acara 2 selai_rev.docx

30
ACARA II PEMBUATAN SELAI BUAH A. TUJUAN Pada praktikum Acara II. Pembuatan Selai Buah bertujuan untuk: 1. Mengetahui proses pembuatan selai buah. 2. Mengukur pengaruh tingkat kematangan buah dan gula terhadap kualitas selai buah. B. TINJAUAN PUSTAKA Pengawetan secara kimia dapat dilakukan dengan penggunaan bahan tambahan makanan. Bahan kimia yang digunakan dalam pengawetan pangan harus dipilih yang tidak berbahaya bagi tubuh manusia serta mampu mencegah berbagai tipe pembusukan pada umumnya. Sistem pengawetan yang paling banyak dilakukan karena dianggap yang paling murah dan mudah salah satunya dengan larutan gula, misalnya di dalam pembuatan kue-kue, wajit, dodol, manisan dan lainnya. Penggunaan gula atau garam dengan konsentrasi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi enzimatis, seperti dalam pembuatan jeli dan dendeng (Effendi, 2009). Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah padat dibuat dari campuran 45 bagian berat

Transcript of acara 2 selai_rev.docx

Page 1: acara 2 selai_rev.docx

ACARA II

PEMBUATAN SELAI BUAH

A. TUJUAN

Pada praktikum Acara II. Pembuatan Selai Buah bertujuan

untuk:

1. Mengetahui proses pembuatan selai buah.

2. Mengukur pengaruh tingkat kematangan buah dan gula

terhadap kualitas selai buah.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Pengawetan secara kimia dapat dilakukan dengan

penggunaan bahan tambahan makanan. Bahan kimia yang

digunakan dalam pengawetan pangan harus dipilih yang tidak

berbahaya bagi tubuh manusia serta mampu mencegah

berbagai tipe pembusukan pada umumnya. Sistem

pengawetan yang paling banyak dilakukan karena dianggap

yang paling murah dan mudah salah satunya dengan larutan

gula, misalnya di dalam pembuatan kue-kue, wajit, dodol,

manisan dan lainnya. Penggunaan gula atau garam dengan

konsentrasi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme dan reaksi enzimatis, seperti dalam

pembuatan jeli dan dendeng (Effendi, 2009).

Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah

padat dibuat dari campuran 45 bagian berat buah dan 55

bagian berat gula dengan komponen asam pH 3,10 - 3,46

pektin 0,75% - 1,5% dan kadar gula 60% - 65%. Selai disukai

banyak orang karena rasanya yang manis dan dapat

dikonsumsi oleh semua golongan umur. Pembuatan selai

dapat di ambil dari buah dan kulit buah yang memiliki pektin.

Kadar pektin 1% sudah dapat membentuk gel dengan

Hardhani, 12/01/13,
2
Hardhani, 01/12/13,
Ganti tipusnya, ini lebih ke pengawetan kalo mau ambil gula sebagai pengawet boleh tapi lebih ke gulanya, spt mekanisme/proses pengawetan dari gula.
Hardhani, 12/01/13,
mengetahui
Page 2: acara 2 selai_rev.docx

kekerasan yang cukup baik. Pektin merupakan salah satu

bahan pembentuk gel untuk memodifikasi tekstur selai agar

dapat diperoleh rasa cicip (mouth feel) yang baik. Pektin

berasal dari perubahan protopektin selama pemasakan kulit

buah. Pektin merupakan senyawa polisakarida yang berfungsi

sebagai bahan pengental (Setyaningsih dkk, 2009).

Pengawetan buah dapat dilakukan dengan persiapan

buah dan gula yang dikalengkan atau ditutup untuk waktu

yang lama. Selai merupakan produk yang dibuat dari seluruh

baguan buah yang dipotong dan diblender. Buah kemudian

dipanaskan dengan air dan gula untuk mengaktifkan pektin

dalam buah. Campuran kemudian diletakkan pada wadah.

Persiapan pengawetan buah juga menambahkan pektin alami

atau buatan sebagai agen pengejel walaupun telah

menggunakan gula dan madu. Penggunaan pektin buatan

sering dilakukan karena buah nanas memiliki pektin alami

yang rendah sehingga mempengaruhi sifat tekstur akhir selai

(Sucharitha dkk, 2012).

Asam organik pada buah nanas matang meliputi asam

sitrat, asam malat, asam askorbat dan asam dehidroaskorbat.

Pada buah nanas yang telah matang memiliki kadar total

asam askorbat yang rendah pada bagian yang dapat dimakan

(sari dan ampas buah). Tingkat asam askorbat lebih tinggi

pada bagian kulit buah karena mendukung sifat fungsi

antioksidan. Kandungan asam bebas meningkat dari bagian

bawah ke bagian atas buah dan meningkat dari bagian tengah

ke bagian luar buah. Kandungan tinggi galaktosa

menunjukkan adanya rhamnose yang mengarah pada

tingginya kandungan polisakarida pektin. Pektin ini

memungkinan tingginya kuantitas percabangan dengan

Page 3: acara 2 selai_rev.docx

arabinogalaktan netral dan arabinoxilan (Cordenunsi dkk,

2010).

Serat makanan terutama terdiri atas selulosa serta

terdapat senyawa lain diantaranya pektin. Pada dinding sel,

pektin terdapat dalam jumlah yang lebih kecil bila

dibandingkan dengan zat-zat penyusun lainnya. Selain

terdapat pada dinding sel, pektin juga terdapat pada semua

lapisan intraseluler. Pektin memiliki kemampuan membentuk

gel dan ion-ion, juga dapat menurunkan absorbsi kolesterol

(Poedjiadi dan Supriyanti, 2009).

