Adaptasi Budaya Para Ekspatriat di Timor Leste · 2014. 5. 16. · dendam dan marah sama saya...

52
BAB IV ADAPTASI BUDAYA PARA EKSPATRIAT DI TIMOR LESTE 4.1 KARAKTERISTIK INFORMAN Sebelum data dianalisis, penulis perlu menyajikan karakteristik informan. Informan adalah sekumpulan orang dimana peneliti bisa memperoleh informasi atau data yang diperlukan untuk melakukan suatu penelitian. Para bisnis ekspatriat yang dijadikan informan dalam penelitian terdiri dari 27 orang yaitu: Gladys P. Pustrua, John Paul S Valdes, Miraclan Abejero, Curistian Serrano, Roel Fernandez, Maricar, Kanjana Tongdee, Sucmart Rucankhamfu, Phong Phan Samaketkarn, Chawbanted Lerdsak, Boonthom, Panvin Sultama, Noman Fatemi, Golano Mostafa, Tan C.H, Chen Shao, Aiko, K. Kotaki, Loo Teck Lim, Narasihmmarao Sinnayah, Rajendar Jaau, Muhammad Hamid, Trieu Hai Van, Aziz-Ul-Haq, Kimberly Washington, Aliser Park dan Mark Nicholson. Adapun karakteristik informan dalam penelitian ini dapat dikategorikan berdasarkan jumlah dan asal Negara, jenis kelamin, umur, Pendidikan, Agama, status keluarga, pekerjaan dan lamanya bertugas.

Transcript of Adaptasi Budaya Para Ekspatriat di Timor Leste · 2014. 5. 16. · dendam dan marah sama saya...

  • BAB IV

    ADAPTASI BUDAYA PARA EKSPATRIAT

    DI TIMOR LESTE

    4.1 KARAKTERISTIK INFORMAN

    Sebelum data dianalisis, penulis perlu

    menyajikan karakteristik informan. Informan adalah

    sekumpulan orang dimana peneliti bisa memperoleh

    informasi atau data yang diperlukan untuk

    melakukan suatu penelitian. Para bisnis ekspatriat

    yang dijadikan informan dalam penelitian terdiri dari

    27 orang yaitu: Gladys P. Pustrua, John Paul S

    Valdes, Miraclan Abejero, Curistian Serrano, Roel

    Fernandez, Maricar, Kanjana Tongdee, Sucmart

    Rucankhamfu, Phong Phan Samaketkarn,

    Chawbanted Lerdsak, Boonthom, Panvin Sultama,

    Noman Fatemi, Golano Mostafa, Tan C.H, Chen Shao,

    Aiko, K. Kotaki, Loo Teck Lim, Narasihmmarao

    Sinnayah, Rajendar Jaau, Muhammad Hamid, Trieu

    Hai Van, Aziz-Ul-Haq, Kimberly Washington, Aliser

    Park dan Mark Nicholson. Adapun karakteristik

    informan dalam penelitian ini dapat dikategorikan

    berdasarkan jumlah dan asal Negara, jenis kelamin,

    umur, Pendidikan, Agama, status keluarga, pekerjaan

    dan lamanya bertugas.

  • 39

    Untuk karakteristik berdasarkan asal Negara

    maka bisnis ekspatriat terdiri dari 11 Negara yaitu :

    Filipina, Bangladesh, Thailand, Singapore, Jepan,

    Malaysia, India, Australia, Amerika Serikat, Pakistan

    dan Vietnam. Para bisnis ekspatriat ini dikategorikan

    dalam Jenis Kelamin maka yang berjenis kelamin

    Laki-laki 20 orang dan Perempuan 7 orang apabila

    dilihat dari jumlah ekspatriat laki-laki dan

    perempuan, maka lebih banyak ekspatriat yang

    berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan

    dengan total 20 orang. Jika didasarkan pada umur

    maka kay informan yang berusia antara 20-35

    berjumlah 13 orang sedangkan narasumber yang

    berumur antara 35-50 berjumlah 14 orang.

    Dari jumlah 27 para eksptariat yang dijadikan

    narasumber, apabila didasarkan pada Jenis

    pendidikan maka ekspatriat yang berpendidikan

    Diploma berjumlah 9 orang, Sarjana S1 berjumlah 13

    orang dan S2 berjumlah 5 orang. Dilihat dari segi

    sumber daya manusia maka para ekspatriat yang

    diteliti dalam obyek penelitian ini semua memiliki

    kompetensi pengetahuan yang baik.

    Bila diasaskan pada agama maka ekspatriat

    yang beragama Katholik berjumlah 8 orang, Budha 7

    orang, Hindu 5 orang, Protestan, Kong Hu Cu, Shinto

    masing-masing 2 orang dan Islam 1 orang. Diurutkan

  • 40

    berdasarkan Negara maka ekspatriat yang berasal

    dari Filipina semua beragama Katholik dan Thailand

    beragama budha.

    Ada 3 jenis status keluarga dari ekspatriat

    yaitu menikah (Married) berjumlah 8 orang, singel 10

    orang dan Cerai (divorce) 9 orang. Dan jika

    didasarkan pada lamanya penugasan maka

    ekspatriat yang bertugas antara 1-3 tahun berjumlah

    15 orang, 3-5 tahun adalah 7 orang dan antara 5-10

    tahun berjumlah 4 orang. Selain itu juga didasarkan

    pada penyertaan atau pengikut keluarga maka

    informan yang didampingi keluarga berjumlah 6

    orang dan tinggal sendirian berjumlah 21 orang,

    apabila dilihat dari jumlah ekspatriat yang tinggal

    bersama dengan keluarga dan tinggal sendirian maka

    ekspatriat yang tinggal sendirian jumlah lebih banyak

    daripada yang tinggal bersama dengan keluarga.

    Adapun dari 27 informan dalam penelitian

    digolongkan sesuai dengan Negara asal maka

    narasumber yang berasal dari Filipina berjumlah 6

    orang, Thailand 5 orang, Bangladesh 3 orang,

    Singapore, Jepan, Malaysia, India dan Australia

    masing-masing 2 orang sedangkan Amerika Serikat,

    Vietnam dan Pakistan masing-masing berjumlah 1

    orang. Para informan ini, bila di kategorikan pada

    jenis pekerjaan maka para ekspatriat ini bekerja

  • 41

    sebagai karyawan di perusahan ekspor dan impor

    (Trading) berjumlah 13 orang yang terdiri dari

    perempuan 4 dan laki-laki 9 orang. Selanjutnya yang

    bekerja di restoran berjumlah 8 orang terdiri dari 5

    perempuan dan 3 orang laki-laki. Selain itu yang

    bekerja sebagai karyawan Industri berjumlah 3 orang

    (perempuan 1 dan laki-laki 2 orang) kemudian yang

    bekerja di konstruksi hanya 2 orang (laki-laki) dan

    yang terakhir hanya 1 orang ( laki-laki) yang bekerja

    di konsultan.

    4.2 FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG ADAPTASI

    4.2.1 Individual

    A. Anticipatory adjustment

    Salah satu faktor yang dapat membantu

    ekspatriat ketika melakukan penyesuaian terhadap

    lingkungan umum (general adjustment), pekerja

    (work) dan interaksi sosial (social Interaction) di

    Negara baru adalah adaptasi individual. Hal ini

    penting untuk dilakukan oleh setiap ekspatriat

    karena dalam proses penugasan diluar negeri para

    ekpatriat di harus untuk segerah melakukan

    penyesuaian diri terhadap lingkungan baru. Salah

    satu faktor pendukung adaptasi individual adalah

    penyesuaian antisipatif (anticipatory adjustment) dan

    self efficacy.

  • 42

    Penyesuaian antisipatif (anticipatory

    adjustment) terdiri dari 2 faktor yaitu penyediaan

    pelatihan sebelum keberangkatan (pre-departure

    training) dan pengalaman kerja sebelumnya (previous

    work experience). Kedua faktor individual ini cukup

    bermanfaat bagi ekspatriat dalam melakukan

    adaptasi dinegara baru dimana ekspatriat bekerja.

    ekspatriat yang memiliki penyesuaian antisipatif

    (anticipatory adjustment) akan lebih efektif dalam

    penyesuaian diri. Akan tetapi, pengalaman kerja

    sebelumnya (previous work experience) harus mirip

    dengan keadaan atau kondisi yang akan ditugaskan

    sehingga para ekspatriat bisa dapat mengantisipasi

    kemungkinan perbedaan-perbedaan yang akan

    terjadi. Selain itu juga pelatihan budaya (cultural

    training) yang akan diberikan kepada ekspatriat

    harus disesuaikan dengan keadaan dimana mereka

    akan ditugaskan. Sebab kondisi Negara maju

    (developed country) dan Negara sedang berkembang

    (developing country) bukan hanya perbedaan kultur

    dan bahasa namun juga memiliki banyak perbedaan

    seperti kondisi keamanan internal (konflik sosial),

    ekonomi dan pembangunan infrastruktur (jalan raya,

    listrik, telekomunikasi, fasilitas kesehatan, fasilitas

    tempat tinggal dan lain-lain). Bisnis ekspatriat yang

    pengalaman kerja sebelumnya (previous work

    experience) tidak relevan dengan keadaan baru

  • 43

    tersebut juga akan mengalami culture shock namun

    para eksptariat ini lebih cepat menyesuaikan diri

    dengan lingkungan baru bila dibangdingkan dengan

    yang tidak pernah mempunyai pengalaman kerja di

    luar negeri.

