analisis administrasi negara
-
Upload
herfina-tedjoo-w -
Category
Documents
-
view
93 -
download
11
description
Transcript of analisis administrasi negara
Analisis Administrasi Negara
( SON491)
Disusun Oleh :
Herfina Tedjo Warsito 071211132025
S1 Ilmu Administrasi Negara
Departemen Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Airlangga
Surabaya
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada awalnya Indonesia menganut sistem pemerintahan sentralistis
yang berlangsung pada jaman pemerintahan Soeharto dimana segala hal mengenai
penyelenggaraan pemerintahan dijalankan secara terpusat. Adanya sistem
pemerintahan terpusat mengakibatkan sistem pemerintahan yang seragam dan
tidak bervariasi. Kemudian dengan adanya sistem pemerintahan terpusat juga
membuat pemerintah daerah harus ‘menunggu’ terlebih dahulu instruksi dari
pemerintah pusat untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
Seiring berjalannya waktu, setelah sistem pemerintahan sentralistis
digantikan dengan sistem pemerintahan desentralistis, seluruh kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan menjadi tanggung jawab dari pemerintah daerah
dan dilaksanakan secara mandiri dengan adanya pengawasan oleh pemerintah
pusat.
Sistem pemerintahan desentralistis memiliki beberapa aspek positif,
antara lain, membuat tiap-tiap pemerintah daerah berlomba-lomba untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran daerahnya. Masing-masing daerah
diberi hak untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya guna mewujudkan
efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta
pelayanan publik pada masyarakat. Penyerahan urusan yang lebih besar kepada
pemerintah daerah, selain memberikan kewenangan yang lebih besar, sekaligus
2
juga memberikan implikasi terhadap makin besarnya beban tugas yang harus
ditanggung oleh pemerintah daerah.
Melalui desentralisasi, pemerintah daerah tidak hanya mampu
merespon kebutuhan-kebutuhan warga, tetapi juga mampu mendorong warga
untuk memiliki kemauan untuk membayar (willingness to pay for services)
pelayanan publik yang sesuai dengan keinginan mereka; serta mendorong warga
agar memiliki kemauan untuk mempertahankan pelayanan publik yang telah
diberikan (maintain services that match their demands) utamanya jika mereka
telah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan untuk penyediaan pelayanan
publik tersebut.1
Sejak digulirkannya otonomi daerah dan sistem pemerintahan
desentralistis, banyak sekali pemerintah daerah yang telah melakukan berbagai
pembaharuan dalam pelayanan publik. Pembaharuan dalam pelayanan publik
dilakukan karena berbagai macam alasan, yaitu, bertujuan untuk meningkatkan
kepuasan warga sebagai pelanggan (customer satisfaction), adanya peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), juga sebagai terobosan dalam reformasi birokrasi
menuju ke arah yang lebih baik.
Seiring dengan pesatnya arus globalisasi yang semakin meluas
diberbagai negara dan juga merambah ke Indonesia, bersamaan dengan gencarnya
tuntutan dari masyarakat pada berbagai proses penyelenggaraan pelayanan publik
1 Agus, Pramusinto,. Inovasi-Inovasi Pelayanan Publik Untuk Pengembangan Ekonomi Lokal: Pengalaman Beberapa Daerah. Makalah Tidak Diterbitkan (Makalah disampaikan dalam Seminar Lokakarya Nasional “Perda dalam Pencapaian Tujuan Otonomi Daerah:Meningkatkan Akses dan Partisipasi Publik dalam Menelaah Perda untuk Menjamin Transparansi dan Akuntabilitas Pengimplementasian Perda”, 26-27 Juli 2006 (Online), Hlm. 2-3
3
menuju ke arah yang lebih baik, membuat pemerintah daerah untuk menghasilkan
inovasi-inovasi terbaru dalam hal pelayanan publik.
Inovasi-inovasi tersebut dihasilkan dalam berbagai macam bidang,
yaitu antara lain, bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan segala macam bidang
yang terkait dengan pengadministrasian yang fokus pada urusan birokrasi
pemerintah. Tujuan adanya inovasi-inovasi tersebut biasanya cenderung untuk
memudahkan proses pengurusan hal yang terkait dengan birokrasi dan bersifat
praktis, cepat, efisien, dan efektif.
Dari tahun ke tahun, inovasi-inovasi yang lahir dalam ranah publik makin
banyak, apalagi semenjak adanya peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 2014 mengenai Pedoman Inovasi Pelayanan Publik. Munculnya
peraturan menteri tersebut dilatarbelakangi oleh adanya tuntutan dari pelaksanaan
reformasi birokrasi yang dapat dicapai salah satunya adalah dengan peningkatan
pelayanan publik.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam memperbaiki
regulasi pelayanan, mempercepat dan mempermudah proses dan mekanisme
pelayanan serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia sebagai aparatur
pelayanan. Namun upaya perbaikan tersebut sampai saat ini belum sesuai dengan
harapan masyarakat. Menghadapi kondisi yang demikian, maka masih perlu
dilakukan upaya percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik dengan
mendorong tumbuhnya model-model pelayanan yang inovatif yang dapat
4
menginspirasi, menjadi contoh, dan dapat ditransfer/ditiru melalui transfer
pengetahuan dan pengalaman.2
Dengan adanya model-model inovasi pelayanan terbaru, maka akan
mendorong pemerintah daerah untuk menjadi unit teknis yang lebih kreatif dan
inovatif. Disamping itu, peran pemerintah daerah yang telah melahirkan inovasi-
inovasi terbaru dapat diapresiasi dan mendapatkan pengakuan terhadap inovasi
yang telah dibuat, juga memotivasi pemerintah daerah lainnya untuk berbuat hal
yang serupa walaupun tidak sama (perlu dimodifikasi).
Agar dorongan dalam melahirkan berbagai macam inovasi pelayanan
publik lebih kuat, maka perlu dibangun budaya minimal satu inovasi setiap
tahunnya yang dikembangkan oleh setiap Kementerian/Lembaga dan pemerintah
daerah (program One Agency, One Innovation) melalui kerjasama jaringan kerja
pengembangan inovasi pelayanan publik, diantaranya dengan melakukan
kompetisi inovasi pelayanan publik dan pemberian penghargaan inovasi
pelayanan publik (Peraturan Menteri PAN-RB).
Pengembangan inovasi pelayanan publik dilakukan dalam kesatuan sistem,
sehingga pengembangan inovasi yang dilakukan secara terus menerus dan
berkelanjutan transfer pengetahuan dari unit yang satu kepada unit pelayanan
publik yang lain. Dalam rangka menjamin hal tersebut perlu mendapat payung
hukum berupa Peraturan Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi.3
2 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Pedoman Inovasi Pelayanan Publik, Hlm. 13 Ibid. Hlm. 1-2
5
Salah satu sebab lahirnya inovasi pelayanan publik sendiri adalah
untuk mewujudkan adanya good governance pada suatu pemerintahan daerah.
Good governance sebagai sebuah konsep dan gerakan memiliki dimensi yang
banyak dan area yang sangat luas. Sebagai sebuah konsep baru, governance
juga sering dipahami secara berbeda serta memiliki ciri dan indikator yang
banyak dan bervariasi tergantung cara pandang yang digunakan. Kondisi
seperti inilah yang sedikit banyak akan mempersulit upaya untuk
mempercepat pengembangan good governance (Agus, 2006).
Namun segala kebingungan mengenai konsep governance serta pro
dan kontra mengenai aspek-aspek governance, upaya-upaya konkret menuju
good governance haruslah segera dilaksanakan. Prioritas harus segera dipilih
karena tidak mungkin untuk melakukan seluruh tindakan secara bersamaan.
Waktu, tenaga, anggaran, dan sumber daya lainnya sangatlah terbatas dalam
perwujudan good governance. Namun, aksi konkret dari pemerintah harus
segera dilaksanakan4 dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah
dengan membuat suatu inovasi baru dan menggunakan inovasi tersebut.
