ACARA 5 Mikrobiologi terapan
-
Upload
wahdaniatirahma -
Category
Documents
-
view
28 -
download
0
description
Transcript of ACARA 5 Mikrobiologi terapan
LAPORAN PRAKTIKUMMIKROBIOLOGI TERAPAN
ANALISIS MIKROBA PADA BAHAN PANGAN
NAMA : WAHDANIATI RAHMAH
NIM : 08041181320037
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN : DIAN FEBRIANTI
LABORATORIUM MIKROBIOLOGIJURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
LAPORAN AKHIR
ACARA 5
NAMA/NIM : Wahdaniati.R/08041181320037 KELOMPOK : V (Lima)
ASISTEN : Dian Febrianti HARI/TGL : Senin, 06-04-2015
I. Judul Praktikum : Analisis Mikroba Pada Bahan Pangan
II. Tujuan Praktikum : Praktikum ini bertujuan untuk melakukan
pengujian pangan secara mikrobiologis dan
mengetahui batas maksimum cemaran mikroba
pada berbagai bahan pangan.
III. Prinsip Dasar
Bahaya biologi (mikroba) pada pangan perlu mendapat perhatian karena
jenis bahaya ini yang sering menjadi agen penyebab kasus keracunan pangan.
Escherichia coli merupakan bakteri patogen yang sering menyebabkan keracunan
pangan dan juga menjadi salah satu mikrobaindikator sanitasi.Sedangkan
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang biasa menghuni hidung,
mulut, tenggorokan, maupun kulit. Keberadaan Escherichia coli pada pangan
dapat menunjukkan praktek sanitasi lingkungan yang buruk sedangkan
adanya Staphylococcus aureus mengidentifikasi praktek higiene yang
kurang (Pasalu et al, 2012: 3).
Kontaminasi bakteri patogen salah satunya seperti E. coli pada
makanan dan minuman dapat menyebabkan berbagai macam penyakit
diantaranya typhoid, diare, keracunan makanan dan lain sebagainya. Penyakit-
penyakit ini akan lebih mudah menjangkiti orang yang mengalami
penurunan daya tahan tubuh karena faktor dari dalam (intrinsik) maupun
dari luar (ekstrinsik). Oleh karena itu, untuk menjamin kesehatan dan
keselamatan konsumen, harus dilakukan pemeriksaan laboratorium bakteriologik
secara berkala (Mansauda et al, 2014: 38).
IV. Metode Praktikum
4.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah cawan petri, pipet tetes,
serta rak dan tabung reaksi,. Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah akuades
steril, medium PCA, dan sampel bahan (Mie basah).
4.2. Cara Kerja
Sampel diencerkan dengan cara 1 gram sampel bahan
dihaluskan ,dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL akuades steril,
dihomogenkan dengan vortex, dilakukan pengenceran sampai 10-5. Kemudian
dilakukan plating dengan metode pour plate, yaitu diambil 1 mL sampel dari
pengenceran 10-4 dan 10-5 dimasukkan dalam cawan petri, ditambahkan medium
PCA, dihomogenkan kemudian diinkubasi pada suhu 30oC selama 72 jam.
Dihitung koloni yang tumbuh berdasarkan SPC dan dibuat kesimpulan apakah
sampel bahan memenuhi SNI yang berlaku atau tidak.
V. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa pada
Mie basah A pengenceran 10-4 terdapat 236 koloni (Tabel 5.1). Sedangkan pada
sampel Mie basah B pengenceran 10-5 terdapat 106 koloni (Tabel 5.2). Kedua
bahan tersebut merupakan bahan yang sama, namun diperoleh dari tempat yang
berbeda sehingga jumlah cemaran mikroba yang ditemukan juga berbeda.
Menurut Mansauda et al (2014: 38), makanan sering terkontaminasi oleh
kontaminan kimia dan kontaminan biologi. Salah satu kontaminan biologi yang
paling sering dijumpai pada makanan adalah bakteri golongan Coliform seperti E.
coli dan kontaminan kimia contohnya formalin.
Tabel 5.1. Jumlah Koloni pada Pengenceran 10-4
No. Jenis Sampel Jumlah KoloniBatas Maksimum
yang diperbolehkan1. Mie basah A 2,36 x 106 1 x 106 cfu/gram2. Mie basah B 1,40 x 106 1 x 106 cfu/gram
Tabel 5.2. Jumlah Koloni pada Pengenceran 10-5
No. Jenis Sampel Jumlah KoloniBatas Maksimum
yang diperbolehkan1. Mie basah A 1,45 x 107 1 x 106 cfu/gram2. Mie basah B 1,06 x 107 1 x 106 cfu/gram
Sampel bahan Mie basah A diperoleh dari pedagang sayur. Kondisi bahan
saat dibeli berada di pinggir jalan, diletakkan diatas meja terbuka, bercampur
dengan dagangan lain kemudian dibungkus menggunakan plastik yang tidak
kedap udara. Dari kedua kondisi tersebut sangat memungkinkan jika pada Mie
basah A banyak mikroba yang mencemari, sehingga tidak heran saat diuji secara
mikrobiologis banyak ditemukan koloni mikroba (Gambar 5.1.) melihat dari
kondisi tempat memperoleh sampel yang mendukung pertumbuhan mikroba.