    Dari 27 ekspatriat yang bekerja di Timor Leste,

    hanya ada 4 ekspatriat yang memiliki pengalaman

    kerja di luar negeri dan tidak seorangpun diantara

    para ekspatriat yang mendapatkan pelatihan sebelum

    keberangkatan (pre-departure training). 4 ekspatriat

    yang mempunyai pengalaman kerja diluar negeri

    berasal dari India, Thailand, Bangladesh dan

    Malaysia. Para bisnis ekspatriat ini melakukan

    penyesuaian umum (general adjustment) dan

    pekerjaan (work adjustment) dengan cepat. Namun

    sulit melakukan penyesuaian terhadap sosial

    interaksi (social interaction adjustment). Hal ini sulit

    untuk dilakukan karena Timor Leste adalah Negara

    baru yang sedang berkembang (developing country)

    yang mempunyai banyak keterbatasan seperti kondisi

    keamanan internal, ekonomi, pembangunan

    infrastruktur (jalan raya, telekomunikasi, listrik,

    fasilitas tinggal dan lain-lain) masih dibawah standar.

    Disamping itu juga diwarnai dengan konflik sosial

    yang tinggi sehingga para ekspatriat merasa

  • 44

    kekuatiran untuk berinteraksi dengan masyarakat

    lokal diluar pekerjaan.

    Sedangkan para ekspatriat yang tidak memiliki

    Penyesuaian antisipatif (anticipatory adjustment) sulit

    melakukan penyesuaian umum (general adjustment)

    dan penyesuaian interaksi sosial (social interaction).

    Namun sedikit mudah melakukan penyesuaian

    terhadap pekerjaan, hal ini terjadi karena mereka

    sudah terbiasa bekerja di perusahaan induk hanya

    melakukan penyesuaian terhadap fasilitas yang di

    pakai. Menurut beberapa informan yang berasal dari

    Australia, Jepan, Amerika, Singapore dan Filipina

    mengatakan hal yang sama bahwa Fasilitas yang

    dipakai di tempat kerja mereka masih memiliki

    keterbatasan (manual) sehingga mereka perlu

    melakukan penyesuaian. Aliser Park dari Australia

    mengatakan bahwa penyesuaian terhadap pekerja

    cukup penting dalam adaptasi individu karena hal ini

    bisa menganggu psikologi kita ketika melakukan

    pekerja,

    “ketika saya datang, saya melihat fasilitas

    yang digunakan di kantor sangat berbeda dengan perusahaan induk dimana saya

    bekerja…pekerjaan yang seharus diselesaikan

    dalam 1 jam bisa selesai dalam 3 jam seperti

    mesin-mesin kurang perawatan sehingga kurang

    efektif dalam operasi selain itu juga sistem

    komonikasi dan elektronik..semuanya biaya sangat mahal sehingga komonikasi online kurang

    efektif dan tidak bisa efisien dengan biaya tetapi

    itu bukan suatu persoalan besar untuk adaptasi

  • 45

    hanya perlu waktu sedikit untuk penyesuaian

    diri”.

    Sedangkan Roel Fernandez dari Filipina

    menyatakan bahwa adaptasi individo terhadap

    pekerjaan penting untuk dilakukan karena ditempat

    kerjanya masih ada pekerjaan yang dilakukan secara

    manual,

    “Diawal saya bekerja, saya melihat banyak computer tapi aplikasi jaringan lunak (software)

    masih sangat kurang sehingga saya membuat

    desain masih secara manual dan hal ini membuat saya cukup tegan karena pekerjaan yang

    diselesaikan dalam beberapa jam harus di

    selesaikan dalam beberapa hari…saya pikir ini

    memang sangat kurang efisien tetapi ini hanya

    sedikit perbedaan dan bukan masalah besar bagi saya…saya bisa berusaha menyesuaikan diri ”.

    B. Self Efficacy

    Walaupun para ekspatriat mengalami kesulitan

    dalam penyesuaian akan tetapi para ekspatriat

    memiliki kemampuan untuk mengelola setiap

    perbedaan budaya dan bahasa dengan cara belajar

    sendiri (self study) atau otodidak yaitu mengenal

    budaya Timor Leste melalui buku, Koran, majalah

    dan internet. Selain itu mereka sendiri mempelajari

    budaya dengan cara observasi dengan melakukan

    pengamatan tentang kebiasaan di Timor Leste dan

    banyak berkomunikasi dengan interpreter. Kemudian

    para ekspatriat selalu mempunyai niat yang kuat

    untuk mengkopi budaya, menyesuaikan diri pada

  • 46

    kondisi-kondisi lain seperti fasilitas tempat tinggal,

    makanan, pembangunan jalan raya, telekomunikasi,

    tempat pembelanjaan, black out listrik, dan

    menghindari diri dari konflik sosial. Tidak hanya

    melakukan adaptasi secara umum (general

    adjustment) tetapi juga melakukan adaptasi terhadap

    pekerjaan (work) bahwa walaupun ada perbedaan

    sedikit pengunaan fasilitas mereka selalu berusaha

    untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Namun

    adaptasi terhadap karyawan lokal di tempat kerja

    agak sulit bagi bisnis ekspatriat karena karyawan

    lokal sulit untuk berorientasi kerja dan hal ini juga

    menjadi kendala bagi mereka dalam adaptasi kerja.

    Aliser Park di perusahaan Esset dari Australia

    mengatakan bahwa dalam adaptasi pekerjaan

    karyawan adalah salah satu faktor yang

    mempengaruhi adaptasi pekerjaan karena

    lingkungan pekerjaan juga harus nyaman baru kita

    lebih flexible dalam melakukan pekerjaan,

    “karyawan lokal tidak bisa bekerja

    mandiri atau indepeden, mereka selalu disuru dan diawasi baru bisa bekerja…kalau tidak

    disuru atau dikontrol mereka tidak mau kerja

    secara mandiri, kalau saya tegur mereka malah

    dendam dan marah sama saya sehingga sulit

    bagi saya untuk beradaptasi dengan mereka. Walaupun demikian saya juga tetap berusaha

    untuk menyesuaikan diri dengan mereka dan

    meyelesaikan pekerjaan saya dengan baik tampa

    dukungan penuh mereka. Jadi adaptasi terhadap

    karyawan lokal juga cukup penting untuk

    dilakukan. Kalau tidak, bisa menimbulkan konflik

  • 47

    kerja. Saya anggap ini memang tantangan yang

    saya hadapi tapi saya harus lebih sabar untuk

    menangapi sehingga semuanya bisa berjalan dengan baik”

    Selain itu Mark Nicholson dari Australia juga

    mengatakan hal yang sama bahwa,

    “Semua karyawan lokal susah untuk membangun suatu kerja tim yang baik, dalam

    melakukan pekerjaan lebih gila…artinya tidak ada keselamatan kerja (safety work) kemudian

    sudah salah ditegur susah menerima kesalahan

    dan malah dendam dan banyak diam…padahal

    tidak berkomonikasi bisa menganggu pekerjaan.

    Tapi, saya selalu berusaha memahami dan

    melakukan pekerja dengan baik…kalau sudah terjadi demikian saya harus sabar dan kadang-

    kadang ingatkan mereka supaya tetap menjadi

    tim kerja yang baik. Jadi adaptasi individo untuk

    pekerjaan terutama tim kerja cukup penting

    untuk dilakukan.”

    Tidak hanya ekspatriat dari Australia yang

    mengatakan demikian namun bisnis ekspatriat yang

    berasal dari Negara lain dalam penelitian ini hampir

    mengatakan hal yang sama bahwa adaptasi terhadap

    pekerjaan penting sehingga mereka selalu berusaha

    menyelesaikan pekerjaan mereka dengan baik.

    4.2.2. JOB FACTOR

    Dalam menjalankan tugas mayoritas para

    ekspatriat mengatakan bahwa mereka memiliki job

    description yang jelas sehingga mereka tidak bingun

    dalam melakukan pekerjaan. Adaptasi yang perlu

    dilakukan adalah fasilitas kerja dan penyesuaian

  • 48

    terhadap karyawan lokal. Kadang-kadang para

    ekspatriat juga menemui beberapa pekerjaan yang

    berbeda bahkan baru, namun para ekspatriat

    mempelajari dengan seksama dan sering mencoba

    melakukan sehingga para ekspatriat terbiasa dengan

    pekerjaan tersebut dan hal ini tidak terlalu sulit bagi

    mereka karena mereka mempunyai keinginan untuk

    belajar sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh

    ekspatriat : Gladys P. Pustrua, John Paul S Valdes,

    Miraclan Abejero dari Filipina (ketiga bisnis ekspariat

    mengatakan makna pernyataan yang sama) bahwa,

    “Kadang-kadang saya dibebangi dengan

    pekerja yang baru, pada awalnya saya tidak mengerti tetapi saya selalu berusaha untuk

    belajar dengan seksama dan apabila saya sangat

    bingun maka saya mencari petunjuk dari

    pimpinan perusahaan atau para senior untuk

    memberikan petujuk dan akhirnya saya mampu

    menyelesaikan pekerjaan saya dengan baik….dan lama kelamahan saya terbiasa dengan pekerjaan

    baru...saya termotivasi sebagai pengalaman baru

    bagi saya.

    Hal yang senada juga diungkapkan oleh

    seorang bisnis ekspatriat dari Vietnam-Trieu Hai Van

    bahwa,

    ”pada awalnya saya binggun karena

    pekerjaan dan tanggungjawab yang diberikan

    berbeda dengan kontrak kerja saya tetapi saya

    melihat bahwa pekerjaan ini baru pertama kali bagi saya maka saya penasaran ingin tau tentang

    pekerjaan ini…maka saya berusaha

    melakukannya walaupun hasil tidak

    maksimal…tetapi saya selalu didampingi oleh

    superviser sehingga pekerjaan berikutnya saya

  • 49

    menyelesaikan dengan baik dan benar-benar saya

    termotivasi.

    Jadi faktor pekerjaan merupakan salah satu

    faktor yang menbantu para ekspatriat dalam

    melakukan proses adaptasi kerena para ekspatriat

    dapat didukung ; job description yang jelas,

    keleluasaan atau otoritas dalam melakukan

    pekerjaan. Selain itu para bisnis ekspatriat juga

    diberikan tugas-tugas yang baru (berbeda dengan

    sebelumnya) dan dibebangi juga dengan pekerjaan

    yang baru sehingga menjadi motivasi dalam

    melakukan adaptasi individual.

