After Care Patient

31
BAB I LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Nama : Ny. T Umur : 37 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Krajan Kidul- Wirgomo Banyubiru Pendidikan : SMP Pekerjaan : Ibu rumah tangga Status perkawinan: Menikah Bangsa/suku : Indonesia/ Jawa Tanggal dirawat : 25 Juli 2015 – 28 juli 2015 B. Anamnesis Autoanamnesis (25 Juli 2015) Keluhan Utama : Kenceng-kenceng Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien dengan G4P3A0 usia kehamilan 40 minggu rujukan dari RS Bina Kasih datang dengan keluhan kenceng-kenceng sejak tadi pagi (jam 08.00). Kenceng-kenceng dirasakan 2 kali dalam 10 menit, dengan lama 10 detik. Sudah keluar lendir yang bercampur darah yang timbul hampir berbarengan 1

description

acp

Transcript of After Care Patient

Page 1: After Care Patient

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. T

Umur : 37 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Krajan Kidul- Wirgomo Banyubiru

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status perkawinan : Menikah

Bangsa/suku : Indonesia/ Jawa

Tanggal dirawat : 25 Juli 2015 – 28 juli 2015

B. Anamnesis

Autoanamnesis (25 Juli 2015)

Keluhan Utama :

Kenceng-kenceng

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dengan G4P3A0 usia kehamilan 40 minggu rujukan dari RS Bina

Kasih datang dengan keluhan kenceng-kenceng sejak tadi pagi (jam 08.00).

Kenceng-kenceng dirasakan 2 kali dalam 10 menit, dengan lama 10 detik.

Sudah keluar lendir yang bercampur darah yang timbul hampir berbarengan

dengan keluhan kenceng-kenceng. Keluhan keluar cairan rembes atau

ngepyok disangkal. Gerakan janin masih dirasakan. Pasien di bawa ke RS

Bina Kasih dan dipimpin mengejan 1 jam namun bayi tidak lahir, keluar urin

berwarna kemerahan. Kemudian pasien di rujuk Ke RS Ambarawa

Riwayat Penyakit Dahulu :

Penyakit asma, hipertensi dan DM disangkal oleh pasien.

1

Page 2: After Care Patient

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit asma, hipertensi dan DM disangkal.

Riwayat Pengobatan :

Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan.

Riwayat Perkawinan :

Pasien telah menikah 1x, dengan suami sekarang kurang lebih 20 tahun.

Riwayat Haid :

Menarche = usia 12 tahun

Siklus menstruasi = teratur dengan siklus 28 hari

Lama menstruasi = 7 hari

Nyeri perut saat menstruasi = (-)

HPHT = 20 Oktober 2014

HPL = 27 Juli 2015

Riwayat Persalinan :

Aterm, spontan, laki-laki dengan BBL 2700 gram, usia 14 tahun,

Meninggal

Aterm , Spontan, laki-laki dengan BBL 3000 gram, usia 6tahun

Aterem , SC, Perempuan dengan BBL 2600 gram, Meninggal saat usaia

5 hari

Hamil ini

Riwayat Operasi :

Operasi SC 1 kali, 6 tahun yang lalu

Riwayat Kontrasepsi:

KB suntik 3 bulan selama 6 tahun namun sudah lepas sejak 2 tahun

Riwayat Alergi :

Alergi obat dan makanan disangkal

Riwayat Kebiasaan :2

Page 3: After Care Patient

Makan teratur, merokok (-), minuman beralkohol (-).

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis (E4,V5,M6)

Tanda Vital :

- TD : 119/80 mmHg - Nadi : 109 kali/menit

- Suhu : 36,5°C - RR : 20 kali/menit

Status Generalis

Kepala : Mesocephal

Mata : Pupil isokor kanan = kiri, CA -/-, SI -/-

Mulut : Bibir kering, pucat, sianosis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks :

Jantung : BJ I & II reguler, gallop (-), murmur (-)

Pulmo : Vesikuler +/+ , wheezing (-), rhonchi (-)

Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat, CRT < 2 detik

Pemeriksaan Obstetri

Leopold I : Bulat lunak

Leopold II : Punggung kiri

Leopold III : Bulat keras

Leopold IV : Divergent

Bundel ring : +

His : (+) namun jarang

TFU : 30 cm

DJJ : 162 kali per menit

VT : Bukaan lengkap , KK (-), sudah masuk PAP

3

Page 4: After Care Patient

D. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal : 15-07-2015 jam 13.00

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hb 10.9 (L) 12.5-15.5 g/dL

Leukosit 9.5 4-10 Ribu

Eritrosit 4.12 3.8-5.4 Juta

Hematokrit 35.8 35-47 %

MCV 86.9 82-98 Mikro m3

MCH 28.9 >=27 Pg

MCHC 33.2 32-36 g/dL

RDW 13.2 10-16 %

Tombosit 220 150-400 Ribu

PDW 14.7 10-18 %

MPV 8.1 7-11 Mikro m3

Limfosit 1.8 1.0-4.5 103/mikro

Monosit 0.4 0.2-1.0 103/mikro

Granulosit 7.2 (H) 2-4 103/mikro

Limfosit % 19.3 (L) 25-40 %

Monosit % 4.6 2-8 %

Granulosit % 76.1 50-80 %

PCT 0.178 0.2-0.5 %

PTT

APTT

INR

10.3

44.0

0,95

9.7-13.1

23.9-39.8

detik

detik

detik

E. Diagnosis Kerja

4

Page 5: After Care Patient

G4P3A0 UK ± 40 minggu dengan ruptur uteri imminens

F. Rencana Tindakan

1. Resusitasi cairan Infus RL 20 tpm

2. Terminasi pro SC cito

G. Prognosis

Quo ad Vitam : dubia

Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

Quo ad Functionam : dubia ad bonam

5

Page 6: After Care Patient

FOLLOW UP

Tanggal S O A P

25 Juli 2015

11.35

Kenceng-kenceng

(+) tapi jarang,

pegal pada

pinggang, keluar

lendir/darah (+),

rembes (-), Mual

(-), sesak (-),

nyeri perut (+),

nyeri kepala (-)

Lahir bayi

perempuan

dengan SC.

BBL : 2500 gram

PB : 45 cm

A/S : 4-5-6

KU/Kes : Baik/CM Vital sign :

TD: 119/80 mmHg

Nadi : 109 bpm

RR : 20 kali per

menit

T: 36,50C

Kepala : CA -/- SI -/-

Leher : pembesaran

KGB (-)

Thorax :

Cor : BJ I,II Reg

Pulmo : SDV +/+

Abdomen : BU (+)

Ekstremitas : dbn

DJJ : 162 kali per

menit

G4P3A0 Hamil

40 minggu

dengan ruptur

uteri iminens

Infus RL 20 tpm

SC CITO

26 Juli 2015 Nyeri pada bekas

jahitan (+). Flatus

(+), nyeri kepala

(-), mual (-),

sesak (-)

KU/Kes : Sakit sedang/CMVital sign :

TD: 110/85 mmHg

Nadi : 90 bpm

RR : 21 kali per

menit

T: 36,20C

Kepala : CA -/- SI -/-

P4A0 post SC

hari 1

Infus RL 20 tpm

Amoxicilin 3x1

Metronidazole 3x1

Inj Ketorolac 1 amp

6

Page 7: After Care Patient

Thorax :

Cor : BJ I,II Reg

Pulmo : SDV +/+

Abdomen : BU (+)

Ekstremitas : dbn

27 Juli 2015 Nyeri bekas

jahitan (+), flatus

(+), mual (-),

sesak (-)

KU/Kes : Sakit sedang/CMVital sign :

TD: 120/81 mmHg

Nadi : 84 bpm

RR : 20 kali per

menit

T: 36,30C

Kepala : CA -/- SI -/-

Leher : pembesaran

KGB (-)

Thorax :

Cor : BJ I,II Reg

Pulmo : SDV +/+

Abdomen : BU (+)

Ekstremitas : dbn

P4A0 post SC

hari 2

Infus RL 20 tpm

Amoxicilin 3x1

Metronidazole 3x1

Inj Ketorolac 1 amp

28 Juli 2015 Nyeri pada bekas

jahitan (+), mual

(-)

KU/Kes : Sakit sedang/CMVital sign :

TD: 120/79 mmHg

Nadi : 94 bpm

RR : 20 kali per

menit

T: 36,70C

Kepala : CA -/- SI -/-

Leher : pembesaran

KGB (-)

