acara 3
-
Upload
ahmad-rifai-pamone -
Category
Documents
-
view
12 -
download
0
description
Transcript of acara 3
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
PRAKTIKUM PETROGRAFI
ACARA III
BATUAN BEKU ASAM, INTERMEDIT
OLEH:
AHMAD RIFAI F
F1G1 13 020
KENDARI
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Petrografi adalah ilmu memerikan dan mengelompokkan batuan.
Pengamatan seksama pada sayatan tipis batuan dilakukan dibawah mikroskop,
dengan tentunya didukung oleh data-data pengamatan singkapan batuan di
lapangan. Pada pemerian petrografi, pertama-tama akan diamati mineral penyusun
batuan, selanjutnya tekstur batuan. Tekstur batuan sangat membantu dalam
pengelompokan batuan selain memberikan gambaran proses yang terjadi selama
pembentukan batuan.
Petrografi merupakan salah satu cabang dari ilmu kebumian yang
mmempelajari batuan berdasarkan kenampakan mikroskopis, termasuk
didalamnya untuk dipergunakan sebagai langkah pemerian, pendeskrifsian dan
klasifikasi batuan. Pemerian secara petrografi pada batuan pertama-tama
melibatkan identifikasi mineral (bila memungkinkan), dan penentuan komposisi
dan hubungan tekstural antar butir batuan.
Petrografi sendiri merupakan kepentingan yang tak terbaras namun bila
mempertimbangkan sebagian dari petrologi kepentingan akan menjadi luas,
dimana petrografi memberikan data umum yang petrologi perjuangkan untuk
menginterpretasikan dan menerangkan asal-ususl batuan.
Batuan sebagai agregat mineral-mineral pembentuk kulit bumi secara
genesa dapat dikelompokan dalam tiga jenis batuan, yaitu :
1. Batuan beku (Igneous Rock), adalah kumpulan interlocking agregat mineral-
mineral silikat hasil magma yang mendingin (Walter T. Huang, 1962).
2. Batuan Sedimen (Sedimentary Rock), adalah batuan hasil litifikasi bahan
rombakan batuan hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun mengenai hasil
kegiatan organisme (Pettijohn, 1964).
Batuan Metamorf (Metamorphic Rock), adalah batuan yang berasal dari
suatu batuan induk yang mengalami perubahan tekstur dan komposisi mineral
pada fase padat sebagai akibat perubahan kondisi fisika (tekanan, temperatur, atau
tekanan dan temperatur, HGF. Winkler, 1967,1979).
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud diadakannya praktikum laboratorium ini adalah untuk memenuhi
syarat mata kuliah petrografi di jurusan teknik geologi Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian.
Tujuan diadakannya praktikum laboratorium ini yaitu ;
Dapat mengetahui karateristik dan berbagai sifat mineral yang menyusun
pada batuan beku secara petrografis.
Dapat mendeskripsikan tekstur, struktur, dan presentase kelimpahan
mineral yang terkandung di dalam sampel batuan .
Dapat menghubungan analisis mineral pada sampel batuan dengan genesa
pembentukannya.
1.3 ALAT DAN BAHAN
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat
pada table 1.1:
Tabel 1.1 Alat dan Beserta Kegunaanya
NO ALAT DAN BAHAN KEGUNAAN
1 Kertas A4Sebagai tempat penulisan dan penggambaran laporan sementara
2 Pensil Sebagai alat untuk menulis dan menggambar objek
3 Kamera Sebagai alat untuk mengambil gambar objek pengamatan
4 PenghapusSebagai alat untuk menghilangkan kesalahan penulisan pensil
5 Tabel Michel - LaveyUntuk menentukan nilai biasrangkap
6 Sayatan batuan Sebagai objek pengamatan
7 Pewarna Untuk mewarnai sketsa mineral
8 Mikroskop PolarisasiSebagai alat yang digunakan untuk mengamati sample sayatan
BAB 2
LANDASAN TEORI
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan
magma.Karena hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material
penyusunnya.Komposisi mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari
unsur-unsur secara kimiawi, sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas
kristalisasinya.
Didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan, batuan beku dikelompokkan
menjadi dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif (lava).
Pembekuan batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik;
sedangkan batuan beku ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa aliran lava,
sebagai bagian dari kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa
batholith, stock (korok), sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith (Gambar 2.1).