Antartingkat kematangan nenas tidak memberikan

perbedaan nilai. Tetapi dari segi warna dan rasa selai,

ternyata berpengaruh nyata dari tingkat kematangan. Nenas

pada tingkat kematangan >breaker-25% matang,

menghasilkan selai dengan warna dan rasa yang disukai

panelis. Pemakaian gula yang terlalu banyak menjadikan selai

bertekstur keras dan sebaliknya bila digunakan gula kurang

dari yang seharusnya, selainya akan lembek. Pemberian gula

yang dicampurkan pada awal proses, menghasilkan selai yang

lembek dengan kadar air yang lebih tinggi. Makin tinggi kadar

pektin yang ditambahkan, makin tinggi rendemen selai tetapi

juga makin tinggi kadar airnya. Hal ini terjadi karena makin

banyak pektin dalam adonan maka makin banyak pula air

yang diikat oleh pektin saat membentuk gel, sehingga

rendemen dan kadar air selai yang terbentuk makin banyak

pula. Bila kadar pektin dinaikkan lebih dari 1% maka

konsistensi selai menjadi rapuh karena menjadi keras, hilang

daya olesnya dan warna menjadi gelap. Untuk pembuatan

selai nenas, buah dapat dipanen pada kematangan >breaker-

25% matang. Saat dibuat jam dengan penambahan 65% gula

Page 4: acara 2 selai_rev.docx

dan 2% asam sitrat. Pemasakan selai dapat dipercepat

dengan pencampuran gula dan pectin pada saat 20% air

adonan telah diuapkan (Sabari dkk, 2006).

Pada buah mentah mempunyai kadar vitamin C yang

lebih banyak dibandingkan buah matang, semakin tua buah,

kadar vitamin C semakin berkurang. Nilai pH pada buah nanas

berbanding terbalik dengan kadar vitamin C. Pada buah nanas

hijau penuh memiliki pH terendah sebaliknya pada buah

nanas kuning penuh memiliki pH yang tertinggi. Kadar gula

terendah terdapat pada buah nanas hijau penuh, sedangkan

kadar gula tertinggi ditunjukan pada buah nanas kuning

penuh. Pada saat pematangan buah terjadinya penurunan

kadar senyawa-senyawa fenolik yang menyebabkan

berkurangnya rasa sepat dan penurunan asam organik serta

kenaikan zat-zat volatil yang memberi rasa dan aroma khas

pada buah. Kadar gula dalam daging buah berubah dari 1-2 %

ketika masih hijau dan menjadi 15-20 % pada saat matang,

dan kadar gula terlarut meningkat dari 1 menjadi 20 %.

Komponen pembentuk aroma pada buahbuahan adalah

senyawa-senyawa ester yang bersifat mudah menguap

(volatile). Proses timbulnya aroma pada bahan yang berbeda

tidak sama. Pada buah-buahan, produksi senyawa aroma

meningkat ketika mendekati masa klimakterik (Syahrumsyah

dkk, 2010).

Pada umumnya senyawa-senyawa pektin dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok senyawa, yaitu asam

pektat, asam pektinat (disebut pektin jika lebih dari 50%

gugus karboksil terdapat metil ester) dan protopektin. Asam

pektinat mempunyai sifat terdispersi dalam air dan dapat

membentuk garam yang disebut garam pektinat. Dalam

Page 5: acara 2 selai_rev.docx

bentuk garam inilah pektin tersebut berfungsi dalam

pembuatan jeli dengan gula dan asam. Kandungan pektin di

dalam buah sangat bervariasi dan tergantung pada derajat

pematangan buah. Kekuatan pembentukan gel suatu senyawa

akan lebih tinggi bila residu asam galakturonatnya dalam

molekul juga lebih besar. Selama proses pematangan terjadi

proses demetilasi pektin dan hal ini menguntungkan untuk

tujuan pembuatan gel, tetapi jika demetilasi yang terlalu

lanjut atau sempurna akan menghasilkan asam pektat yang

tidak lagi mudah membentuk gel. Pektin dapat membentuk

gel dengan gula bila lebih dari 50% gugus karboksil telah

termetilasi, sedangkan untuk pembentukan gel yang baik

ester metil harus sebesar 8% dari berat pektin. Makin banyak

ester metil, makin tinggi suhu pembentukan gel. Misalnya

untuk pembentukan jam, dipergunakan pektin dengan derajat

metilasi 74. Pembentukan gel dari pektin dengan derajat

metilasi tinggi dipengaruhi juga oleh konsentrasi pektin,

prosentase gula dan pH. Makin besar konsentrasi pektin,

makin keras gel yang terbentuk. Gula yang ditambahkan tidak

boleh lebih dari 65% agar terbentuknya kristal-kristal di

permukaan gel dapat dicegah. Makin rendah pH, gel makin

keras dan jumlah pektin yang diperlukan makin sedikit. pH

yang terlalu rendah akan menimbulkan sineresis, yaitu air

dalam gel akan keluar pada suhu kamar, sedangkan pH yang

terlalu tinggi juga akan menyebabkan gel pecah; pH yang baik

adalah 3,1-3,2 (Winarno, 2004).

Penambahan gula selain untuk memberikan rasa manis,

juga berfungsi dan terlibat dalam pengawetan. Apabila gula

ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang

tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut), maka sebagian

Page 6: acara 2 selai_rev.docx

air yang ada terikat oleh gula sehingga menjadi tidak tersedia

untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari

bahan pangan berkurang. Padahal mikroorganisme memiliki

kebutuhan aw minimum untuk pertumbuhannya. Kemampuan

gula untuk mengikat air itulah yang menyebabkan gula dapat

berfungsi sebagai pengawet. Jika penambahan gula pada

penambahan selai terlalu sedikit, buah-buahan tidak akan

matang sempurna dan akibatnya selai menjadi mudah

berfermentasi dan tidak tahan lama. Sebaliknya jika terlalu

banyak gula, selai akan menjadi terlalu kental dan

membentuk kristal. Faktor-faktor yang mempengaruhi

ketahanan selai dan produk-produk sejenisnya (jeli,

marmalade, dan lain-lain) terhadap mikroorganisme adalah:

1. Kadar gula yang tinggi sekitar 65-73% padatan terlarut.

2. pH rendah, sekitar 3,1-3,5 tergantung pada tipe pektin dan

konsentrasi.