Dari tahun ke tahun, telah dilahirkan berbagai macam inovasi
pelayanan publik. Salah satu contohnya yaitu Kabupaten Jembrana. Kabupaten
Jembrana sering disebut sebagai juara yang mempelopori pendidikan dan
kesehatan gratis. Sejak tahun 2001 Jembrana menyediakan pelayanan publik
yang terjangkau dan merata bagi rakyat, misalnya melalui skema “sekolah
gratis” dan “kesehatan gratis”. Sejak tahun 2003, Jembrana melakukan relokasi
subsidi kesehatan, yakni mengalihkan subsidi yang semula diberikan untuk 4 Agus Dwiyanto (ed), Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, 2006, Hlm. 41
6
biaya obat-obatan RSUD dan Puskesmas, kemudian digunakan untuk
membayar premi (iuran) asuransi bagi seluruh rakyat. Untuk mendanai sekolah
gratis, Jembrana telah mensubsidi Rp. 14,7 miliar, atau hampir Rp. 3,7 miliar
per tahun, dalam kurun waktu 2001-2004. Sejak tahun 2003 Jembrana juga
menyediakan beasiswa untuk siswa sekolah swasta yang membutuhkan.
Selain Jembrana, juga ada Purbalingga, yang memang belum banyak
terdengar suaranya dalam hal inovasi pelayanan. Purbalingga melakukan
inovasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dengan
mengusung empat program utama : Program Stimulan Pemugaran Rumah
Keluarga Miskin (PSPR Gakin); Program Padat Karya Pangan (PPPP);
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, serta Alokasi Dana Desa
(ADD).5
Praktik inovasi dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintah di
Indonesia memang telah diungkapkan dalam sejumlah literatur. Beberapa
daerah yang sering menjadi rujukan best practices penerapan inovasi antara
lain adalah provinsi Gorontalo, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Jembrana.6
Menilik kinerja ketiga daerah tersebut, terbukti bahwa inovasi sangat
diperlukan bagi birokrasi pemerintah dalam proses reformasi.
Tidak berhenti pada beberapa daerah tersebut, baru-baru ini dalam
suatu kompetisi inovasi pelayanan publik yang dihelat oleh Kementerian PAN-
RB, berbagai macam daerah di seluruh Indonesia juga telah diapresiasi dengan
5 Andhyka Muttaqin,. Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik;Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Universitas Brawijaya, Vol. 2, No 1, Januari-Juni 2011 (Online). Hlm. 1986 Ibid. Hlm. 199
7
diterbitkannya buku Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2014. Salah satu
daerah yang menyabet beberapa penghargaan dari kompetisi tersebut adalah
kota Surabaya.
Beberapa inovasi pelayanan publik kota Surabaya yang telah
diapresiasi adalah Media Center milik pemerintah kota Surabaya, Rapor Online
Kota Surabaya, Government Resources Management System (GRMS) Sistem
Informasi Manajemen Sumber Daya Pemerintahan Kota Surabaya, Surabaya
Single Window (SSW) Kota Surabaya, E-Health Kota Surabaya, dan Try Out
Online Kota Surabaya. Dengan adanya beberapa penghargaan yang diperoleh
kota Surabaya dalam kompetisi inovasi pelayanan publik ini membuktikan
bahwa pemerintah kota Surabaya adalah unit pemerintah yang kreatif, inovatif,
dan kapabel dalam mengelola inovasi tersebut.
Salah satu inovasi pelayanan publik di Kota Surabaya yang telah
berjalan dari tahun 2014 hingga memasuki tahun 2015 ini adalah E-Kios atau
juga bisa disebut Kios Pelayanan Publik. E-Kios ini dilengkapi dengan layar
touch screen, keyboard, printer, serta aplikasi ini dilengkapi dengan bahasa
Jawa dan bahasa Madura. Inovasi pelayanan publik ini terdiri dari tiga menu
utama dengan peruntukan yang berbeda. Tiga menu tersebut yakni adalah
Surabaya Single Window (SSW) untuk urusan perizinan, E-Lampid (layanan
akta kelahiran-kematian-pindah-datang) untuk administrasi kependudukan, dan
E-health untuk layanan kesehatan.
Kios Pelayanan Publik tersebut dapat diakses di ratusan titik di wilayah
Surabaya, seperti di kantor kelurahan, kantor kecamatan, puskesmas dan kantor
8
SKPD Pemerintah Kota Surabaya. Masyarakat sudah tidak perlu repot-repot lagi
untuk mengantri di loket dinas terkait untuk mengurus registrasi karena bisa
mengakses menu registrasi tersebut di kantor kelurahan, kecamatan, ataupun
puskesmas terdekat di rumahnya.7
Sayangnya dalam implementasi inovasi E-Kios tersebut nyatanya telah
ditemukan beberapa kendala teknis, seperti kutipan berita yang dilansir dari artikel
Jawa Pos dalam bentuk olahan tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Tabel Masalah Implementasi E-KiosMasalah-masalah pelaksanaan E-Kios Lokasi E-Kios
Masalah pada mesin E-Kios; layar bergerak tidak menentu, menu layanan tidak bisa dilihat, mesin ngadat
Kelurahan Karah, Surabaya
Kesalahan database. Data pendaftar layanan masuk ke database kelurahan lain
Kelurahan Manyar Sabrangan, Surabaya
Jaringan internet yang lambat dan tidak stabil
Kelurahan Gunung Anyar Tambak
Jaringan internet belum tersambung Kecamatan SawahanTerdapat gangguan sistem pada touchscreen, layar sentuh hang
Kelurahan Sonokwijenan
Mesin sering ngadat sehingga masyarakat jarang sekali menggunakan mesin E-Kios
Kelurahan Putat Jaya
Masalah pada layar sentuh, koneksi internet yang tidak stabil atau sering putus
Kecamatan Sambikerep
Data seringkali tidak terbaca Kelurahan Tambak SariosoJumlah pengakses E-Kios minim karena jumlah penduduk di kelurahan hanya 4000 jiwa
Kelurahan Tambak Osowilangon
Internet lamban, aplikasi komputer tidak menunjang
Kelurahan Asemrowo
Layanan internet dari E-Kios terputus sehingga E-Kios belum digunakan sama sekali
Kelurahan Sukolilo Baru
Mesin masih terkena gangguan pada Kelurahan Kebraon7 Dispendukcapil, Surabaya Launching 203 Anjungan Pelayanan Publik, diakses dari http://dispendukcapil.surabaya.go.id/media-a-publik/berita?start=10, pada tanggal 24 Mei 2015 pukul 21.29 WIB
9
koneksi internetInternet masih lambat Kelurahan Bulak Banteng
Sumber : Olahan berita Jawa Pos Online
Adapun juga terdapat berita yang dikutip dari www.swaraguna.com
mengenai masalah yang berkenaan dengan sosialiasi E-Kios, yaitu sebagai berikut
:
Swaraguna - Senin depan terhitung tanggal 09 Februari, jam kerja staff kelurahan di Surabaya akan bertambah panjang. Tiap harinya mereka akan bekerja hingga pukul 20.00 WIB seminggu penuh termasuk hari Sabtu dan Minggu. Hal ini di karenakan fasilitas E-Kios sudah akan berjalan secara penuh. Seperti di beritakan sebelumnya bahwa Pemkot Surabaya saat ini sudah memberikan fasilitas kepada warga yang hendak mengurus surat-surat baik akta kelahiran dan akta kematian melalui E-Kios, tetapi masalahnya belum semua warga paham akan fasilitas tersebut sehingga butuh staff dari kelurahan untuk membimbing.(baca :pemkot surabaya resmikan e-kios).
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) surabaya, Suharto Wardoyo mengatakan, kelurahan akan di berikan waktu untuk persiapan sehingga di harapkan pada Senin depan semuanya sudah siap memberikan pelayan E-Kios tersebut. Saat ini semua perangkat berupa mesin dan buku register sudah di distribusikan ke seluruh kelurahan yang ada di Surabaya.
Kebijakan pelayanan seminggu penuh ini tentu saja akan merombak jam kerja staff Kelurahan yang biasanya tiap harinya mereka bisa pulang pada pukul 16.00 WIB menjadi lebih panjang menjadi pukul 20.00 WIB. Di hubungi secara terpisah, Lurah Kedung Baruk, Ruly Presetia Negara mengungkapkan sudah membagi tim yang bertugas mengawal alat tersebut. Tim ini bertugas mulai sore, malam hingga Sabtu dan Minggu.