Karena pembekuannya di dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan
tersusun atas mineral-mineral yang tingkat kristalisasinya lebih sempurna
dibandingkan dengan batuan beku ekstrusi.Dengan demikian, kebanyakan batuan
beku intrusi dalam (plutonik), seperti intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga
tidak membutuhkan pengamatan mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi
dangkal seperti korok gunung api (stock), gang (dike), sill, lakolith dan lapolith
umumnya memiliki tekstur halus karena sangat dekat dengan permukaan.
Gambar 2.1 Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith,
stock, sill dan dike
Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya.Tipe magma
tergantung dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari
limpahan unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang
mencapai hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O)
maka disebut sebagai oksida, SiO2 adalah salah satunya.Sifat dan jenis batuan
beku dapat ditentukan dengan didasarkan pada kandungan SiO2 di dalamnya.
Tabel 2.1 Tipe batuan beku dan sifat-sifatnya (Nelson, 2003)
Menurut keterdapatannya, berdasarkan tatanan tektonik dan posisi
pembekuannya (Tabel 2.2), batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan intrusi
plutonik (dalam) berupa granit, syenit, diorit dan gabro. Intrusi dangkal yaitu
dasit, andesit, basaltik andesitik, riolit, dan batuan gunung api (ekstrusi yaitu
riolit, lava andesit, lava basal.
Tabel 2.2.Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak / keterdapatannya.
Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat dikelompokkan
menjadi tiga, tergantung dari persentase mineral mafik dan felsiknya. Secara
umum, limpahan mineral di dalam batuan, akan mengikuti aturan reaksi Bowen.
Hanya mineral-mineral dengan derajad kristalisasi tertentu dan suhu kristalisasi
yang relatif sama yang dapat hadir bersama-sama (mineral asosiasi; Tabel 2.3)
Tabel 2.3. Bowen reaction series yang berhubungan dengan kristalisasi mineral
penyusun dalam batuan beku
Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Mineralnya
1. Kelompok batuan beku intrusi plutonik
Batuan beku basa dan ultra-basa: dunit, peridotit
Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200o C, dan melimpah
pada wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona
pemekaran lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh
warnanya gelap hingga sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan
piroksen klino) lebih dari 2/3 bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan
batuan afanitik (intrusi dangkal atau ekstrusi) berupa basalt dan
basanit.Didasarkan atas tatanan tektoniknya, kelompok batuan ini ada yang berseri
toleeit, Kalk-alkalin maupun alkalin, namun yang paling umum dijumpai adalah
seri batuan toleeit.
Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar
dengan didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya;
yaitu basa dan ultra basa (Gambar 2.2).Batuan beku basa mengandung mineral
plagioklas lebih dari 10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari
10%.Makin tinggi kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan
plagioklasnya dan makin ultra basa (Gambar 2.2 bawah).batuan beku basa terdiri
atas anorthosit, gabro, olivin gabro, troktolit (Gambar 2.2. atas). Batuan ultra basa
terdiri atas dunit, peridotit, piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain (Gambar
2.2 bawah).
Gambar 2.2 Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik;
sumber IUGS classification)
Batuan beku asam – intermediet
Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan
tektonik kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan
Amerika.Kelompok batuan ini membeku pada suhu 650-800oC.Dapat
dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku
kaya feldspathoid (foid) dan batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan
beku kaya kuarsa berupa kuarzolit, granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang
miskin kuarsa berupa syenit, monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit.
Gambar 2.3. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi
kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10%
(sumber IUGS classification)
2. Kelompok batuan beku luar
Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan beku yang
tersingkap di Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya dapat dijumpai di
sepanjang busur vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier
maupun busur gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat
dikelompokkan sebagai batuan asal gunung api. Batuan ini secara megaskopis
dicirikan oleh tekstur halus (afanitik) dan banyak mengandung gelas gunung api.
Didasarkan atas kandungan mineralnya, kelompok batuan ini dapat
dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu kelompok dasit-riolit-riodasit,
kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit (Gambar 2.4).
Gambar 2.4. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas
kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber
IUGS classification)
Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun
suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersama-
sama. Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya,
seperti horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang
dapat hadir sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.
Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang terbentuk
karena komposisi magma kekurangan silika, sehingga tidak cukup untuk
mengkristalkan kuarsa.Jadi, limpahan feldspathoid berada di dalam batuan beku
berafinitas intermediet hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau
biotit dan piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit.Batuan
yang mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir
bersama-sama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.
