Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

28
Acara II TEKNOLOGI FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI ` Disusun oleh: Nama: Ade Surya Wibowo NIM: 12.70.0011 Kelompok: C1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

description

TEKNOLOGI FERMENTASI KECAP

Transcript of Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

Page 1: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

Acara II

TEKNOLOGI FERMENTASI KECAP

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

` Disusun oleh:

Nama: Ade Surya Wibowo

NIM: 12.70.0011

Kelompok: C1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan kecap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Hasil Pengamatan Karakter Sensoris KecapKel Perlakuan Aroma Warna Rasa Kekentalan

C1250 gram kedelai hitam + 0,5% inoculum

tempe + cengkeh 1 gram ++ + ++ +++

C2250 gram kedelai putih + 0,75% inoculum

tempe + cengkeh 1 gram - - - -

C3250 gram kedelai hitam + 0,75% inoculum

tempe + 1 batang serai + ++ +++ ++

C4250 gram kedelai putih + 1% inoculum tempe

+ 1 batang serai +++ ++ +++ ++

C5250 gram kedelai hitam + 1% inoculum tempe

+ pala 1 biji ++ +++ +++ +++

Keterangan:Aroma: Rasa: Kekentalan: Warna:+ : kurang kuat + : kurang kuat + : kurang kental + :kurang hitam++ : kuat ++ : kuat ++ : kental ++ : hitam+++ : sangat kuat +++ : sangat kuat +++ : sangat kental +++ : sangat hitam

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil sensoris kecap menunjukkan

hasil yang berbeda pada tiap kelompok. Pada kelompok C1 bahan yang digunakan

adalah kedelai hitam dengan perlakuan ditambahkan 0,5% inoculum tempe dan 1 gram

cengkeh dihasilkan kecap dengan aroma kuat dengan warna kurang hitam, rasa yang

kuat, dan sangat kental. Pada kelompok C2 bahan yang digunakan adalah kedelai putih

dengan perlakuan ditambahkan 0,75% inokulum tempe dan 1 gram cengkeh namun

mengalami kegagalan. Pada kelompok C3 bahan yang digunakan adalah kedelai hitam

dengan perlakuan ditambahkan 0,75% inoculum tempe dan 1 batang serai dihasilkan

kecap dengan aroma kurang kuat dengan warna hitam, rasa yang sangat kuat, dan

kental. Pada kelompok C4 bahan yang digunakan adalah kedelai putih dengan

perlakuan ditambahkan 1% inoculum tempe dan 1 batang serai dihasilkan kecap yang

hampir sama pada kelompok C3 dari semua uji sensori, kecuali pada uji sensori aroma

karena dihasilkan aroma yang sangat kuat. Pada kelompok C5 bahan yang digunakan

adalah kedelai hitam dengan perlakuan ditambahkan 1% inoculum tempe dan pala 1 biji

dihasilkan kecap dengan aroma kurang kuat, rasa sangat manis, warna hitam, dan

kental.

1

Page 3: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, akan di bahas mengenai proses pembuatan kecap dengan cara

fermentasi. Pada prinsipnya pembuatan kecap dengan metode fermentasi adalah

memecah senyawa makromolekul kompleks yang terkandung pada kedelai menjadi

senyawa yang lebih sederhana. Misalnya protein menjadi peptida dan asam amino;

lemak menjadi asam lemak; dan karbohidrat menjadi monosakarida. Pemecahan

senyawa-senyawa tersebut akan menentukan aroma, rasa, flavor, dan komposisi dari

kecap yang terbentuk (Hardjo, 1964). Purwoko & Handjajani (2007) mengatakan bahwa

kecap yang dibuat melalui metode fermentasi biasanya memiliki cita rasa dan aroma

yang lebih digemari oleh konsumen.

Di Indonesia sendiri, kecap dibagi menjadi 2, yaitu kecap manis dan kecap asin. Kecap

manis ini mengandung gula palma dalam jumlah banyak (26-61%) dan garam dalam

jumlah sedikit (3-6%) serta memiliki konsistensi sangat kental. Kecap asin memiliki

konsistensi warna yang encer dan warna yang lebih muda, serta mengandung sedikit

gula palma (4-19%) namun tinggi kandungan garam (18-21%) (Judoamidjojo, 1987).

