adikk bpesti 2

16
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN ACARA II SIMULASI PENENTUAN INTENSITAS PENYAKIT DENGAN METODE SKORING Disusun Oleh: Nama : Adik Pipit Aprilianto NIM : 11589 Hari/tanggal : Senin, 12 November 2012 Asisten : Dessi Rahma M. Valentina E.F.A. LABORATORIUM ENTOMOLOGI TERAPAN JURUSAN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

Transcript of adikk bpesti 2

Page 1: adikk bpesti 2

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

ACARA II

SIMULASI PENENTUAN INTENSITAS PENYAKIT DENGAN METODE SKORING

Disusun Oleh:

Nama : Adik Pipit Aprilianto

NIM : 11589

Hari/tanggal : Senin, 12 November 2012

Asisten : Dessi Rahma M.

Valentina E.F.A.

LABORATORIUM ENTOMOLOGI TERAPANJURUSAN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2012

Page 2: adikk bpesti 2

SIMULASI PENENTUAN INTENSITAS PENYAKIT

DENGAN METODE SKORING

I. TUJUAN

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah:

1. Memahami dan mempelajari pengamatan penyakit tanaman dengan metode scoring.

2. Dapat melakukan skoring dengan cepat dan tepat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada dasarnya pengamatan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh organisme

pengganggu tanaman (OPT) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengamatan kerusakan

kuantitatif dan kualitatif. Pengamatan kerusakan kualtitatif OPT dilakukan dengan pencatatan

secara langsung OPT yang ditemukan dilapangan. Sedangkan pengamatan serangan kualitatif

OPT dilapangan dilakukan dengan metode patroli, dimana patroli tersebut dilakukan dengan

pada seluruh areal pertanaman dan dilakukan pencatatan disetiap fase pertumbuhan tanaman

(Saenong, 2010).

Pada pembelajaran ilmu penyakit tumbuhan sangat dianjurkan untuk menelaah suatu

penyakit lebih lanjut. Oleh karena itu harus diketahui bahwa suatu tumbuhan tersebut sehat

atau sakit. Gejala adalah perubahan–perubahan yang ditunjukkan oleh tanaman itu sendiri

sebagai akibat dari adanya penyebab penyakit. Beberapa penyakit pada tanaman tertentu bisa

menunjukkan gejala yang sama sehingga dengan memperhatikan gejala saja, kita tidak dapat

menentukan diagnosa dengan pasti. Gejala dapat dibedakan yaitu gejala primer dan sekunder.

Gejala primer terjadi pada bagian yang terserang oleh penyebab penyakit. Gejala sekunder

adalah gejala yang terjadi di tempat lain dari tanaman sebagai akibat dari kerusakan pada

bagian yang menunjukkan gejala primer (Semangun, 1995).

Pada dasarnya pengendalian hama merupakan setiap usaha atau tindakan manusia baik

secara langsung atau tidak langsung untuk mengusir, menghindari dan membunuh spesies

hama agar populasinya sampai pada arah tertentu yang secara ekonomi tidak merugikan.

Oleh karena itu taktik pengendalian apapun yang diterapkan dalam pengendalian hama

haruslah tetap dapat dipertanggung jawabkan secara ekonomis dan ekologi. Oleh karena itu

digunakan pengendalian hama terpadu, yaitu pengendalian hama yang memiliki dasar

ekologis dan menyandarkan diri pada faktor–faktor yang menyebabkan mortalitas alami

seperti musuh alami atau predator dan cuaca serata mencari titik pengendalian yang

mendatangkan kerugian sekecil mungkin terhadap faktor-faktor tersebut yang bersifat

Page 3: adikk bpesti 2

dinamis. Secara ideal program pengendalian hama terpadu mempertimbangkan semua

kegiatan yang ada (Untung, 1993).

Ada lima hal yang harus diperhatikan dalam program sampling, yaitu: penentuan unit

sampling, interval pengambilan sample, penentuan jumlah sample, pola pengambilan sample.

Selanjutnya, setelah semua hal tersebut ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menentukan

teknik pengambilan sample, yakni cara yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengamati

dan menghitung obyek pengamatan (Southwood, 1978).

