administrasi negara
-
Upload
ecep-guntur-alam -
Category
Documents
-
view
59 -
download
0
Transcript of administrasi negara
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah sebuah negara hukum, hal tersebut telah ditegaskan dalam pasal 1 ayat
(3) UUD 1945. Dalam sebuah negara hukum terdapat pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi
manusia yang secara tegas dilindungi oleh konstitusi. Tujuan dari hukum adalah untuk menjamin
adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu hukum bertujuan mengatur masyarakat
agar bertindak tertib dalam pergaulan hidup secara damai, menjaga agar masyarakat tidak
bertindak anarki dengan main hakim sendiri dan menjamin keadilan bagi setiap orang akan hak-
haknya sehinggga tercipta masyarakat yang teratur, bahagia, dan damai1.
Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia
adalah melundungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk
mencapai tujuan tersebut pemerintah berupaya secara maksimal untuk memberikan perlindungan
terhadap seluruh warga negara dalam berbagai bidang kehidupan. Selain tujuan tersebut,
pemerintah juga berkewajiban melaksanakan pembagunan diberbagai bidang dalam rangka
mewujudkan kesejahterahan nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang ditujukan sebagai upaya yang
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan pembangunan dalam bidang kesehatan.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dibentuk untuk menggantikan
Undang-Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan yang dianggap telah usang
dan tidak lagi memenuhi kebutuhan akan pengaturan tentang kesehatan pada era dimana
kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi kedokteran telah maju demikian peastnya. Dalam
bagian pertimbangan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dikatakan bahwa
pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan, yang besar artinya
bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal bagi
pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
1 Hukum dan Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia)
1
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia2. Berkaitan dengan hal
tersebut, pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan program dalam rangka memberikan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan memuaskan kepada masyarakat yang
memberikan perlindungan hukum, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Undang-undang tersebut diharapkan memberikan
perlindungan kepada masyarakat, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan, dan
memberikan kepastian hukum.
Dalam undang-undang No. 29 Tahun 2004 dikatakan bahwa Surat izin praktik adalah
bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter yang akan menjalankan praktik
kedokteran setelah memenuhi persyaratan3. Berkaitan dengan masalah malpraktek, instrument
perizinan yang diatur dalam hukum administrasi negara mempunyai hubungan dengan timbulnya
perbuatan malpraktek administrasi.
Pelayanan kesehatan merupakan suatu hubungan hukum antara pasien dan dokter.
Hubungan tersebut yang menimbulkan pasien sepenuhnya percaya terhadap nasehat dan
pengobatan yang dilakukan dokter. Menurut seran, hubungan dokter dan pasien merupakan suatu
hubungan yang didasarkan pada transaksi terapeutikyang sifatnya unik. Keunikan dari hubungan
tersebut yakni bahwa disamping hukum, unsur kepercayaan menjadi landasan terciptanya upaya
penyembuhan oleh dokter terhadap pasien, sehingga melibatkan aspek etis dan moral.
Dengan keadaan pasien yang percaya sepenuhnya terhadap pelayan medis (dokter), membuat
pasien berada dalam ketidakmampuan untuk menilai secara objektif mengenai peran dan
kewajiban dokter sesuai dengan tuntutan ilmu pengetahuan kedokteran dan keahlian di dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
Bukan saja hal tersebut, pengaruh mengenai semakin majunya alat-alat kesehatan seperti
peralatan diagnose dan terapeutik menyebabkan tidak diperlukannya penanganan langsung oleh
dokter. Karena pelayan medis (dokter) mempercayakan sepenuhnya kepada peralatan tersebut
sehingga dokter terkesan lalai dalam menjalankan tugasnya. Realita di lapangan, memang
2 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan3 Pasal 1, Undang-Undang No. 29 Tahun 2004
2
peralatan maju dapat mengetahui (diagnose) sampai pada batasan yang tidak dibayangkan oleh
manusia. Kendati demikian alat-alat tersebut tidak mampu menyelesaikan problema pasien,
bahkan alat tersebut membuat efek samping bagi pasien seperti cacat total, bahkan sampai
kematian.
Hal ini mengharuskan pelayan medis (dokter) harus menjalankan tugasnya dengan baik,
bukan hanya mengandalkan alat-alat kesehatan. Karena diagnosis (penentuan penyakit)
merupakan suatu seni tersendiri yang memerlukan imajinasi dalam mendengarkan keluhan-
keluhan yang disampaikan pasien dan memerlukan pengamatan yang intensif.
