community acquired pneumonia (CAP)

download community acquired pneumonia (CAP)

of 20

description

pneumonia

Transcript of community acquired pneumonia (CAP)

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    1/20

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Community-acquired pneumonia (CAP) tetap menjadi salah satu penyakit yang serius dan

    paling sering terjadi, di samping telah tersedianya antimikroba poten yang terbaru dan vaksin

    yang efektif. Di Amerika, pneumonia merupakan penyakit urutan keenam yang menyebabkan

    kematian dan merupakan penyebab nomor satu dari penyakit infeksi. Karena pneumonia

    merupakan penyakit yang tidak dilaporkan, informasi mengenai insiden hanya berdasarkan

    estimasi secara mentah, tetapi terdapat sampai 5.6 juta kasus CAP terjadi setiap tahunnya, dan

    sebanyak 1.1 juta memerlukan perawatan di rumah sakit. Angka mortalitas pneumonia padapasien rawat jalan sebesar 1-5%, tetapi pada pasien yang dirawat di rumah sakit angka mortalitas

    sebesar 12%, yang meningkat pada populasi tertentu seperti pasien dengan bakteremia, dan

    beberapa dengan perawatan rumah sakit di rumahnya, dan kira-kira 40% pasien yang mengalami

    sakit yang parah memerlukanIntensive Care Unit.

    Epidemiologi dan penanganan pneumonia telah mengalami perubahan, insiden pneumonia

    meningkat terutama pada pasien yang lebih tua dan beberapa dengan komorbid tertentu (Penyakit

    Paru Obstruktif Kronis, Diabetes Mellitus, Insufisiensi Renal, gagal jantung kongestif, penyakit

    jantung koroner, keganasan, penyakit neurologic kronis dan penyakit liver kronis. Pasien-pasien

    ini mungkin terinfeksi dengan pathogen yang baru teridentifikasi atau yang sebelumnya tidak

    diketahui. Pada waktu yang sama, jumlah dari antimikroba yang terbaru sudah tersedia. Pada saat

    yang sama pula dengan perkembangan dari antimikroba, terjadi juga evolusi dari mekanisme

    resistensi bakteri tertentu. Pada tahun 1990, banyak pathogen respirasi umumnya yang mengalami

    resisten. Peningkatan frekuensi resistensi terjadi pada bakteri seperti Streptococcus pneumoniae,

    Hemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, dan beberapa dari bakteri gram negative.

    1

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    2/20

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Definisi CAP

    Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim dari paru-paru.

    Di samping penyakit ini merupakan penyebab yang signifikan morbiditas dan mortalitas,

    pneumonia kadang salah terdiagnosis, salah dalam penatalaksanaannya dan kadang

    dianggap penyakit yang tidak penting.1

    CAP sendiri adalah suatu infeksi yang menyerang alveoli, jalan nafas distal dan

    jaringan intersisial dari paru-paru yang terjadi di luar lingkup rumah sakit. Karakteristik

    secara klinis dari penyakit ini ialah demam, menggigil, batuk, nyeri dada pleuritik,

    produksi sputum dan ditemukannya minimal 1 opasitas dari foto rontgen thorax. Terdapat

    empat bentuk umum dari pneumonia, yaitu pneumonia lobaris, bronkopneumonia,

    pneumonia interstitial, dan pneumonia miliar. Pneumonia lobaris terjadi di satu lobus paru

    secara menyeluruh, bronkopneumonia merupakan konsolidasi yang bersifat tidak

    menyeluruh pada satu atau beberapa lobus yang biasanya terdapat di bagian posterior

    sekitar bronkus dan bronkiolus. Pneumonia intersisial merupakan inflamasi dari intersisial,

    termasuk dinding alveolus dan jaringan ikat di sekitar cabang dari bronkovaskular.

    Pneumonia miliar merupakan lesi pada paru yang disebabkan oleh penyebaran

    hematogen.1

    2.2 Epidemiologi CAP

    Pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia dan

    merupakan penyebab kematian ke tujuh di Amerika Serikat. Penyakit ini adalah penyebab

    kematian nomor satu dari golongan penyakit menular di Amerika Serikat. Setiap tahun di

    2

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    3/20

    Amerika Serikat, ada sekitar 1-2.000.000 kasus Community Acquired Pneumonia

    mengarah ke sebanyak 1,1 juta pasien di rawat inap dan 45.000 mengalami kematian.2

    Insidens CAP adalah yang tertinggi pada kelompok usia ekstrim, yaitu sekitar

    915.900 kasus pada pasien berusia > 65 tahun setiap tahun di Amerika Serikat. Angka

    kematian kurang dari 1% untuk orang dengan CAP yang tidak memerlukan rawat inap,

    namun rata-rata angka kematian dari 12% sampai 14% di antara sakit pasien dengan CAP

    yang dirawat di rumah sakit. Di antara pasien yang dirawat di unit perawatan intensif

