ABSTRAK ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA …fe-akuntansi.unila.ac.id/skripsi/pdf/JURNAL Inge...
Transcript of ABSTRAK ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA …fe-akuntansi.unila.ac.id/skripsi/pdf/JURNAL Inge...
ABSTRAK
ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH
AKUISISI
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI)
Oleh
INGE NATASYA
Penelitian ini bertujuan menganalisis perbandingan kinerja keuangan tiga tahun sebelum dan
tiga tahun sesudah akuisisi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Kinerja
perusahaan diukur dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yaitu: Return on investmen,
Debt to equity, Earning per share, Total asset turnnover dan Current ratio.
Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 12 perusahaan yang dipilih
dengan teknik penarikan sampel purposive sampling dengan jenis pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengumpulkan data skunder dan menganalisa pos-pos yang terdapat
dalam laporan keuangan. Sampel-sampel tersebut dianalisis dengan menggunakan uji
parametrik yaitu Paired sampel t-test karena data berdistribusi normal.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Debt to Equity Ratio dan Earning per share
menunjukkan peningkatan kinerja keuangan yang signifikan setelah perusahaan melakukan
akuisisi dibandingkan dengan sebelum perusahaan melakukan akuisisi. Sedangkan pada
Return on invesment, Total asset turnover dan Current Ratio menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan setelah perusahaan melakukan akuisisi.
Kata kunci: Akuisisi, kinerja keuangan, rasio keuangan
Nama : Inge Natasya
NPM : 0741031106
E-mail : [email protected]
TLP : 0857 888 3 1189
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki era perdagangan bebas, persaingan usaha diantara perusahaan -perusahaan
semakin tajam. Di mana dalam kondisi ini menuntut perusahaan untuk meningkatkan daya
saing perusahaan agar dapat bertahan dalam persaingan yang semakin tajam. Untuk itu
perusahaan harus bisa untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan supaya dapat
mempertahankan eksistensinya dan menjadi perusahaan yang besar dan kuat.
Menurut Koesnadi (1991) bahwa salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan
agar perusahaan bisa bertahan atau bahkan berkembang adalah dengan melakukan merger
dan akuisisi (M&A). Merger merupakan penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi
satu kekuatan untuk memperkuat posisi perusahaan. Sementara itu penggabungan dengan
cara lain adalah dengan cara akuisisi. Akuisisi merupakan pengambil-alihan (take over)
sebagian atau keseluruhan saham perusahaan lain sehingga perusahaan pengambil alih
mempunyai hak kontrol atas perusahaan target. Akuisisi ini dapat dilakukan terhadap anak
perusahaan yang semula sudah go publik dan disebut dengan akuisisi internal atau akuisisi
terhadap perusahaan lain dan disebut dengan akuisisi eksternal.
Akuisisi banyak dilakukan karena diharapkan adanya penyatuan sumber daya komplementer
antar dua perusahaan yang akan memungkinkan terciptanya sinergi dan keunggulan
kompetetif yang terus menerus pada perusahaan yang baru dibentuk.
Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia telah banyak melakukan akuisisi, terlebih pada
masa-masa krisis ekonomi yang mengakibatkan banyaknya perusahaan-perusahaan yang
bangkrut. Bahkan saat ini pasar berkembang dimana yang kegiatannya bukan berupa jual beli
barang, tetapi jual beli perusahaan (kepemilikan) dalam perusahaan. Pasar ini biasa disebut
dengan Market for Corporate Control (Aji, 2010).
Moin (2004) menyatakan bahwa merger dan akuisisi bisa didekati dari perspektif yaitu
keuangan perusahaan (corporate finance) dan dari manajemen startegi (strategic
management). Dari sisi keuangan perusahaan, akuisisi adalah salah satu bentuk keputusan
investasi jangka panjang (penganggaran modal/capital budgeting) yang harus diinvestigasi
dan dianalisis dari aspek kelayakan bisnisnya. Sementara itu dari perspektif manajemen
strategi, akuisisi adalah alternatif strategi pertumbuhan melalui jalur eksternal untuk
mencapai tujuan perusahaan.
Keputusan akuisisi mempunyai pengaruh yang besar dalam memperbaiki kondisi dan kinerja
perusahaan, karena dengan bergabungnya dua atau lebih perusahaan dapat menunjang
kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang dapat dihasilkan juga lebih besar dibandingkan
jika dilakukan sendiri. Keuntungan yang besar dapat memperkuat posisi keuangan
perusahaan yang melakukan akuisisi. Perubahan posisi keuagan ini akan nampak pada
laporan keuangan yang meliputi perhitungan dan interprestasi rasio keuangan.
Alasan perusahaan lebih cenderung memilih akuisisi dari pada pertumbuhan internal sebagai
strateginya, adalah karena akuisisi dianggap jalan cepat untuk mewujudkan tujuan
perusahaan dimana perusahaan tidak perlu memulai dari awal suatu bisnis baru. Akuisisi juga
dianggap dapat menciptakan sinergi, yaitu nilai keseluruhan perusahaaan setelah akuisisi
yang lebih besar dari pada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum akuisisi.
Selain itu keuntungan lebih banyak diberikan melalui akuisisi kepada perusahaan antara lain
peningkatan kemampuan dalam pemasaran, riset, skill manajerial, transfer teknologi, dan
efisiensi berupa penurunan biaya produksi.
Akuisisi masih sering dipandang sebagai keputusan kontroversial karena memiliki dampak
yang sangat dramatis dan kompleks. Banyak pihak yang dirugikan, sekaligus diuntungkan,
dari peristiwa merger dan akuisisi. Dampak yang merugikan bisa kita lihat dari sisi karyawan
karena kebijakan ini sering disertai dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang
jumlahnya barangkali sangat fantastik. Misalnya, dalam kasus Bank Mandiri, lebih dari
11.000 karyawan harus memilih pension dini, sedangkan pengurangan karyawan pada kasus
merger Bank Permata mencapai 2.350 karyawan (Moin,2004).
Kontroversi lain terlihat dari munculnya berbagai intrik dan skandal dibalik peristiwa merger
dan akuisisi. Berbagai bentuk rekayasa dilakukan melalui merger dan akuisisi. Misalnya
media ini digunakan untuk menghindari pajak, menggelembungkan nilai asset perusahaan,
menggusur manajemen perusahaan yang diakuisisi, atau memperbesar kompensasi para
eksekutif sendiri.
Pada kegiatan akuisisi ada dua hal yang patut dipertimbangkan yaitu nilai yang dihasilkan
dari kegiatan akuisisi dan siapakah pihak-pihak yang paling diuntungkan dari kegiatan
tersebut. Dengan adanya akuisisi diharapkan akan menghasilkan sinergi sehingga nilai
perusahaan akan meningkat. Akuisisi manajer harus memperhitungkan kinerja dari
perusahaan yang akan diakuisisinya. Karena dari kinerja perusahaan dapat menilai pantas
tidaknya calon perusahaan yang diakuisisi. Perhitungan kinerja tersebut dilakukan dengan
melihat rasio-rasio keuangan, yang dilihat dari rasio profitabilitas, rasio solvabilitas, rasio
likuiditas, rasio aktivitas dan rasio pasar. Dalam Moin (2004) mengatakan bahwa dapat
menggunakan return on assets dan return on equity dalam perhitungan rasio profitabilitas,
perhitungan rasio hutang dapat menggunakan debt ratio dan debt to equity ratio, rasio
likuiditas dengan current ratio, rasio aktivitas dengan menggunakan total asset turn over
serta rasio pasar menggunakan earning per share.
