afu pp
description
Transcript of afu pp
1
Referat
Plasenta Previa
Dokter Pembimbing:
dr. Edwin Perdana Sp.OG
Disusun oleh:
Yulius Ciputra
11.2013.242
KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
2
Pendahuluan
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya .
Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus sedangkan perdarahan pada
kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dengan
kehamilan tua adalah 22 minggu mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus .
Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir setelah
kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan kurang dari 22
minggu dengan patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan setelah 22 minggu biasanya
lebih berbahaya dan lebih banyak daripada kehamilan sebelum 22 minggu . Oleh karena itu
perlu penanganan yang cukup berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya
bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada
kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada
setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber
pada kelainan plasenta .
Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang secara klinis
biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa dan solusio
plasenta serta perdarahan yang belum jelas sumbernya . Perdarahan anterpartum terjadi kira-
kira 3 % dari semua persalinan yang terbagi atas plasenta previa , solusio plasenta dan
perdarahan yang belum jelas penyebabnya.
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan tiga atau setelah usia
kehamilan , namun beberapa penderita mengalami perdarahan sedikit-sedikit kemungkinan
tidak akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai
tanda permulaan persalinan biasa. Baru setelah perdarahan yang berlangsung banyak ,
mereka datang untuk mendapatkan pertolongan .
Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang lebih banyak pada
permulaan persalinan biasanya harus lebih dianggap sebagai perdarahan anterpartum apapun
penyebabnya , penderita harus segera dibawah ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk
transfusi darah dan operasi . Perdarahan anterpartum diharapkan penanganan yang adekuat
dan cepat dari segi medisnya sangat membantu dalam penyelamatan ibu dan janinnya.1
3
Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya
keadaan pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat kesejahteraan ibu. Angka
kematian maternal di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Menurut SKRT (Survei
Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 yaitu 421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT tahun
1995 yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup dan menurut SKRT tahun 1998 tercatat kematian
maternal yaitu 295 per 100.000 kelahiran hidup. Diharapkan PJP II (Pembangunan Jangka
Panjang ke II) (2019) menjadi 60 - 80 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab terpenting
kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40- 60%), infeksi (20-30%) dan
keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk
saat kehamilan atau persalinan.
Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan
perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang
kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa,
solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas. Plasenta previa adalah plasenta yang
implantasinya tidak normal, sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum; kasus
ini masih menarik dipelajari terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, karena
faktor predisposisi yang masih sulit dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya andil
besar dalam angka kematian maternal dan perinatal yang merupakan parameter pelayanan
kesehatan. Di RS Parkland didapatkan prevalensi plasenta previa 0,5%. Clark (1985)
melaporkan prevalensi plasenta previa 0,3%. Nielson (1989) dengan penelitian prospektif
menemukan 0,33% plasenta.1,2
Plasenta Previa
Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal lebih
kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada
kehamilan 16 minggu dengan ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan kearah
korion.
Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas ke
arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih
4
luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada
implantasi plasenta terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali.
Pada pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk
menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas. Darah ibu yang mengalir di
seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai
600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu. Perubahan-perubahan terjadi pula pada jonjot-
jonjot selama kehamilan berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari vili
tidak berubah akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya ditemukan
sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih padat, mengandung fagosit-
fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih besar dan lebih mendekati lapisan
tropoblast.1,2
INSIDENS
Insidens atau kejadian plasenta previa adalah satu dari 250 kehamilan. Insidens berganda
pada kehamilan kembar seperti kembar dua atau tiga. Wanita berumur lebih dari 30 tahun
cenderung mendapat plasenta previa.3
1. Pengertian
Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal
yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir. Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta previa adalah plasenta dengan
implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum.1-3,4,5
2. Klasifikasi Plasenta Previa
Menurut Manuaba (1998), klasifikasi plasenta previa secara teoritis dibagi dalam
bentuk klinis, yaitu: a) Plasenta Previa Totalis, yaitu menutupi seluruh ostium uteri internum
pada pembukaan 4 cm. b) Plasenta Previa Sentralis, yaitu bila pusat plasenta bersamaan
dengan kanalis servikalis. c) Plasenta Previa Partialis, yaitu menutupi sebagian ostium uteri
internum. d) Plasenta Previa Marginalis, yaitu apabila tepi plasenta previa berada di sekitar
pinggir ostium uteri internum.
Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir :
5
a. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
b. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.
c. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan menutupi
sebagian ostium uteri internum.
d. Plasenta letak rendah, yaitu plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium
uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.