3. aw, berkisar antara 0,75-0,83.

4. Suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105-

106oC), kecuali jika diuapkan secara vakum dan dikemas

pada suhu rendah.

5. Tegangan oksigen rendah selama penyimpanan (misalnya

jika diisikan ke dalam wadah-wadah hermetik dalam

keadaan panas).

Untuk memperoleh selai dengan aroma baik sebaiknya

digunakan buah dengan tingkat kematangan yang tinggi

(matang). Pengolahan selai buah dapat juga menggunakan

campuran buah setengah matang dengan buah yang benar-

benar matang. Buah setengah matang akan memberi pektin

dan asam yang cukup yang dapat memperbaiki konsistensi

selai yang dihasilkan, sedangkan buah yang matang penuh

Page 7: acara 2 selai_rev.docx

akan memberikan aroma yang diinginkan. Tingkat keasaman

buah juga penting karena asam akan menarik sari pektin dari

buah. Perpaduan gula, asam, dan pektin inilah yang karena

dipanaskan membentuk jalinan (matriks) sehingga jeli, selai,

dan produk olahan buah yang lain menjadi kental atau pekat

(Dwiari dkk, 2008).

Kecepatan pemasakan selai nanas mengikuti persamaan

reaksi kimia order satu. Peningkatan kecepatan konstan

terjadi pada variasi suhu pemasakan dan kecepatan

pengadukan, namun menurun pada variasi volume bahan

baku. Suhu pemasakan 100oC memiliki kecepatan pemasakan

yang paling tinggi, namun selai menjadi terbakar pada

permukaannya sehingga selai memiliki gelap dan flavor

karamel. Jadi, suhu rekomendasi untuk pemasakan selai

nanas adalah 90oC agar didapatkan selai dengan kecepatan

tinggi serta memiliki warna dan flavor yang diterima

konsumen (Yee dkk, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas reologi selai

antara lain adalah suhu dan viskositas, shear rate, komposisi

buah, gula, asam sitrat, pektin, pH dan waktu. Pada selai

buah, viskositas akan menurun dengan kenaikan suhu yang

berhubungan dengan waktu. Pada selai yang menganduung

gel seperti pektin sebagai agen pengental maka termasuk

fluida non-Newtonian sehingga permodelan shear rate dapat

dihitung. Komposisi buah berbeda-beda, kandungan yang

mempengaruhi pada pembuatan selai adalah gula, pektin dan

asam organik seperti asam sitrat. Pada produk yang memiliki

padatan terlarut tinggi dapat meningkatkan umur simpan.

Produk buah yang memiliki kandungan tinggi akan serat atau

pektin membutuhkan tambahan pektin yang sedikit. Buah

Page 8: acara 2 selai_rev.docx

dengan pektin tinggi akan susah ditangani karena protopektin

terkestrak. Gelasi pektin dipengaruhi oleh keasaman, subtansi

total padatan terlarut dan kandungan kalsium. Penggunaan

persentase gula yang tinggi sangat penting dikarenakan

potensi gula untuk rekristalisasi. Sukrosa refinasi telah

diketahui bagus sebagai tambahan pada selai karena memiliki

kecenderungan rekristalisasi yang rendah. Sukrosa sebagian

diinversi menjadi glukosa dan fruktosa pada proses ketika pH

rendah, hal ini yang mengurangi kecenderungan gula

membentuk kristal. Pektin dapat terdispersi pada sirup gula

berkonsentrasi tinggi ketika padatan terlarut kurang dari 30%

dan dapat dipercepat dengan pemanasan dan pengadukan.

Pada konsentrasi gula tinggi, pektin tidak terlarut sempurna.

Rasio viskositas hingga elastisitas pektin dipengaruhi oleh

derajat esterifikasi, pH dan tipe pektin. Pektin yang memiliki

derajat esterifikasi yang rendah akan terlarut dengan baik.

Peningkatan pH dan kekuatan ion dapat menurunkan

viskositas larutan pektin. pH campuran yang rendah akan

susah untuk ditangani. Shear stress selai nanas bergantung

pada shear rate, suhu dan waktu yang spesifik. Kematangan

buah menjadi penting, karena buah yang terlalu matang akan

kehilangan struktur dengan mudah selama perebusan dan

berkurang flavornya (Javanmard dan Endan, 2010).

Proses pemasakan yang menyebabkan terhidrolisisnya

sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa, sehingga pada

penentuan kadar gula dengan menggunakan

handrefraktometer kadar sukrosa menjadi turun. Hidrolisis

sukrosa merupakan reaksi inversi sukrosa menjadi gula

reduksi. Hasil penelitian laju inversi sukrosa dalam nira

menunjukan bahwa laju inversi sukrosa semakin besar pada

Page 9: acara 2 selai_rev.docx

kondisi pH rendah (pH 5) dan temperatur tinggi (90 oC),

kemudian berkurang pada kondisi pH tinggi (pH 7) dan

temperatur rendah (60 oC). Selama proses lewat masak,

pektin dapat terurai membentuk metil alkohol dan asam

pektat yang tidak larut (Saragih dkk, 2010).

Menurunnya kekentalan dimungkinkan karena hilangnya

pektin pada puree. Kekentalan jus serta konsentrat berkaitan

dengan kandungan pektin dan konsentrasi gula. Perubahan

warna selama proses dimungkinkan karena adanya reaksi

oksidasi kimiawi termasuk terjadinya degradasi karotenoid

dan reaksi pencoklatan enzimatis sehingga mengakibatkan

warna menjadi lebih gelap (Dewandari dkk, 2009).