Keputusan akuisisi mempunyai pengaruh yang besar dalam memperbaiki kondisi dan kinerja
perusahaan karena dengan bergabungnya dua atau lebih perusahaan dapat menunjang
kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang dapat dihasilkan juga lebih besar dibandingkan
jika dilakukan sendiri. Keuntungan yang besar dapat memperkuat posisi keuangan
perusahaan yang melakukan akuisisi. Perubahan posisi keuangan ini akan nampak pada
laporan keuangan yang meliputi perhitungan dan interprestasi rasio keuangan (Moin, 2004).
Menurut Payamta (2004) guna menilai kinerja perusahaan digunakan rasio-rasio keuangan.
Jenis rasio yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rasio likuiditas, aktivitas, pasar,
solvabilitas dan profitabilitas. Dasar logika dari pengukuran berdasar akuntansi adalah bahwa
jika skala bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari gabungan aktivitas-
aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan akan meningkat dan kinerja perusahaan juga
semakin meningkat sehingga kinerja perusahaan pasca akuisisi seharusnya semakin baik
dibandingkan dengan sebelum akuisisi dan tercermin dalam laporan keuangan perusahaan
yang melakukan akuisisi.
Perubahan – perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan akuisisi biasanya akan
terlihat pada kinerja perusahaan dan penampilan finansialnya. Untuk menilai bagaimana
keberhasilan akuisisi yang dilakukan, dapat dilihat dari kinerja keuangan setelah melakukan
akuisisi bagi perusahaan pengakuisisi (Maksum, 2005).
Berdasarkan kajian dan penelitian sebelumnya terdapat perbedaan hasil dalam penerapan
strategi akuisisi, disisi lain aplikasi akuisisi memberikan dampak yang menguntungkan
perusahaan, namun disisi lain justru memberikan kerugian bagi perusahaan yang
melakukannya. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh akuisisi terhadap
kinerja keuangan perusahaan yang dinilai dari rasio keuangannya. Karena untuk menilai
bagaimana keberhasilan akuisisi yang dilakukan, dapat dilihat dari kinerja perusahaan yang
melakukan akuisisi, terutama kinerja keuangannya. Dengan bergabungnya dua atau lebih
perusahaan dapat menunjang kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang dihasilkan juga lebih
besar dibandingkan jika dilakukan sendiri-sendiri.
[Alasan pemilihan objek pada perusahaan manufaktur dalam penelitian ini karena perusahaan
manufaktur termasuk kelompok industri yang semakin berkembang dalam dunia bisnis saat
ini dengan nilai transaksi yang besar serta dengan asumsi semakin besar objek yang diamati
maka akan semakin akurat kajiannya. Disamping itu perusahaan manufaktur dipilih sebagai
objek dalam penelitian ini dikarenakan perusahaan manufaktur merupakan yang sahamnya
paling aktif diperdagangkan di BEI.
[Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti tertarik melakukan penelitian berjudul
“Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi pada
Perusahan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.”
1.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, permasalahan yang ingin diteliti
dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada perbedaan kinerja keuangan perusahaan sebelum
dan sesudah akuisisi pada perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI?”.
1.2 Pembatasan Masalah
Dari uraian di atas agar pembahasan lebih terarah, maka perlu membatasi permasalahan
tersebut pada kinerja keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio keuangan
yang meliputi Debt to equity (DER), Earning pershare (EPS),Total asset turn over (TATO),
Return on investment (ROI), Current ratio (CR).
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk menyediakan bukti empiris perbedaan kinerja keuangan perusahaan sebelum
dan sesudah akuisisi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi akademis
Diharapkan memberikan infomasi yang mendukung beberapa penelitian
sebelumnya mengenai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk
memperbaiki kinerja keuangan sebelum maupun sesudah akuisisi.
b. Bagi Investor
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan
investasi yang tepat, khususnya invetasi pada perusahaan yang melakukan akuisisi.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya tentang penilaian
kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Penggabungan Usaha
Penggabungan usaha merupakan salah satu strategi untuk mempertahankan kelangsungan
hidup dan mengembangkan perusahaan. Ikatan akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan Indonesia Nomor 12 (PSAK No.22) mendefinisikan penggabungan
badan usaha sebagai bentuk penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu
entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain ataupun
memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain (IAI,2002). Jenis penggabungan
usaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu akuisisi dan penyatuan pemilikan (merger).
Pengertian penggabungan usaha (business combination) secara umum adalah penyatuan dua
atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan
menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan
lain. Penggabungan usaha dapat berupa pembelian saham suatu perusahaan oleh perusahaan
lain, atau pembelian aktiva neto suatu perusahaan.
Secara teori penggabungan usaha dapat berupa merger, akuisisi, dan konsolidasi. Merger
adalah kombinasi dari dua atau lebih perusahaan, dengan salah satu nama perusahaan yang
bergabung tetap digunakan sedangkan yang lainnya dihilangkan. Sementara itu, akuisisi
didefinisikan sebagai pembelian seluruh atau sebagian kepimilikan suatu perusahaan, yang
dapat dilakukan melalui merger atau tender offer (Foster, 1986).
2.2 Pengertian Akuisisi
Akuisisi berasal dari kata acquisitio (Latin) dan acquisition (Inggris), secara harfiah akuisisi
mempunyai makna membeli atau mendapatkan sesuatu atau obyek untuk ditambahkan pada
sesuatu atau obyek yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam teminologi bisnis akuisisi dapat
diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset suatu
perusahaan oleh perusaahaan lain, dan dalam peristiwa baik perusahaan pengambilalih atau
yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah (Moin, 2004).
Moin (2004) Terdapat beberapa alasan mengapa perusahaan melakukan penggabungan usaha
yaitu akuisisi:
a. Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham,
maupun diversifikasi usaha dapat dilakukan merger atau akuisisi. Selain itu jika
melakukan ekspansi dengan akuisisi maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan
pesaing atau mengurangi persaingan.
b. Sinergi
Sinergi dapat tercapai ketika akuisisi menghasilkan tingkat skala ekonomi ( economic
of scale ). Tingkat skala ekonomi terjadi kerena perpaduan biaya overhead
meningkatkan pendapatan yang lebih besar dari pada jumlah pendapatan perusahaan
saat sebelum melakukan akuisisi. Sinergi terlihat jelas ketika perusahaan yang
melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja
yang berebihan dapat dihilangkan.
c. Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal,
tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan eskpansi eksternal. Perusahaan
tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi
sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan
kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya
rendah.
d. Menambah keterampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya
efisiensi pada manajemen atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat
mengefisiensikan manajemen nya dan tidak dapat membayar untuk mengebangkan
teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki
manajemen atau teknologi yang ahli.
e. Pertimbangan pajak
Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan akuisisi dengan
perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak.
