Adenoid Hypertrophy

download Adenoid Hypertrophy

of 16

description

f

Transcript of Adenoid Hypertrophy

Adenoid HypertrophyI. PENDAHULUANAdenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin waldeyer. Secara fisiologik pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun.(1,2,3)Apabila sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid yang akan mengabatkan sumbatan pada koana, sumbatan tuba eustachius serta gejala umum. Akibat sumbatan koana maka pasien akan bernapas lewat mulut sehingga terjadi :a. Jika berlangsung lama menyebabkan palatum durum lengkungnya menjadi tinggi dan sempit, area dentalis superior lebih sempit dan memanjang daripada arcus dentalis inferior hingga terjadi malocclusio dan overbite (gigi incisivus atas lebih menonjol ke depan).b. Muka penderita kelihatannya seperti anak yang bodoh, dan dikenal sebagai facies adenoidea.c. Mouth breathing juga menyebabkan udara pernafasan tidak disaring dan kelembabannya kurang, sehinnga mudah terjadi infeksi saluran pernafasan bagian bawah.d. Pada sumbatan, tuba eustachius akan terjadi otitis media serosa baik rekuren maupun otitis medis akut residif, otitis media kronik dan terjadi ketulian. Obstruksi ini juga menyebabkan perbedaan dalam kualitas suara.(1)Gejala umum yang ditemukan pada hipertrofi adenoid yaitu gangguan tidur, tidur ngorok/mendengkur, retardasi mental dan pertumbuhan fisis kurang dan dapat menyebabkan sumbatan pada jalan napas bagian atas yang dapat mencetuskan kor pulmonale dimana sukar disembuhkan dengan penggunaan diuretik tetapi memberikan respon yang cepat terhadap adenoidektomi.(1,2,3)II. EPIDEMIOLOGIPada awal tahun 1960 dan 1970-an, telah dilakukan 1 sampai 2 juta tonsilektomi, adenoidektomi atau gabungan keduanya setiap tahunnya di Amerika serikat. Angka ini menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu dimana pada tahun 1996, diperkirakan anak-anak di bawah 15 tahun menjalani tonsilektomi, dengan atau tanpa adenoidektomi. Dari jumlah ini, 248.000 anak (86,4%) menjalani tonsiloadenoidektomi dan 39.000 lainnya (13,6%) menjalani tonsilektomi saja. Tren serupa juga ditemukan di Skotlandia. Sedangkan pada orang dewasa berusia 16 tahun atau lebih, angka tonsilektomi meningkat dari 72 per 100.000 pada tahun 1990 (2.919 operasi) menjadi 78 per 100.000 pada tahun 1996 (3.200 operasi).(4)Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5 tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus). Sedangkan data dari rumah sakit Fatmawati dalam 3 tahun terakhir (2002-2004) menunjukkan kecenderungan kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi.II. ETIOLOGIAdenoid adalah pembesaran subepitelial dari limfosit pada minggu ke 16 kehamilan. Normalnya, pada saat lahir pada nasofaring dan adenoid banyak di temukan organisme dan terdapat pada bagian atas saluran pernafasan yang mulai aktif sesaat setelah lahir. Organisme-organisme tersebut adalah lactobacillus, streptococcus anaerobik, actynomycosis, lusobacteriurn dan nocardia mulai berkembang. Flora normal yang ditemukan pada adenoid antara lain alfa-hemolytic streptococcus, euterococcus, corynebacterium, staphylococcus, neissria, micrococcus dan stomatococcus.(5)Etiologi pembesaran adenoid dapat di ringkas menjadi dua yaitu secara fisiologis dan faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya yaitu 3-7 tahun. Biasanya asimptomatik, namun jika cukup membesar akan menyebabkan gejala.Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi kronik atau rekuren pada saluran pernapasan atas atau ISPA (2,3,5)IV. ANATOMIFaring adalah suatu kantong fibromuskular yang berbentuk corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke VI. Pada bagian atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, pada bagian depan berhubungan dengan mulut melalui istmus orofaring, sedangkan laring di bawah berhubungan melalui additus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm. bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding laring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring)(3)

Gambar 1: anatomi faring dan pembagiannya(4)Atap nasopharynx sesuai dengan dasar dari corpus ossis sphenoidalis yang mengandung sinus sphenoidalis. Batas depan dari nasopharynx adalah choana yang merupakan muara dari cavum nasi. Dinding belakangnya sesuai dengan vertebra sevikalis I dan II. Batas bawahnya dibentuk oleh palatum molle dan rongga nasofaring terpisah dari orofaring pada waktu menelan oleh kontraksi otot-otot palatum malle (m.tensor veli palatini dan m.levator veli palatini) bersama dengan m.constrictor faringis superior.(2,3,4)Nasofaring relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan struktur seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan ressesus faring yang disebut fossa Rosenmuller. Kantong Rathke yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri. Torus tubarius merupakan suatu refleksi mukosa faring, di atas penonjolan kartilago tuba eustachius, koana, foramen jugulare yeng dilalui oleh n. Glosofaring, n.vagus, dan n.asecorius spinal saraf cranial dan v. jugularis intema, bagian atas petrosus os temporalis dan foramen laserum serta muara tuba eustachius.(2,3)