    (ICU), atau pasien bacteremic, atau yang berasal dari panti jompo, rata-rata angka

    kematian meningkat menjadi 30% sampai 40%. Oleh karena itu, sangat penting bahwa

    dokter mengenali dan mengobati CAP tepat.2

    Faktor resiko untuk CAP adalah konsumsi alkohol, asma, imunosupresi,institusionalisasi, usia lebih dari 70 tahun dan 60 69 tahun. Faktor resiko untuk

    pneumococcal pneumonia adalah demensia, kejang, gagal jantung, penyakit

    cerebrovaskular, konsumsi alkohol, rokok, PPOK, dan infeksi HIV. Faktor resiko untuk

    CA-MRSA adalah ras native Amerika, anak jalanan, homoseksual, tahanan penjara,

    tentara militer, panti asuhan, atlit seperti pegulat.3

    Di bawah ini adalah tabel hubungan antara faktor resiko pada Community

    Acquired Pneumonia dengan jenis patogen tersering yang menjadi etiologinya.1

    Faktor Resiko Patogen Paling Sering

    Pengkonsumsi Alkohol Streptococcus pneumoniae, bakteri anaerob

    oral, bakteri gram negatif, Mycobacterium

    tuberculosis

    PPOK / Perokok S. pneumoniae, Hemophilus influenzae,

    Moraxella catarrhalis,Legionella

    Tinggal di Panti Asuhan atau Panti Jompo S. pneumoniae, bakteri gram negatif, H.

    influenzae, Staphylococcus aureus, bakterianaerob, Chlamydia pneumoniae,

    Mycobacterium tuberculosis

    Kebersihan Gigi yang Buruk Anaerobes Epidemic Legionnaire's disease

    Legionella spp

    Paparan terhadap kelelawar Histoplasma capsulatum

    Paparan terhadap unggas Chlamydia psittaci, Cryptococcus

    3

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    4/20

    neoformans,H. Capsulatum

    Paparan terhadap kelinci Francisella tularensis

    Demensia, Stroke, penurunan kesadaran Bakteri anaerob oral, bakteri gram negatif

    enteric

    Paparan terhadap hewan ternak atau kucing

    yang melahirkan

    Coxiella burnetii (Q fever)

    Influenza aktif di lingkungan sekitar Influenza, S. pneumoniae, S. aureus, H.

    Influenzae

    Curiga aspirasi dalam jumlah besar Bakteri anaerob, chemical pneumonitis, atau

    obstruksi

    Penyakit paru struktural (bronchiectasis,

    cystic fibrosis, etc.)

    P. aeruginosa, Pseudomonas cepacia, atau

    S. Aureus

    Pengguna obat jarum suntik S. aureus, bakteri anaerob, Mycobacterium

    tuberculosis, Pneumocystis cariniiObstruksi endobronkial Bakteri anaerob

    Pengobatan antibiotik sebelumnya Drug-resistant pneumococci, P. Aeruginosa

    TABEL 1 : Hubungan antara Faktor Resiko pada Community Acquired Pneumonia

    dengan Jenis Patogen Penyebabnya dari Data Epidemiologi.1

    2.3 Etiologi CAP

    Ketika dilakukan diagnosis cepat yang optimal dalam manajemen CAP, pathogen

    yang berkaitan tidak dapat di identifikasi pada 50% pasien, bahkan ketika diagnostic

    secara extensive dilakukan. Tidak ada tes tunggal yang tersedia untuk mengidentifikasi

    seluruh pathogen potensial dan setiap diagnostic mempunyai keterbatasan. Seperti

    misalnya, kultur sputum untuk bakteri gram kurang dapat menunjukkan adanya bakteri

    Streptococcus pneumonia dan tesi ini juga tidak dapat mendeteksi pathogen lain seperti

    Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp., dan virus-virus

    respiratori.

    Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa pasien dengan CAP dapat

    mengalami infeksi lebih dari satu pathogen yang membutuhkan terapi untuk semua

    pathogen yang teridentifikasi, tetapi tidak dapat didiagnosis secara dini dengan kultur

    specimen yang sudah ada. Infeksi campurang dapat melibatkan lebih dari satu spesies

    bakteri, atau dapat juga campuran antara bakteri dan virus pathogen. Peran pathogen

    atipikal disini controversial karena frekuensi dari organism ini secara luas tergantung

    4

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    5/20

    dari pemeriksaan diagnostic dan penggunaan criteria-kriteria tertentu, dan ini tidak pasti

    karena jika bakteri ini menginfeksi dengan bakteri lain atau jika bakteri ini menyebabkan

    infeksi dini yang menuju kepada infeksi bakteri sekunder. Yang termasuk di dalam bakteri

    atipikal ialah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp.