Warna merupakan salah satu atribut kualitas yang

penting pada produk makanan. Warna merupakan bagian dari

tampilan keseluruhan yang dikenali secara visual dan

mempengaruhi penilaian terhadap sifat permukaan dan di

dalamnya. Dari sudut pandang konsumen, warna dan flalvor

berhubungan walau kedua atribut kualitas ini tidak sama.

Warna dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

penanganan, transportasi, proses, penyimpanan, pengemasan

dan lainnya. Warna beberapa buah dan sayuran bervariasi

dari kuning hingga orange atau kemerahan hingga orange.

Pigmen yang menyebabkan warna menarik adalah karotenoid.

Warna merah atau kuning buah dan sayuran disebabkan oleh

adanya berbagai pigmen seperti β-karoten, ζ-karoten,

criptoxantin, criotoxantin monoepoksi, likopen dan

percampuran pigmen. Antosianin merupakan pigmen alami

penting lainnya yang menyebabkan warna orange, merah dan

warna biru bunga, buah dan sayuran (Ahmed dan

Ramaswamy, 2006).

Hardhani, 01/12/13,
Pada apa
Page 10: acara 2 selai_rev.docx

Nanas

Dicuci

Dikupas dan dipotong

Ditimbang

Diblender

Gula

Dimasak hingga mengental

Selai

Untuk mendapatkan sumber pektin digunakan buah yang

tua tapi belum masak, sedangkan untuk mendapatkan cita

rasa (aroma dan rasa buah) dipakai buah yang sudah masak.

karena dikehendaki dua-duanya (pektin dan cita rasa), maka

untuk membuat selai dan jelly yang baik digunakan campuran

buah yang sudah tua (tapi belum masak) dan buah yang

sudah masak dengan perbandingan yang sama. Formula yang

digunakan sebaiknya mempunyai perbandingan buah:gula =

45:55. Kecukupan pemasakan diuji dengan cara mengambil

selai dengan sendok dan jatuhkan dari atas wajan, jika

jatuhnya terputus-putus atau tidak mengucur, maka selai

dianggap sudah masak (Koswara, 2010).

C. METODOLOGI

1. Alat

a. Timbangan

b. Baskom

c. Pisau

d. Blender

e. Saringan

f. Kompor

g. Wajan

h.

2. Bahan

a. Nanas mengkal dan matang

b. Gula

3. Cara Kerja

Hardhani, 12/01/13,
h-ya apa?
Page 11: acara 2 selai_rev.docx

Gambar 2.1 Proses Pembuatan Selai Buah

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2.1 Hasil Uji Kesukaan Selai NanasKel Samp

elParameter

Warna Aroma

Rasa Daya Oles

Overall

123456

416342516211363172

2,85b

2,65b

3,50c

1,30a

4,55d

2,35b

3,00b

2,55ab

3,15b

2,20a

3,80c

2,70ab

3,65b

2,60a

4,20b

2,10a

3,95b

2,50a

3,60b

1,60a

3,45b

1,25a

4,10b

1,45a

2,95c

2,40b

3,55d

1,65a

4,05d

2,30b

Sumber: Laporan Sementara

Keterangan: Angka dengan notasi sama di baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 5%

Pada praktikum pembuatan selai buah menggunakan

bahan dasar buah nanas. Perbedaan perlakuan yang

digunakan adalah tingkat kematangan (nanas mengkal dan

matang) dan jumlah gula (50% dan 100%). Terdapat 6 sampel

yaitu sampel 416 (100% nanas matang+50% gula), sampel

342 (100% nanas matang+100% gula), sampel 516 (50%

nanas matang+50% nanas mengkal+50% gula), sampel 211

(50% nanas matang+50% nanas mengkal+100% gula),

sampel 363 (100% nanas mengkal+50% gula) dan sampel

172 (100% nanas mengkal+100% gula).

Proses pembuatan selai nanas dilakukan dengan mencuci

buah nanas kemudian dikupas hingga bersih. Selanjutnya,

Hardhani, 12/01/13,
KeternganKode = apa+apa+apa
Hardhani, 12/01/13,
Tidak usah
Page 12: acara 2 selai_rev.docx

dipotong menjadi beberapa bagian dan diblender. Setelah

didapatkan bubur buah, kemudian ditambah gula dan

dimasak serta diaduk hingga mengental. Pada akhir

pemanasan dilakukan uji kecukupan panas dengan spoon

test, yaitu dengan mengambil selai dengan sendok dan

jatuhkan dari atas wajan, jika jatuhnya terputus-putus atau

tidak mengucur, maka selai dianggap sudah masak (Koswara,

2010).

Pada pembuatan selai ada empat komponen yang

mempengaruhi kualitas selai, yaitu sari buah, pektin, asam

dan gula. Sari buah berperan dalam pembentukan cita rasa

pada selai. Pektin berperan dalam pembentukan gel dengan

gula dan asam. Semakin besar konsentrasi pektin maka gel

yang terbentuk semakin keras. Kualitas pembentukan gel oleh

pektin dipengaruhi oleh kualitas pektin, jumlah gula, pH dan

pemanasan. Tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai

adalah auntuk memperoleh tekstur, penampakan, rasa dan

flavour yang ideal serta sebagai pengawet. Dalam

pembentukan tekstur, gula berperan dalam proses dehidrasi

yang membuat ikatan hidrogen pada pektin menjadi lebih

kuat dan membentuk jaringan polisakarida, yaitu kompleks

dimana air terperangkap dalam jaringan tersebut. Kekurangan

gula akan membentuk gel yang kurang kuat pada semua

tingkat keasaman sehingga membutuhkan lebih banyak asam

untuk menguatkan strukturnya. Penambahan gula juga akan

mempengaruhi keseimbangan air dan pektin yang ada. Buah

yang kandunagan pektinnya rendah seperti nanas, maka

penambahan gula sebaiknya lebih sedikit daripada bagian

buahnya. Kandungan gula yang ideal pada produk selai

berkisar 60%-65%.