    4. 2.3 ORGANIZATION CULTURE

    Setiap organisasi mempunyai budaya masing-

    masing baik organisasi induk maupun cabang juga

    mempunyai sub kultur yang berbeda seperti gaya

    manajemen dapat disesuaikan dengan keadaan

    setempat maka ekspatriat perlu diorientasikan sesuai

    dengan keadaan setempat. Bila hal ini dilakukan

    dengan baik maka perlu ada dukungan dari

    organisasi dalam hal memperkenalkan keadaan baru,

    menyediakan fasilitas dan dukungan lain yang bisa

    dapat memotivasi bisnis ekspatriat. Semua bisnis

    ekspatriat dalam penelitian ini mengatakan bahwa

    rata-rata mereka yang bertugas di cabang

    perusahaan mereka diberi dukungan logistik bahkan

  • 50

    akomodasi gratis (free accommodation) dan juga

    diberikan informasi tentang keadaan keamanan di

    Timor Leste. Selain itu juga diberikan kontrak kerja

    yang jelas sehingga membantu bisnis ekspatriat

    dalam melakukan adaptasi. Seperti yang dikatakan

    oleh Maricar Roldan bisnis ekspatriat dari Filipina

    mengatakan bahwa,

    “Saya bekerja di perusahaan Australia, organisasi memberikan banyak asistensi dimulai

    dari akomodasi dan fasilitas lain, jadi kalau saya

    ada masalah tentang kebutuhan pribadi saya

    selalu berhubungan dengan pimpinan

    perusahaan. Disamping itu saya juga diberi

    kontrak yang jelas oleh karena itu, apapun masalah yang saya peroleh saya selalu sadar dan

    menyesuaikan diri dan saya disini tergantung

    kontrak yang mereka berikan kalau kontrak saya

    tetap dilanjutkan maka saya tetap memilih untuk

    tinggal dan bekerja disini.”

    Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mark

    Nicholson dari Australia bahwa,

    “Saya bekerja disini perusahaan memberikan fasilitas termasuk akomodasi.

    Kadang-kadang saya mendapatkan masalah

    piminanan perusahaan turut membantu mencari

    solusi jadi saya pun harus membantu

    perusahaan melalui kontribusi kerja saya dan

    kapan kontrak saya berakhir baru saya kembali.”

  • 51

    4.2.4 JOB SATISFACTION

    Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

    terjadi kegagalan dalam penugasan internasional

    adalah job satisfaction, banyak ekspatriat yang pulan

    sebelum saatnya (early return) karena pekerjaan

    mereka tidak memberikan timbal balik (feedback)

    bagi mereka. Sebab job satisfaction mengilustrasikan

    keadaan emosi yang menyenangkan hati mereka

    secara positif sesuai dengan presepsi mereka

    terhadap pekerjaan baik secara intrinsik atau

    ekstrinsik yang benar-benar berada dalam diri

    mereka. kadang-kadang para ekspatriat merasa

    belum mampu untuk menyesuaikan diri dengan

    budaya baru tapi dengan adanya faktor intrinsik/

    motivator ekspatriat akan berusaha tetap tinggal di

    luar negeri. Seperti yang dikatakan oleh beberapa

    informen dalam penelitian ini, ketika ditanya

    bagaimana kesan anda terhadap pekerjaan sekarang

    bila dibandingkan dengan perusahaan induk dimana

    sebelum anda bekerja. Seorang informen Mark

    Nicholson dari Autralia mengatakan,

    “Saya sangat senang dan puas dengan

    pekerjaan ini karena saya diberi kesempatan

    untuk mengembangkan karir saya dan dipercayakan bekerja secara mandiri dan apabila

    pekerjaan saya bagus maka saya diberi

    kesempatan dalam promosi jabatan. Kalau hal ini

    saya bandingkan di tempat saya bekerja

    sebelumnya beda karena disana banyak

    persaingan walaupun saya mampu kadang-

  • 52

    kadang saya tidak diberi kesempatan. Selain itu

    saya bekerja disini gajinya lebih besar dan

    diberikan fasilitas tinggal kemudian pemotongan pajak gaji juga kecil jadi saya bandingkan gaji

    saya lebih besar di bandingkan sebelumnya.”

    Cuma kadang-kadang masih ada ketegangan dari

    faktor lain namun saya bisa mengatasi karena

    saya sudah lebih senang bekerja di sini daripada

    di Negara saya mungkin saya bisa pulan kalau perusahaan sudah tidak membutuhkankan saya

    tetapi saya masih bisa mencari pekerjaan di

    perusahaan lain karena Australia dengan Timor

    Leste adalah Negara tetangga jadi saya harus

    berusaha melakukan adaptasi.”

    Selanjutnya ekspatriat dari Philipina, Malaysia,

    Singapore, Japan, Thailand, India, Pakistan,

    Banladesh dan Vietnam juga mengatakan hal yang

    sama bahwa mereka senang dengan pekerjaan

    mereka karena perusahaan memberikan asistensi

    yang cukup tinggi bila dibandingkan di tempat kerja

    sebelumnya (perusahaan induk), disana banyak

    persaingan karena banyak karyawan yang

    professional kemudian satu hal yang menarik bagi

    kami mengunakan karansi uang dolar Amerika

    sehingga dalam penukaran kami tidak begitu

    mengalami persoalan tentang kurs. Selain itu disini

    perusahaan kami juga muda mendapatkan profit

    karena persaingan juga masih kurang jadi kami

    merasa senang tentang pekerjaan walaupun ada

    faktor lain tetapi kami berusaha untuk

    menyelesaikan dengan baik.

  • 53

    Sedangkan informer-Kimberly Washington dari

    Amerika Serikat juga mengatakan bahwa,

    “Saya bekerja disini senang walaupun gaji

    saya dengan di Amerika hampir sama tapi saya

    lebih senang bekerja disini karena saya

    mendapatkan banyak hal yang baru disini, kadang-kadang kita melakukan pekerjaan dengan

    penuh kreatif…tidak terlalu tergantung pada

    teknologi dan saya melihat Negara ini baru

    merdeka jadi banyak kesempatan yang kita

    mamfaat dan banyak hal yang saya pelajari

    secara real…saya benar-benar tertarik bekerja disini walaupun kadang-kadang ada ketegagan.

    Orang Amerika Serikat yang bekerja disini rata-

    rata sangat dihargai jadi kalau saya bekerja di

    Negara saya tidak sama…tidak ada orang yang

    memandang saya bahwa saya adalah Amerika…bekerja disini memang benar-benar

    beda.”

    Dari hasil wawacara diatas menunjukkan

    bahwa dalam melakukan adaptasi umum

    (general adjustment), Pekerjaan (work) dan

    interaksi social (social interaction) dapat

    didukung oleh faktor intrinsik atau ekstrinsik

    dari job satisfaction sehingga bisnis ekspatria

    mampu melakukan ke tiga adaptasi diatas

    dengan baik walaupun mereka mengalami

    banyak kesulitan namun mereka tetap optimis

    untuk menyesuaikan diri dan bertahan bekerja

    di Timor Leste. Hasil adaptasi ini merupakan

    suatu outcome bagi ekspatriat. Faktor-faktor

    pendukung adaptasi ekspatriat di Timor Leste

    dapat dimodelkan sesuai dengan gambar berikut

    :

  • 54

    Anticipatory Adjustment

    Table 4.2

    Model faktor-faktor pendukung penyesuaian bisnis ekspatriat di Timor Leste (In-Country Adjustment)

    INDIVIDUAL

    ANTICIPATORY ADJUSTMENT

    *PREVIOUS WORK EXPERIENCE

    INDIVIDUAL 1. SELF EFICACY 2. RELATION SKILLS 3. PRECEPTION SKILLS

    JOB 1. ROLE CLARITY 2. ROLE DESCRETION 3. ROLE NOVELTYOLE 4. ROLE CONFLICT

    ORGANIZATION CULTURE

    1. ORGANIZATION CULTURE NOVELTY

    2. SOCIAL SUPPORT 3. LOGISTICAL HELP

    JOB SATISFACTION

    1. JOB FEED BACK

    ADJUSTMENT

    I. GENERAL ADJUSTMENT II. WORK ADJUSTMENT III. INTERACTION ADJUSTMENT

  • 55

    4.3 UPAYA EKSPATRIAT MELAKUKAN ADAPTASI

    4.3.1 Adaptasi Umum (General Adjusment)

    Adaptasi umum yang dilakukan oleh ekspatriat

    di Timor Leste adalah adaptasi terhadap keadaan

    umum setempat yang terdiri dari penyesuaian

    terhadap : keamanan Negara (National Security),

    Ekonomi, pembangunan dan infrastruktur, sistem

    hukum dan peraturan daerah, sistem fasilitas

    kesehatan, pembelanjaan, makanan, fasilitas tempat

    tinggal, sistem komonikasi, lalu lintas dan bahasa.

    Jadi bukan hanya budaya yang berbeda namun

    banyak hal yang perlu dilakukan penyesuaian diri.

    Dalam penyesuaian diri seorang ekspatriat harus

    memiliki kemampuan untuk mengelola setiap

    perbedaan diatas agar dapat beradaptasi dengan

    baik. Adaptasi umum (general adjustment) ini

    berkaitan dengan kemampuan individu untuk

    memahami, menerima dan menyesuaikan diri dengan

    keadaan baru.

    Adaptasi umum (general adjustment) sangat

    penting untuk dilakukan karena ekspatriat menemui

    banyak hal yang berbeda dengan negara asalnya

    yaitu keamanan internal yang tidak kondusif, kondisi

    tinggal (living conditions) yang tidak memadai,

    makanan, fasilitas kesehatan, situasi ekonomi dan

    infrastruktur yang masih dibawah standart sebagai

  • 56

    contoh : jalan raya, listrik dan telekomunikasi.