Pada dasarnya terdapat dua macam epidemi, yaitu: epidemi yang disebabkan oleh

patogen yang mempunyai angka kelahiran tinggi (high birth rate epidemic) dan epidemi yang

disebabkan oleh patogen yang mempunyai angka kelahiran rendah (low birth rate epidemic).

Pada patogen yang mempunyai angka kelahiran tinggi mengandalkan kemampuan atau

kecepatan menghasilkan inokulum, sehingga dari segi epidemiologi patogen ini disebut

patogen berstrategi r (rate = kecepatan). Contohnya adalah patogen tular udara (air borne),

seperti: blas pada padi, karat pada serealia, karat kopi, downy mildew. Pada patogen yang

mempunyai angka kelahiran rendah mengandalkan kemampuan atau kapasitas inokulum

menimbulkan penyakit, sehingga dari segi epidemiologi patogen ini disebut patogen

berstrategi c (capasity). Contohnya patogen-patogen tular tanah (soil borne) mempunyai

periode inkubasi yang panjang, rasio infeksinya rendah, membutuhkan periode waktu lama

untuk mencapai tingkat epidemi (Kranz, 1974).

Metode penentuan berat penyakit atau keparahan penyakkit atau berat serangan sulit

dibuat secara umum untuk semua jenis penyakit, karena banyaknya faktor yang

mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain: jenis tanaman yang sakit, bagian

tanaman yang sakit, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, waktu serangan, patogen yang

menyerang, cara serangannya, lingkungan dan masih banyak lagi. Pada prinsipnya hanya ada

dua macam metode pokok, yaitu metode penentuan langsung dan metode penentuan tidak

langsung. Metode penentuan langsung didasarkan pada pengukuran kuantitas, sedangkan

metode penentuan tidak langsung didasarkan dengan cara membuat skoring (Zadoks et al.,

1979).

Penentuan skoring merupakan teknik mengurutkan tingkatan penyakit dalam bentuk

gradiasi. Teknik gradiasi untuk menentukan skor sangat penting artinya bagi pengamat dan

peneliti epidemi penyakit tanaman. Penentuan skoring biasanya didasari oleh karena ketidak

puasan atribut tingkat penyakit yang kurang kuantitatif, misalnya: parah, sedang, dan sehat

atau yang hanya memberikan atribut sangat merugikan, merugikan, dan kurang merugikan,

dan sejenisnya. Pada penentuan skor harus mengasumsikan bahwa kejadian penyakit bersifat

Page 4: adikk bpesti 2

kontinyu dan nyata, misalnya perkembangan warna bercak dari hijau, kuning sampai coklat

atau hitam, perkembangan luas luka dari titik sampai seluas organ tanaman, perkembangan

jumlah dari nol sampai banyak yang terhitung (Oka, 1977).

Parameter yang diperhatikan dalam mengukur penyakit adalah Terjadinya penyakit

(disease incidence) atau luas penyakit (luas serangan) atau persen penyakit yaitu berdasarkan

kuantitas tanaman atau bagian tanaman yang sakit dibandingkan dengan kuantitas total,

misalnya : daun, batang, cabang, atau buah yang memperlihatkan gejala. Selain itu juga berat

atau intensitas penyakit (disease severiry), yaitu berdasarkan kuantitas tanaman atau jaringan

tanaman sakit yang diprediksi proporsional terhadap kehilangan hasil. Kehilangan hasil (yield

loss) yang diakibatkan oleh penyakit, yaitu: bagian yang tidak dapat dipanen karena

kerusakan penyakit secara langsung atau mencegah tanaman untuk berproduksi (Plank,

1963).

Page 5: adikk bpesti 2

III. METODOLOGI

Praktikum Teknik Pengamatan Hama dan Penyakit Tumbuhan bagian penyakit acara I

yang berjudul “Simulasi Penentuan Intensitas Penyakit dengan Moetode Skoring”

dilaksanakan pada hari Kamis, 05 November 2012 di Laboratorium Klinik Tumbuhan,

Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta. Alat yang digunakan pada acara praktikum kali ini yaitu alat tulis. Bahan yang

digunakan dalam praktikum ini adalah tanaman cabai (Capsicum annum) dan tanaman tomat

(ddddddd) dengan tingkat gejala yang berbeda-beda..