Dengan adanya diagnosis, pelayan medis (dokter) berkewajiban untuk menyampaikan
informasi-informasi dan selanjutnya pasien menyampaikan informasi-informasi dan selanjutnya
pasien menyampaikan kehendaknya untuk menyetujui atau menolak tindakan medis tersebut.
Hal ini dibutuhkan persetujuan yang harus dipahami oleh pasien, karena kebanyakan pasien
awam tentang informed consent. Dan adapun pelayan medis (dokter) enggan untuk
menyampaikan informasi-informasi yang seharusnya menjadi kewajibannya.
3
BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM DAN HUKUM KESEHATAN
A. KONSEP PERLINDUNGAN HUKUM
Eksistensi hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan seluruh anggota masyarakat. Pengaturan
kepentingan-kepentingan ini seharusnya didasarkan pada keseimbangan antara memberi
kebebasan kepada individu dan melindungi kepentingan masyarakat. Tatanan yang diciptakan
hukum baru menjadi kenyataan manakala subyek hukum diberi hak dan kewajiban. Sudikno
Mertokusumo menyatakan bahwa hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan kaidah atau
peraturan, melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang
tercermin dalam kewajiban pada pihak lawan, hak dan kewajiban inlah yang diberikan oleh
hukum.
Secara leksikal, perlindungan diartikan sebagai tempat berlindung, hal atau perbuatan,
memperlindungi. Perlindungan diartikan sebagai perbuatan memberi jaminan atau keamanan,
ketentraman, kesejahteraan dan kedamaian dari pelindung kepada yang dilindungi atas segala
bahaya atau resiko yang mengancamnya. Perlindungan hukum menurut pendapat Phillipus
Hadjon ada dua bentuk perlindungan hukum bagi rakyat yaitu: Pertama, perlindungan hukum
Preventif artinya rakyat diberi kesempatan mengajukan pendapatnya sebelum keputusan
pemerintah mendapat bentuk yang definitif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa.
Kedua, perlindungan hukum represif yang bertujuan menyelesaikan sengketa.
Dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dalam Pasal 1
disebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sedangkan konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dalam hal ini, dapat dimasukkan pasien sebagai konsumen karena pasien menggunakan jasa
medis. Perlindungan pasien dapat diartikan sebagai perlindungan konsumen yang dasar
hukumnya sudah jelas.
4
B. PENGERTIAN HUKUM KESEHATAN
Perkembangan hukum disuatu negara tidak dapat dilepaskan dari sistem hukum yang
dianut di negara tersebut. Baik di negara yang menganut sistem hukum Civil Law maupun di
negara yang menganut sistem hukum Common Law, hukum kedokteran mempunyai fokus kajian
yang sama yaitu pasien. Pemakaian istilah pada bidang kajian yang mempelajari aspek hukum
yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan. Menurut
Pendapat H.J.J. Leenen: Hukum kesehatan meliputi semua ketentuan yang langsung
berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan hukum perdata, hukum pidana dan
hukum administrasi dalam hubungan tersebut. Demikian pula dengan penerapan pedoman
internasional, hukum kebiasaan dan jurisprudensi yang berkaitan dengan pemeliharaan
kesehatan, hukum otonom, ilmu, literatur, menjadi sumber hukum kesehatan.
Sedangkan Anggaran Dasar PERHUKI ( Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia )
menyebutkan bahwa hukum kesehatan adalah: Semua ketentuan hukum yang berhubungan
langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan dan penerapan hak dan kewajiban baik
perseorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun
dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman-
pedoman medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum
lainnya;Sedangkan yang dimaksud dengan hukum kedokteran adalah bagian dari hukum
kesehatan yang menyangkut pelayanan medis.
5
BAB III
TINJAUAN YURIDIS KODE ETIK KEDOKTERAN
DAN HUKUM INFORMED CONSENT
DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk
Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada
waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah
dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah
Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-
kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.
World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menghasilkan
sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran
Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap
sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat
dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-
prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat
keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu
keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam
perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman
bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman
dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti
autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak
membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan
tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian
profesi).
