013), hlm.183

5

berusaha memadukan penafsiran Al-Qur’an dengan ilmu sains untuk

menghasilkan pemahaman ayat-ayat kauniyah secara komprehensif.

Bekerja sama dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang

kemudian membentuk tim penyusun terdiri dari para ulama dan ilmuwan.

Kemunculan tafsir ilmi ini tentunya memperkaya khazanah tafsir Indonesia.

Menarik untuk dikaji lebih mendalam mengingat tafsir dengan nuansa

ilmiah ini tergolong baru di ranah tanah air. Di samping itu, status

Kementerian Agama merupakan sebuah lembaga yang berada dalam

struktural pemerintahan Negara Indonesia. Konsep Al-Qur’an mengenai

lautan, jika diaplikasikan dalam kehidupan manusia, terlebih disinergikan

dengan perkembangan teknologi maritim saat ini yang sedemikian canggih

dapat diasumsikan menjadi satu alternatif pendukung bagi kesejahteraan

manusia. Dari sekian banyak penelitian yang mengkaji tentang tafsir ilmi

Kemenag RI, penulis akan membahas tema khusus tentang laut. Alasan

mengapa penulis meneliti konsep laut adalah penulis ingin mengetehaui

relevansi pandangan tafsir ilmi dan teori sains terhadap laut, Maka dari itu

judul penelitian ini adalah Konsep Laut Dalam Tinjauan Tafsir Ilmi

Kementrian Agama RI dan Relevansinya dengan Teori Sains.

B. Rumusan Masalah

Dengan mengacu kepada latar belakang di atas, penulis membatasi

penelitian ini dengan membahas salah satu tema yang disajikan oleh tim

6

penyusun tafsir ilmi Kemenag RI, yaitu laut dan relevansinya dengan teori

sains. Maka, rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penafsiran laut menurut pandangan Tafsir Ilmi Kemenag

RI?

2. Bagaimana telaah kritisi teori sains terhadap Tafsir Ilmi Kemenag RI

tentang laut?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka

tujuan dari penelitian yang diajukan adalah:

1. Untuk mengetahui penafsiran laut menurut pandangan Tafsir Ilmi

Kemenag RI.

2. Untuk menjelaskan telaah kritisi teori sains terhadap Tafsir Ilmi

Kemenag RI tentang laut

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu kegunaan teoritis

dan kegunaan praktis. Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah

diharapkan untuk memperkaya ilmu pengetahaun terutama dalam bidang

tafsir yang terfokus pada mukjizat ilmiah Al-Qur’an yang mana penelitian

ini difokuskan pada kajian tafsir ilmi kemenag RI dan teori sains yang

selaras serta memberikan penambahan yang ada pada penelitian

sebelumnya. Salah satunya adalah konsep laut dalam tinjauan tafsir ilmi

7

kemenag RI dan relevansinya dengan teori sains. Penelitian ini yang akan

dikaji secara mendalam antara teori tafsir ilmi kemenag RI dan teori sains.

Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah diharapkan mampu

memberikan kontribusi yang positif sebagai ilmu pengetahuan laut dalam

pandangan tafsir kemenag RI, dan memberikan wawasan kepada setiap

orang bahwa Al-Qur’an tidak hanya berisi ayat-ayat qauliyyah akan tetapi

juga berisi ayat-ayat kauniyyah tentang fenomena alam yang ada di sekitar,

salah satu fenomena tersebut adalah laut.

E. Kerangka Teori

Dilihat dari judul penelitian ini, maka terdapat tiga istilah yang perlu

dibatasi sebagai pegangan dalam kajian ini. tiga istilah tersebut ialah Al-

Qur’an, sains, dan laut.

Al-Qur’an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan untuk tujuan-

tujuan yang bersifat praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, Al-Qur’an

bukanlah ensiklopedi sains apalagi Al-Qur’an tidak menyatakan hal itu

secara gamblang.11 istilah Sains, berasal dari bahasa latin Scientia yang

artinya adalah pengetahuan. Saat ini berkembang menjadi khusus Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) atau biasa disebut sains.12 Sains yang akan

dibahas disini adalah ilmu pengetahun alam dalam menyikapi lautan.

11 Jamal Fakhri, Sains Dan Teknologi Dalam Al-Qur’an Dan Implikasinya Dalam

Pembelajaran (Lampung: Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung, 2010), hlm.123. 12 Afzalur Rahman, Ensiklopedi Ilmu Dalam al-Qur’an (Rujukan Terlengkap Isyarat

Ilmiyah dalam al-Qur’an, (Mizan, 2007), hlm.18

8

Dari sisi ayat-ayat Al-Qur’an dalam berbicara fenomena laut yang

sangat urgen seperti terpisahnya air laut kepada kelompok-kelompok

berdekatan yang tidak bercampur sama sekali karena adanya batas pemisah

abstrak yang dapat memisahkan antara kelompok-kelompok itu. Ayat-ayat

dalam fenomena laut ini mengandung sejumlah fakta-fakta ilmiah.13 Al-

Qur’an memberikan informasi stimulan mengenai fenomena alam dalam

porsi yang cukup banyak, sekitar tujuh ratus lima puluh ayat (Ghulsyani,

1993: 78). Bahkan, pesan (wahyu) paling awal yang diterima Nabi SAW

mengandung indikasi pentingnya proses investigasi (penyelidikan).

Informasi Al-Qur’an tentang fenomena alam ini, menurut Ghulsyani,

dimaksudkan untuk menarik perhatian manusia kepada Pencipta alam Yang

Maha Mulia dan Maha Bijaksana dengan mempertanyakan dan

merenungkan wujud-wujud alam serta mendorong manusia agar berjuang

mendekat kepada-Nya (Ghulsyani, 1993). Dalam visi Al-Qur’an, fenomena

alam adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Oleh sebab itu, pemahaman

terhadap alam itu akan membawa manusia lebih dekat kepada Tuhannya.14

Pandangan Al-Qur’an tentang sains dapat ditelusuri dari pandangan Al-

Qur’an tentang ilmu. Al-Qur’an telah meletakkan posisi ilmu pada tingkatan

yang hampir sama dengan iman seperti tercermin dalam surat al-Mujadalah

ayat 11:

13 Zaghlul Raghib M. Al-Najjar, Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah Tentang IPTEK,

(Gema Insani Press), hlm.120. 14 Jamal Fakhri, Sains Dan Teknologi Dalam Al-Qur’an Dan Implikasinya Dalam

Pembelajaran (Lampung: Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung, 2010), hlm.124.

9

حوا ا اذا قيل لكم تفس لكم واذا قيل انشزوا فانشزوا يرف يايها الذين امنو ع فى المجلس فافسحوا يفس هللا

بما تعملون خبير الذين امنوا منكم والذين اوتوا العلم درجت وهللا هللا

“… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara

kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”15

Ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia mencari ilmu

atau menjadi ilmuwan begitu banyak. Al-Qur’an menggunakan berbagai

istilah yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, mengajak melihat,

memperhatikan, dan mengamati kejadian-kejadian (Fathir:27, al-Hajj:5,

Luqman:20, Al-Ghasyiyah:17-20, Yunus:101, al-Anbiya’:30), membaca

(al-‘Alaq:1-5) supaya mengetahui suatu kejadian (al-An’am:97, Yunus:5),

supaya mendapat jalan (al-Nahl:15), menjadi yang berpikir atau yang

menalar berbagai fenomena (al-Nahl:11, Yunus:101, al-Ra’d:4, al-

Baqarah:164, al-Rum:24, al-Jatsiyah:5), menjadi ulu al-albab (Ali

‘Imran:7, 190-191, al-Zumar:18), dan mengambil pelajaran (Yunus:3).16

Sedangkan pandangan Al-Qur’an tentang sains, dapat diketahui dari

wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw.:

نسان من علق )١اقرأ باسم ربك الذي خلق ) علم بالقلم ( الذي ٣( اقرأ وربك االكرم )٢( خلق اال

نسان ما لم يعلم )٤) (٥( علم اال

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia

menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang

Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam

(tulis baca). Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS

al-‘Alaq: 1-5)17

15 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 16 Jamal Fakhri, Sains Dan Teknologi Dalam Al-Qur’an Dan Implikasinya Dalam

Pembelajaran (Lampung: Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung, 2010), hlm.125. 17 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019

10

Dalam konteks sains, al-Qur’an mengembangkan beberapa

langkah/proses sebagai berikut. Pertama, al-Qur’an memerintahkan kepada

manusia untuk mengenali secara seksama alam sekitarnya seraya

mengetahui sifat-sifat dan proses-proses alamiah yang terjadi di dalamnya.

Perintah ini, misalnya, ditegaskan di dalam surat Yunus ayat 101.

يت والنذ موت واالرض وما تغنى اال ر عن قوم ال يؤمنون قل انظروا ماذا فى الس

“Katakanlah (wahai Muhammad): Perhatikan (dengan nazhor) apa yang

ada di langit dan di bumi….”18

Dalam kata unzhuru (perhatikan), Baiquni memahaminya tidak

sekedar memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan dengan

perhatian yang seksama terhadap kebesaran Allah SWT dan makna dari

gejala alam yang diamati (Baiquni, 1997:20).

Kedua, Al-Qur’an mengajarkan kepada manusia untuk mengadakan

pengukuran terhadap gejala-gejala alam. Hal ini diisyaratkan di dalam surat

al-Qamar ayat 49.

انا كل شيء خلقنه بقدر

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran.”19

Ketiga, Al-Qur’an menekankan pentingnya analisis yang mendalam

terhadap fenomena alam melalui proses penalaran yang kritis dan sehat

18 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 19 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019

11

untuk mencapai kesimpulan yang rasional. Persoalan ini dinyatakan dalam

surat al-Nahl ayat 11-12.

يتون والن رع والز بت لكم به الز رون ين ية لقوم يتفك خيل واالعناب ومن كل الثمرت ان في ذلك ال

رت بامره ان في ذلك ال (١١) ر لكم اليل والنهار والشمس والقمر والنجوم مسخ يت لقوم وسخ

(١٢يعقلون )

“Dia menumbuhkan bagimu, dengan air hujan itu, tanaman-tanaman

zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya

pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah

bagi mereka yang mau berpikir. Dan Dia menundukkan malam dan siang,

matahari dan bulan untukmu; dan bintang-bintang itu ditundukkan

(bagimu) dengan perintah-Nya. Sebenarnya pada yang demikian itu

terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang menalar.”20

Tiga langkah yang dikembangkan oleh Al-Qur’an itulah yang

sesungguhnya yang dijalankan oleh sains hingga saat ini, yaitu observasi

(pengamatan), pengukuran-pengukuran, lalu menarik kesimpulan (hukum-

hukum) berdasarkan observasi dan pengukuran itu.

Meskipun demikian, dalam perspektif Al-Qur’an, kesimpulan-

kesimpulan ilmiah rasional bukanlah tujuan akhir dan kebenaran mutlak

dari proses penyelidikan terhadap gejala-gejala alamiah di alam semesta.

Sebab, seperti pada penghujung ayat yang menjelaskan gejala-gejala

alamiah, kesadaran adanya Allah dengan sifat-sifat-Nya Yang Maha

Sempurna menjadi tujuan hakiki di balik fakta-fakta alamiah yang

dinampakkan. Memahami tanda-tanda kekuasaan Pencipta hanya mungkin

dilakukan oleh orang-orang yang terdidik dan bijak yang berusaha menggali

20 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019

12

rahasia-rahasia alam serta memiliki ilmu (keahlian) dalam bidang tertentu.

Ilmu-ilmu kealaman seperti matematika, fisika, kimia, astronomi, biologi,

geologi dan lainnya merupakan perangkat yang dapat digunakan untuk

memahami fenomena alam semesta secara tepat. Dengan bantuan ilmu-ilmu

serta didorong oleh semangat dan sikap rasional, maka sunnatullah dalam

wujud keteraturan tatanan (order) di alam ini tersingkap.

Selanjutnya, menurut Quraish Shihab, Kata iqra’ dalam surah al-

Alaq diambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun

lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti,

mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik yang tertulis maupun tidak.

Sedangkan dari segi obyeknya, perintah iqra’ itu mencakup segala sesuatu

yang dapat dijangkau oleh manusia.21

Konsep laut yang dimaksud adalah gambaran, baik yang bersifat

abstrak, maupun universal terhadap ayat-ayat yang berbicara mengenai laut,

seperti batas dua laut, api dibawah laut dan masih banyak lagi, yang

berlandaskan pada kitab tafsir Ilmi kemenag RI dan relevansinya dengan

teori sains umum.

Jadi kajian yang dilakukan ini berusaha memberikan gambaran

antara Al-Qur’an dan Sains, yang dikaji secara universal melalui penelitian

beberapa ayat kauniyyah yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan dijelaskan

melalui kitab tafsir Ilmi Kemenag RI, yang kemudian adanya suatu

21 Jamal Fakhri, Sains Dan Teknologi Dalam Al-Qur’an Dan Implikasinya Dalam

Pembelajaran (Lampung: Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung, 2010), hlm.125.

13

pengungkapan juga dari hasil temuan sains modern dalam mengungkap

fenomena laut.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini mengacu pada jenis metode kualitatif yang

bersumber pada data kepustakaan atau library research. Yaitu jenis

penelitian yang menggunakan data-data kepustakaan sebagai data

penelitiannya, seperti buku, jurnal, artikel, ensiklopedia, dan data-data

pustaka yang terdapat di dalam internet. Sehingga penelitian ini

sepenuhnya didasarkan atas bahan-bahan kepustakaan yang terkait

dengan penelitian. menurut Septiawan dalam bukunya Menulis Ilmiah

Metodologi Penelitian Kualitatif bahwa, di dalam metode kualitatif,

peneliti mengkaji berbagai literatur, dan menggunakannya, untuk

menjelaskan apa yang terjadi di dalam penelitiannya, sekaligus pula

mendapatkan jawaban dari berbagai hal yang ditemukannya selama

penelitian.22

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan analisis-

deskriptif untuk menggunakan gambaran umum tentang tafsir ilmi

kemenag RI.

22 Septiawan Santana K, MenulisI lmiah Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi ke-2

(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), hlm.10.

14

2. Sumber Data

Meninjau dari studi penelitian yang bersumber pada data-data

kepustakaan (library reseach), data-data yang relevan dan berkaitan

dengan pembahasan skripsi ini, yang mana diperoleh dari kepustakaan

kemudian dikumpulkan, sehingga dapat memperoleh kesimpulan yang

tepat. Untuk data-data yang akan ditempuh, yaitu;

a. Data Primer

Data primer adalah data yang paling utama dalam mengkaji sebuah

penelitian. Sebagai data primer yang dilakukan dalam penulisan

skripsi ini adalah Al-Qur’an dan kitab Tafsir Ilmi Kementrian

Agama Republik Indonesia lalu mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an

yang membahas tentang laut.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data penunjang yang dijadikan alat untuk

membantu dalam menganalisa pembahasan data primer, sebagai

alat bantunya adalah sumber data-data yang relevan dengan

pembahsan. Diantaranya adalah: Al-I’jaz Al-Ilmi fi Al-Qur’an wa

As-Sunnah karya Zaglur An-Najjar, Sejarah ‘Ulûm al-Qur’ân karya

M.Quraish Shihab, pedoman Tafsir Modern karya Muhammad

Baqir al-Shadr, al-Bidayah fi-al-Tafsir al-Maudhu’I karya Abdul-

Hayyi Al-Farmawi, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn karya Muẖammad

Husain Al-Dzahabi, Memahami Al-Qur’an Karya Muhammad

Abdul Halim, Sains Berbasis Al-Qur’an karya Ridwan Abdullah

15

Sani, Al-Qur’an dan Lautan karya Agus S. Djamil, Al-Qur’an dan

Sains karya Dr. Nadiyah Thayyarah, Tauhid dan Sains karya Osman

Bakar, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa karya Wiji Aziz Hari

Mukti, M. Pd. Si.

3. Metode Pengolahan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini merujuk pada metode penelitian kepustakaan, adapun langkah-

langkahnya adalah:

a. Menyiapkan alat perlengkapan

Penelitian kepustakaan tidak memerlukan banyak alat

perlengkapan. Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan alat

bantu laptop, dan buku buku referensi sebagai sumber data.

b. Menyusun bibliografi kerja

Bobliografi kerja ialah catatan mengenai bahan sumber utama yang

akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian. Dalam penelitian

ini sumber utama yang digunakan adalah Al-Qur’an dan Tafsir Ilmi

Kemenag RI.

c. Mengatur waktu.

Seberapa efektif waktu yang disediakan untuk menyusun penelitian

ini sampai mencapai target.

d. Membaca dan membuat catatan penelitian.