Sedangkan pada sampel bahan Mie basah B diperoleh dari sebuah tempat
makan yang cukup terkenal. Kondisi bahan saat di beli ditaruh didalam wadah
yang tertutup yang dimasukkan dalam lemari kaca yang tertutup pula. Kondisi
yang demikian cukup meminimalisir mikroba untuk dapat mencemari sampel Mie
basah B, sehingga saat dilakukan pengujian secara mikrobiologis dapat
dibandingkan yakni koloni mikroba yang ditemukan pada Mie basah B lebih
sedikit dari pada Mie basah A (Gambar 5.2.)
Pengenceran 10-4 Pengenceran 10-5
Gambar 5.1. Koloni mikroba pada sampel mie basah A
Pengenceran 10-4 Pengenceran 10-5
Gambar 5.2. Koloni mikroba pada sampel mie basah B
Keterangan :1. Medium
2. Koloni bakteri
3. Cawan petri
1
23
Jumlah mikroba pada sampel Mie basah A dan B mengalami perbedaan.
Mikroba yang terdapat pada sampel mie basah A lebih banyak daripada sampel
mie basah B. Menurut BPOM (2008: 1), banyak faktor yang mempengaruhi
jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat
makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana
makanan tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan ataupun penyimpanan.
Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptik,
mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai gizi atau bahkan merusak
makanan tersebut.
Mie basah pada dasarnya terbuat dari campuran gandum dan telur serta
bahan – bahan tambahan lainnya. Menurut Rinto et al (2009), Beberapa zat kimia
ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan keawetan sehingga dapat
diproduksi secara massal. Selain itu juga dapat digunakan untuk meningkatkan
daya tarik konsumen dalam segi warna, rasa, dan bentuk.
Jumlah mikroba yang terdapat pada sampel Mie basah A dan Mie basah B
sudah melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada mie basah yakni sebesar
1 x 106. Untuk itu sebaiknya mie basah jangan terlalu banyak dikonsumsi melihat
dari hasil uji mikrobiologis yang menunjukkan jumlah cemaran mikroba yang
cukup banyak dan belum diketahui patogenitas nya.
Metode yang digunakan untuk menghitung jumlah koloni yang terdapat
pada sampel adalah metode kuantitatif. Menurut BPOM (2008: 2), metode
kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu
sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total (ALT) dan Angka
Paling Mungkin atau Most Probable Number (MPN). Metode kuantitatif
dilakukan dengan beberapa tahap diantaranya homogenisasi sampel, tahap
pengenceran, tahap pencampuran, tahap inkubasi serta pengamatan.
V. Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
1. Jumlah mikroba aerob mesofilik per gram Mie basah A pengenceran 10-5
sebanyak 1,45 x 107
2. Jumlah mikroba aerob mesofilik per gram Mie basah B pengenceran 10-5
sebanyak 1,06 x 107
3. Jumlah koloni mikroba yang terdapat pada Mie basah A lebih banyak
daripada Mie basah B
4. Jumlah koloni mikroba pada Mie basah A dan Mie basah B sudah melebihi
batas maksimum cemaran mikroba.
5. Jumlah koloni mikroba pada Mie basah A dan Mie basah B sudah melebihi
batas aman untuk konsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. ISSN 1829-9334. 9 (2). 12. 1-11 hlm.
Mansauda, K., Fatimawali & Kojong, N. 2014. Analisis Cemaran Bakteri Coliform Pada Saus Tomat Jajanan Bakso Tusuk Yang Beredar Di Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. 3 (2). 8. 37- 44 hlm.
Pasalu, D., Sirajuddin, S., Najamuddin, U., 2012. Analisis Total Mikroba Dan Jenis Mikroba Patogen Pada Jajanan Anak Di SDN Kompleks Mangkura Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Farmasi. 2 (1). 10. 41 – 50 hlm.
Rinto, Arafah,E, & Utama, S.B. 2009. Kajian Keamanan Pangan pada Ikan Sepat Asin Produksi Inderalaya. Jurnal Pembangunan Manusia. 8 (2). 10. 1-9 hlm.