ACARA-3-EGDP-MINYAK

26

Click here to load reader

Transcript of ACARA-3-EGDP-MINYAK

ACARA IIIEVALUASI BILANGAN PEROKSIDA DAN TITIK ASAP MINYAK GORENG

A. TujuanTujuan praktikum acara III Evaluasi Bilangan Peroksida dan Titik Asap Minyak Goreng adalah :1. Mengetahui bilangan peroksida pada minyak goreng2. Mengetahui titik asap pada minyak gorengB. Tinjauan PustakaTanaman kelapa sawit dapat diolah menjadi minyak kelapa sawit. Minyak itu yang disebut Crude Palm Oil (CPO). Beberapa produk yang dihasilkan dari minyak kelapa sawit diantaranya minyak goreng, mentega dan kue. Sedangkan di industri lain dapat digunakan sebangai produk oleokimia dan bahan pembuatan biodiesel (Pardamean, 2014)Minyak kelapa dihasilkan dari buah kelapa tua yang diekstrak melalui pembuatan santan dan akhirnya menjadi minyak. Minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat, karena komposisi asam lemaknya. Sifat fisiko kimia minyak meliputi kandungan air, asam lemak bebas, warna, bilangan penyabunan, bilangan iod, dan bilangan peroksida (Hambali, 2008).Minyak kelapa sawit termasuk dalam asam lemak laurat. Kualitas minyak kelapa sawit ditentukan oleh kadar asam lemak bebas, kandungan air, dan mudah tidaknya minyak tersebut dijernihkan. Minyak kelapa sawit yang baik adalah memiliki kadar asam lemak bebas, kandungan air, dan bahan-bahan kotoran lainnya sangat rendah (Handayani, 2008) . Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Pada lemak dan minyak dikenal ada 2 tipe kerusakan uang utama, yaitu ketengikan dan hidrolisis. Ketengikan terjadi bila komponen cita rasa dan bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tidak dinginkan dalam lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung lemak dan minyak (Hermanto, 2004).Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahandengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Sedangkan pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap didasar tempat penggorengan (Ketaren dalam Widayat, 2007).Kualitas minyak kelapa sawit ditentukan oleh kadar asam lemak bebas, kandungan air, dan mudah atau tidaknya minyak tersebut dijernihkan. Minyak kelapa sawit yang baik adalah uang memiliki kadar asam lemak bebasm air, dan bahan-bahan kotoran lainnya sangat rendah (Setyamidjaja, 2006).Lemak atau minyak dipanaskan pada suhu tinggi akan terjadi dekomposisi dan akhirnya tercapai titik dimana lemak rusak menjadi gliserol dan asam lemak bebas dan memproduksi asap kebiru-biruan (dapat dilihat oleh indera penglihatan). Titik ini disebut titik asap. Gliserol rusak menjadi akrolein yang juga merupakan komponen asap. Hal ini menandakan adanya akrolein dapat menyebabkan iritasi mata dan tenggorokan. Titik asap juga sebagai tanda mulainya degradasi flavor dan gizi yang ditandai dengan flavor makanan yang tidak menyenangkan. Hal ini merupakan kunci pertimbangan dalam menyeleksi minyak goreng dimana minyak baik mempunyai titik asap yang tinggi untuk deep frying (Mishra and Manchanda, 2012).Minyak goreng curah selama ini didistribusikan dalam bentuk tanpa kemasan yang berarti bahwa minyak goreng curah sebelum digunakan banyak terpapar oksigen. Penggunaan minyak goreng dalam praktek penggorengan dirumah tangga maupun pedagang kecil dilakukan secara berulang-ulang, hal tersebut sangat memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi yang lebih tinggi. Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Minyak yang digunakan berulang kali akan mempunyai titik asap yang semakin rendah, suhu minyak menjadi lebih cepat meningkat. Titik asap minyak tergantung pada kandungan asam lemak bebasnya. Minyak yang tinggi asam lemak bebasnya, maka gliserolnya juga tinggi. Semakin tinggi gliserolnya maka semakin rendah titik asapnya (Aminah, 2010). Suatu minyak memiliki nilai peroksida yang rendah menunjukkan bahwa produk tersebut lebih tahan terhadap ketengikan dibandingkan dengan nilai peroksida yang tinggi (Syah, 2005).Kerusakan minyak yang terjadi selama proses penggorengan meliputi oksidasi, polimerisasi dan hidrolisis. Pada minyak goreng bekas yang telah rusak akan membentuk senyawa-senyawa yang tidak diinginkan seperti senyawa polimer, asam lemak bebas, peroksida dan kotoran lain yang tersuspensi dalam minyak. Semakin tinggi frekuensi penggorengan maka kandungan peroksidanya semakin meningkat. Hal ini dikarenakan oksidasi termal. Oksidasi termal yakni oksidasi yang dikarenakan adanya pemanasan dan adanya paparan udara, yang mengakibatkan terbentuknya peroksida. Peningkatan angka peroksida diakibatkan proses oksidasi pada proses pemasakan/pemanasan minyak goreng. Penggorengan disarankan menggunakan api sedang (200oC) dengan maksimal 2 kali pengulangan sehingga tidak terbentuk asam lemak trans. Suhu tinggi selama penggorengan akan mempercepat oksidasi pada minyak dan proses oksidasi akan menurun apabila suhu turun (Mulasari dan Utami, 2012).Asam thiobarbituric acid (TBA) digunakan untuk menilai peroksidasi lipid menggunakan metode dengan beberapa modifikasi (Rael, 2004). TBA merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat peroksidasi lipid daging dan unggas, karena kecepatan dan kesederhanaan (Gomes, 2002).Kerusakan minyak tidak dapat dicegah, namun dapat diperlambat dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pertama, oksigen. Semakin banyak oksigen semakin cepat teroksidasi; Kedua, ikatan rangkap. Semakin banyak asam lemak tidak jenuhnya semakin mudah teroksidasi; Ketiga, suhu. Suhu penggorengan dan penyimpanan yang tinggi akan mempercepat reaksi; Keempat, cahaya serta ion logam tembaga (Cu2+) dan besi (Fe2+) yang merupakan faktor katalis proses oksidasi; dan Kelima, antioksidan. Semakin tinggi antioksidan ditambahkan semakin tahan terhadap oksidasi. Antioksidan dapat diartikan pencegah oksidasi dengan cara menurunkan konsentrasi oksigen. Selain itu harus menghindari penambahan minyak goreng baru yang masih bagus ke dalam minyak goreng jelantah karena minyak goreng yang telah rusak akan mempercepat kerusakan minyak goreng lainnya. Lalu menyimpan minyak goreng dalam tempat tidak tembus cahaya, tertutup dan kering. Apabila menggunakan kemasan tembus cahaya sebaiknya menyimpan minyak goreng di tempat yang tidak terpapar cahaya secara langsung. Adanya air, cahaya dan udara dapat mempercepat terjadinya kerusakan minyak goreng. Apabila minyak goreng telah berbusa di lapisan permukaannya sebaiknya didaur ulang menjadi sabun atau solar (Ramdja et al., 2010).Lemak menghasilkan kalori dua kali lipat lebih banyak dibandingkan karbohidrat dan protein. Lemak biasanya digunakan dalam bentuk murni (minyak dan margarin) sehingga volume makanan hampir tidak bertambah karena hampir tidak mengandung zat-zat makanan lain kecuali minyak kelapa sawit yang sangat tinggi kadar karoten. Minyak dapat disimpan cukup lama, tetapi mudah menjadi tengik karena oksidasi. Meskipun masih dapat dikonsumsi, rasa minyak tengik kurang enak serta dapat merusak vitamin A dan vitamin C dalam makanan. Minyak wijen dapat mencegah ketengikan karena mengandung antioksidan. Untuk mengatasi proses