    Dalam menghadapi semua perbedaan ini, para bisnis

    ekspatriat berusaha mengelola setiap perbedaan

    dengan cara membiasakan diri untuk menyesuiakan

    diri terhadap keadaan setempat dan Mencari

    informasi tentang keadaan keamanan internal

    melalui kedutaan masing-masing, media elektrinik

    dan masa (radio, TV dan Koran) yang memberikan

    berita tentang situasi dan keamanan rial di Timor

    Leste. Selain itu juga para bisnis ekspatriat mengenal

    budaya Timor Leste melalui buku, majalah, Koran-

    koran yang memuat tentang budaya dan kehidupan

    masyarakat Timor Leste. Para bisnis ekspatriat

    Australia dan Amerika selalu mencari informasi

    tentang keamanan melalui UN network (Polisi dan

    Militer PBB) terutama polisi PBB dari Australia. Hal

    yang sama juga diungkapkan oleh para bisnis

    ekspatriat yang berasal dari Filipina, mereka selalu

    mencari informasi melalui polisi Filipina yang

    bergabung di Misi PBB dan Staff PBB lainnya.

    Sedangkan bisnis ekspatriat dari Negara lain berbeda

    mereka selalu mencari informasi melalui Polisi

    Nasional Timor Leste dan karyawan lokal sehingga

    mereka dapat menyesuiakan diri dengan keadaan

    setempat. Semua usaha yang dilakukan secara

    individual ini merupakan pengalaman bagi mereka

  • 57

    sehingga lama kelamahan para ekspatriat terbiasa

    dan tetap bertahan untuk bekerja di Timor Leste.

    4.3.2 WORK ADJUSTMENT

    Adaptasi terhadap pekerjaan menurut

    ekspatriat dari Australia, Amerika Serikat Japan dan

    Singapore bahwa cukup penting untuk dilakukan.

    Sedangkan para ekspatriat dari Filipina, Bangladesh,

    Thailand, Malaysia, India, Vietnam dan Pakistan

    menganggap bahwa work adjustment penting untuk

    dilakukan oleh setiap orang tampa terkecuali.

    Walaupun para ekspatriat mempunyai job description

    yang jelas akan tetapi penyesuaian terhadap

    pekerjaan tetap dilakukan karena standart tempat

    kerja, fasilitas, etos kerja seperti keleluasaan untuk

    mengerjakan tugas dan tanggungjawab dengan bebas

    sesuai dengan kebijaksanaan, pengoperasian

    pekerjaan baru, dan pemberian kerja lebih besar dari

    sebelumnya. Semua hal ini merupakan budaya

    organisasi yang bisa dapat mempengaruhi kinerja

    para bisnis ekspatriat. Mean, (1994) mengemukakan

    bagaimana budaya mempengaruhi perilaku di tempat

    kerja seperti standard performance, motivasi dan

    tanggungjawab. Selain itu, bagaimana budaya

    mempengaruhi interaksi formal seperti struktur

    organisasi dan system, peraturan dan hubungan

  • 58

    dengan relasi, perencanaan kebutuhan yang ada dan

    segala prosedur yang diterapkan dalam perusahaan

    serta pengaruhnya pada sistem komonikasi yang

    diterapkan. Oleh sebab itu para ekspatriat

    menganggap adaptasi pekerjaan (work adjustment)

    perlu dan penting untuk dilakukan walaupun bisnis

    ekspatriat sudah memperoleh kontrak kerja yang

    jelas, seperti yang dikatakan oleh seorang ekspatriat-

    Roel Fernandez dari Filipina bahwa,

    “Adaptasi terhadap pekerjaan bagi saya

    penting untuk dilakukan walaupun saya bekerja di perusahaan induk mempunyai posisi yang sama “project engineer” pekerjaan yang dilakukan

    disini sama dengan pekerja di perusahaan induk

    sama tetapi saya datang disini perlu penyesuaian

    terhadap kebiasaan-kebiasaan kerja disini,

    computer-computer disini bagus tapi aplikasi jaringan lunak tidak lengkap terpaksa saya harus

    melakukan dengan cara manual untuk disain

    gambar. Kemuadian perlu penyesuaian dengan

    teman-teman lain karena kita perlu tim kerja

    bukan sendiri-sendiri..tetapi kadang-kadang saya juga mengunakan cara saya sendiri supaya

    pekerjaan bisa selesai dengan baik..ada juga

    pekerjaan yang saya kurang mengerti saya

    komonikasi dengan pimpinan perusahaan untuk

    memberikan petunjuk dan kadang-kadang juga

    tetap ada kendala tapi saya tetap berusaha untuk menyesuaiakan diri dengan keadaan”.

    Hal yang sama juga diungkapkan oleh

    ekspatriat yang berasal dari Jepan, Singapore Amerika Serikat dan Australia bahwa,

    “adaptasi pekerjaan penting untuk

    dilakukan karena kondisi perusahaan disini beda

    dengan perusahaan induk. Disini kita perlu

    melakukan adaptasi terhadap fasilitas kerja

    seperti system komonikasi, computer dan lain-lain. Selain itu perlu adaptasi dalam pekerjaan

  • 59

    terutama masalah komonikasi dan kebiasaan

    kerja jadi adaptasi terhadap pekerja di Negara

    baru pasti cukup penting untuk dilakukan”.

    Sedangkan ekspatriat yang berasal dari Negara

    lain mengatakan bahwa adaptasi terhadap pekerjaan

    penting tetapi itu hanya dilakukan sementara karena

    kondisi tempat kerja baru, menemui karyawan dan

    pemimpin yang baru sehingga perlu ada bimbingan

    dalam menjalankan tugas.

    Semua bisnis ekpatriat dalam penelitian ini

    menganggap Adaptasi pekerjaan penting bagi mereka

    namun dalam menjalan adaptasi pekerjaan

    ekspatriat yang berasal dari Australia, Amerika

    Serikat, Singapore dan Jepan tidak membutuhkan

    mentor dalam melakukan adaptasi pekerjaan mereka

    langsung menyesuaikan diri dengan keadaan

    setempat dan para ekspatraiat ini mempunyai

    keleluasaan untuk mengerjakan tugas dan

    tanggungjawab dengan bebas sesuai dengan

    kebijaksanaan dan pengoperasian pekerjaan baru

    tampa bingun. Sedangkan ekspatriat selain dari ke

    empat Negara tersebut, membutuhkan mentor dalam

    melakukan pengoperasian pekerjaan baru dan

    kadang-kadang tidak leluasa untuk mengerjakan

    tugas dan tanggungjawab dengan bebas karena

    harus menunggu kebijakan.

  • 60

    4.3.3 SOCIAL INTERACTION / NONWORK ADJUSTMENT

    Adaptasi interaksi social (Nonpekerja) yang

    dilakukan oleh para ekspatriat adalah interaksi

    terhadap nonwork atau diluar pekerjaan. Hal ini

    sangat penting untuk dilakukan karena tinggal di

    Negara lain tentunya para bisnis ekspatriat harus

    berinteraksi secara langsung dengan konsumer,

    aparat pemerintah dan masyarakat lokal pada

    umumnya. Dalam melakukan interaksi para

    ekspatriat harus memiliki kemampuan individu

    untuk memahami bahasa dan budaya setempat agar

    dapat menyesuaikan diri dengan baik. Bahasa dan

    budaya merupakan suatu jembatan yang penting

    dalam penyesuaian interaksi sosial sebab tampa

    memahami bahasa dan budaya individu seperti

    nakoda tanpa kompas yang kehilangan arah.

    Timor Leste memiliki budaya yang heterogen

    yang sangat berbeda dengan Negara lain, dimulai dari

    kebiasaan hidup masyarakat dan adat istiadat yang

    masih sangat kental. Selain itu ada empat bahasa

    sebagai sarana komunikasi yang sering digunakan

    dalam interaksi sosial yaitu : bahasa Portugues,

    Tetun, Inggris dan Indonesia. Ke empat bahasa ini

    mempunyai fungsi masing-masing dalam komunikasi

    yaitu bahasa Portugues sebagai bahasa official

    (official language) yang mana digunakan sebagai

  • 61

    bahasa resmi kenegaraan dan kepentingan Negara;

    dimana para ekspatriat harus menyesuaikan diri

    ketika berkomunikasi atau negosiasi dengan aparat

    pemerintah, pengurusan dokumen dan lain-lain yang

    berhubungan dengan pemerintah. Dalam proses

    negosiasi dan pengurusan dokumen semua

    ekspatriat yang di interview dalam penelitian ini sulit

    untuk menyesuaikan diri sehingga mereka selalu

    membawa penerjemah (interpreter) dari perusahaan

    atau minta bantuan dari orang lain dalam melakukan

    interaksi.

    Bukan hanya bahasa portugues tetapi juga

    bahasa tetum, yang perlu dipahami oleh eksptariat

    dalam interaksi sosial sebab bahasa tetum

    merupakan bahasa nasional (nasional language) yang

    digunakan oleh masyarakat dalam berkomonikasi.

    Dalam proses penyesuaian terhadap interaksi sosial

    (nonpekerjaan) ini, banyak ekspatriat yang

    mempunyai cara adaptasi yang berbeda. Ekspatriat

    yang berasal dari Malaysia, Filipina dan Singapore

    mengatakan bahwa para ekspatriat melakukan

    komunikasi dengan masyarakat lokal dengan

    mengunakan bahasa Indonesia sebab bahasa

    Indonesia masih dimengerti oleh sebagian besar

    masyrakat. Selain itu bahasa Indonesia juga masih

    merupakan bahasa komunikasi (communication

  • 62

    language) di Timor Leste, akan tetapi kadang-kadang

    kami tetap sulit melakukan interaksi sosial karena

    masih ada kesalahpahaman dalam komunikasi hal

    ini terjadi karena bahasa yang kami gunakan adalah

    bahasa malayu sedangkan masyarakat lokal

    mengunakan bahasa Indonesia murni. Tetapi kami

    juga tetap belajar bahasa lokal dengan orang lokal

    dan melalui buku-buku sehingga bisa membatu kami

    dalam beradaptasi. Bukan hanya bahasa tetapi

    banyak perbedaan dalam interaksi sosial diantaranya

    adat istiadat dan kebiasaan lainnya seperti kebiasaan

    minum alkhol dengan mabuk kemudian melakukan

    keributan dan intimidasi para pendatang. Perilaku

    seperti ini sangat berbeda bila dibandingkan di

    negara kami. Jadi ketika melihat hal seperti ini kami

    merasa tidak aman (unsave), akan tetapi lama-

    kelamahan kami juga terbiasa dan bisa

    menyesuaikan diri dengan keadaan.