Kecap merupakan salah satu makanan tradisional yang dibuat melalui proses fermentasi

kacang kedelai atau jenis kacang lainnya. Kecap berbentuk cairan dengan warna coklat

sampai hitam yang memiliki kisaran pH 4,9-5,0. Kecap mudah dicerna dan diabsorbsi

oleh tubuh manusia karena kecap terbuat dari komponen yang memiliki berat molekul

rendah dan kelarutan dalam airnya tinggi (90%) (Rahman, 1992). Proses pembuatan

kecap sendiri dibagi menjadi 3 cara, yaitu secara fermentasi, hidrolisis kimia, atau

kombinasi antara keduanya (Winarno et al, 1980).

Proses pembuatan kecap secara fermentasi dibagi menjadi 2 tahap, yaitu meliputi

fermentasi dengan kapang (koji) dan fermentasi dengan larutan garam (moromi). Pada

kedua tahap fermentasi tersebut akan terjadi perubahan-perubahan biokimiawi

(Judoamidjojo, 1987). Selama proses fermentasi koji, maupun fermentasi moromi akan

terjadi kenaikan total nitrogen terlarut, padatan terlarut dan gula pereduksi, serta

pembentukan pH kecap pada angka 4,9-5,0 (Rahman, 1992). Menurut jurnal dari Shin

et al (2007) mengatakan bahwa saat fermentasi kapang (koji), protein dan karbohidrat

2

Page 4: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

3

akan mengalami degradasi oleh enzim protease, enzim peptidase (termasuk gluminase),

dan enzim amilase turunan dari koji.

Terdapat beberapa jenis kapang yang berperan dalam proses fermentasi koji pada kecap,

diantaranya adalah Aspergillus soyae, Aspergillus oryzae, Aspergillus niger dan

Rhizopus sp yang menghasilkan enzim protease (Astawan & Astawan, 1991). Selain

enzim protease, terdapat beberapa khamir seperti Zigosaccharomyces sp. dan

Hansenula sp. Bakteri juga ikut serta dalam proses fermentasi kecap yaitu merupakan

golongan bakteri asam laktat, seperti Lactobacillus delbruckii. Bakteri asam laktat ini

akan memproduksi asam-asam organik, seperti asam laktat, asam asetat, asam suksinat,

dan asam fosfat yang memiliki peran untuk membentuk citarasa, warna, dan umur

simpan (Kasmidjo, 1990). Rahman (1992) menambahkan bahwa kapang, khamir, atau

bakteri yang terlibat di dalam fermentasi kecap secara alami terdapat pada lingkungan

pembuatan kecap.

Menurut Santoso (1994) proses pembuatan kecap terdiri dari 4 tahap, yaitu perebusan

biji kedelai yang telah disortir, penjamuran, penggaraman, dan perebusan akhir.

Langkah kerja proses fermentasi kecap yang dilakukan pada saat praktikum ini juga

termasuk didalam 2 tahap tersebut yaitu tahap perebusan penjamuran dan tahap

penggaraman. Tahap perebusan dan penjamuran termasuk dalam fermentasi koji,

sedangkan tahap penggaraman dan perebusan akhir termasuk dalam fermentasi moromi.

Purwoko & Handjajani (2007) dalam jurnalnya mengatakan bahwa dalam proses

fermentasi kecap, terdapat 2 macam proses fermentasi, yaitu fermentasi padat (koji)

yang membutuhkan waktu 3-5 hari, fermentasi cair (moromi) yang membutuhkan waktu

14-28 hari.

Page 5: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

4

Gambar diatas pada saat proses fermentasi koji mulai dari menimbang biji kedelai yang

sudah direndam selama semalam lalu dicuci dan direbus hingga matang. Pada saat akan

dimasukan kedalam besek untuk di fermentasi, biji kedelai yang basah tersebut harus

dikeringkan terlebih dahulu lalu ditambahkan inokulum komersial tempe. Setelah

diinokulasi, besek ditutup dan di inkubasi selama 3 hari.

2.1. Fermentasi Koji

Pada fermentasi koji, langkah kerja yang dilakukan pertama-tama adalah kedelai yang

masih memiliki kulit ari direndam selama 1 malam. Setelah kedelai mekar, kedelai

kemudian dicuci lalu ditiriskan hingga kering. Selanjutnya kedelai direbus hingga

matang, lalu ditiriskan hingga setengah kering. Kedelai kemudian diletakkan didalam

besek yang sudah dialasi dengan daun pisang dan ditambahkan inokulum komersial

untuk pembuatan tempe dengan konsentrasi 0,5% (Kelompok C1), 0,75% (Kelompok

C2 & C3); dan 1% (Kelompok C4 dan C5). Setelah diikonulasi, besek kemudian ditutup

dan diinkubasi selama 3 hari.