Thorax :

Cor : BJ I,II Reg

P3A1 post SC

hari 3

Infus RL 20 tpm

Amoxicilin 3x1

Metronidazole 3x1

Inj Ketorolac 1 amp

7

Page 8: After Care Patient

Pulmo : SDV +/+

Abdomen : BU (+)

Ekstremitas : dbn

H. Laporan Operasi

- Pasien tidur dengan posisi supine dengan spinal anestesia

- Dilakukan tindakan aseptik di medan operasi

- Ditutup dengan doek steril

- Insisi linea mediana

- Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai peritoneum parietal

- Plika vesicouterina dibuka, SBR diiris semilunar

- Bayi lahir perempuan, BBL 2500 gram, PB 45 cm, APGAR score 4-5-6

- Plasenta lahir lengkap

- Bloody angle atau sudut perdarahan dijahit, SBR dijahit interload

- Reperitonealisasi viseral

- Dilakukan reperitoneal parietal

- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis, kulit dijahit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Ruptur Uteri

II.1.1 Definisi

8

Page 9: After Care Patient

Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim pada saat

kehamilan atau dalam persalinan akibat dilampauinya daya regang miometrium,

dengan atau tanpa disertai robeknya peritoneum viseral.

II.1.2 Epidemiologi

Terjadinya ruptur uteri pada seseorang ibu hamil atau sedang bersalin masih

merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian

ibu dan anak karena ruptur uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang

tinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Asia dan

Afrika. Angka ini dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan

masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas

pengangkutan yang memadai dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah

yang cukup juga merupakan faktor yang penting.

Frekwensi ruptur uteri di rumah sakit- rumah sakit besar di Indonesia

berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan. Angka-angka ini sangat tinggi jika

dibandingkan dengan negara-negara maju (antara 1:1250 dan 1:2000 persalinan).

Hal ini disebabkan karena rumah sakit –rumah sakit di Indonesia menampung

banyak kasus darurat dari luar.

II.1.3 Klasifikasi

1. Menurut tingkat robekan :

Ruptur uteri komplit, bila robekan terjadi pada seluruh

lapisan dinding uterus.

Ruptur uteri inkomplit, bila robekan hanya sampai

miometrium, disebut juga dehisensi. Diagnosis pasti ditegakkan dengan

melakukan eksplorasi dinding rongga uterus setelah janin dan plasenta

lahir.

Ruptur uteri imminens, bila baru ada gejala akan terjadi

ruptur. Penderita merasa kesakitan terus menerus baik waktu his maupun

di luar his. Teraba ligamentum rotundum menegang. Teraba cincin

Bandle setinggi pusat. Segmen bawah rahim menipis. Urine kateter

kemerahan.

9

Page 10: After Care Patient

2. Menurut etiologinya:

Ruptur uteri spontan

Bila ruptur uteri terjadi secara spontan pada uterus tanpa parut

(utuh) dan tanpa adanya manipulasi dari penolong. Faktor pokok disini

ialah bahwa persalinan tidak maju karena rintangan, misalnya panggul

sempit, hidrosepalus, janin dalam letak lintang dan sebagainya, sehingga

segmen bawah uterus makin lama makin meregang. Faktor yang

merupakan predisposisi terhadap terjadinya rupture uteri adalah

multiparitas, disini ditengah – tengah miometrium sudah terdapat banyak

jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi

kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan. Oleh

banyak penulis dilaporkan pula bahwa kebiasaan yang dilakukan oleh

dukun – dukun memudahkan timbulnya ruptur uteri. Pada persalinan

yang kurang lancar, dukun – dukun biasanya melakukan tekanan keras

kebawah terus – menerus pada fundus uteri, hal ini dapat menambah

tekanan pada segmen bawah uterus yang sudah meregang dan

mengakibatkan terjadinya ruptur uteri. Pemberian oksitosin dalam dosis

yang terlampau tinggi dan atau atas indikasi yang tidak tepat, bisa pula

menyebabkan ruptur uteri

Ruptur uteri traumatika

Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena

jatuh, kecelakaan seperti tabrakan dan sebagainya. Robekan demikian itu

yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena

rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih

sering terjadi adalah ruptur uteri yang dinamakan ruptur uteri violenta.