Gambar 1. Letak placenta5
Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa berdasarkan
pada pembukaan 4 – 5 cm yaitu :
a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba plasenta menutupi seluruh
ostium.
6
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh
plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila sebagian menutupi ostium
bagian belakang, plasenta previa lateralis bila menutupi ostium bagian depan, dan plasenta
previa marginalis sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan, misalnya
plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa
parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan
keterangan mengenai besarnya pembukaan . 1,3
3. Etiologi
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para ahli,
penyebab plasenta previa yaitu :
a. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah rahim
dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi,
endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk mampu memberikan
nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang persisten.
b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi meningkat
pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas operasi, kelainan janin
dan leiomioma uteri.2,3
4. Faktor Risiko Plasenta Previa
a. Faktor predisposisi
Menurut Manuaba (1998), faktor – faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta
previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35
tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas
kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan
pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur,
serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan ≥ 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1) Umur
dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia, plasenta previa
banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini disebabkan banyak wanita
Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang. 2)
Endometrium yang cacat Endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda,
7
endometrium bekas persalinan berulang – ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas
operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena
endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin
dan hamil pada umur muda.
b. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi plasenta previa
sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang
berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki
kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah
Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi. 3) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut
Sastrawinata (2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang
luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab – sebab
terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan
kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang subur.
c. Faktor pendorong Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan
perubahan atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi
dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang
sehari). 1-3
Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia diatas
30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Dari
semua klasifikasi plasenta previa, frekuensi plasenta previa totalis sebesar 20-45%, plasenta
previa parsialis sekitar 30% dan plasenta previa marginalis sebesar 25-50%2,3
Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih
awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal
yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya
8
isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit
banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada
bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervilus dari plasenta.
Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta
previa betapa pun pasti akan terjadi. Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan
kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah
pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi
pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana
perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. 1-3
Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain. Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim
terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum.
Sebaliknya,pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada
waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi
cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi
pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur 34 minggu
ke atas. Berhubung tempat perdarahan lebih dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma
retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke
dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa.1,2,7
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah
diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada
dinding uterus.
9
6. Gambaran Klinik Plasenta Previa
Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang, darah berwarna merah segar,
perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi perdarahan berikutnya hamper selalu lebih
banyak dari sebelumnya, timbulnya penyulit pada ibu yaitu anemia sampai syok dan pada
janin dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim, bagian terbawah janin
belum masuk pintu atas panggul dan atau disertai dengan kelainan letak oleh karena letak
plasenta previa berada di bawah janin.
7. Diagnosa Plasenta Previa
Menurut Mochtar (1998), diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan
beberapa pemeriksaan sebagai berikut :
a. Anamnesa plasenta previa, antara lain : terjadinya perdarahan pada kehamilan 28 minggu
berlangsung tanpa nyeri , dapat berulang, tanpa alasan terutama pada multigravida.
b. Pada inspeksi dijumpai, antara lain : perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal dan
pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.
c. Pemeriksaan Fisik Ibu, antara lain dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai
syok, kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma. Pada pemeriksaan
dapat dijumpai tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas normal, tekanan darah turun,
nadi dan pernafasan meningkat, dan daerah ujung menjadi dingin, serta tampak anemis.
d. Pemeriksaan Khusus Kebidanan
Pemeriksaan palpasi abdomen, antara lain : janin belum cukup bulan, tinggi fundus
uteri sesuai dengan umur hamil, karena letak plasenta di segmen bawah lahir, maka
dapat dijumpai kelainan letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
Denyut jantung janin bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam
rahim.
Pemeriksaan dalam, yaitu pemeriksaan dalam dilakukan di atas meja operasi dan siap
untuk segera mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam untuk menegakkan
diagnosa pasti, mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan, hasil
pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar ostium uteri internum.1-6
10
Diagnosis Banding
1. Gambar 2. Perbedaan antara plasenta previa dan solusio plasenta3
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan
a. bagian terbawah janin tidak terfiksir ke dalam PAP
b. terjadi kesalahan letak janin
c. partus prematurus karena adanya rangsangan koagulum darah pada serviks
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Partus
a. letak janin yang tidak normal menyebabkan partus akan menjadi patologik
b. bila pada plasenta previa lateralis, ketuban pecah dapat terjadi prolaps funikulli
c. sering dijumpai inersia primer
d. perdarahan
Komplikasi Plasenta Previa
a. prolaps tali pusat
b. prolaps plasenta
c. plasenta melekat
d. perdarahan postpartum
11
e. infeksi karena perdaraha yang banyak
f. bayi premature/lahir mati
8. Komplikasi Plasenta Previa
Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Menurut Manuaba
(2001), adapun komplikasi-komplikasi yang terjadi yaitu : a. Komplikasi pada ibu, antara lain
: perdarahan tambahan saat operasi menembus plasenta dengan inersio di depan., infeksi
karena anemia, robekan implantasi plasenta di bagian belakang segmen bawah rahim,
terjadinya ruptura uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui. b. Komplikasi pada
janin, antara lain : prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi, mudah infeksi
karena anemia disertai daya tahan rendah, asfiksia intrauterine sampai dengan kematian.