Proses perendaman kedelai selama 1 malam bertujuan agar membantu proses pelepasan

kulit ari dari biji kedelai dan untuk melunakkan biji kedelai. Menurut Kasmidjo (1990)

yang mengatakan bahwa biji kedelai memerlukan proses perendaman sehingga proses

penghilangan kulit ari menjadi lebih mudah. Proses perendaman ini harus dilakukan

dengan jumlah air yang melimpah agar kedelai dapat menyerap air dan beratnya

meningkat hingga 2-3 kali lipat. Hal ini juga sesuai dengan teori dari Tortora et al

(1995) bahwa tujuan dilakukannya proses perendaman kedelai adalah untuk

menghidrasi air ke dalam biji kedelai sehingga proses pemasakan biji kedelai dapat

berjalan lebih singkat karena biji kedelai menjadi lebih lunak. Kedelai direbus hingga

Page 6: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

5

matang ketika semua kulit ari terlepas dari bijinya. Proses perebusan bertujuan agar

mengurangi jumlah mikroorganisme kontaminan pada kedelai dan juga untuk

mengurangi bau langu dari kedelai.

Kedelai yang telah direbus kemudian ditiriskan hingga setengah kering. Penirisan ini

bertujuan untuk mengeringkan kedelai. Menurut Santoso (1994) yang mengatakan

bahwa penirisan bertujuan untuk mengurangi kandungan air yang terdapat pada kedelai

dan untuk mendinginkan kedelai sehingga ketika ditambahkan inokulum, inokulum

tidak mati akibat suhu yang terlalu tinggi. Pengeringan juga tidak dilakukan hingga

kedelai benar-benar sepenuhnya kering, hanya sampai setengah kering. Hal ini

bertujuan agar kedelai tetap lembab sehingga dapat menjadi media tumbuh yang baik

bagi kapang. Atlas (1984) juga mendukung dengan menyatakan bahwa kedelai yang

masih berada dalam kondisi lembab setelah direbus dapat membantu pertumbuhan

jamur pada permukaan kedelai, serta dapat mengakumulasi enzim proteinase dan

amilase. Enzim proteinase ini berfungsi untuk menguraikan protein pada kedelai

menjadi asam amino, sedangkan enzim amilase berfungsi untuk memecah karbohidrat

menjadi gula sederhana (gula pereduksi) yang membuat fermentasi menjadi lebih

mudah dilakukan.

Kedelai lalu ditambahkan dengan inokulum. Inokulum yang digunakan adalah ragi

tempe. Rahman (1992) mengatakan bahwa pada industri kecap berskala kecil, biasanya

digunakan ragi tempe sebagai inokulum fermentasi. Santoso (1994) menambahkan

bahwa proses penjamuran yang dilakukan pada fermentasi ini dilakukan dengan

menggunakan kapang jenis Rhizopus sp. Tahap pemberian inokulum merupakan tahap

yang sangat mempengaruhi kecap yang dihasilkan. Proses pemberian inokulum ini

dilakukan dengan cara mengaduk inokulum dengan kedelai hingga merata. Kedelai

yang sudah diinokulasi kemudian ditutup didalam besek dan kemudian diinkubasi

selama 3 hari pada suhu ruang. Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu dan kondisi

yang tepat bagi kapang untuk melakukan fermentasi. Hal ini sesuai dengan teori dari

Santoso (1994) yang menyatakan bahwa kedelai yang telah diberi penambahan

inokulum ini disimpan pada suhu ruang (25-30°C) selama 3 hari hingga terlihat

penumbuhan kapang.

Page 7: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

6

Gambar diatas adalah hasil dari fermentasi koji dari kelompok CI sampai C5.

2.2. Fermentasi Moromi

Proses fermentasi moromi pertama-tama kedelai yang sudah berjamur diaduk dan

dikeringkan di dalam dehumidifier selama 2-4 jam. Kedelai yang sudah kering

dimasukkan ke dalam toples plastik lalu ditambahkan larutan garam 20% dan direndam

selama 1 minggu. Toples dijemur 1 jam dan diaduk setiap siang hari. Setelah 1 minggu,

kedelai dipress, dan disaring. Selanjutnya diambil 250 ml dan ditambahkan dengan 750

ml air putih, lalu dimasak bersama flavor (spices yang diinginkan yang sudah dilarutkan

dengan perbandingan 1:1). Setelah masak, larutan disaring, ditempatkan dalam wadah

steril dan dilakukan uji sensori.