    Pada saat ini juga terjadi peningkatan kewaspadaan pada pathogen terbaru (seperti

    hantavirus) dan pathogen atipikal. Pada beberapa penelitian, sejumlah besar pasien tidak

    memiliki etiologi yang jelas. Hal ini bisa disebabkan karena penanganan sebelumnya

    dengan antibiotic, pathogen yang tidak biasa ditemui seperti fungi, Coxiella burnetii,

    infeksi virus, dan munculnya pathogen yang sekarang tidak dikenal atau tidak

    teridentifikasi.

    2.3.1 Organisme Etiologi CAP Pasien Rawat Jalan

    Beberapa penelitian telah dilakukan pada pasien dengan CAP dan pada

    grup ini terdapat 40-50%. Dengan menggunakan kultur sputum, pneumococcus

    merupakan patogen yang paling sering dapat diidentifikasi (9-20% episode), ketika

    M. pneumoniae merupakan organisme yang memang umumnya sering ditemukan

    saat diagnosis dilakukan (13-37% dari seluruh kejadian). Chlamydia pneumoniae

    telah dilaporkan sebanyak 17% didapat dari pasien rawat jalan dengan CAP. Dari

    lingkup kelompok pasien rawat jalan, Legionella spp. juga dapat terlihat dengan

    angka dari 0.7 13% dari semua pasien. Insiden infeksi virus bervariasi, tetapi

    sempat ditemukan sebanyak 36% kasus dalam satu serial. Insiden terjadinya infeksi

    dari bakteri gram negatif sulit ditentukan dari beberapa penelitian yang sekarang

    tersedia, tetapi kompleksitas dari populasi yang sekarang dirawat di luar rumah

    sakit semaking meningkat, dan banyak pasien yang memang mempunyai faktor

    risiko untuk kolonisasi bakteri basil gram negatif pada saluran pernafasan, yang

    memang merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya pneumonia.

    2.3.2 Organisme yang Menyebabkan CAP pada Pasien Rawat Inap di Luar ICU

    Berdasarkan kesimpulan dari 15 studi dari Amerika Utara dimana lebih dari

    tiga decade pada pasien rawat inap, Bartlett dan Mundy menyimpulkan bahwa S.

    pneumonia merupakan pathogen yang paling sering teridentifikasi (20-60% dari

    seluruh episode), diikuti dengan H. influenza (3-10% dari seluruh episode) dan

    Staphylococcus aureus, Legionella, M. pneumoniae, C. pneumoniae dan virus.

    5

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    6/20

    Beberapa pasien (3-6%) dengan pneumonia disebabkan karena aspirasi. Di seluruh

    penelitian, agen etiologis sulit ditemukan pada 20-70%. Pada beberapa studi, M.

    pneumonia dan C. pneumoniaedi antara beberapa yang dirawat di luar ICU. Insiden

    infeksi dari organism atipikal sebesar 40-60% dari seluruh pasien, kadang

    sebagai bagian dari infeksi campuran. Insiden yang tinggi telah diidentifikasi

    dengan serologis dan diagnosis lainnya untuk yang termasuk titer akut tinggi

    sebanyak 4 kali lipat kenaikan antara titer akut dan konvalesen, tetapi criteria

    serologis dan diagnostic untuk memeriksa pathogen tersebut tidak terstandardisasi,

    dan termasuk juga IgG dan IgM. Ketika pathogen atipikal telah diidentifikasi,

    bakteri tersebut tidak hanya ditemukan pada pasien yang muda dan sehat, tetapi

    ditemukan juga di semua golongan umur.

    Bakteri enteric gram negative tidak biasa ditemukan pada CAP, tetapi

    mungkin tampak pada 10% pasien rawat inap non-ICU. Mereka kadang ditemukan

    pada pasien dengan komorbid penyakit tertentu (terutama PPOK) dengan terapi

    antibiotic oral sebelumnya, beberapa dengan perawatan rumah sakit di rumahnya

    dan beberapa dengan malignancy hematologi atau imunosupresi.

    Satu studi membuktikan bakteri enteric gram negative diidentifikasi dari 9%

    pasien dan 11% dari seluruh pathogen lainnya dan adanya komorbid yang berkaitan

    yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi dengan mikroorganisme

    tersebut, seperti penyakit jantung, penyakit paru kronis, insufisiensi renal, penyakit

    liver toxic, penyakit neurologis kronis, diabetes, dan malignancy yang aktif dalam

    1 tahun. Meskipun insidens infeksi P. aeruginosa tidak tinggi pada kebanyakan

    pasien dengan CAP, organism ini ditemukan pada 4% dari seluruh pasien CAP

    dengan diagnosis etiologis yang sudah dilakukan. Masih terdapat controversial

    tentang insidens sebenarnya dari infeksi bakteri gram negative pada pasien dengan

    CAP, ketika diagnostic seperti kultur sputum biasanya tidak dapat membedakan

    antara kolonisasi organism ini dengan infeksi sebenarnya. Insidens dari infeksi

    gram negative tidak setinggi seluruh pasien dengan CAP, tetapi meningkat pada

    pasien yang dirawat dalam ICU.

