Acara II Anpang

23
ACARA II ABU A. Tujuan Tujuan dari praktikum abu ini adalah : 1. Menentukan kadar abu bahan organik dengan metode pengabuan kering (dry ashing). 2. Mengetahui kadar abu dalam bahan pangan. B. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Teori Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pangabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam yaitu garam organik dan garam anorganik. Kadang-kadang mineral juga berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengann menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan. Contoh komponen mineral dalam suatu bahan yaitu Kalsium (Ca), Fosfor (P), Besi (Fe), Sodium (Na), Potasium (K),

description

ANALISA PANGAN

Transcript of Acara II Anpang

ACARA IIABU

A. TujuanTujuan dari praktikum abu ini adalah :1. Menentukan kadar abu bahan organik dengan metode pengabuan kering (dry ashing).2. Mengetahui kadar abu dalam bahan pangan.

B. Tinjauan Pustaka1. Tinjauan TeoriAbu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pangabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam yaitu garam organik dan garam anorganik. Kadang-kadang mineral juga berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengann menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan. Contoh komponen mineral dalam suatu bahan yaitu Kalsium (Ca), Fosfor (P), Besi (Fe), Sodium (Na), Potasium (K), Magnesium (Mg), Belerang (S), Kobalt (Co), dan Zink (Zn) (Sudarmadji, 1996).Kadar abu dalam bahan pangan menunjukkan jumlah mineral yang dikandung dalam bahan pangan tersebut. Penurunan kadar abu ini disebabkan oleh berkurangnya mineral yang terdegradasi oleh pengaruh suhu dalam sampel buah nipa. Pada suhu pengabuan yang rendah, panas yang diterima oleh bahan hanya dapat mengabukan sebagian mineral yang ada di permukaan, sehingga penurunan kadar abu bahan relatif kecil. Sedangkan pada suhu pengeringan yang lebih tinggi dengan waktu yang lebih lama, panas yang diterima oleh bahan selain digunakan untuk mengabukan mineral pada permukaan bahan, juga dapat mengabukan mineral yang terikat di dalam bahan (Herman dkk, 2011).Dua teknik yang paling banyak digunakan yaitu didasarkan pada pengabuan kering atau wet digestion (pencernaan basah). Kedua teknik ini memiliki kelebihan serta kekurangan. Pemilihan teknik harus berdasarkan kebutuhan pengguna tertentu. Pengabuan kering menyediakan batas deteksi yang baik dan membutuhkan sedikit perawatan, tapi membutuhkan waktu yang banyak dan sensitif terhadap kontaminasi. Wet digestion sangat cepat dan biasanya tidak sensitif terhadap kontaminasi, tapi butuh tenaga kerja intensif dan biasanya larutannya agak encer (Jorhem dan Engman, 2000).Abu terkait negatif dengan konstanta dielektrik. Secara umum, semakin tinggi kadar abu, maka semakin rendah konstanta dielektrik. Abu sebagian besar terdiri dari garam yang mengikat air molekul dan mengurangi kemampuan mereka untuk reorientasi diri untuk mengubah arah medan elektromagnetik. Hal ini akan menurunkan konstanta dielektrik (Sipahioglu, 2003). Penentuan kadar abu dengan metode Tanur (SNI 01-2891-1992 butir 6). Crusibel kosong dimasukan dalam tanur suhu 550oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W1). Sampel ditimbang dengan bobot 2 gram (W) dimasukkan dalam crusibel kosong dan dibakar selama 45 menit, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 550oC selama 4 jam. Setelah waktu dalam tanur tercapai sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Kadar abu ditentukan dengan rumus :% kadar abu = x100 % (Susanto, 2009).Beberapa persen daripada tubuh manusia terdiri dari garam-garam mineral berbagai unsur. Diantaranya ada yang terdapat dalam jumlah yang cukup banyak, tetapi ada pula yang hanya dalam jumlah yang sangat kecil sekali. Namun, karena perannya yang penting dalam berbagai proses dalam tubuh, ia sangat diperlukan dan jika kekurangan, dapat pula mempengaruhi berbagai proses tubuh