Sumber : www.swaraguna.com (berita telah diolah)
Surabaya (KN) – Kios Pelayanan Publik yang diluncurkan Walikota Surabaya Tri Rismaharini beberapa waktu lalu, diklaim mampu melayani masyarakat dengan baik. Namun nyatanya kios layanan yang ada di kantor kelurahan dan kecamatan itu tak berfungsi sesuai harapan. Dari penelusuran secara acak koran ini, di beberapa kelurahan dan kecamatan, diantaranya Kelurahan Kedungbaruk, Kelurahan Panjang Jiwo dan Kecamatan Rungkut, kios layanan publik tersebut hanya sebatas pajangan karena tidak berfungsi normal seperti yang diharapkan.
Petugas PNS kelurahan tersebut juga menunjukkan surat pengaduan tidak berfungsinya scanner dan ngadatnya akses internet Kios Pelayanan Publik tersebut yang akan dikirimkan ke Dinas Kominfo Kota Surabaya.
10
Beberapa hari sebelumnya, hal ini pun mendapat sorotan dari Komisi Pelayanan Publik (KPP) Jatim. KPP Jatim menemukan Kios Pelayanan Publik tersebut yang tak berfungsi di salah satu kelurahan dan kecamatan di Surabaya.Menurut salah satu komisioner KPP Jatim Nuning Rodiyah, saat pihaknya melakukan sidak, mendapati ada beberapa alat di kantor kecamatan Kios Pelayanan Publik yang rusak. Seperti touch screen, scanner, dan printer dalam kondisi mati bahkan ditutupi dengan bekas banner. Saat komisioner KPP mengunjungi Kecamatan Tambaksari, Kecamatan Tenggilis Mejoyo dan Kelurahan Ploso, kasusnya sama, Kios Pelayanan Publik di tempat tersebut juga tak difungsikan.
Bagi KPP, kios pelayanan publik itu merupakan kerja inovatif yang tak optimal. Harapan KPP, peralatan kios pelayanan itu bisa berfungsi dengan baik sehingga kebutuhan masyarakat bisa terlayani. Artinya, Pemkot Surabaya belum siap melayani warganya.
Sumber : korannusantara.com (berita telah diolah)
Komputer dengan layar sentuh untuk mendukung Kios Pelayanan Publik telah disebar seluruh kantor kecamatan, beberapa kelurahan, kantor SKPD dan beberapa wilayah publik lainnya. Namun sayangnya, dalam pantauan Komisi Pelayanan Publik di lapangan masih ada beberapa komputer yang tidak digunakan.
Salah satunya di kantor Kecamatan Tenggilis, dimana komputer tersebut belum terpasang dengan alasan kantor masih renovasi. Di kantor Kecamatan Tambaksari, sudah terpasang namun dalam kondisi mati. Warga yang sedang mengurus berbagai administrasi ketika ditanya, ternyata tidak mengetahui keberadaan Kios Pelayanan Publik maupun fungsi dari komputer layar sentuh tersebut.
Komisi Pelayanan Publik Provinsi Jawa Timur menyayangkan kondisi tersebut. Karena tujuan yang baik serta didukung oleh sarana dan prasarana yang canggih,ternyata belum dioptimalkan penggunaannya
Kendala yang terlihat di lapangan, antara lain: 1).Petugas Pemkot belum semua memahami tentang Kios Pelayanan Publik. 2). Petugas tidak tahu cara menjalankan komputer sentuh yang sudah tersedia. 3).Tidak ada papan sosialisasi terkait Kios Pelayanan Publik maupun cara menggunakan komputer sentuh.
Sumber : radjawarta.co (berita telah diolah)
Selain itu berikut ini akan dilampirkan data pengguna E-Kios (E-Lampid,
E-Health, Surabaya Single Window) yang diambil dari Dinas Kesehatan Surabaya,
11
Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Surabaya, dan Dinas Komunikasi dan
Informatika Surabaya.
Data Pengguna E-Kios (Surabaya Single Window, E-Lampid, dan E-Health)
Tabel 2. Laporan Pengurusan Akta Kelahiran dan Kematian Tahun 2015 (E-Lampid)
Bulan Akta Kelahiran Akta KematianJanuari 257 berkas 34 berkasFebruari 1238 berkas 293 berkasMaret 2587 berkas 917 berkasApril 2689 berkas 812 berkasMei 2740 berkas 735 berkas
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya (data telah diolah)
Tabel 3. Tabel Berkas Masuk E-Lampid Kota Surabaya (Data pendaftaran kelahiran dan kematian sampai Mei 2015) terdiri dari 154 kelurahan dan 31 kecamatan serta sejumlah instansi lainnya
Total Approve sampai Kelurahan
Approve sampai staff dispenduk
Kelahiran 12.312 orang 9.741 orang 9.718 orangKematian 3.934 orang 2.700 orang 2.684 orang
Sumber: Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya (data telah diolah)
Menurut Ibu Devi, staf dari UPTSA Surabaya, rata-rata berkas masuk pada Surabaya Single Window adalah 700 berkas tiap bulannya. Berikut ini adalah tabel jumlah berkas masuk Surabaya Single Window pada tahun 2015
Tabel 4. Tabel Berkas Masuk Surabaya Single Window Tahun 2015
12
No Bulan/Tahun Jumlah Berkas1 Januari 2015 101 berkas2 Februari 2015 895 berkas3 Maret 2015 1281 berkas4 April 2015 1419 berkas5 Mei 2015 976 berkas6 Juni 2015 (s/d tanggal 19 Juni 2015) 882 berkas
Sumber : Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap Surabaya (data telah diolah)
(Jumlah pendaftar E-Health masih dalam tahap proses pengumpulan data)
Studi terdahulu yang telah membahas implementasi inovasi pelayanan
publik adalah skripsi yang berjudul “Implementasi Sistem Payment Point dalam
Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor
di Kantor Bersama Samsat II Katang Kediri Kabupaten”, disusun oleh Nurlin
Prana Wijaya. Skripsi tersebut mendeskripsikan tentang implementasi payment
point dimana payment point adalah hasil inovasi pelayanan yang dihasilkan kantor
Samsat II Katang untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat wajib
pajak pada pembayaran pajak kendaraan bermotor8.
Yang kedua adalah skripsi yang berjudul “Implementasi Program
LARASITA (Studi Deskriptif Tentang Penerapan Program LARASITA “One Day
Service” di Badan Pertanahan Nasional Sidoarjo)”, disusun oleh Keny Karina
Bonita. Skripsi ini mendeskripsikan bagaimana implementasi LARASITA di
kantor BPN Sidoarjo. Selama ini citra BPN Republik Indonesia di mata
masyarakat, karena pelayanannya yang berbelit-belit, mahal, serta banyaknya
8 Nurlin Prana Wijaya, Implementasi Sistem Payment Point dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor Bersama Samsat II Katang Kediri Kabupaten, S1 Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, 2010, hlm. 1
13
calo. Sehingga dengan adanya masalah tersebut, BPN berupaya memperbaiki
pelayanan dengan menghadirkan program LARASITA9.
Sejumlah studi terdahulu di atas menyatakan bahwa hadirnya masalah-
masalah yang terjadi dalam proses pelayanan di ranah birokrasi telah
menghadirkan sejumlah inovasi dalam berbagai bentuk, seperti inovasi kebijakan,
inovasi teknologi, dan inovasi-inovasi lainnya. Dengan kehadiran sejumlah
inovasi tersebut, seharusnya proses pelayanan publik pada masyarakat semakin
praktis, mudah, dan cepat.
Pada inovasi E-Kios yang telah berjalan selama kurang lebih satu tahun,
apakah E-Kios tersebut telah diimplementasikan dengan baik oleh pihak
pemerintah? Apa seluruh masyarakat mengetahui dan memahami penggunaan
inovasi ini? Dan apakah mereka telah mendapatkan sosialisasi yang cukup jelas
mengenai inovasi tersebut?