    2.3.3 Organisme Penyebab CAP pada Pasien Rawat Inap yang Membutuhkan ICU

    6

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    7/20

    Ketika organisme aerobic gram negatif telah diidentifikasi dengan

    peningkatan frekuensi pada pasien dengan CAP yang membutuhkan ICU,

    organisme yang paling sering ialah pneumococcus, Legionella, dan H. influenzae,

    di samping S. aureus juga menjadi patogen yang cukup sering juga menjadi

    penyebab. Patogen atipikal seperti C. pneumoniae dan M. pneumoniae dapat

    membuat penyakit menjadi lebih parah, organisme ini memang lebih sering

    dibandingkan Legionella dalam menjadi penyebab dari CAP yang parah. Secara

    keseluruhan, sampai 10% dari pasien dengan CAP yang dirawat dalam ICU, dan

    pneumococcus muncul pada sepertiga dari seluruh pasien. Dari beberapa pasien

    yang dirawat dalam ICU, organisme seperti P. aeruginosa sering diidentifikasi,

    terutama pada pasien dengan bronchiectasis. Pada populasi ini, enterobacteraceae

    telah ditemukan pada 22% pasien dan 10-15% pada pasien ICU yang juga

    terinfeksi P. aeruginosa. Dari seluruh serial, 50-60% pasien dengan CAP yang

    parah mempunyai etiologi yang tidak jelas, dan kesalahan dalam menentukan

    pathogen ini tidak berkaitan dengan hasil yang berbeda dibandingkan jika pathogen

    tersebut telah diidentifikasi.

    2.4 Patogenesis

    Pneumonia terjadi akibat dari proliferasi pathogen microbial pada tingkat alveolus

    dan respon dari tingkat host terhadap pathogen ini. Mikroorganisme dapat masuk ke

    saluran pernafasan bawah melalui beberapa jalan. Yang paling sering ialah akibat aspirasi

    dari oropharynx. Sejumlah kecil aspirasi terjadi paling sering ketika tidur (terutama pada

    orang tua) dan pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran. Banyak pathogen yang

    terinhalasi sebagai droplet yang terkontaminasi. Selain itu, pneumonia juga dapat terjadi

    melalui penyebaran hematogen (seperti endocarditis tricuspid) atau dari penyebaran dari

    infeksi pleural atau ruang mediastinum.

    Factor mekanis sangat penting dalam menentukan system pertahanan tubuh

    penderita. Rambut dan turbinasi dari lubang hidung menangkap partikel yang lebih besar

    yang terinhalasi sebelum mereka mencapai saluran pernafasan bawah, dan cabang dari

    trakeobronkial menangkap juga partikel dari saluran pernafasan tersebut, dimana klirens

    7

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    8/20

    mukosiliar dan factor local antibacterial juga membersihkan atau membunuh pathogen

    potensial. Reflex dan mekanisme batuk juga dapat melindungi dari aspirasi. Flora normal

    yang menempel pada sel mukosa dari oropharynx juga dapat mencegah bakteri pathogen

    dalam mengikat dan dapat menurunkan risiko pneumonia.

    Ketika perlindungan tersebut dihadapi oleh mikroorganisme yang cukup kecil

    untuk terinhalasi pada tingkat alveolus, makrofag alveolar setempat secara efisien

    membersihkan dan membunuh pathogen. Makrofag dibantu oleh protein local (seperti

    surfactant protein A dan D) yang mempunyai kemampuan untuk opsonizing atau aktivitas

    antibacterial. Pathogen tersebut dieliminasi bisa melalui system mukosiliar atau limfatik

    dan dapat menunjukan reaksi dari inflamasinya. Hanya ketika kapasitas dari makrofag

    alveolar untuk membunuh mikroorganisme melebihi kemampuan, pneumonia secara klinis

    baru bermanifestasi. Pada situasi ini, makrofag alveolar memulai respons inflamasi untuk

    meningkatkan system pertahanan dari saluran pernafasan bawah. Respon inflamasi

    tersebut dapat memicu timbulnya manifestasi klinis dari pneumonia. Pengeluaran dari

    mediator inflamasi seperti Interleukin (IL) dan tumor necrosis factor dapat menyebabkan

    terjadinya demam. Kemokin seperti L-8 dan granulocyte colony-stimulating factor dapat

    merangsang pengeluaran dari netrofil dan cara kerja mereka di paru yang menghasilkan

    leukosit perifer dan meningkatkan sekresi purulen. Mediator inflamasi yang dikeluarkan

    oleh makrofag dan netrofil yang terbaru dapat membuat kebocoran kapiler alveolar yang

    sama seperti pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).meskipun pada

    pneumonia kebocoran yang terjadi bersifat terlokalisasi. Bahkan eritrosit dapat menembus

    juga melalui membrane kapiler alveolar dengan hemoptisis konsekuen. Kebocoran kapiler

    dapat menyebabkan munculnya infiltrate pada gambaran radiologi dan ronkhi yang

    terdengar pada auskultasi dan juga hypoxemia yang disebabkan karena alveolar yang

    terisi. Bahkan ada beberapa pathogen yang dapat berperan langsung pada vasokontriksi

    hypoxic yang secara normal terjadi pada alveoli yang terisi cairan dan dapat menyebabkan

    hypoxemia.