3. Struktur Batuan Beku
Masif: padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang
keluarnya gas; dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti
lava; Ct: granit, diorit, gabro dan inti andesit
Skoria: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak
teratur; dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal, terutama
batuan vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt
Vesikuler: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur;
dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas intermediet-
asam.
Amigdaloidal: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh
mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik trakitik; Ct:
trakiandesit dan andesit.
Gambar 2.5. Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-
masing mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan
komposisi mineral plagioklas berdiameter >1 mm (gambar atas) dan
granit (gambar bawah) dengan komposisi kuarsa dan ortoklas
anhedral dengan diameter >1 mm.
Gambar 2.6.Struktur batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya
gas saat pembekuan yang sangat cepat.Contoh pada andesit basaltik
porfirik pada posisi nikol sejajar (atas) dan nikol silang (bawah).
Batuan tersusun atas fenokris plagioklas berdiameter >1 mm dan
piroksen klino berdiameter 0,5-1,5 mm, dan tertanam dalam massa
dasar gelas, kristal mineral (plagioklas dan piroksen) dan rongga tak
beraturan berdiameter <1 mm
4. Tekstur Batuan Beku
Tektur batuan menggambarkan bentuk, ukuran dan susunan mineral di
dalam batuan. Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses
kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan beku intrusi
dalam (plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan batuan beku
ekstrusi atau intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk kristal batuan beku
dalam cenderung euhedral, sedangkan batuan beku luar anhedral hingga subhedral
(Tabel 2.4.)
Tabel 2.4. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal
dan ekstrusi dan pada batuan vulkanik
4.1 Tekstur trakitik
Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya
orientasi mineral- arah orientasi adalah arah aliran.
Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill.
Gambar 2.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G. Muria;
gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol silang.
Gambar 2.7.Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung
Muria).Arah orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas.Di
samping tekstur trakitik juga masih menunjukkan tekstur porfiritik
dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto.
4.2 Tekstur Intersertal
Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar
kristal plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada di antara / dalam massa dasar
gelas interstitial.
Gambar 2.8.Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan
gambar kanan posisi nikol silang.Butiran hitam adalah magnetit.
4.3 Tekstur Porfiritik
Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris)
yang dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas.
Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric.
Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk tekstur
glomeroporphyritic.
Gambar 2.9. Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan
fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang
tertanam dalam massa dasar plagioklas dan granular piroksen
berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin
porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin
(ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular
dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)
4.4 Tekstur Ofitik
Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang
tersusun secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar
2.10).Jika plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian,
maka membentuk tekstur subofitic (Gambar 2.11). Dalam suatu batuan yang sama
kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.
Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari intergranular
menjadi subofitik dan ofitik.Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam
batuan beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke
subofitic dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan
proses nukleasi kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak
dijumpai pada inti batuan diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika
pendinginannya lebih cepat lagi, maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara
plagioclase menjadi gelas membentuk tekstur intersertal.
Gambar 2.10. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi
oleh mineral olivin dan piroksen klino
Gambar 2.11. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik.
5. Komposisi Mineral pada Batuan Beku
Komposisi mineral pada batuan beku ditentukan dari komposisi
kimiawinya.Didasarkan atas komposisi mineral mafik dan felsik yang terkandung
di dalamnya, batuan beku dapat dikelompokkan dalam tiga kelas, yaitu asam,
intermediet dan basa.Batuan beku asam tersusun atas mineral felsik lebih dari 2/3
bagian; batuan beku intermediet tersusun atas mineral mafik dan felsik secara
berimbang yaitu felsik dan mafik 1/3 hingga 2/3 secara proporsional; dan batuan
beku basa tersusun atas mineral mafik lebih dari 2/3 bagian (Tabel 2.4).
Tabel 2.4. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan
gunung api yang didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya;
mineral-mineral mafik: piroksen (olivin, klino- dan ortho-piroksen, amfibol dan
biotit) dan mineral-mineral felsik: K-Feldspar, kuarsa.
Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya, yaitu
toleeit, kalk-alkalin atau alkalin.Batuan-batuan dengan seri magma toleeit
biasanya banyak mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri kalk-alkalin
biasanya mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol dan titanit),
sedangkan batuan seri alkalin banyak mengandung mineral-mineral tinggi K
(seperti mineral piroksen klino).Tabel 2.6 menunjukkan sifat-sifat mineral
penyusun dalam seri batuan toleeit, kalk-alkalin dan alkalin. Ketiga seri batuan
tersebut hanya dapat terbentuk pada tatanan tektonik yang berbeda; seri toleeit
berkembang pada zona punggungan tengah samudra (MOR); seri kalk-alkalin
berkembang dengan baik pada busur magmatik; dan seri alkalin berkembang pada
tipe gunung api rifting.
Tabel 2.5. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral
penunjuknya
Tabel 2.6. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan
silika dan keterdapatannya dari tatanan tektoniknya
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Sample Batuan Beku I
No. Urut : 1
No.Peraga : BI5
Pembesaran Objektif : 50
Pembesaran Okuler : 0.1 mm
Pembesaran Total : 50
Bilangan Skala : 1/10 = 0.1
Kedudukan : X= 17, Y=8
Nikol Silang
Biotit
Sketsa Foto
Kenampakan Mikroskopis:
(K(Mg,Fe)3AlSi3O10(OH,F)2)
Fledspar
Kuarsa (Si02)
(CaAlSi3O8-NaAlSi3O8)
Warna absorsi sedang, warna interferensi abu-abu kecoklatan, kristalinitas
holokristalin, granulanitas faneritik, bentuk euhedral – subhedral, relasi
inequigranular,struktur massive, komposisi mineral kuarsa, plagioklas, biotit.
1. Plagioklas
Warna absorsi sedang, pleokrisme monokroik, warna interferensi abu-abu,
intensitas sedang, bentuk euhedreal-subhedral, indeks bias Nm > Nbk, pecahan
tidak rata, belahan 1 arah, sudut gelapan 37°, jenis gelapan miring, ukuran mineral
0,06 mm, terdapat inklusi dengan bentuk euhedral – subhedral, ukuran 0,002 mm.
2. Kuarsa
Warna absorsi sedang, pleokrisme dwikroik, warna interferensi putih, intensitas
sedang, bentuk euhedreal-subhedral, indeks bias Nm > Nbk, pecahan tidak rata,
belahan tidak ada, sudut gelapan 43°, jenis gelapan miring, ukuran mineral 0,12
mm, terdapat inklusi dengan bentuk euhedral – subhedral, ukuran 0,02 mm.
3. Biotit
Warna absorsi tinggi, pleokrisme dwikroik, warna interferensi coklat, intensitas
tinggi, bentuk subhedral-anhedral, indeks bias Nm > Nbk, pecahan rata, belahan
ada 1arah, sudut gelapan 53°, jenis gelapan sejajar, ukuran mineral 0,1 mm,
terdapat inklusi dengan bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,01 mm.
Presentase :
No Nama Mineral 1 (%) 2 (%) 3 (%) Total1 Kuarsa 20 25 20 21,667
2 Plagioklas 40 50 60 50
3 Biotit 20 21 17 19,333
4 Massa dasar 15 4 8 9
Nama batuan : Granodiorit ( Russel B. Travis)
Keterangan : Plagioklas 50 %
2/3 x 50 = 33,33 %
1/3 x 50 = 16,67 %
Maka didapatkan penamaan menggunakan Russel
B. Travis yaitu Granodiorit
3.1.2 Sample Batuan Beku II
No. Urut : 2
No.Peraga : BBI2
Pembesaran Objektif : 50
Pembesaran Okuler : 10 mm
Pembesaran Total : 50
Bilangan Skala : 1/10 = 0.1
Kedudukan : X= 17, Y=13
Nikol Silang
Biotit
Sketsa Foto
Kenampakan Mikroskopis:
Warna absorsi sedang, warna interferensi abu-abu keunguan, kristalinitas
Hipokristalin, granulanitas Porfiritik, bentuk euhedral – subhedral, relasi
inequigranular, struktur massive, komposisi mineral plagioklas, olivine, biotit,
sanidin.
1. Plagioklas
Warna absorsi rendah, pleokrisme trikroik, warna interferensi abu-abu,
intensitas rendah, bentuk euhedreal-subhedral, indeks bias Nm > Nbk, pecahan
rata, belahan 1 arah, sudut gelapan 14°, jenis gelapan miring, ukuran mineral 8
mm, terdapat inklusi dengan bentuk euhedral – subhedral, ukuran 0,1 mm.