Bagaimanapun akuisisi tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi
berdasarkan dari tujuan memaksimalkan kesejahteraan pemilik.
f. Meningkatkan likuiditas pemilik
Akuisisi antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih
besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih
mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih
kecil.
Pada Pemerintah Republik Indonesia No.27 tahun 1998 tentang penggabungan, peleburan
dan pengambilalihan Perseroan Terbatas mendefinisikan akuisisi adalah perbuatan hukum
yang dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau
sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap
perseroan tersebut.
Dalam PSAK No.22 mendefinisikan akuisisi sebagai suatu penggabungan usaha dimana
salah satu perusahaan yaitu pengakuisisi sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali
atas perusahaan yang diambil alih tersebut. Biasanya perusahaan pengakuisisi memiliki
ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan terakuisisi. Kendali perusahaan
yang dimaksud dalam pengendalian adalah kekuatan untuk:
a. Mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan.
b. Mengangkat dan memberhentikan manajemen.
c. Mendapat hak suara mayoritas dalam rapat redaksi.
Pengendalian ini yang memberikan manfaat kepada perusahaan pengakuisisi. Akuisisi
berbeda dengan merger karena akuisisi tidak menyebabkan pihak lain bubar sebagai entitas
hukum. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis masih tetap berdiri
dan beroperasi secara independen tetapi telah terjadi pengalihan oleh pihak pengakusisi.
Beralihnya kendali berarti pengakuisisi memiliki mayoritas saham-saham berhak suara
(voting stock) yang biasanya ditunjukan atas kepemilikan lebih dari dari 50 persen saham
berhak suara tersebut.
Dimungkinkan bahwa walaupun memiliki saham kurang dari jumlah itu pengakuisisi juga
bisa dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas jika anggaran dasar perusahaan yang
diakuisisi menyebutkan hal yang demikian. Namun bisa juga pemilik dari 51 persen tidak
tahu belum dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas jika dalam anggaran dasar
perusahaan menyebutkan lain. Akuisisi memunculkan hubungan antara perusahaan induk
(pengakuisisi) dan perusahaan anak (terakuisisi) dan selanjutnya kedua memiliki hubungan
afiliasi. Dari penjelasan diatas dapat digambarkan menjadi suatu skema atas akuisisi sebagai
salah satu straregi.
Gambar 2.1
Skema Akusisi
Gambar 2.1 menjelaskan skema akuisisi. Dimana perusahaan A mengakuisisi 100 persen
saham pada perusahaan. Kedua nya masih berdiri sebagai badan hukum yang terpisah tetapi
menyebabkan beralihnya kepemilikan perusahaan B dari pemilik lama kepada perusahaan A.
Selanjutnya perusahaan A memiliki pengendalian secara penuh terhadap kebijakan
perusahaan B baik menyangkut manajemen, keuangan, produksi, pemasaran, dan kebijakan-
kebijakan lainnya (Moin, 2004).
2.2.1 Klasifikasi Akuisisi
Berdasarkan obyek yang diakuisisi dibedakan atas akuisisi saham dan akuisisi asset, yaitu:
a. Akuisisi Saham
Istilah akuisisi digunakan untuk menggambarkan suatu transaksi jual beli perusahaan,
dan transaksi tersebut mengakibatkan beralihnya kepemilikan perusahaan dari penjual
kepada pembeli. Karena perusahaan didirikan atas saham-saham, maka akuisisi terjadi
ketika pemilik saham menjual saham-saham mereka kepada pembeli/pengakuisisi.
Akuisisi saham merupakan salah satu bentuk akuisisi yang paling umum ditemui
dalam hampir setiap kegiatan akuisisi. Akuisisi tersebut dapat dilakukan dengan cara
membeli seluruh atau sebagian saham-saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan
maupun dengan atau tanpa melakukan penyetoran atas sebagian maupun seluruh
saham yang belum dan akan dikeluarkan perseroan yang mengakibatkan penguasaan
mayoritas atas saham perseroan oleh perusahaan yang melakukan akuisisi tersebut,
yang akan membawa ke arah penguasaan manajemen dan jalannya perseroan.
b. Akuisisi Aset
Apabila sebuah perusahaan bermaksud memiliki perusahaan lain maka ia dapat
membeli sebagian atau seluruh aktiva atau aset perusahaan lain tersebut. Jika
pembelian tersebut hanya sebagian dari aktiva perusahaan maka hal ini dinamakan
akuisisi parsial. Akuisisi aset secara sederhana dapat dikatakan merupakan:
1. Jual beli (aset) antara pihak yang melakukan akuisisi aset (sebagai pihak
pembeli) dengan pihak yang diakuisisi asetnya (sebagai pihak penjual), jika
akuisisi dilakukan dengan pembayaran uang tunai. Dalam hal ini segala
formalitas yang harus dipenuhi untuk suatu jual beli harus diberlakukan,
termasuk jual beli atas hak atas tanah yang harus dilakukan dihadapan Pejabat
Pembuatan Akta Tanah.
2. Perjanjian tukar menukar antara aset yang diakuisisi dengan suatu kebendaan
lain milik dan pihak yang melakukan akuisisi, jika akuisisi tidak dilakukan
dengan cara tunai. Dan jika kebendaan yang dipertukarkan dengan aset
merupakan sahamsaham, maka akuisisi tersebut dikenal dengan nama assets
for share exchange, dengan akibat hukum bahwa perseroan yang diakuisisi
tersebut menjadi pemegang saham dan perseroan yang diakuisisi (Moin,2004).
2.2.2 Motif Akuisisi
Moin (2004) pada prinsipnya terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan
melakukan akuisisi yaitu motif ekonomi dan motif nonekonomi. Motif ekonomi berkaitan
dengan esensi tujuan perusahaanyaitu meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham. Di sisi lain, motif non-ekonomi adalah motif yang bukan
didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan
subyektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan.
1. Motif Ekonomi
Esensi dari tujuan perusahaan, jika ditinjau dari perpektif manajemen keuangan, adalah
seberapa besar perusahaan mamp menciptakan nilai (value creation) bagi perusahaan dan
bagi pemegang saham. Akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya
adalah mencapai peningkatan nilai tersebut. Oleh karena itu seluruh aktivitas dan keputusan
yang diambil oleh perusahaan harus diarahkan mencapai tujuan ini. Implentasi program yang
dilakukan oleh perusahaan harus melalui langkah-langkah konkrit misalnya melalui efisiensi
produksi, peningkatan penjualan, pemberdayaan dan peningkatan produktivitas sumder daya
manusia. Disamping itu dalam motif ekonomi akuisisi yang lain meliputi (Moin, 2004):
1. Mengurangi waktu, biaya dan risiko kegagalan memasuki pasar baru.
2. Mengakses reputasi teknologi, produk dan merk dagang.
3. Memperoleh individu - individu sumber daya manusia yang professional.
4. Membangung kekuatan pasar.
5. Memperluas pangsa pasar.
6. Mengurangi persaingan.
7. Mendiversifikasi lini produk.
8. Mempercepat pertumbuhan.
9. Menstabilkan cash flow dan keuntungan.
2. Motif Sinergi
Salah satu motivasi atau alasan utama perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah
menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah akuisisi yang
lebih besar dari pada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum akuisisi. Sinergi
dihasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-
elemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut
menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas
perusahaan jika mereka bekerja sendiri.