Praktikum ini dilakukan dengan cara diperhatikannya dan diamatinya tanaman cabai.

Kemudian skoring kerusakan tanaman ditentukan berdasarkan dengan tingkat gejala yang

ditunjukkannya. Kemudian dihitung intensitas penyakitnya dengan rumus sebagai berikut:

Intensitas Penyakit=∑ (MxV )

NxZ x 100 %

Insidensi Penyakit=∑ (tanaman sakit )

populasi yang diamati x 100 %

Keterangan :

IP : Intensitas Penyakit

M : Jumlah tanaman dengan skor penyakit v

V : Skor penyakit

N : Jumlah tanaman sampel

Z : Skor penyakit tertinggi

Page 6: adikk bpesti 2

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:

a. Intensitas Penyakit

No. Tanaman (Gejala ) Intensitas Penyakit

1 Cabai (layu) 46,7 %

2 Cabai (bercak) 51,15 %

3 Tomat (layu) 100 %

Tabel 01. Tabel Rerata Intensitas Penyakit Tanaman Yang Sakit

b. Insidensi Penyakit

No. Tanaman (Gejala ) Insidensi Penyakit

1 Cabai (layu) 100 %

2 Cabai (bercak) 100 %

3 Tomat (layu) 100 %

Tabel 02. Tabel Rerata Insidensi Penyakit Tanaman Yang Sakit

Contoh perhitungan :

a. Intensitas penyakit tanaman cabai yang menunjukkan gejala bercak

IP=∑ [ (0 x0 )+ (0 x 1 )+(2 x 2 )+(3 x3 )+(1 x 4 )]

6 x 5 x 100 %

¿51,15 %

Reratanya :

¿∑ [56,7 %+46,7 %+50 % ]

3

¿56,7 %

b. Insidensi penyakit tanaman cabai dengan gejala bercak

Insidensi=66

x 100 %

¿100 %

Reratanya :

Page 7: adikk bpesti 2

¿(100 %+100 %+100 % )

3

¿100 %

B. PEMBAHASAN

Pada dasarnya keparahan penyakit yang merupakan proporsi permukaan inang yang

terinfeksi terhadap total permukaan inang yang diamati. Pengamatan keparahan penyakit

dapat ditentukan dengan dua cara in situ dan pengamatan organ secara destruktif. Insitu

merupakan pengamatan penyakit yang dapat diperkirakan secara visual langsung dari unit

contoh. Skor pada setiap kategori serangan, dan skor untuk serangan terberat. Setiap

keparahan, ataupun gejala berat dapat dinyatakan ke dalam persentase luas gejala terhadap

luas total permukaan daun dengan skala kerusakan yang beragam, mulai dari 0% - 100%.

Intensitas penyakit dapat diukur dengan menggunakan metode langsung (kuantitatif)

atau metode tidak langsung (kualitatif). Metode langsung cenderung lebih berkorelasi kuat

dengan hasil kerugian pada tanaman dan oleh karena itu lebih sering digunakan. Namun,

baru-baru ini metode remote sensing dan deteksi stres tanaman akibat penyakit cenderung

meningkatkan akurasi pengukuran penyakit tidak langsung. Metode langsung digunakan

untuk estimasi kuantitatif dan kualitatif dari penyakit (Cooke et al., 2006).

Pengamatan Kuantifikasi penyakit tanaman menggunakan pengukuran langsung hanya

akan kompatibel jika gejalanya bersifat sistemik atau gejala lokal berukuran seragam atau

gejala lokal yang bersifat sistemik. Gejala sistemik dikuantifikasi dengan menghitung jumlah

tanaman sakit dibandingkan dengan jumlah keseluruhan tanaman. Gejala lokal berukuran

seragam dikuantifikasi dengan menghitung jumlah gejala lokal dibandingkan dengan jumlah

maksimum gejala lokal pada bagian tanaman yang bersangkutan, sedangkan gejala lokal yang

bersifat sistemik dikuantifikasi dengan menghitung jumlah bagian tanaman yang bergejala

dibanding dengan seluruh bagian tanaman.