Di sini karena distosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan

usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur

uteri. Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang

dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut.

Kemungkinan besar yang lain ialah ketika melakukan embriotomi.

Berhubung dengan itu, setelah tindakan-tindakan tersebut diatas dan juga

setelah ekstraksi dengan cunam yang sukar perlu dilakukan pemeriksaan

10

Page 11: After Care Patient

kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui apakah terjadi ruptur uteri.

Gejala-gejala ruptur uteri violenta tidak berbeda dari ruptur uteri spontan.

Ruptur uteri pada parut uterus

Ruptur uteri demikian ini terdapat paling sering pada parut bekas

seksio sesarea, peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah

dioperasi untuk mengangkat mioma (miomektomi) dan lebih jarang lagi

pada uterus dengan parut karena kerokan yang terlampau dalam. Di

antara parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi ssesudah

seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri daripada

parut bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1. Hal ini

disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai

daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan

lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio bisa

menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan

tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal

yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan

lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah

sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritoneum tidak

ikut serta, sehingga terdapat ruptur uteri inkompleta.

Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteria besar terbuka dan

timbul perdarahan yang untuk sebagian berkumpul di ligamentum latum

dan untuk sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus

dan his kadang-kadang masih ada. Sementara itu penderita merasa nyeri

spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteria besar

luka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan syok, janin dalam

uterus meninggal pula.

3. Menurut waktu terjadinya:

Ruptur Uteri Gravidarum, terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi

pada korpus

11

Page 12: After Care Patient

Ruptur Uteri Durante Partum, terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya

sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.

4. Menurut lokasi:

Korpus uteri, biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami

operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.

Segmen bawah rahim (SBR), biasanya pada partus sulit dan lama (tidak

maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah

ruptur.

Servik uteri, biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forcep atau

versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.

Kolpoporeksis-kolporeksis, robekan-robekan diantara servik dan vagina.

12

Page 13: After Care Patient

II.1.4 Faktor Resiko

Faktor risiko ruptur uteri meliputi riwayat histerotomi sebelumnya (seksio

sesarea, myomektomi, reseksi cornual), trauma (kecelakaan lalu lintas, ekstraksi

forcepal), overdistensi uterus (hidramnion, gemelli, makrosomia), anomali uterus,

plasenta perkreta, choriocarsinoma.

13

Page 14: After Care Patient

II.1.5 Gejala dan Tanda

Gejala yang bisa didapatkan pada pasien dengan ruptur uteri adalah :

Penderita pucat dan perdarahan vaginal

Pada saat terjadi ruptur penderita kesakitan sekali dan merasa ada robekan di

perutnya

Gejala kolaps dan kemudian syok.

Sedangkan tanda yang bisa kita dapatkan pada pemeriksaan adalah :

Penderita pucat

Tachicardi

Perdarahan vaginal

Dapat diraba jelas bagian-bagian janin langsung di bawah dinding perut

14

Page 15: After Care Patient

Perut kembung, kadang-kadang defance muscular dan pada keadaan ini

janin sukar diraba

Dapat ditemukan uterus sebagai benda sebesar kepala bayi di samping

bagian janin

Denyut jantung janin negatif

His berhenti;

Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan

melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR

yang semakin tipis dan teregang

Tanda-tanda adanya cairan bebas dalam kavum peritonii

Pada pemeriksaan vaginal bagian bawah janin tidak teraba lagi atau

teraba tinggi dalam jalan lahir. Kadang robekan dapat diraba, demikian

pula usus pada rongga perut melalui robekan

Pemeriksaan penunjang: laboratorium darah hemoglobin, hematokrit

II.1.6 Ruptur Uteri Komplit dan Ruptur Uteri Imminens

Ruptur uteri komplit dapat terjadi pada akhir kehamilan atau dalam

persalinan yang sebelumnya terdapat riwayat seksio sesarea klasik atau

pembedahan uterus yang ekstensif. Adanya riwayat pembedahan uterus

sebelumnya memberikan korelasi 3:1 dibandingkan tanpa riwayat pembedahan

untuk terjadinya ruptur uteri.