2. Olivin
Warna absorsi tinggi, pleokrisme dwikroik, warna interferensi kuning
keunguan, intensitas tidak, bentuk euhedreal-subhedral, indeks bias Nm > Nbk,
pecahan tidak rata, belahan ada satu arah, sudut gelapan 63°, jenis gelapan sejajar,
ukuran mineral 1,1 mm.
3. Biotit
Warna absorsi tinggi, pleokrisme monokroik, warna interferensi kuning,
intensitas tinggi, bentuk subhedral-anhedral, indeks bias Nm > Nbk, pecahan rata,
belahan ada 1arah, sudut gelapan 24°, jenis gelapan miring, ukuran mineral 2mm,
terdapat inklusi dengan bentuk euhedral-subhedral, ukuran 0.3 mm.
4. Sanidin
Warna absorsi sedang, pleokrisme dwikroik, warna interferensi abu-abu,
intensitas sedang, bentuk euhedral-anhedral, indeks bias Nm > Nbk, pecahan tidak
ada, belahan ada 1arah, sudut gelapan 36°, jenis gelapan miring, ukuran mineral
3.5mm, terdapat inklusi dengan bentuk euhedral, ukuran 0.3 mm.
Presentase :
No Nama Mineral 1 (%) 2 (%) 3 (%) Total1 Plagioklas 40 20 10 23,333
2 Olivin 7 10 6 7,667
3 Biotit 10 15 15 13,333
4 Sanidin 5 5 5 5
5 Massa dasar 38 50 45 44,333
Nama batuan : Porfiri Diorit ( Russel B. Travis)
Keterangan : Plagioklas 50 %
2/3 x 23,333 = 15.553 %
1/3 x 23,333 = 7,776 %
Maka didapatkan penamaan menggunakan Russel
B. Travis yaitu Porfiri Diorit
3.2. Pembahasan
Praktikum kali ini dilakukan pengamatan 2 sampel batuan beku, pada
sampel pertama yaitu batuan beku 1 dengan nomor urut peraga 1, pengamatan
yang dilakukan pada sampel ini yaitu pengamtan nikol silang, dengan pembesaran
objektif 5 x karena pada pembesaran ini jenis-jenis mineral sepanjang medan
pandang dapat terlihat jelas dan pembesaran okuler 10x. Pembesaran total adalah
hasil dari embesaran objektif yang dikalikan dengan pembesaran okuler (5x10)
yaitu 50x. Bilangan skala yaitu 0,1 yang merupakan ketentuan apabila
pembesaran objektifnya 5x. posisi mineral berada pada kedudukan skala absis dan
skala ordinat ( 17, 8 ).
Kenampakan mikroskopis untuksampel pertama memiliki Warna absorsi
sedang, karena warna cahaya dan warna mineral seimbang, warna ini dilihat
dengan menggunakan polarisator. Warna interferensi Abu-abu kecoklatan, warna
ini dilihat dengan menggunakan sejajar analisator. Kristalinitas yaitu holokristalin
dimana batuan hamper disusun oleh Kristal seluruhnya, sedangkan
granulanitasnya faneritik, dimana kristalnya masih terlihat dengan jelas.
Mineralnya sebagian besar berbentu euhedral – subhedral, relasi inequigranular,
dimana memperlihatkan perbedaan besar butir yang tegas antara yang alus dan
yang kasar. struktur massive dapat dilihat pada sample yang tidak memiliki
retakan atau pejal. komposisi mineral kuarsa, plagioklas, biotit. Dengan nama
batuan granodiorit ( Russel B. Travis)
Mineral pertama yang diidentifikasi yaitu mineral plagioklas, mineral ini
memiliki ciri fisik, warna absorsi sedang karena warna cahaya dan warna mineral
seimbang, pleokrisme monokroik dikarenakan saat mineral diputar 90° hanya
menampilkan satu kali perubahan warna, warna interferensi abu-abu, intensitas
sedang, nilai intensitas selalu berbanding lurus dengan warna absorsi, bentuk
euhedreal-subhedral, dikarenakan mineral ini memperlihatkan bidang batas yang
jelas hingga tidak jelas, pada pengamatan indeks bias Nm > Nbk, karena dengan
menggunakan metode illumnasi miring, warna mineral masih terlihat oleh mata
atau mineral masih nampak meskipun illuminator di tutup sebagian oleh kertas
putih, ukuran mineral 0.06 mm yang merupakan hasil kali nilai pinggir dan
bukaan diafragma (0,02 mm). pecahan tidak rata, belahan 1 arah, sudut gelapan
37° dengan yaitu jenis gelapan miring, pada mineral ini terdapat inklusi dengan
bentuk euhedral – subhedral,dengan ukuran 0002 mm.