Pengaruh sinergi bisa timbul dari empat sumber:
1. Penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam manajemen,
pemasaran, produksi atau distribusi.
2. Penghematan keuangan, yang meliputi biaya transaksi yang lebih rendah dan evaluasi
yang lebih baik oleh para analisis sekuritas.
3. Perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu perusahaan, lebih
efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif setelah merger.
4. Peningkatan penguasaaan pasar akibat berkurangnya persaingan (Brigham, 2001).
Moin (2004) bentuk - bentuk sinergi disajikan berikut ini:
1. Sinergi Operasi
Sinergi operasi (operating synergy) terjadi ketika perusahaan hasil kombinasi mencapai
efisiensi biaya. Efisiensi ini dicapai dengan cara pemanfaatan secara optimal sumber
daya sumber daya perusahaan. Sehingga dengan adanya akuisisi yang dilakukan
perusahaan maka diharapakan perusahaan dapat memasarkan produknya hingga
kapasitas penuh, dimana yang sebelumnya masih idle akan dapat dioptimalkan untuk
mendukung permintaan pasar. Disini terjadi efisiensi karena pemanfaatan kapasitas
produksi yang semula masih menganggur.
2. Sinergi Finansial
Sinergi finansial (financial synergy) dihasilkan ketika perusahaan hasil akuisisi
memiliki struktur modal yang kuat dan mampu mengakses sumber-sumber dana dari
luar secara lebih mudah dan murah sedemikian rupa sehingga biaya modal perusahaan
semakin menurun. Struktur permodalan yang kuat akan menjamin berlangsungnya
aktivitas operasi perusahaan tanpa menghadapi kesulitan likuiditas. Akses yang
semakin mudah terhadap sumber-sumber dana dimungkinkan ketika perusahaan
memiliki ukuran yang semakin besar. Perusahaan memliki struktur permodalan yang
kuat dan size yang besar akan diberi kepercayaan dan kepercayaan yang positif oleh
publik. Kondisi seperti ini akan memberikan dampak positif bagi perusahaan karena
makin meningkatnya kepercayaan pihak lain seperti lembaga-lembaga keuangan
sehingga mereka bersedia meminjamkan dana. Perusahaan yang memiliki kepercayaan
dari publik seperti itu memiliki risiko kebangkrutan yang lebih kecil dari pada yang
tidak memiliki kepercayaan publik.
3. Sinergi manajerial
Sinergi manajerial (managerial synergy) dihasilkan ketika terjadi transfer kapabilitas
manajerial dan skill dari perusahaan yang satu ke perusahaan lain atau ketika secara
bersama-sama mampu memanfaatkan kapasitas know-how yang mereka miliki.
Manajemen yang seperti ini mampu bersinergi dalam mengambil keputusan-keputusan
startegik. Transfer kapabilitas terutama sekali terjadi ketika sebuah perusahaan yang
memiliki kinerja manajerial yang lebih baik akuisisi dengan perusahaan lain yang
memiliki kinerja manajerial yang kurang bagus. Perusahaan yang superior dalam suatu
industri seringkali memiliki sumberdaya manajemen yang lebih bagus dibanding
perusahaan yang lain di industri yang sama. Perusahaan yang belum memiliki
manajerial yang bagus perlu pembelajaran internal (internal learning) melalui akusisi
dengan perusahaan lain apabila ingin memiliki keunggulan manajerial.
4. Sinergi teknologi
Sinergi teknologi bisa dicapai dengan memadukan keunggulan teknik sehingga saling
memetik manfaat. Sinergi teknologi dapat terjadi misalnya pada departemen riset dan
pengembangan, departemen disain dan engineering, proses manufacturing, dan
teknologi informasi.
5. Sinergi pemasaran
Perusahaan yang melakukan akuisisi akan memperoleh manfaat dari semakin luas dan
terbukanya pemasaran produk, bertambahnya lini produk yang dipasarkan dan semakin
banyak konsumen yang bisa di jangkau.
2.3 Analisis Kinerja Keuangan
2.3.1 Pengertian Kinerja Keuangan
Istilah kinerja atau performance sering dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan.
Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, kerena
kinerja merupakan cerminan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan
sumber dayanya.
Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan ataun progra atau
kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, visi, dan misi organisasi. Pelaporan kinerja
merupakan refleksi keajaiban untuk mempresentasikan dan melaporkan semua aktivitas dan
sumber daya yang perlu dipertanggung jawabkan. Kondisi keuangan perusahaan adalah suatu
tampilan atau keadaan secara utuh atas keuagan perusahaan selama periode atau kurun waktu
tertentu. Kondisi keuangan merupakan gambaran atas kinerja sebuah perusahaan. Media yang
dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan adalah laporan keuangan yang
terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi, ikhtisar laba yang ditahan dan laporan posisi
keuangan (Aji,2010).
Suatu kinerja perusahaan dapat di lihat dari segi keuangan. Kinerja keuangan suatu
perusahaan dapat diartikan sebagai prospek atau masa depan, pertumbuhan dan potensi
perkembangan yang baik bagi perusahaan. Informasi kinerja perusahaan diperlukan untuk
menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi, yang mungkin dikendalikan di masa
depan dan untuk memprediksi kapasitas produksi dari sumber daya yang ada (Almilia,2003).
2.3.2 Analisis Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi
mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan
sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat.
Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya agar mengetahui tingkat
profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan.
Analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis keuangan dan kekuatan
dibidang finansial akan sangat membantu salam menilai prestasi manajemen masa lalu dan
prospeknya di masa mendatang.
Analisis laporan keuangan dapat dilakukan menggunakan rasio keuangan. Analisis laporan
keuangan memungkinkan manajer keuangan dan pihak yang berkepentingan untuk
mengevaluasi kondisi keuangan dengan cepat, karena penyajian rasio – rasio keuangan akan
menunjukan kondisi sehat atau tidaknya suatu perusahaan. Analisis rasio menghubungkan
unsur – unsur rencana dan perhitungan laba rugi sehingga dapat menilai efektivitas dan
efesiensi perusahaan. Menurut shinta (2008) menyatakan empat hal yang mendorong analisis
laporan keuangan dilakukan dengan model rasio keuangan yaitu:
1. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau antar waktu.
2. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik yang digunakan.
3. Untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan rasio keuangan.
4. Untuk mengkaji hubungan empiris antara rasio keuangan dengan estimasi atau
prediksi variabel tertentu ( seperti kebangkrutan atua finacial distress) Jurnal
Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI).
2.3.3 Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan merupakan metode umum yang digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan dibidang keuangan. Rasio merupakan alat yang membandingkan suatu hal dengan
hal lainnya sehingga dapat menunjukkan hubungan atau korelasi dari suatu laporan finansial
berupa neraca dan laporan laba rugi. Kriteria untuk menentukan apakah posisi keuangan
suatu perusahaan sehat atau tidak dapat diklasifikasikan menjadi lima macam rasio keuangan
(Warsono, 2003:32) yaitu:
1. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba.Rasio ini membantu perusahaan dalam mengontrol penerimaannya.
2. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas atau financial leverage merupakan tingkat jumlah hutang
terhadap seluruh kekayaan perusahaan.
3. Rasio Pasar
Rasio pasar mengukur seberapa besar nilai pasar saham perusahaan dibanding
dengan nilai buku. Lebih dari itu rasio ini mengukur bagaimana nilai perusahaan
saat ini dan dimasa yang akan datang dibandingkan dengan nilai perusahaan di
masa lalu. Pada sudut pandang investor, apabila sebuah perusahaan memiliki nilai-
nilai yang tinggi pada rasio ini maka semakin baik prospek perusahaan.
4. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif manajemen perusahaan mengelola
aktivanya. Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar kecepatan asset-
asset perusahaan dikelola dalam rangka menjalankan bisnisnya.
5. Rasio likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk mengetahui kemampuan
perusahaan untuk melunasi hutang-hutang jangka pendek yang segara jatuh tempo.
Berdasarkan kelompok rasio di atas, rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Return on Investment (ROI) digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang
diinvestasikan dalam untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak.
2. Debt to Equity (DER) merupakan alat ukur dengan cara membandingkan antara utang
jangka panjang (long term debt) perusahaan dengan modal ekuitas (stock equity).
3. Earnings per share ( EPS) merupakan alat ukur untuk menghitung laba bersih yang
diperoleh dari selembar saham.
4. Total asset turnover (TATO) merupakan alat untuk mengukur perputaran dari semua
aset perusahaan dan dihitung dengan cara membagi penjualan dengan aktiva total.
5. Current Ratio (CR) yaitu membandingkan antara total aset dengan kewajiban
lancarnya.
2.4 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian di Indonesia mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja
keuangan diantaranya adalah yang dilakukan oleh Cecilia Bintang (2005) tentang analisis
kinerja operasi perusahaan yang melakukan merger atau akuisisi, pengujian terhadap kinerja
operasi perusahaan setelah melakukan merger atau akuisisi tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan, pada penelitian ini hanya menguji kinerja operasi jangka pendek 1
tahun sebelum dan 1tahun setelah melakukan merger dan akuisisi dikarenakan keterbatasan
ketersediaan laporan keuangan perusahaan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu ROA, ROE, PM, TATO, Operating Return dan Operating Margin.
Penemuan Yudyatmoko dan Na’im (2000) yang melakukan pengujian terhadap 34 kasus
merger dan akuisisi selama 1989-1995 menemukan rata-rata profit margin selama tiga tahun
sebelum dan sesudah merger dan akuisisi, menunjukan hasil tidak ada perbedaan yang
signifikan antara rata-rata profit margin tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah merger
dan akuisisi.
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menginvestasikan pengaruh merger dan
akuisisi terhadap kinerja perusahaan, namun hasilnya tidak selalu konsisten. Penelitian yang
dilakukan oleh Nurdin (1996) bertujuan untuk menganalisis kinerja perusahaan sebelum dan
sesudah akusisi pada perusahaan go public di Indonesia, dari 55 perusahaan yang masuk
criteria yaitu sebanyak 40 perusahaan, perusahaan melakukan akusisi dari tahun 1989 sampai
1992. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan uji statistiknya
menggunakan t-test sebelum dan setelah akuisisi. Hasil dari penelitian tersebut adalah
terdapat perbedaan kinerja perusahaan yang digambarkan oleh rasio keuangan yaitu: rasio
likuiditas, rasio rentabilitas, rasio solvabilitas dan rasio tingkat pengembalian atas total aktiva
yang semakin membaik setelah akuisisi dalam jangka waktu tiga tahun.
Hasil negative dikemukakan oleh Payamta & Sholikah (2001) yang menganalisis pengaruh
merger dan akuisisi terhadap kinerja perbankan di Indonesia terhadap 87 bank dari tahun
1990 sampai 1995 dan yang masuk sampel adalah 9 bank, metode yang digunakan adalah
purposive sampling. Kinerja bank dianalisis menggunakan CAMEL (aspek permodalan,
kualitas aktiva, manajemen, rentabilitas dan likuiditas), dengan hasil penelitian tidak adanya
perbedaan yang signifikan pada tingkat kinerja bank yang diukur dengan rasio camel untuk 1
tahun sebelum dan 1 tahun sesudah merger dan akuisisi.
Pada tahun 2004 Payamta kembali meneliti pengaruh merger dan akuisisi kinerja keuangan
perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi tahun 1990-1996 bersama Setiawan
(Payamta & Setiawan, 2004). Dari rasio-rasio keuangan yang terdiri rasio likuiditas,
solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas hanya rasio Total Asset Turnover, Fixed Asset
Turnover, Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin, Operating Profit
Margin, Total Asset to Debt, Net Worth to Debt yang mengalami penurunan signifikan
setelah merger dan akuisisi. Sedangkan rasio lainnya tidak mengalami perubahan signifikan.
Sejalan dengan Penelitian Mariana dan Sri (2008) menyatakan bahwa dengan menggunakan
metoda EVA tidak ada perubahan kinerja perusahaan yang signifikan yang terjadi pada
perusahaan GGRM baik sebelum melakukan akuisisi maupun sesudah akuisisi.
Pada penelitian Azizudin (2003) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan untuk periode
sebelum dengan sesudah merger dan akuisisi dari segi rasio keuangan. Meskipun ada
beberapa rasio dan tidak konsisten. Yang memberikan indikasi perbedaan signifikan namun
sifatnya hanya sementara keuangan seperti DER, ROE dan PBV. Sejalan dengan penelitian
Azizudin, penelitian Arviana (2009) secara umum menunjukkan tidak ada peningkatan yang
signifikan antara kinerja keuangan perusahaan pada DER, GPM, OPM, NPM, ROE, dan ROI,
sebelum dan sesudah melakukan merger dan akuisisi.
Dari beberapa penelitian yang sudah ada, bahwa setiap perusahaan dengan berbagai rasio
yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan tidak ada nilai atau hasil yang konsisten.
Berdasarkan literatur dan teriotis yang ada bahwa sebelum dan sesudah melakukan akuisis
seharusnya terjadi perubahan secara signifikan dengan terjadi nya sinergi yang meningkat.
Pada penelitian kali ini, peneliti mencoba menguji kembali kinerja perusahaan sebelum dan
sesudah akuisisi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, dengan beberapa rasio
yang sudah digunakan akan tetapi dengan periode masa akuisisi yaitu pada periode 2006-
2008 dengan periode pengamatan 2003-2011, dengan menggunakan kriteria yang sudah di
tentukan.
2.5. Rerangka Pemikiran
Keputusan akuisisi pengaruh besar dalam memperbaiki kondisi perusahaan. Melalui akuisisi
diharapkan perusahaan dapat melakukan penghematan operasi dan meningkatkan daya saing
di pasar internasional.
Para manajer keuangan dituntut untuk bisa menilai kapan perusahaan harus melakukan
akuisisi dan beberapa aktif menilai calon perusahaan yang akan diajak akuisisi, sehingga
tujuan perusahaan untuk memberikan keuntungan dengan meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan tercapai.