Ruptur uteri imminens, gejala dan tanda-tandanya: penderita gelisah,

pernapasan dan nadi menjadi cepat serta dirasakan nyeri terus menerus di perut

bagian bawah baik ada his maupun di luar his, segmen bawah rahim tegang dan

menipis, lingkaran retraksi (Bandle) meninggi sampai mendekati pusat, urine

kateter berwarna kemerahan, terdapat tanda-tanda gawat janin.

15

Page 16: After Care Patient

II.1.7 Penatalaksanaan

Untuk mencegah timbulnya ruptur uteri pimpinan persalinan harus

dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan

distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan

lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah

rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan.

Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada

kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan

perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa

dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan,

karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.

Bila sudah diagnosa dugaan ruptur uteri sudah ditegakkan maka tindakan

yang harus diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi

cairan dan persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan

rujukan ke sarana fasilitas yang lebih lengkap.

Sebagai bentuk tindakan definitif maka bila robekan melintang dan tidak

mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ; namun

bila robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian

yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi

Histerektomi dianjurkan pada pasien yang sudah cukup anak, sedangkan

yang masih ingin hamil dilakukan repair uterus. Pemberian antibiotika diperlukan

pada kasus risiko infeksi. Tidak disebutkan jenis antibiotika tertentu yang

dianjurkan di sini.

Angka kematian maternal akibat ruptur uteri mencapai 4,2%, sedangkan

angka kematian perinatal mencapai 46%. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:

perdarahan, syok, infeksi postoperasi, kerusakan ureteral, tromboflebitis, emboli

air ketuban, DIC (disseminated intravascular coagulation), dan kematian.

16

Page 17: After Care Patient

SKEMA PENATALAKSANAAN RUPTUR UTERI

Ruptura uteri

Imminens Inkomplit Komplit

Kepala Kepala Tepi luka Luka compang-

belum masuk sudah masuk lurus/baik camping

Janin hidup Janin mati Laparatomi

histerorafi

Ekstraksi forsep Embriotomi

Histerorafi Amputasi uteri/

histerektomi total

Bedah sesarea Cukup anak Tubektomi

17

KU jelek KU baik

Page 18: After Care Patient

II.1.8 Prognosis

Angka mortalitas yang ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar dari

50 hingga 75%, tetapi jika janin masih hidup pada saat terjadinya peristiwa

tersebut, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin adalah dengan

persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi, kalau tidak

keadaan hipoksia baik sebagai keadaan terlepasnya plasenta ataupun hipovolemi

maternal tidak akan terhindari, jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita

akan meninggal karena perdarahan atau mungkin pula karena infeksi yang terjadi

kemudian, kendati penyembuhan spontan pernah juga ditemukan pada kasus yang

luar biasa.

Diagnosa cepat, tindakan operasi segera, ketersediaan darah dalam jumlah

besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat

besar bagi wanita dengan ruptur pada uterus yang hamil.

18

Page 19: After Care Patient

BAB III

AFTER CARE PATIENT

III.1 Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga

III.1.1 Fungsi Biologik

Pasien adalah seorang perempuan, berusia 37 tahun. Pasien post partum

dengan SC atas indikasi ruptur uteri imminens, pasien tidak memiliki gangguan

pada fungsi biologiknya.

III.1.2 Fungsi Psikologik

Hubungan pasien dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya baik.

III.1.3 Fungsi Ekonomi

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Penghasilan keluarga pasien

berasal dari suami pasien yang bekerja sebagai pegawai pabrik. Kondisi ekonomi

pasien termasuk golongan bawah.

III.1.4 Fungsi Pendidikan

Pendidikan terakhir pasien adalah SMP sedangkan pendidikan terakhir

suami pasien adalah SMA.

III.1.5 Fungsi Religius

Pasien dan keluarganya adalah seorang muslim, dan menjalankan ibadah

sesuai dengan agamanya. Pasien juga sering mengikuti pengajian yang diadakan

oleh lingkungan rumahnya.

III.1.6 Fungsi Sosial dan Budaya

Kedudukan pasien dalam lingkungan sosial budaya adalah sebagai warga

negara yang baik. Pasien tetap menjalin hubungan baik dengan warga lingkungan

sekitarnya dan mampu bersosialisai dengan baik. Sesekali pasien mengikuti arisan

yang diselenggarakan oleh ibu-ibu sekitar rumahnya.