Didasarkan pada uraian permasalahan yang telah disajikan di atas, maka
peneliti menganggap bahwa hal tersebut perlu dikaji lebih lanjut untuk
mengetahui seberapa jauh implementasi E-Kios yang dilaksanakan oleh
pemerintah kepada masyarakat kota Surabaya serta faktor-faktor yang
mempengaruhi implementasi inovasi tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
9 Keny Karina Bonita, Implementasi Program LARASITA (Studi Deskriptif Tentang Penerapan Program LARASITA “One Day Service” di Badan Pertanahan Nasional Sidoarjo), S1 Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, 2012, hlm. 1
14
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengambil
rumusan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi E-Kios Kota Surabaya?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi E-Kios
sebagai inovasi pelayanan publik kota Surabaya?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi E-Kios (Kios
Pelayanan Publik) Kota Surabaya dan faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi inovasi pelayanan tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan dapat memberi manfaat bagi para pembaca,
yaitu antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat Akademis
Dapat memberikan gambaran, wawasan, ataupun pengetahuan tentang
implementasi inovasi pelayanan publik yang efisien dan efektif untuk
kelanjutan program studi Ilmu Administrasi Negara; terutama pada
kalangan praktisi dan akademisi untuk memberikan kontribusi dan
mengembangkan inovasi pelayanan yang lebih baik lagi
2. Manfaat Praktis
15
Dapat memberikan usul, kritik, dan saran yang bermanfaat bagi para
staf pemerintahan terkait untuk memperhatikan dan melaksanakan
implementasi inovasi pelayanan yang ada dengan baik.
1.5 Kerangka Teori
1.5.1 Inovasi Pelayanan Publik
Adanya inovasi pelayanan publik yang telah dikeluarkan oleh suatu
pemerintah daerah tertentu pastinya bertujuan untuk mempercepat dan
memudahkan hal-hal yang berkaitan dengan urusan pemerintahan, seperti hal
perizinan, hal administrasi seperti E-KTP, akta kelahiran, dan sejenisnya, ataupun
hal layanan kesehatan, pendidikan, dan hal-hal layanan sejenis lainnya
Inovasi yang dikeluarkan oleh pemerintah bermacam-macam fungsi dan
tujuannya. Hingga sekarang ada beberapa kota yang patut dicontoh best practices
nya karena telah mengeluarkan inovasi yang membantu masyarakat dalam
berbagai urusan yang terkait dengan birokrasi pemerintahan.
Inovasi sendiri merupakan konsep yang relatif baru dalam literatur
administrasi publik (public administration). 10 Inovasi berasal dari innovate yang
berarti make change atau introduce new things atau dengan kata lain bring in
novelties or bring changes. Sehingga inovasi berarti mengubah sesuatu hal
menjadi sesuatu yang baru.11 Inti dari inovasi adalah perubahan menuju hal-hal
10 Andhyka Muttaqin,. Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik;Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Universitas Brawijaya, Vol. 2, No 1, Januari-Juni 2011 (Online). Hlm. 19511 Khairul Muluk, Knowledge Management;Kunci Sukses Inovasi Pemerintahan Daerah, 2008 Hlm. 44
16
baru. Berbagai macam inovasi telah dilahirkan, antara lain inovasi pendidikan,
teknologi, sosial, ekonomi, dan inovasi-inovasi lainnya.
Secara khusus, inovasi dalam lembaga publik bisa didefinisikan sebagai
penerapan (upaya membawa) ide-ide baru dalam implementasi, dicirikan oleh
adanya perubahan langkah yang cukup besar, berlangsung cukup lama dan
berskala cukup umum sehingga dalam proses implementasinya berdampak cukup
besar terhadap perubahan organisasi dan tata hubungan organisasi.
Proses kelahiran suatu inovasi bisa didorong berbagai macam situasi.
Secara umum inovasi dalam pelayanan publik bisa lahir dalam bentuk inisiatif
seperti :
a. Kemitraan dalam penyampaian layanan publik, baik antara pemerintah
dengan pemerintah, sektor swasta dengan pemerintah, CBO-NGO dengan
pemerintah
b. Penggunaan teknologi informasi untuk komunikasi dalam pelayanan
publik
c. Pengadaan atau pembentukan layanan yang secara jelas meningkatkan
efektifitas layanan (kesehatan, pendidikan, hukum, atau keamanan
masyarakat)
d. Peningkatan pengayaan peran atas sistem internal pemerintahan yang
sebelumnya sudah ada dalam masyarakat12
Inovasi di sektor publik dibutuhkan untuk memberikan layanan publik
yang lebih mencerminkan ketersediaan bagi pilihan-pilihan publik dan
12 Rina Mei Mirnasari, Inovasi Pelayanan Publik UPTD Terminal Purabaya-Bungurasih; Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik, Universitas Airlangga, Volume 1, Nomor 1, Januari 2013 (Online), hlm. 77
17
menciptakan keanekaragaman metode pelayanan. Inovasi di sektor publik juga
bisa dilaksanakan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya
mengingat pada dasarnya organisasi sektor publik senantiasa menghadapi
kelangkaan sumber daya dan keterbatasan anggaran.
Inovasi juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
dan dampaknya bagi masyarakat terutama untuk mengatasi kebijakan sebelumnya
yang kurang menampakkan hasil yang memuaskan. Inovasi juga dapat digunakan
untuk mengembangkan penggunaan Information and Communication Technology
(ICT) untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, partisipasi masyarakat, serta
transparansi.13
- Tipologi Inovasi
Mulgan dan Albury (2003) menunjukkan bahwa “Successful innovation is
the creation and implementation of new process, products, services, and methods
of delivery which result in significant improvements in outcomes efficiency,
effectiveness or quality.” Inovasi yang berhasil merupakan kreasi dan
implementasi dari proses, produk layanan, dan metode pelayanan baru yang
merupakan hasil pengembangan nyata dalam hal efisiensi, efektifitas, atau kualitas
hasil.14
Inovasi produk atau layanan berasal dari perubahan bentuk dan desain
produk atau layanan sementara inovasi proses berasal dari gerakan pembaruan
kualitas yang berkelanjutan dan mengacu pada kombinasi perubahan organisasi,
prosedur, dan kebijakan yang dibutuhkan untuk berinovasi. Inovasi dalam metode
13 Khairul Muluk, Knowledge Management;Kunci Sukses Inovasi Pemerintahan Daerah, 2008, hlm. 4314 Ibid, hlm. 44
18
pelayanan adalah perubahan baru dalam hal berinteraksi dengan pelanggan atau
cara baru dalam memberikan pelayanan. Inovasi dalam strategi atau kebijakan
mengacu pada visi, misi, tujuan, dan strategi baru beserta alasannya yang
berangkat dari realitas yang ada. Jenis lain yang kini juga berkembang adalah
inovasi dalam interaksi sistem yang mencakup cara baru atau yang diperbarui
dalam berinteraksi dengan aktor-aktor lain atau dengan kata lain adanya
perubahan dalam tata kelola pemerintahan (changes in governance).
Berikut ini adalah tipologi inovasi sektor publik (Khairul Muluk 2008:45)
antara lain adalah :
a. Inovasi sistem
b. Inovasi produk atau layanan
c. Inovasi proses pelayanan
d. Inovasi kebijakan
e. Inovasi metode pelayanan15
- Kategori Inovasi
Dilihat dari segi proses, inovasi juga dapat dibedakan dalam dua kategori
yaitu :
a. Sustaining innovation (inovasi terusan)
Merupakan proses inovasi yang membawa perubahan baru namun dengan
tetap mendasarkan diri pada kondisi pelayanan dan sistem yang sedang
berjalan atau produk yang sudah ada
b. Discontinues innovation ( inovasi terputus)15 Ibid, hlm. 44-45
19
Merupakan proses inovasi yang membawa perubahan yang sama sekali
baru dan tidak lagi berdasar kondisi yang sudah ada sebelumnya
Inovasi jenis kedua ini membawa pelayanan atau produk yang berbeda,
pengguna layanan yang berbeda, dan bahkan membutuhkan sumber daya yang
berbeda pula.16
- Level Inovasi
Aspek penting lain dalam kajian inovasi berkenaan dengan level inovasi
yang mencerminkan variasi besarnya dampak yang ditimbulkan oleh inovasi yang
berlangsung. Kategori inovasi tersebut antara lain adalah:
a. Inovasi Inkremental
Inovasi yang terjadi membawa perubahan-perubahan kecil terhadap proses
atau layanan yang ada. Umumnya sebagian besar inovasi berada dalam
level ini dan jarang sekali membawa perubahan pada struktur organisasi
dan hubungan keorganisasian. Walaupun demikian inovasi inkremental
memainkan peran penting dalam pembaharuan sektor publik karena dapat
melakukan perubahan kecil yang dapat diterapkan secara terus-menerus,
dan mendukung rajutan pelayanan yang responsif terhadap kebutuhan
lokal dan perorangan, serta mendukung nilai tambah uang (value for
money)
b. Inovasi Radikal
Merupakan perubahan mendasar dalam pelayanan publik atau pengenalan
cara-cara yang sama sekali baru dalam proses keorganisasian dan
pelayanan. Inovasi jenis ini jarang sekali dilakukan karena membutuhkan 16 Ibid, hlm. 47-48
20
dukungan politik yang sangat besar karena umumnya memiliki resiko
yang lebih besar pula. Inovasi radikal ini diperlukan untuk membawa
perbaikan yang nyata dalam kinerja pelayanan publik dan memenuhi
harapan pengguna lama yang terabaikan
c. Inovasi Transformatif atau Sistemis
Membawa perubahan dalam struktur angkatan kerja dan keorganisasian
dengan mentransformasi semua sektor dan secara dramatis mengubah
keorganisasian.Inovasi jenis ini membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk memperoleh hasil yang diinginkan dan membutuhkan perubahan
mendasar dalam susunan sosial, budaya, dan organisasi17
1.5.2 Teori Implementasi
Pakar yang lebih awal mencurahkan perhatian dan gagasan terhadap
masalah implementasi ialah Douglas R. Bunker di depan forum The American
Association for The Advancement of Science pada tahun 1970. Eugene Bardach
mengakui bahwa pada forum itu untuk pertama kali disajikan secara konseptual
mengenai proses implementasi kebijakan sebagai suatu fenomena sosial politik
(Edward III, 1984:1) atau yang lazim disebut political game.18
Konsep implementasi semakin marak dibicarakan seiring dengan
banyaknya pakar yang memberikan kontribusi pemikiran tentang implementasi
kebijakan sebagai salah satu tahap dari proses kebijakan.
