Acquired Immuno Deficiency Syndrome
-
Upload
sawenda-bakpaoo -
Category
Documents
-
view
61 -
download
0
Transcript of Acquired Immuno Deficiency Syndrome
ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME(AIDS)
A. Pengertian
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired
artinya didapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan, immuno berarti sistem
kekebalan tubuh, deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah
kumpulan gejala.
B. Etiologi
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang dapat
berakibat fatal. Padahal, penyakit-penyakit tersebut misalnya berbagai virus, cacing,
jamur protozoa, dan basil tidak menyebabkan gangguan yang berarti pada orang
yang sistem kekebalannya normal. Selain penyakit infeksi, penderita AIDS juga
mudah terkena kanker. Dengan demikian, gejala AIDS amat bervariasi.
Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV (Human Immuno-
deficiency Virus). Dewasa ini dikenal juga dua tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Sebagian besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan infeksi oleh HIV-2 didapatkan
di Afrika Barat. Infeksi HIV-1 memberi gambaran klinis yang hampir sama. Hanya
infeksi HIV-1 lebih mudah ditularkan dan masa sejak mulai infeksi (masuknya virus
ke tubuh) sampai timbulnya penyakit lebih pendek.
C. Patofisiologi
Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala yang disebut
sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada umumnya
yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-pegal di badan),
pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat
disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam beberapa
mingggu. Dalam waktu 3 – 6 bulan kemudian, tes serologi baru akan positif, karena
telah terbentuk antibodi. Masa 3 – 6 bulan ini disebut window periode, di mana
penderita dapat menularkan namun secara laboratorium hasil tes HIV-nya masih
negatif.
Setelah melalui infeksi primer, penderita akan masuk ke dalam masa tanpa
gejala. Pada masa ini virus terus berkembang biak secara progresif di kelenjar limfe.
Masa ini berlangsung cukup panjang, yaitu 5 10 tahun. Setelah masa ini pasien akan
masuk ke fase full blown AIDS.
D. Gejala Penyakit AIDS
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada
penderita AIDS :
1. Panas lebih dari 1 bulan,
2. Batuk-batuk,
3. Sariawan dan nyeri menelan,
4. Badan menjadi kurus sekali,
5. Diare ,
6. Sesak napas,
7. Pembesaran kelenjar getah bening,
8. Kesadaran menurun,
9. Penurunan ketajaman penglihatan,
10. Bercak ungu kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya
gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat
beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau
riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
E. Patofisiologi
Perlekatan viruis
HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki
molekul reseptor membran CD4. Sasaran yang disukai HIV adalah limfosit T
penolong positif CD4 atau sel T4. gp 120 HIV yang berikatan dengan lifosit CD4
dapat diperanterai fusi membrane virus ke membrane sel oleh gp 41. 2 korereseptor
permukaan sel CCR5 atau CXCR4 diperlukan agar glikoprotein gp 120 dan gp41
daapt berilkatan dengan reseptor CD4. Yang menyebabkan perubahan konformasi
sehingga gp41 dapat masuk kemembran sel sasaran.
Sel lain yang rentan terhadap infeksi HIV mencakup monosit makrofag. Monosit
makrofag dapat terinfeksi dan berfungsi sebagai reservoar tetapi tidak dihancurkan
oleh virus HIV. HIV bersifat politropik dan dapat menginfeksi sel seperti NK, limfosit
B, sel endotel, sel epitel, sel alngerhans, sel denditrik dipermukaan mukosa tubuh, sel
mikroglia, jaringan tubuh. Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4 belangsung
serangkaian proses yang akhirnya menyebabkan terbentuk partikel virus baru dari sel
yang terinfeksi. Infeksi pada limfosit CD4 dapat menimbulkan sipatogenisitas melalui
apapoptosis (kematian sel terprogram, anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut),
pembentukan sinsitium (fusi sel).
Replikasi virus
Setelah terjadi fusi sel virus, RNA virus masuk kebagian tengah sitoplasma
limfosit sel CD4, setelah nukleokapsid dilepas terjadi trankripsi terbalik (reverse
transcription) dari satu untai tunggal RNA menjadi DNA salinan (cDNA) untai ganda
virus. Integrase HIV membantu insersi cDNA virus ke dalam inti sel penjamu., mak 2
untai DNA sekarang menjadi provirus. Provirus menghasilakn RNA Messenger
(MRNA) yang meninggalkan intisel dan masuk ke dalam sitoplasma. Protein-protein
virus dihasilkan oleh mRNA yang lengkap dan mengalami penggabungan setelah
RNA genom dibebaskan ke sitoplasma. Tahap akhir produksi virus membutuhkan
suatu enzim protease yang memotong dan menata protein virus menjadi segmen kecil
yang mengelilingi RNA virus., membentuk poartikel yang menular dan menonjol dari
sel yang terinfeksi. Sewaktu menonjol dari sel penjamu, partikel virus akan
terbungkus oleh sebagian membran sel yang terinfeksi. HIV baru dapat menyerang sel
rentan lain di tubuh. HIV secara terus menerus teraplikasi dalam organ limfoid.