Proses pengeringan dengan menggunakan dehumidifier bertujuan untuk menghambat

pertumbuhan kapang yang sudah tidak dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan teori dari

Peppler & Perlman (1979) yang mengatakan bahwa proses pengeringan bertujuan untuk

menurunkan kadar air pada kedelai agar kapang yang masih hidup akan dihambat

pertumbuhannya akibat sedikitnya kandungan air pada kedelai. Tortora et al (1995)

mengatakan hal yang serupa bahwa proses pengeringan ini akan mempermudah

penghilangan kapang yang masih melekat pada permukaan kedelai karena kapang

tersebut sudah tidak digunakan lagi pada tahapan selanjutnya.

Kedelai yang sudah dikeringkan kemudian direndam di dalam larutan garam agar

terbentuknya citarasa dari kecap. Perlakuan ini sesuai dengan teori dari Tortora et al

Page 8: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

7

(1995) yang mengatakan bahwa untuk mengekstrak senyawa-senyawa hasil hidrolisis

pada tahap fermentasi kapang, perlu dilakukan proses perendaman dengan air garam.

Pada saat perendaman berlangsung inilah bakteri halofilik akan tumbuh secara spontan

dan akan membentuk flavor yang khas dari kecap. Menurut teori dari Astawan &

Astawan (1991) yang menyatakan bahwa penggunaan garam dengan tingkat konsentrasi

yang tinggi akan menimbulkan tekanan osmotik yang tinggi sehingga air akan tertarik

keluar dari bahan pangan. Hal ini akan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme

menjadi terhambat karena untuk tumbuh, mikroorganisme membutuhkan adanya Aw

yang tinggi. Konsentrasi larutan garam yang ideal untuk proses pembuatan kecap adalah

15-20%, karena apabila kadar garam yang digunakan dibawah 15%, maka

mikroorganisme masih dapat tumbuh pada kecap.

Dilakukan pula proses penjemuran selama dilakukannya perendaman dengan air garam

yang bertujuan untuk memberikan udara pada kedelai dan proses pengadukan yang

bertujuan untuk menghomogenkan larutan. Tortora et al (1995) mengatakan bahwa

proses penjemuran dan pengadukan ini dimaksudkan untuk memberikan aerasi pada

larutan garam dan untuk menghomogenkan larutan. Proses pengadukan selama

perendaman dan penjemuran bertujuan meningkatkan kontak garam dengan substrat

sehingga pertumbuhan kapang dan bakteri dapat meningkat.

Proses penyaringan dan pemasakan kecap dengan bumbu-bumbu dilakukan setelah

proses perendaman dengan air gula selesai. Proses penyaringan bertujuan agar kecap

bebas dari kotoran kontaminan. Tahap pemasakan dilakukan dengan menggunakan

bumbu-bumbu yang telah disediakan, bumbu-bumbu yang digunakan dalam praktikum

ini adalah gula jawa 1 kg, 20 gram kayu manis, 3 gram ketumbar, 1 jentik laos, 1 buah

bunga pekak, cengkeh 1 gram (kelompok C1 dan C2), 1 batang serai (kelompok C3 dan

C4), dan 1 biji pala (kelompok C5). Jumlah gula jawa yang digunakan berbeda-beda

setiap kelompok, yaitu 1 kg (Kelompok C1); 1,5 kg (Kelompok C2), 2 kg (Kelompok

C3); 2,5 kg (Kelompok C4) dan 3 kg (Kelompok C5). Fachruddin (1997) mengatakan

bahwa dalam proses pembuatan kecap, dilakukan penambahan bumbu untuk menambah

aroma dan citarasa dari kecap.