Menurut Chalik (2002), ada tiga komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin antara lain :
1) Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah pelepasan tapak plasenta
dari insersi sehingga terjadi lah perdarahan yang tidak dapat dicegah berulang kali, penderita
anemia dan syok. 2) Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim tipis sehingga
dengan mudah jaringan trpoblas infasi menerobos ke dalam miometrium bahkan ke
parametrium dan menjadi sebab dari kejadian placenta akreta dan mungkin inkerta. 3) Servik
dan segmen bawah raim yangrapuh dan kaya akan pembuluh darah sangat potensial untuk
robek disertai oleh perdarahan yang banyak menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal. 1-3
9. Penatalaksanaan Plasenta Previa
Menurut Saifuddin (2001) terdapat 2 macam terapi, yaitu :
a. Terapi Ekspektatif
Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil
sekali. Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan perdarahan
sudah berhenti atau sedikit sekali.
Syarat terapi ekspektatif :
Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
Belum ada tanda inpartu
Keadaan umum ibu cukup baik ( kadar Hb dalam batas normal )
Janin masih hidup dan keadaan umumnya baik.
Baru perdarahan pertama kali
Anak prematur
Belum pernah dilakukan VT / pemeriksaan dalam
12
Rawat inap , tirah baring dan diberikan antibiotika profilaksis
Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan, profil
biofisik, letak, dan presentasi janin.
Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam
Nifedipin 3 x 20 mg/hari
Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari hasil
amniosentesis.
Perbaiki anemia dengan pemberian sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60
mg selama 1 bulan.
Pastikan tersedianya sarana untuk melakukan transfusi.
Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama,
pasien dapat rawat jalan ( kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu
> 2 jam untuk mencapai rumah sakit ) dengan pesan segera kembali ke rumah
sakit jika terjadi perdarahan.
Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan risiko ibu dan janin untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut dibandingkan dengan terminasi kehamilan.
Jenis persalinan apa yang kita pilih, untuk pengobatan plasenta previa dan kapan
melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :
Perdarahan banyak atau sedikit
Keadaan ibu dan anak
Besarnya pembukaan
Tingkat plasenta previa
Paritas
b. Terapi Aktif
Kriteria
Umur kehamilan >/ = 37 minggu
BB janin >/ = 2500 gram.
Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
Ada tanda-tanda persalinan.
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
13
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut.
Umumnya hal ini dapat terjadi pada keadaan :
Perdarahan banyak
Keadaan umum anak dan ibu jelek
Sudah syok
Anak masih preterm
Kehamilan cukup bulan
Parturien
Anak mati ( tidak selalu )
Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan,
setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDMO jika:
Infus/transfusi telah terpasang, kamar dan Tim operasi telah siap
Kehamilan ≥37 minggu (berat badan ≥2500 gram) dan inpartu, atau:
Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor ( misal: anensefali)
Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul
(2/5 atau 3/5 pada palpasi luar). 1-3
Penanganan secara terminasi / aktif dapat dilakukan dengan cara :
a. Cara vaginal
Bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan demikian
menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka ( tamponade pada plasenta ).
Cara-cara vaginal terdiri dari :
Pemecahan ketuban , dapat menghentikan perdarahan karena :
o Setelah pemecahan ketuban dengan menggunakan ½ kokcher,
uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak menekan pada
plasenta.
o Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti
gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara
plasenta dan dinding rahim.