Gambar 2: anatomi faring dan stuktur sekitarnya(6)

Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fossa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.(2,4)

Gambar 3: Cincin Waldeyer(4)Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus.Jaringan adenoid terdiri atas rangka jaringan ikat fibrosa, yang menunjang massa limfoid. Jaringan ini terisi pembuluh darah dan penbuluh limfe, sedangkan di beberapa tempat terdapat kelompok-kelompok kelenjar mukosa di dalam septa yang bermuara kearah permukaan. Kelenjar mukosa sering terdapat di dalam adenoid pada permukaan dasarnya. Ditengah-tengah jaringan ikat halus terdapat kumpulan sel-sel leukosit atau sel-sel limfoid , bergabung menjadi jaringan limfoid yang membentuk adenoid. (2)Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fossa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius.Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.(7,8,9)

Gambar 4 dan 5: adenoid dan letaknya (12)Struktur anatomis yang penting dalam klinik :Pada dinding lateral nasofaring di belakang concha nasi inferior terdapat muara dari tuba auditiva yang disebut ostium tubae yang dibatasi di dorsal dan kranialnya oleh tonjolan yang disebabkan oleh m.levator veli palatini yang melekat pada cartilago tubae auditiva dan disebut torus tubarius atau levatorwurst. Pada bayi muara tuba ini terletak setinggi dasar cavum nasi sehingga selalu dilewati sekret hidung yang mengalir ke nasofaring karena itu mudah teejadi infeksi telinga tengah melalui tuba ini pada bayi yang pilek.(2)Di dorsal torus tubarius terdapat lekukan ke lateral dari rongga nasofaring yang didebut fossa Rosenmuller (recessus faringeus), jaringan limfoid di sekitar muara tuba dan di fossa Rosenmuller ini disebut tonsil tubaria. Sering terjadi pendangkalan fossa ini olch pertumbuhan tumor ganas nasofaring. (2)Pada pertemuan antara atap dan dinding dorsal nasofaring terdapat adenoid (tonsillla faringeal) yang terdiri dari jaringan limfoid berbentuk lipatan-lipatan vertikal. (2)Pada bagian atas dari dinding dorsal ini kadang-kadang ada suatu cekungan atau kantong yang disebut bursa faringeal yang jinak meradang menyebabkan penyakit Thornwaldt (bursitis nasofaringeal) dengan gejala utama postnasal discharge. (2)V. FISIOLOGIFungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk artikulasi.Fungsi adenoid adalah bagian imunitas tubuh. Adenoid merupakan jaringan limfoid bersama dengan struktur lain dalam cincin Waldeyer. Adenoid memproduksi IgA sebagai bagian penting system pertahanan tubuh garis depan dalam memproteksi tubuh dari invasi kuman mikroorganisme dan molekul asing.(10)VI. PATOGENESISPada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada anak berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid (pharyngeal tonsil) merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh yang menfagosit kuman-kuman patogen. Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai peranan penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral maupun selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid dan bagian ekstrafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respons terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme patogen.(2,5)Adenoid dapat membesar seukuran bola ping-pong, yang mengakibatkan tersumbatnya jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha yang keras untuk bernafas sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang terbuka. Adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal sehingga mempengaruhi suara

Gambar 6: pembesaran adenoid dan proses obstruksi (http://hennykartika.wordpress.com/2008/02/23/tonsilektomi/)Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba eustachius yang akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga tengah akibat tuba eustachius yang tidak bekerja efisien karena adanya sumbatan.VII. GEJALA KI.INISPasien dengan adenoid hipertrofi biasanya datang dengan keluhan rhinore, kualitas suara yang berkurang (hiponasal), dan obstruksi nasal berupa pernapasan lewat mulut yang kronis (chronic mouth breathing), mendengkur, bisa terjadi gangguan tidur (obstructive sleep apnea), tuli konduktif (merupakan penyakit sekunder otitis media rekuren atau efusi telinga tengah yang persisten) dan muka adenoid.(1,2,5)

Gambar 7: facies adenoid (http://www.otorrinoweb.com/_izquie/glosario/f/facies_adenoidea.htm)Hipotensi alveolar bisa terjadi akibat gangguan pada jalan udara di oral dan nasofaring yang perlangsungannya lama dan hal itu menyebabkan terjadinya hipertensi pada arteri pulmonal, cor pulmonale, dan hiperkapnia.(2,3)VIII. DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan berdasarkan :AnamnesisPemeriksaan Fisis (1,5, 8, 9)