    Peningkatan pernafasan pada Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

    dapat menyebabkan alkalosis respiratori. Penurunan compliance karena kebocoran kapiler,

    hypoxemia, peningkatan pernafasan, peningkatan sekresi dan bronkospasm dapat memicu

    terjadinya dyspnea. Jika terjadi cukup parah, perubahan struktur mekanis dari paru juga

    8

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    9/20

    dapat terjadi seperti penurunan dari volume paru dan komplians dan shunting aliran darah

    intrapulmoner dapat menyebabkan kematian pada pasien.

    2.5 Klasifikasi CAP

    Klasifikasi dan penentuan tingkat keparahan pada CAP ditentukan terutama

    ditentukan untuk mengetahui rekomendasi rawat inap dan untuk menentukan prognosis

    dari CAP ini. Ada 2 macam grading yang digunakan pada CAP yaitu CURB 65 / CRB

    65 dan Pneumonia Severity Index (PSI).4,5

    CURB-65 dan CRB-65 Severity Scores untuk Community-Acquired Pneumonia (CAP)4,5

    Faktor Klinis Poin

    Confusion (terlihat bingung) 1

    Blood Urea nitrogen > 19 mg per dL (BUN) 1

    Respiratory rate > 30 breaths per minute

    (frekuensi napas)

    1

    Systolic Blood pressure < 90 mm Hg (tekanan

    darah sistolik)

    or

    Diastolic Blood pressure < 60 mm Hg ( tekanan

    darah diastolik)

    1

    Age > 65 years (usia) 1

    Total poin:

    Skor CURB-65 Tingkat kematian (%) Rekomendasi

    0 0.6 Resiko rendah, dipertimbangkan untuk rawat di

    rumah.1 2.7

    2 6.8 Rawat inap sementara atau rawat jalan denganpengawasan ketat.

    3 14.0 Pneumonia berat; rawat inap dan pertimbangkan

    untuk rawat di ICU4 or 5 27.8

    CURB-65 = Confusion, Urea nitrogen, Respiratory rate, Blood pressure, 65 years of age and

    older.

    9

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    10/20

    CRB-65 score Tingkat kematian (%) Rekomendasi

    0 0.9 Resiko kematian sangat rendah; biasanya tidak

    perlu dirawat di rumah sakit

    1 5.2 Resiko kematian meningkat; perludipertimbangkan untuk dirawat inap

    2 12.0

    3 or 4 31.2 Resiko kematian tinggi; perlu secepatnya dirawat

    inap.

    CRB-65 = Confusion, Respiratory rate, Blood pressure, 65 years of age and older.

    Pneumonia Severity Index (PSI)

    Faktor Resiko Nilai

    Usia

    Pria usia (th)

    Wanita usia (th) 10

    Tinggal dalam panti jompo atau panti asuhan +10

    Penyakit komorbid lain

    Penyakit Keganasan +30

    Penyakit Hepar +20

    Penyakit Ginjal +10

    Penyakit Cerebrovaskular +10

    Gagal Jantung Kongestif +10

    Pemeriksaan Fisik

    Gangguan mental +20

    Takipneu (>30 kali/menit) +20

    Hipertensi Sistolik (125 beats/min +10

    10

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    11/20

    Laboratorium dan Hasil Radiografi

    pH darah (arterial)

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    12/20

    dengan kondisi klinisnya, sedangkan pasien grade IV dan V direkomendasikan untuk

    rawat inap.

    Sedangkan berdasarkan CURB 65, pasien dengan skor 0 1 dirawat jalan, skor 2

    dirawat dalam bangsal biasa, dan skor >= 3 dirawat inap dalam pelayanan ICU.

    Namun ada beberapa kategori sehingga pasien dengan resiko kematian rendah

    perlu di rawat jalan:

    1. Terdapat komplikasi dari pneumonia tersebut

    2. Terdapat eksaserbasi dari penyakit lain yang mendasarinya misalnya PPOK,

    Dekompensasio Kordis, atau Diabetes Melitus.