itu. Unsur-unsur mineral yang diperlukan tubuh dalam jumlah kecil, tetapi esensial, disebut trace element. Diantarnya ialah Cu, Co, F dan lain sebagainya. Zat mineral diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit, pada umumnya mineral terdapat cukup di dalam makanan sehari-hari (Soedarmo, 1977).Sebagian besar makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik, air dan sisanya unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai kadar abu. Sampai sekarang telah diketahui ada empat belas unsur mineral yang berbeda jenisnya yang diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik, antara lain natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium, dan belerang. Unsur tersebut terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut dengan unsur mineral makro, sedangkan unsur mineral lain seperti besi, iodium, mangan, zink, tembaga, kobalt, dan fluor hanya terdapat dalam jumlah kecil (Winarno, 1984).Mineral adalah makanan yang biasa ditentukan dengan pengabuan atau insinerasi. Pembakaran ini merusak senyawa organik dan meninggalkan mineral. Akan tetapi, jika ditentukan dengan cara ini, abu tidak mengandung nitrogen yang terdapat dalam protein dan dalam beberapa segi lain yang berbeda dengan kandungan mineral sebenarnya (deMan, 1997). 2. Tinjauan Alat dan BahanKacang-kacangan merupakan salah satu bahan makanan sumber protein dengan nilai gizi yang tinggi (20 25 g/100 g), vitamin B (thiamin, riboflavin, niacin, asam folat), mineral (Ca, Fe, P, K, Zn, Mg, dan lain-lain), dan serat. Nilai dan mutu gizi kacang-kacangnya menjadi lebih baik setelah dikecambahkan. Selama pengecambahan komponen antigizi (tripsin inhibitor, asam pitat, pentosan, tannin) menurun dansetelah pengecambahan terbentuk komponen fitokimia (glokosinolates, antioksidan alami yang berperan untuk kesehatan (Aminah, dkk, 2012).Jagung, Zea mays L. merupakan salah satu tanaman biji-bijian yang paling beragam ditemukan di alam dan salah satu dari sereal paling banyak dibudidayakan di dunia. Pada tahun 2009, produksi jagung di seluruh dunia (817 juta ton) telah melampaui bahwa gandum (682 juta ton) dan beras (678 juta ton). Dunia sekarang menghadapi chailenge utama menyediakan ketahanan pangan bagi populasi dunia yang terus berkembang, jika tidak ada daerah baru tersedia untuk produksi pertanian (Scrob, 2013).Biji koro mengandung protein yang cukup tinggi sekitar 18-25%, sedangkan kandungan lemaknya sangat rendah yaitu sebesar 0,2-3,0%, dan kandungan karbohidratnya relatif tinggi yaitu 50-60%. Disamping itu, koro-koroan mempunyai sumber vitamin B1, beberapa mineral dan serat pangan penting bagi kesehatan. Koro pedang merupakan salah satu koro-koroan yang mengandung karbohidrat sebesar 55% dan protein sebesar 24% (Windarti dkk, 2010).Millet dikenal kaya akan nutrisi bagi manusia dan ternak dalam Negara berkembang. Millet mengandung vitamin, kalsium, zat besi, kalium, magnesium, dan seng dalam jumlah yang tinggi. Selain menjadi bergizi, millet juga dianggap sebagai makanan sehat, sebagian besar millet tidak mengandung gluten yang dapat mengakibatkan coeliac disease atau bentuk alergi lain (Plaza-Wthrich dkk, 2012).

C. Metode Percobaan1. Alata. Cawan porselinb. Eksikatorc. Timbangan analitikd. Penjepite. Tanur (Muffle Furnace)f. Kompor listrikg. Oven2. Bahana. Kacang kedelai hitamb. Kacang kedelai putihc. Kacang tolod. Kacang koro glindinge. Kacang koro pedangf. Kacang tanahg. Kacang merahh. Kacang hijaui. Jagungj. millet

3. Cara KerjaCawan porselen bersih dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (X)Sampel kering ditimbang sebanyak 2 g (Y) dalam cawan porselinSampel diarangkan diatas kompor listrik hingga tidak terbentuk uapDibakar sempurna dalam tanur suhu 600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu yang sempurna (warna putih)Cawan dipindahkan dalam oven suhu 120oC selama 1 jam dan didinginkan dalam eksikatorSetelah dingin ditimbang (Z)