    Selanjutnya ekspatriat yang berasal dari

    Bangladesh, India, Pakistan dan Vietnam

    mengungkapkan mereka sulit berinteraksi dengan

    pemerintah terutama dalam pengurusan dokumen

    tetapi mereka selalu meminta bantuan pada

    interpreter dari perusahaan atau dari luar untuk

    membantu memahami tentang pengisian formulir

    baik visa, pajak dan dokumen lainnya. Akan tetapi

  • 63

    mereka lebih optimis dalam mempelajari bahasa lokal

    dengan interpreter, karyawan lokal dan buku-buku

    sehingga mereka bisa berbahasa Tetum dalam

    melakukan interaksi sosial. Bagi mereka bahasa

    lokal mudah untuk dipelajari namun yang menjadi

    tantangan bagi mereka adalah kebiasaan hidup

    masyarakat yang sering mabuk dan membuat

    keributa (violence) dan satu hal lagi yang sangat

    berbeda dengan kebiasaan mereka adalah ketika ada

    orang meninggal bukan hanya datang untuk

    memberikan hormat dengan doa namun diberikan

    makan, minum seperti acara pesta baru mayat di

    kuburkan” hal ini sangat berbeda dengan budaya

    ekspatriat tetapi makin hari semakin menemui

    kebiasaan ini maka ekspatriat dapat memahami dan

    kadang-kadang mereka juga ikut berpartisipasi bila

    ada acara duka.

    Sedangkan ekspariat Australia, Amerika Serikat

    dan Jepan mengatakan hal yang berbeda bahwa

    mereka selalu melakukan adaptasi interaksi sosial

    selalu pergi bersama dengan interpreter dan mereka

    senang belajar bahasa lokal daripada bahasa

    Portugues (bahasa ofisial Timor Leste). Mereka belajar

    bahasa lokal melalui kursus di kedutaan mereka,

    buku dan bersama interpreter. Sedangkan mereka

    belajar budaya melalui internet, majalah dan Koran-

  • 64

    koran lokal yang memuat tentang budaya Timor Leste

    dan akhirnya mereka bisa memahami bahwa

    kebiasaan hidup masyrakat lokal sangat berbeda

    dengan mereka. Seperti yang dikatakan seorang

    ekspatriat dari Australia bahwa,

    “Saya tidak banyak interaksi dengan

    masyarakat lokal karena saya susah memahami

    bahasa walaupun saya sudah belajar dari

    kedutaan Australia dan para interpreter, jadi saya

    kebanyakkan berinteraksi dengan komunitas Internasional daripada lokal. Hal ini benar-benar

    terjadi karena saya susah memahami bahasa

    lokal dan mengikuti kebiasaan lokal. Tetapi saya

    tetap berusaha mencari informasi melalui internet

    dan teman-teman yang sudah bekerja duluan di

    Timor Leste untuk memberikan petunjuk dan saya selalu berjalan sama para interpreter untuk

    memahami dan beradaptasi.”

    Dan ketika ekspatriat ini di Tanya bahwa

    “bagaimana anda mengatasi persoalan anda dalam

    interaksi sosial”, ekspatriat ini mengatakan bahwa,

    “Untuk mengatasi persoalan interaksi

    memang penting kalau tidak dilakukan maka kita

    akan terkurun dikamar dan bisa-bisa pulan

    Australia lebih awal maka saya selalu mencari

    teman-teman saya dari Australia ke kafe atau restoran konsumsi alkhol atau kadang-kadang

    saya pergi sendiri minum beer dan

    menyenangkan diri agar hari berikutnya saya bisa

    bekerja seperti biasa dan lama-lama saya terbiasa

    dengan keadaan.”

    Bagi ekspatriat yang berkeluarga mereka juga

    melakukan interaksi secara bersamaan ketika suami

    dan istri pulan dari masing-masing kantor mereka

    belajar bahasa lokal bersama dan tukar pikiran

  • 65

    tentang budaya dan kebiasaan lokal, kemudian

    mereka lebih banyak memilih tinggal dirumah

    daripada keluar kecuali ada keperluan kebutuhan

    rumah tangga atau rekreasi di pantai. Selain itu

    mereka juga membangun komunikasi yang baik

    dengan tetangga atau pemilik rumah kontrakan dan

    juga dengan rekan kerjanya yang dianggap menjadi

    teman baik sehingga orang tersebut yang senantiasa

    memberikan bantuan.

    Ke empat bahasa ini merupakan suatu kendala

    besar bagi ekspatriat dalam melakukan interaksi

    sosial sebab mayoritas para ekspatriat hanya

    menggunakan bahasa perusahaan (corporate

    language) yaitu bahasa inggris untuk melakukan

    interaksi dengan stakeholders. Namun yang menjadi

    kendala bagi para ekspatriat untuk berinteraksi

    dengan masyarakat umum dan aparat pemerintah

    setempat adalah bahasa portugues dan Tetum. Kedua

    bahasa ini sangat penting bagi ekspatriat dalam

    melakukan interaksi karena semua aplikasi dokumen

    di Timor Leste menggunakan bahasa portugues dan

    tetum. Selain itu, Timor Leste juga mempunyai

    budaya yang sangat haterogen yang sulit bagi

    ekspatriat untuk berinteraksi baik dengan masyrakat

    lokal.

  • 66

    Namun para ekspatriat memiliki self efficacy

    yang tinggi sehingga mereka mampu menyesuaikan

    diri dengan perbedaan yang dialaminya dan tetap

    bertahan bekerja di Timor Leste

    4.4 HASIL ADAPTASI YANG DILAKUKAN PARA BISNIS

    EKSPATRIAT

    Penyesuaian yang dilakukan oleh ekspatriat

    tersebut telah mempunyai hasil. Hasil ini meliputi

    penyesuaian umum (general adjustment), penyesuain

    pekerjaan (work adjustment), dan non Pekerjaan atau

    interaksi sosial nonwork/ social interaction

    adjustment). Didalam melakukan penyesuaian di

    tempat kerja para ekspatriat Rajendar Jaau dari

    India, Narasimmarao Sinnayah dari Malaysia,

    Boonthom Koonog dari Thailand dan Noman Fatemi

    dari Bangladesh mereka bisa melakukan adaptasi

    dengan cepat hal ini didunkung dengan pengalaman

    kerja mereka sebelumnya di negara lain sehingga

    mereka melakukan pekerjaan dengan baik walaupun

    mereka menemui banyak hal yang berbeda

    diantaranya konflik etnitas dan organisasi,

    kebutuhan telekomunikasi yang sangat mahal dan

    listrik sering terjadi black out. Namun mereka sudah

    memiliki pengalaman beradaptasi secara individual di

    negara lain maka para ekspatriat tetap berusaha

    sehingga kendala tersebut tidak menghalangi

  • 67

    pekerjaan mereka secara menyeluruh walaupun

    mereka mengalami ketegangan.

    23 ekspatriat yang tidak memiliki pengalaman

    kerja Internasional sebelumnya. Para ekspatriat

    tersebut melakukan adaptasi terhadap general

    adjustment dan nonwork / social interaction

    adjustment banyak mengalami kesulitan namun

    mereka selalu berusaha dengan mengkopi dan

    menyesuaian diri dengan keadaan. Selain itu para

    bisnis ekspatriat ini juga didukung oleh organisasi

    dengan memberikan dukungan informasi tentang

    situasi dan keamanan, kebutuhan hidup dan

    menyediakan para interpreter untuk menemani

    mereka ketika mereka menemui kesulitan adaptasi.

    seperti yang dikatakan oleh ekspatriat dari Australia,

    Amerika, Jepan dan Singapore bahwa ketika mereka

    melihat Timor Leste bukan yang seperti mereka

    bayangkan disaat mereka masih berada di Negara

    mereka, dan saat para ekspatriat tiba melihat banyak

    perbedaan dari ekspektasi mereka diantara kondisi

    makanan, tempat tinggal, jalan raya, kebutuhan

    telekomunikasi, listrik yang masih sering black out

    dan konflik sosial. Kondisi ini benar-benar

    menyiksakan mereka namun para ekspatriat ini tetap

    optimis untuk berusaha meminta dukungan dari

    organisasi dan kedutaan untuk menyesuaikan diri

    dengan keadaan tersebut. Selain itu juga mereka

  • 68

    meminta bantuan dengan para interpreter untuk

    memahami lingkungan baru sehingga tidak

    menghalangi pekerja ekspatriat.

    Untuk adaptasi pekerjaan para ekspatriat dari

    Australia, Amerika, Japan dan Singapore tidak

    mengalami banyak perbedaan, para ekspatriat hanya

    menyesuaikan diri dengan fasilitas perusahaan yang

    ada.

    Hal yang sama juga diungkapkan oleh seorang

    ekspatriat yang berasal dari Filipina yang bekerja di

    perusahaan Australia bahwa adaptasi pekerjaan

    tidak memiliki banyak perbedaan namun hanya

    melakukan penyesuaian terhadap fasilitas setempat.

    Ekspatriat yang berasal dari Malaysia,

    Pakistan, Bangladesh, Thailand dan India merasakan

    hal yang sama bahwa di lingkungan pekerjaan para

    ekspatriat menyelesaikan tugas dengan baik karena

    didukung dengan job description sesuai dengan

    kontrak kerja walaupun ada sedikit perbedaan

    tentang fasilitas perusahaan.