Directa: Dengan melihat transoral langsung ke dalam nasofaring setelah palatum molle di retraksi. Dengan rhinoskopi anterior melihat gerakan keatas palatum molle waktu mengucapkan "i" yang terhambat oleh pembesaran adenoid, hal ini disebut fenomena palatum molle yang negatifIndirecta: Dengan cermin dan lampu kepala melihat nasofaring dari arah orofaring dinamakan rhinoskopi posterior. Dengan nasofaringioskop, suatu alat seperti scytoskop yang mempunyai sistem lensa dan prisma dan lampu diujungnya, dimasukkan lewat cavum nasi, seluruh nasofaring dapat dilihat.PalpasiJari telunjuk yang dimasukkan ke nasofaring dapat meraba adenoid yang membesar.gambar 8:teknik palpasiuntuk merabapembesaran adenoid (6)

Pemeriksaan penunjang:a. Radiologi (4,5)Pengambilan foto polos leher lateral juga bisa membantu dalam mendiagnosis hipertrofi adenoid jika endoskopi tidak dilakukan karena ruang postnasal kadang sulit dilihat pada anak-anak, dan dengan pengambilan foto lateral bisa menunjukkan ukuran adenoid dan derajat obstruksi.

Gambar 6: gambaran radiologis foto polos kepala lateral (http://imaging.consult.com/image/topic/dx/Head_and_Neck?title=Adenoidal_and_Tonsilla_ Hypertrophy)b. Endoskopi (7,11)Endoskopi yang flexible membantu dalam mendiagnosis adenoid hipertrofi, infeksi pada adenoid, dan insufisiensi velopharyngeal (VPi), juga dalam menyingkirkan penyebab lain dari obstruksi nasal.

Gambar 7: gambaran endoskopi adenoid (11)IX. PENATALAKSANAANTidak ada bukti yang mendukung bahwa adanya pengobatan medis untuk infeksi kronis adenoid, pengobatan dengan menggunakan antibiotik sistemik dalam jangka waktu yang panjang untuk infeksi jaringan limfoid tidak berhasil membunuh bakteri. Sebenarnya, banyak kuman yang mengalami resistensi pada penggunaan antibiotik jangka panjang. Beberapa penelitian menerangkan manfaat dengan menggunakan steroid pada anak dengan hipertrofi adenoid. Penelitian menujukkan bahwa selagi menggunakan pengobatan dapat mengecilkan adenoid (sampai 10%). Tetapi jika pengobatan tersebut itu dihentikan adenoid tersebut akan terulang lagi.Pada anak dengan efusi telinga tengah yang persisten atau otitis media yang rekuren, adeinoidektomi meminimalkan terjadinya rekuren.Indikasi adenoidektomi adalah : (5)a. Sumbatan Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut Sleep apnea Gangguan menelan Gangguan berbicara Kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)b. Infeksi Adenoiditis berulang/kronik Otitis media efusi berulang/kronik Otitis media akut berulangc. Kecurigaan neoplasma jinak/ganasAdenoidektomi dan tonsilektomi dilakukan dengan anestesi general dan penyembuhan terjadi dalam waktu 48 hingga 72 jam.Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap mempertimbangkan "manfaat dan risiko". Keadaan tersebut antara lain:1. Gangguan perdarahan2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat3. Anemia4. Infeksi akut yang berat

Teknik adenoidektomi terbagi atas dua cara yaitu 5):1. Eksisi melalui mulutMerupakan teknik yang paling banyak di gunakan. Adenoid di keluarkan melalui mulut setelah mulut dibuka dengan menggunakan suatu alat dan menarik langit-langit mulut.Suatu cermin digunakan untuk melihat adenoid karena adenoid terletak pada rongga hidung bagian belakang melalui pendekatan ini beberapa instrumen dapat dimasukkan.Cold Surgical Techniques(5) Curette adenoid : Merupakan patokan dan metode konvensional yang sukses dilakukan. Alat adenoid currete mempunyai sisi yang tajam dan bengkok. Untuk mengangkat adenoid digunakan mata pisau yang tajam setelah terlebih dahulu memposisikan nasofaring. Perdarahan dapat dikontrol dengan elektrocauter. Adenoid Punch : Penekanan pada adenoid dengan menggunakan satu instrumen bengkok yang mempunyai celah dan ditempatkan di atas adenoid kumudian celah itu ditutup dan pisau bedah mengangkat adenoid. Magill Forceps : Adalah suatu instnunen yang berbentuk bengkok yang digunakan untuk mencabut jaringan sisa pada adenoid.Elektrocauter dengan suction bovie : Teknik kedua dengan menggunakan elektrocauter dengan suatu suction bovie yang berfungsi untuk mencabut jaringan adenoid. (5)Surgical microdebrider : Ahli bedah lain sudah menggunakan metode microdebrider, sebagian orang menganggapnya lebih efektif. Perdarahan pasti terjadi pada pengangkatan tetapi sebagian besar dilaporkan perdarahan dengan menggunakan tradisional currete. Mikrodebrider memindahkan jaringan adenoid yang sulit di jangkau oleh teknik lain. (5)

Gambar 8: microdebrider adenoidectomy (http://www.xomed.com/xomed_iil_headandneck1.html)

Laser : Dapat digunakan untuk reseksi adenoid. Teknik ini menghindarkan scar pada nasofaring.