D. Hasil dan PembahasanTabel 2.1 Data Hasil Perhitungan Kadar AbuKelSampelBerat Kurs + Tutup (gr)Berat Sampel (gr)Berat Kurs + Tutup + Sampel (gr)% Abu (wb)% Abu (db)

11Kacang kedelai hitam15,0692,05015,1645,1554,643

12Kacang kedelai putih15,5622,05015,6222,9273,267

13Kacang tolo18,5702,04718,6282,8333,299

14Kacang koro glinding21,9862,03422,57428,90933,487

15Kacang koro pedang13,3052,05213,3572,5342,915

16Kacang tanah 20,4642,02820,5031,9232,057

17Kacang merah13,5412,01313,5811,9872,394

18Kacang hijau13,9932,01514,0492,7793,206

19Jagung 14,2072,08614,2080,0480,055

20Millet 14,4312,08817,4822,4432,707

Sumber: Laporan SementaraPada percobaan Acara II Abu ini dilakukan analisis penentuan kadar abu pada beberapa sampel yang berbeda. Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu dalam mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang digunakan. Sampel yang digunakan dalam praktikum yaitu kacang kedelai putih, kacang tolo, kacang koro glinding, kacang koro pedang, kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, jagung dan millet. Azizah (2013) menyatakan bahwa analisis penentuan kadar abu dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Selain itu penetapan kadar abu juga dimaksudkan untuk mengontrol jumlah pencemar benda-benda organik. Benda organic tersebut antara lain seperti tanah dan pasir yang seringkali ikut dalam sediaan nabati. Dalam praktikum ini dilakukan penentuan kadar abu pada sampel menggunakan metode pengabuan kering. Cawan porselin yang akan digunakan sebagai wadah sampel harus dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 105C selama 1 jam dengan untuk menghilangkan uap air yang mungkin masih ada pada cawan porselin sehingga didapat berat cawan porselin yang konstan, kemudian dilakukan penimbangan cawan porselin tersebut sehingga diperoleh berat kering cawan. Sampel yang akan diabukan sebesar 2 gram kacang-kacangan yang sebelumnya telah dihaluskan, kemudian dimasukkan dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Selanjutnya sampel tersebut diarangkan diatas kompor listrik, proses pengarangan dilakukan hingga tidak muncul asap. Setelah proses pengarangan, arang dari sampel sisa pembakaran dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 600C untuk masuk proses pengabuan selama 4-6 jam hingga didapatkan abu yang berwarna putih keabuan. Setelah proses pengabuan, cawan dikeluarkan dari dalam tanur dan kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 120C selama 1 jam dengan tujuan menurunkan suhu cawan karena saat ditimbang abu harus dalam keadaan dingin. Cawan dimasukkan dalam eksikator untuk menurunkan suhu abu menjadi stabil dan abu tidak lagi menyerap air yang ada dalam udara, kemudian sampel ditimbang untuk memperoleh berat abu yang konstan.Berdasarkan praktikum yang dilakukan, didapatkan kadar abu untuk tiap sampel yang berbeda yaitu untuk kadar abu (wb) sampel kacang kedelai hitam sebesar 5,155 % dan kadar abu (db) sebesar 4,643 %, untuk kadar abu (wb) sampel kacang kedelai putih sebesar 2,927 % dan kadar abu (db) sebesar 3,267 %, untuk kadar abu (wb) kacang tolo sebesar 2,833 % dan kadar abu (db) sebesar 3,299 %, untuk kadar abu (wb) kacang koro glinding sebesar 