    3. Tidak mampu untuk mengkonsumsi obat oral atau menjalani pengobatan rawat jalan

    4. Faktor resiko multipel yang mendekati batas skor

    Selain itu dapat pula seorang pasien yang perlu dirawat inap karena hipoksemia, atau

    pasien dengan skor PSI rendah (I-III) yang perlu dirawat inap karena syok, dekompensasi

    dari penyakit lain, effusi pleura, masalah sosial dan masalah pengasuhan di rumah karena

    pasien memerlukan pengasuhan khusus, serta riwayat respon yang tidak adekuat terhadap

    antibiotik empiris. Pada pasien pengguna jarum suntik, muntah terus menerus yang sulit

    diatasi, penyakit psikiatri berat, homelessness, tidak dapat berfungsi dengan baik secara

    sosial dan kognitif.

    2.6 Diagnosis CAP

    Manisfestasi klinis berupa batuk, demam, produksi sputum, dan nyeri dada

    pleuritik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan suara nafas bronkial dan ronkhi (rales)

    pada paru paru, namun kurang sensitif dan tidak spesifik sehingga diperlukan

    pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiografi paru (chest x-ray). Pemeriksaan radiologi

    ini penting untuk menegakkan diagnosis, serta membedakan CAP dari penyakit paru lain

    yang juga memberikan gambaran batuk dan demam seperti bronkitis akut. Selain itu daripemeriksaan radiologi kita dapat menduga agen penyebab infeksi, prognosis, diagnosis

    banding, dan kondisi lain yang berhubungan. Pada pasien yang dirawat inap dengan

    kecurigaan pneumonia namun dengan hasil radiologi negatif, boleh diberikan terapi secara

    presumptif dengan antibiotik, lalu dilakukan pemeriksaan ulang radiologi 24 48 jam

    kemudian. Etiologi pasti perlu ditentukan apabila ada resistensi terhadap antibiotik yang

    12

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    13/20

    digunakan secara empiris dan terapi antibiotik akan diganti sesuai dengan etiologinya.

    Antibiotik spektrum luas yang direkomendasikan pada umumnya tidak berguna pada

    psittacosis dan tularemia. Selain itu diagnosis etiologi juga perlu dilakukan bila akan

    menimbulkan implikasi epidemiologis yang penting karena sangat menular. Misalnya pada

    SARS ( Severe Acute Respiratory Syndrome), influenza, legionnaires disease atau

    bioterorisme agent. Menentukan etiologi pasti dapat dilakukan dengan cara kultur darah,

    kultur sputum, atau kultur cairan pleura. Selain itu dapat pula dilakukan non

    bronchoscopic bronchovascular lavage (BAL). 87% kultur dari BAL adalah positif,

    bahkan pada pasien yang telah menerima pengobatan antibiotik. Indikasi untuk melakukan

    BAL, protected specimen brushing, dan transthoracic lung aspiration ini adalah pada

    pasien immunocompromise dan CAP gagal pengobatan.6

    2.7 Tatalaksana CAP

    Pasien dengan CAP seringkali datang dengan gejala demam,batuk berdahak, dan

    nyeri dada (pleuritic pain). Pasien disarankan untuk beristirahat dan terutama berhenti

    merokok serta bila disertai demam maka pasien dianjurkan untuk meminum banyak air.

    Bila pasien mengeluh nyeri dada, maka penting untuk diberikan penghilang rasa sakit

    seperti parasetamol atau NSAID. Status gizi juga penting untuk menunjang hasil dari

    terapi dan untuk pencegahan penyakit agar tidak berkelanjutan. Pada pasien dengan CAP

    dapat terjadi keadaan hipoksia karena aliran darah paru tidak disertai jaringan paru yang

    ventilasinya baik. Gejala klinis yang timbul dapat berupa takipneu, dispneu dan perubahan

    status mental. Semua pasien harus menerima terapi oksigen yang sesuai dengan

    pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen terinspirasi dengan tujuan untuk

    mempertahankan PaO2 di >8 kPa dan SpO2 94-98%. Temperatur, laju pernafasan, denyut

    nadi, tekanan darah, status mental, saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen inspirasi harus

    dipantau dan dicatat setidaknya dua kali sehari dan dapat lebih sering pada mereka denganpneumonia berat atau membutuhkan terapi oksigen biasa. Pasien harus ditinjau dalam 24

    jam dari bila direncanakan untuk pulang, dan mereka tidak boleh memiliki lebih dari satu

    dari karakteristik berikut ini : suhu >37.8 0C, denyut jantung >100x/menit, laju pernapasan

    >24/min, tekanan darah sistolik

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    14/20

    Tujuan utama terapi dengan antibiotik adalah untuk mengeradikasi organisme

    patogen sehingga terjadi perbaikan klinis pasien. Penggunaan obat anti mikroba harus

    disesuaikan dengan patogen penyebab dan kerentanannya dengan antibiotik. Namun,

    sampai tersedia metode diagnostik yang lebih akurat dan cepat, pengobatan awal yang

    diberikan berdasarkan empiris. Pemilihan untuk terapi antimikrobial empiris didasarkan

    pada patogen yang sering dan pola patogen daerah setempat. Walaupun patogen penyebab

    telah teridentifikasi, banyak perdebatan mengenai antibiotik spesifik karena studi terbaru

    menemukan adanya koinfeksi dengan patogen atipikal seperti C.pneumoniae, Legionella

    sp. dan virus.