tengik tersebut, minyak harus ditutup rapat-rapat (Soedarmo dan Achmad, 1977).Stabilitas oksidatif merupakan parameter penting untuk penilaian kualitas lemak dan minyak. Autooksidasi dipengaruhi oleh oksigen atmosfer dan proses oksidasi melalui reaksi radikal bebas yang melibatkan asam lemak tidak jenuh. Produk primer yang terbentuk adalah hidroperoksida yang berikutnya berubah dalam reaksi komples, produk sekundernya meliputi senyawa alkohol dan karbonil. Selanjutnya dapat dioksidasi menjadi asam karboksilat (Moigradean et al., 2012).Minyak goreng berbentuk 100% cair. Minyak goreng yang baik antara lain tidak berbau, enak rasanya, jernih, disukai warnanya, stabil terhadap cahaya dan tahan terhadap panas. Minyak sawit mempunyai sifat yang menguntungkan untuk dijadikan minyak goreng dengan mutu yang baik. Melalui proses rafinasi dan fraksinasi dapat dihasilkan minyak yang tidak berwarna, jernih, praktis dan bebas kotoran. Kandungan asam linoleat dan asam linolenatnya sangat rendah, masing-masing sekitar 10% dan di bawah 1%. Selain itu minyak sawit mengandung antioksidan alami yaitu tokoferol dan tokotrienol (Seto, 2001).Minyak kelapa mengandung asam lemak rantai sedang tunggal sebanyak 92%. Komposisi asam lemak dalam minyak kelapa adalah asam kaprilat 5%, asam kaprat 6-10% dan asam laurat 44-45% (total 55-65% asam lemak rantai sedang). Minyak kelapa satu-satunya minyak goreng yang mengandung asam laurat paling tinggi atau setara dengan asam laurat pada ASI. Asam laurat berfungsi sebagai antibiotik alami ampuh membunuh jenis kuman, parasit dan virus. Minyak kelapa penting bagi metabolisme tubuh karena mengandung vitamin yang larut dalam lemak, yaitu vitamin A,D,E dan K serta provitamin A (karoten). Minyak sawit terdiri asam linolenat 7-11%, asam miristat 1,1-2,5%, asam oleat 30-45%, asam palmitat 40-46% dan asam stearat 3,6-4,7%. Minyak sawit mengandung karoten sehingga menjadi sumber provitamin A dan vitamin E (tokoferol) yang merupakan antioksidan (Murdiati dan Amaliah, 2013). Menurut sumbernya, lemak dibedakan menjadi dua yaitu lemak nabati dan lemak hewani. Lemak nabati berasal dari tumbuh-tumbuhan, sedangkan lemak hewani berasal dari hewan seperti telur, ikan dan susu. Kedua lemak ini berbeda dari jenis asam lemak penyusunnya. Lemak nabati mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh sehingga titik cairnya lebih rendah dan dalam suhu kamar berbentuk cair. Dengan demikian, lemak nabati sering disebut minyak. Lemak hewani terutama mengandung asam lemak jenuh khususnya rantai karbon panjang sehingga menyebabkan dalam suhu kamar berbentuk padat. Dengan demikian, lemak hewani sering disebut lemak atau gajih (Sediaoetama, 2000).Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh (akrelein). Semakin tinggi titik asap, maka semakin baik mutu minyak gorengnya. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng, titik asapnya akan turun karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Menurut SNI 3741-1995, standar mutu minyak goreng yang baik harus mempunyai titik asap minimal 200oC (Paramitha, 2012).C. Metodologi 1. Alata. Buret b. Termometerc. Kompor gas d. Alumunium foil e. Erlenmeyer 250 mlf. Gelas ukur 100 mlg. Gelas bekerh. Pipet ukur i. Propipetj. Wajan 2. Bahana. Minyak baru b. Minyak penggorengan tahu 1xc. Minyak penggorengan tahu 2xd. Minyak penggorengan tempe 1xe. Minyak curah baruf. Minyak jelantah g. Aquadesh. Asam asetat glasiali. Kloroformj. KI jenuh k. Na-tiosulfat 0,1 N3. Cara kerjaa. Penentuan Bilangan Peroksida