28,909 % dan kadar abu (db) sebesar 33,487 %, untuk kadar abu (wb) kacang koro pedang sebesar 2,534 % dan kadar abu (db) sebesar 2,915 %, untuk kadar abu (wb) kacang tanah sebesar 1,923 % dan kadar abu (db) sebesar 2,057 %, untuk kadar abu (wb) kacang merah sebesar 1,987 % dan kadar abu (db) sebesar 2,394%, untuk kadar abu (wb) kacang hijau sebesar 2,779% dan kadar abu (db) sebesar 3,206 %, untuk kadar abu (wb) jagung sebesar 0,048% dan kadar abu (db) sebesar 0,055 % dan untuk kadar abu (wb) millet sebesar 2,443% dan kadar abu (db) sebesar 2,707 %.Pada praktikum pengabuan untuk sampel kacang kedelai hitam diperoleh kadar abu (wb) 5,155 % serta (db) sebesar 4,643 %. Menurut Litbang Pertanian (2012) kadar abu (wb) kacang kedelai hitam sebesar 7,42 %. Hal ini menunjukan hasil belum sesuai dengan teori. Sedangkan pada sampel kacang kedelai putih diperoleh kadar abu (wb) 2,927 % serta (db) sebesar 3,267 %. Hartoyo dkk (2006) menyatakan bahwa kadar abu (wb) kacang kedelai putih sebesar 5,15 % dan kadar abu (db) sebesar 5,92%. Hal ini menunjukan hasil belum sesuai dengan teori. Pada sampel kacang tolo diperoleh kadar abu (wb) 2,833 % dan kadar abu (db) sebesar 3,299 %. Aminah dkk (2012) bahwa kadar abu kacang tolo sebesar 1,13%. Hal ini menunjukan bahwa hasil sudah mendekati teori dan dapat dianggap hasil praktikum sesuai dengan teori. Pada sampel kacang koro glinding diperoleh kadar abu (wb) 28,909% dan kadar abu (db) sebesar 33,487 %. Widianarko (2003 dalam Pramita, 2008) menyatakan bahwa kadar abu kacang koro glinding sebesar 2,2- 5,1%. Hal ini menunjukan bahwa hasil praktikum tidak sesuai dengan teori. Pada sampel kacang koro pedang diperoleh kadar abu (wb) 2,534 % dan kadar abu (db) sebesar 2,915 %. Windrati dkk (2010) menyatakan bahwa kadar abu kacang koro pedang sebesar 3,040,004%. Hal ini menunjukan bahwa hasil praktikum mendekati teori dan dapat dianggap hasil praktikum sesuai dengan teori. Pada sampel kacang tanah diperoleh kadar abu (wb) 1,923 % dan kadar abu (db) sebesar 2,057%. Lukito dan Prayugo (2007) menyatakan bahwa kadar abu kacang tanah sebesar 4,8%. Hal ini menunjukan bahwa hasil praktikum tidak sesuai dengan teori dengan nilai hasil praktikum yang cukup jauh dari teori. Pada sampel kacang merah diperoleh kadar abu (wb) 1,987 % dan kadar abu (db) sebesar 2,394%. Pramesta dkk (2012) menyatakan bahwa kadar abu kacang merah sebesar 2,48%. Hal ini menunjukan bahwa hasil praktikum telah sesuai dengan teori. Pada sampel kacang hijau diperoleh kadar abu (wb) 2,779 % dan kadar abu (db) sebesar 3,206%. Hartoyo dkk (2006) menyatakan bahwa kadar abu (db) kacang hijau sebesar 3,81%. Hal ini menunjukan bahwa hasil praktikum mendekati teori sehingga dianggap telah sesuai dengan teori. Pada sampel jagung diperoleh kadar abu (wb) 0,048 % dan kadar abu (db) sebesar 0,055%. Lukito dan Prayugo (2007) menyatakan bahwa kadar abu jagung sebesar 2,70 %. Hal ini menunjukan bahwa hasil praktikum tidak sesuai dengan teori. Pada sampel millet diperoleh kadar abu (wb) 2,443 % dan kadar abu (db) sebesar 2,707%. Pramesta dkk (2012) menyatakan bahwa kadar abu millet sebesar 1,80 %. Hal ini menunjukan bahwa hasil praktikum belum sesuai dengan teori. Ketidaksesuaian hasil praktikum dengan teori dapat disebabkan karena kesalahan dalam praktikum seperti kesalahan pada saat pengambilan sampel, penimbangan kurang ketelitian dalam perhitungan dan adanya abu yg tercecer atau adanya unsur lain yang ikut dalam penimbangan. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, kadar abu pada sampel yang paling tinggi adalah sampel kacang koro glinding. Kadar abu pada sampel yang terendaha adalah pada sampel jagung. Hal ini menunjukan bahwa banyaknya mineral yang terkandung dalam sampel berbeda-beda, yang memiliki kandungan mineral tertinggi yaitu kacang koro glinding dan yang terendah yaitu jagung. Namun menurut teori kadar abu tertinggi terdapat pada kacang kedelai hitam dan yang terendah terdapat pada millet.Kacang-kacangan merupakan salah satu bahan makanan sumber protein dengan nilai gizi yang tinggi (20 25 g/100 g), vitamin B (thiamin, riboflavin, niacin, asam folat), mineral (Ca, Fe, P, K, Zn, Mg dan Cu), dan serat (Aminah dkk, 2012). Sedangkan jagung dan millet juga mengandung berbagai mineral esensial, antara lain K, Na, P, Ca, dan Fe (Suardi dan Widowati, 2005). Mineral-mineral tersebut memiliki fungsinya masing-masing, kalsium (Ca) berfungsi sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi, serta berperan dalam proses pembekuan darah, kontraksi dan pelemasan otot-otot. Fosfor (P) berfungsi sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi, berperan dalam proses oksidasi dan mengatur keseimbangan asam basa cairan darah. Besi (Fe) berperan penting dalam sel-sel jaringan dan hemoglobin darah sebagai pengangkut oksigen dalam tubuh. Natrium (Na) berfungsi mengatur tekanan osmosis, kekentalan cairan tubuh dan pengaturan otot jantung. Kalium (K) diperlukan dalam semua sel, mengatur tekanan osmosis dan kekentalan cairan tubuh. Zn umumnya berperan dalam bagian enzim. Magnesium (Mg) berfungsi mengaktifkan reaksi enzimatis terutama dalam metabolism karbohidrat. Temabaga (Cu) berperan dalam peristiwa oksidasi tertentu dan dalam pembuatan hemoglobin. Mineral dibutuhkan dalam jumlah sedikit (cukup) di dalam tubuh, sehingga jika makanan yang mengandung mineral tertentu dikonsumsi secara berlebihan ataupun kekurangan akan mengakibatkan efek samping yang merugikan. Menurut Asmadi (2008), menyatakan bahwa kelebihan kalsium akan mengakibatkan hiperkalsemia yang terjadi karena kalsium keluar dari tulang dan menjadi pekat dalam cairan ekstraseluler, sedangkan kekurangan kalsium mengakibatkan hipokalsemia. Mengkonsumsi kalium secara berlebihan akan mengakibatkan hiperkalemia (kelebihan kalium), sedangkan kekurangan kalium gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Kekurangan natrium mengakibatkan cairan dari darah berdifusi ke ruang interstitial dan pengeluaran cairan melalui saluran gastrointestinal, sedangkan kelebihan natrium menyebabkan kontraksi jantung meningkan sehingga menyebabkan takikardia. Kelebihan magnesium yang lama menyebabkan kardiak arrest dan koma, sedangkan kekurangan magnesium menyebabkan malabsorbsi. Kekurangan zat besi menyebabkan anemia dan osteoporosis, namun jika dikonsumsi berlebih menyebabkan sirosis, gastritis, dan hemolisis. Kekurangan fosfor menyebabkan kelemahan otot-otot.