Objek atau lebih baik disebut subjek periset kepustakaan terbenam

dalam timbunan koleksi perpustakaan berupa teks-teks (nash) yang

16

harus dicari dan dikumpulkan serta dibentuk menurut kerangka

penelitian yang telah tersusun.23

4. Analisis Data

Penelitian ini dilandaskan kepada model penelitian tafsir tematik

atau tafsir Mudhu’i. Pengertian tafsir tematik/maudhu’i secara

terminologis banyak dikemukakan oleh para pakar tafsir yang pada

prinsipnya bermuara pada makna yang sama. Salah satu definisi

maudhu’i/tematik yang dapat dipaparkan disini ialah definisi yang

dikemukakan DR. Abdul Hayyi al-Farmawi sebagai berikut: Tafsir

maudhu’i/tematik adalah pola penafsiran dengan cara menghimpun ayat-

ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang sama dengan arti sama-

sama membicarakan satu topik dan menyusun berdasarkan masa turun

ayat serta memperhatikan latar belakang sebab-sebab turunnya,

kemudian diberi penjelasan, uraian, komentar dan pokok-pokok

kandungan hukumannya.24

Definisi tafsir maudhu’i ini memberikan indikasi bahwa mufassir

yang menggunakan metode dan pendekatan tematik ini dituntut harus

mampu memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan topik yang dibahas,

maupun menghadirkan dalam benaknya pengertian kosa kata ayat dan

sinonimnya yang berhubungan dengan tema yang ditetapkan. Mufassir

menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya dalam upaya

23 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2004), hlm.17. 24 Abdul-Hayyi al-Farmawi, al-Bidayah fi-al-Tafsir al-Maudhu’I (Kairo: al-Hadharat al-

Gharbiyyah, 1977), hlm.52.

17

mengetahui perkembangan petunjuk Al-Qur’an menyangkut persoalan

yang dibahas, menguraikan satu kisah atau kejadian membutuhkan

runtutan kronologis peristiwa. Mengetahui dan memahami latar belakang

turun ayat (bila ada) tidak dapat diabaikan, karena hal ini sangat besar

pengaruhnya dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an secara benar. Untuk

mendapatkan keterangan yang lebih luas, penjelasan ayat, dapat

ditunjang dari hadis, perkataan para sahabat, dan lain-lain yang ada

relevansinya. Tafsir tematik memposisikan Al-Qur’an sebagai lawan

dialog dalam mencari kebenaran. Mufassir bertanya, Al-Qur’an

menjawab. Dengan demikan dapat diterapkan apa yang dianjurkan oleh

Ali bin Abi Thalib: ٱست طق ألقراى artinya : Ajaklah Al-Qur’an berdialog.25

Konsep yang dibawa mufassir dari hasil pengalaman manusia dalam

realitas eksternal kehidupan yang mengandung salah dan benar

dihadapkan kepada Al-Qur’an.26 Dalam penerapan metode ini, ada

beberapa langkah yang harus ditempuh oleh mufassir. Seperti yang

dikemukakan oleh al-Farmawi sebagai berikut:

a. Menetapkan masalah yang akan dibahas

b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan suatu masalah

tertentu.

c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai

pengetahuan tentang asbaban-nuzul.

25 M.Qurash Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, Hazanah Ilmu-ilmu Islam,

1977), hlm.14. 26 Muhammad Baqir al-Shadr, pedoman Tafsir Modern (Jakarta: Risalah Masa, 1992),

hlm.21.

18

d. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-

masing.

e. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (out line)

f. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan

pokok bahasan.27

G. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai laut bukanlah sesuatu yang baru dalam dunia

akademis. Dalam berbagai perspektif juga bervariasi. Ada beberapa karya

yang berkaitan dengan kajian mengenai konsep laut, baik dalam bentuk

makalah, skripsi maupun disertasi, diantaranya adalah:

1. Konsep Geologi Laut dalam Alquran dan Sains (Analisa Surat Ar-

Rahman [55]: 19-20, An-Naml [27]: 61, dan Al-Furqan [25]: 53), Skripsi

dari Nuri Qomariah Maritta, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2010. Penelitian ini menjelaskan seputar ilmu geologi laut yaitu

komposisi, struktur, dan proses pembentukannya. Di dukung dengan ayat-

ayat sebagai kajiannya. Isyarat-isyarat yang diberitakan Al-Quran selaras

dan tidak saling tumpang tindih dengan temuan temuan ilmiah, walaupun

perlu kita garis bawahi bahwa temuan ilmiah tidaklah pantas untuk

menjadi suatu hal yang dibakukan kevaliditasannya, sebagaimana sifat

ilmu pengetahaun yang senantiasa berkembang sesuai dengan

perkembangn zaman, maka temuan temuan ilimah tersebut akan

27 Abdul-Hayyi al-Farmawi, al-Bidayah fi-al-Tafsir al-Maudhu’I (Kairo: al-Hadharat al-

Gharbiyyah, 1977), hlm.21.

19

berkurang kadar kevaliditasannya, jika ada temuan lain yang lebih valid.

Informasi semacam di atas baru diketahui manusia pada abad terakhir

manusia dapat memotret pembatas tersebut dengan teknologi foto

inframerah menggunakan satelit di mana terlihat bahwa lautan yang

tampaknya satu kesatuan ternyata memiliki banyak perbedaan di antara

bagian air di berbagai lautan. Tampak peralatan canggih untuk mengukur

suhu, kadar garam, kepekatan, kelarutan oksigen dan seterusnya. Mata

manusia tak bisa melihat perbedaan antara ke dua lautan yang bertemu.

Mereka tampak sama saja.

2. Telaah Penafsiran Zaghlul Al-Najjâr Tentang Laut Yang Mendidih

Dalam Kitab Tafsîr Al-Âyât Al-Kauniyyah Fî Al-Qur’ân Al-Karîm (Kajian

Tafsir Tematik Dan Sains) Skripsi dari Farhatul Muthi’ah, mahasiswi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini

menjelaskan penafsiran Zaghlul al-Najjâr tentang Laut yang Mendidih

serta korelasinya dengan teori ilmiah, dapat disimpulkan dari penelitian

ini bahwa penafsiran Zaghlul al-Najjar terkait QS. Al-Tûr ayat 6, bahwa

kata sajara memiliki dua makna yaitu penuh dan dipanaskan. Kata sajara

menjadi siat kata bahr, sehingga al-bahr al-masjur dapat diartikan dengan

laut yang penuh dan laut yang didalamnya ada api. Sedangkan korelasinya

terhadap teori ilmiah adalah sesuai dengan terjemahnya yaitu “laut yang

di dalam tanahnya ada api” yang mana di bawah laut terdapat lempeng-

lempeng yang bergerak saling menjauh sehingga memancarkan magma

panas ke dasar laut. Adanya pergerakan lempeng yang saling menjauh

20

mengakibatkan magma yang panas memancar keluar melalui celah-celah

itu dan memanaskan air laut. Volume air laut yang sangat besar tidak dapat

memadamkan kobaran api dari magma tersebut. Begitu juga dengan

magma yang panas tidak dapat menguapkan air laut, padahal suhu dari

magma tersebut mencapai 1000ºC. Semakin banyak magma yang

memancar akan semakin banyak pula mid ocean ridge atau rantaian

gunung api yang dihasilkan.

3. Penafsiran Makna Baḫrain Dalam Al-Qur‟an. Skripsi dari Mamad

Muhamad Fauzil Abad mahasiswa Universitas Islam Negeri Walisongo.

Dalam skripsi ini membahas tentang kolerasi antara ayat-ayat al-Qur’an

dengan pendekatan tafsir ilmiy dan ditinjau dari sudut penemuan ilmiah

yang dilakukan oleh para ahli Oceanografer tentang terjadinya pertemuan

dua lautan yang terdapat di Selat Gibraltar. Al-Qur’an menggambarkan

pertemuan dua lautan di dalam 5 ayat dengan kata kunci baẖrâni atau

baẖrain yang diulang sebanyak 5 ayat, seperti dengan menggunakan term

baẖrâni disebut 1 kali dalam surat al-Fâthir /35 ayat 12, dengan

menggunakan term baẖrain disebut sebanyak 4 kali. Pertama, dalam surat

al-Kahfi /18 ayat 60. Kedua, dalam surat al-Furqan /25 ayat 53. Ketiga,

dalam surat an-Naml /27 ayat 61. Keempat, dalam surat ar-Rahman /55

ayat 19-23.

Dari semua penelusuran yang penulis sajikan, pada dasarnya dari sekian

penelitian yang telah disebutkan di atas. Tidak ada kesamaan yang mendasar

dengan penelitian yang akan dibahas. Namun ada sedikit kemiripan dengan

21

skripsi Nuri Qomariah Maritta, yang berjudul Konsep Geologi Laut dalam

Alquran dan Sains (Analisa Surat Ar-Rahman [55]: 19-20, An-Naml [27]:

61, dan Al-Furqan [25]: 53), akan tetapi penelitiannya tidak merujuk pada

kitab tafsir Ilmi Kemenag RI.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah terdiri dari

Lima Bab yang pembahasannya meliputi yaitu:

Bab Pertama ini merupakan penjabaran awal, penulis mencoba

menerangkan latar belakang masalah. Selain itu, tujuan untuk menjawab

permasalahan penelitian juga dipaparkan dalam bab ini, disertai dengan

manfaat penelitian secara akademis. Dalam bab ini penulis juga

menerangkan tentang karya-karya terdahulu yang membahas tema yang

sama disertai dengan perbedaannya dengan penelitian ini. Penulis juga

menerangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini beserta

sistematika dalam pembahasan penelitian ini.

Bab Kedua penulis akan menjelaskan tafsir ilmi secara umum, mulai

dari pengertiannya, sejarah awal munculnya hingga perkembangannya,

sumber dan corak tafsir ilmi juga syarat dan adab bagi mufassir tafsir ilmi.

Bab ketiga yaitu penjelasan mengenai konsep laut menurut

pandangan Tafsir Ilmi kemenag RI, dalam bab ini penulis juga akan

menjelaskan sejarah singkat lajnah pentashihan mushaf Al-Qur’an dan latar

belakang pembuatan tafsir ilmi kemenag RI tentu di bab penulis akan

22

menjabarkan gambaran umum tentang laut yang ada pada kitab tafsir ilmi

kemenag RI.

Bab Keempat yaitu relevansi konsep air laut dalam perspektif tafsir

ilmi kemenag RI terhadap sains dalam bab ini penulis akan mengemukakan

laut dalam pandangan sains. Meliputi penjelasan pengertian laut dalam

pandangan sains dan bentuk dasar laut beserta analisanya.

Bab kelima, berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran. Dalam

bab ini akan diterangkan tentang kesimpulan dari pembahasan penelitian di

bab-bab sebelumnya serta mengungkap kekurangan-kekurangan yang

terdapat dalam penulisan ini dan memberikan saran-saran agar penulisan

selanjutnya bisa mengetahui kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini.

23

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Laut

1. Pengertian Laut

Dalam kamus bahasa Indonesia dijelaskan bahwa laut adalah

kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang

menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau-pulau. Laut

merupakan perairan yang lebih sempit dari samudra dan terdiri atas laut

pedalaman, laut pertengahan, dan laut tepi.28

Laut adalah medium yang tidak pernah berhenti bergerak.

Bukan hanya permukaannya saja yang bergerak, bagian di bawah

permukaan air pun turut bergerak, hal ini meneybabkan terjadinya

sirkulasi air, baik yang berskala kecil, maupun yang berskala besar.

Jadi, ada arus yang bersifat lokal, tetapi ada juga yang mengalir lintas

samudera.29

Menurut para ilmuwan, laut terbentuk 4,4 miliar tahun yang

lalu. Saat itu, air dipermukaan bumi sangat asam dengan suhu sekitar

100°C akibat panasnya bumi. Asamnya air laut karena atmosfer30 bumi

dipenuhi karbon dioksida.31 Keasaman inilah yang menyebabkan

28 Arthur Godman, Kamus Sains Bergambar, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009),

hlm.26 29 Ellen Tjandra, Mengenal Laut Lapas, (Bogor: Cita Insan Madani, 2011), hlm.4. 30 Atmosfer adalah lapisan gas yang melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari

permukaan planet tersebut sampai jauh di luar angkasa. 31 Karbon Dioksida adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang

terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon.

24

tingginya peristiwa pelapukan yang menghasilkan garam-garaman air

laut menjadi asin.32

2. Bentuk dasar laut

Banyak orang yang menyangka bentuk dasar laut itu datar saja,

sejauh mata memandang namun, tidaklah demikian. Layaknya daratan,

dilaut juga terdapat jurang, gunung, bahkan gunung berapi. Tidak ada

kawasan di Bumi ini yang memiliki relief dasar laut yang seunik

perairan Nusantara kita. Perairan kita memiliki semua tipe topografi

dasar laut.

b. Abisal

Abisal atau basin floor adalah dasar laut yang luas setelah

lereng benua. Area ini mengarah ke laut lepas. Abisal merupakan

bagian dari paparan benua.

32 Bambang Joko Susilo, Yuk! Lebih Mengenal Laut, (Jakarta: Bee Media, 2018), hlm.4.

25

c. Daratan

Daratan adalah bagian permukaan bumi yang secara tetap

(permanen) tidak tertutupi oleh air laut. Istilah darat digunakan

secara lebih umum, sedangkan "daratan" digunakan dengan

batasan geografis. Permukaan bumi yang tertutupi oleh air lainnya,

seperti sungai, rawa, atau danau, merupakan bagian dari daratan,

tetapi secara umum tidak disebut sebagai darat.

d. Permukaan air laut

Permukaan air laut ialah rata-rata ketinggian air laut yang

dapat diukur di pantai. Kata 'rata-rata' harus digunakan karena

ketinggian air laut senantiasa berubah seiring terjadinya pasang

surut air laut, yang disebabkan oleh adanya gaya

grativasi bulan dan matahari.33

e. Paparan benua

Paparan benua atau continental shelf merupakan kelanjutan

wilayah benua. Kedalaman paparan benua sekitar 200 m.

contohnya, Dangkalan Sunda yang terdapat di antara Kalimantan,

Jawa, dan Sumatera dengan kedalaman 40-45 Meter. Daerah tebing

paparan benua disebut tebing benua.

33 Ellen tjandra, mengenal laut lapas, ( Jakarta: Pakar Media, 2011), hlm.9.

26

f. Gunung laut

Gunung laut adalah bagian yang berdiri sendiri, dan kakinya

mulai dari dasar laut. Puncak gunung dapat muncul ke permukaan

air. Contohnya Gunung Krakatau di Selat Sunda.

g. Palung laut

Palung adalah dasar laut sangat dalam dan berdinding curam.

Bentuk palung laut semakin kedasar semakin menyempit. Palung

sempit dan tidak terlalu curam disebut trench, sedangkan yang

lebih lebar dan curam disebut trog. Palung terdalam di dunia yang

juga merupakan titik terdalam di dunia adalah Palung Mariana,

yang memiliki kedalaman 10.911 meter dibawah permukaan laut.34

B. Tinjauan Teoritik Tafsir Ilmi

1. Pengertian Tafsir Ilmi

Tafsir ilmi merupakan salah satu corak tafsir yang populer atau

diminati di kalangan para ulama masa kini. Kepopuleran tafsir ilmi

telah menyebar dimasa kontemporer di mana para cendekiawan

mempunyai perhatian yang besar terhadap ilmu yang berkembang saat

ini. Hal ini merupakan pengaruh dari kecenderungan paradigma ilmu

pengetahuan yang mendominasi pada diri mufassir untuk menafsirkan

Al-Qur’an dengan penemuan ilmiah.35

34 Ellen Tjandra, Mengenal Laut Lapas, (Jakarta: Pakar Media,, 2011), hlm.6.

35 Muẖammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, juz 2 (Kuwait: Dar al-

Nawadir, 2010), hlm.497.

27

Sebelum penulis menjelaskan lebih dalam mengenai tafsir ilmi, ada

baiknya apabila kita mengetahui pengertian tafsir dan ilmi secara

terpisah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tafsir berarti

keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-Qur’an agar mudah

difahami.36

Secara etimologi (bahasa) kata “tafsir” diambil dari kata “fassara-

yufassiru-tafsiran” yang berarti keterangan atau uraian.37 Sedangkan

Tafsir menurut terminologi (istilah), sebagaimana didefinisikan Abu

Hayyan yang dikutip oleh Manna al-Qaṭan ialah ilmu yang membahas

tentang cara pengucapan lafadz-lafadz Al-Qur’an, tentang petunjuk-

petunjuk, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika

tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya tersusun serta

hal-hal yang melengkapinya.38

Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, tafsir merupakan hasil

pemikiran manusia tentang penjelasan maksud firman-firman Allah

Swt. yang sesuai dengan kemampuan manusia yang dipengaruhi oleh

beberapa hal sehingga banyak terjadi perbedaan-perbedaan penafsiran

baik dari masa ke masa atau dari satu tempat ke tempat lain.39

Sementara kata ilmi di sini merupakan kata sifat yang bernisbat pada

36 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat

Bahasa, 2008), hlm.1409. 37 Rosihan Anwar, Ulum al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm.209 38 Manna’ al-Qaṭan, Pembahasan Ilmu al-Qur’an 2, Terj. Halimudin, (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 1995), hlm.164. 39 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm.364.

28

kata ilmu. Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu ‘alima – yaʻlamu – ‘ilman

dengan wazn faʻila – yafʻalu – faʻlan yang berarti mengerti, memahami

benar-benar. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut science yang

diambil dari bahasa Latin yaitu scientia (pengetahuan) –scire

(mengetahui). Jadi, pengertian ilmu adalah pengetahuan tentang suatu

bidang yang disusun secara sistematis menurut metode-metode tertentu

yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu.