    Sedangkan para ekspatriat yang berasal dari

    Vietnam dan 3 ekspatriat lainnya yang berasal dari

    Filipina menyatakan hal yang berbeda bahwa mereka

    menemui banyak perbedaan dalam job adjustment

    namun mereka lebih optimis untuk menyelesaikan

    dengan baik karena para ekspatriat diberi fleksibilitas

    melakukan pekerjaan. Disamping itu, kadang-kadang

  • 69

    dibebankan banyak pekerjaan baru namun

    didampingi atau sebelumnya diberi instruksi yang

    jelas sehingga para bisnis ekspatriat tidak mengalami

    kendala dalam pekerjaan baru bahkan mampu

    bekerja dengan efektif karena para ekspatriat merasa

    termotivasi untuk memperoleh pengetahuan dan

    pengalaman baru.

    Dalam hasil adaptasi ini pihak perusahaan

    juga merasakan dampak positive dari adaptasi yang

    dilakukan oleh ekspatriat. Sebab negara Timor Leste

    memiliki keunikan perbedaan yang sangat jauh bila

    dibandingkan dengan negara asal para ekspatriat,

    namun pihak perusahaan juga selalu membantu para

    ekspatriat dalam melakukan adaptasi sehingga dapat

    bekerja dengan baik dan merasa nyaman untuk

    tinggal dan tetap bekerja diperusahaan. Disamping

    itu perusahaan juga memberikan insentif sebagai job

    feedback bagi ekspatriat sehingga para bisnis

    ekspatriat termotivasi dalam menjalankan tugas

    walaupun mengalami banyak kesulitan. Hasil

    adaptasi yang dilakukan oleh para ekspatriat di

    Timor Leste dapat dilihat pada tabel berikut.

  • 70

    Table 4.4

    Hasil adaptasi yang dilakukan oleh bisnis ekspatriat

    NEGARA

    ADAPTASI GENERAL

    ADJUSTMENT WORK

    ADJUSTMENT NONWORK

    ADJUSTMENT

    Filipina ***** **** ***** Bangladesh ***** **** ***** Thailand ***** **** ***** Singapore ***** *** ***** Malaysia ***** **** ***** Japan ***** *** ***** India ***** **** ***** Pakistan ***** **** ***** Vietnam ***** **** ***** Australia ***** *** ***** Amereika

    Serikat ***** *** *****

    Keterangan :

    * : Dianggap Sangat Tidak Penting

    ** : Dianggap Tidak Penting

    *** : Dianggap Cukup Penting

    **** : Dianggap Penting

    ***** : Dianggap Sangat Penting

  • 71

    4.5 TAHAP ADAPTASI

    Berikut ini adalah bentuk tahap adaptasi yang

    dilakukan oleh ekspatriat. Adapun uraian dari

    tahapan tersebut, akan dibahas menurut negara para

    ekspatriat yaitu Filipina, Bangladesh, Thailand,

    Singapore, Malaysia, Japan, India, Pakistan, Vietnam,

    Australia, dan Amerika Serikat.

    4.5.1 Ekspatriat Filipina

    Ekspatriat yang berasal dari Filipina pada saat

    kedatangan atau tiba di Timor Leste merasa takut

    dan gelisa. Pada tahap awal ini ekspatriat mengalami

    tahap keterkejutan dengan keadaan yang ada yaitu

    keadaan situasi dan keamanan yang tidak kondusif

    seperti konflik etnitas (Loro-monu vs Loro-sae) dan

    organisasi (pencak silat/beladiri dan partai), kondisi

    listrik yang sering black out lebih dari 2 jam, system

    telekomonikasi dan biaya hidup yang sangat mahal.

    Semua keadaan ini terjadi diluar ekspektasi para

    ekaptariat sehingga mereka menganggap hal ini

    sangat aneh, kemudian terkejut dan mulai merasa

    kerinduan kepada keluarga dan kampung halaman.

    Tahap ini disebut tahap culture shock. Setelah

    mengalami tahap ini, menurut ekspatriat mulai

    masuk ke tahap berikutnya, yaitu tahap mental

    isolation. Pada tahap ini ekspatriat mulai mengalami

    gelisa yang berat karena mereka tidak bisa bergaul

  • 72

    dengan tetangga karena tidak memahami bahasa dan

    tidak bisa keluar pada sore hari untuk mencari

    kebutuhan karena situasi dan keamanan setempat,

    selain itu listrik sering black out pada sore hari dan

    sirkulasi system transportasi pada malam hari juga

    berkurang sehingga merasa lebih tertekan dan tidak

    mampu untuk beradaptasi karena merasa kekuatiran

    yang berlebihan sehingga ekaptariat lebih memilih

    untuk tetap tinggal di dalam rumah.

    Namun para ekspatriat merasa jangan sampai

    kehilangan pekerjaan dan kepercayaan dari

    perusahaan induk, maka para ekspatriat mulai

    berusaha belajar bahasa dan mencari informasi

    tentang situasi dan keamanan melalui berbagai cara

    yaitu internet, Koran lokal, radio, TV dan juga

    mencari informasi lewat polisi Filipina di Timor Leste

    sehingga mulai mencoba untuk mengamati keadaan

    secara langsung. Tahap ini disebut tahap recovery,

    dalam tahap ini mulai meniru budaya dan mencoba

    untuk keluar sendirian mencari makan dan

    kebutuhan lain, tidak hanya sendirian kadang-

    kadang bersama dengan interpreter atau pemilik

    rumah kontrakan dan yang berkeluarga bersama-

    sama dengan keluarga melakukan adaptasi.

    Setiap hari melakukan hal yang sama maka

    para ekspatriat mulai memahami bahasa, budaya

    dan terbiasa dengan situasi dan keadaan setempat

  • 73

    bahwa masyarakat lokal tidak pernah menyiksa

    orang asing. Selain itu, konflik etnitas dan organisasi

    yang terjadi hanya antara masyarakat lokal. Dalam

    tahap ini para ekspatriat mulai percaya diri dan

    membuka diri untuk lebih memahami budaya dan

    kondisi-kondisi setempat sehingga lebih fleksible

    dalam adaptasi yang akhirnya lebih familiar dengan

    keadaan. Tahap ini disebut tahap adjustment.

    4.5.2 Ekspatriat Bangladesh

    Bisnis ekspatriat dari Bangladesh mengalami

    tahapan ketika datang di Timor Leste, hal yang sama

    juga dialami oleh ekspatriat dari Bangladesh.

    ekspatriat merasa tertekan dan gelisa karena sulit

    mencari kebutuhan diluar, keadaan listrik yang

    sering black out, sistem infrastruktur yang tidak

    memadai bahkan semua gedung masih bekas

    kebakaran dan sangat sepih. Padahal informasi yang

    mereka peroleh dari teman-teman dan yang ada di

    internet membuat mereka sangat penasaran, namun

    setelah para ekspatriat tiba malah menemukan

    kebalikan yang menyebabkan gelisah dengan

    keadaan. Pada tahap ini disebut tahap Culture Shock.

    Setelah beberapa minggu keadaan semakin

    membosankan karena tidak bisa berinteraksi dengan

    keadaan setempat karena situasi dan kondisi

  • 74

    keamanan tidak kondusif seperti di tempat dimana

    mereka tinggal sering terjadi penyerangan antar masa

    dalam konflik sehingga para ekspatriat tidak bisa

    keluar mencari kebutuhan karena merasa takut yang

    berlebihan sehingga mereka lebih memilih tinggal di

    rumah. Pada tahap ini disebut tahap Mental Isolation.

    Walaupun tahap ini sangat sulit bagi para ekspatriat

    namun para ekspatriat merasa jangan sampai

    keadaan ini menganggu kinerja pekerjaan mereka,

    maka para ekspatriat mulai mencoba diri untuk

    mencari bantuan dengan polisi Timor Leste untuk

    memberikan informasi dan perlindungan. Disamping

    itu mereka juga mencari informasi melalui internet,

    TV , media lokal dan para interpreter untuk

    mendampingi mereka guna mencari kebutuhan

    mereka sambil mengamati dan menyesuaikan diri

    dengan keadaan. Dalam proses tahap adaptasi ini

    disebut Tahap Recovery.

    Selanjutnya para ekspatriat mulai merasa

    terbiasa dengan keadaan karena sudah sering kali

    melakukan adaptasi yang sama, maka semua

    keadaan baru menjadi kebiasaan bagi para ekspatriat

    Bangladesh baik di lingkungan kerja maupun

    nonkerja. Dalam tahap ini disebut tahap adjustment.

  • 75

    4.5.3 Ekspatriat Thailand

    Ekspatriat Thailand diawal kedatangannya di

    Indonesia semua ekspatriat sebagai tenaga kerja di

    Restauran. Para ekspatriat ini mengalami tahap

    Culture Shock di awal kedatangan. Ketika mereka tiba

    di bandara udara melihat keadaan real hingga

    sampai tempat tinggal dimana mereka tinggal, para

    ekspatriat merasa stress karena kondisi

    infrasturuktur restaurant sangat jelek bila

    dibandingkan di Thailand dan kondisi keamanan

    setempat tidak stabil. Selain itu bukan hanya kondisi

    keamanan namun juga tidak memahami budaya lokal

    “bagaimana cara yang terbaik dalam memberi salam

    dan melayani konsumer”, walaupun para ekspatriat

    ini sudah diberikan informasi dari manajer hotel

    tentang kebiasaan namun hal ini pertama kali bagi

    mereka sehingga mereka kaku dan tidak merasa

    nyaman dalam melakukan penyesuaian. Setelah

    pulan dari pekerjaan mereka selalu memilih tinggal

    dirumah karena kondisi keamanan dan lingkungan

    dimana mereka tinggal tidak kondusif. Selain itu,

    Komunikasi antara para ekspatriat dengan para

    tetangga pun tidak terjadi karena para ekspatriat

    tidak memahami bahasa. Dalam tahap ini para

    ekspatriat hanya bisa berkomunikasi dengan sesama

  • 76

    teman Thailand dan memisahkan diri dari yang lain,

    tahap ini disebut tahap Mental Isolation.