E. KesimpulanBerdasarkan praktikum Acara II Abu yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:1. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.2. Kadar abu dalam bahan pangan menunjukkan jumlah mineral yang dikandung dalam bahan pangan tersebut. 3. Data kadar abu paling tinggi pada praktikum adalah kacang koro glinding dan yang terendah yaitu jagung.4. Kadar abu paling tinggi menurut teori yaitu kacang kedelai hitam dan yang terendah yaitu millet.5. Kandungan mineral pada kacang-kacangan yaitu Ca, Fe, P, K, Zn, Mg dan Cu.6. Kandungan mineral pada milet dan jagung yaitu K, Na, P, Ca, dan Fe.7. Kelebihan dan kekurangan mineral akan berdampak buruk bagi kesehatan.8. Ketidaksesuaian hasil praktikum dengan teori dapat disebabkan karena kesalahan dalam praktikum seperti kesalahan pada saat pengambilan sampel, penimbangan kurang ketelitian dalam perhitungan dan adanya abu yg tercecer atau adanya unsur lain yang ikut dalam penimbangan.

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, dkk. 2012. Karakteristik Kimia Tepung Kecambah Serealia dan Kacang-Kacangan Dengan Variasi Blanching. Seminar Hasil-Hasil Penelitian LPPM UNIMUS. ISBN : 978-602-18809-0-6. Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.Azizah, Barokati. 2013. Standarisasi Parameter Non Spesifik dan Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak Terpurifikasi Rimpang Kunyit. Jurnal Ilmiah Kefarmasian Vol. 3 No. 1deMan, John M. 1997. Kimia Makanan Edisi II. Bandung: Penerbit ITB.Hartoyo, dkk. 2006. Pemanfaatan Tepung Komposit Ubi Jalar Putih, Kecambah Kedelai Dan Kacang Hijau Sebagai Substituen Parsial Terigu Dalam Produk Pangan Alternatif Biskuit Kaya Energi Protein. Jurnal teknologi dan industri pangan Vol. 17 No. 1.Herman, dkk. 2011. Analisis Kadar Mineral Dalam Abu Buah Nipa (Nypa Fructicans) Kaliwanggu Teluk Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal Trop. Pharm. Chem. (Indonesia) Volume 1, Nomor 2.Jorhem, Lars dan Engman Joakim. 2000. Determination of Lead, Cadmium, Zinc, Copper, and Iron in Foods by Atomic Absorption Spectrometry after Microwave Digestion: NMKL1 Collaborative Study. Journal of AOAC International Volume 83, Nomor 5.Lukito, Agung dan Prayugo. 2007. Panduan Lengkap Lobster Air Tawar. Jakarta: Penebar Swadaya.Plaza-Wthrich, dkk. 2012. Millet improvement through regeneration and Transformation. Biotechnology and Molecular Biology Review Vol. 7(2).Pramesta, dkk. 2012. Karakterisasi Bubur Bayi Instan Berbahan Dasar Tepung Millet (Panicum Sp) Dan Tepung Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L.) Dengan Flavor Alami Pisang Ambon (Musa Paradisiacal Var. Sapientum L.). Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1.Pramita, Dian Sri. 2008. Pengaruh Teknik pemanasan terhadap Kadar Asam Fitat dan Aktivitas antioksidan Koro Benguk (Mucuna pruriens), Koro Glinding (Phaseolus lunatus), dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis). Skripsi Universitas Sebelas Maret. Scrob, Stncua Alexandrina. 2013. Studies Regarding Identification of Quality Parameters of Homologated Corn Hybrids in NW Transylvania. Journal of Agroalimentary Processes and Technologies 2013, 19(3), 309-313.Sipahioglu, O dkk. 2003. Dielectric Properties of Vegetables and Fruits as a Function of Temperature, Ash, and Moisture Content. Journal of Food Science Vol. 68, No. 1.Soedarmo, Poerwo dan Achmad Djaeni Sediaoetama. 1969. Ilmu Gizi Masalah Gizi Indonesia dan Perbaikannya.Bandung: Dian Rakyat.Suarni dan Widowati. 2005. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia.Sudarmadji, Slamet., dkk. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty YogyakartaSusanto, Agus. 2009. Uji Korelasi Kadar Air Kadar Abu Water Activity dan Bahan Organik pada Jagung di Tingkat Petani, Pedagang Pengumpul dan Pedagang Besar.Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.Winarno, F. G. 1984. Kimia pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.Windarti dkk. 2010. Sifat Nutrisional Protein Rich Flour (PRF) Koro Pedang. Jurnal AGROTEK Vol. 4 No. 1

LAMPIRAN

1. Perhitungan% Abu (wb) = = = 2,443 %% Abu (db) = = = 2,707 %2. Gambar

Gambar 2.1 Sampel Millet

Gambar 2.3 sampel setelah pengabuan

Gambar 2.2 sampel diarangkan

Gambar 2.4 sampel dimasukan dalam cawan porselin.