Terkait sains dan ilmu, Mulyadhi Kartanegara berpendapat bahwa

keduanya merupakan dua hal yang berbeda, namun memiliki

kemiripan. Hal ini bisa terlihat dari pengertian sains dan pengetahuan

yang ia kemukakan. Sains menurut Mulyadhi adalah any organized

knowledge (pengetahuan yang tersistem), sedangkan ilmu adalah

pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Secara sepintas dapat

dikatakan bahwa ilmu dalam epistemologi Islam mempunyai kemiripan

makna dengan sains dalam epistemologi Barat. Perbedaan di antara

keduanya adalah bahwa sains dibatasi pada bidang-bidang fisik

sedangkan ilmu lebih bebas hingga pada bidang-bidang nonfisik atau

metafisika.40

Setelah mengetahui pengertian tafsir dan ilmi secara terpisah, maka

penulis akan menjabarkan pengertian tafsir ilmi secara kolektif.

Adapun pengertian tafsir ilmi menurut Fahd ‘Abd al-Rahman,

40 Mulyadhi Kartanegara, Pengantar Epistemologi Islam (Bandung: Mizan 2003), hlm.1.

29

sebagaimana yang dikutip oleh M. Quraish Shihab dkk dalam buku

Sejarah ‘Ulum Al-Qur’an, menjelaskan bahwa tafsir ilmi adalah ijtihad

mufassir untuk mengungkap hubungan ayat-ayat kauniyah di dalam Al-

Qur’an dengan penemuan-penemuan ilmiah yang bertujuan untuk

memperlihatkan kemukjizatan Al-Qur’an.41

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tafsir ilmi

adalah upaya menafsirkan Al-Qur’an dengan teori-teori ilmiah di mana

antara Al-Qur’an dan sains terdapat kesesuaian sehingga mufassir dapat

mengkompromikan keduanya melalui sebuah karya yang disebut tafsir

ilmi. Objek dari tafsir ilmi ini adalah ayat-ayat kauniyah, yaitu ayat-

ayat Al-Qur’an yang memberikan isyarat tentang realita alam semesta

atau penciptaan segala sesuatu yang bersifat ilmiah.

Tak dapat dipungkiri bahwa Al-Qur’an berisi mukjizat ilmiah yang

terkandung dalam isyarat ayat-ayat kauniyah. Apa yang telah

diisyaratkan Al-Qur’an 1400 abad yang lalu merupakan fakta ilmiah

yang telah diuji oleh para ilmuwan masa kini. Hal ini menunjukkan sisi

keagungan Al-Qur’an yang menghadirkan sesuatu yang sebelumnya

belum diketahui manusia pada umumnya dan terbukti kebenarannya

melalui penemuan ilmiah yang telah teruji. Pada abad ini, isyarat ayat

kauniyah menjadi nyata karena dibuktikan oleh penemuan ilmiah yang

mendukung kebenaran ayat Al-Qur’an. Pada abad ini pula, ilmu

pengetahuan terus dijunjung tinggi oleh manusia hingga mereka

41 M. Quraish Shihab, et. al., Sejarah ‘Ulum al-Qur’an, hlm.183.

30

berhasil menghasilkan penemuan-penemuan yang memberikan bukti

tentang hakikat ilmu yang diwahyukan dalam Al-Qur’an.42

Apabila diteliti lebih jauh, tidak ada kontradiksi dalam Al-Qur’an

dengan penemuan-penemuan sains modern yang menyangkut ilmu

astronomi, kedokteran, fisika, gizi, kesehatan, zoologi43, botani44,

aseanologi45, dan sebagainya. Semuanya sejalan dengan apa yang Al-

Qur’an sebutkan.46 Inilah sisi kemukjizatan Al-Qur’an dan

kelebihannya dari kitab-kitab samawi lainnya di mana kitab-kitab

tersebut hanya berlaku pada kaum tertentu, sedangkan Al-Qur’an

berlaku untuk semua umat manusia hingga akhir zaman, baik pada masa

Nabi Muhammad SAW., masa kini, hingga masa yang akan datang.

Kesesuaian Al-Qur’an dengan penemuan sains modern juga

diutarakan oleh para pakar sains yang memiliki karya di bidang tafsir

ilmi, yaitu Zaglul al- Najjar dan Abdul Daim al-Kahil. Mereka

mengatakan dalam muqaddimah karya tafsir ilminya dengan

memberikan ulasan mengenai apa yang dimaksud dengan mukjizat

ilmiah: “Penisbatan kata mukjizat dengan kata ilmiah adalah penisbatan

42 Abdul Majid bin Aziz al-Zindani, et.al., Mukjizat al-Qur’an dan al-Sunnah tentang

IPTEK, jilid 2 (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 22. 43 Zoologi adalah ilmu tentang kehidupan binatang dan pembuatan klasifikasi aneka macam

bentuk binatang dunia. Lihat Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Dep.Pendidikan

Nasional, 2008), hlm.1826. 44 Botani adalah cabang dari biologi yang menyelidiki kehidupan tumbuh-tumbuhan. Lihat

Kamus Bahasa Indonesia, hlm.218. 45 Oseanologi adalah ilmu yang mempelajari segala aspek yang berhubungan dengan laut

dan lautan (seperti, tanaman, binatang laut). Lihat Kamus Bahasa Indonesia, hlm.1094. 46 Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Quran, Terj. Zaenal Arifin dkk. (Jakarta:

Zaman, 2014), hlm. 717.

31

terhadap ilmu pengetahuan yang bertitik tolak dari praktik dan

penelitian ilmiah tentang fenomena-fenomena yang tampak di dalam

alam semesta dan diri manusia menurut ilmu pengetahuan, hingga

akhirnya sampai pada ketentuan-ketentuan hukum alam yang sistem

kerjanya dapat dijelaskan secara ilmiah. Jadi, yang dimaksud dengan

mukjizat ilmiah menurut kami adalah semua penemuan ilmiah yang

kebenarannya bisa dibuktikan secara ilmiah dan tidak perlu diragukan

lagi. Kebenaran ilmiah tersebut sesuai dengan kebenaran yang ada

dalam Al-Qur’an dan sama sekali tidak ada pertentangan. Hal ini

sekaligus merupakan bukti tentang kenabian Nabi Muhammad SAW

dan kebenaran risalahnya, juga untuk membuktikan bahwa Islam

merupakan agama terakhir dan satu-satunya agama yang kitab sucinya

tidak mengalami perubahan.47

2. Sumber, Metode, dan Corak Penafsiran

Sumber penafsiran merupakan rujukan yang diambil oleh mufassir

dalam upaya menafsirkan al-Qur’an, bisa berasal dari tafsir

bilma’tsur48, tafsir birra’yi49, dan tafsir bil isyari.50 Sedangkan metode

47 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan

Hadis: Penciptaan Manusia, Terj. Tim Penerbit Bahasa Indonesia, jilid 1 (Jakarta: PT Lentera

Abadi, 2012), hlm.iv. 48 Tafsir bi lma’tsur yaitu menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an lainnya,

dengan hadis Nabi Muhammad Saw., perkataan sahabat, dan pendapat para tabiʻin. Model ini juga

bisa disebut dengan penafsiran menggunakan riwayat dan atsar-atsar.. Lihat Manna al-Qatan

Mabahits fî ‘Ulum al-Qur’an, hlm 358. 49 Tafsir birra’yi, yaitu menjelaskan makna Al-Qur’an atas pemahaman dan kesimpulan yang

diambil dari pemikiran seorang mufassir. Model ini bisa disebut dengan penafsiran yang

menggunakan rasio. Lihat Manna al-Qatan Mabahits fî ‘Ulum al-Qur’an, hlm. 362. 50 Tafsir bil isyari, yaitu penafsiran ayat Al-Qur’an yang dipengaruhi dengan pemikiran

tasawuf yang berdasarkan pada penyucian jiwa, zuhud, kesederhanaan, dan ibadah. Model ini bisa

disebut dengan penafsiran yang menggunakan intuisi. Lihat Manna al-Qatan Mabahits fi ‘Ulum al-

Qur’an, hlm.366.

32

tafsir atau biasa disebut dengan manhaj tafsir adalah cara yang

ditempuh oleh mufassir untuk mencapai pemahaman yang benar

tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Metode tafsir ini berisi kaidah-kaidah yang harus diindahkan ketika

menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.51 Ada beberapa metode yang lazim

digunakan oleh para ulama tafsir, diantaranya adalah metode tafsir

tahlili52, ijmali53, muqaran54, dan maudu’i.55

Selanjutnya adalah corak tafsir atau biasa disebut dengan laun al-

tafsîr yaitu kecenderungan atau spesifikasi keilmuan seorang mufassir

yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan, dan

mazhab yang dianutnya. Apabila seorang mufassir adalah ahli bahasa,

maka dia akan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an melalui pendekatan

kebahasaan atau disebut dengan corak lughawi. Apabila seorang

51 Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2002), 55-56. 52 Metode Tahlili adalah metode penafsiran yang dilakukan dengan mendeskripsikan uraian

makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tertib urutan surat dan ayat al-

Qur’an (tartib mushafî) dengan melakukan analisis di dalamnya yang meliputi pengertian umum

kosakata ayat, munasabah, sabab al-nuzul, qira’at, iʻrab, dan sebagainya. Lihat Amin Suma, Ulumul

Qur’an, hlm.379. Lihat juga Quraish, Kaidah Tafsir, hlm.378. 53 Metode Ijmali adalah metode penafsiran yang hanya menguraikan makna-makna umum

yang terkandung pada ayat yang ditafsirkan. Mufassir langsung menjelaskan kandungan ayat secara

umum atau hukum dan hikmah yang dapat ditarik dari ayat yang ditafsirkan. Lihat Quraish, Kaidah

Tafsir, hlm.381. 54 Metode muqaran adalah metode penafsiran yang membandingkan antara perbedaan ayat-

ayat al-Qur’an yang memiliki redaksi berbeda, namun kandungannya sama; perbedaan ayat al-

Qur’an dengan hadis Nabi Saw.; dan perbedaan pendapat para mufassir terkait penafsiran ayat yang

sama. Lihat Quraish, Kaidah Tafsir, hlm. 382. 55 Metode maudu’i merupakan metode penafsiran yang membahas tentang suatu persoalan

dalam al-Qur’an yang memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya

yang kemudian dilakukan sebuah analisis menurut cara-cara tertentu dan berdassarkan syarat

tertentu pula untuk menjelaskan maknanya dan mengeluarkan unsur-unsurnya serta

menghubungkan antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Lihat Mustafa Muslim, Mabahits fi

‘Ulum al-Qur’an, hlm.16.

33

mufassir adalah pakar ilmu pengetahuan, maka ia akan menafsirkan

ayat-ayat Al-Qur’an melalui paradigma ilmu pengetahuan atau biasa

disebut dengan corak ‘ilmi.56

Apabila dilihat dari sumber penafsirannya, tafsir ilmi Kemenag RI

ini termasuk ke dalam tafsir birra’yi. Secara bahasa, ra’yu berarti al-

iʻtiqad (keyakinan), al-‘aql (akal), dan al-tadbir (perenungan). Maka

dari itu, tafsir birra’yi juga disebut dengan tafsir bil‘aql dan bil-ijtihad.57

Sedangkan secara istilah, tafsir birra’yi adalah upaya mufassir dalam

memahami teks Al-Qur’an atas dasar ijtihad dengan tetap

memperhatikan Bahasa Arab dari segala sisinya, lafaz-lafaz Arab dan

dalalah-nya, syair-syair Arab, asbab al-nuzul, nasikh-mansukh, dan

menguasai ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan oleh seorang mufassir.58

Maksud dari ijtihad yang dilakukan mufassir dalam penafsirannya

adalah berusaha keras untuk memahami makna teks Al-Qur’an dan

mengungkapkan maksud kata-katanya serta makna yang terkandung di

dalamnya. Ijtihad ini meliputi semua teks Al-Qur’an baik pada ranah

kebahasaan maupun syariat atau bisa juga dikatakan bahwa ijtihad

yang dimaksud adalah menjelaskan kandungan teks Al-Qur’an, baik

berupa hukum-hukum syariat, hikmah-hikmahnya, nasihat-nasihatnya,

contoh-contoh teladan, dan lain sebagainya.59 Dalam hal ini, ijtihad

para penyusun tafsir ilmi Kemenag RI dalam menafsirkan ayat-ayat

56 Anshori, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm.217-218. 57 ‘Abd al-Rahman al-‘Ak Usul al-Tafsir wa Qowa’iduh, hlm.167. 58 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 1, hlm.222 59 ‘‘Abd al-Rahman al-‘Ak Usul al-Tafsir wa Qowa’iduh,, hlm.176-177.

34

kauniyah adalah berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Pada zaman dahulu, ayat-ayat kauniyah mungkin hanya bisa

dipahami oleh keimanan seorang muslim saja karena tidak ada alat

yang mendukung untuk membuktikan kebenaran ilmiah yang telah

disampaikan oleh Allah melalui ayat-ayat kauniyah. Hal ini jauh

berbeda dengan zaman sekarang di mana ilmu pengetahuan dan

teknologi telah berkembang pesat sehingga tidak sedikit penelitian

yang dilakukan untuk membuktikan isyarat ilmiah yang ada di dalam

al-Qur’an sehingga manusia dapat memahami ayat-ayat kauniyah

tersebut melalui penemuan ilmiah yang telah teruji oleh para

peneliti.

Sedangkan dilihat dari metode atau manhaj tafsirnya, tafsir ilmi

Kemenag RI menggunakan metode mauduʻi. Mauduʻi secara bahasa

adalah wad’u yaitu menempatkan sesuatu. Sedangkan secara istilah

tafsir maudu i merupakan salah satu metode tafsir yang membahas

tentang suatu persoalan dalam Al-Qur’an yang memiliki kesatuan

makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayat kemudian

menganalisis ayat tersebut untuk menjelaskan maknanya dengan saling

menghubungkan antara ayat yang satu dengan yang lain.60

3. Sejarah perkembangan tafsir ilmi

Apabila dilihat dari rekam jejak sejarahnya, perkembangan tafsir

ilmi ini tak lepas dari perkembangan ilmu dalam khazanah Islam di

60 Mustafa Muslim, Mabahits fî ‘Ulum al-Qur’an, hlm.15-16.

35

mana keilmuan umat Islam menunjukkan masa kejayaannya pada

zaman Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah.

Sejak zaman dahulu sebagian kaum muslimin memang telah

berupaya menciptakan hubungan erat antara Al-Qur’an dan ilmu

pengetahuan. Mereka berijtihad menggali beberapa jenis ilmu

pengetahuan dari ayat-ayat Al-Quran. Usaha seperti itu ternyata di

kemudian hari semakin meluas dan tidak dapat disangkal lagi memang

telah mendatangkan hasil yang banyak faedahnya.61

Husain al-Dzahabi menjelaskan bahwa eksistensi tafsir ilmi mulai

muncul dari kultur karya ulama mutaqaddimin, contohnya yang telah

dilakukan oleh al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ʻUlum al-Din yang

menerangkan bahwa ilmu adalah bentuk manifestasi perbuatan dan

sifat Allah, sedangkan Al-Qur’an yang berisi banyak ilmu menjadi

sebuah wadah untuk menjelaskan dzat, af’al (perbuatan), dan sifat-sifat

Allah.62 Al-suyuti juga telah membahasnya pada kitab al-Itqan di mana

banyak ayat Al-Qur’an, hadis, maupun atsar yang menunjukkan bahwa

Al-Qur’an mencakup berbagai disiplin. Pertama yang memuat

perincian ayat-ayat kauniyah adalah Kasyf al-Asrar al-Nuraniyyah al-

Qur’aniyyah yang berisi berbagai uraian tentang benda-benda langit,

bumi, hewan, tumbuhan, permata, dan logam. Kitab ini ditulis oleh

Muhammad ibn Ahmad al-Iskandari, seorang dokter yang mahir dan

61 Ahmad Syirbasi, Sejarah Tafsir al-Qur’an, Terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 1985), hlm.130. 62 Al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, juz 2, hlm.475.

36

terampil. Beliau merupakan ulama pada abad 13 H. Kitab ini terdiri

dari 3 jilid besar, dicetak pertama kali di Mesir pada tahun 1297 H oleh

penerbit Dar al-Kutub al- Misriyyah.63

Selanjutnya ada sebuah kitab yang berjudul Tabaiʻ al-Istibdad wa

Masariʻ al-Istiʻbad ditulis oleh ‘Abd al-Rahman al-Kawakibi. Kitab

ini merupakan kumpulan makalah beliau yang dijadikan satu sehingga

menjadi sebuah karya yang agung. Kitab ini pertama kali

dipublikasikan di Mesir pada tahun 1318 H. Dalam kitab ini terdapat

sebuah ungkapan yang disifatkan kepada Al-Qur’an, yakni “Syams al-

‘Ulum wa Kanz al-Hikam (Matahari Ilmu dan Himpunan Hikmah)”

yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an menjadi sumber segala ilmu. Ia

berpendapat bahwa segala sesuatu di alam ini mengalami pembaruan

setiap harinya sesuai dengan perkembangan zaman. Jika umat Islam

tidak ingin tertinggal dengan pemikiran ilmuwan Barat, maka

seharusnya Islam membutuhkan para peneliti Al-Qur’an yang mampu

membuktikan bahwa Al-Qur’an berisi pernyataan dan isyarat yang

benar walaupun telah ditulis sejak ribuan abad yang lalu.64

Seiring dengan perkembangannya, kitab tafsir yang bercorak ilmi

dapat ditemui dengan penyusunan yang urut mulai dari surah al-Fatihah

hingga surah an-nas atau disusun sesuai tema-tema yang diinginkan

oleh mufassir. Contoh kitab tafsir bercorak ilmi yang disusun urut

63 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, hlm.497-498.