    Akan tetapi para ekspatriat ini sering menemui

    konsumer lokal dan komunitas Internasional yang

    tinggal di Timor Leste maka mulai bergaul dan belajar

    bahasa lokal bersama-sama, meminta informasi

    tentang keadaan situasi dan keamanan. Kadang-

    kadang di hari libur ditemani oleh teman lokal dan

    ekspatriat lain untuk mengamati keadaan dan mulai

    meniru dengan keadaan setempat. Dalam tahap ini

    disebut tahap recovery.

    Dalam tahap recovery para bisnis ekspatriat

    mulai meniru dan melakukan adaptasi setiap saat

    maka mereka akan terbiasa dengan semua perbedaan

    yang ada. Akhirnya mereka beralih ketahap yang

    dinamakan tahap adjustment. Dalam tahap ini para

    sudah bisa melakukan penyesuaian dengan sendirian

    terhadap keadaan Timor Leste secara menyeluruh,

    berinteraksi terhadap konsumer dan masyarakat

    Timor Leste pada umumnya.

    4.5.4 Ekspatriat Singapore

    Tidak hanya ekspatriat dari Thailand yang

    mengalami tahapan ketika datang di Timor Leste,

    namun hal yang sama juga dirasakan oleh ekspatriat

    yang berasal dari Singapore. Diawal kedatangan juga

  • 77

    mengalami tahap cultur shock. Pada tahap ini para

    ekspatriat sangat khawatir akan keamanan seperti

    konflik senjata antara angkatan darat (Army) dengan

    Polisi Nasional dan konflik sosial. Selain itu, masalah

    kesehatan karena lingkungan pada umumnya kotor

    dan tidak sehat. Dalam tahap ini para ekspatriat

    sangat stress memikirkan kesehatannya dan

    merindukan kampung halaman serta keluarga, pada

    tahap ini disebut tahap Cultur Shock. Selanjutnya

    hari demi hari para ekspatriat merasa kesepian dan

    powerless dengan keadaan. Sebab tempat tinggal

    atau lingkungan dimana mereka bekerja sering kali

    terjadi bentrokan antar masa sehingga mereka

    merasa takut dan tertekan untuk mengurungkan diri

    didalam rumah. Dalam tahap ini para ekspatriat

    mengalami tahap yang dinamakan tahap Mental

    Isolation. Namun karena desakan pekerjaan dan

    kebutuhan mereka, para ekspatriat mencari

    informasi melalui polisi nasional Timor Leste

    sekaligus meminta perlindungan terhadap mereka.

    Cara lain yang juga dilakukan adalah mencoba

    berjalan bersama dengan teman kerja untuk keluar

    secara bertahap untuk mengamati keadaan,

    kemudian menyesuaikan diri dengan situasi dan

    kondisi setempat. Pada proses tahapan ini disebut

    tahap recovery karena para ekspatriat mulai

  • 78

    berusaha untuk mengamati dan menyesuaikan diri

    dengan lingkungan baru.

    Dengan melakukan hal yang sama secara

    berulang-ulang dan terbiasa dengan semua

    perbedaan seperti masalah lingkungan, keamanan

    dan keadaan Timor Leste secara menyeluruh maka

    dalam tahap ini disebut Tahap Adjustment sebab para

    bisnis sudah bisa melakukan penyesuaian dengan

    sendirian terhadap semua perbedaan yang mereka

    temui dan hal ini sudah menjadi kebiasaan walaupun

    masih ada sedikit ketegagan.

    4.5.5 Ekspatriat Malaysia

    Ekspatriat yang berasal dari Malaysia, diawal

    kedatangan merasa kaget dengan keadaan sebab

    ekspatriat merasa bahwa sebelumnya Timor Leste

    adalah bagian dari Indonesia yang seharusnya

    pembangunan infrastruktur maju. Namun semuanya

    berbeda dari ekspektasi mereka, malah mereka

    melihat hampir semua bangunan bekas dari

    kebakaran. Malam pertama para ekspatriat tinggal

    dikota dili tetap terjadi kebakaran yang dilakukan

    oleh pihak yang tidak bertanggungjawab, hampir

    setiap malam di sepanjang jalan sangat sepih, terjadi

    bentrokan masa dengan melempar mobil di

    sepanjang jalan. Para ekspatriat merasa gelisa

    melihat keadaan yang penuh dengan konflik sehingga

  • 79

    diawal kedatangan mereka diawali dengan tahap

    Culture Shock. Setelah mengalami tahap ini mereka

    merasa sangat binggun dan kahwatir tentang

    keselamatan mereka dan memikirkan bagaimana

    cara melakukan penyesuain dengan keadaan. Akan

    tetapi para ekpatriat tidak mau keadaan ini

    mempengaruhi pekerjaan mereka dan para ekspatriat

    tidak ingin gagal dari pekerjaan maka mereka mulai

    berusaha menyesuaiakan diri dengan keadaan,

    dimulai dengan cara pencarian informasi tentang

    keamanan kepada polisi Malaysia yang bertugas di

    PBB. Disamping itu, bersama dengan rekan-rekan

    kerja keluar secara bertahap untuk mengamati

    situasi dan keadaan. Adapun cara lain yang

    dilakukan, yaitu setiap hari jumat mengunjungi

    masjid dan tukar pikiran bersama dengan kaum

    muslimin di Timor Leste sehingga mereka bisa

    meniru keadaan setempat, pada tahap ini disebut

    tahap recovery.

    Setiap hari jumat dan setelah pulan dari kerja

    mereka sering ke masjid untuk solat dan selalu

    berkumpul dengan kaum muslim untuk tukar

    pikiran tentang keadaan Timor Leste maka mereka

    telah mempunyai pengetahuan tentang budaya dan

    memahami situasi dan keamanan sehingga mudah

    untuk melakukan adaptasi. Pada tahap ini disebut

    tahap adjustment sebab mereka telah melakukan

  • 80

    adaptasi secara mandiri dan merasa jauh lebih bagus

    dari pada sebelum.

    4.5.6 Ekspatriat Jepan

    Para ekspatriat yang berasal dari Jepan pada

    tahap awal mengalami tahap culture shock. Para

    ekspatriat tersebut mengakui tahap ini setelah tiba di

    Timor Leste. Terdapat bermacam-macam kesulitan

    untuk tinggal dan bekerja di Timor Leste seperti

    kesulitan terhadap lingkungan, bahasa, keamanan

    dan budaya. Para eksptariat ini selalu merasa

    kahwatir dengan keadaan lingkungan yang kurang

    bersih sehingga akan menimbulkan penyakit, sulit

    melakukan berkomonikasi dan interaksi dengan

    aparat pemerintah dan masyarakat lokal karena tidak

    memahami bahasa tetum dan portugues, selalu

    merasa kahwatir terhadap keadaan keamanan

    internal dan sulit juga memahami budaya dan

    kebiasaan masyarakat. Setelah mengalami tahap

    culture shock, menurut ekspatriat masuk ke tahap

    selanjutnya. Pada tahap ini ekspatriat semakin sulit

    untuk menyesuaikan diri dengan keadaan karena

    situasi keamanan internal kurang kondusif, sering

    terjadi black out pada listrik dan terjadi konflik sosial

    sehingga takut dan kahwatir yang akhirnya mereka

    lebih memilih tinggal dirumah. Di kantorpun lebih

    banyak diam untuk melakukan pekerjaan, pada

  • 81

    tahap ini ekspatriat Jepan berada pada tahap Mental

    Isolation. Akan tetapi ekspatriat merasa bahwa

    bekerja di Timor Leste merupakan suatu peluan yang

    baik dan bisa mengembangkan karier di luar negeri

    sehingga mulai berkomitmen untuk menghadapi

    perbedaan dengan berusaha mencari informasi

    tentang keamanan melalui kedutaan dan jalan

    bersama dengan para interpreter untuk memahami

    budaya. Selanjutnya merasa optimis pada dirinya

    bahwa kondisi kesehatan mereka akan baik-baik saja

    dan mulai mencoba menyesuaikan diri dengan

    keadaan. Pada tahap ini disebut tahap recovery.

    Menganggap tahap tersebut menjadi tahap

    yang harus dilalui maka para ekspatriat melakukan

    adaptasi secara terus menerus dan terbiasa dengan

    keadaan baik dilingkungan pekerjaan maupun diluar

    pekerjaan (non-work). Pada tahap ini ekspatriat

    merasa percaya diri dan betah bekerja di Timor Leste,

    pada tahap ini disebut sebagai tahap adjustment.

    4.5.7 Ekspatriat India

    Ekspatriat dari India diawal kedatangannya di

    Timor Leste sebagai tenaga kerja professional asing

    pun juga mengalami berbagai tahapan, ditahap awal,

    ekspatriat dari India merasa tertekan dan gelisa

    karena sulit mencari kebutuhan diluar, keadaan

    listrik yang sering black out, system infrastruktur

  • 82

    yang tidak memadai bahkan tidak ada tempat-tempat

    keramaian. Para ekspatriat mencoba menelpon

    keluarga di Indian namun biaya telekomonikasi

    sangat mahal sehingga tidak mengekspresikan

    perasaannya kepada keluarga. Pada tahap ini

    ekspatriat mengalami tahap culture shock.