Pemahaman umum mengenai implementasi kebijakan dapat diperoleh dari
pernyataan Grindle (1980:7) bahwa implementasi merupakan proses umum
17 Ibid, hlm. 46-4718 Haedar, Akib, Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana, Jurnal Administrasi Publik, Universitas Negeri Makassar, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2010 (Online), h. 1-2
21
tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Proses
implementasi baru akan dimulai apabilan tujuan dan sasaran telah ditetapkan,
program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan disalurkan untuk
mencapai sasaran.
Jika pemahaman tersebut diarahkan pada lokus dan fokus (perubahan)
dimana kebijakan diterapkan akan sejalan dengan pandangan van Meter dan van
Horn yang dikutip oleh Parsons (1995:461) dan Wibawa, dkk., (1994: 15) bahwa
implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh (organisasi)
pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang
dimaksudkan untuk mencapai tujuan.
Deskripsi sederhana tentang konsep implementasi dikemukakan oleh Lane
bahwa implementasi sebagai konsep dapat dibagi ke dalam dua bagian, yakni
implementasi merupakan fungsi yang terdiri dari maksud dan tujuan, hasil sebagai
produk, dan hasil dari akibat. Selanjutnya, implementasi merupakan persamaan
fungsi dari kebijakan, formator, implementor, inisiator, dan waktu (Sabatier,
1986:21-48). Penekanan utama kedua fungsi ini adalah kepada kebijakan itu
sendiri, kemudian hasil yang dicapai dan dilaksanakan oleh implementor dalam
kurun waktu tertentu.
Implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan kebijakan dan
realisasinya dengan hasil kegiatan pemerintah. Ini sesuai dengan pandangan Van
Meter dan Van Horn (Grindle, 1980:6) bahwa tugas implementasi adalah
membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan
22
melalui aktivitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang
berkepentingan.19
Kejelasan Makna
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada,
yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau
melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.
Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut.20
Gambar 1. Gambar Derivat Kebijakan Publik
Rangkaian implementasi kebijakan, dari gambar di bawah, dapat dilihat
dengan jelas, yaitu dimulai dari program, ke proyek, dan ke kegiatan. Model
19 Ibid, hlm. 220 Riant Nugroho D, Kebijakan Publik:Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, 2003. Hlm. 158
23
Kebijakan PublikKebijakan Publik PenjelasProgram IntervensiProyek IntervensiKegiatan IntervensiPublik/Masyarakat/Beneficiaries
tersebut mengadaptasi mekanisme yang lazim di dalam manajemen, khususnya
manajemen sektor publik, sebagaimana digambarkan berikut ini.
Gambar 2. Gambar Rangkaian Implementasi Kebijakan Publik
Kebijakan publik—sejak formulasi hingga implementasi—perlu mengikuti
kaidah-kaidah tersebut karena memang kaidah tersebut bersifat given atau tidak
dapat ditolak.
Tujuan kebijakan pada prinsipnya adalah melakukan intervensi. Oleh
karena itu implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan atau action
intervensi itu sendiri. Mazmanian dan Sabatier (1983) memberikan gambaran
bagaimana melakukan intervensi atau implementasi kebijakan dalam langkah
berurutan sebagai berikut.21
21 Ibid, Hlm. 159-161
24
MisiVisiRencana
Gambar 3. Gambar implementasi kebijakan Mazmanian dan Sabatier
Pelaksanaan atau implementasi kebijakan di dalam konteks manajemen berada
dalam kerangka organizing-leading-controlling. Jadi ketika kebijakan sudah
dibuat maka tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan, melaksanakan
kepemimpinan untuk memimpin pelaksanaan, dan melakukan pengendalian
pelaksanaan tersebut. Secara rinci kegiatan di dalam manajemen implementasi
kebijakan dapat disusun berurutan sebagai berikut:
25
Identifikasi masalah yang harus diintervensimenegaskan tujuan yang hendak dicapaimerancang struktur proses implementasi
Tabel 5. Tabel Manajamen ImplementasiNo Tahap Isu Penting1 Implementasi Strategi
(pra implementasi)Menyesuaikan struktur dengan strategiMelembagakan strategiMengoperasionalkan strategiMenggunakan prosedur untuk memudahkan implementasi
2 Pengorganisasian (organizing)
Desain organisasi dan struktur organisasiPembagian pekerjaan dan desain pekerjaanIntegrasi dan koordinasiPerekrutan dan penempatan sumber daya manusia (recruting & staffing)Hak, wewenang, dan kewajibanPendelegasian (sentralisasi dan desentralisasi)Pengembangan kapasitas organisasi dan kapasitas sumber daya manusiaBudaya organisasi
3 Penggerakan dan Kepemimpinan
Efektivitas kepemimpinanMotivasiEtikaMutuKerjasama timKomunikasi organisasiNegosiasi
4 Pengendalian Desain pengendalianSistem informasi manajemenPengendalian anggaran/keuanganAudit
Dari matriks tersebut tampak tahapan dan rincian pekerjaan dalam implementasi
kebijakan. Namun demikian, untuk menyederhanakan, ada beberapa panduan
yang diperlukan untuk melakukan implementasi kebijakan melalui model diagram
berikut ini:
26
Alokasikan sumber daya
Kendalikan pelaksanaan
Sesuaikan prosedur implementasi dengan
sumber daya yang digunakan
Buat prosedur implementasi
Apakah kebijakan publik bisa langsung dilaksanakan ?
Tidak! Ya
Buat kebijakan pelaksana
Evaluasi implementasi
Implementasi good governance :1. Transparansi2. Akuntabilitas3. Fairness4. Responsivitas
Gambar 4. Gambaran Sederhana Implementasi Kebijakan
Dari gambar tersebut tampak bahwa inti permasalahan dalam implementasi
kebijakan adalah bagaimana kebijakan yang dibuat disesuaikan dengan sumber
daya yang tersedia. Dari gambar tersebut tampak adanya keharusan implementasi
good governance khususnya pada elemen “penyesuaian prosedur implementasi
dengan sumber daya yang digunakan.”
27
Namun demikian ada satu hal yang penting ditambahkan adalah pedoman
diskresi, atau ruang gerak bagi individu pelaksana untuk memilih tindakan sendiri
yang otonom di dalam batas wewenangnya apabila menghadapi situasi khusus.22
Model-Model Implementasi
Pada prinsipnya terdapat dua pemilahan jenis teknik atau model
implementasi kebijakan. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan yang
berpola “dari atas ke bawah” (top-bottomer), dan pemilahan implementasi yang
berpola paksa (command-and-control) dan mekanisme pasar (economic
incentive). Model-model implementasi kebijakan dapat dipetakan sebagai berikut:
Model mekanisme paksa adalah model yang mengedepankan arti penting
lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang mempunyai monopoli atas
mekanisme paksa di dalam negara dimana tidak ada mekanisme insentif bagi yang
menjalani, namun ada sanksi bagi yang menolak melaksanakan atau
melanggarnya.