Page 13: acara 2 selai_rev.docx

Penambahan asam akan mempengaruhi proses

pengejelan pektin. Pembentukan gel hanya mungkin terjadi

pada pH kurang <3,5. pH optimum yang dikehendaki dalam

pembuatan jam berkisar 3,10 – 3,46. Penambahan asam

bertujuan menurunkan pH dan menghindari terjadinya

pengkristalan gula. Jumlah asam yang ditambahkan

tergantung dari keasaman buah dan pH akhir jam yang

diinginkan. Semakin rendah nilai pH ketegaran gel yang

terbentuk semakin meningkat sehingga teksturnya akan

semakin kuat. Namun, Nilai pH yang terlalu rendah

menyebabkan terjadi sineresis yakni keluarnya air dari gel

sehingga kekentalan jam akan berkurang bahkan sama sekali

tidak terbentuk gel. Sedangkan pH yang terlalu tinggi akan

menyebabkan gel pecah (lunak).

Selain empat komponen di atas, cara pemasakan juga

mempengaruhi kualitas selai seperti waktu, suhu dan cara

pengadukan. Pemanasan yang berlebihan akan menyebabkan

perubahan yang merusak kemampuan membentuk gel

terutama pada buah yang sangat asam. Waktu pemanasan

yang terlalu lama menyebabkan jam keras dan kental.

Sebaliknya, waktu pemanasan yang kurang akan

menghasilkan jam yang encer. Suhu yang terlalu tinggi akan

membuat selai menjadi kristal atau bahkan gosong.

Sedangkan jika terlalu rendah akan membuat bahan lembek.

Pengadukan yang terlalu cepat akan menimbulkan gelembung

udara yang akan merusak tekstur dan penampakan produk

akhir (Winarno, 2004).

Buah yang matang memiliki rasa, aroma dan warna yang

kuat, namun hanya sedikit mengandung pektin sehingga jika

diolah menjadi selai kurang maka disukai teksturnya.

Page 14: acara 2 selai_rev.docx

Sedangkan buah yang mentah memiliki kandungan pektin

yang banyak, namun rasa dan warna yang dimiliki tidak kuat.

Maka dalam pembuatan selai dilakukan pencampuran buah

matang dan mentah agar didapatkan selai yang disukai

konsumen baik dari segi rasa, aroma, warna dan tekstur.

Penambahan gula pada pengolahan selai yang terlalu banyak

dapat menyebabkan pengkristalan karena tidak seimbang

dengan kandungan pektin sehingga proses pengejelan selai

tidak optimal dan tekstur selai menjadi keras. Sedangkan jika

terlalu sedikit maka tekstur akan menjadi lembek dan fungsi

pengawetan gula tidak optimal.

Uji organoleptis selai nanas yang digunakan adalah uji

kesukaan scoring dengan parameter uji warna, aroma, rasa,

daya oles dan overall. Uji dilakukan dengan menggunakan

sebanyak 20 orang panelis. Hasil uji organoleptik dapat dilihat

pada tabel 2.1.

1. Warna

Pada parameter warna, sampel 211 berbeda nyata

dengan seluruh sampel lain. Sampel 416, 432 dan 172

tidak berbeda nyata namun berbeda nyata dengan sampel

211, 516 dan 363. Sampel 516 berbeda nyata dengan

seluruh sampel lainnya. Sampel 363 berbeda nyata dengan

sampel lainnya. Sampel 363 (100% nanas mengkal+50%

gula) adalah sampel yang paling disukai dan sampel 211

(50% nanas matang+50% nanas mengkal+100% gula)

adalah sampel yang paling tidak disukai. Sampel 416, 516

dan 363 berada pada subset yang berbeda, maka tingkat

kematangan nanas pada konsentrasi gula 50% memberi

beda nyata pada warna selai. Sampel 342 dan 172 berada

dalam satu subset namun berbeda subset dengan sampel

Hardhani, 01/12/13,
Tidak usah dipoin per parameter langsung paragraf saja.
Hardhani, 01/12/13,
Tidak usah
Page 15: acara 2 selai_rev.docx

211, maka tingkat kematangan nanas pada konsentrasi

gula 100% memberi beda nyata pada warna selai. Sampel

416 dan 342 berada pada subset yang sama, maka

perbedaan jumlah gula pada selai dari nanas matang tidak

memberi beda nyata pada warna selai. Sampel 516 dan

211 berada pada subset yang berbeda, maka perbedaan

jumlah gula pada selai dari nanas matang dan nanas

mengkal memberi beda nyata pada warna selai. Sampel

363 dan 172 berada pada subset yang berbeda, maka

perbedaan jumlah gula pada selai dari nanas mengkal

memberi beda nyata pada warna selai.

Warna selai nanas yang disukai konsumen adalah

yang sama dengan buah asalnya, yaitu kuning keemasan

dan tidak gelap. Secara teori, untuk mendapatkan warna

selai yang bagus maka dipakai buah yang sudah masak

(Koswara, 2010) karena pada saat pematangan buah akan

terjadi perubahan warna kulit yang tadinya hijau menjadi

kuning (Dwiari, 2008). Namun pada praktium, sampel 363

yang terbuat dari nanas mengkal mempunyai nilai

tertinggi. Hal tersebut dikarenakan proses pemasakan

yang kurang tepat sehingga terjadi perusakan warna selai.

Pemasakan yang berlebihan dapat menyebabkan

penguapan asam, pemecahan pektin, serta kerusakan cita

rasa dan warna (Sabari, 2006). Selain itu, warna yang tidak

sempurna ini disebabkan oleh proses pencampuran gula

yang dilakukan di awal. Gula tidak ditambahkan di awal

karena adanya pemanasan akan menyebabkan terjadinya

browning karena waktu pemasakan terlalu lama.