64 Al-Dzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirun, juz 2, hlm.498.

37

mulai dari surah al-Fatihah hingga surah an-nas adalah al-Jawahir

karya Tantawi Al-Jauhari sebuah kitab yang terdiri dari 25 jilid,

diterbitkan pertama kali di Mesir pada kisaran tahun 1341 H–1351 H.

Kitab ini disusun secara tahlili.65

Kemudian muncul sebuah karya dari seorang dokter terkenal, yaitu

‘Abd al-‘Aziz Ismaʻil. Karyanya adalah al-Islam wa al-Tib al-Hadits

yang merupakan kumpulan makalah beliau yang disebarkan di majalah

al-Azhar. Setelah dikumpulkan menjadi satu, karya ini dijadikan sebuah

kitab yang dicetak oleh percetakan al-Iʻtimad pada tahun 1357 H.

Dalam kitab tersebut, beliau mengatakan bahwa penjelasan di dalam

buku-buku kedokteran, arsitektur, dan astronomi mengarah kepada

sunatullah yang terjadi dialam ini. Hal ini menunjukkan bahwa di

dalam buku-buku tersebut tidak hanya berisi teori-teori rumit yang

berkaitan dengan ilmu-ilmu, tetapi segala kejadian di alam ini baik dari

segi kedokteran, seni/arsitektur, astronomi, dan sebagainya,

merupakan ketentuan-ketentuan yang berjalan secara teratur sesuai

dengan kehendak Allah SWT. ʻAbd al-‘Aziz Ismaʻil juga berpendapat

bahwa ilmu modern yang kekinian dapat membantu mengungkap

makna sebagian ayat-ayat Al-Qur’an sehingga Al-Qur’an akan tetap

65 Tahlili secara harfiah berarti menjadi lepas atau terurai. Secara istilah tafsir Tahlili adalah

metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan dengan mendeskripsikan uraian makna yang

terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tertib urutan surat dan ayat al-Qur’an

(tartib mushafî) dengan melakukan analisis di dalamnya. Lihat M. Amin Suma, Ulumul Qur’an,

(Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 379.

38

eksis seiring dengan berkembangnya zaman.66

Tak berhenti hingga di situ, perkembangan tafsir ilmi terus melaju

hingga corak ilmi menjadi sesuatu yang populer di kalangan ulama

kontemporer. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kitab-kitab tafsir ilmi

yang mewarnai kehidupan di masa itu, diantaranya: al-Tafsir al-‘Ilmi

li al-Ayat al-Kauniyyah fi al-Qur’an karya Hanafi Ahmad diterbitkan

di Mesir oleh Dar al-Fikr; Tafsir al-Ayat al-Kauniyyah karya ‘Abd Allah

Syahatah diterbitkan di Mesir oleh Dar al-Iʻtisam tahun 1400 H/1980

M; al-Isyarat al-‘Ilmiyyah fi Al-Qur’an al-Karim karya Dr.

Muẖammad Syauqi al-Fanjari, diterbitkan oleh Maktabah Gharib

tahun 1413 H/1992 M.

Sedangkan kitab tafsir ilmi yang disusun sesuai dengan tema-tema

yang diinginkan oleh mufassir adalah al-Iʻjaz al-‘Ilmi fi al-Qur’an

wa al-Sunnah karya Prof. Dr. Zaglul al-Najjar dan Dr. Abdul Daim al-

Kahil. Mereka adalah para pakar yang telah diakui oleh dunia

internasional karena telah banyak meneliti mukjizat ilmiah yang ada di

dalam al-Qur’an dan Hadis selama berpuluh-puluh tahun. Di Indonesia,

karya mereka telah diterjemahkan menjadi sebuah ensiklopedia

mukjizat ilmiah yang tersusun dari enam seri berdasarkan judul

tertentu, yaitu: 1) Penciptaan Manusia; 2) Syariat Islam; 3) Penciptaan

Langit dan Alam Semesta; 4) Penciptaan Planet Bumi; 5) Gaya Hidup,

66 Al-Dzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirun, juz 2, hlm. 502.

39

Kesehatan, dan Pengobatan; 6) Penciptaan Hewan dan Tumbuhan.67

Sedangkan di Indonesia, kitab tafsir bercorak ilmi yang disusun

secara tematik juga telah menghiasi khazanah keilmuan oleh para

cendekiawan muslim. Diawali dengan sebuah karya dari Dr. Mochtar

Na’im, ilmuwan Indonesia tamatan Institute of Islamic Studies di

McGill University, telah menghasilkan sebuah buku yang berjudul

“Kompendium Himpunan Ayat-Ayat al-Qur’an”. Buku ini pertama kali

diterbitkan pertama kali di Jakarta oleh Gema Insani Press pada tahun

1996. Buku ini memuat banyak seri diantaranya adalah himpunan ayat-

ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Biologi dan Kedokteran; Botani

dan Zoologi; Geografi dan Fisika; Ekonomi; Hukum; Teologi; Etika

dan Sosial-Budaya; Kisah-Kisah Sejarah; Akhirat, Surga dan Neraka;

dan Doa-Doa dalam Al-Qur’an.68

4. Syarat-Syarat dan Adab bagi Mufassir Tafsir Ilmi

Tafsir yang bercorak ilmi merupakan ijtihad seorang mufassir

dalam mengungkap sejumlah ilmu yang diisyaratkan di dalam Al-

Qur’an. Dengan sejumlah ilmu yang nantinya dapat dikembangkan

menjadi ilmu kedokteran, astronomi, bintang, biologi, dan lain-lain

sehingga membuat Al-Qur’an menjadi sempurna dengan beragam

ayat-ayat kauniyah di dalamnya.69

67 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan

Hadis, (Jakarta: Lentera Abadi, 2012). 68 Mochtar Naim, Kompendium Himpunan Ayat-Ayat al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani

Press, 1996). 69 ‘Ali Iyyazi, al-Mufassirun, juz 1, hlm.127.

40

Abdul Mustaqim berpendapat dalam bukunya yang berjudul

Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an, sebagaimana yang dikutip oleh

Rubini, bahwa corak ilmi merupakan corak penafsiran Al-Qur’an yang

menggunakan pendekatan teori-teori ilmiah untuk menjelaskan ayat-

ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai alam. Tafsir bercorak ilmi

dimaksudkan untuk menggali isyarat-isyarat ilmiah yang terkandung

dalam Al-Qur’an. Tafsir ini berangkat dari paradigma Al-Qur’an yang

tidak bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan sehingga

antara Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan dapat saling dikompromikan.70

Begitu banyaknya penafsian ilmiah terhadap ayat-ayat al-Qur’an

mengindikasikan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh orang

sembarangan tanpa mempunyai dasar ilmu, karena Al-Qur’an

mempunyai keotentikan yang tinggi sehingga tidak mungkin dan tidak

pantas apabila penafsiran terhadap ayat-ayatnya dikaitkan dengan

percobaan-percobaan ilmiah yang belum valid. Sebelum penulis

menjabarkan bagaimana adab yang benar dalam menafsirkan Al-

Qur’an dengan teori ilmiah, ada baiknya jika penulis menjelaskan

syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir dalam

menafsirkan Al-Qur’an secara umum, diantaranya adalah:

a. Akidahnya bersih

Orang yang akidahnya telah berubah akan meyakini rasio.

70 Rubini, “Tafsir Ilmi”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, vol. 2, no. 2 (2016),

hlm.93.

41

Kemudian ia membawa lafal-lafal Al-Qur’an dengan rasionya.

Mereka tidak mengikuti para sahabat dan para tabi’in. Apabila

orang ini menafsirkan Al-Qur’an, ia menakwilkan ayat-ayat yang

berbeda dengan fahamnya yang salah. Lalu ia selewengkan sampai

sesuai dengan madhzab (faham)-nya. Hal ini tidak bisa dipakai

sandaran dalam mencari kebenaran, bagaimana bisa orang

menemukan sesuatu darinya.

b. Tidak mengikuti hawa nafsu

Hawa nafsu membawa pemiliknya kepada paham

(subjektifnya), sekalipun salah dan menolak yang lain, sekalipun

yang ditolak itu benar.

c. Mufassir mengerti Ushul At-Tafsir

Dasar-dasar penafsiran dibutuhkan sebagai kumpulan beragam

dalam kunci ilmu tafsir. Maka seorang mufassir harus ’alim dalam ilmu

qira’at, naskh-mansukh dan asbab An-Nuzul serta perangkat ilmu tafsir

lainnya.

d. Pandai dalam ilmu Riwayah dan Dirayah Hadis

Mengingat, bahwa hadis-hadis Rasul merupakan penjelas

Al-Qur’an. Imam Syafi’i berkata: “Setiap keputusan Rasulullah

SAW adalah hasil pemahamannya terhadap Al-Qur’an”. Imam

Ahmad berkata: “As-Sunnah adalah tafsir dan tabyin (penjelas)

bagi Al-Qur’an”.

e. Mufassir mengetahui dasar-dasar agama/Ushuluddin

Yang dimaksud dasar-dasar agama adalah ilmu tauhid,

42

sehingga dengan menafsirkan ayat-ayat asma (nama) Allah dan

sifat-sifatnya tidak akan terjadi penyerupaan.

f. Mufassir mengerti Ushulul-Fiqh.

Karena dengan ilmu tersebut sang mufassirbisa mengetahui

bagaimana menetapkan hukum berdasarkanayat-ayat Al-Qur’an,

bagaimana mengambil dalil dari Al-Qur’an, juga akan mengetahui

ijmal (keumuman) Al-Qur’an. Sehingga jelas mana penjelasan Al-

Qur’an yang bersifat ‘am (umum) dan khash(khusus), muthlaq dan

muqayyat, petunjuk dan ungkapan nash, petunjuk tentang Al-Amr

(perintah) dan An-Nahi (larangan) dan lain-lain.

g. Seorang Mufassir harus menguasai bahasa Arab dan ilmunya

Dalam hal ini yang dimaksud mengetahui bahasa adalah

bahasa Arab. Sedangkan tentang ilmu bahasa meliputi: ilmu

Nahwu,karena arti suatu kosakataselalu berubah dan berbeda-beda

menurut perbedaan statusnya (I’rab) di dalam struktur kalimat,

maka ilmu Nahwuini penting dimengerti dan diperhatikan. Ilmu

Sharaf atauTasrif, karena dengan ilmu ini bentuk kosakata dan

kalimat dapat diketahui.

h. Memiliki I’tikad yang benar dan mematuhi segala ajaran agama

Seorang yang mendustakan agama tidak dapat dipercaya

dalam soal keduniaan, maka bagaimana ia dapat dipercaya dalam

43

soal agama. Begitu pula, seorang yang dituduh menyimpang dari

ajaran agama tidak dapat dipercaya, karena ia akan menyebarkan

fitnah dan akan menyesatkan orang banyak dengan

kebohongannya. Demikian pula orang yang diduga dikendalikan

hawa nafsu, sangat mungkin hawa nafsu akan mendorong untuk

berbuat sesuai dengan keinginananya tersebut.

i. Mempunyai tujuan yang benar

Artinya, seorang penafsir, dengan karya tafsirnya, harus

semata-mata bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT

bukan untuk tujuan lain, seperti untuk mendapatkan pujian atau

sanjungan, mencari popularitas, dan tujuan lainnya selain

mendekatkan diri kepada Allah.71

Setelah mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan dalam

menafsirkan Al-Qur’an secara umum, berikut ini penulis akan

menjelaskan persyaratan yang harus dimiliki dan dilakukan oleh

para mufassir dalam mengkaji ayat-ayat kauniyah, diantaranya:

1) Tetap memelihara kaidah syarat-syarat menafsirkan Al-Qur’an

yang telah disebutkan di atas.

2) Dalam menafsirkan ayat-ayat kauniyah harus sesuai dengan

makna susunan Al-Qur’an.

3) Tidak keluar dari batas-batas menafsirkan Al-Qur’an dengan

71 Fahdbin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an Studi Kompleksitas Al-qur’an

(Yogyakarta: Titan Ilahi,1996), hlm.217

44

teori ilmiah yang terlalu berlebihan.

4) Seorang mufassir hendaknya menetapkan teori ilmiah yang

berasal dari isyarat-isyarat Al-Qur’an yang terkait dengan ayat-

ayat kauniyah.

5) Memperhatikan kesesuaian antara penafsiran Al-Qur’an

dengan teori ilmiah, sebab jika teori tersebut sesuai dengan

makna ayat-ayat Al-Qur’an maka hal tersebut menjadi sebuah

penemuan yang menakjubkan, namun jika tidak ada

kesesuaian, maka jangan dipaksakan untuk mensinkronkan

antara keduanya.

6) Menjadikan kandungan ayat-ayat kauniyah sebagai dasar bagi

penjelasan dan penafsiran yang dilakukan mufassir.

7) Seorang mufassir harus berpegang kepada makna kebahasaan

terhadap ayat-ayat yang ingin dijelaskan isyarat ilmiahnya

karena ayat-ayat Al-Qur’an tersusun dari Bahasa Arab sehingga

tidak mungkin jika aspek ini dihilangkan dalam sebuah

penafsiran.

8) Tidak menyalahi isi syariat Islam dalam menafsirkan ayat-ayat

kauniyah. Penafsirannya harus sesuai (Muabiqah) tanpa ada

pengurangan atau penambahan yang diperlukan dalam

menjelaskan makna isyarat ayat.

9) Memelihara susunan antarayat dan memelihara munasabah

ayat sehingga terjalin ikatan antarayat agar memiliki satu tema

45

yang terpadu.

10) Menyeimbangkan antara bidang spesialisasi ilmu yang dimiliki

oleh mufassir dengan kemampuan dirinya dalam menjelaskan

makna ayat.

Poin-poin di atas mungkin tak jauh berbeda dengan persyaratan

mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an pada umumnya,

namun dalam tafsir ilmi seorang mufassir harus memperhatikan

dua disiplin ilmu sekaligus, yaitu bidang ilmu pengetahuan yang

akan ditelitinya dan ‘ulum al-Qur’an serta perbendaharaan Bahasa

Arab. Menurut Ali Iyyazi bahwa sebuah penafsiran ilmiah yang

baik merupakan hasil kerjasama antara pakar tafsir dan pakar sains

atau bisa juga dikatakan bahwa tafsir ilmi membutuhkan dua

gabungan paradigma, yaitu paradigma ilmu-ilmu Al-Qur’an dan

paradigma ilmu pengetahuan.72

72 Sayyid Muẖammad ‘Alî Iyyazi, al-Mufassirun: Hayatihim wa Munhajihim (Teheran:

Wizarah al-Tsaqafah wa al-Irsyad al-Islami, 1386 H), hlm.129.

46

BAB III

PENAFSIRAN LAUT MENURUT TAFSIR ILMI KEMETERIAN AGAMA

REPUBLIK INDONESIA

A. Sistematika Kitab Tafsir Ilmi Kementerian Agama RI

1. Sejarah Singkat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an dibentuk sebagai wujud

perhatian pemerintah dalam menjamin kesucian teks Al-Qur’an dari

berbagai kesalahan dan kekurangan dalam penulisannya. Pada tahun

1957, pemerintah membentuk sebuah lembaga kepanitiaan yang

bertugas mentashih (memeriksa/mengoreksi) setiap mushaf Al-Qur’an

yang akan dicetak dan diedarkan kepada masyarakat Indonesia.

Keberadaan lembaga ini tidak muncul dalam struktur yang berdiri

sendiri, namun merupakan bagian dari Puslitbang Lektur Keagamaan

yang kemudian diberi nama Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.

Seiring berjalannya waktu, tugas-tugas lajnah semakin banyak dan

beragam. Pada tahun 1982, Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun

1982 dikeluarkan dalam rangka menguraikan secara resmi tugas-tugas

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, diantaranya adalah: (1)

Meneliti dan menjaga mushaf Al-Qur’an, rekaman bacaan Al-Qur’an,

terjemah, dan tafsir Al-Qur’an secara preventif dan represif; (2)

Mempelajari dan meneliti kebenaran mushaf Al-Qur’an, Al-Qur’an

untuk tunanetra (Braille), bacaan Al-Qur’an dalam kaset, piringan

hitam dan penemuan elektronik lainnya yang beredar di Indonesia; (3)

47

Menyetop peredaran mushaf Al-Qur’an yang belum ditashih oleh

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an.73

Tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh lajnah hingga tahun 2007.

Namun seiring berjalannya waktu, tugas-tugas lajnah menjadi semakin

meluas. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut pelaksanaan Peraturan

Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2006 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama serta untuk

meningkatkan dayaguna dan hasil guna pelaksanaan tugas di bidang

pentashihan dan pengkajian Al-Qur’an, maka terbitlah Peraturan

Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2007 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.