Model mekanisme pasar adalah model yang mengedepankan mekanisme
insentif bagi yang menjalani, dan bagi yang tidak menjalankan tidak mendapatkan
sanksi, namun tidak mendapatkan insentif. Di antaranya ada kebijakan yang
memberikan insentif di satu kutub, dan memberikan sanksi di kutub lain.
Model top-down mudahnya berupa pola yang dikerjakan oleh pemerintah
untuk rakyat, dimana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi. Sebaliknya bottom up
bermakna meski kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh
22 Ibid, Hlm. 162-165
28
rakyat.23 Di antara kedua kutub ini ada interaksi pelaksanaan antara pemerintah
dengan masyarakat. Berikut ini diurai satu persatu model-model implementasi.
Implementasi Kebijakan Publik Model Donald Van Meter dan Carl Van
Horn
Model pertama adalah model yang paling klasik, yakni model yang
diperkenalkan oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn (1975). Model ini
mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan
publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang
dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah
variabel:
1. Akivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi
kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak-
pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya
kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula
sebaliknya
2. Karakteristik dari agen pelaksana/implementor
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan
publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan
(publik) akan sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok
dengan para agen pelaksananya24
23 Ibid, Hlm. 165-16624 Riant Nugroho D, Op.cit., Hlm. 167
29
3. Kondisi ekonomi, sosial, politik
Sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan
kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan
politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan
kinerja implementasi kebijakan
4. Kecenderungan (disposition) dari pelaksana/implementor
Sikap penerimaan/penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan
publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang
dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal
betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan
5. Ukuran dan tujuan kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika-
dan-hanya-jika ukuran dan tujuan kebijakan memang realistis dengan
sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan.
6. Sumber daya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanafaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia
merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu
keberhasilan proses implementasi.
Tetapi di luar sumber daya manusia, sumber daya-sumber daya lain yang
perlu diperhitungkan juga ialah: sumber daya finansial dan sumber daya
waktu.25
25 Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, 2008, Hlm. 142
30
Implementasi Kebijakan Publik Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier
Model kedua adalah model kerangka Analisis Implementasi (A Framework
for Implementation Analysis) yang diperkenalkan oleh Daniel Mazmanian dan
Paul Sabatier (1983). Duet Mazmanian-Sabatier mengklasifikasikan proses
implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel.
Pertama, variabel independen, yaitu mudah tidaknya masalah yang
dikendalikan yang berkenaan dengan indikator:
1. Masalah teori dan teknis pelaksanaan
Tercapai atau tidaknya suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah
persyaratan teknis, termasuk di antaranya: kemampuan untuk
mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak
terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal
yang mempengaruhi masalah. Disamping itu tingkat keberhasilan suatu
kebijakan dipengaruhi juga oleh tersedianya atau telah dikembangkannya
teknik-teknik tertentu
2. Keragaman obyek
Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin beragam
pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat
peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan
bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat pada pelaksana
(administrator atau birokrat) di lapangan
3. Perubahan seperti apa yang dikehendaki
31
Semakin besar jumalah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh
kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana memperoleh
implementasi yang berhasil. Artinya, ada sejumlah masalah yang jauh
lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang
dikehendaki tidaklah terlalu besar26
4. Persentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran
Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan
diubah (melalui implementasi kebijakan), maka semakin besar peluang
untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan
dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan27
Kedua, variabel intervening: yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk
menstrukturkan proses implementasi dengan indikator:
1. Kejelasan dan konsistensi tujuan
Semakin mampu suatu peraturan memberikan petunjuk-petunjuk yang
cermat dan disusun secara jelas skala prioritas/urutan kepentingan bagi
para pejabat pelaksana dan aktor lainnya, maka semakin besar pula
kemungkinan bahwa output kebijakan dari badan-badan pelaksana akan
sejalan dengan petunjuk tersebut
2. Dipergunakannya teori kausal
26 Riant Nugroho D, Op.cit., Hlm. 16927 Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, 2008, Hlm.145
32
Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira-kira
tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi
kebijakan
3. Ketepatan alokasi sumber dana
Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat diperlukan
agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal
4. Keterpaduan hierarkis di antara lembaga pelaksana
Salah satu ciri penting yang perlu dimiliki oleh setiap peraturan
perundangan yang baik ialah kemampuannya untuk memadukan hirarki
badan-badan pelaksana. Ketika kemampuan untuk menyatupadukan dinas,
badan, dan lembaga alpa dilaksanakan, maka koordinasi antar instansi
yang bertujuan mempermudah jalannya implementasi kebijakan justru
akan membuyarkan tujuan dari kebijakan yang telah ditetapkan
5. Aturan pelaksana dari lembaga pelaksana
Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan, memperkecil
jumlah titik-titik veto, dan intensif yang memadai bagi kepatuhan
kelompok sasaran, suatu undang-undang harus pula dapat mempengaruhi
lebih lanjut proses implementasi kebijakan dengan cara menggariskan
secara formal aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan
pelaksana
6. Perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaan kepada pihak luar
33
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi implementasi kebijakan adalah
sejauh mana peluang-peluang yang terbuka bagi partisipasi para aktor di
luar badan pelaksana dapat mendukung tujuan resmi. Ini maksudnya agar
kontrol pada para pejabat pelaksanaan yang ditunjuk oleh pemerintah
pusat dapat berjalan sebagaimana mestinya28
7. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-
undang
Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang diisyaratkan demi
tercapainya tujuan. Hal ini sangat signifikan, oleh karena top-down policy
bukanlah perkara yang mudah untuk diimplankan pada para pejabat
pelaksana di level lokal29
Ketiga, variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi
dengan lima tahapan, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam
bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata, penerimaan
atas hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan
yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang
bersifat mendasar.30
Implementasi Kebijakan Publik Model Brian W. Hoogwood dan Lewis A.
Gunn
28 Riant Nugroho D, Op.cit., hlm. 16929 Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, 2008, hlm. 14730 Riant Nugroho D, Kebijakan Publik:Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, 2003, hlm. 169
34
Menurut kedua pakar tersebut, untuk melakukan implementasi kebijakan
diperlukan beberapa syarat.
Syarat pertama berkenaan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang
dihadapi oleh lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah yang
besar.
Syarat kedua adalah apakah untuk melaksanakannya tersedia sumber daya
yang memadai, termasuk sumber daya waktu.
Syarat ketiga, apakah perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-
benar ada. Kebijakan publik adalah kebijakan yang kompleks dan menyangkut
impak yang luas. Karena itu, implementasi kebijakan publik akan melibatkan
berbagai sumber yang diperlukan.
Syarat keempat adalah apakah kebijakan yang akan diimplementasikan
didasari hubungan kausal yang andal. Jadi prinsipnya adalah apakah kebijakan
tersebut memang dapat menyelesaikan masalah yang hendak ditanggulangi.
Syarat kelima adalah seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi.
Asumsinya, semakin sedikit hubungan “sebab-akibat” semakin tinggi pula hasil
yang dikehendaki oleh kebijakan tersebut dapat dicapai.
Syarat keenam adalah apakah hubungan saling ketergantungan kecil.
Asumsinya adalah jika hubungan saling ketergantungan tinggi, justru
implementasi tidak akan dapat berjalan secara efektif—apalagi jika hubungannya
adalah hubungan ketergantungan.31
31 Riant Nugroho D, Kebijakan Publik:Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, 2003, hlm. 170-173
35
Syarat ketujuh adalah pemahaman yang mendalam dan kesepakatan
terhadap tujuan. Tidaklah begitu sulit dipahami, bahwa mereka yang ada dalam
perahu yang sama sepakat akan tujuan yang sama.
Syarat kedelapan adalah bahwa tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan
dalam urutan yang benar. Tugas yang jelas adalah kunci efektivitas implementasi
kebijakan.