Sedangkan pada pengamatan kualitatif dilakukan berdasarkan adanya skoring.

Penentuan skoring merupakan teknik mengurutkan tingkatan penyakit dalam bentuk gradiasi.

Teknik gradiasi untuk menentukan skor sangat penting artinya bagi pengamat dan peneliti

epidemi penyakit tanaman. Penentuan skoring biasanya didasari oleh karena ketidak puasan

atribut tingkat penyakit yang kurang kuantitatif, misalnya: parah, sedang, dan sehat atau yang

hanya memberikan atribut sangat merugikan, merugikan, dan kurang merugikan, dan

sejenisnya.

Pembuatan skor harus mengasumsikan bahwa kejadian penyakit bersifat kontinyu dan

nyata, misalnya perkembangan warna bercak dari hijau, kuning sampai coklat atau hitam,

perkembangan luas luka dari titik sampai seluas organ tanaman, perkembangan jumlah dari

Page 8: adikk bpesti 2

nol sampai banyak yang terhitung. Oleh karena itu harus secara jelas kriteria apa yang

bersifat kontinyu pada kasus penyakit tertentu dan kriteria-kriteria lain yang tidak

berhubungan tidak dapat dimasukkan dalam skor yang sama.

Selain bersifat kontinyu nyata, skor harus mempunyai validitas. Validitas yang

dimaksud adalah skor tersebut harus benar-benar mengukur apa yang dikehendaki untuk

diukur dan benar-benar mengukur tingkatan keparahan penyakit. Oleh karena itu, untuk

menyusun skor yang valid diperlukan keahlian tentang pertumbuhan tanaman tertentu dan

tentang perkembangan penyakit tertentu.

Cara menentukan skor dilakukan dengan penentuan titik awal dan titik akhirnya dengan

angka mutlak yang bersifat kontinyu, misalnya: titik awal angka nol dan titik akhir angka

sepuluh. Titik-titik tersebut dideskrpsi kriterianya yang juga bersifat kontinyu, seperti pada

gejala bercak dengan kriteria nol adalah bahwa pertanaman tidak menunjukan gejala bercak

sama sekali dan pertumbuhan tanaman sesuai dengan fasenya sedangkan kriteria sepuluh

adalah bahwa seluruh daun sudah tidak ada warna hijau. Kata pertumbuhan tanaman sesuai

dengan fasenya disesuaikan dengan kriteria fase pertumbuhan tanaman yang bersangkutan.

Dari titik awal sampai titik akhir tersebut pembuat skor menilai pertanaman dengan skor

diantara dua titik yang sudah ditentukan, kemudian dibuat kriterianya yang sesuai.

Pada praktikum ini dilakukan penentuan skor berdasarkan tingkat gejala yang

ditunjukkan oleh setiap tanaman tiap traynya. Penentuan skore tersebut dikarenakan gejala

merupakan hal yang mudah untuk diamati dan juga setiap tanaman menunjukkan tingkat

gejala yang berbeda-beda. Gejala merupakan hal yang bersifat kontinyu, yata dan juga

memiliki validitas tertentu. Skor yang ditentukan diawali dengan skor 0, dimana

menunjukkan tingkat gejala yang ada sebesar 0 % atau tanaman yang diamati sehat.

Selanjutnya skor 1 yang menunjukkan bahwa tingkat gejala pada tanaman yang diamati

sebesar 1 % - 10 %. Skor 2 menunjukkan bahwa tingkat gejala pada tanaman yang diamati

sebesar 11 % - 20 %. Skor 3 menunjukkan bahwa tingkat gejala pada tanaman yang diamati

sebesar 21 % - 30 %. Skor 4 menunjukkan bahwa tingkat gejala pada tanaman yang diamati

sebesar 30 % - 40 %. Skor 5 menunjukkan bahwa tingkat gejala pada tanaman yang diamati

lebih dari 40 %.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa rerata intensitas

penyakit pada tanaman cabai yang menunjukkan gejala bercak sebesar 51,15 %. Hal itu

menunjukkan bahwa kerusakan akibat serangan patogen pada tanaman yang terserang

penyakit tersebut cukup parah. Hal itu diketahui dari nilai intensitas penyakit yang telah

melebihi 50 %. Bercak pada daun tanaman cabai merupakan salah satu penyakit penting