2. Eksisi melalui HidungSatu-salunya teknik bermanfaat untuk memindahkan adenoid melaui rongga hidung dengan menggunakan alat mikrodebrider. Dengan prosedur ini, jika terjadi perdarahan dikontrol dengan menggunakan cauter suction. (5)X. KOMPLIKASIKomplikasi dari tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerokan adenoid kurang bersih. Jika terlalu dalam menyebabkan akan terjadi kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba eustachius dan timbul tuli konduktif(5)

XI. PROGNOSISAdenotonsillektomi merupakan suatu tindakan yang kuratif pada kebanyakan individu. Jika pasien ditangani dengan baik diharapkan dapat sembuh sempurna, kerusakan akibat cor pulmonal tidak menetap dan sleep apnea dan obstruksi jalan nafas dapat diatasi (5,12)Otitis media persisten kronikMaw and Speller, Paradise menunjukkan bahwa sekitar 30-50% terjadi penurunan otitis media setelah dilakukan adenoidectomy.Sinusitis kronikStudi dari Lee and Rosenfeld pada tahun 1997, menunjukkan bahwa sinusitis kronik tidak berkurang meskipun telah dilakukan pengangkatan adenoid. Namun penelitian yang lain tetap menunjukkan adanya resolusi gejala sinusitis setelah pengangkatan adenoid. (5)Obstruksi jalan napasAdenoidektomi menghilangkan obstruksi sehingga gejala-gejala obstruksi nasal seperti sleep apnea, hiponasal menghilang dengan sendirinya. (5)

Pembesaran AdenoidUji Diagnostik : Perbandingan Penilaian Klinis danFoto Polos Lateral Nasofaring Pada Pembesaran Adenoid

I. Latar Belakang MasalahAdenoid / tonsila faringea adalah jaringan limfatik nasofaring yang membentuk cincin waldeyer sebagai salah satu system pertahanan tubuh. Meskipun berfungsi dalam system pertahanan tubuh namun insidens penyakit adenoid sangat tinggi, hal ini terbukti dengan tingginya angka pengangkatan adenoid / adenoidektomi atau disertai dengan pengangkatan tonsila palatine / adenotonsilektomi pada anak-anak diseluruh dunia.Frekuensi adenotonsilektomi di Inggris pada tahun 1987-1993 adalah sekitar 70.000-90.000 pertahun. Di Amerika tahun 1985 telah dilakukan 400.000 adenotonsilektomi. Sedangkan di Turki dilaporkan prosedur adenoidektomi merupakan 75% prosedur operasi yang dilakukan pada anak-anak. Demikian juga yang terjadi di Indonesia, meskipun data yang tersedia belum lengkap, namun menurut Muhardjo (2003) bahwa di RS.Moewardi,Semarang telah dilakukan 220 prosedur adenotonsilektomi sepanjang tahun 2002 dan 65% dari penderita tersebut berusia antara 2-15 tahun.