Seharusnya gula ditambahkan ke dalam puree dengan cara

bertahap setelah puree mendidih, tidak secara langsung

Page 16: acara 2 selai_rev.docx

dilakukan pencampuran di awal pemanasan (Winarno,

2004). Pemasakan menyangkut waktu pemasakan, suhu

pemasakan dan cara pengadukan.

Penambahan gula yang banyak dan pemanasan yang

terlalu lama juga menyebabkan terbentuknya kristal gula.

Kristal gula tersebut dapat menyebabkan warna selai

menjadi pucat bahkan terdapat bagian yang berwarna

putih karena terbentuk gula di permukaan. Kondisi

tersebut juga dapat menyebabkan reaksi karamelisasi

sehingga selai menjadi berwarna gelap.

Selain faktor pemanasan, perubahan warna selai juga

dipengaruhi reaksi pencoklatan enzimatis. Buah setelah

dikupas akan berubah warna menjadi coklat atau

kehitaman. Hal ini disebabkan oleh reaksi kimia dari asam

pada buah dengan udara yang dikenal dengan reaksi

pencoklatan (browning enzimatis) (Dwiari, 2008).

2. Aroma

Pada parameter aroma, sampel 211, 342 dan 172

tidak berbeda nyata namun berbeda nyata dengan sampel

416, 516 dan 363. Sampel 342, 172, 416 dan 516 tidak

berbeda nyata namun berbeda nyata dengan sampel 211

dan 363. Sampel 363 berbeda nyata dengan seluruh

sampel lainnya. Sampel 363 (100% nanas mengkal+50%

gula) adalah sampel yang paling disukai dan sampel 211

(50% nanas matang+50% nanas mengkal+100% gula)

adalah sampel yang paling tidak disukai. Sampel 416 dan

516 berada dalam satu subset namun berbeda subset

dengan sampel 363, maka tingkat kematangan nanas pada

konsentrasi gula 50% memberi beda nyata pada aroma

selai. Sampel 342 dan 172 berada dalam satu subset

Hardhani, 01/12/13,
Tidak perlu
Page 17: acara 2 selai_rev.docx

namun berbeda subset dengan sampel 211, maka tingkat

kematangan nanas pada konsentrasi gula 100% memberi

beda nyata pada aroma selai. Sampel 416 dan 342 berada

pada subset yang sama, maka perbedaan jumlah gula

pada selai dari nanas matang tidak memberi beda nyata

pada aroma selai. Sampel 516 dan 211 berada pada subset

yang berbeda, maka perbedaan jumlah gula pada selai dari

nanas matang dan nanas mengkal memberi beda nyata

pada aroma selai. Sampel 363 dan 172 berada pada subset

yang berbeda, maka perbedaan jumlah gula pada selai dari

nanas mengkal memberi beda nyata pada aroma selai.

Aroma selai yang disukai konsumen adalah aroma

yang sama dengan buah asalnya. Untuk mendapatkan

aroma dipakai buah yang sudah masak (Koswara, 2010).

Namun pada praktium, sampel 363 yang terbuat dari

nanas mengkal mempunyai nilai tertinggi. Hal tersebut

dikarenakan proses pemasakan dan komposisi gula yang

kurang tepat sehingga mengubah aroma selai. Komposisi

gula yang tidak seimbang dengan pemasakan berlebih

dapat menyebabkan aroma khas nanas bercampur dengan

aroma gula yang seperti gula pasir hampir menjadi aroma

karamel sehingga panelis tidak menyukainya atau.

3. Rasa

Pada parameter rasa, sampel 211, 342 dan 172 tidak

berbeda nyata namun berbeda nyata dengan sampel 416,

516 dan 363. Sampel 416, 363 dan 516 tidak berbeda

nyata namun berbeda nyata dengan sampel 211, 342 dan

172. Sampel 516 (50% nanas matang+50% nanas

mengkal+50% gula) adalah sampel yang paling disukai

dan sampel 211 (50% nanas matang+50% nanas

Hardhani, 01/12/13,
Penerimaan disukai kenpa malah panelis tidak menyukai. Ini belum selesai membahasnya ya?Kalo ga sesuai teori, nggak usah ditulis hal ini dikarenakan blablbabla tapi langsung sebut teori saja, kalo nanas mengkal seharusnya aromanya belum kuat dan pembahasan yg paling tidak disukai belum ditulis
Page 18: acara 2 selai_rev.docx

mengkal+100% gula) adalah sampel yang paling tidak

disukai. Sampel 416, 516 dan 363 berada dalam satu

subset, maka tingkat kematangan nanas pada konsentrasi

gula 50% tidak memberi beda nyata pada rasa selai.

Sampel 342, 172 dan 211 berada dalam satu subset, maka

tingkat kematangan nanas pada konsentrasi gula 100%

tidak memberi beda nyata pada rasa selai. Sampel 416 dan

342 berada pada subset yang berbeda, maka perbedaan

jumlah gula pada selai dari nanas matang memberi beda

nyata pada rasa selai. Sampel 516 dan 211 berada pada

subset yang berbeda, maka perbedaan jumlah gula pada

selai dari nanas matang dan nanas mengkal memberi beda

nyata pada rasa selai. Sampel 363 dan 172 berada pada

subset yang berbeda, maka perbedaan jumlah gula pada

selai dari nanas mengkal memberi beda nyata pada rasa

selai.

Rasa selai yang disukai konsumen adalah rasa selai

yang manis dan khas rasa buah asalnya. Untuk

mendapatkan rasa buah dipakai buah yang sudah masak

(Koswara, 2010). Namun pada praktium, sampel 516 yang

terbuat dari nanas mengkal dan nanas matang mempunyai

nilai tertinggi. Hal tersebut dikarenakan proses pemasakan

yang kurang tepat sehingga terjadi perubahan rasa selai.