Salah satu motivasi perusahaan dalam melakukan akuisisi adalah untuk meningkatkan kinerja
keuangan perusahaan. Evaluasi terhadap keberhasilan strategi akuisisi dalam upaya
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, melalui perbandingan kinerja keuangan
perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi dengan menggunakan analisisi rasio keuangan.
Analisis rasio keuangan yang peneliti gunakan adalah rasio profitabilitas (ROI), rasio
solvabitias atau financial leverage (DER), rasio aktivitas (TATO), rasio pasar (EPS) dan rasio
likuiditas (CR).
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, dapat disederhanakan sebagaimana model kerangka
pemikiran teoritis sebagai berikut:
2.6. Perumusan Hipotesis
[Kondisi keuangan yang diwakili oleh rasio keuangan dapat memberikan petunjuk dalam
menilai kinerja suatu perusahaaan. Berdasarkan literatur dan beberapa penelitian mengenai
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kinerja Keuangan
Perusahaan
Sesudah Akuisisi
Kinerja Keuangan
perusahaan
Sebelum Akuisisi
Dibandingkan
1. Retun on Investment
2. Debt to Equity
3. Earnings pershare
4. Total asset turnover
5. Current Ratio
kinerja perusahaan yang telah melakukan akuisisi maka dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan variabel rasio profitabilitas (Return on invesment), rasio solvabilitas (Debt to
equity), rasio pasar (earning per share, rasio aktivitas (Total assets turn over), dan rasio
likuiditas (current ratio).
Dalam penelitian ini dapat dirumuskan atas kinerja keuangan sebagai berikut:
2.6.1 Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba. Rasio ini membantu perusahaan dalam mengontrol penerimaannya
(Kasmir, 2010:114). Yang termasuk dalam jenis-jenis rasio profitabilitas adalah:
a. Gross Profit Margin (GPM)
b. Net Profit Margin (NPM)
c. Operating Profit Magin (OPM)
d. Return on Invesment (ROI)
e. Return on Equity (ROE)
f. Return on assets (ROA)
Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Investment (ROI)
merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam
menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam
perusahaan dimana jika terjadi sinergi yang baik maka secara umum tingkat profitabilitas
perusahaan akan lebih baik dari sebelum melakukan sinergi (Syamsuddin, 2009).
Pada penelitian Payamta dan Setiawan (2004), untuk rasio return on investment mengalami
penurunan signifikan. Namun pada penelitian Maksum (2009) untuk rasio return on
investment tidak mengalami perubahan signifikan. Berdasarkan teori mengenai kinerja
perusahaan pada ROI mengukur keuntungan yang dihasilkan dari seluruh aktiva yang
dimiliki perusahaan. Rasio yang rendah menunjukkan kinerja yang buruk atas pemanfaatan
aktiva yang buruk oleh manajemen, sedangkan rasio tinggi menunjukkan kinerja atas
penggunaan aktiva yang baik.
Oleh karena itu, diharapkan kinerja perusahaan akan meningkat dengan memanfaatkan
penggunaan aktiva yang baik yang akan meningkatkan ROI pasca dilakukannya akuisisi
dibandingkan sebelum melakukan akuisisi. Maka hipotesis yang dapat disimpulkan adalah:
H1: Terdapat perbedaan kinerja keuangan terhadap return on investment (ROI)
sebelum akuisisi dan Return on investment (ROI) setelah akuisisi.
2.6.2 Rasio solvabilitas
Rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aset
perusahaan dibiayai dengan utang, artinya besarnya jumlah utang yang di gunakan
perusahaan untuk membiayai kegiatan usahanya jika di bandingkan dengan menggunakan
modal sendiri (Kasmir 2010:112). Perusahaan harus memiliki komposisi modal yang lebih
besar dari utang (Harahap 2007:303). Yang termasuk kedalam rasio solvabilitas adalah:
a. Debt to equity ratio (DER)
b. Debt Ratio (DR)
c. Earning before income tax (EBIT)
Rasio solvabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka panjangnya kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan di
likuidasi dan menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-
hutang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur hingga sejauh mana
perusahaan dibiayai dari hutang. Oleh karena itu, rasio solvabilitas yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu debt to total equity ratio (DER) yang merupakan perbandingan antara
total hutang (hutang lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang
ada (Harahap, 2007).
[Pada penelitian sebelumnya Koesmoyo (2001) melakukan penelitian kinerja keuangan
empat BUMN yang ada di indonesia sebelum dan sesudah go public. Variabel yang
digunakan adalah return on assets (ROA), return on equity (ROE), gross profit margin
(GPM), net profit margin (NPM), operating profit margin (OPM), dan debt to equity ratio
(DER). Hasil dari penelitian tersebut tidak adanya perubahan yang signifikan antara kinerja
perusahaan sebelum dan sesudah go public.
NKapabilitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang
dalam hal ini adalah struktur modal yang berubah dengan dilakukannya akuisisi yang akan
diteliti melalui debt to equity (DER). Jika terjadi sinergi atas dilakukannya akuisisi maka
secara umum kesertaan modal mereka akan cukup baik untuk melakukan usahanya sehingga
penggunaan hutang, secara keseluruhan atau atas ekuitas perusahaan (DER), untuk
menjalanan perusahaan dapat diminimalisasi. Dalam hal ini, apabila rasio DER mengalami
penurunan, yang berarti dana diperoleh dengan melakukan akuisisi yang dikelola dengan baik
sehingga menambah struktur modal untuk melunasi semua kewajibannya. Maka hipotesis
yang dapat dsimpulkan:
H2: Terdapat perbedaan kinerja keuangan terhadap debt to equity (DER) sebelum
akuisisi dan debt to equity (DER) setelah akuisisi.
2.6.3 Rasio Pasar
Menurut Brigham (2002) rasio pasar mengukur seberapa besar nilai pasar dalam perusahaan
dibanding dengan nilai buku. Lebih dari itu rasio ini mengukur bagaimana nilai perusahaan
saat ini dan dimasa yang akan datang dibandingkan dengan nilai perusahaan di masa lalu.
Menurut (Sutrisno, 2003) rasio ini memberikan informasi seberapa besar masyarakat
(investor) atau para pemegang saham menghargai perusahaan, sehingga mereka mau
membeli saham perusahaan dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai buku
saham. Yang tergolong dalam rasio pasar adalah:
a. Earning pershare (EPS)
b. Price earning ratio (PER)
c. Price to book value ratio (PBV)
d. Deviden yeild ratio (DY)
e. Deviden payout ratio (DPR)
Oleh karena itu, rasio pasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah earning per share
(EPS) yang biasanya menjadi perhatian pemegang saham pada umum nya atau calon
pemegang saham dan manajemen. EPS menunjukan jumlah uang yang dihasilkan (return)
dari setiap lembar saham. Semakin besar nilai EPS semakin besar nilai keuntungan yang
diterima pemegang saham.