Di dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 tahun 2007 Bab 1

pasal 1, Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an adalah Unit

Pelaksanaan Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan serta

Pendidikan dan Pelatihan yang berada di bawah serta bertanggung

jawab kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama

RI. Sejak terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) tersebut,

Organisasi dan Tata Kerja Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an turut

berubah sesuai dengan tugas dan fungsi lajnah dalam diktum sehingga

73 Muhammad Shohib, dkk., Profil Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang

dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013),

hlm. 2-3.

48

lajnah mencakup tiga bidang, yaitu (1) Bidang Pentashihan, (2) Bidang

Pengkajian Al-Qur’an, dan (3) Bidang Bayt Al-Qur’an dan

Dokumentasi.74

Berdasarkan fungsi lajnah di atas, kajian tafsir merupakan hasil

kerja dari bidang pengkajian Al-Qur’an yang muncul karena

masyarakat Islam Indonesia tidak saja memerlukan mushaf Al-Qur’an

yang benar dari sisi penulisannya, tetapi juga benar dari sisi

pemahamannya. Apabila dirinci, tugas Bidang Pengkajian Al-Qur’an

adalah melaksanakan pengembangan dan pengkajian Al-Qur’an,

penerbitan mushaf, terjemah, dan tafsir Al-Qur’an; serta melakukan

sosialisasi dan pelaporan hasil pengkajian Al-Qur’an.75

2. Latar Belakang Pembuatan Tafsir Ilmi

Salah satu kegiatan Bidang Pengkajian Al-Qur’an adalah menyusun

tafsir Al-Qur’an. Tafsir pertama yang dibuat adalah tafsir tematik yang

menitikberatkan pembahasannya pada persoalan akidah, akhlak,

ibadah, dan sosial. Tak hanya itu saja, Bidang Pengkajian Al-Qur’an

juga melakukan kajian dan penyusunan tafsir ayat-ayat kauniyah, yang

dikenal dengan sebutan tafsir ilmi. Tafsir ini memfokuskan pada kajian

saintifik terhadap ayat-ayat kauniyah dalam Al-Qur’an.76

Penyusunan kitab tafsir ilmi ini didukung oleh kerjasama yang baik

74 ibid., hlm.4. 75 ibid., hlm.42. 76 Muhammad Shohib, “Sambutan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an dalam

Tafsir Ilmi: Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI,

2013), hlm.xiii.

49

antara Kementerian Agama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) dalam upaya menjelaskan ayat-ayat kauniyah untuk

penyempurnaan buku Al-Qur’an dan Tafsirnya. Hasil kajian ayat-ayat

kauniyah ini dimasukkan ke dalam tafsir tersebut sebagai tambahan

penjelasan atas tafsir yang ada. Tim kajian dan penyusunan tafsir ilmi

ini terdiri dari para pakar yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1)

Tim syarʻi yang menguasai persoalan kebahasaan dan hal lain terkait

penafsiran Al-Qur’an, seperti asbab al-nuzul, munasabah al-ayat

riwayat-riwayat dalam penafsiran, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya;

(2) Tim kauni yang menguasai persoalan-persoalan saintifik, seperti

fisika, kimia, geologi, biologi, astronomi, dan sebagainya. Kedua

kelompok ini bersinergi dalam membentuk ijtihad jamaʻi (ijtihad

kolektif) untuk menafsirkan ayat-ayat kauniyah dalam Al-Qur’an.77

Susunan tim penyusun tafsir ilmi sejak tahun 2011 terdiri dari:

Pengarah : 1) Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian

Agama RI

2) Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

3) Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an

Narasumber:

4) Prof. Dr. H. Umar Anggara Jenie, Apt., M. Sc.

5) Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab, MA.

77 Ibid., hlm.xiii-xiv.

50

6) Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar

7) Prof. Dr. H. Muhammad Kamil Tajudin

8) Dr. K.H. Ahsin Sakho Muhammad, MA.

Ketua : Prof. Dr. H. Hery Harjono

Wakil Ketua : Dr. H. Muchlis M. Hanafi, MA.

Sekretaris : Prof. Dr. H. Muhammad Hisyam

Anggota : 1) Prof. Dr. Thomas Djamaluddin

2) Prof. Dr. Ir. Arie Budiman, M. Sc.

3) Prof. Safwan Hadi, Ph. D.

4) Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA.

5) Prof. Dr. H. M. Darwis Hude, M. Si.

6) Prof. Dr. H. E. Syibli Syarjaya, MM.

7) Dr. H. Moedji Raharto

8) Prof. Dr. H. Soemanto Imamkhasani

9) Dr. Ir. H. Hoemam Rozie Sahil

10) Dr. Ir. M. Rahman Djuwansah

11) Dr. Ali Akbar

12) Dra. Endang Tjempakasari, M. Lib.

3. Sejarah LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

Pembentukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

memiliki sejarah yang panjang diawali dengan pendirian Kebun Raya

51

Bogor pada tahun 1817 oleh Gubernur Jenderal Godert Alexander

Gerard Philip van der Capellen dengan nama ‘s Lands Plantentuinte

Buitenzorg. Dari sini lahir beberapa institusi ilmu pengetahuan lain,

seperti Bibliotheca Bogoriensis (1842), Herbarium Bogoriense (1844),

Kebun Raya Cibodas (1860), Laboratorium Treub (1884), Museum dan

Laboratorium Zoologi (1894). Setelah melewati beberapa fase kegiatan

ilmiah di bidang botani dan zoologi tersebut, Pemerintah Indonesia

membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) melalui

Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 1956. Tugasnya adalah

membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

memberi pertimbangan kepada pemerintah dalam hal kebijakan untuk

ilmu pengetahuan. Pada tahun 1962, Pemerintah membentuk

Departemen Urusan Riset Nasional (DURENAS) dan menempatkan

MIPI di dalamnya dengan tugas tambahan membangun dan mengasuh

beberapa lembaga riset nasional. Hingga pada tahun 1966, status

DURENAS menjadi Lembaga Riset Nasional (LEMRENAS).Sejak

Agustus 1967, pemerintah membubarkan LEMRENAS dan MIPI

dengan SK Presiden RI No. 128 Tahun 1967. Setelah itu, pemerintah

berdasarkan Keputusan MPRS No. 18/B/1967 membentuk LIPI dan

menampung seluruh tugas LEMRENAS dan MIPI ke dalam lembaga

tersebut. Tugas pokoknya adalah (1) membimbing perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang berakar di Indonesia agar dapat

dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia pada khususnya dan

52

umat manusia pada umumnya; (2) mencari kebenaran ilmiah dimana

kebebasan ilmiah, kebebasan penelitian serta kebebasan mimbar diakui

dan dijamin, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD

1945; (3) mempersiapkan pembentukan Akademi Ilmu Pengetahuan

Indonesia (sejak 1991, tugas pokok ini selanjutnya ditangani oleh

Menteri Negara Riset dan Teknologi dengan Keputusan Presiden

(Keppres) No. 179 Tahun 1991).Seiring perkembangan kemampuan

nasional dalam bidang Iptek, lembaga ilmiah di Indonesia pun

mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Menyikapi hal tersebut,

peninjauan dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi serta susunan

organisasi LIPI terus dilakukan. Di antaranya, penetapan Keppres No.

128 Tahun 1967 tanggal 23 Agustus 1967 dan diubah dengan Keppres

No. 43 Tahun 1985. Hal tersebut masih disempurnakan lebih lanjut

dengan Keppres No. 1 Tahun 1986 tanggal 13 Januari 1986 tentang

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Terakhir, kelembagaan LIPI

ditetapkan dengan Keppres No. 103 Tahun 2001.78

Selain bekerjasama dengan LIPI, beberapa instansi juga turut membantu

penyusunan buku ini, diantaranya adalah Lembaga Penerbangan dan

Antariksa Nasional (LAPAN), Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta,

dan Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB).79

78 Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), (Jakarta: 2015), Hlm.3. 79 Muhammad Shohib, “Sambutan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an dalam

Tafsir Ilmi: Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI,

2013), hlm.xiv-xv.

53

Penyusunan kitab tafsir ilmi ini bertujuan untuk menjadikan Al-Qur’an

sebagai kitab suci yang memberikan makna spiritual. Melalui karya tafsir

ilmi ini, masyarakat diajak untuk mengamati dan memperhatikan alam

semesta dengan pendekatan teori-teori ilmu pengetahuan yang telah teruji

sehingga dapat mengagungkan Allah sebagai pencipta alam. Hal ini

menunjukkan bahwa tujuan dari mendalami ayat-ayat kauniyah adalah sebagai

perantara dalam menguatkan ketauhidan seseorang. Setiap ayat yang menyeru

untuk menyembah Allah dan mentauhidkan-Nya selalu diiringi dengan

perintah berpikir atau meneliti bukti-bukti keagungan Ilahi yang tersebar di

alam raya ini. Yûsuf Al-Qardawi juga sependapat dengan hal ini bahwa tafsir

ilmi dapat memberikan manfaat bagi umat Islam dalam upaya peneguhan iman

mereka, menghilangkan keraguan, dan mempertebal hidayah yang mereka

dapatkan. Selain itu, tafsir ilmi juga bisa menjadi perantara untuk meyakinkan

orang-orang nonmuslim agar beriman, meyakini Allah sebagai Tuhan

pencipta alam semesta ini.80

Kemunculan tafsir ilmi juga merupakan apresiasi Islam terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan sekaligus menjadi bukti bahwa Al-Qur’an

dan ilmu pengetahuan tidak saling bertentangan.81 Hal ini sesuai dengan apa

yang dikatakan oleh Husain al-Dzahabi bahwa tafsir ilmi adalah sebuah upaya

membahas ilmu pengetahuan dalam penuturan ayat-ayat Al-Qur’an serta

berusaha menggali dimensi keilmuan dan menyingkap rahasia kemukjizatan

Al-Qur’an mengenai informasi-informasi sains yang mungkin belum dikenal

80 Al-Qaradawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, hlm.328. 81 Muhammad Kamil ‘Abd al-Samad, Mukjizat Ilmiah dalam al-Qur’an, Terj. Alimin &

Uzair Hamdan (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2002), hlm.6-7.

54

manusia pada saat ayat tersebut diturunkan dan dapat dibuktikan

kebenarannya pada zaman sekarang sehingga terbukti bahwa Al-Qur’an

bukan karangan manusia, melainkan wahyu yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad dari Sang Pencipta dan Pemilik alam semesta ini.82

Di dalam buku tafsir ilmi Kemenag RI, tim penyusun juga memaparkan

prinsip-prinsip dasar tafsir ilmi yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya

adalah:83

a. Memperhatikan arti dan kaidah-kaidah kebahasaan.

b. Memperhatikan konteks ayat yang ditafsirkan, sebab-sebab ayat dan

surah Al-Qur’an, bahkan kata dan kalimatnya saling berkolerasi

serta memahami secara komprehensif atau tidak parsial.

c. Memperhatikan hasil-hasil penafsiran dari Nabi Saw., para sahabat,

tabiʻin dan ulama tafsir serta memahami ilmu-ilmu Al-Qur’an seperti

nasikh- mansukh, asbab al-nuzul, dan sebagainya.

d. Tidak menggunakan ayat-ayat yang mengandung isyarat ilmu untuk

menghukumi benar atau salahnya sebuah hasil penemuan ilmiah.

e. Memperhatikan kemungkinan satu kata atau ungkapan yang

mengandung banyak makna.

f. Mengetahui objek bahasan ayat termasuk penemuan-penemuan

ilmiah yang berkaitan dengannya.

g. Sebagian ulama menyarankan untuk tidak menggunakan penemuan-

82 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, hlm.497.

83 Muchlis M. Hanafi, “Kata Pengantar” dalam Tafsir Ilmi: Samudra dalam Perspektif al-

Qur’an dan Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.xxvi.

55

penemuan ilmiah yang masih bersifat teori dan hipotesis, tetapi

menggunakan penemuan yang telah mencapai tingkat kebenaran

ilmiah yang tidak bisa lagi ditolak oleh akal manusia.

B. Telaah Penafsiran Laut menurut Tafsir Ilmi Kemenag RI

Laut merupakan keajaiban yang lainnya dalam kehidupan makhluk

di planet ini. Air laut tidak pernah beristirahat barang sekejap pun dalam

bentuk gelombang air atau gerakkan dibawah permukaannya Al-Qur’an

berbicara banyak sekali tentang laut, meskipun Nabi Muhammad SAW

berdasarkan riwayat yg ada diketahui tidak pernah berlayar mengarungi

samudra luas. Salah satu dari sekian banyak ayat tentang laut adalah sebagai

berikut.

ر البحر لتأكلوا منه لحما طريا وتستخرجوا منه حلية تلبسونها وترى الفلك مواخر فيه وهو الذي سخ

ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون

Artinya: “Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar

kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu

mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu

melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan)

dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur”.84

Terdapat dua term kata laut di dalam Bahasa Arab, yaitu al-yamm

dan al-bahr. Kata al-yamm diulang sebanyak delapan kali di dalam tujuh

ayat Al-Qur’an, diantaranya terdapat pada QS. al-Aʻraf (7) ayat 136; Taha

(20) ayat 39, 78 dan 97, QS. al-Qasash (28) ayat 7 dan 40; QS. al-

Dzâriyât (51) ayat 40.85

84 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 85 Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim

(Turki: al-Maktabah al-Islamiyyah, 1984), hlm.774.

56

Walaupun dalam Bahasa Indonesia kata al-yamm sering disamakan

dengan al-bahr yang berarti laut, namun keduanya memiliki perbedaan,

yakni sebagaimana yang telah dijelaskan di awal bahwa al-yamm lebih

cocok diartikan sungai yang lebar, sedangkan al-bahr merupakan wilayah

perairan asin atau tawar yang sangat luas dan dalam sehingga dinamakan

laut. Al-Bahr pun sering diartikan dengan samudra, tetapi makna laut dan

samudra ternyata berbeda. Samudra adalah lautan berapi yang memanjang

dari titik pusatnya. Maka, tidak semua lautan merupakan samudra, namun

hanya beberapa laut saja yang bisa dikategorikan sebagai samudra.

Contohnya adalah Laut Merah di mana titik rekahan atau belahan api yang

berada di tengah dasar laut akan semakin memanjang seiring berjalannya

waktu. Belahan api Laut Merah mengalami perluasan 3 cm dalam setahun.

Maka dari itu, perbedaan samudra dan laut adalah dilihat dari ada atau

tidaknya rekahan api yang semakin memanjang pada bagian tengah dasar

laut.86

Selanjutnya penulis akan memaparkan konsep laut dalam

pandangan tafsir ilmi kemenag RI dan menyimpulkan bahwa hampir setiap

bab pada buku tafsir ilmi Kemenag RI menjelaskan beberapa topik yang

menjadi pembahasan penting, diantaranya adalah:

1. Laut Sebagai Tanda Kemahakuasaan Allah

a. Batas Dua Laut

86 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan

Hadis: Penciptaan Manusia, hlm.117-118.

57

Hal menakjubkan lain yang disebutkan Al-Qur’an berkaitan dengan

laut adalah fenomena pertemuan dua laut dengan karakteristik

berbeda. Masing-masing tetap pada karakteristiknya, meskipun secara

kasat mata bercampur oleh deburan gelombang. Terdapat beberapa

ayat yang menjelaskan hal ini, antara lain surat Al-Furqan/25:53.

ذا مل أجاج وجعل بينهما برزخا وحجرا ذا عذب فرات وه وهو الذي مرج البحرين ه

محجورا

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir

(Berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi

pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang

menghalangi.”87

• Tafsiran:

Allah menggerakkan dua buah laut yang berbeda, yang satu tawar

dan yang lainnya asin. Masing-masing bergerak berdampingan namun

tidak mengalami percampuran. Hal ini merupakan nikmat bagi

manusia, Berdasarkan penelitian, para ahli kelautan berhasil

menyingkap adanya batas antara dua lautan yang berbeda. Mereka

menemukan bahwa ada pemisah antara setiap lautan: pemisah itu

bergerak diantara dua lautan dan dinamakan dengan front (jabhah),

hal ini dianalogikan dengan front yang memisahkan antara dua

pasukan. Dengan adanya pemisah ini setiap lautan memelihara

karakteristiknya sesuai dengan makhluk hidup yang tinggal

dilingkungan masing-masing. Diantara pertemuan dua laut itu

87 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019

58

terdapat lapisan-lapisan air pembatas yang memisahkan antara

keduanya, dan berfungsi memelihara karakteristik khas setiap lautan

dalam hal kadar berat jenis, kadar garam, biota laut, suhu, dan

kemampuan melarutkan oksigen.88

b. Ombak di Atas Ombak dan laut yang berlapis-lapis

Ombak di laut tidak saja terjadi di permukaannya, tetapi juga di bawah

permukaan laut. Inilah yang dinyatakan di dalam surah annur/24:40

dengan ungkapan “ombak yang di atasnya ada ombak”. Allah

berfirman:

ي يغشاه موج من فوقه موج من فوقه سحاب ظلمات بعضها فوق أو كظلمات في بحر لج

له نورا فما له من نور بعض إذا أخرج يده لم يكد يراها ومن لم يجعل هللا

Artinya:”Atau (keadaan orang kafir) seperti gelap gulita di lautan

yang dalam, yang diliputi oleh gelombang demi gelombang, di

atasnya ada (lagi) awan gelap. Itulah gelap gulita yang berlapis-

lapis. Apabila dia mengeluarkan tangannya hampir tidak dapat

melihatnya. Barangsiapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah,

maka dia tidak mempunyai cahaya sedikitpun. (Q.S. An-nur:40) 89

• Tafsiran:

Makna ayat ini adalah Dipermukaan laut ombak terjadi akibat

pengaruh angin: energi dari angin ditransfer kepermukaan laut

sehingga menimbulkan ombak atau gelombang laut. Gelombang yang

dibangkitkan angin disebut wind waves. Wind waves ini terbagi dua,

yaitu ombak yang masih dipengaruhi angin yang membangkitkannya

88 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

(Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.40. 89 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019

59

atau masih berada didaerah pengaruh angin yang disebut sea, dan

gelombang yang berada diluar daerah pengaruh angin yang disebut

swell. Swell inilah yang merambat keluar dari daerah pembentukannya

dilepas pantai menuju pantai. Gelombang jenis inilah yang kita amati

menjalar dan pecah dipantai.90

Berbeda dengan wind wives atau gelombang permukaan,

gelombang internal (internal waves) adalah gelombang yang

terbentuk di lapisan bawah permukaan laut. Gelombang ini terbentuk

akibat gangguan yang terjadi pada bidang antara (interface) yang

memisahkan dua lapisan air yang mempunyai densitas berbeda.91

Sedangkan makna dari laut yang berlapis-lapis pada ayat ini

adalah pada kondisi laut yang gelap gulita terdapat gelombang yang

berlapis. Air laut tidak homogeny karena densitas air laut bervariasi

dari permukaan sampai ke dasar laut. Densitas air laut merupakan

fungsi dari temperatur, salinitas, dan tekanan. Karena temperature,

salinitas, dan tekanan bervariasi terhadap kedalaman maka densitas

air laut bervariasi terhadap kedalaman. Hal ini menyebabkan laut

menjadi berlapis-lapis.92 Berdasarkan ketersediaan cahaya di lapisan

laut, laut terbagi dalam tiga lapisan , yaitu lapisan euphotic atau

disebut juga sunlight zone (0-80 m), lapisan disphotic atau twilight

90 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

(Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.44. 91 Ibid., hlm.44. 92 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

(Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.49.