Page 9: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

8

Penggunaan gula jawa agar menghasilkan kecap dengan rasa dan flavor yang baik

karena gula jawa sangat mempengaruhi karakteristik sensoris dari kecap yang

dihasilkan. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Kasmidjo (1990) yang mengatakan

bahwa dalam proses pembuatan kecap manis, gula jawa berguna untuk menciptakan

flavor yang spesifik pada kecap dan meningkatkan viskositas kecap. Gula jawa juga

berfungsi untuk membentuk warna kecap menjadi coklat karamel. Judoamidjojo (1987)

juga mengatakan bahwa gula jawa berperan dalam reaksi maillard dan karamelisasi

dimana reaksi tersebut akan membentuk flavor dan karakteristik kecap manis.

Gambar diatas adalah pada saat proses fermentasi moromi, yaitu kedelai yang sudah

berjamur dari hasil fermentasi koji dipotong-potong dan dikeringkan didalam

dehumifier. Lalu dimasukan kedalam toples dan direndam dalam larutan garam 20%

selama seminggu.

Gambar diatas adalah pada saat setelah proses fermentasi moromi. Biji kedelai dari

setelah melalui fermentasi seminggu kemudian diambil dan di peras sampai didapatkan

air perasan 250ml. Air putih disiapkan sebanyak 750ml kemudian ditambahkan pada air

Page 10: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

9

hasil perasan biji kedelai yang telah difermentasi. Larutan dasar kecap tersebut

kemudian dimasak diatas wajan dengan api sedang. Bumbu-bumbu dan bahan-bahan

dasar disiapkan tiap kelompok kemudian ditambahkan, Lama pemasakan terus

dilakukan hingga kecap matang dan agak kental.

2.3. Hasil Pengamatan Karakteristik Sensori

2.3.1. Aroma

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa kecap yang dihasilkan oleh setiap

kelompok memiliki aroma yang berbeda-beda, yaitu sangat kuat (Kelompok C4), kuat

(Kelompok C1 dan C5), dan kurang kuat (Kelompok C3). Kelompok C2 gagal karena

pada saat tahap proses fermentasi koji dihasilkan kacang kedelai yang terkontaminasi

dengan mikroorganisme lain. Hal ini sesuai dengan teori karena semakin banyak jumlah

inokulum komersial tempe maka semakin kuat aromanya, aroma kecap kelompok C1

menggunakan 0,5% inokulum komersial tempe sama kuat nya dengan kelompok C5

yang menggunakan 1 % inokulum komersial tempe. Kelompok C4 yang menggunakan

1% inokulum komersial tempe ( terbanyak dari kelompok C1 sampai C3) menghasilkan

aroma yang sangat kuat, lebih kuat dari kelompok lainnya yang menggunakan inokulum

tempe dibawah 1%. Namun pada kelompo C5 yang juga menggunakan 1% inokulum

tempe menghasilkan aroma yang kuat saja sama seperti kelompok C1 yang hanya

menggunakan 0,5% inkulum tempe dan itu tidak sesuai teori.

Hal yang seharusnya adalah dari teori Astawan & Astawan (1991) dan Rahayu et al

(1993) yang mengatakan bahwa jumlah inokulum yang ditambahkan akan

mempengaruhi kecepatan degradasi protein dan karbohidrat pada kedelai. Protein dan

karbohidrat ini akan didegradasi oleh enzim protease, enzim peptidease dan enzim

amilase yang dihasilkan oleh kapang. Semakin banyak jumlah kapang yang

ditambahkan, maka proses degradasi protein dan karbohidrat ini akan berjalan semakin

cepat. Namun, apabila jumlah kapang yang ditambahkan terlalu banyak, maka flavor

kecap yang dihasilkan menjadi kurang baik. Hasil aroma yang didapatkan selain dari

faktor inokulum juga tidak lepas dari faktor bumbu tambahannya. Pada kelompok C4

menggunakan inokulum paling banyak yaitu sekitar 1% namun juga ditambah 1 batang

serai sehingga dapat mempengaruhi aroma yang dihasilkan yaitu menjadi sangat kuat.

Page 11: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

10

Komponen nitrogen pada asam amino yang diperoleh dari proses degradasi selama

fermentasi kecap adalah komponen aktif yang mempengaruhi aroma dari hasil

fermentasi kecap. Hal ini sesuai dengan teori dari Armstrong (1995) yang menyatakan

bahwa aroma dan flavor kecap ditentukan oleh komponen nitrogen pendukung seperti

kadaverin, arginin, histidin, dan ammonia. Senyawa-senyawa tersebut akan membentuk

flavor kecap yang enak apabila bereaksi dengan asam suksinat atau asam glutamat.