Maka akuisisi yang diharapkan mendatangkan keuntungan lebih pada perusahaan akan
mempengaruhi pendapatan yang diperoleh tiap lembar saham (EPS).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu badan usaha akan lebih meminati saham
yang memiliki nilai EPS yang lebih tinggi dibandingkan nilai EPS rendah, karena nilai EPS
yang rendah cenderung menurunkan harga saham. Maka hasil hipotesis dapat disimpulkan:
H3: Terdapat perbedaan kinerja keuangan terhadap earning pershare (EPS) perusahaan
sebelum akuisisi dan earning pershare (EPS) setelah akuisisi.
2.6.4 Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan
dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya (Kasmir, 2010). Rasio ini menunjukan sejauh
mana efesiensi perusahaan dalam menggunakan aset dalam memperoleh penjualan. Berikut
ini adalah jenis-jenis rasio akitivitas:
a. Total asset turnover
b. Inventory trunover
c. Fixed assets trunover
d. Rasio perputaran modal kerja
e. Rata-rata umur piutang
f. Perputaran piutang
Sedangkan rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva
perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan tertentu adalah total asset trunover. Total
assets turnover merupakan rasio yang menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume
penjualan. Jadi semakin besar rasio ini semakin baik yang berarti bahwa aktiva dapat lebih
cepat berputar dan meraih laba dan menunjukkan semakin efisien penggunaan keseluruhan
aktiva dalam menghasilkan penjualan. Dengan kata lain jumlah asset yang sama dapat
memperbesar volume penjualan apabila assets turn overnya ditingkatkan atau diperbesar.
Dengan akuisisi maka sharing tentang efektifitas perusahaan dapat dilakukan sehingga dapat
meningkatkan keefektifitasan perusahaan dapat terjadi. Sehingga asset yang dimiliki oleh
perusahaan dapat digunakan secara efektif . Dengan adanya dana tambahan dengan akuisisi
dapat dimanfaatkan untuk menambah persediaan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan
penjualan perusahaan (syamsudin, 2009).
Pada penelitian sebelumnya Shinta (2008) yang meneliti hanya dua perusahaan yang
melakukan merger yaitu pada PT Ades Water Indonesia, Tbk. & PT. Medco Energi
Internasional, Tbk. Menunjukan hasil analisis dapat diketahui perbedaan kinerja keuangan
setelah dan sebelum melakukan merger dan akuisisi, dimana dari hasil tersebut dapat
membuktikan bahwa pada rasio CR, DER, OPM, ITO, GPM, NPM, ROE dan TATO dapat
diketahui lebih besar sebelum melakukan merger dan akuisisi.
Dengan ini perputaran aset (total asset turnover) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan sehingga pengguna aktiva yang
dilakukan oleh perusahaan dapat berdampak pada penjualan yang telah dilakukan, maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4: Terdapat perbedaan kinerja keuangan terhadap total asset turnover (TATO)
perusahaan sebelum akuisisi dan total asset turnover (TATO) setelah akuisisi.[
2.4.5 Rasio likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi liabilitie (utang jangka pendek) (Kasmir, 2010:110). Apabila perbandingan aset
lancar dengan utang semakin besar, ini berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam
menutupi kewajiban jangka pendeknya.
Likuiditas yang tinggi menunjukan bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang tinggi
dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya (Harahap, 2007:301).
Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban
jangka pendeknya. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal
kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan demikian rasio likuiditas
berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan sehingga rasio ini memiliki hubungan
dengan harga saham perusahaan. Berikut jenis-jenis rasio likuiditas:
a. Current ratio
b. Quick ratio
c. Cash ratio
Dalam penelitian ini rasio likuiditas yang di proksikan adalah menggunakan current ratio.
Current ratio menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar.
Semakin besar perbandingan aktiva lancar dan kewajiban lancar semakin tinggi kemampuan
perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya (Syamsudin, 2009).
Pada penelitian sebelumnya Shinta (2008) yang menyatakan ada perbedaan kinerja keuangan
pada PT Ades Water Indonesia, Tbk. (ADES) & PT Medco Energi Internasional, Tbk
(MEDC) setelah dan sebelum melakukan merger dan akuisisi, dimana dari hasil tersebut
dapat membuktikan bahwa pada rasio CR, DER, NPM, ROE dan TATO dapat diketahui lebih
besar sebelum melakukan merger dan akuisisi.
Dalam penelitian ini menggunakan rasio Current Ratio yang menunjukan sejauh mana
aktivitas lancar menutupi kewajiban lancar. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
Current Ratio adalah perbandingan antara kelebihan uang kas atau aset lancar lainnya dengan
hutang lancar yaitu hutang yang harus dibayar segera mungkin (tidak lebih dari satu tahun).
Maka hasil hipotesisnya dapat disimpulkan bahwa:
H5: Terdapat perbedaan kinerja keuangan terhadap current ratio (CR) sebelum akuisisi
dan current ratio(CR) setelah akuisisi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif
maupun kualitatif, dari pada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap
dan jelas. Adapun populasi dalam penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur yang melakukan kegiatan akuisisi dan terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dengan rentang waktu antara tahun 2006 - 2008.
Sampel dipilih dengan menggunakan purposive sampling dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan melakukan
kegiatan akuisisi pada periode tahun 2006-2008 serta tidak melakukan kegiatan
akuisisi lebih dari satu kali selama periode pengamatan, yaitu selama 3 tahun
sebelum dan 3 tahun setelah akuisisi.
2. Perusahaan memiliki data laporan keuangan secara lengkap untuk masa tiga tahun
sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi dan mempublikasikan laporan keuangan
secara lengkap.
3. Periode laporan keuangan perusahaan berakhir setiap 31 Desember.
Berdasarkan data yang ada diperoleh, sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak
12 perusahaan yang termasuk dalam kriteria penelitian ini. Berikut daftar perusahaan:
Tabel 1. Seleksi Sampel
Keterangan Jumlah
Perusahaan yang melakukan akuisisi di BEI 2006-
2008
23
Perusahaan yang laporan keuangan tidak dipublikasi
secara lengkap di BEI
4
Laporan keuangan perusahaan yang menggunakan
dollar
7
Jumlah sampel akhir 12
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara mengumpulkan data sekunder
yaitu data penelitian yang diperoleh dari objek penelitian. Dengan kata lain, data yang
diperoleh dari pihak lain atau pihak luar, yaitu berupa data akuntansi meliputi laporan
keuangan selama tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI.
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari:
1. Bursa Efek Indonesia yang berupa laporan keuangan perusahaan yang melakukan
akuisisi pada tahun 2003 - 2011
2. Indonesian Capital Market Directory.
3. Sumber data lain yang mendukung penelitian ini.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian data-data yang dibutuhkan diperoleh dari literatur yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti, serta penelitian-penelitian sejenis sebelumnya yang dijadikan
sebagai bahan referensi. Selain itu data yang diperoleh dengan menganalisa pos-pos yang
terdapat dalam laporan keuangan perusahaan sebelum melakukan akuisisi yang hasilnya akan
dibandingkan dengan pos-pos laporan keuangan sesudah akuisisi melalui informasi di Bursa
Efek Indonesia.