60

zone (80-200m), dan lapisan aphotic atau midnight zone (lebih besar

daripada 200 m). lapisan euphotic merupakan lapisan yang mendapat

sinar matahari yang cukup banyak yang memungkinkan terjadinya

proses fotosintesis oleh tanaman laut, termasuk fitoplankton. Terumbu

karang dapat tumbuh dengan baik di lapisan ini. Lapisan disphotic

merupakan lapisan yang kurang mendapat sinar matahari, dan lapisan

aphotic adalah lapisan yang tidak mendapat sinar matahari atau

lapisan yang gelap gulita. Inilah yang diungkapkan dengan “gelap

gulita yang bertindih-tindih” dalam firman Allah pada surah An-

Nur:40.93

c. Api di Bawah Dasar Laut.

Dalam surah at-Thur/52:6 Allah berfirman,

والبحر المسجور

Artinya: “laut yang di dalam tanahnya ada api”.94

• Tafsiran:

Bagi sebagian orang, ayat di atas hanya bisa dibenarkan dengan

keimanan.95 Terlebih pada masa ayat tersebut diturunkan. Sifat api

pada umumnya akan padam apabila di siram air. Sulit dibayangkan

bagaimana api pada umumnya akan padam apabila disiram air. Sulit

dibayangkan bagaimana api akan berada dalam keadaan terendam air,

93 Ibid., hlm.52. 94 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 95 Zaglul al-Najjar, Pembuktian Sains dalam Sunah, Terj. Zainal Abidin & Syakirun

Ni’am,(Jakarta: Amzah, 2006), hlm.154.

61

apalagi di dasar lautan yang dalam. Namun seiring dengan kemajuan

dan tekhnologi ternyata banyak lokasi panas di dasar samudra yang

suhunya beberapa kali lipat suhu api yang umum dijumpai di atas

permukaan bumi.96

Ilmu pengetahuan dan teknologi sudah maju dan canggih. Para

ilmuwan menyelaraskan penemuan-penemuannya dengan ayat-ayat

kauniyyah dalam Alquran. Salah satu ilmuwan kealaman dan mufassir

kontemporer yang berkiprah dalam pembuktian sains Al-Qur’an

bernama Prof. Dr. Zaghlul An-Najjar, mengungkapkan dalam kitab

tafsirnya Al-ayatul Kauniyyah fil Qur’anil Karim bahwa, diantara

terdapat fenomena luar biasa yang dapat disaksikan para ahli sekarang

ini, yakni penemuan bahwa ada kobaran api (magma) di dasar lautan

yang tidak bisa padam. Sebaliknya, sekalipun temperatur magma

mencapai di atas 100° C. air yang di samudera itu tidak sampai habis

menguap. Fenomena ini menunjukan adanya keseimbangan antara air

dan api.97

Fenomena api di dasar laut yang dimaksud adalah adanya

rangkaian gunung api di dasar laut. Gunung api itu berasal dari proses

geologi yang melibatkan pergerakan lempeng-lempeng tektonik di

permukaan bumi.98 Adanya magma dalam gunung api adalah suatu

96 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

(Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.46. 97 Zaglul An-najjar, Tafsir Al-ayatul Kauniyyah fil Qur’anil Karim, (al-Qahiroh:

Maktabah as-Syarqiyyah ad-Dauliyyah, 2007), jilid 3, hlm.467. 98 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

(Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.47.

62

material yang dierupsikan, rekahan yang menghubungkan magma

dengan permukaan bumi dan dikontrol dengan gaya tektonik99 Sifat-

sifat dan kegiatan dalam perut bumi dinamakan dengan magmatisme.

Aktivitas gunung api dapat berlangsung di darat maupun di laut.

Aktivitas gunung api di darat berlangsung secara normal yang

dipengaruhi oleh proses eksigen seperti hujan, angin, dan aktivitas

manusia. Sedangkan aktivitas gunung api di laut berlangsung secara

normal dan dipengaruhi oleh sedimentasi100, aktivitas organisme laut,

aktivitas tektonika (pengangkatan dan penurunan dasar laut).101

dengan kemajuan IPTEK, lokasi panas di dasar laut banyak dijumpai

oleh para ilmuwan, yakni adanya gunung api di dasar laut yang

disebabkan oleh pertemuan dua lempeng tektonik102 yang berimpitan

dengan punggungan tengah samudra.103

Jadi dapat penulis simpulkan bahwa fenomena api atau

gunung api di dasar laut diakibatkan oleh dua lempeng samudra yang

berdekatan bergerak memisah, sebuah lembah celah di tengah

samudra akan terbentuk. Magma dari mantel naik keatas melalui celah

dan memadat diatas permukaan membentuk sebuah rangkaian

99 Gaya tektonik adalah suatu proses gerakan pada kerak bumi yang menimbulkan lekukan,

lipatan, retakan, patahan sehingga berbentuk tinggi rendah atau relatif pada permukaan bumi. 100 Sedimentasi adalah pengendapan benda padat karena pengaruh gaya berat. 101 Sri Mulyaningsih, Vulkanologi (Yogyakarta: Ombak Dua, 2015), hlm.36. 102 Lempeng tektonik adalah penyebab terbentuknya permukaan bumi seperti yang kita lihat

sekarang ini. Lempeng tektonik merupakan gabungan dari dua kata yaitu lempeng dan tektonik.

Lempeng adalah lembaran-lembaran raksasa berwujud kerak benua dan kerak samudra yang

bergerak dan mengapung dipermukaan bumi. 103 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

hlm.47.

63

pegunungan bawah-laut, yang dapat mencapai ketinggian 3000 m

(10000 kaki). Lempeng samudra ini terpecah-pecah menjadi beberapa

bagian sebagai sesar geser yang memungkinkan lantai samudra yang

baru membelok ke sekeliling bumi.104

2. Laut sebagai Manfaat untuk Kehidupan

Keberadaan laut sangat memberi manfaat yang sangat besar bagi

kehidupan di bumi. Mulai dari proses pendinginan bumi yang awalnya

sangat panas, ketersediaan air bagi makhluk hidup, sarana transportasi,

siklus air hujan, terciptanya sumber industri, dan masih banyak lainnya.

Di antara manfaat laut bagi kehidupan adalah:

a. Laut sebagai tempat utama dalam melakukan siklus air atau disebut

juga dengan siklus hidrologi. Tahapan-tahapan siklus air ini akan

dijelaskan sebagai berikut:

Sinar matahari yang dipancarkan ke bumi mengakibatkan suhu

air laut menjadi panas sehingga wujud air yang berupa cairan berubah

menjadi gas/uap air. Proses ini disebut evaporasi. Selanjutnya, uap air

naik ke atmosfer dan menjadi dingin serta mengalami proses

kondensasi sehingga membentuk partikel-partikel di udara yang

menjadi awan. Apabila awan sudah cukup menampung partikel-

partikel uap air, maka awan akan melepas uap air yang ada di

dalamnya menjadi bentuk hujan, salju, atau hujan es. Proses ini

dinamakan presipitasi. Air hujan yang turun akan diserap oleh

104 Sue bowler, Bumi yang gelisah, (London: Penerbit Erlangga, 2003), hlm.33.

64

tanaman agar bisa berfotosintesis. Selain itu, air hujan juga akan

diserap oleh permukaan tanah yang selanjutnya bisa tersimpan dan

keluar sebagai mata air atau mengalir ke sungai hingga kembali ke

lautan. Siklus air ini berlangsung secara kontinu sehingga semua

makhluk hidup bisa tetap bertahan hidup di bumi.105 Allah berfirman

pada QS. al-Aʻraf/7:57 yaitu:

ياح بشرا بين يدي رحمته حتى إذا أقلت سحابا ثقاال سقناه لبلد ميت وهو الذي يرسل الر

لك نخرج الموتى لعلكم تذكر ون فأنزلنا به الماء فأخرجنا به من كل الثمرات كذ

Artinya: Dia-lah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar

gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga

apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu

daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu.

Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-

buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati,

mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.106

Siklus air ini merupakan bentuk pemeliharaan Allah terhadap

kehidupan di bumi. Dengan adanya siklus ini, air selalu diperbarui dan

dibersihkan, dapat menstabilkan cuaca, menyaring air laut yang asin

dan pahit menjadi tawar sehingga bisa digunakan untuk mengairi

sawah, menumbuhkan rerumputan untuk makan hewan ternak,

mengganti air tanah yang dipompa keluar untuk memenuhi kebutuhan

manusia dengan air yang baru, dan masih banyak lagi manfaatnya.107

b. Laut yang sangat luas menyimpan kekayaan alam yang melimpah

ruah.

105 Indarto, Hidrologi: Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi, (Jakarta: PT

Bumi Aksara, 2010), hlm.5-6. 106Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 107 Hudzaifah Ismail, Kerajaan al-Qur’an, (Jakarta: Almahira, 2012), hlm.269.

65

Wilayah pesisir pantai dan laut memiliki peran yang strategis

dan penting. Ia tidak sekadar menjadi hunian yang nyaman, tetapi juga

mendukung berbagai macam kegiatan ushaa. Wilayah pesisir dan laut

merupakan tempat yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang

sangat melimpah. Bagi masyarakat diwilayah seperti ini laut memang

menjadi sumber mata pencaharian yang utama dan telah berlangsung

berabad-abad lamanya.108 Di Indonesia saja diperkirakan ada sekitar

140 juta atau hampir 60% penduduk yang bertempat tinggal didaerah

pesisir. Tercatat pada tahun 2002 sebanyak 219 kabupaten/kota di

Indonesia (atau 68%) diantaranya memiliki wilayah pesisir.

Aneka biota laut terus melangsungkan kehidupannya secara

alamiah sehingga keseimbangan ekosistem109 laut tetap terjaga.

Berbagai jenis ikan yang tersedia melimpah di lautan mengandung

sumber protein bagi manusia. Kehalalannya pun sudah telah dijamin

oleh Allah sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-Ma’idah [5] ayat

96:

م عليكم صيد البر ما دمت يارة وحر م حرما أحل لكم صيد البحر وطعامه متاعا لكم وللس

الذي إ ليه تحشرون واتقوا هللا

Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan

(yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan

bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu

(menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan

bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan

108 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan

Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.58. 109 Ekosistem adalah komunitas makhluk hidup dan lingkungan fisiknya yang saling

berinteraksi. Lihat Mien A. Rifai, Kamus Biologi, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004), hlm.95.

66

dikumpulkan.”110

Hewan buruan laut yang dimaksud dalam ayat ini adalah

semua hewan yang berada dan tinggal di laut, kecuali jenis katak dan

kura-kura. Kedua hewan ini diharamkan untuk dimakan karena

merupakan hewan yang tinggal di dua alam, yakni laut dan darat.

Sedangkan makna tho’aamuhu adalah makanan yang berasal dari laut

termasuk juga di dalamnya hewan yang telah mengapung di

permukaan atau yang sudah menjadi bangkai. Hal ini didasarkan pada

hadis Nabi saw.111

Selain itu, ada juga kerang mutiara yang dapat dipakai menjadi

perhiasan oleh manusia bahkan bisa menjadi hasil laut yang memiliki

komoditas ekonomi paling tinggi. Allah berfirman pada QS. al-Naẖl

[16] ayat 14:

ر البحر لتأكلوا منه لحما طريا وتستخرجوا منه حلية تلبسونها وترى الفلك وهو الذي سخ

مواخر فيه ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون

Artinya: “Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu),

agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan),

dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai;

dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu

mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu

bersyukur.”112

Ayat ini menerangkan bahwa penyebutan daging yang segar

adalah ikan- ikan yang berada di laut. Manusia juga dapat menikmati

110 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 111 Abû ‘Abd al-Rahmân al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î al-Kubrâ, juz 3 (Beirut: Dâr al-

Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991), hlm.163. 112 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019

67

keindahan mutiara yang berasal dari kerang/tiram yang berada di laut.

Ada pula karang/koral yang tumbuh di dasar laut.113 Ada juga

terumbu karang yang merupakan kumpulan polip karang, yakni

binatang kecil dengan rangka keras yang tersusun dari kalsium

karbonat. Ganggang kecil tumbuh di dalam rangka tersebut. Manfaat

terumbu karang antara lain adalah: pemecah gelombang alami,

melindungi pantai, tempat yang sangat cocok bagi bibit ikan, dan

menjadi rumah bagi organisme kecil di lautan. Sedangkan di bidang

pariwisata, keindahan terumbu karang dapat memberikan sumber

pendapatan yang tinggi dengan cara dikunjungi oleh para wisatawan

dari mancanegara.

c. Laut juga menjadi sumber mata pencaharian bagi para nelayan.

Kemudahan para nelayan untuk menangkap ikan di lautan terjadi

akibat adanya angin darat. Nelayan pergi ke laut ketika ada angin

darat, yakni angin berhembus dari darat ke laut yang terjadi pada

malam hari. Mereka berangkat dengan membawa lentera dan jala.

Selain gerakan angin yang dapat memudahkan nelayan bergerak ke

tengah laut, menangkap ikan di malam hari lebih mudah daripada di

siang hari karena lentera yang nelayan bawa merupakan sumber

cahaya di mana plankton akan bergerak ke arah cahaya sehingga ikan-

ikan pun berkumpul di sekitar plankton untuk memakannya. Pada

113 Tantawi Jauhari, al-Jawahir fî Tafsir al-Qur’an al-Kaim, juz 8 (Beirut: Dâr al-Fikr,

t.th.), hlm.73-74.

68

kesempatan inilah nelayan bisa langsung menangkap ikan dengan jala

yang mereka bawa.114 Selain itu, laut juga bisa dijadikan tempat

pariwisata yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber pekerjaan dan

pendapatan bagi manusia.115 Hal ini menunjukan bahwa laut dapat

dijadikan pula sebagai sarana transportasi untuk mengantarkan

manusia dari satu tempat ke tempat lain. Semua ini tertuang dalam

firman-Nya:

يت لكل صبار ن ايته ان في ذلك ال ليريكم مالم تر ان الفلك تجري فى البحر بنعمت هللا

شكور

Artinya: Tidakkah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya

kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-

Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya.

Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran)-

Nya bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur. (QS.

Luqmân [31]:31).116

Dalam hal ini manusia harus sadar bahwa Allah telah

menundukkan laut agar bisa dijadikan tempat berlayar bagi manusia.

Penundukan laut oleh Allah ini diantaranya adalah kapal dapat

berjalan dengan bantuan angin yang digerakkan oleh Allah.117

d. Laut dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif.

Allah berfirman dalam surat An-Nahl/16 ayat 14:

ر البحر لتأكلوا منه لحما طريا وتستخرجوا منه حلية تلبسونها وتر ى الفلك وهو الذي سخ

مواخر فيه ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون

114 Hudzaifah Ismail, Kerajaan al-Qur’an, (Jakarta: Almahira, 2012), hlm. 152. 115 Evan Brothers Limited, Kelestarian Laut. Terj. Liliy Nurulia (Solo: Tiga Serangkai,

2009), hlm.152. 116 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 117 Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta, (Bandung: Mizan, 2015), hlm.523.