Flavor kecap yang khas sendiri akan dihasilkan dari penguraian protein menjadi asam

amino, terutama asam amino glutamat. Muangthai et al (2007) dalam jurnalnya

menyetujui bahwa asam amino terbanyak yang terdapat pada kecap adalah asam amino

glutamate yang menimbulkan aroma yang khas pada kecap.

Penggunaan bumbu sebenarnya akan sangat mempengaruhi aroma dari kecap. Kasmidjo

(1990) dalam teorinya menyatakan bahwa flavor spesifik dari kecap ini akan

dipengaruhi oleh jenis bumbu yang digunakan, khususnya gula jawa. Selain itu, aroma

pada kecap sendiri akan sangat ditentukan oleh komponen organik yang terkandung di

dalam kecap. Jurnal dari Feng et al (2013) juga mengatakan bahwa kecap kedelai adalah

produk fermentasi yang mengandung komponen flavor organik seperti alkohol, ester,

fenol, asam dan heterocyclics. Komponen-komponen tersebut menjadi indikator yang

penting dalam penentuan aroma dan kualitas dari kecap kedelai.

2.3.2. Rasa

Berdasarkan hasil pengamatan dari segi rasa, bahwa kecap yang dihasilkan oleh setiap

kelompok meningkat secara siginifikan mulai dari kelompok C3 dan stabil hingga

kelompok C5 yaitu sangat kuat, sementara kelompok C1 menghasilkan rasa yang kuat

saja. Adanya perbedaan rasa dari kecap yang dihasilkan disebabkan karena waktu yang

digunakan untuk memasak pada masing-masing kelompok tidak sama atau berbeda-

beda sehingga tingkat terjadinya reaksi karamelisasi juga berbeda. Hal ini sesuai dengan

teori dari Amalia (2008) yang menyatakan bahwa gula jawa merupakan penyusun

terbesar diantara bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kecap sehingga

penambahan gula jawa ini akan sangat mempengaruhi rasa dari kecap yang dihasilkan.

Amalia (2008) menambahkan bahwa apabila proses pemasakan kecap terlalu lama,

maka kecap yang terbentuk akan terasa pahit. Hal tersebut juga dapat terjadi dan

Page 12: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

11

mempengaruhi rasa dari kecap karena waktu atau lama pemasakan yang dilakukan tiap

kelompok berbeda-beda.

Aktivitas bakteri juga akan mempengaruhi rasa kecap, menurut Astawan & Astawan

(1991) dan Rahayu et al (2005) dalam jurnalnya mengatakan bahwa rasa kecap ini akan

dipengaruhi oleh bumbu-bumbu yang digunakan serta aktivitas bakteri asam laktat,

yaitu Lactobacillus delbrueckii yang tumbuh pada saat fermentasi moromi berlangsung.

Lactobacillus delbrueckii akan memproduksi asam-asam organik seperti asam asetat,

asam laktat, asam suksinat, dan asam fosfat dimana asam tersebut akan menyebabkan

pH kecap menurun dan akan menstimulasi pertumbuhan kapang yang penting dalam

pembentukan rasa dari kecap.

2.3.3. Warna

Berdasarkan hasil pengamatan dari hasil proses fermentasi kecap dari segi warna, dapat

dilihat bahwa terjadi peningkatan warna dari kelompok C1 yang menghasilkan warna

kurang hitam sampai pada kelompok C5 yang menghasilkan warna sangat hitam. Pada

kelompok C2 mengalami kegagalan karena terjadinya kontaminasi mikroorganisme lain

pada saat proses fermentasi koji, pada kelompok C3 dan C4 menghasilkan warna yang

sama yaitu warna hitam. Penambahan gula jawa sangat mempengaruhi warna yang

dihasilkan pada kecap. Reaksi browning dari gula jawa terjadi pada saat proses

pemasakan yang menggunakan suhu tinggi selama proses pembuatan kecap. Proses

lamanya memasak juga menjadi faktor pengaruh warna yang dihasilkan dan pada tiap

kelompok lama waktu memasak berbeda-beda sehingga dihasilkan warna yang berbeda

pula, contohnya pada kelompok C1 yang menghasilkan warna berbeda dari yang lain.

Menurut Astawan & Astawan (1991) mengatakan bahwa warna coklat kehitaman pada

kecap dihasilkan dari reaksi browning antara gula pereduksi dengan asam amino.