Pembesaran adenoid akan membawa dampak kesehatan yang buruk terhadap anak-anak. . Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara nasofaring dan adenoid sehingga memberikan implikasi klinik bagi kompleks tuba eustachius-telinga tengah pada sebelah lateral dan hidung-sinus paranasal pada sebelah anterior.Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung sehingga terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus bernapas melalui mulut. Anak akan mengalami gangguan konsentrasi akibat kekurangan oksigen, mudah mengantuk akibat tidur yang terganggu pada malam hari sehingga juga akan mengganggu prestasi belajarnya. Irawati Nina (1994) melaporkan satu kasus pembesaran adenoid dan tonsil yang menyebabkan terjadinya korpulmonal serta penyakit jantung kongestif.Dampak negatif pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otitis media efusi telah dibuktikan baik secara radiologis dan penelitian tentang tekanan oleh Bluestone. Penelitian lain juga menunjukkan adanya hubungan erat antara pembesaran adenoid dengan telinga oleh Maw Bulman, Brook dan Berry bahwa terjadi penurunan signifikan otitis media efusi rekuren pada anak pasca adenoidektomi.Dalam mendiagnosis adanya pembesaran adenoid, maka klinisi akan mempertimbangan gejala-gejala klasik yang sering muncul seperti obstruksi nasi, rinore kronik, percakapan hiponasal, ngorok, mouth breathing. Namun sebagai standar utama penilaian dianjurkan dengan melalukan pemeriksaan radiology yaitu foto polos lateral nasofaring. Penggunaan modalitas ini merupakan standar diagnosis karena pemeriksaannya tersedia hampir di seluruh rumah sakit, objektif, noninvasif dalam menilai perkiraan besar adenoid. Namun mempunyai kelemahan karena hanya memberi kesan adanya pembesaran dalam 2 dimensi, sulit untuk pasien yang tidak kooperatif, memerlukan ketepatan posisi, jarak pengambilan foto serta membutuhkan waktu untuk memperoleh hasilnya.Akhir-akhir telah luas penggunaan serat optik untuk diagnostik. Pemeriksaan nasoendoskopi bagi beberapa klinisi cukup menguntungkan karena memberi visualisasi 3 dimensi yang jelas akan suatu pembesaran pada adenoid.Penelitian yang membandingkan antara temuan radiologi dan penilaian klinis dalam menentukan ada tidaknya pembesaran adenoid telah dilakukan beberapa peneliti, seperti 1) Paradise Jack, Bernard Beverly,dkk (1998) menyimpulkan bahwa stardarisasi penilaian klinik gejala obstruksi nasi dan percakapan hiponasal ternyata cukup valid dalam menentukan pembesaran adenoid. 2)Fujioka Mutsushisa, Young lionei,dkk (1978) menegaskan bahwa foto polos lateral nasofaring memberi informasi yang valid akan pembesaran adenoid. 3) Havas Thomas dan Lowinger David (2002) menilai pembesaran adenoid dengan membuat stardarisasi derajat pembesaran berdasarkan pemeriksaan endoskop dan gejala klinis.Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan kami apakah penilaian klinis melalui penentuan gejala klinik dan pemeriksaan endoskopi juga dapat memberi informasi yang valid. Penelitian ini bukan untuk menyingkirkan modalitas radiologi, namun dengan adanya standarisasi penilaian klinis maka klinisi dapat dengan percaya diri menyimpulkan adanya pembesaran adenoid pada pasien yang dicurigai namun pada pemeriksaan radiologi tidak bermakna karena banyaknya faktor perancu.

I.2. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah ada korelasi antara penilaian klinis dan pemeriksaan foto polos lateral dalam menentukan pembesaran adenoid ?.

I.3. Tujuan PenelitianTujuan Umum:Mengetahui korelasi antara penilaian klinis dan pemeriksaan foto polos lateral dalam menentukan pembesaran adenoidTujuan Khusus:1. Menentukan derajat pembesaran adenoid berdasarkan penilaian klinis (obstruksi nasi, ngorok, percakapan hiponasal)2. Menentukan derajat pembesaran adenoid berdasarkan nasoendoskopi3. Menentukan derajat pembesaran adenoid berdasarkan pemeriksaan foto polos latera nasofaring4. Menentukan korelasi antara penilaian klinis dan nasoendoskopi5. Menentukan korelasi antara penilaian klinis dan pemeriksaan foto polos latera nasofaringI.4. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :1. Dengan penilaian klinis yang sederhana diharapkan menjadi data yang valid dalam mendiagnosis adanya pembesaran adenoid2. Memberikan informasi derajat pembesaran adenoid yang terstandarisasi dan praktis3. Hasil penelitian ini dapat digunakan lebih lanjut meneliti volume nasofaring dan perbandingannya terhadap besar adenoid pada anak-anak

I.5. Hipotesis PenelitianHipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Derajat penilaian klinik dapat memberikan data valid dalam memperkirakan derajat pembesaran adenoid.

II. Kerangka Konsep1. Variabel bebas adalah penilaian klinis dan gambaran radiologi2. Variabel tergantung adalah pembesaran adenoid3. Variabel luar yang terdiri dari :- Variabel Antara : mekanisme peradangan pada ogran adenoid/ tonsila faringea- Variabel Kendali : usia- Variabel Random: jenis kelamin, status gizi, alergi