69

Artinya: “Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu),

agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan),

dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai;

dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu

mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu

bersyukur.118

Laut tidak hanya menyimpan beragam ikan dan sumber daya

hayati lainnya sebagai sumber pangan. Lebih dari itu, perairan

Indonesia sebenarnya menyimpan energi terarukan yang antipolusi,

ramah lingkungan, dan awet sepanjang masa.119

Seiring dengan perkembangan zaman, maka semakin beragam

pula kebutuhan dalam hidup manusia. Manusia akan lebih banyak

membutuhkan bahan dari sumber daya alam yang ada demi memenuhi

kebutuhannya. Di sini, laut yang luasnya hampir memenuhi 70%

permukaan bumi memiliki peran untuk menghasilkan energi. Laut

dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, baik

itu berasal dari energi gelombang laut, energi panas laut, energi

pasang surut air laut, energi arus, dan energi bahan bakar nabati atau

biofuel dari rumput laut.120

118 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 119 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan

Sains, hlm.80. 120 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan

Sains,

Hlm.81.

70

BAB IV

ANALISIS TELAAH KRITISI TEORI SAINS TERHADAP TAFSIR ILMI

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAUT

A. Laut Menurut Teori Sains dan Perbandingannya dengan Tafsir Ilmi

Kemenag RI.

Ilmu kebumian atau Earthsciences kini telah lebih maju dalam

menguak sekelumit misteri tentang bumi yang tersembunyi. Meski masih

banyak yang belum diketahui mengenai lautan yang luas dan dalam. Namun

hasil penelitian hasil eksplorasi sejak akhir dekade 50-an. Telah

menemukan pengetahuan baru mengenai dunia air yang gelap abadi.

Seiring dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi, lahir banyak

fakta ilmiah di dalam Al-Qur’an yang sudah berhasil dibuktikan

kebenarannya oleh para ilmuwan melalui penelitiannya, fakta ilmiah

tersebut baru baru akhir abad ini ilmuwan dapat menjelaskannya namun

sudah 14 abad yang lalu fakta ilmiah tersebut termaktub dalam Al-Qur’an,

hal tersebut semakin membuktikan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah

SWT yang kuasanya tiada batasnya dengan terbuktinya fakta-fakta ilmiah

tersebut semakin jelas tanda-tanda kuasa Allah bagi orang-orang yang mau

berfikir. Telaah kritis yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah mencari

relenasi antara teori sains dan penafsiran laut yang di jelaskan dalam Tafsir

Kemenag RI. Berikut beberapa relevansinya adalah:

71

1. Laut Sebagai Tanda Kemahakuasaan Allah.

a. Batas dua laut

Dr. Amal al-Iraqi di Arab Saudi telah melakukan penelitian

bersama beberapa orang ahli dari Perancis yang bekerja di

Nymphea water. Penelitiannya ditemukan disepanjang dasar laut

merah yang asin terdapat beribu-ribu titik sumber air tawar.

Sumber-sumber air tawar ini mengeluarkan air mata air secara

terus-menerus bahkan langsung tidak bercampur dengan air laut

yang asin disekitarnya. Seolah-olah terdapat dinding yang

memisahkan antara dua jenis air tersebut. Pada zaman purbakala,

mata air tawar ini berada di daratan, karena gerakan geologi maka

daratan tadi telah terbenam atau sebaliknya permukaan air laut

yang telah naik dan telah menyebabkan daratan tadi berada di dasar

laut. Tetapi keadaan itu tidak memberi efek kepada pengaliran air

tawar tersebut. mata air tersebut tetap terus mengalir keluar dengan

keadaannya yang tetap yaitu pada tahap keasinan yang kurang dari

1.4 gram per liter dan pada suhu yang tetap yaitu 17° C. Air tersebut

mengalir ketika musim panas 80liter per detik dan pada musim lain

120- 124 liter per detik.121

Dengan teknologi yang khusus, air mata air tersebut bisa

dialirkan melalui saluran pipa untuk memenuhi keperluan

masyarakat di sekitar. Pierre Becker dan Thierry carlin merupakan

121 Dr. Zakir Naik, The Quran And Modern Science : Compatible or Incompatible,

(Islamic Research Foundation:2000), hlm.22.

72

orang pertama yang telah menciptakan teknologi khusus tersebut

untuk mengalirkan penyebab air tawar dasar laut itu untuk

keperluan masyarakat. Mereka membuat percobaan pertama kali

dengan mengalirkan air mata air dasar laut di kawasan Perancis-

Itali. Bahkan menurut mereka, sumber air tawar dasar laut ini

terdapat di seluruh dasar laut di dunia.122 terlebih, di barat

penemuan bahwa air lautan tidak bercampur antara satu sama lain,

telah ditemui akhir-akhir ini oleh oceanographers (ahli dalam

bidang laut laut) menurut mereka perairan laut yang mengalir

bersama tidak akan bercampur. Itu adalah disebabkan oleh

perbedaan dalam kepadatan air dan ketegangan permukaan

mencegah air-air yang mengalir tersebut bercampur antara satu

dengan lain, seolah-olah ada satu dinding tipis memisahkan antara

mereka. Air Sungai Amazon mengalir ke dalam Lautan Atlantik

namun masih lagi memelihara ciri-ciri asalnya walaupun setelah itu

ia mengalir keluar 200 meter ke tengah Lautan.123

Fenomena pertemuan dua lautan juga terdapat di laut

mediteranean dan laut Atlantik Gibraltar tepatnya antara negara

spanyol dan maroko. Seorang oceonographer berkebangsaan

prancis menemukan pertemua dua lautan yaitu pertemuan dua

samudra atlantik yang tidak bercampur satu sama yang lainnya,

122 H. Bambang Pranggono, Mukjizat sains dalam Al Quran, (Bandung: Ide islami, 2006),

hlm.55-56. 123 Dr. Monika bt abd razak, Al-Qur’an dan Sain, (Kuala lumpur: University Malaya,

2012), hlm.64.

73

menurutnya fenomena aneh ini seolah ada dinding yang membatasi

kedua aliran air tersebut. Namun, menurut para ilmuwan hal

tersebut dapat terjadi karena air laut dari lautan atlantik dan laut

dari lautan mediteranean memiliki karakteristik yang berbeda, suhu

air berbeda, kadar garamnya berbeda dan kepadatan desitasnya pun

berbeda.

Fenomena saintifik ini yang telah dinyatakan di dalam Al-

Qur’an dan telah diakui benar oleh Dr. William Hay yaitu seorang

ahli marine biology yang terkenal dan merupakan seorang

professor di University Sains dan geology di Colorado.124

Bahkan sains moden telah menemukan kejadian ini yang

berada di muara sungai. Di mana air tawar dan laut asin bertemu

dan situasinya berbeda dengan pertemuan antara dua laut. Ia telah

mendapati bahwa apa yang membedakan air segar dari air asin di

muara adalah "zon pycnocline dengan kepadatan yang signifikan

dan ketidakkonsistenan yang memisahkan dua lapisan”.

Pembagian ini (zon pemisah) mempunyai keasinan yang berbeda

dari air tawar dan air garam. Fenomena ini berada di beberapa

tempat, termasuk Mesir, di mana Sungai Nil mengalir ke Laut

Mediterranean.125

124 Dr. Zakir Naik, The Quran And Modern Science : Compatible or Incompatible,

(Islamic Research Foundation:2000), hlm.22 125 H. Bambang Pranggono, Mukjizat sains dalam Al Quran, (Bandung: Ide islami, 2006),

hlm.55.

74

Manusia dengan akal dan melalui penelitiannya baru dapat

menejelaskan fenomena tersebut akhir abad ke-20 M sedangkan

Al-Qur’an yang diturunkan abad ke-7 M atau 14 abad yang lalu

sudah menjelaskan fenomena tersebut melalu firmannya surat Al-

Furqan/25:53.

ذا مل أجاج وجعل وهو ا ذا عذب فرات وه لذي مرج البحرين ه

ابينهما برزخا وحجرا محجور

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir

(Berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi

pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang

menghalangi.”126

Didalam tafsir Ilmi Kementrian Agama RI, fenomena

pertemuan dua laut disebabkan oleh adanya pemisah, karena setiap

lautan memelihara karakteristiknya sesuai dengan makhluk hidup

yang tinggal dilingkungan masing-masing. Diantara pertemuan

dua laut itu terdapat lapisan-lapisan air pembatas yang memisahkan

antara keduanya, dan berfungsi memelihara karakteristik khas

setiap lautan dalam hal kadar berat jenis, kadar garam, biota laut,

suhu, dan kemampuan melarutkan oksigen.127

Jadi, fenomena pertemuan dua laut menurut teori sains dan

Tafsir Ilmi Kemenag RI relevan, karena keduanya menegaskan

bahwa fenomena pertemuan dua laut karena masing-masing laut

126 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 127 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan

Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.40.

75

memiliki karateristik yang berbeda baik dari segi suhu, densitas,

maupun salinitasnya.

b. Ombak diatas ombak dan laut yang berlapis-lapis

Kajian saintifik telah membuktikan bahwa tidak terdapat

cahaya di bawah laut dalam terutama di kedalaman yang paling

dalam, yang ada hanya kegelapan karena cahaya matahari tidak

dapat menembus hingga ke dasar lautan terutama di kedalaman

kurang lebih 11.0034 meter. Kegelapan yang sangat gelap akan

bisa ditemukan di kedalaman 200 meter kebawah. bahkan pada

kedalaman 1000 meter kehadiran entitas (wujud) cahaya tidak ada

sama sekali. Kebanyakan radiasi cahaya dari matahari sudah

diserap oleh air diatas level 100 meter.128

Menurut intensitas (ukuran) cahaya yang masuk, laut bisa

dibagi menjadi tiga zona, yaitu daerah euphotic, daerah twilight,

dan daerah aphotic. Daerah euphotic (the sunlight zone) adalah

daerah laut yang msih dapat ditembus cahaya matahari. Kedalaman

maksimum kurang lebih 100 meter. Daerah twilight adalah daerah

remang-remang, yang tidak efektif untuk kegiatan fotosintesis.

Kedalamannya berkisar antara 100-200 meter. Daerah aphotic (the

midnight zone) adalah daerah yang tidak tembus cahaya matahari.

128 Dr. Monika bt abd razak, Al-Qur’an dan Sains, (Kuala lumpur: University Malaya,

2012), hlm.56.

76

Jadi daerah ini gelap sepanjang masa. Kedalamannya dibawah

1000 meter.129

Selanjutnya pembahasan mengenai ombak diatas ombak

dapat diketahui bahwa air di laut yang dalam diliputi oleh ombak

dan di atas ombak ini ada ombak yang lain. Sangat jelas bahwa

lapisan ombak yang ke dua ini adalah ombak di permukaan laut

yang biasa terlihat ombak ini sebabkan oleh angin. Para intelektual

masa kini telah membuat penemuan tentang keberadaan lapisan

ombak dalam (internal waves) yang terjadi karena batas pertemuan

dua lapisan air yang memiliki kepekatan yang berbeda. Ombak

dalam pada batas pertemuan dua lapisan air yang berbeda

kepekatan. Satu lapisan pekat (di bawah) dan yang lainnya lebih

ringan (di atas). Ombak dalam atau ombak berlapis terjadi pada

permukaan lapisan air di kedalaman lautan karena ia memiliki

kepekatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepekatan air di

permukaan atasnya.130

Sedangkan penjelasan mengenai laut yang berlapis-lapis dan

ombak di atas ombak menurut pandangan Tafsir Ilmi Kemenag RI

adalah ombak yang terjadi pada permukaan laut diakibatkan karena

pengaruh angin: energi dari angin ditransfer kepermukaan laut

sehingga menimbulkan ombak atau gelombang laut. Gelombang

129 Ellen Tjandra, Mengenal Laut Lapas, (Jakarta: Pakar Media,, 2011), hlm.7. 130 Dr. Monika bt abd razak, Al-Qur’an dan Sain, (Kuala lumpur: University Malaya,

2012), hlm.59.

77

yang dibangkitkan angin disebut wind waves. Berbeda dengan

wind wives atau gelombang permukaan, gelombang internal

(internal waves) adalah gelombang yang terbentuk di lapisan

bawah permukaan laut. Gelombang ini terbentuk akibat gangguan

yang terjadi pada bidang antara (interface) yang memisahkan dua

lapisan air yang mempunyai densitas berbeda.131 Dan makna dari

laut yang berlapis-lapis menurut tafsir ilmi Kemenag RI adalah

pada kondisi laut yang gelap gulita terdapat gelombang yang

berlapis. Air laut tidak homogen (sejenis) karena densitas air laut

bervariasi dari permukaan sampai ke dasar laut. Densitas air laut

merupakan fungsi dari temperatur, salinitas, dan tekanan. Karena

temperatur, salinitas, dan tekanan bervariasi terhadap kedalaman

maka densitas air laut bervariasi terhadap kedalaman. Hal ini

menyebabkan laut menjadi berlapis-lapis.132 Berdasarkan

ketersediaan cahaya di lapisan laut, laut terbagi dalam tiga lapisan,

yaitu lapisan euphotic atau disebut juga sunlight zone (0-80 m),

lapisan disphotic atau twilight zone (80-200m), dan lapisan aphotic

atau midnight zone (lebih besar daripada 200 m).133

131 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan

Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.44. 132 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan

Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.49. 133 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan

Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.52.

78

Maka dari itu, penjelasan mengenai laut yang berlapis-lapis

dan ombak di atas ombak menurut teori sains dan Tafsir Kemenag

RI adalah relevan, adapaun relevansi dari keduanya adalah:

1) Di dalam tafsir ilmi Kemenag RI dan dalam teori sains juga

dijelaskan bahwa ombak diatas ombak disebabkan oleh

pengaruh angin, energy dari angin ditransfer ke permukaan laut

sehingga menimbulkan ombak atau gelombang laut ombak ini

yg biasa terlihat karena berada di permukaan laut, selanjutnya

yaitu ombak yg ada di bagian lapisan dalam atau disebut dengan

internal waves, keduanya sependapat bahwa gelombang ini

terbentuk akibat batas pertemuan dua lapisan air yang

mempunyai densitas yang berbeda.

2) Penjelasan mengenai laut yang berlapis-lapis juga relevan

antara tafsir Ilmi Kemenag RI dan Teori Sains, kedua-duanya

menjelaskan bahwa laut yang berlapis-lapis densitas laut air laut

bervariasi dari permukaan sampai ke dasar laut. Dan keduanya

juga menejalaskan bahwa laut dibagi menjadi tiga zona yaitu:

a) Euphotic atau disebut dengan sunlight zone dengan

kedalaman kurang lebih 0-100 meter.

b) Disphotic atau disebut dengan Twilgiht Zone dengan

kedalaman kurang lebih 100-200 meter.

c) Aphotic atau disebut dengan Midnight Zone dengan

kedalaman lebih dari 200 meter.

79

c. Api di bawah dasar laut

Menurut sains umum api di bawah dasar laut disebut dengan

black smookers, kegelapan yang berada di lantai samudra yang

kosong, terdapat lubang air laut panas yang bercampur dengan

logam sulfida134 Ini adalah air laut yang telah meresap kedalam

retakan-retakan lantai samudra yang baru terbentuk dan

bersirkulasi melalui batuan panas melarutkan mineral-mineral dan

menjadi lebih panas saat keluar kembali. Ketika air lautan yang

mendidih menyembur dan bertemu dengan air laut yang dingin,

sulfida keluar dari lautan menjadi partikel yang hitam yang

berbentuk seperti cerobong yang dikenal sebagai perokok hitam

(black smoker).135

Air panas yang penuh mineral atau sulfur seringkali muncul

di atas tanah dalam bentuk mata air panas atau jika air sangat panas

sebuah geyser. Mata air panas dibawah ini adalah salah satu dari

banyak mata air panas ditaman nasional yellowstone. Satu abad

yang lalu, mata air panas yang kaya mineral digunakan sebagai spa

untuk kesehatan. Microba yang dikenal sebagai ”ekstremofil”136

tumbuh dengan subur di lingkungan seperti ini.137

134 Logam adalah material (sebuah unsur, senyawa, atau paduan) yang biasanya keras tak

tembus cahaya, berkilau, dan memiliki konduktivitas listrik dan termal yang baik. Sedangkan

sulfida adalah suatu anion anorganik dari belerang (atau sulfur). 135 Sue bowler, Bumi yang gelisah, (London: Penerbit Erlangga, 2003), hlm.41. 136 Ekstrimovil adalah sebutan bagi mikroba yang memiliki kemampuan untuk hidup

didaerah ekstrim. 137 Sue bowler, Bumi yang gelisah, (London: Penerbit Erlangga, 2003), hlm.51.

80

Fenomena api di dasar laut juga ditemukan pada pertengahan

tahun 1990-an, dua ahli geologi berkebangsaan Rusia. Anatol

Sbagovich dan Yuri Bagdanov bersama rekannya ilmuwan

Amerika Serikat (AS), Rona Clint, pernah meneliti tentang kerak

bumi dan patahannya di dasar laut. Para ilmuwan tersebut

menyelam ke dasar laut sedalam 1.750 kilometer di lepas pantai

Miami. Sbagovich bersama kedua rekannya menggunakan kapal

selam canggih. Mereka kemudian beristirahat di batu karang dasar

laut. Di dasar laut itulah, mereka dikejutkan dengan fenomena

aliran air yang sangat panas mengalir kearah retakan batu.