Partikel virus juga dihubungkan sel dendritik folikular yang memindahkan infeksi
kesel selama migrasi melalui limfoid (Price, S,A, 2005:230).
Sel CD4 mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper (yang
dinamakan sel CD4 kalau dikaitkan dengan infeksi HIV), limfosit T4 helper
merupakan sel terbanyak, sesudah terikat dengan membrane sel T4 helper HIV akan
menginjeksikan dua utas bengan RNA yang identik kedalam sel T4 helper. Dengan
menggunakan enzim reverse transcriptase HIV melakukan pemograman ulang materi
genetic sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-strandet DNA ( DNA utas
ganda). DNA akan disatukan ke nukleus T4 sebagai sebuah pro virus dan terjadi
infeksi permanent siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang
terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dilaksanakan antigen, mitogen
sitokin CTNF alfa atau interleukin V atau produk gen virus seperti : cytomegalovirus
(Cm V ), epsten Bam Virus, Herpes simplek atau hepatic, akibatnya sel T4 yang
terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV terjadi sel T4 dapt
dihancurkan HIV baru dibentuk dan dilepaskan dari darah dan menginfeksi sel Cd4+
lainnya.
Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung persisiten dan tidak
mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel ini menjadi reservoir HIV
sehingga virus dapat bersembunyi dan sisitem imun yang terangkut ke seluruh tubuh
lewat system ini dan menginfeksi jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini
mengandung molekul CD4 + yang lain. Siitem imun pada infeksi HIV lebih aktif dari
yang diperkirakan sebelumnya dan terproduksikan sebesar 2 milyar limfosit CD4+
yang lain. Keseluruhan populasi sel Cd4+ perifer akan mengalami pergantian ( turn
over) tiap 15 hari sekali.
Kecepatan produksi HIV terkait dengan status kesehatan orang yang terjangkit
infeksi tersebut jika orang tersebut tidak sedang terperangi melawan infeksi HIV lain,
reproduksi HIV akan lambat. Reproduksi HIV akan dipercepat kalau penderita sedang
menghadapi infeksi lain/ system imun terstimulasi. Reaksi ini dapat menjelaskan
periode laten yang diperlihatkan sebagian penderita yang terinfeksi HIV simtomatik
10 tahun sesudah terinfeksi. Dalam respon imun, limfosit T4 berperan penting
mengenali antigen asing mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibody,
menstimulasi limfosit sitotoksik, memproduksi limfokin pertahanan tubuh terhadap
infeksi, T4 terganggu mikroorganisme yang menimbulkan penyakit akan
berkesempatan menginvasi dan menyebabakan sakit seirus. Infeksi dan melignasi
timbul akibat gangguan system imun ( infeksi oportunistik ).
HIV menginfeksi sel melalui pengikatan dengan protein CD4. Bagian virus
yang bersesuaian dengan protein CD4 disebut antigen grup 120. Sewaktu sel T4
terinfeksi mengalami pengaktivan untuk berpartisipasi dalam respon imun, HIV mulai
bereproduksi kemudian virus menghancurkan sel penjamu dengan mengganggu
kemampuan sel untuk melindungi diri dari radikal bebas menghasilkan superantigen
yang menghancurkan sel. Dengan produksi HIV dan kematian sel T4 semakin banyak
virus baru dalam sirkulasi . Kematian sel T4 dapat terjadi juga karena respon imun
oleh sel-sel killer penjamu untuk mengeliminasi virus dan semua sel ayng terinfeksi.
(Corwin, 2000:79)
Ikatan protein gp 120 dengan sel (CD4+)
Ikatan dengan membrane sel T4 helper
Injeksi 2 utas benang RNA yang identik ke T4 helper oleh enzim reverse transciptase
Pemograman ulang materi genetic sel T4 terinfeksi
Pembuahan double stranded ( DNA utas ganda)
Penyatuan DNA nucleus T4
Aktivasi sel T4 terinfeksi, Interleukin I dan produk gen virus
Replikasi Pembentukan HIV baru
Penglepasan HIV yg baru keplasma
Replikasi Pembentukan tunas HIV baru
Penglepasan HIV baru ke plasma
Infeksi CD 4 + lainnya
AIDS
Kerusakan limfosit T4
Immunosupresi
Resiko Tinggi Infeksi
Tak tahu cara Pencegahan dan penularan HIV
Kurang Pengetahuan
Mudahnya transmisi dan proses penularan
penyakit
Isolasi Sosial
HIV ( Human Immuno deficiency Virus )
Infeksi Opportunistik
Kurang Informasi
Prosedur Isolasi
F. Pathway
F. Komplikasi
Berdasarkan data-data hasil penilaian komplikasi yang mungkin terjadi mencakup :
(Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Sudarth ed. 8, EGC, Jakarta, 2001: 1734)
1) Infeksi oportunistik
2) Kerusakan pernapasan atau kegagalan respirasi
3) Syndrome pelisutan dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Reaksi yang merugikan terhadap obat-obatan.