6
Beberapa tahun terakhir ini sering kita dengar dan dibahas tentang praktik tenaga
kesehatan baik itu dokter atau bidan yang melakukan pelanggaran dan kesalahan dalam
melakukan tindakan medis yang harus diambil terhadap pasien. Sering juga kita mendengar
pasien yang menjadi cacat dan bahkan meninggal dunia setelah ditangani oleh dokter atau
petugas kesehatan yang lain. kemudian polemik yang muncul adalah bahwa petugas kesehatan
melakukan kesalahan prosedur dalam tindakan medis yang seharusnya dilakukan dan atau tidak
dilakukan.
Oleh sebab itu, masyarakat terutama yang terkena kasus atau yang keluarganya terkena
kasus tersebut mengajukan tuntutan hukum. Fenomena semacam ini adalah bagus kalau
dilakukan secara proporsional. Sebab fenomena ini menunjukkan meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap hukum kesehatan. Di samping itu, fenomena ini juga menunjukan adanya
kesadaran masyarakat, terutama pasien tentang hak-haknya, atau hak-hak pasien.4
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, kebutuhan manusia untuk mendapatkan
kesehatan juga semakin meningkat. Pada saat seorang pasien menyatakan kehendaknya untuk
menceritakan riwayat penyakitnya kepada dokter. Dan dokter menyatakan kehendaknya untuk
mendengar keluhan pasien, maka telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak. Kedatangan
pasien ke tempat praktek dokter, rumah sakit, atau klinik dapat ditafsirkan sebagai usaha
mengajukan penawaran kepada dokter untuk diminta pertolongan dalam mengatasi keluhan yang
dideritanya. Begitu pula sebaliknya, dokter juga akan melakukan pelayanan medis berupa
rangkaian tindakan yang meliputi diagnose dan tindakan medik. Hubungan hukum ini
selanjutnya disebut transaksi, yang dalam hukum perdata disebut perjanjian. Hubungan pasien
dan Rumah Sakit selain berbentuk sebagai ikatan atau hubungan medik, juga berbentuk ikatan
atau hubungan hukum. Sebagai hubungan medic, maka hubungan ini akan diatur oleh kaidah-
kaidah medik. Sebagai hubungan hukum, maka hubungan itu akan diatur oleh kaidah-kaidah
hukum.
Hubungan dokter dengan pasien merupakan hubungan terapeutik, yang dalam hukum
dikatakan suatu perjanjian melakukan jasa-jasa tertentu. Dengan adanya perjanjian ini
dimaksudkan mendapatkan hasil dari tujuan tertentu yang diharapkan pasien. Status legal dari
seorang dokter dalam menjalankan profesinya dengan praktek merupakan masalah yang sangat
kompleks. Jika ditinjau dari segi hukum medik, maka hubungan antara dokter dan pasien dapat
4 Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan, penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 166.
7
dimasukkan dalam golongan kontrak. Suatu kontrak adalah pertemuan pikiran (meeting of
minds) dari dua orang mengenai suatu hal (sollis). Pihak pertama mengikatkan diri untuk
memberikan pelayanan sedangkan yang kedua menerima pemberian pelayanan.
Hubungan antara dokter dengan pasien pada umumnya merupakan hubungan kontrak
yang terjadi dalam pengaturan hukum perdata, misalnya pada perjanjian jual beli, yakni bahwa
hubungan kontrak antara kedua belah pihak dilakukan dengan legal untuk memutuskan suatu
sikap yang telah disetujui bersama. Dalam melakukan terapi antara dokter terhadap pasien secara
langsung terjadi ikatan kontrak. Pasien ingin diobati dan dokter setuju untuk mengobati. Untuk
perjanjian kontrak yang valid harus ada pengertian dan kerjasama dari pihak-pihak yang terlibat
dalam perjanjian tersebut. Pasien berhak untuk menolak pemeriksaan, menunda persetujuan dan
bahkan membatalkan persetujuan. Apabila pasien menolak untuk dilakukan tindakan medis,
maka dokter wajib memberikan informasi mengenai baik buruknya tindakan tersebut bagi pasien
tersebut berdasarkan saling percaya mempercayai satu sama lain.
Dalam hubungan antara dokter dengan pasien, timbul perikatan usaha
(inspanningsverbintenis) dimana dokter berjanji memberikan “prestasi” berupa usaha
penyembuhan yang sebaik-baiknya dan pasien selain melakukan pembayaran, ia juga wajib
memberikan informasi secara benasr atau mematuhi nasihat dokter sebagai “kontra-prestasi”.