19

Page 20: After Care Patient

III.1.7 Pola Konsumsi Makanan Pasien

Frekuensi makan pasien dan keluarga sehari-hari, cukup untuk memenuhi

kebutuhan gizi. Pasien tidak memiliki masalah dalam mencukupi kebutuhan gizi

dirinya sehari-hari.

III.2 Rencana Pembinaan Keluarga

III.2.1 Terhadap Pasien

a. Edukasi pasien tentang pemberian ASI eksklusif, vaksinasi dasar,

dan perawatan bayi baru lahir.

b. Melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik sederhana untuk

melihat perkembangan kesembuhan pasien dan bayinya.

III.2.2 Terhadap Keluarga

a. Memberikan motivasi dan edukasi mengenai pemberian ASI

eksklusif, vaksinasi dasar, dan perawatan bayi baru lahir sehingga

seluruh keluarga dapat mengerti sepenuhnya dan dapat saling

mengingatkan.

III.3. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Pasien

dan Bayinya

III.3.1 Faktor Perilaku

Pasien sudah cukup memahami mengenai perawatan ibu post partum.

Setelah pulang, pasien melakukan follow up ke RSUD Ambarawa hingga saat ini

sebanyak 2 kali, untuk melakukan lepas jahitan pada kontrol pertama, dan kontrol

kedua untuk ganti perban. Pasien akif bertanya mengenai kondisi jahitan post

operasi apakah sudah kering ataua belum. Pasien juga melakukan breast care

dengan baik, 1-2 hari post partum pasien melakukan pemijatan dan pengurutan di

sekitar areola, setiap harinya pasien memakai bra yang menyerap keringat, setiap

habis mandi pasien membersihkan kedua puting dengan air hangat.

Pasien sudah paham benar akan pentingnya pemberian ASI eksklusif.

Anak – anak pasien sebelumnya pun diberi ASI eksklusif semua.

Berat badan bayinya saat ini adalah 2800 gram, keadaannya sehat.

Menetek kuat dan aktif.

20

Page 21: After Care Patient

III.3.2 Faktor Non-Perilaku

Sarana kesehatan cukup mudah dijangkau oleh pasien. Akses transportasi

untuk mencapai tempat-tempat tertentu dinilai mudah.

21

Page 22: After Care Patient

DAFTAR PUSTAKA

ACOG. Vaginal birth after previous cesarean delivery. ACOG practice bulletin

no. 54. Washington, DC: American College of Obstetricians and

Gynecologists;2004.

Cuningham FG, Gary NF, 2001. Ruptur Uteri, Obstetri Williams Edisi 21. EGC.

Jakarta : 716, 876

Gyamfi C, Juhasz G, Gyamfi P, Blumenfeld Y, Stone JL. Single- versus

double-layer uterine incision closure and uterine rupture. J Matern Fetal

Neonatal Med. Oct 2006;19(10):639-43.

Kayani SI, Alfirevic Z. Uterine rupture after induction of labour in women with

previous caesarean section. BJOG. Apr 2005;112(4):451-5.

Klein GH. Vaginal Birth after Cesarean Delivery: An admission Scoring System.

Obgyn.net journal review. Obstet Gynecol 1997;90:907-10.

http://www.obgyn.net/jr/review17.htm

Lim AC, et al.Pregnancy after uterine rupture: a report of 5 cases and a review

of the literature.Obstet Gynecol Surv.2005 ;60(9):613-7

Locatelli A, Regalia AL, Ghidini A, et al. Risks of induction of labour in women

with a uterine scar from previous low transverse caesarean section. BJOG.

Dec 2004;111(12):1394-9.

Macones GA, Cahill A, Pare E, et al. Obstetric outcomes in women with two

prior cesarean deliveries: is vaginal birth after cesarean delivery a viable

option?. Am J Obstet Gynecol. Apr 2005;192(4):1223-8; discussion 1228-9.

Walsh CA, O’Sullivan RJ, Foley ME (2006). “Unexplained prelabor uterine

rupture in a term primigravida”. Obstetrics and gynecology 108 (3 Pt 2):

725–7.

22