Page 9: adikk bpesti 2

dalam perkembangan cabai di daerah tropis yang panas dan lembab. Serangan penyakit ini

disebabkan oleh cendawan Cercospora capsici dan mengakibatkan daun akan mengalami

keadaan yang tidak sehat dan akhirnya gugur (Hidayat, 2004). Hal itu juga ditunjukkan

dengan insidensi penyakit sebesar 100 %. Hal itu menunjukkan bahwa setiap tanaman telah

terserang patogen penyebab penyakit tersebut yang menyebabkan gejala bercak tersebut.

Untuk tamanan cabai dengan gejala layu memiliki intensitas penyakit sebesar 46,7 %

dengan insidensi sebesar 100 %. Hal itu menunjukkan bahwa patogen penyebab penyakit

memiliki daya sebar yang tinggi. Hal itu ditunjukkan dari angka insidensi yang menyatakan

seluruh tanaman terserang patogen dan menimbulkan gejala layu. Angka intensitas tersebut

menyatakan bahwa tingkat serangan patogen terhadap tanaman cabai cukup tinggi, namun

belum mencapai angka 50 %.

Berdasarkan literatur yang ada, maka metode yang digunakan dalam praktikum ini

adalah pengamatan kualitatif dengan metode skoring. Pada dasarnya metode tidak langsung

kurang efetif dibanding metode pengukuran langsung. Hal itu dikarenakan metode skoring

memiliki ukuran yang lebih luas (kurang spesifik) dibandingkan dengan pengamatan dengan

metode pengukuran langsung yang contohnya adalah metode proporsi langsung.

Page 10: adikk bpesti 2

V. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Metode pengukuran intensitas penyakit tanaman dapat dilakukan secara kualitatif dengan

metode skoring.

2. Intensitas penyakit tanaman cabai bergejala layu sebesar 46,7 % dengan insidensi sebesar

100 %

3. Intensitas penyakit tanaman cabai bergejala bercak sebesar 51,15 % dengan insidensi

sebesar 100 %

4. Intensitas penyakit tanaman tomat bergejala layu sebesar 100 % dengan insidensi sebesar

100 %

Page 11: adikk bpesti 2

DAFTAR PUSTAKA

Cooke, B.M. Jones, G.D., Kaye, B. 2006. The Epidemiology of Plant Disease. Springer.

Netherlands.

Hidayat. 2004. Dasar-Dasar Perlidungan Tanaman. Gadjah Mada University

Press.Yogyakarta.

Kranz, J. 1974. Epidemics of Plant Diseses. Springer-Verlag. Berlin

Oka, I. N. 1977. Penerapan Konsep Pengendalian Hama Penyakit Tanaman dan Tumbuhan

Pengganggu di Indonsesia. Lembaga Peneliian Pertanian Bogor. Bogor.

Plank, J.E.V.D. 1963. Plant Diseases : Epidemics and Control. Academic Press. New York.

Saenong, M.S.. 2010. Pengamatan Kuantitatif Dan Kualitatif Cekaman Biotik Dan Abiotik

Pada Pembentukan Varietas Hibrida Bima-5. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan

Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan. Balai Penelitian

Tanaman Serealia. Maros.

Semangun, H. 1995. Konsep dan Asas Dasar Pengelolaan Penyakit Tumbuhan Terpadu.

Risalah Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI, 6-8 Septembar 1993.

Yogyakarta.

Southwood TRE. 1978. Ecological Methode, With Particular Reference To Studi Of Insect

Populations. The ELBS and Chapman and Hall. London.

Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan hama Terpadu. Gadjah mada University Press.

Yogyakarta.

Zadoks, J.C. & R.D. Schein. 1979. Epidemiology and Plant Disease Managemen. Oxford

University press. New York.