Disebut perikatan usaha didasarkan atas kewajiban untuk berusaha. Dokter darus berusaha segala
daya agar usahanya dapat menyembuhkan penyakit pasien. Hal ini berbeda dengan kewajiban
yang didasarkan karena hasil/ resultaat pada perikatan hasil (Resultaatverbintenis), dimana
prestasi yang diberikan dokter tidak diukur dengan apa yang telah dihasilkannya, melainkan ia
harus mengarahkan segala kemampuannya bagi pasien dengan penuh perhatian sesuai standar
profesi medis.
Selanjutnya dari hubungan hukum yang terjadi ini timbullah hak dan kewajiban bagi
pasien dan dokter. Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya
tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Pesetujuan ini bisa dalam bentuk lisan
maupun tertulis. Pada hakikatnya informed consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter
dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien.
Penandatanganan Formulir informed consent secara atertulis hanya merupakan pengukuhan atas
apa yang telah disepakati sebelumnya. Tujuan penjelasan yang lengkap adalah agar pasien
menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri (informed decisión). Karena
8
itu, pasien juga berhak untuk menolak tindakan medis yang dianjurkan. Pasien juga berhak untuk
meminta pendapat dokter lain (second opinión), dan dokter yang merawatnya. Formulir informed
consent ini juga merupakan suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam arsip rekam medis
pasien yang bisa dijadikan sebagai alat bukti bahwa telah terjadi kontrak terapeutik antara dokter
dengan pasien. Pembuktian tentang adanya kontrak terapeutik dapat dilakukan pasien dengan
mengajukan arsip rekam medis atau dengan persetujuan tindakan medis (informed consent) yang
diberikan oleh pasien.
Persetujuan tindakan medik (pertindik) atau biasa dikenal dengan istilah asing informed
consent adalah suatu izin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan secara bebas, sadara
dan rasional setelah memperoleh informasi yang, lengkap, valid dan akurat yang dipahami dari
dokter tentang keadaan penyakitnya serta tindakan medis yang diperolehnya.5
Adapun informasi yang perlu diberikan dan dijelaskan dengan kata-kata sederhana yang
dimengerti oleh pasien atau keluarganya meliputi:6
1. Resiko yang melekat (Inherent) pada tindakan tersebut
2. Kemungkinan timbulnya efek samping
3. Alternatif lain (jika ada) selain tindakan yang diusulkan
4. Kemungkinan yang terjadi jika tindakan itu tidak dilakukan
Pertindik/ Informed consent diatur dalam permenkes RI No. 585/Menkes/Per/ IX/ 1989
tanggal 02 Desember 1989 (Selanjutnya disebut permenkes tentang pertindik). Pertindik dirinci
lebih lanjut dalam SK Dirjen Yan Dik No. HK.00.06.6.5.1866 tahun 1999 tentang pedoman
persetujuan tindakan medik (informed consent) ditetapkan 21 April 1999 (selanjutnya disebut
pedoman pertindik).7
Bentuk persetujuan tindakan medis pada umumnya telah disusun sedemikian rupa
sehingga pihak dokter dan Rumah Sakit tinggal mengisi kolom yang disediakan. Untuk itu
setelah menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien. Sebelum ditandatangani, sebaiknya surat
tersebut dibaca sendiri atau dibacakan oleh yang hadir terlebih dahulu. Pasien seharusnya
diberikan waktu yang cukup untuk menandatangani persetujuan dimaksud.
5 Y.A. Triana Ohoiwutan. Bunga Rampai Hukum Kedokteran, penerbit Banyumedia Publishing, 2008, hlm. 37.6 Ibid. hlm. 387 Ibid, hlm. 37.
9
DAFTAR PUSTAKA
- Hukum dan Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik
Indonesia)
- Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan, penerbit Rineka Cipta, Jakarta,
2010
- Y.A. Triana Ohoiwutan. Bunga Rampai Hukum Kedokteran, penerbit Banyumedia
Publishing, 2008,
- http://aswinsh.wordpress.com/2009/01/06/informed-consent-suatu-tinjauan-hukum/
diakses tgl 9 desember 2009
- http://www.ajrc-aceh.org, Edisi Monday, 18/05/2009-13;41 WIB
- http://www.research.umn.edu/consent/mod1soc/mod1sec4.html diakses 9 desember 2009
10