Syarat kesembilan adalah komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
Komunikasi adalah perekat organisasi dan koordinasi adalah asal muasal dari
kerjasama tim serta terbentuknya sinergi.
Syarat kesepuluh adalah bahwa pihak-pihak yang memiliki wewenang
kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
Kekuasaan atau power adalah syarat bagi keefektivan implementasi kebijakan.32
Implementasi kebijakan publik Model Merilee S. Grindle
Model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Hal
ini dikemukakan oleh Grindle, dimana pengukuran keberhasilan implementasi
kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal, yaitu:
1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan
kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada
aksi kebijakannya
2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua
faktor, yaitu:
a. Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok
32 Ibid, hlm. 173-174
36
b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran
dan perubahan yang terjadi
Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, maka
implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajad
implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan mencakup:33
1. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan
Interest affected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang
mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen
bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak
kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa
pengaruh terhadap implementasinya, hal inilah yang ingin diketahui lebih
lanjut
2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan
Pada poin ini content of policy berupaya untuk menunjukkan atau
menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis
manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh
pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan
3. Derajad perubahan yang diinginkan
Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai.
Content of policy yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa
33 Leo Agustino, Op.cit., hlm 154
37
seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu
implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas
4. Letak pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan penting
dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan
dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan
diimplementasikan
5. (siapa) pelaksana program
Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan
adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi
keberhasilan suatu kebijakan. Dan ini harus sudah terdata dan terpapar
dengan baik
6. Sumber daya yang dikerahkan
Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber daya-
sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik
Sementara itu konteks implementasinya adalah:
1. Kekuasaan, kepentingan dari aktor strategi yang terlibat
Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau
kekuasaan, kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh para aktor
yang terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi
kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang, sangat besar
kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh arang
dari api
38
2. Karakteristik lembaga dan penguasa
Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga
berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin
dijelaskan karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi
suatu kebijakan
3. Kepatuhan dan daya tanggap
Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan
adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang hendak
dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari
pelaksana dalam menganggapi suatu kebijakan34
Implementasi Kebijakan Publik Model George C. Edward III
Model implementasi yang berperspektif top-down dikembangkan oleh George C.
Edward III. Edward III menamakan model implementasi kebijakan publiknya
dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan yang
diteoremakan oleh Edward III, terdapat empat variabel yang sangat menentukan
keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu : 1) komunikasi; 2) sumber
daya; 3) disposisi; dan 4) struktur birokrasi.35
Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan, menurut George C. Edward III, adalah komunikasi. Komunikasi,
menurutnya lebih lanjut, sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari
implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para
pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan.
34 Riant Nugroho D, Op.cit., hlm. 17535 Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, 2008, hlm. 149
39
Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan bila komunikasi
berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan
implementasi harus ditransmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian
personalia yang tepat.36
Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam
mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas, yaitu:
1. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan
suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam
penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi),
hal tersebut disebabkan karena komunikasi telah melalui beberapa
tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah
jalan
2. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan
(street-level-bureucrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak
ambigu/mendua)
3. Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi
haruslah konsisten dan jelas untuk diterapkan. Karena jika perintah yang
diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan
bagi pelaksana di lapangan
Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan adalah sumber daya. Indikator sumber daya terdiri dari beberapa
elemen, yaitu:
36 Ibid, hlm. 150
40
1. Staf, sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.
Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya
disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun
tidak kompeten di bidangnya.37
2. Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua
bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara
melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus
mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.
3. Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar
perintah dapat dilaksanakan. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan
para implementor di mata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat
menggagalkan proses implementasi kebijakan.
4. Fasilitas, fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti
apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk
melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan
publik, bagi George C. Edward III, adalah disposisi. Jika pelaksanaan suatu
kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus
mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan
untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.
Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi adalah:37 Ibid, hlm. 150-151
41
1. Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akan
menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi
kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan
yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi.38
2. Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan
untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan
memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak
menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh
para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan.
Variabel keempat menurut Edward III, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber-
sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana
kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan
untuk, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi
karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi.
Dua karakteristik menurut Edward III yang dapat mendongkrak kinerja
struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik adalah: melakukan Standar
Operating Procedures (SOPs) dan melaksanakan fragmentasi.39
Pada implementasi program E-Kios perlu diketahui bagaimana cara SKPD
dan dinas-dinas terkait dalam mensosialisasikan dan mengkomunikasikan kepada
masyarakat luas tentang E-Kios itu sendiri. Dalam implementasinya, bagaimana
38 Ibid, hlm. 151-15339 Ibid, hlm. 153
42
staf dan sumber daya yang dimiliki Diskominfo dan SKPD-SKPD terkait yang
membantu Diskominfo Surabaya untuk mengenalkan E-Kios. Koordinasi dan
kerjasama antar SKPD sangatlah penting dalam implementasi inovasi ini.
Kepentingan dan manfaat apa yang akan dibawa oleh E-Kios dalam waktu
kedepannya. Perubahan apa yang dikehendaki oleh pemerintah dengan adanya E-
Kios tersebut dan karakteristik masyarakat Surabaya sangatlah beragam dalam hal
pengurusan administrasi apapun yang terkait dengan birokrasi pemerintahan.
Fasilitas fisik atau non-fisik dan dana juga mempengaruhi dalam proses
implementasi E-Kios. Apabila fasilitas dan dana tidak mencukupi, maka proses
implementasi juga tidak akan berjalan dengan lancar.
1.6 Definisi Konsep
1.6.1 Inovasi Program E-Kios
Program E-Kios adalah suatu inovasi pelayanan publik milik kota
Surabaya yang mana pada E-Kios terdiri dari tiga layanan, yaitu E-
Health, E-Lampid, dan Surabaya Single Window (SSW). SSW
merupakan salah satu dari Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2014 dan
E-Health adalah salah satu dari 25 Top Pelayanan Publik 2015. Wujud
atau bentuk E-Kios adalah mesin yang dilengkapi dengan printer,
scanner, dan keyboard. Mesin E-Kios mengintegrasikan tiga inovasi
pelayanan publik yang ada, sehingga masyarakat dapat dengan mudah
mengakses ketiga program tersebut apabila dibutuhkan. Mesin
tersebut berada hampir di seluruh kantor kecamatan, kelurahan, rumah
sakit pemerintah, dan di beberapa dinas kota Surabaya.
43
1.6.2 Implementasi Program E-Kios
Implementasi E-Kios adalah proses penerapan atau pelaksanaan E-
Kios di seluruh kota Surabaya. E-Kios pastinya memiliki seperangkat
tujuan yang harus direalisasikan oleh aktivitas atau kegiatan
pemerintah. Sehingga implementasi E-Kios bisa diartikan sebagai
cara-cara yang dilakukan oleh E-Kios agar tujuan dari program E-
Kios dapat tercapai.
Metode penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut,
terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan, yaitu cara ilmiah, data, tujuan,
dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-
ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan
penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau
oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat
diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan
mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan
dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.40
1.7.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau
berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek 40 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 2008, Hlm. 2
44
penelitian itu.41 Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang
bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi E-Kios dan faktor-faktor
yang mempengaruhi implementasi program E-Kios (Kios Pelayanan
Publik) di kota Surabaya.
1.7.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Dinas Komunikasi dan
Informatika Surabaya dan beberapa kantor pemerintahan yang tersebar di
keempat kawasan kota Surabaya.
Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian di Dinas
Komunikasi dan Informatika Surabaya adalah karena dinas tersebut yang
berperan sebagai leading sector E-Kios dan menghasilkan kebijakan atau
program E-Kios di Kota Surabaya. Selain itu adanya pemilihan beberapa
kantor pemerintahan yang tersebar secara merata di empat kawasan kota
Surabaya bertujuan untuk mengetahui data dan informasi yang berkaitan
dengan implementasi E-Kios di keempat kawasan tersebut dan tidak terpusat
hanya pada satu kawasan saja.
1.7.3 Teknik Penentuan Informan
Penentuan informan pada penelitian ini sangat diperlukan karena
menyangkut berbagai data dan informasi pada implementasi program ini.
Penentuan informan pada penelitian ini menggunakan purposive sampling,
yaitu teknik penentuan informan dengan menggunakan pertimbangan
tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap
41 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial:Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif, 2001, Hlm. 48
45
paling tahu tentang apa yang diharapkan dalam penelitian atau dia sebagai
penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi
sosial yang diteliti. Dilanjutkan dengan snowball sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit,
lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data
yang sedikit itu belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka
mencari orang lain lagi yang dapat menggunakan sumber data.