    Setelah beberapa minggu keadaan semakin

    membosankan karena situasi dan kondisi keamanan

    tidak kondusif malah terjadi peyerangan antar masa

    dan pelemparan kendaraan di jalan raya sehingga

    para ekspatriat tidak bisa keluar mencari kebutuhan

    karena merasa takut yang berlebihan sehingga

    mereka lebih memilih untuk tinggal di rumah. Pada

    tahap ini disebut tahap Mental Isolation. Walaupun

    tahap ini sangat sulit, namun para ekspatriat merasa

    jangan sampai keadaan ini menganggu kinerja

    pekerjaan mereka maka para bisnis ekspatriat mulai

    mencoba diri untuk mencari bantuan dengan polisi

    Timor Leste untuk memberikan informasi dan

    perlindungan. Disamping itu mereka juga melakukan

    cara lain dengan mencari informasi melalui internet,

    TV , media lokal dan para interpreter untuk

    mendampingi mereka untuk mencari kebutuhan

    mereka sambil mengamati dan menyesuaikan diri

    dengan keadaan. Dalam proses tahap adaptasi ini

    disebut Tahap Recovery.

  • 83

    Melakukan penyesuaian secara terus menerus

    maka para ekspatriat mulai memahami dan

    menggunakan bahasa lokal dalam berkomunikasi.

    Selain itu mulai menerima dan menyesuaikan diri

    dengan keadaan setempat walaupun masih

    mengalami sedikit ketegangan. Dalam tahap ini

    disebut tahap adjustment.

    4.5.8 Ekspatriat Pakistan

    Ekspatriat yang berasal dari Pakistan juga

    mengalami culture shock pada saat tiba di Timor Leste

    sebab sebelum ekspatriat diberangkatkan

    perusahaan induk selalu memberikan informasi

    bahwa Timor Leste adalah Negara baru yang

    merupakan peluan pasar yang baik bagi perusahaan.

    Namun setelah tiba di dili melihat keadaan

    Infrastruktur dan ekonomi secara menyeluruh masih

    sangat lemah dan tingkat konflik sosial juga masih

    sangat tinggi sehingga benar-benar merasa kaget,

    bingun dan menyesal dengan keadaan.

    Selain faktor keamanan, budaya dan kebiasaan

    hidup pun sangat berbeda dengan orang muslim

    sehingga merasa sangat binggun untuk

    menyesuaikan diri dengan keadaan setempat. Hal

    yang sama juga di rasakan di tempat kerja karena

    memiliki budaya yang sangat haterogen sehingga

    sangat sulit bagi ekspatriat untuk meniru. Untuk

  • 84

    menghadapi kondisi ini, ekspatriat selalu

    menyenangkan diri di ruang kerjanya dan setelah

    pulan dari kantor pun selalu memilih untuk tinggal

    dirumah. Dalam tahap ini ekspatriat mengalami

    tahap Mental Isolation. Akan tetapi bisnis ekpatriat

    tidak mau keadaan ini menganggu pekerjaannya

    maka ekspatriat mulai memutuskan untuk

    berakulturasi dengan belajar budaya dan bahasa

    lokal dengan Interpreter dan teman-teman dari

    negara lain, pada tahap ini disebut tahap recovery.

    Pada tahap selanjut adalah tahap adjustment

    dalam tahap ini ekspatriat sudah memahami budaya

    dan bahasa serta keadaan Timor Leste secara

    menyeluruh sehingga lebih mudah untuk melakukan

    penyesuaian diri (adjustment).

    4.5.9 Ekspatriat Vietnam

    Ketika ekspatriat dari Vietnam tiba di Timor

    Leste, tahap awal yang dialami adalah tahap culture

    shock. Pada tahap ini ekspatriat merasa terkejut

    dengan keadaan diantaranya infrastruktur,

    keamanan internal, biaya hidup dan telekomunikasi

    yang sangat mahal. Dalam tahap selanjutnya,

    ekspatriat kurang mengelola diri dengan keadaan

    tersebut sehingga masuk pada tahap mental Isolation,

    sebab dalam tahap ini ekspatriat semakin sulit untuk

    berkomunikasi karena tidak bisa memahami bahasa

  • 85

    dan budaya. Selain itu, merasa sangat kahwatir

    terhadap konflik group yang terjadi di beberapa

    tempat, termasuk di tempat dimana ekspatriat

    tinggal. Keadaan ini semakin menekan ekspatriat

    sehingga memilih untuk tetap diam dirumah. Di

    tempat kerja pun ekspatriat selalu memisahkan diri

    dengan karyawan lain karena banyak perbedaan

    tentang etos kerja. Kendatipun demikian para

    ekspatriat tidak mau kehilangan kepercayaan dari

    perusahaan pusat, maka mulai berusaha mencari

    informasi tentang budaya dan keadaan setempat,

    mencari informasi tentang situasi real dan meminta

    perlindungan kepada polisi setempat. Adapun cara

    lain yang dilakukan belajar bahasa dan budaya

    melalui buku dan berusaha untuk memahami etos

    kerja yang ada. Pada tahap ini ekspatriat memulai

    mengikuti budaya baru dan mengunakan bahasa

    lokal dalam stratifikasi sosial sehingga para

    ekspatriat berada pada tahap yang disubut tahap

    recovery.

    Setelah mengalami tahap recovery, ekspatriat

    mulai beralih pada tahap berikutnya yaitu tahap

    adjustment. Pada tahap ini ekspatriat mulai sering

    melakukan penyesuaian terhadap hal yang sama

    secara berulang-ulang sehingga tidak kaku dan

    menerima keadaan setempat walaupun masih sedikit

    dalam ketegangan dan kecemasan.

  • 86

    4. 5.11 Ekspatriat Australia

    Ekspatriat dari Australia, diawal

    kedatangannya di Timor Leste sebagai karyawan

    Internasional yang dipercayakan oleh perusahaan

    induk untuk mengelola perusahaan cabang di Timor

    Leste pun juga mengalami tahap culture shock. Sebab

    kondisi makanan, fasilitas tempat tinggal, jalan raya,

    listrik, system telekomunikasi tidak sesuai dengan

    harapannya sehingga merasa gelisah. Selain itu,

    pengunaan bahasa dengan aparat pemerintah bukan

    bahasa Inggris tetapi Portugues, hal ini membuat

    para ekspatriat merasa kecewa dan emosi hingga

    masuk pada tahap Mental Isolation. Pada tahap ini

    ekspatriat mengalami frustrasi dan hilangnya rasa

    percaya diri terhadap keadaan sebab ekspatriat

    menemukan banyak tantangan terutama

    penyesuaian terhadap pengunaan bahasa portugues,

    penyesuaian pengemudian lalulintas, fasilitas tempat

    tinggal, kebiasaan buruk karyawan lokal tentang

    disiplin kerja dan peraturan keselamatan (safety

    regulation) serta situasi dan keamanan. Namun pada

    tahap ini para ekspatriat mengunakan banyak cara

    untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yaitu

    sering berhubungan dengan pemimpin organisasi

    untuk memberikan dukungan informasi. Adapun

    cara lain yang dilakukan oleh ekspatriat yaitu

    meminta bantuan pada interpreter untuk

  • 87

    menemaninya agar dapat memahami keadaan

    setempat secara menyeluruh.

    Selanjutnya eksptariat mulai mentolerir

    keadaan secara bertahap dengan cara belajar bahasa

    lokal dan budaya di kedutaan Australia, melalui

    buku-buku dan bersama dengan interpreter. Selain

    itu juga selalu meminta informasi di kedutaan

    tentang situasi dan keamanan Timor Leste sehingga

    dapat menyesuaikan diri secara perlahan-lahan

    sampai masuk pada tahap recovery.

    Tahap recovery dilakukan secara efektif

    sehingga para ekspatriat memasuki pada tahap

    terakhir yaitu tahap adjustment. Pada tahap ini

    ekspatriat selalu melakukan penyesuaian secara

    berulang-ulang dan sering mengalami hal yang sama,

    bisnis ekspatriat menjadi terbiasa dan menerima

    keadaan setempat walaupun kadang-kadang masih

    mengalami sedikit ketegangan dan kecemasan.

    5. 5.11 Ekspatriat Amerika Serikat

    Bukan hanya ekspatriat dari Australia yang

    mengalami tahap culture shock namun bisnis

    ekspatriat dari Amerika Serikat juga mengalami hal

    yang sama. Diawal kedatangannya ekspatriat merasa

    terkejut dengan kondisi infrastruktur, ekonomi,

    keamanan dan politik. Semua perbedaan ini diluar

    ekspektasi ekspatriat sehingga merasa mulai tidak

  • 88

    bersentuhan dengan keadaan tersebut, pada tahapan

    ini disebut tahap culture shock. Situasi keamanan

    yang tidak stabil, kondisi tempat tinggal dan

    makanan yang tidak memadai telah menyebabkan

    ekspatriat semakin khawatir, frustrasi dan

    kehilangan kepercayaan diri sehingga ekspatriat

    beralih pada tahap berikutnya yaitu tahap mental

    isolation.

    Akan tetapi ekspatriat ini menganggap bahwa

    ini merupakan suatu proses awal dalam penugasan

    maka ekspatriat mulai bangkit menyesuaikan diri

    dengan keadaan, selalu berhubungan dengan

    pemimpin organisasi untuk memberikan dukungan

    informasi. Selain itu juga meminta bantuan kepada

    Interpreter untuk menemani dalam memahami

    budaya dan bahasa. Pada tahap ini ekspatriat mulai

    membuka diri secara perlahan-lahan sehingga masuk

    pada tahap yang disebut tahap recovery.

    Ekspatriat Amerika selalu berusaha melakukan

    adaptasi secara berulang-ulang dan sering kali

    mengalami hal yang sama maka ekspatriat telah

    terbiasa dengan keadaan tersebut dan betah untuk

    tinggal dan bekerja di Timor Leste walaupun kadang-

    kadang masih mengalami sedikit ketegangan dan

    kecemasan. Hasil tahap adaptasi yang dialami oleh

    para bisnes ekspatriat di Timor Leste dapat

    dimodelkan sebagai berikut.

  • 89

    Table 4.5

    Tahapan Adaptasi para ekspatriat di Timor Leste

    Positive Mood

    Mood Changes

    Negative Mood

    Culture Shock

    Recovery

    Mental Isolation

    Adjustment

    Phases of adaptation