Kasmidjo (1990) juga mendukung dengan mengatakan bahwa penambaham gula jawa

pada proses pembuatan kecap akan membuat kecap menjadi berwarna coklat karamel.

Warna coklat ini akan akan menguat selama proses pemasakan kecap karena adanya

pengaruh suhu tinggi. Amalia (2008) juga menyetujui dengan mengatakan bahwa gula

jawa adalah gula yang berbentuk padat, berwarna coklat kemerahan hingga coklat tua.

Gula merah ini memiliki peran dalam pembuatan kecap karena reaksi Maillard dan

karamelisasi.

Page 13: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

12

2.3.4. Kekentalan

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum fermentasi kecap dari segi kekentalan,

dapat dilihat bahwa kecap yang dihasilkan oleh setiap kelompok memiliki kekentalan

yang berbeda, yaitu sangat kental pada kelompok C1 dan C5, kemudian kental pada

kelompok C3 dan C4, untuk C2 tidak menghasilkan apa-apa karena mengalami

kegagalan oleh sebab tercemar mikroorganisme kontaminan pada saat tahap proses

fermentasi koji. Data yang seharusnya diperoleh dari segi kekentalan kecap ini

dipengaruhi dari lama waktu memasak karena semakin lama waktu memasak maka gula

jawa akan mengental karena mengalami karamelisasi. Lama waktunya memasak setiap

kelompok yang berbeda-beda juga mempengaruhi kekentalan kecap yang dihasilkan.

Kasmidjo (1990) mengatakan bahwa penambahan gula jawa akan meningkatkan nilai

viskositas atau kekentalan dari kecap. Peppler & Perlman (1979) menambahkan bahwa

kekentalan kecap dapat juga disebabkan oleh bumbu-bumbu yang ditambahkan selama

proses pemasakan kecap, terutama gula jawa. Lim et al (2009) dalam jurnalnya

mengatakan bahwa semakin banyak inokulum yang digunakan, maka komponen pada

kedelai akan keluar dan mempengaruhi kekentalan kecap.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari fermentasi kecap diketahui bahwa konsentrasi

penambahan inokulum yang berbeda pada masing-masing kelompok mempengaruhi

karakteristik sensori dari kecap. Hasil sesuai dengan teori dari Masashi (2006) yang

mengatakan bahwa konsentrasi dari ragi akan mempengaruhi komponen-komponen di

dalam kecap, seperti asam laktat dan etanol. Semakin tinggi konsentrasi ragi yang

ditambahkan, proses fermentasi akan berjalan dengan lebih cepat sehingga etanol dan

asam laktat yang dihasilkan juga semakin banyak. Namun, apabila jumlah ragi yang

ditambahkan terlalu banyak, maka kecap manis yang dihasilkan akan memiliki kualitas

sensoris yang kurang baik akibat tingginya kadar asam laktat dan etanol.

Astawan & Astawan (1991), menambahkan bahwa faktor yang mempengaruhi mutu

dari kecap adalah perbedaan varietas kedelai, lama fermentasi, dan kemurnian inokulum

yang digunakan. Pada kelompok C2 terjadi kegagalan pada saat tahap proses fermentasi

Page 14: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

13

koji karena terkontaminan mikroorganisme lain. Hal ini disebakan karena pembuatan

kecap dilakukan dengan kurang steril sehingga terjadi kontaminasi. Hal ini sesuai

dengan pernyataan dari Kasmidjo (1990) yang mengatakan bahwa proses dan kondisi

fermentasi perlu diatur, misalnya aerasi, suhu, dan kadar air agar dapat tercipta

lingkungan yang sesuai dan agar tidak terjadi kontaminasi mikroorganisme lain yang

tidak diinginkan.

Page 15: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

3. KESIMPULAN

Proses pembuatan kecap secara fermentasi dibagi menjadi tahap fermentasi dengan

kapang (koji) dan fermentasi dengan larutan garam (moromi).

Secara garis besar, pembuatan kecap terdiri dari 4 tahap, yaitu perebusan biji kedelai

yang telah disortir, penjamuran, penggaraman, dan perebusan akhir.

Tujuan perendaman kedelai selama 1 malam adalah membantu proses pelepasan

kulit ari dan melunakkan biji kedelai.

Tujuan perebusan adalah untuk mengurangi jumlah mikroorganisme kontaminan

dan untuk mengurangi bau langu dari kedelai.