1.7.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilakukan melalui:
1. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam
2. Observasi
Nasution (1988) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar
semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja
berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang
diperoleh melalui observasi
3. Dokumentasi
46
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, karya-karya
monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi,
peraturan, kebijakan
4. Triangulasi
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai
teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari
berbagai teknik pengumpulan data dan sumber yang telah ada
1.7.5 Teknik Analisis Data
1. Analisis sebelum di lapangan
Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data
sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan
terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data
sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus
penelitian
2. Analisis data di lapangan model Miles and Hubberman
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada
saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai
pengumpulan data dalam periode tertentu.
Miles and Hubberman (1984) mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara menerus sampai tuntas
47
sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis
data yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification. Langkah-langkah analisisnya
adalah sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup
banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan
rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin lama
peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan
semakin banyak, kompleks, dan rumit. Untuk itu
perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi
data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
penting, dicari tema dan polanya.
b. Penyajian Data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.
Dengan mendisplaykan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang telah dipahami tersebut.
c. Conclusion Drawing/Verification
48
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif
menurut Miles and Huberman adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat
yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif
adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya
pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih
remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti
menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau
interaktif, hipotesis atau teori.
3. Analisis data selama di lapangan
Proses penelitian kualitatif setelah memasuki lapangan,
dimulai dengan menetapkan seorang informan kunci
yang merupakan informan yang berwibawa dan
dipercaya mampu membukakan pintu kepada peneliti
untuk memasuki obyek penelitian. Setelah itu peneliti
melakukan wawancara kepada informan tersebut dan
mencatat hasil wawancara. Setelah itu perhatian peneliti
pada obyek penelitian dan mulai mengajukan
49
pertanyaan deskriptif, dilanjutkan dengan analisis
terhadap hasil wawancara.
Pedoman Wawancara (Interview Guide)
Informan kunci pada penelitian ini adalah Kepala Bidang Sarana Komunikasi dan
Diseminasi Informasi di Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo)
Surabaya. Kemudian dilanjutkan dengan pihak-pihak terkait yang penting dalam
implementasi E-Kios di Kota Surabaya seperti bagian Sekretariat Diskominfo
serta beberapa orang dari kelompok masyarakat pengguna E-Kios.
Wawancara kepada Kepala Bidang Sarana Komunikasi dan Diseminasi
Informasi Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Surabaya
50
1. Pihak SKPD apa saja yang terlibat dengan Diskominfo dalam
implementasi E-Kios Surabaya? Mengapa demikian?
2. Bagaimana koordinasi SKPD tersebut dengan Diskominfo dalam
implementasi E-Kios Surabaya?
3. Bagaimana metode komunikasi dari Diskominfo dalam mengenalkan
E-Kios pada masyarakat?
4. Apakah saluran komunikasi yang dipergunakan Diskominfo dan
SKPD terkait dalam pengenalan E-Kios pada masyarakat?
5. Bagaimana karakteristik sumber daya SKPD dan Diskominfo sebagai
agen implementasi E-Kios Surabaya?
6. Perubahan apa yang dikehendaki dengan munculnya E-Kios
Surabaya?
7. Bagaimana fasilitas dan dana yang dipergunakan dalam implementasi
E-Kios? Apakah mencukupi? Mengapa demikian?
8. Bagaimana daya tanggap SKPD dan Diskominfo dalam merespon
masalah-masalah yang terjadi dalam implementasi E-Kios?
9. Bagaimana informasi yang diberikan Diskominfo dalam mengarahkan
SKPD? Apakah sudah konsisten dan jelas? Mengapa demikian?
10. Bila terjadi kendala dalam implementasi E-Kios, siapakah yang
cenderung berhak mengambil keputusan dalam penanganan masalah
tersebut?
51
11. Apakah E-Kios dapat menjawab masalah dan menjadi solusi bagi para
masyarakat dalam urusan layanan kesehatan, administrasi, maupun
perizinan?
12. Bagaimana tingkat keberhasilan implementasi E-Kios sejauh ini
dalam masyarakat?
13. Apa saja aturan dan prosedur dari SKPD terkait dalam implementasi
E-Kios?
Wawancara kepada Masyarakat Pengguna E-Kios
1. Bagaimana pandangan saudara/i mengenai pelaksanaan E-Kios selama
ini?
2. Apakah saudara/i mengerti sepenuhnya dengan cara penggunaan E-
Kios?
3. Bagaimana informasi yang disampaikan dari para staf pemerintah
terkait cara penggunaan E-Kios? Apakah cukup jelas?
4. Apakah terdapat manfaaat dan keuntungan yang berarti dari adanya
penggunaan E-Kios bagi saudara/i?
52
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo.2008.Dasar Dasar Kebijakan Publik.Bandung:Penerbit Alfabeta
Bonita, Keny Karina.Implementasi Program LARASITA (Studi Deskriptif
Tentang Penerapan Program LARASITA “One Day Service” di Badan
Pertanahan Nasional Sidoarjo). S1 Ilmu Administrasi Negara Fakultas
53
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Skripsi tidak diterbitkan.Universitas
Airlangga.2012
Bungan, Burhin.2001.Metodologi Penelitian Sosial:Format-Format Kuantitatif
dan Kualitatif.Surabaya:Airlangga University Press
Dwijowijoto, Riant Nugroho.2003.Kebijakan Publik:Formulasi, Implementasi,
dan Evaluasi.Jakarta. Penerbit PT Elex Media Komputindo
Dwiyanto, Agus (ed).2006.Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
Haedar, Akib.Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana.Jurnal
Administrasi Publik, Universitas Negeri Makassar, Volume 1, Nomor 1,
Tahun 2010 (Online)
Mirnasari, Rina Mei.Inovasi Pelayanan Publik UPTD Terminal Purabaya-
Bungurasih; Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik, Universitas
Airlangga, Volume 1, Nomor 1, Januari 2013 (Online)
Muluk, Khairul.2008.Knowledge Managament:Kunci Sukses Inovasi
Pemerintahan Daerah.Malang:Bayumedia Publishing dan Lembaga
Penerbitan & Dokumentasi FIA-Unibraw
54
Muttaqin, Andhyka. Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik;Jurnal
Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Universitas Brawijaya,
Vol. 2, No 1, Januari-Juni 2011 (Online).
Pramusinto, Agus. Inovasi-Inovasi Pelayanan Publik Untuk Pengembangan
Ekonomi Lokal: Pengalaman Beberapa Daerah. Makalah Tidak
Diterbitkan (Makalah disampaikan dalam Seminar Lokakarya Nasional
“Perda dalam Pencapaian Tujuan Otonomi Daerah:Meningkatkan Akses
dan Partisipasi Publik dalam Menelaah Perda untuk Menjamin
Transparansi dan Akuntabilitas Pengimplementasian Perda”, 26-27 Juli
2006 (Online)
Sugiyono.2008.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R &
D.Bandung:Penerbit Alfabeta
Wijaya, Nurlin Prana.Implementasi Sistem Payment Point dalam Rangka
Peningkatan Kualitas Pelayanan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor
di Kantor Bersama Samsat II Katang Kediri Kabupaten.S1 Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Skripsi tidak
diterbitkan.Universitas Airlangga.2010
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014
55
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
http://dispendukcapil.surabaya.go.id/media-a-publik/berita?start=10 diakses pada
tanggal 24 Mei 2015 pukul 21.29 WIB
www.korannusantara.com diakses pada tanggal 24 Mei 2015 pukul 23.43 WIB
radjawarta.co diakses pada tanggal 1 Juni 2015 pukul 21.23 WIB
http://www.jawapos.com/baca/artikel/11963/Melihat-E-Kios-Mesin-Layanan-
Publik-Berbasis-Teknologi-Informasi diakses pada tanggal 24 Mei 2015
pukul 21.08 WIB
http://www.pressreader.com/indonesia/jawapos/20150526/282690455786364/
TextView diakses pada tanggal 1 Juni 2015 pukul 20.55 WIB
www.swaraguna.com diakses pada tanggal 1 Juni 2015 pukul 21.22 WIB
56