Penambahan gula yang berlebih juga dapat mempengaruhi

rasa selai karena kristal yang terbentuk lebih mengarah

pada rasa gula pasir atau karamel dibanding rasa selai.

4. Daya Oles

Pada parameter daya oles, sampel 211, 342 dan 172

tidak berbeda nyata namun berbeda nyata dengan sampel

416, 516 dan 363. Sampel 416, 363 dan 516 tidak berbeda

Hardhani, 01/12/13,
Tidak perlu
Hardhani, 12/01/13,
Bahas seperti poin di warna
Page 19: acara 2 selai_rev.docx

nyata namun berbeda nyata dengan sampel 211, 342 dan

172. Sampel 363 (100% nanas mengkal+50% gula) adalah

sampel yang paling disukai dan sampel 211 (50% nanas

matang+50% nanas mengkal+100% gula) adalah sampel

yang paling tidak disukai. Sampel 416, 516 dan 363 berada

dalam satu subset, maka tingkat kematangan nanas pada

konsentrasi gula 50% tidak memberi beda nyata pada daya

oles selai. Sampel 342, 172 dan 211 berada dalam satu

subset, maka tingkat kematangan nanas pada konsentrasi

gula 100% tidak memberi beda nyata pada daya oles selai.

Sampel 416 dan 342 berada pada subset yang berbeda,

maka perbedaan jumlah gula pada selai dari nanas matang

memberi beda nyata pada daya oles selai. Sampel 516 dan

211 berada pada subset yang berbeda, maka perbedaan

jumlah gula pada selai dari nanas matang dan nanas

mengkal memberi beda nyata pada daya oles selai. Sampel

363 dan 172 berada pada subset yang berbeda, maka

perbedaan jumlah gula pada selai dari nanas mengkal

memberi beda nyata pada daya oles selai.

Untuk mendapatkan sumber pektin digunakan buah

yang tua tapi belum masak. Pektin ialah senyawa

karbohidrat yang berguna untuk membentuk gel (bentuk

seperti bubur sangat kental) jika bereaksi dengan gula dan

asam (Koswara, 2010). Dengan pektin yang sesuai maka

akan didapat selai dengan tektur yang disukai konsumen,

yaitu konsisten, lembut, tidak mengalami sineresis dan

krisralisasi (Dwiari, 2008). Selai yang lembut akan mudah

menempel pada roti sehingga mudah dioleskan, sedangkan

selai yang keras tidak mudah mengoles dan menempelnya

pada roti. Pada praktium, sampel 363 yang terbuat dari

Page 20: acara 2 selai_rev.docx

nanas mengkal mempunyai nilai tertinggi. Hal tersebut

telah sesuai dengan teori. Sedangkan penambahan gula

berlebih dan pemanasan yang kurang tepat dapat

menyebabkan kristalisasi dan karamelisasi yang tidak

diinginkan konsumen karena selai yang dihasilkan menjadi

keras dan daya olehnya rendah.

Pektin dapat membentuk gel dengan gula apabila

lebih dari 5% gugus karboksil telah termetilasi (derajat

metilasi 50%). Semakin besar konsentrasi pektin maka gel

yang terbentuk semakin keras. Konsentrasi 1% telah

menghasilkan kekerasan yang cukup baik. Selain pektin,

gula juga berperan dalam proses dehidrasi yang membuat

ikatan hidrogen pada pektin menjadi lebih kuat dan

membentuk jaringan polisakarida, yaitu kompleks dimana

air terperangkap dalam jaringan tersebut. Kekurangan gula

akan membentuk gel yang kurang kuat pada semua

tingkat keasaman sehingga membutuhkan lebih banyak

asam untuk menguatkan strukturnya. Pemasakan yang

berlebih menyebabkan penguapan asam dan pemecahan

pektin maka selai yang dihasilkan akan memiliki tekstur

keras karena pektin dan asam yang digunakan sebagai

agen pengejelnya telah rusak.

5. Overall

Pada parameter overall, sampel 211 berbeda nyata

dengan seluruh sampel lain. Sampel 432 dan 172 tidak

berbeda nyata namun berbeda nyata dengan sampel 211,

416, 516 dan 363. Sampel 416 berbeda nyata dengan

seluruh sampel lainnya. Sampel 516 dan 363 tidak berbeda

nyata namun berbeda nyata dengan sampel 211, 172, 342

dan 416. Sampel 363 (100% nanas mengkal+50% gula)

Hardhani, 01/12/13,
Tidak usah
Hardhani, 01/12/13,
Ini juga langsung masukan dalam pembahasan sampel terbaik/terburuk
Hardhani, 01/12/13,
Teori mana? Lebih enak kalo sebutkan sampel-nya dulu baru teorinya biar ga rancu paragrafnya.yang terburuk juga ditulis dan bahas
Page 21: acara 2 selai_rev.docx

adalah sampel yang paling disukai dan sampel 211 (50%

nanas matang+50% nanas mengkal+100% gula) adalah

sampel yang paling tidak disukai. Sampel 516 dan 363

berada pada subset yang sama namun berbeda dengan

sampel 416, maka tingkat kematangan nanas pada

konsentrasi gula 50% memberi beda nyata pada overall

selai. Sampel 342 dan 172 berada dalam satu subset

namun berbeda subset dengan sampel 211, maka tingkat

kematangan nanas pada konsentrasi gula 100% memberi

beda nyata pada overall selai. Sampel 416 dan 342 berada

pada subset yang berbeda, maka perbedaan jumlah gula

pada selai dari nanas matang memberi beda nyata pada

overall selai. Sampel 516 dan 211 berada pada subset

yang berbeda, maka perbedaan jumlah gula pada selai dari

nanas matang dan nanas mengkal memberi beda nyata

pada overall selai. Sampel 363 dan 172 berada pada

subset yang berbeda, maka perbedaan jumlah gula pada

selai dari nanas mengkal memberi beda nyata pada overall

selai.