Versi Braxton Hicks
o Tujuan : untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong
dan untuk menghentikan perdarahan daram rangka menyelamatkan
14
ibu. Hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil
atau sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk operasi.
o Bahayanya, robekan pada serviks dan segmen bawah rahim ;
sekarang sudah jarang sekali digunakan di kota besar, tapi di
daerah terpencil yang tidak bisa dilakukan seksio sesarea dapat
dipertimbangkan perasat ini.
o Syarat untuk melakukannya adalah : pembukaan yang harus dapat
dilalui oleh 2 jari supaya dapat menurunkan kaki.
o Tehniknya adalah setelah ketuban dipecahkan atau setelah plasenta
ditembus tangan yang sepihak dengan bagian-bagian yang kecil
masuk. Setelah labia dibeberkan, satu tangan masuk secara obstetri
dan 2 jari ( telunjuk dan jari tengah ) masuk ke dalam kavum uteri.
Tangan satunya menahan fundus. Kepala anak ditolak ke samping
yaitu ke pihak punggung anak. Tangan luar mendekatkan bokong
kepada jari yang mencari kaki. Setelah kaki didapatkan oleh tangan
dalam, tangan luar menolak kepala anak ke fundus dan kaki
dibawa ke luar. Pada kaki ini digantung timbangan yang seringan-
ringannya, tetapi cukup berat untuk menghentikan perdarahan. Jika
beratnya berlebihan ,mungkin terjadi robekan serviks. Selanjutnya
kita tunggu sampai anak lahir sendiri. Sekali-kali jangan
melakukan ekstraksi walau pembukaan sudah lengkap, mengingat
mudahnya terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim5.
Cunam Willett Gauss
Tujuannya untuk mengadakan tamponade plasenta dengan kepala. Kulit
kepala anak dijepit dengan cunam Willett-Gauss dan diberati dengan
timbangan 500 gr. Perasat ini hampir tidak pernah dilakukan lagi. 5
b. Seksio Sesarea
Mempersingkat lamanya perdarahan
Mencegah terjadinya robekan cervix dan segmen bawah rahim. Robekan
mudah terjadi, karena cervix dan segmen bawah rahim pada placenta
previa banyak mengandung pembuluh – pembuluh darah.
Dilakukan pada placenta previa totalis dan pada placenta previa lainnya
kalau perdarahan hebat.
15
Indikasi Seksio Sesarea
Plasenta previa totalis.
Plasenta previa pada primigravida.
Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
Anak berharga dan fetal distress
Plasenta previa lateralis,jika didapatkan :
o Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
o Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
o Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
Prognosis
Prognosis ibu dengan plasenta previa sekarang ini lebih baik jika dibandingkan dengan
dahulu. Hal ini dikarenakan diagnosa yang lebih dini, ketersediaan transfusi darah, dan infus
cairan yang telah ada hampir di semua rumah sakit. Demikian juga dengan kesakitan dan
kematian anak mengalami penurunan, namun masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran
prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio cesarea.
KESIMPULAN
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.
Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28
minggu. Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Perdarahan
ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta, ruptura sinus marginalis,
atau vasa previa. . Diagnosa secara tepat sangat membantu menyelamatkan nyawa ibu dan
janin. Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai pemeriksaan penunjang dalam
penegakkan plasenta previa.
Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada trimesters kedua
dan ketiga kehamilan. Dapat mengakibatkan kematian bagi ibu dan janin. Ini adalah salah
satu penyebab pendarahan vaginal yang paling banyak pada trimester kedua dan ketiga.
Plasenta Previa biasanya digambarkan sebagai implantation dari plasenta di dekat ostium
interna uteri (didekat cervix uteri).
16
Daftar Pustaka
1. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan. Jakarta: Penerbit P.T. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2010. h. 492-513.
2. Cunningham, Leveno, bloom, Hauth, Rouse, et al.Obstetri Williams.Jakarta:EGC
.2013h:808-11.
3. Duttahiralal dan Konar.Textbook of DC Dutta’s obstetrics.2014.New Delhi: Jaypee
brothers medical publishers (P)LTDh:240-51.
4. DeCherney AH, Nathan L. Current Obstetri and Gynaecology Diagnosis and Therapy.
McGraw-Hill, 2003; p: 693 – 699.
5. Norwitz ER dan Schorge JO.Obstetrics and gynecologyat a glance.UK: John Wiley &
Sons, Ltd.2012.p: 121.
6. T A Johnston. Placenta praevia, placenta praevia accreta and vasa praevia: diagnosis and
management. royal college of obstetricians and gynaecologist.RCOG Green-top
Guideline No. 27.2011.p:1-26
7. Mose, Johanes C. Penyulit Kehamilan; Perdarahan Antepartum; Dalam: Obstetri
Patologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC dan Padjadjaran Medical Press. 2004.
h. 91-96 .