Tujuan pengeringan dengan dehumidifier adalah untuk menghambat pertumbuhan

kapang yang sudah tidak dibutuhkan.

Tujuan perendaman dalam larutan garam adalah untuk membentuk citarasa kecap.

Penggunaan bumbu-bumbu seperti kayu manis, ketumbar, laos, dan bunga pekak

bertujuan untuk meningkatkan flavor kecap.

Aroma kecap dipengaruhi jumlah inokulum, bumbu, dan komponen organik.

Lama waktu proses memasak kecap akan mempengaruhi karakteristik sensori

warna, rasa, aroma, dan kekentalan.

Warna hitam coklat pada kecap disebabkan karena penambahan gula jawa dalam

proses pembuatan kecap yang mengalami reaksi browning.

Semakin sedikit banyak inokulum komersial tempe maka semakin kuat aromanya.

Semakin banyak jumlah inokulum yang ditambahkan, maka proses degradasi

protein dan karbohidrat ini akan berjalan semakin cepat.

Semakin banyak gula jawa yang ditambahkan, kekentalan kecap menjadi

meningkat.

Semakin tinggi konsentrasi inokulum yang ditambahkan, proses fermentasi akan

berjalan dengan lebih cepat

Semarang, 25 Juni 2015 Asisten dosen:- Abigail Sharon- Friska Melia

Ade Surya Wibowo 12.70.0011

14

Page 16: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

4. DAFTAR PUSTAKA

Amalia, T. 2008. Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Amstrong, S.B. 1995. Buku Ajar Biokimia Edisi Ketiga. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Atlas, R.M. 1984. Microbiology Fundamental And Applications. Mc Milland Publishing Company. New York.

Fachruddin, L. 1997. Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.

Feng, J.; Xiao-Bei, Z.; Zhi-Yong, Z.; Dong, W.; Li-Min, Z.; and Chi-Chung L. 2013. New Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 31, No. 3: 292–305.

Hardjo, S. 1964. Pengolahan dan Pengawetan Kedelai untuk Bahan Makanan Manusia. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Judoamidjojo, R.M. 1987. The Studies on Kecap - Indigenous Seasoning of Indonesia. Thesis Doktor pada University of Agriculture, Japan.

Kasmidjo, R.B. 1990. Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Lim, J. Y.; Kim, J.J.;. Lee, D.S.; Kim, G.H.; Shim, J.Y.; Lee, I. and Imm, J.Y. 2009. Physicochemical Characteristic and Production of Whole Soymilk from Monascus Fermented Soybeans. Food Chemistry.

Masashi, K. 2006. Method of Brewing Soy Sauce. Diakses di http://osdir.com/patents/Food-processes/Method-brewing-soy-sauce-07056543.html. Diakses tanggal 10 Juni 2014.

15

Page 17: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

16

Muangthai, P.; Upajak, P.; and Patumpai, W. 2007. Study of Protease Enzyme and Amino Acid Contents in Soy sauce Production from Peagion Pea and Soy bean. KMITL Sci. Tech. J. Vol. 7 No. S2

Peppler, H.J. and Perlman, D. 1979. Microbial Technology. Fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.

Purwoko, T dan Handajani, N.S. 2007. Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. Oligosporus. Jurnal Biodiversitas Volume 8(2) p:223-227.

Rahayu, A.; Suranto, dan Purwoko, T. 2005. Analisis Karbohidrat, Protein, dan Lemak pada Pembuatan Kecap Lamtoro gung (Leucaenaleucocephala) terfermentasi Aspergillus oryzae. Jurnal Bioteknologi 2(1): 14-20.

Rahayu, E.S.; Indriati, R.; Utami, T.; Harmayanti, E. dan Cahyanto, M.N. 1993. Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.

Santoso, H.B. 1994. Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Shin, R.; Momoyo, S.; Takeo, M. and Nobuyuki, S. 2007. Improvement of Experimentally Induced Hepatic and Renal Disorders in Rats using Lactic Acid Bacteria-fermented Soybean Extract (BiofermenticsTM). Oxford Journals Volume 6(3): p 357-363.

Tortora, G.J.; Funke, R. and Case, C.L. 1995. Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Winarno, F.G.; Fardiaz, S. dan Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 18: Ade Surya Wibowo_12.70.0011_Teknologi Fermentasi_Kecap_UNIKA

5. LAMPIRAN

5.1. Laporan Sementara

5.2. Abstrak Jurnal

17