Kemudian aliran air itu disertai debu vulkanik, layaknya asap

kebakaran di daratan. Tidak tanggung-tanggung, panas suhu api

vulkanik di dalam air tersebut mencapai 231° C.138

Tekanan yang sangat besar dari dalam bumi menyebabkan

pergerakan lempeng secara tiba-tiba. Pertemuan lempeng aktif

yang mengelilingi lempeng pasifik menyebabkan terbentuknya

gunung api di sepanjang batas pertemuan lempeng tersebut.

Lembah pasifik terbentuk ketika beberapa lempeng tektonik saling

menjauh dan palung laut terbentuk, lempeng samudra terdesak ke

bawah lempeng benua. Batuan dasar bumi (magma) meleleh, ada

138 Muhammad Suhadi, Fenomena Menakjubkan Ayat-ayat Al-Qur’an, (Surakarta: Ahad

Books, 2014), hlm.83.

81

yang keluar melalui kerak bumi dan ada juga yang keluar melalui

letusan gunung api.139

Sedangkan berdasarkan pandangan tafsir ilmi mengenai

fenomena api di dasar laut adalah api yang dimaksud di sini yaitu

adanya gunung api yang disebabkan oleh pertemuan dua lempeng

tektonik140 yang berimpitan dengan punggungan tengah samudra.141

Aktivitas gunung api di laut berlangsung secara normal dan

dipengaruhi oleh sedimentasi142. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

perspektif terhadap fenomena api di bawah dasar laut menurut teori

sains dan Tafsir Ilmi Kemenag RI adalah relevan karena keduanya

menjelaskan penyebab adanya gunung api atau api di bawah dasar

laut di sebabkan oleh pertemuan dua lempeng tektonik, terdapat

lubang air laut panas yang bercampur dengan logam sulfida143 Ini

adalah air laut yang telah meresap kedalam retakan-retakan lantai

samudra yang baru terbentuk dan bersirkulasi melalui batuan panas

melarutkan mineral-mineral dan menjadi lebih panas saat keluar

kembali, itulah proses terjadinya gunung api di dasar laut.

139 Nicholas Harris, Ocean Atlas, ter. Hilda Kitti, Atlas Lautan (Jakarta: Erlangga, 2007),

hlm.16. 140 Lempeng tektonik adalah penyebab terbentuknya permukaan bumi seperti yang kita lihat

sekarang ini. Lempeng tektonik merupakan gabungan dari dua kata yaitu lempeng dan tektonik.

Lempeng adalah lembaran-lembaran raksasa berwujud kerak benua dan kerak samudra yang

bergerak dan mengapung dipermukaan bumi. 141 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

hlm.47. 142 Sedimentasi adalah pengendapan benda padat karena pengaruh gaya berat. 143 Logam adalah material (sebuah unsur, senyawa, atau paduan) yang biasanya keras tak

tembus cahaya, berkilau, dan memiliki konduktivitas listrik dan termal yang baik. Sedangkan

sulfida adalah suatu anion anorganik dari belerang (atau sulfur).

82

2. Laut Sebagai Manfaat Untuk Kehidupan.

Adapun fungsi laut menurut hasil yang dicapai dalam seminar Laut

Nasional menyebutkan antara lain:

a. Sebagai media komunikasi dan transportasi

b. Sebagai sumber mineral dan hasil-hasil tambang.

c. Sebagai sumber daya hayati laut yang dapat menghasilkan sumber

protein konsumtif di samping protein hewani yang berasal dari

ternak potong dan nabati di daratan.

d. Sebagai media pertahanan dan keamanan nasional.

e. Sebagai media olahraga dan sarana pariwisata yang mampu

menghasilkan devisa Negara.

f. Sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Khususnya fungsi laut pada butir 2 dan 3 tersebut di atas bila

dikaitkan dengan rekomendasi Seminar Laut Nasional ke II, maka

tampak sejalan dengan kesepakatan yang telah dicapai dalam Konvensi

Internasional tentang pencegahan pencemaran yang diakibatkan dari

kegiatan perkapalan, konvensi tersebut juga telah diratifikasi dan

disahkan oleh Pemerintah RI melalui Keputusan Presiden No.

46/1986.144

Adapun manfaat laut yang dibahas dalam Tafsir Ilmi Kemenag RI

antara lain:

144 M.S. Wibisono, Pengantar Ilmu Kelautan, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), hlm.19-20.

83

a. Laut sebagai tempat utama dalam melakukan siklus air atau disebut

juga dengan siklus hidrologi.145

b. Laut yang sangat luas menyimpan kekayaan alam yang melimpah

ruah.

c. Laut juga menjadi sumber mata pencaharian bagi para nelayan.

d. Laut dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif.

Dapat disimpulkan bahwa penjelasan mengenai manfaat laut bagi

kehidupan yang dijelaskan dalam Tafsir Ilmi Kemenag RI dan Teori

Sains hanya ada sedikit perbedaan dimana Tafsir Ilmi Kemenag RI

menjelaskan salah satu manfaat laut adalah tempat utama dalam

melakukan siklus air atau disebut juga dengan siklus hidrologi.

Sedangkan teori sains tidak menyebutkan fungsi tersebut. Dan dalam

teori sains juga dijelaskan salah satu manfaat atau fungsi laut yaitu

sebagai media pertahanan dan keamanan nasional. Juga sebagai media

olahraga dan sarana pariwisata yang mampu menghasilkan devisa

Negara. Sedangkan di dalam Tafsir Ilmi Kemenag RI fungsi tersebut

tidak disebutkan, Jadi kesimpulan yang dapat penulis tarik adalah

antara teori sains umum dan teoritik Tafsir Kemenag RI yang

membahas tentang laut sebagai manfaat bagi kehidupan tetap relevan

hanya saja kurang memadai dari teori yang di jelaskan dalam Tafsir Ilmi

145 Hidrologi adalah cabang ilmu Geografi yang mempelajari pergerakan, distribusi, dan

kualitas air di seluruh Bumi, termasuk siklus hidrologi dan sumber daya air.

84

Kemenag RI tentang laut sebagai manfaat bagi kehidupan kurang luas

lagi pembahasannya.

B. Hikmah yang dapat diambil dari Penjelasan Laut Menurut Tafsir

Ilmi Kemenag RI.

Maha suci Allah yang telah menciptakan seluruh alam semesta ini,

dimana Allah telah mengkhabarkan semuanya di dalam kitab suci al-Qur‟an

yang Allah turunkan kepada Nabi yang Ummîy, yang dikelilingi dengan

gurun pasir, jauh dari pesisiran laut. Namun Al-Qur‟an mampu menjawab

fenomena-fenomena fakta ilmiah yang terdapat di lautan. Perlu diingat Al-

Qur‟an bukanlah buku ilmiah sebagaimana yang dipahami orang saat ini.

Ia kitab yang diturunkan Allah untuk memberi petunjuk kepada manusia,

menetapkan aturan hidup agar mereka meraih kebahagiaan di dunia dan di

akhirat. Al-Qur‟an yang diturunkan pada 14 abad silam itu mengandung

berbagai fakta ilmiah. Dengan keberadaannya, semua makhluk dapat

mengenal Allah dan keagungan-Nya.146

Semua ciptaan Allah di alam ini tersusun sangat rapi, teratur, ukuran

yang akurat dan dengan ketepatan yang tinggi. Kesempurnaan ukuran dan

kadar yang sangat rapi tersebut menjamin keseimbangan kepada alam

ciptaan-Nya. Satu takaran tidak melebihi yang lain agar tidak mengganggu

keseimbangan di alam ini. Keseimbangan yang Allah berikan yaitu

membuat makhluk hidup yang berada di atas bumi ini memperoleh

146 Nadiah Tayyarah, Sains dalam al-Qur’an: Mengerti Mukjizat Ilmiah Firman

Allah,(Jakarta: Zaman, 2013), hlm 18

85

kenikmatan serta kenyamanan.147 Hal-hal semacam inilah yang

mengerakkan para ilmuwan untuk terus mengkaji maksud dari isyarat-

isyarat ilmiah yang diberitakan al-Qur’an.

Kekayaan itu perlu dilestarikan, supaya keindahan tetap terjaga. Seperti

yang dikatakan oleh Muchlis ddk, dalam bukunya Ensiklopedia

Pengetahuan al-Qur’an dan Hadits, bahwa daratan dan lautan, keduaanya

dapat menjadi sarana dalam berbagai aktivitas. Laut adalah penghubung dua

daratan sebagaimana daratan merupakan penghubung dua lautan. Dengan

anugrah-Nya, manusia dapat dengan mudah menembus daratan maupun

lautan.148

Semua itu menjadi bahan untuk meyakinkan manusia adanya Allah

yang Maha Esa yang menciptakan dan mengatur alam semesta. Kalau

manusia sudah menyadari bahwa alam semesta, termasuk lingkungan di mana

kita berada, adalah ciptaan Allah yang diperuntukkan bagi kehidupan di bumi

secara bersama-sama, maka seharusnya tidak melakukan perusakan tetapi

berupaya supaya kelestariannya tetap terjaga. Bahwa manusia diberi kesempatan

oleh Allah untuk memanfaatkan apa saja yang ad di bumi sepanjang tidak

melakukan perusakan (fasad), melampaui batas (israf), dan tadzbir.149

147 Afzalur Rahman, Ensiklopedi Ilmu Dalam al-Qur’an (Rujukan Terlengkap Isyarat

Ilmiyah dalam Al-Qur’an, (Jakarta:Mizan. 2007), hlm.21. 148 Muchlis M Hanafi dkk, Ensiklopedia Pengetahuan al-Qur’an dan Hadits,

(Jakarta: Kamil Pustaka, 2013), hlm. 238

149 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an Tematik, (Jakarta: Kamil

pustaka, 2014), hlm.26.

86

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai konsep laut dalam tinjauan tafsir ilmi

kementrian agama RI dan relevansinyan dengan teori sains yang telah

penulis lakukan dapat di simpulkan bahwa:

1. Tafsir ilmi adalah upaya menafsirkan Al-Qur’an dengan teori-teori

ilmiah di mana antara Al-Qur’an dan sains terdapat kesesuaian sehingga

mufassir dapat mengkompromikan keduanya melalui sebuah karya yang

disebut tafsir ilmi. Objek dari tafsir ilmi ini adalah ayat-ayat kauniyah,

Tafsir ilmi yang menjadi rujukan dalam penelitian ini adalah tafsir ilmi

kemenag RI, tafsir ilmi kemenag RI adalah tafsir yang dibuat oleh tim

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) dibawah naungan

Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI dan berkerja sama

dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

2. Penjelasan tentang laut dalam Tafsir Ilmi Kemenag relevan dengan

Teori Sains, diantaranya:

a. Batas dua laut, dalam tafsir ilmi kemenag RI dan teori sains terbukti

relevan, karena keduanya menegaskan bahwa fenomena batas dua

laut atau fenomena pertemuan dua laut disebabkan oleh bertemunya

dua lautan yang masing-masingnya memiliki dan memelihara

87

karakteristik yang berbeda, sehingga lautan tersebut seperti

memiliki dinding batas pemisah dan tidak menyatu.

b. Ombak di atas ombak dan laut yang berlapis lapis, dalam tafsir ilmi

Kemenag RI dan teori sains terbukti relevan. Karena keduanya

menjelaskan bahwa ombak di atas ombak disebabkan pengaruh

energy angin, dan laut yang berlapis-lapis dibagi menjadi tiga

lapisan susai kedalamannya.

c. Api di bawah laut. Dalam tafsir ilmi kemenag RI dan teori sains

terbukti relevan. Karena keduanya menjabarkan bahwa akibat dari

fenomena gunung api di bawah dasar laut disebabkan oleh gaya

tektonik, dimana terdapat lempeng-lempeng yang secara tiba-tiba

bergerak menjauh dan magma yang berasal dari perut bumi naik ke

atas.

B. Saran

Setelah mengkaji kitab tafsir ilmi Kemenag RI, khususnya tema

tentang laut, penulis menyadari bahwa masih banyak celah dalam penelitian

ini hingga membutuhkan kajian lebih lanjut tentang tafsir ilmi tersebut.

Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan pada tinjauan pustaka,

masih sedikit penelitian yang membahas tentang tafsir ilmi Kemenag RI,

padahal ada sekian banyak tema yang diusung oleh tim penyusun Kemenag

RI.

88

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dari awal hingga akhir,

tentulah masih banyak kekurangan, baik yang berkaitan dengan ide,

sistematika penulisan dan pemilihan kata-kata. Oleh karena itu, penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman

demi kesempurnaa penelitian ini.

89

DAFTAR PUSTAKA

‘Abd al-Baqi, Muẖammad Fu’ad. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâẕ al-Qur’ân al-

Karîm. Turki: al-Maktabah al-Islâmiyyah. 1984.

Al-’Ariḍ, Ali Ḥasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir, Terj. Ahmad Akrom.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 1994.

Anwar, Rosihan. Ulum al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. 2013.

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2012.

Baqir al-Shadr, Muhammad. pedoman Tafsir Modern. Jakarta : Risalah

Masa.1992.

Bin Aziz al-Zindani, Abdul Majid et.al. Mukjizat al-Qur’an dan al-Sunnah

tentang IPTEK, jilid 2. Jakarta: Gema Insani Press. 1997.

Bowler, Sue. Bumi yang gelisah. London: Penerbit Erlangga. 2003.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Pusat

Bahasa. 2008.

Al-Dzahabî, Muẖammad Husain. al-Tafsîr wa al-Mufassirûn. Kuwait: Dâr al-

Nawâdir. 2010.

Evan Brothers Limited. Kelestarian Laut. Terj. Liliy Nurulia. Solo: Tiga

Serangkai. 2009.

Fahdbin Abdurrahman Ar-Rumi. Ulumul Qur’an Studi Kompleksitas Al-qur’an.

Titan Ilahi: Yogyakarta. 1996.

al-Farmawi, Abdul-Hayyi al-Bidayah fi-al-Tafsir al-Maudhu’I. al-Hadharat al

Gharbiyyah: Kairo. 1977.

Godman, Arthur. Kamus Sains Bergamba., Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

2009.

Idris al-Marbawi, muhammad Kamus al-Marbawi. Mushthafa al-Babi Al- Halabi:

Mesir. 1350.

Iqbal, Mashuri Sirojuddin dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung:

Angkasa. 2005

Kâmil, Muẖammad ‘Abd al-Samad. Mukjizat Ilmiah dalam al-Qur’an, Terj.

Alimin & Uzair Hamdan Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. 2002.

90

Kartanegara, Mulyadhi. Pengantar Epistemologi Islam. Bandung: Mizan. 2003.

Khâlid, ‘Abd al-Raẖmân al-Ak. Usûl al-Tafsîr a Qawâʻiduh. Beirut: Dâr al- Nafîs.

1986.

Lajnah Pentashihan Mushhaf Al-Qur’an. Tafsir Al-Qur’an Tematik, Kamil

Pustaka. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushhaf Al-Qur’an. 2009.

Naim, Mochtar Kompendium Himpunan Ayat-Ayat al-Qur’an, Gema Insani

Press: Jakarta. 1996.

Najjar, Zaglul &Abdul Daim Kahil. Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan

Hadis: Penciptaan Manusia, Terj. Tim Penerbit Bahasa Indonesia.

Jakarta: PT Lentera Abadi. 2012.

___________. Al-I’jaz Al-Ilmi fi Al-Qur’an wa As-Sunnah. PT Lentera Hati:

Jakarta. 2012.

Nashruddin Baidan. Metode Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

2002.

Pranggono, Bambang. Mukjizat sains dalam Al Quran. Bandung: Ide islami.

2006.

Purwanto, Agus. Nalar Ayat-Ayat Semest. Bandung: Mizan. 2015.

Al-Qaṭān, Manna. Pembahasan Ilmu al-Qur‟an 2, Terj. Halimudin. Jakarta:

PT Rineka Cipta. 1995.

Romimohtarto, Kasijan & Sri Juwana. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang

Biota Laut. Jakarta: Djambatan. 2007.

Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial. (Jakarta: Amzah,

2007.

Rubini. “Tafsir Ilmi”. Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam. vol. 2, no. 2

2016.

Sayyid, Muẖammad ‘Alî Iyyâzî. al-Mufassirûn: Hayâtihim wa Munhajihim

(Teheran: Wizârah al-Tsaqafah wa al-Irsyâd al-Islâmî, 1386 H.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,

Jakarta: Lentera Hati. 2002.

________________. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan, Hazanah Ilmu-ilmu

Islam. 1977.

91

________________. Sejarah ‘Ulûm al-Qur’ân. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2013.

________________. Membumikan al-Qur’An. Jakarta: Lentera Hati. 2011.

________________. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati. 2013.

Sja’roni. Jurnal study Islam Panca Wahana. 2014.

Susilo, Bambang Joko. Yuk! Lebih Mengenal Laut. Jakarta: Bee Media. 2018.

Syirbasi, Ahmad. Sejarah Tafsir al-Qur’an. Terj. Tim Pustaka Firdaus.

Jakarta: Pustaka Firdaus. 1985.

Thayyarah, Nadiah. Buku Pintar Sains dalam al-Quran, Terj. Zaenal Arifin

dkk. Zaman: Jakarta. 2014.

Tjandra, Ellen. Mengenal Laut Lapas. Jakarta: Pakar Media. 2011.