    Terapi secara empiris ini terutama diarahkan pada S.pneumoniae yang tetap

    menjadi penyebab utama CAP. Selain dariM pneumoniae, patogen atipikal,Legionella sp

    dan bakteri b-laktamase yang jarang menginfeksi pada penumonia komunitas. Untuk

    alasan ini, maka pemilihan antiobiotik amoksisilin masih sering digunakan. Terapi

    alternatif lainnya bila pasien mengalami hipersensitiftas terhadap penisilin yaitu dapat

    digunakan Doksisiklin dan makrolide seperti clarithromycin dan erithromycin. Pasien yang

    dirujuk ke rumah sakit dengan suspek CAP dimana penyakitnya ini dianggap dapat

    mengancam jiwa, maka dokter umum harus memberikan antibiotik untuk golongan

    pneumococcal pneumonia (penyebab tersering CAP berat) dengan memberikan penisilin G

    1,2 g secara IV atau dengan amoksisilin 1 g oral.

    Rekomendasi antibiotik umumnya bukan kelas obat tertentu, kecuali hasil data

    jelas mendukung satu obat. Obat yang lebih poten diutamakan karena keuntungannya

    dalam menurunkan angka resiko terjadi resistensi antibiotik. Faktor-faktor lain untuk

    pertimbangan antimikroba spesifik termasuk farmakokinetik/ farmakodinamik, kepatuhan,

    keamanan, dan biaya.

    Terapi antimikrobial empiris

    I. Pasien rawat jalan

    a) Untuk pasien yang sebelumnya sehat dan tidak terdapat resiko resisten dengan

    obat S.pneumonia dapat diberikan makrolide (azithromycin, clarithromycin,

    erythromycin) atau Doxycycline

    14

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    15/20

    b) Pasien dengan komorbid penyakit jantung, paru-paru, hati, atau ginjal kronis;

    diabetes melitus, kecanduan alkohol, keganasan, asplenia, kondisi atau

    penggunaan obat immunosupresif, penggunaan antimikroba dalam 3 bulan

    sebelumnya atau bila terdapat faktor resiko terjadinya resistensi obat dapat

    diberikan obat golongan fluoroquinolone (moxifloxacin, gemifloxacin, or

    levofloxacin (750 mg) atau dengan gabungan -lactam dan macrolide

    (amoxicillin, amoxicillin-clavulanate) dengan alternatif ceftriaxone,

    cefpodoxime, and cefuroxime

    II. Pasien rawat inap bangsal

    a) fluoroquinolone

    b) -lactam (cefotaxime, ceftriaxone, dan ampicillin; ertapenem) dan macrolide

    (doxycycline)

    III. Pasien rawat inap ICU

    a) -lactam(cefotaxime, ceftriaxone, atau ampicillin-sulbactam) ditambah

    azithromycin atau fluoroquinolon (untuk pasien yang alergi penisilin,

    fluoroquinolon dan aztreonam dapat direkomendasikan)

    b) Untuk infeksi oleh Pseudomonas, digunakan antipneumococcal,

    antipseudomonal -lactam (piperacillin-tazobactam,cefepime, imipenem, atau

    meropenem) ditambah dengan ciprofloxacin or levofloxacin (750mg)

    Pemberian antibiotik juga dapat dilihat berdasarkan penilaian klinis dengan skor CURB-65

    15

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    16/20

    2.7.1 Terapi patogen spesifik

    Pilihan pengobatan dapat disederhanakan jika etiologi telah diidentifikasi.

    Prosedur diagnostik untuk menentukan etiologi spesifik dalam 24-72 jam berguna

    untuk terapi lanjutan. Terapi antibiotik harus diberikan sesegera mungkin bila ada

    kecurigaan tentang pneumonia karena penundaan pemberian antibiotik dapat

    memberi konsekuensi yang buruk. Untuk pasien dengan sakit parah dan keadaan

    hemodinamik yang tidak stabil, pemberian antibiotik sangat dianjurkan.

    16

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    17/20

    Tabel 1. Rekomendasi antibiotik untuk patogen spesifik

    2.7.2 Durasi penggunaan obat antibiotik pneumonia

    17

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    18/20

    Pasien dengan pneumoni komunitas harus diterapi selama minimal 5 hari

    dan untuk penghentian terapi, pasien harus dalam keadaan tidak demam selama 48-

    72 jam dan tidak boleh memiliki lebih dari 1 tanda ketidakstabilan klinis.