III. Tinjauan Pustaka

Pembesaran AdenoidAdenoid / tonsila faringea adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular yang terletak pada aspek posterior nasofaring. Adenoid pertama kali diketahui keberadaannya oleh Meyer (1868) sebagai salah satu jaringan yang membentuk cincin waldeyer. Nasofaring berperan sebagai penghubung udara inspirasi dan sekresi sinonasal yang mengalir dari kavum nasi ke orofaring, ruang resonansi saat berbicara dan area drainase untuk kompleks tuba eustachius-telinga tengah-mastoid. Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embryogenesis. Adenoid akan terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai pada usia antara 3-7 tahun. Yang terpenting dari adenoid bukanlah ukuran absolutnya, tapi bagaimana ukuran tersebut terhadap struktur penting pada nasofaring. Pembesaran yang terjadi selama usia kanak-kanak muncul sebagai respon multi antigen seperti virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan.AnatomiAdenoid terletak pada dinding posterior nasofaring, berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior; kompleks tuba eustachius- telinga tengah- kavum mastoid pada bagian lateral.Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a.carotis eksternal, beberapa cabang minor berasal dari a.maxilaris interna dan a.fasialis. Inervasi sensible merupakan cabang dari n.glosofaringeus dan n.vagus.Anatomi mikro dan makroskopik dari adenoid menggambarkan fungsinya dan perbedaannya dengan tonsila palatine. Adenoid adalah organ limfoid yang mengalami invaginasi dalam bentuk lipatan yang dalam, hanya terdiri beberapa kripte berbeda dengan tonsila palatine yang memiliki jumlah kripte lebih banyak. Secara histologis, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya: epitel kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan epitel transisional. Infeksi kornik atau pembesaran adenoid cenderung akibat peningkatan proporsi epitel berlapis skuamous (aktif untuk proses antigen) dan berkurangnya epitel respirasi (aktif untuk klirens mukosilier).Imunologi AdenoidLokasi adenoid sangat memungkinkan paparan benda asing dan pathogen, yang selanjutnya ditransport ke sel limfoid. Gambaran struktur imonulogis adenoid menunjukkan elemen yang dibutuhkan untuk system imunologis mukosa.Proses imunologi pada adenoid dimulai ketika bakteri, virus atau antigen makanan memasuki nasofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen adenoid pertama sebagai barier imunologis. Kemudian akan diabsorbsi secara selektif oleh makrofag, sel HLA dan sel M dari tepi adenoid. Antigen selanjutnya diangkut dan dipresentasikan ke sel T pada area ekstra folikuler dan ke sel B pada sentrum germinativum oleh follicular dendritic cells (FDC).Interaksi antara sel T dengan antigen yang dipresentasikan oleh APC bersama dengan IL-1 akan mengakibatkan aktifasi sel T yang ditandai oleh pelepasan IL-2 dan ekspresi reseptor IL-2. Antigen bersama-sama dengan sel Th dan IL-2, IL-4, IL-6 sebagai aktifator dan promotor bagi sel B untuk berkembang menjadi sel plasma. Sel plasma akan didistribusikan pada zona ekstrafolikuler yang menghasilkan immunoglobulin (IgG 65%, IgA 20%, sisanya IgM, IgD, IgE) untuk memelihara flora normal dalam kripte individu yang sehat.Gejala Klinik Pembesaran AdenoidPembesaran adenoid menimbulkan beberapa gangguan:1. Obstruksi nasiHipertrofi adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung sehingga terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus bernapas melalui mulut. Murray menunjukkan korelasi statistic antara pembesaran adenoid dan kongesti hidung dengan rinoskopi anterior pada anak-anak yang menderita rinitis alergi. Pemeriksaan dengan rinoskopi posterior sulit dilakukan pada kebanyakan anak, oleh karena itu pemeriksaan paling baik untuk mengetahui ukuran adenoid adalah foto lateral adenoid. Foto polos lateral dapat memberikan ukuran adenoid absolute dan pengukuran hubungan besar adenoid dan sumbatan jalan napas. (Hibbert & Whitehouse; Maw, Jeans, Fernando; Cohen & Konak)2. Fasies AdenoidSecara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid mempunyai tampak muka yang karakteristik. Tampakan klasik tersebut meliputi:- Mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang pendek. Namun sering juga muncul pada anak-anak yang minum susu dengan mengisap dari botol dalam jangka panjang.- Hidung yang kecil, maksila tidak berkembang/ hipoplastik, sudut alveolar atas lebih sempit, arcus palatum lebih tinggi3. Efek pembesaran adenoid pada telingaHubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otitis media efusi telah dibuktikan baik secara radiologis dan penelitian tentang tekanan oleh Bluestone. Penelitian lain juga menunjukkan adanya hubungan erat antara pembesaran adenoid dengan telinga oleh Maw Bulman, Brook, Berry bahwa terjadi penurunan signifikan otitis media efusi rekuren pada anak pasca adenoidektomi.4. Sleep apneaSleep apnea pada anak pertama kali diperkenalkan oleh Gastatut, berupa adanya episode apnea saat tidur dan hipersomnolen pada siang hari. Sering juga disertai dengan hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea dapat terjadi akibat adanya obstruksi, sentral atau campuran. Akhir-akhir ini banyak dibahas tentang obstruksi apnea dan peranan pembesaran tonsil adenoid sebagai farktor etiologi. Luke,dkk melaporkan kasus anak dengan pembesaran jantung kanan dan edema paru akibat obstruksi jalan napas dan sembuh setelah dilakukan adenotonsilektomi pada 3 kasus dan adenoidektoni pada 1 kasus. Eliashchar,dkk melaporkan hasil penelitiannya dengan menggunakan polisomnography bahwa tonsilektomi dan adenoidektomi akan menghilangkan apnea obstruksi dan desaturasi oksigen pada anak-anak.Teori terbaru menyebutkan bila apnea obstruksi ini tidak tertangani, maka bukan hanya masalah ngantuk siang hari yang dirasakan oleh anak tersebut namun juga berefek pada hipertensi pulmonary dan kor-pulmonale.Diagnosis Pembesaran AdenoidDiagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinik, pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum mole pada waktu fonasi, pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit). Pemeriksaan nasoendoskopi dapat membantu untuk melihat ukuran adenoid secara langsung. Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral dapat melihat pembesaran adenoid dengan kriteria sebagai berikut: Rasio Adenoid-Nasofaring 0 - 0,52 : tidak ada pembesaran Rasio Adenoid-Nasofaring 0,52 0,72 : pembesaran sedang-non obstruksi Rasio Adenoid-Nasofaring > 0,72 : pembesaran dengan obstruksiCT-Scan merupakan modilitas yang lebih sensitif daripada foto polos untuk identifikasi patologi jaringan lunak, tapi kekurangannya karena biaya yang mahal.PenatalaksanaanTerapi secara konservatif dengan obat-obatan jarang membering hasil yang memuaskan. Terapi bedah dengan adenoidektomi. Meskipun adenoidektomi menjadi kontroversi baji dokter THT, dokter anak dan alergi karena merupakan jaringan limfatik, namun pada beberapa kasus menjadi indikasi yang absolute seperti obstructive sleep apnea syndrome dan cor-pulmonale. Indikasi relative dari adenoidektomi adalah otitis media rekuren, sinusitis rekuren, deformitas oral-fasial.