Mineral kedua yang diidentifikasi yaitu mineral kuarsa, mineral ini
memiliki ciri fisik, warna absorsi sedang karena warna cahaya dan warna mineral
seimbang, pleokrisme dwikroik dikarenakan saat mineral diputar 90° mineral ini
menampilkan dua kali perubahan warna, warna interferensi putih, intensitas
sedang, nilai intensitas selalu berbanding lurus dengan warna absorsi, bentuk
euhedreal-subhedral, dikarenakan mineral ini memperlihatkan bidang batas yang
jelas hingga agak jelas, pada pengamatan indeks bias Nm > Nbk, karena dengan
menggunakan metode illumnasi miring, warna mineral masih terlihat oleh mata
atau mineral masih nampak meskipun illuminator di tutup sebagian oleh kertas
putih, ukuran mineral 0.12 mm yang merupakan hasil kali nilai pinggir dan
bukaan diafragma (0,02 mm). pecahan tidak rata, belahan tidak ada, sudut gelapan
43° dengan yaitu jenis gelapan miring, pada mineral ini terdapat inklusi dengan
bentuk euhedral – subhedral, dengan ukuran 0,002 mm.
Mineral ketiga yang diidentifikasi yaitu mineral biotit, mineral ini
memiliki ciri fisik, warna absorsi tinggi karena warna mineral lebih terang dari
warna cahaya, pleokrisme dwikroik dikarenakan saat mineral diputar 90° mineral
ini menampilkan dua kali perubahan warna, warna interferensi coklat, intensitas
tinggi, karena nilai intensitas selalu berbanding lurus dengan warna absorsi,
bentuk subhedral-anhedral, dikarenakan mineral ini memperlihatkan bidang batas
yang agak jelas hingga tidak jelas, pada pengamatan indeks bias Nm > Nbk,
karena dengan menggunakan metode illumnasi miring, warna mineral masih
terlihat oleh mata atau mineral masih nampak meskipun illuminator di tutup
sebagian oleh kertas putih, ukuran mineral 0.1 mm yang merupakan hasil kali
nilai pinggir dan bukaan diafragma (0,02 mm). pecahan rata, terdapat belahan satu
arah, nilai sudut gelapan 53° dengan yaitu jenis gelapan sejajar, pada mineral ini
terdapat inklusi dengan bentuk subhedral-anhedral, dengan ukuran 0,01 mm.
Kenampakan mikroskopis untuk sampel kedua memiliki warna absorsi
sedang, karena warna cahaya dan warna mineral seimbang, warna ini dilihat
dengan menggunakan polarisator. Warna interferensi Abu-abu keunguan, warna
ini dilihat dengan menggunakan sejajar analisator. Kristalinitas yaitu hipokristalin
dimana batuan sebagian disusun oleh kristal dan sebagian disusun oleh massa
dasar, sedangkan granulanitasnya faneritik, dimana kristalnya masih terlihat
dengan jelas. Mineralnya sebagian besar berbentuk euhedral – subhedral, relasi
inequigranular, dimana memperlihatkan perbedaan besar butir yang tegas antara
yang halus dan yang kasar. struktur massive dapat dilihat pada sample yang tidak
memiliki retakan atau pejal. komposisi mineral plagioklas, olivine, biotit, dan
sanidin. Dengan nama batuan Porfiri Diorit ( Russel B. Travis)
Mineral pertama yang diidentifikasi yaitu mineral plagioklas, mineral ini
memiliki ciri fisik, warna absorsi rendah karena warna cahaya lebih terang
dibandingkan warna mineral, pleokrisme trikroik dikarenakan saat mineral diputar
90° mineral ini menampilkan tiga kali perubahan warna, warna interferensi abu-
abu, intensitas rendah, nilai intensitas selalu berbanding lurus dengan warna
absorsi, bentuk euhedreal-subhedral, dikarenakan mineral ini memperlihatkan
bidang batas yang jelas hingga agak jelas, pada pengamatan indeks bias Nm >
Nbk, karena dengan menggunakan metode illumnasi miring, warna mineral masih
terlihat oleh mata atau mineral masih nampak meskipun illuminator di tutup
sebagian oleh kertas putih, ukuran mineral 0.16 mm yang merupakan hasil kali
nilai pinggir dan bukaan diafragma (0,02 mm). pecahan rata, dengan belahan satu
arah, sudut gelapan 14° dengan yaitu jenis gelapan miring, pada mineral ini
terdapat inklusi dengan bentuk euhedral – subhedral, dengan ukuran 0,002 mm.