    Tanda-tanda ketidakstabilan secara klinis yaitu suhu tubuh melebihi

    37,8OC, frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, frekuensi pernafasan lebih dari

    24x/menit, tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg, saturasi oksigen kurang

    dari 90%, tidak mampu meminum obat oral dan perubahan status mental.

    Durasi penggunaan antibiotik yang lebih lama mungkin diperlukan jika

    pada awal terapi tidak dapat mengeliminasi patogen yang telah diidentifikasi atau

    telah ada komplikasi dari infeksi ekstrapulmonal seperti endocarditis dan

    meningitis.

    2.7.3 Pemilihan rute pemberian obat

    Pemberian obat secara oral direkomendasikan untuk pasien yang derajat CAP tidak

    berat dan tidak terdapat kontraindikasi apapun untuk pemberian oral. Selain dari

    ketidaknyamanan pasien untuk dilakukan pemasangan jalur IV dan mengurangi adanya

    infeksi lain, total biaya yang digunakan untuk obat rute oral pun jauh lebih murah

    dibandingkan dengan obat parenteral.

    BAB III

    18

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    19/20

    KESIMPULAN

    CAP adalah suatu infeksi yang menyerang alveoli, jalan nafas distal dan jaringanintersisial dari paru-paru yang terjadi di luar lingkup rumah sakit. Karakteristik secara klinis dari

    penyakit ini ialah demam, menggigil, batuk, nyeri dada pleuritik, produksi sputum dan

    ditemukannya minimal 1 opasitas dari foto rontgen thorax. Terdapat empat bentuk umum dari

    pneumonia, yaitu pneumonia lobaris, bronkopneumonia, pneumonia interstitial, dan pneumonia

    miliar. Pneumonia lobaris terjadi di satu lobus paru secara menyeluruh, bronkopneumonia

    merupakan konsolidasi yang bersifat tidak menyeluruh pada satu atau beberapa lobus yang

    biasanya terdapat di bagian posterior sekitar bronkus dan bronkiolus. Pneumonia intersisial

    merupakan inflamasi dari intersisial, termasuk dinding alveolus dan jaringan ikat di sekitar cabang

    dari bronkovaskular. Pneumonia miliar merupakan lesi pada paru yang disebabkan oleh

    penyebaran hematogen.

    Tujuan utama terapi adalah untuk mengeradikasi organisme patogan sehingga terjadi

    perbaikan klinis pasien. Penggunaan obat anti mikroba harus disesuaikan dengan patogen

    penyebab dan kerentananya dengan antibiotik. Namun, sampai tersedia metode diagnostik yang

    lebih akurat dan cepat, pengobatan awal yang diberikan berdasarkan empiris. Pemilihan untuk

    terapi antimikrobial empiris didasarkan pada patogen yang sering dan pola patogen daerah

    setempat. Walaupun patogen penyebab telah teridentifikasi, banyak perdebatan mengenai

    antibiotik spesifik karena studi terbaru menemukan adanya koinfeksi dengan patogen atipikal

    seperti C.pneumoniae, Legionella sp., and virus. Rekomendasi antibiotik umumnya bukan kelas

    obat tertentu, kecuali hasil data jelas mendukung satu obat. Obat yang lebih poten diutamakan

    karena keuntungannya dalam menurunkan angka resiko terjadi resistensi antibiotik. Faktor-faktor

    lain untuk pertimbangan antimikroba spesifik termasuk farmakokinetik/ farmakodinamik,

    kepatuhan, keamanan, dan biaya.

    Daftar Pustaka

    19

  • 7/16/2019 community acquired pneumonia (CAP)

    20/20

    1. Ats board of directors march 9, 2001Am. J. Respir. Crit. Care Med., Volume 163, Number

    7, June 2001, 1730-1754

    2. Shah, Purvin B, et al. The newer guidelines for the management of community acquired

    pneumonia.J Am Osteopath Assoc December 1, 2004 vol. 104 no. 12 521-526

    3. Fauci, Anthony S, Dennis L. Kasper, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th

    edition. 2008. United States of America : The McGraw-Hill Companies, Inc

    4. Aujesky D, Auble TE, Yealy DM, Stone RA, Obrosky DS, Meehan TP, Graff LG, Fine

    MJ. Prospective comparison of three validated prediction rules for prognosis in

    community-acquired pneumonia. Am J Med. 2005 Apr;118(4):384-92.

    5. Lim WS, van der Eerden MM, Laing R, Boersma WG, Karalus N, Town GI, Lewis SA,

    Macfarlane JT. Defining community acquired pneumonia severity on presentation to

    hospital: an international derivation and validation study. Thorax. 2003 May;58(5):377-82.

    6. The IDSA/ATS consensus guideline on the management of CAP in adults. 2007.

    7. Wedzicha J.A, Johnston S.L, Brown J.S, et al. Guidelines for the management of

    community acquired pneumonia in adults: update 2009. BMJ 2009:64

    20