IV. METODE PENELITIAN4.1. Desain PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian cross-sectional4.2. Tempat dan waktu penelitianPenelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RS.Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar dilaksanakan pada.4.3. Populasi PenelitianPopulasi penelitian ini adalah penderita rinitis alergi yang berusia antara 5 12 tahun yang dating di poliklinik THT-KL RS.Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar.4.4. Sampel dan Cara Pemilihan SampelSampel adalah seluruh populasi terjangkau yang memnuhi kriteria penelitian. Subyek penelitian diperoleh berdasarkan urutan masuknya di poliklinik (consecutive random sampling).4.5. Perkiraan Besar Sampel

4.6. Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria Inklusi1. Usia antara 5-15 tahun2. Bersedia untuk dilakukan adenoidektomi/ tonsilekomi3. Bersedia ikut dalam seluruh proses penelitian memberikan persetujuan secara tertulis (informed consent)Kriteria Eksklusi1. Pasca operasi adenoidektomi2. Terdapat tumor cavum nasi/ polip nasi3. Terdapat kelainan anatomi hidung

4.7. Ijin Penelitian dan Ethical ClearancePermintaan ijin dari orang tua penderita untuk dijadikan sampel penelitian, serta persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Biomedia pada manusia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

4.8. Alur Penelitian

4.9. Cara PenelitianBagi setiap penderita yang masuk sample penelitian dilakukan :A. AnamnesisDitanyakan identitas yang meliputi nama, jenis kelamin, alamat. Keluhan penderita dicatat dalam lembaran kuisioner yang telah disiapkan.Setiap keluhan penanda pembesaran adenoid yang muncul pada pasien akan diberi skor 1, seperti : obstruksi nasi, rinore kronik, percakapan hiponasal, snorring, gangguan pada telinga.B. Pemeriksaan klinik THT : rinoskopi anterior, otoskopi, dan faringoskopi dan dicatat hasilnya pada lembaran kuisoner.Rinoskopi anterior : bila ditemukan fenomena palatum mole tahanan/ tidak bergerak sama sekali diberi skor 1Otoskopi : bila ditemukan membran timpani yang tidak intak (perforasi, sikatriks, sklerosis, adhesif atau retraksi) diberi skor 1Faringoskopi : bila ditemukan pembesaran tonsila palatina ukuran > T2 diberi skor 1C. Pemeriksaan nasoendoskopi rigid 0o, diameter 4 mm yang dilakukan pada sampel dengan posisi berbaring dengan kepala fleksi 30oPembesaran adenoid diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan derajat sumbatan adenoid terhadap jalan udara nasofaring, yaitu:- Ringan (grade 1) : bila sumbatan adenoid < / = 50% dari jalan udara nasofaring- Sedang (grade 2) : bila sumbatan adenoid 50%- 75% dari jalan udara nasofaring- Berat (grade 3) : bila sumbatan adenoid > 75% dari jalan udara nasofaringD. Pemeriksaan Foto Polos Lateral Adenoid di bagian Radiologi RS. Wahidin Sudirohusodo, RS. Pelamonia dan RS. Labuang Baji MakassarProsedur Pemeriksaan Radiologi:Posisi Pasien : Pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan posisi berdiri tegak pada film sejauh 180 cm.Pengukuran adenoid (A) : A adalah titik konveks maksimal sepanjang tepi inferior bayangan adenoid. Garis B adalah garis yang ditarik lurus dari tepi anterior basisoksiput. Jarak A diukur dari titik A ke perpotongannya pada garis BPengukuran ruang nasofaring : Ruang nasofaring dikukur sebagai jarak antara titik C, sudut posterior-superior dari palatum durum dan D (sudut anterior-inferior sincondrosis sfenobasioksipital. Jika sinkondrosis tidak jelas, maka titik D ditentukan sebagai titik yang melewati tepi posterior-inferior