G. Penyakit yang Sering Menyerang Perilaku AIDS
Dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh, penderita menjadi lebih mudah
terserang penyakit infeksi maupun kanker. Bahkan penyakit-penyakit inilah yang
sering menjadi penyebab kematian penderita. Infeksi yang timbul karena
melemahnya kekebalan tubuh ini disebut infeksi oportunistik. Sebagian besar
penyakit infeksi yang timbul merupakan reaktivasi (pengaktifan kembali) kuman
yang sudah ada pada penderita, jadi bukan merupakan infeksi baru. Sementara itu,
untuk infeksi parasit/jamur tergantung prevalensi parasit/jamur di daerah tersebut.
Berikut penyakit yang ditemukan pada penderita AIDS :
1. Kandidiasis oral dan esophagus,
2. Tuberkulosis paru/ekstrapulmoner,
3. Infeksi virus sitomegalo,
4. Pneumonia rekurens,
5. Ensefalitis toksoplasma,
6. Pneumonia P. Carinii,
7. Infeksi virus herpes simpleks.
H. Pengobatan
Walau belum ada obat penyembuh AIDS, namun telah ditemukan beberapa
obat yang dapat menghambat infeksi HIV dan beberapa obat yang secara efektif
dapat mengatasi infeksi. Jadi sebagian besar masalah klinik dapat diobati, kualitas
hidup dapat diperbaiki dan harapan hidup dapat ditingkatkan.
Pada umumnya pengobatan penderita AIDS dapat dibagi menjadi 3 yaitu
pengobatan terhadap HIV, pengobatan terhadap infeksi oportunistik, dan
pengobatan pendukung seperti nutrisi, olahraga, tidur, psikososial, dan agama.
I. Penularan Penyakit AIDS
Biaya pengobatan penyakit ini amat mahal, padahal hasilnya pun masih belum
memuaskan, karena itu akan lebih baik mencegah timbulnya penyakit ini bila
dibandingkan mengobati. Untuk melakukan upaya pencegahan perlu diketahui
bagaimana cara penularan penyakit ini.
Pada prinsipnya penularan penyakit ini dapat melalui hubungan seksual,
parenteral, dan perinatal. Kendati efektifitas penularan seksual sangat kecil
dibandingkan jalur penularan lain, yaitu berkisar 0,1 – 1 %, tetapi karena frekuensi
kejadiannya sangat besar maka prosentase penularan HIV secara seksual akhirnya
menjadi sangat besar.
J. Cara Penularan
Berikut cara penularan pada 446 kasus AIDS di Indonesia (data sampai 30
November 2000).
1. Hubungan seksual
2. Pengguna narkotika suntik
3. Perinatal
4. Tranfusi darah
K. Diagnosa
Daftar diagnosa keperawatan yang mungkin dibuat sangat luas karena sifat penyakit
AIDS yang amat kompleks.
1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan manifestasi HIV ekskoriasi
dan diare.
2) Diare yang berhubungan dengan kuman pathogen pada usus dan atau infeksi
HIV.
3) Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan imunodefisiensi.
4) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keadaan mudah letih,
kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
hipoksia yang yang menyertai infeksi paru.
5) Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan penyempitan rentang
perhatian, gangguan daya ingat, kebingungan dan disorientasi yang menyertai
ensefelopati HIV.
6) Bersihan saluran napas tidak efektif yang berhubungan dengan pneumonia
pneumocystis carinii (PCP), peningkatan sekresi bronkus dan penurunan
kemampuan untuk batuk yang menyertai kelemahan serta keadaan mudah letih.
7) Nyeri yang berhubungan dengan gangguan integritas kulit perianal akibat diare,
sarcoma Kaposi dan neuropati perifer.
8) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubungan dengan
penurunan asupan oral.
DAFTAR PUSTAKA
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth ed. 8, EGC, Jakarta
Marylinn E. Doenges. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3, EGC, Jakarta
Dr. H. Sujudi. (1994). Mikrobiologi Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta
http://www.mer-c.org/mc/ina/ikes/ikes_0604_aids.htm