Gambar 3.1 Penentuan Bilangan Peroksida

b. Penentuan Titik Asap

Gambar 3.2 Penentuan Titik Asap

D. Hasil dan Pembahasan Tabel 3.1 Bilangan Peroksida Minyak SawitShiftKelompokSampelAngka Peroksida

I1Minyak baru46

2Minyak penggorengan tahu 1x2

3Minyak penggorengan tahu 2x240

4Minyak penggorengan tempe 1x158

5Minyak curah baru16

6Minyak jelantah130

II1Minyak baru4

2Minyak penggorengan tahu 1x6

3Minyak penggorengan tahu 2x68

4Minyak penggorengan tempe 1x26

5Minyak curah baru200

6Minyak jelantah128

III1Minyak baru-10

2Minyak penggorengan tahu 1x18

3Minyak penggorengan tahu 2x10

4Minyak penggorengan tempe 1x102

5Minyak curah baru10

6Minyak jelantah1436

Sumber: Laporan sementaraDalam praktikum acara III dilakukan evaluasi terhadap bilangan peroksida dan titik asap minyak goreng. Penggorengan dapat didefinisikan sebagai proses pemasakan dan pengeringan produk melalui media panas berupa minyak sebagai media pindah panas. Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, penambah rasa gurih dan penambah nilai kalori (Winarno, 2004). Menurut SNI 01-3741-2002 (BSN, 2002), minyak goreng didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara memurnikan minyak makan nabati. Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari serealia (jagung, gandum, beras, dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah, dan lain-lain), palma-palmaan (kelapa dan kelapa sawit), dan biji-bijian (biji bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji kakao, dan lain-lain).Berdasarkan standar SNI 01-3741-2002 mengenai standar mutu minyak goreng, diketahui bahwa angka peroksida maksimum yang terkandung dalam minyak goreng dalam hal ini minyak kelapa sawit adalah 2 meq/kg. Tabel 3.2 SNI 01-3741-2002 tentang Standar Mutu Minyak Goreng

Menurut Ketaren (2005), peroksida juga dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan melebihi 2 meq/kg, dikhawatirkan akan meracuni tubuh. Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan pada Tabel 3.1, diketahui bahwa beberapa sampel telah mengalami ketengikan ditunjukkan dari angka peroksida yang melebihi 2 meq/kg.Tujuan penentuan bilangan peroksida adalah untuk menentukan degradasi/ derajat kerusakan pada lemak dan minyak. Dari hasil praktikum didapatkan pada shift 1, 2, dan 3 kelompok 1 minyak baru bilangan peroksida didapat 46 meq/kg, 4 meq/kg, -10 meq/kg. Kelompok 2 minyak penggorengan tahu 1x bilangan peroksida didapat 2 meq/kg, 6 meq/kg, 18 meq/kg. Kelompok 3 minyak penggorengan tahu 2x bilangan peroksida didapat 240 meq/kg, 68 meq/kg, 10 meq/kg. Kelompok 4 minyak penggorengan tempe 1x bilangan peroksida didapat 158 meq/kg, 26 meq/kg, 102 meq/kg. Kelompok 5 minyak curah baru bilangan peroksida didapat 16 meq/kg, 200 meq/kg, 10 meq/kg. Kelompok 6 minyak jelantah bilangan peroksida didapat 130 meq/kg, 128 meq/kg, 1436 meq/kg.Jika dibandingkan dengan SNI, hasil praktikum yang didapat tidak sesuai dengan teori karena angka peroksida yang didapatkan bersifat terlalu besar maupun terlalu kecil. semakin rusak suatu minyak maka bilangan peroksida akan semakin besar karena pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Selain itu, terdapat banyak sampel yang tidak sesuai dengan standari SNI, dimana batas peroksida maksimal pada minyak adalah 2 mek/kg. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kesalahan pada saat titrasi menggunakan Na-tiosulfat dan indikator amilum. Semburat warna yang dihasilkan kemungkinan tidak terlihat terlalu jelas sehingga Na-tiosulfat yang ditambahkan terlalu banyak dan hal tersebut mempengaruhi angka perosksida yang dihasilkan. Selain itu, penambahan asam asetat glasial, kloroform serta KI yang tidak sesuai pun dapat mempengaruhi hasil praktikum. Gandjar dan Rohman (2007) juga menambahkan bahwa peroksida jenis tertentu hanya bereaksi sebagian pada uji Iodometri, disamping itu juga kemungkinan terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara kalium iodide dengan oksigen dari udara pada uji tersebut. Terdapat faktor-faktor yang dapat mempercepat kerusakan minyak (pembentukan peroksida). Proses pembentukan peroksida ini dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam, kelembaban uadar dan katalis. Beberapa jenis logam atau garam-garamnya yang terdapat dalam minyak merupakan katalisator dalam proses oksidasi, misalnya logam tembaga, besi, kobalt, vanadium, mangan, nikel, chromium, sedangkan alumunium kecil pengaruhnya terhadap proses oksidasi. Air yang terkandung dalam bahan pangan juga mempengaruhi kecepatan kerusakan minyak, karena air tersebut akan tergantikan oleh minyak selama proses penggorengan. Selain itu, kualitas minyak yang digunakan pun turut berperan dalam kerusakan minyak, jika digunakan minyak jelantah untuk menggoreng tentu saja kerusakan minyak akan semakin cepat.Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksdidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya. Adanya antioksidan dalam lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi. Antioksidan secara alamiah terdapat di dalam lemak nabati, namun kadang-kadang sengaja ditambahkan (Winarno, 2004). Terdapat dua macam antioksidan, yaitu anti oksidan primer dan antioksidan sekunder.Tabel 3.3 Titik Asap Minyak SawitShiftKelompokSampelTitik Asap (oC)