pterigoidea lateralis dan lantai tulang nasofaring.Rasio adenoid nasofaring diperoleh dengan membagi ukuran adenoid dengan ukuran ruang nasofaring, yaitu Rasios AN = A/NPembesaran adenoid dengan kriteria sebagai berikut: Rasio Adenoid-Nasofaring 0 - 0,52 : tidak ada pembesaran Rasio Adenoid-Nasofaring 0,52 0,72 : pembesaran sedang-non obstruksi Rasio Adenoid-Nasofaring > 0,72 : pembesaran dengan obstruksi4.10. Identifikasi VariabelDalam penelitian ini beberapa variabel dapat diidentifikasi berdasarkan peran dan skalanya.4. Variabel bebas adalah penilaian klinis dan gambaran radiologi5. Variabel tergantung adalah pembesaran adenoid6. Variabel luar yang terdiri dari :- Variabel Antara : mekanisme peradangan pada ogran adenoid/ tonsila faringea- Variabel Kendali : usia- Variabel Random: jenis kelamin, status gizi, alergi4.11. Defenisi Operasional dan Kriteria ObyektifA. Defenisi Operasional1. Pembesaran adenoid adalah membesarnya ukuran adenoid pada nasofaring yang dapat diketahui dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinik THT dan pemeriksaan foto polos lateral.2. Obstruksi nasi/ hidung tersumbat adalah perasaan tersumbat pada hidung baik uni/bilateral.3. Percakapan hiponasal adalah percakapan dengan suara sengau karena udara untuk resonansi bunyi pada hidung tertutup.4. Rinore kronik/ beringus lama adalah sekret yang berasal dari hidung dengan perlangsungan lebih dari 3 minggu secara terus-menerus atau hilang timbul5. Snorring/ ngorok adalah tidur yang disertai bunyi tambahan.6. Rinoskopi anterior adalah pemeriksaan cavum nasi dan sekitarnya melalui nares anterior dengan menggunakan spekulum hidung, menilai mukosa cavum nasi, sekret, konka nasalis, dan fenomena palatum mole.7. Otoskopi adalah pemeriksaan liang telinga dan membran timpani dengan menggunakan otoskop.8. Faringoskopi adalah pemeriksaan cavum oris dan orofaring dengan menggunakan spatel lidah, menilai mukosa cavum oris, ginggiva, tonsila palatina, mukosa dorsal faring.9. Nasoendoskopi adalah pemeriksaan dengan teleskop rigid 0o, diameter 4 mm yang dilakukan pada sampel dengan posisi berbaring dengan kepala fleksi 30o untuk menilai pembesaran adenoid yang menyumbat koana.

B. Kriteria Obyektif1. Pemeriksaan Foto Polos Lateral Adenoid, adalah pemeriksaan radiologi untuk mengevaluasi ukuran adenoid terhadap ukuran luas nasofaring. Grade 1: Rasio Adenoid-Nasofaring 0 - 0,52 : tidak ada pembesaran Grade 2: Rasio Adenoid-Nasofaring 0,52 0,72 : pembesaran sedang-non obstruksi Grade 3: Rasio Adenoid-Nasofaring > 0,72 : pembesaran dengan obstruksi2. Pembesaran adenoid diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan derajat sumbatan adenoid terhadap jalan udara nasofaring, yaitu:- Ringan (grade 1) : bila sumbatan adenoid < / = 50% dari jalan udara nasofaring- Sedang (grade 2) : bila sumbatan adenoid 50%- 75% dari jalan udara nasofaring- Berat (grade 3) : bila sumbatan adenoid > 75% dari jalan udara nasofaring

4.12. Metode AnalisaData yang telah terkumpul dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis data, kemudian dipilih metode statistik yang sesuai, yaitu:1. Analisa UnivariatDigunakan untuk deskripsi karakteristik data dsar berupa distribusi, frekuensi nilai, rerata, standar deviasi dan rentangan2. Analisa BivariatDigunakan dengan menggunakan metode analisa ivariat uji chi-square (X2) untuk membandingkan variabel yang berskala nominal dan variabel berskala ordinal antara 2 kelompok yang tidak berpasangan.Pengolahan data dengan menggunakan SPSS 11,5 disajikan dalam bentuk tabel.