Selai yang bermutu baik mempunyai ciri-ciri tertentu,

yakni konsisten, warna cemerlang, distribusi buah merata,

tekstur lembut, flavor buah alami, tidak mengalami

sineresis (keluarnya air dari gel) dan kristalisasi selama

penyimpanan (Dwiari, 2008). Untuk membuat selai yang

baik digunakan campuran buah yang sudah tua (tapi

belum masak) dan buah yang sudah masak dengan

perbandingan yang sama (Koswara, 2010). Namun pada

praktium, sampel 363 yang terbuat dari nanas mengkal

mempunyai nilai tertinggi. Hal tersebut dikarenakan proses

Page 22: acara 2 selai_rev.docx

pemasakan yang kurang tepat sehingga terjadi perusakan

kualias selai.

E. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Acara II.

Pembuatan Selai Buah adalah sebagai berikut:

1. Tahapan proses pembuatan selai buah adalah pencucian

buah, pengupasan buah, penblenderan buah,

penimbangan bubur buah, penambahan gula dan

pemasakan hingga mengental.

2. Tingkat kematangan buah berpengaruh nyata pada

parameter warna, aroma dan overall.

3. Jumlah gula berpengaruh nyata pada parameter rasa dan

daya oles.

Hardhani, 01/12/13,
Gula berpengaruh thd warna dan daya oles,Warna karena .....Daya oles karena..Tambahkan poin faktor penentu kualitas selai lalu perlakuan terbaik+terburuk masing2 parameter
Hardhani, 01/12/13,
Ini sesuaikan teori saja, tingkat kematangan buah berpengaruh thd daya oles selai, krn nanas x mengandung x yg lebih besar drpd nanas x
Hardhani, 01/12/13,
Hilangkan,Overall lihat dari semua parameter sebelum overall, kalo satu sampel unggul di beberapa parameter biasanya overall bagus. Misal sampel 363 merupakan sampel dgn penerimaan overall terbaik karena dari parameter apa, apa, apa, dia memiliki penerimaan tertinggi oleh panelis
Page 23: acara 2 selai_rev.docx

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed J. dan Ramaswamy H.S. 2006. Changes in Colour During High Pressure Processing of Fruits and Vegetables. Stewart Postharvest Review, 5:9.

Cordenunsi, B., Saura-Calixto, F., Diaz-Rubio, M.E., Zuleta, A., Tiné, M.A, Buckeridge, M.S., Silva, G.B., Carpio, C., Giuntini, E.B., Menezes, E.W. dan Lajolo, F. 2010. Carbohydrate Composition of Ripe Pineapple (cv. perola) and the Glycemic Response in Humans. Ciênc. Tecnol. Aliment., Campinas, 30(1): 282-288, jan-mar.

Dewandari, K.T., Mulyawanti, I. dan Amiarsi, D. 2009. Pembekuan Cepat Puree Mangga Arumanis dan Karakteristiknya Selama Penyimpanan. J.Pascapanen 6(1) 2009: 27-33.

Dwiari, S.R., Asadayanti, D.D., Nurhayati, Sofyaningsih, M., Yudhanti, S.F.A.R. dan Yoga, I.B.K.W. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Effendi, S. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.

Javanmard, M. dan Endan, J. 2010. A Survey on Rheological Properties of Fruit Jams. International Journal of Chemical Engineering and Applications, Vol. 1, No. 1, June, ISSN: 2010-0221.

Koswara, Sutrisno. 2010. Tekno Pangan dan Agroindustri. IPB. Bogor.

Poedjiadi, A. dan Supriyanti, F.M.T. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Sabari, S.D., Suyanti dan Sunarmani. 2006. Tingkat Kematangan Panen Buah Nenas Sampit untuk Konsumsi Segar dan Jam. J. Hort. 6(3): -5, 2006.

Saragih, B., Karyati, I. dan Sumarna, D. 2010. Pengaruh Pewarna Ekstrak Cair Alami Bawang Tiwai (Eleutherine americana Merr) terhadap Mutu Selai Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca Linn). Jurnal Teknologi Pertanian,6(2):55-59 ISSN1858-2419.

Setyaningsih E., Purwani, E. dan Sarbini, D. 2009. Perbedaan Kadar Kalsium, Albumin dan Daya Terima pada Selai Cakar Ayam dan Kulit Pisang dengan Variasi Perbandingan Kulit Pisang Yang Berbeda. Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 2, No. 1, Juni 2009 Hal 27-37.

Sucharitha, K.V., Beulah, A.M. dan Sahitya, C. 2012. Development and Standardization of Ber-Pineapple Jam. International Journal of Food, Agriculture and Veterinary

Hardhani, 12/01/13,
RapikanSpasi 1 before 0 after 6
Page 24: acara 2 selai_rev.docx

Sciences ISSN: 2277-209X, Vol. 2 (3) September-December, pp.126-130/Sucharitha et al.

Syahrumsyah, H., Murdianto, W. dan Pramanti, N. 2010. Pengaruh Penambahan Karboksi Metil Selulosa (CMC) dan Tingkat Kematangan Buah Nanas (Ananas comosus (L) Merr.) terhadap Mutu Selai Nanas. Jurnal Teknologi Pertanian 6(1) : 34-40 ISSN1858-2419.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yee, P.M., Shamsudin, R., Hamzah, A. dan Endan, J. 2011. Kinetic Studies on Cooking of Pineapple Bakery Jam. American Journal of Food Technology 6 (7): 594-603, ISSN 1557-4571/ DOI: 10.3923/ajft.2011.594.603.