I1Minyak baru124

2Minyak penggorengan tahu 1x160

3Minyak penggorengan tahu 2x183

4Minyak penggorengan tempe 1x120

5Minyak curah baru140

6Minyak jelantah180

II1Minyak baru220

2Minyak penggorengan tahu 1x232

3Minyak penggorengan tahu 2x230

4Minyak penggorengan tempe 1x243

5Minyak curah baru220

6Minyak jelantah290

III1Minyak baru160

2Minyak penggorengan tahu 1x90

3Minyak penggorengan tahu 2x80

4Minyak penggorengan tempe 1x180

5Minyak curah baru160

6Minyak jelantah87

Sumber: Laporan sementara

Menurut SNI 01-3741-2002, minyak goreng memiliki beberapa persyaratan mutu. Adapun parameter persyaratan mutu minyak goreng dapat dilihat pada Tabel 3.4 di bawah ini:Tabel 3.4 Standar Mutu Minyak Goreng menurut SNI 01-3741-2002Kriteria UjiSatuanSyarat

Keadaan bau, warna dan rasa-Normal

Air% b/bMaks 0,3

Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat)% b/bMaks 0,3

Bahan makanan tambahanSesuai SNI. 022-M dan Peremenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88

Cemaran logam:

-Besi (Fe)Mg/kgMaks 1,5

-Tembaga (Cu)Mg/kgMaks 0,1

-Raksa (Hg)Mg/kgMaks 0,1

-Timbal (Pb)Mg/kgMaks 40,0

-Timah (Sn)Mg/kgMaks 0,005

-Seng (Zn)Mg/kgMaks 40/350*

Arsen (As)% b/bMaks 0,1

Angka peroksida % mg 02/grMaks 1

Catatan *Dalam kemasan kaleng

Sumber: Standar Nasional Indonesia 01-3741-2002Sedangkan sebelum direvisi, standar mutu minyak goreng tercantum pada SNI 3741-1995.Tabel 3.5 Standar Mutu Minyak Goreng menurut SNI 3741-1995KarakeristikKisaranKeterangan

Bilangan peroksida (meq/kg)2Maksimal

Titik asap (oC)200Minimal

Bilangan penyabunan196-206-

Bilangan iodin45-46-

Berat jenis (g/ml)0,921Maksimal

Indeks bias (400oC)1,4565-1,4585-

Cita rasa dan bauTidak berbau (hambar)