Mineral kedua yang diidentifikasi yaitu mineral olivin, mineral ini
memiliki ciri fisik, warna absorsi tinggi karena warna mineral lebih terang
disbanding lainnya, pleokrisme dwikroik dikarenakan saat mineral diputar 90°
mineral ini menampilkan dua kali perubahan warna, warna interferensi kuning
keunguan, intensitas tinggi, nilai intensitas selalu berbanding lurus dengan warna
absorsi, bentuk euhedreal-subhedral, dikarenakan mineral ini memperlihatkan
bidang batas yang jelas hingga agak jelas, pada pengamatan indeks bias Nm >
Nbk, karena dengan menggunakan metode illuminasi miring, warna mineral
masih terlihat oleh mata atau mineral masih nampak meskipun illuminator di
tutup sebagian oleh kertas putih, ukuran mineral 0.022 mm yang merupakan hasil
kali nilai pinggir dan bukaan diafragma (0,02 mm). pecahan tidak rata, belahan
ada satu arah, sudut gelapan 63° dengan yaitu jenis gelapan sejajar.
Mineral ketiga yang diidentifikasi yaitu mineral biotit, mineral ini
memiliki ciri fisik, warna absorsi tinggi karena warna mineral lebih terang
dibandingkan lainnya, pleokrisme dwikroik dikarenakan saat mineral diputar 90°
mineral ini menampilkan dua kali perubahan warna, warna interferensi abu-abu,
intensitas tinggi dimana nilai intensitas selalu berbanding lurus dengan warna
absorsi, bentuk subhedral-anhedral, dikarenakan mineral ini memperlihatkan
bidang batas yang agak jelas hingga tidak jelas, pada pengamatan indeks bias Nm
> Nbk, karena dengan menggunakan metode illumnasi miring, warna mineral
masih terlihat oleh mata atau mineral masih nampak meskipun illuminator di
tutup sebagian oleh kertas putih, ukuran mineral 0,04 mm yang merupakan hasil
kali nilai pinggir dan bukaan diafragma (0,02 mm). pecahan rata, dengan belahan
satu arah, sudut gelapan 24° dengan yaitu jenis gelapan miring, pada mineral ini
terdapat inklusi dengan bentuk euhedral – subhedral, dengan ukuran 0,006 mm.
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik masing-masing mineral penyusun batuan dapat diaamati dan
dibedakan antara satu dengan lainnya dengan melakukan pengamatan
nikol silang maupun nikol sejajar.
2. Peraga pertama memperlihatkan kenampakan tekstur kristalinitas
holokristalin, granulanitas faneritik, bentuk euhedral – subhedral, relasi
inequigranular,struktur massive, komposisi mineral kuarsa (21,667%),
plagioklas (50%), biotit(19,33%) dan massa dasar(9%), dengan nama
batuan Granodiorit. Sampel kedua memperlihatkan kenampakan tekstur
kristalinitas Hipokristalin, granulanitas Porfiritik, bentuk euhedral –
subhedral, relasi inequigranular, struktur massive, komposisi mineral
plagioklas (23,333%), olivine (7,667%%), biotit (13,33%), sanidin (5%)
dan massa dasar (44,33%) dengan nama batuan Porfiri gabro.
3. Kandungan mineral pada masing masing sampel pengamatan dapat
mendeskripsikan jenis batuan beku apakah termasuk asam, intermedit,
basa ataupun ultrabasa. Sampel pertama mengidentifikasikan bahwa
batuan termasuk jenis batuan beku intermedit dan sampel kedua termasuk
jenis batuan intermedit.
4.2 SARAN
Disarankan agar praktikan disediakan penuntun praktikum untuk
memudahkan dalam melaksanakakan pengamatan di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Chaerul Muh. 2014. Petrografi . Universitas Halu Oleo. KendariMackenzeie. S. W dan Guilford. C. Atlas of Rock-Forming Minerals in Thin
Section. ELBS http://alexander-simatupang.blogspot.co.id/2014/04/laporan-petrografi-i.html
(diakses pada tanggal 19 oktober 2015 pukul 10.00 WITA).