Sumber: Standar Nasional Indonesia 3741-1995Titik asap adalah suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh (akrelein). Tujuan penentuan titik asap untuk mengetahui mutu minyak goreng. Semakin tinggi titik asap, maka semakin baik mutu minyak gorengnya (Paramitha, 2012). Menurut SNI 3741-1995, standar mutu minyak goreng yang baik harus mempunyai titik asap minimal 200oC (Mulasari dan Utami, 2012).Berdasarkan Tabel 3.3, urutan titik asap dari terbesar ke terendah pada shift I adalah minyak penggorengan tahu 2x, minyak jelantah, minyak penggorengan tahu 1x, minyak curah baru, minyak baru dan minyak penggorengan tempe 1x. Pada shift II adalah minyak jelantah, minyak penggorengan tempe 1x, minyak penggorengan tahu 1x, minyak penggorengan tahu 2x, minyak baru dan minyak curah baru. Pada shift III adalah minyak penggorengan tempe 1x, minyak baru, minyak curah baru, minyak penggorengan tahu 1x, minyak jelantah dan minyak penggorengan tahu 2x. Titik asap terendah seharusnya terdapat pada minyak jelantah sedangkan titik asap tertinggi seharusnya terdapat pada minyak goreng baru. Praktikum ini tidak sesuai dengan SNI SNI 3741-1995 bahwa standar mutu minyak goreng yang baik harus mempunyai titik asap minimal 200oC. Penyimpangan dalam praktikum mungkin disebabkan oleh terjadinya hidrolisis lemak karena minyak yang tidak sengaja tercampur air, besar kecilnya api ketika pemanasan dan ketidaktelitian dalam mengamati munculnya asap. Pemanasan merupakan salah satu indikator kerusakan minyak. Suhu tinggi selama penggorengan akan mempercepat oksidasi pada minyak dan proses oksidasi akan menurun apabila suhu turun. (Mulasari dan Utami, 2012). Titik asap tergantung dari kadar gliserol bebas. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng, maka titik asapnya akan turun karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Semakin tinggi frekuensi penggorengan minyak (berarti minyak bekas) dan semakin tinggi suhu yang digunakan dalam penggorengan maka akan menurunkan titik asapnya. Oleh karena itu untuk menekan hidrolisis, pemanasan minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi (Paramitha, 2010). Hal ini diperkuat di SNI 3741-1995 bahwa standar mutu minyak goreng berkualitas baik jika mempunyai titik asap minimal 200oC.Kerusakan minyak tidak dapat dicegah, namun dapat diperlambat dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pertama, oksigen. Semakin banyak oksigen semakin cepat teroksidasi; Kedua, ikatan rangkap. Semakin banyak asam lemak tidak jenuhnya semakin mudah teroksidasi; Ketiga, suhu. Suhu penggorengan dan penyimpanan yang tinggi akan mempercepat reaksi; Keempat, cahaya serta ion logam tembaga (Cu2+) dan besi (Fe2+) yang merupakan faktor katalis proses oksidasi; dan Kelima, antioksidan. Semakin tinggi antioksidan ditambahkan semakin tahan terhadap oksidasi. Antioksidan dapat diartikan pencegah oksidasi dengan cara menurunkan konsentrasi oksigen. Selain itu harus menghindari penambahan minyak goreng baru yang masih bagus ke dalam minyak goreng jelantah karena minyak goreng yang telah rusak akan mempercepat kerusakan minyak goreng lainnya. Lalu menyimpan minyak goreng dalam tempat tidak tembus cahaya, tertutup dan kering. Apabila menggunakan kemasan tembus cahaya sebaiknya menyimpan minyak goreng di tempat yang tidak terpapar cahaya secara langsung. Adanya air, cahaya dan udara dapat mempercepat terjadinya kerusakan minyak goreng. Apabila minyak goreng telah berbusa di lapisan permukaannya sebaiknya didaur ulang menjadi sabun atau solar (Ramdja et al., 2010). Penggorengan disarankan menggunakan api sedang (200oC) dengan maksimal 2 kali pengulangan sehingga tidak terbentuk asam lemak trans (Mulasari dan Utami, 2012).E. KesimpulanBerdasarkan praktikum acara III Evaluasi Bilangan Peroksida dan Titik Asap Minyak Goreng dapat disimpulkan sebagai berikut:1. Penentuan bilangan peroksida dan titik asap merupakan salah satu cara untuk mengetahui kualitas minyak goreng. Pada bilangan peroksida semakin tinggi angka peroksida pada minyak, maka kualitas minyak semakin rendah.2. Titik asap sebagai tanda mulainya degradasi flavor dan gizi yang ditandai dengan flavor makanan yang tidak menyenangkan. Semakin cepat asap keluar pada suhu rendah dari minyak, maka kualitas minyak semakin rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Siti. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik Tempe pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi, Vol. 1 (1).Gandjar, I.G. dan Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 220, 240 dan 255. Gomes, Heliana de Asevedo. 2002. Evaluation Of The 2-Thiobarbituric Acid Method For The Measurement Of Lipid Oxidation In Mechanically Deboned Gamma Irradiated Chicken Meat. Food Chemistry 80 (2003) 433437. Brazil.Hambali, Erliza. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agromedia Pustaka. Handayani, Rini. 2009. Extraction of Coconut Oil (Cocos nucifera L.) through Fermentation System. LIPI. Bogor.Hermanto, Sandra. 2004. Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat Proses Pemanasan. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.Mishra, Sundeep and Manchanda. 2012. Cooking Oils for Heart Health. Journal Preventive Cardiology, Vol. 1 (3). Moigradean, Diana, Mariana-Atena Poiana dan Ioan Gogoasa. 2012. Quality Characteristics and Oxidative Stability of Coconut Oil During Storage. Journal of Agroalimentary Processes and Technologies, Vol. 18 (4): 272-276.Mulasari, Surahma Asti dan Risa Rahmawati Utami. 2012. Kandungan Peroksida pada Minyak Goreng di Pedagang Makanan Gorengan Sepanjang Jalan Prof. Dr. Soepomo Umbulharjo Yogyakarta Tahun 2012. Arc. Corn. Health, Vol. 1 (2): 120-123. Murdiati, Agnes dan Amaliah. 2013. Panduan Penyiapan Pangan Sehat untuk Semua. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Pandarmean, Maruli. 2014. Mengelola Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Secara Profesional. Surabaya: Penerbit Swadaya.Paramitha, Andi Reski Ariyani. 2012. Studi Kualitas Minyak Makanan Gorengan pada Penggunaan Minyak Goreng Berulang. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar. Ramdja, Fuadi A., Lisa Febrina dan Daniel Krisdianto. 2010. Pemurnian Minyak Jelantah Menggunakan Ampas Tebu sebagai Adsorben. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 17 (1). Sediaoetama, Achamd Djaeni. 2000. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.Seto, Sagung. 2001. Pangan & Gizi Ilmu, Teknologi, Industri dan Perdagangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Setyamadjaja, Djoehana. 2006. Seri Budi Daya Kelpa Sawit. Kanisius. Yogyakarta.Soedarmo, Poerwo dan Achmad Djaeni Sediaoetama. 1977. Ilmu Gizi Masalah Gizi Indonesia dan Perbaikannya. Jakarta: Dian Rakyat.Syah, Andi Nur Alam. 2005. Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka Penyakit. Yogyakarta: Kanisius. Widayat. 2007. Studi Pengurangan Bilangan Asam, Bilangan Peroksida Dan Absorbansi Dalam Proses Pemurnian Minyak Goreng Bekas Dengan Zeolit Alam Aktif. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 6 (1):7-12.Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Minyak baru, Minyak penggorengan tahu 1x,Minyak penggorengan tahu 2x, Minyak penggorengan tempe 1x, Minyak curah baru,Minyak jelantah

Pemasukan 5 ml ke dalam erlenmeyer 250 ml

30 ml pelarut (60% asam asetat glasial+40% kloroform)

Penambahan dan pengocokan hingga semua minyak terlarut

Penambahan dan pelapisan alumunium foil sambil digoyang selama 2 menit

0,5 ml larutan KI jenuh

Penambahan

30 ml aquades

Titrasi kelebihan iod dengan larutan larutan Na-tiosulfat 0,1 N

Minyak baru, Minyak penggorengan tahu 1x,Minyak penggorengan tahu 2x, Minyak penggorengan tempe 1x, Minyak curah baru,Minyak jelantah

Pengambilan 50 ml

Pemanasan minyak

Pengamatan suhu mulai terbentuknya asap