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini menganalisis secara empiris tentang pengukuran kinerja keuangan perusahaan
sebelum dan sesudah akuisisi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian atas hipotesis-
hipotesis yang telah diajukan. Pengujian hipotesis dilakukan menurut metode penelitian dan
analisis yang dirancang sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti agar mendapatkan hasil
yang akurat.
Pada dasarnya variabel dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan. Secara spesifik, kinerja
keuangan disini difokuskan terhadap kinerja keuangan perusahaan yang melakukan akuisisi.
Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan indikator rasio keuangan (Munawir, 2002),
yaitu:
1. Return on Investment (ROI)
Return on Investment (ROI) digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang
diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih.
ROI = Aset Jumlah
PajakSetelah Bersih Laba
2. Debt to Equity (DER)
Debt to Equity (DER) merupakan alat ukur dengan cara membandingkan antara utang
jangka panjang (long term debt) perusahaan dengan modal ekuitas (stock equty)
DER = Saham Ekuitas
UtangTotal
3. Eearning pershare (EPS)
Eearning pershare (EPS) merupakan alat ukur untuk menghitung laba bersih yang
diperoleh dari selembar saham
EPS = Beredar SahamJumlah
Bersih Laba
4. Total asset turnover (TATO)
Total asset turnover (TATO) merupakan alat untuk mengukur perputaran dari semua
set perusahaan dan dihitung dengan cara membagi penjualan dengan aktiva total.
TATO = Aktiva Total
Penjualan
5. Current Ratio (CR)
Current Ratio (CR) yaitu membandingkan antara total aktiva lancar dengan kewajiban
lancarnya
CR= LancarKewajiban
Lancar Aktiva
3.5 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat studi empiris, yang merupakan penelitian
dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari
subyek yang diteliti, serta interaksinya dengan lingkungan (Indriantoro, 2002). Tujuan studi
kasus adalah melakukan penyelidikan secara mendalam mengenai subyek tertentu untuk
memberikan gambaran yang lengkap mengenai subyek tersebut. Subyek yang diteliti adalah
kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan
menganalisis rasio keuangan.
3.6 Metode Analisis Data
Untuk tercapainya tujuan dalam penelitian ini, maka metode yang digunakan adalah model
analisis Paired Sample T Test dengan menggunakan software SPSS. Sebelumnya data yang
terkumpul akan dianalisis secara bertahap dengan dilakukan analisis rasio keuangan statistik
deskriptif terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan pengujian statistik dengan uji distribusi
normal dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov. Kemudian tahap selanjutnya
dilakukan pengujian hipotesis untuk masing-masing variable penelitian dengan menggunakan
uji analisis Paired Sample T Test. Untuk tingkat signifikansi atau nilai alfa ( ), menurut
Ghozali (2006) nilai alpha yang umum dipakai adalah 0,05 dan 0,01, kemudian pada
penelitian ini ditetapkan tingkat signifikansi atau profabilitas kesalahan untuk menolak H0
untuk seluruh pengujian adalah sebesar 0,05 atau (5%). Penjelasan tahapan pengujiannya
adalah sebagai berikut:
3.6.1 Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan digunakan untuk menganalisis kinerja perusahaan yang melakukan
akuisisi terhadap kondisi keuangan perusahaan. Analisis rasio keuangan dalam penelitian ini
didahului dengan menggunakan analisis statistik deskriptif untuk memberikan gambaran
mengenai data yang digunakan. Rasio-rasio yang diteliti tersebut dibandingkan dengan rasio-
rasio sebelum melakukan akuisisi. Lebih lanjut rasio-rasio tersebut ditetapkan sebagai
variabel yang selanjutnya hasil dari perhitungan tersebut digunakan untuk pengujian statistik.
3.6.2 Pengujian Statistik
Pengujian ini dilakukan dengan menguji rasio-rasio keuangan sebelum dan setelah akuisisi,
hasil dari pengujian ini diharapkan dapat mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata
pada kinerja keuangan antara perusahaan sebelum melakukan akuisisi dan setelah melakukan
akuisisi. Tahapan pengujiannya adalah sebagai berikut:
1. Uji Normalitas Data
Menurut Hakim (2001) Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas penting dilakukan karena untuk menentukan
alat uji statistik apa yang sebaiknya digunakan untuk pengujian hipotesis. Apabila
berdistribusi normal maka digunakan test parametrik, sebaliknya apabila data berdistribusi
tidak normal maka lebih sesuai dipilih alat uji satatistik non-parametric dalam pengujian
hipotesis. Uji statisitik kolmogorov-smirnov dipilih karena lebih peka untuk mendeteksi
normalitas data dibandingkan dengan pengujian dengan menggunakan grafik. Tujuan
pengujian ini untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan penelitian ini adalah
berdistribusi normal atau tidak. Sampel dikatakan berdistribusi normal apabila asymptotic sig
< tingkat keyakinan yang digunakan dalam pengujian yang dalam hal ini adalah 95% atau α =
5%, maka hipotesis nol (H0) diterima. Sedangkan dikatakan tidak normal apabila asymptotic
sig > tingkat keyakinan maka hipotesis nol (H0) ditolak.
2. Uji Hipotesis
Hasil uji normalitas data digunakan untuk menentukan alat uji apa yang paling sesuai
digunakan dalam pengujian hipotesis. Dalam penelitian ini menggunakan uji parametrik
Paired Sample T Test. Model uji beda ini popular digunakan untuk menganalisis model
penelitian pre-post atau sebelum dan setelah. Uji beda digunakan untuk mengevaluasi
perlakuan (treatment) tertentu pada satu sampel yang sama pada dua periode pengamatan
yang berbeda. Pengamatan tertentu pada penelitian ini adalah peristiwa akuisisi. Jika
perlakuan tersebut tidak berpengaruh terhadap objek maka nilai rata-rata pengukurannya
adalah sama dengan atau dianggap nol atau hipotesis nol (H0) diterima. Jika ternyata
pernyataan berpengaruh, nilai rata-rata pengukuran tidak sama dengan nol dan
hipotesisnolnya (H0) ditolak, berarti hipotesis alternatifnya diterima, Hakim (2001).
3. Paired Sampel T Test (Uji T Sampel berpasangan)
Paired Sampel T Test atau uji T sampel berpasangan merupakan alat uji statistik parametrik
yang digunakan untuk membandingkan mean dari suatu sampel yang berpasangan (paired)
dan menguji hipotesis sama atau berbeda (H0) antara dua sampel berbeda yang diambil dari
subjek yang dipasangkan dengan nilai signifikan/ P-Value jika nilai P-Value < 0,05 maka
H0 diterima dan apabila nilai P-Value> 0,05 maka H0 ditolak. (Ghozali, 2006)
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang dilihat dari jumlah
sampel, minimum, maksimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi, dari masing –
masing variabel. Variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio
keuangan yaitu: Earning pershare, Current ratio, Debt to Equity, Total assets turnover, dan
Retrun on invesment. Data kelima variabel ini diperoleh berdasarkan laporan keuangan
tahunan yang terdapat pada Indonesian Capital Market Directory (ICMD) yang dikeluarkan
oleh BEI.
Dibawah ini merupakan hasil perhitungan deskriptif dari varibel – variabel rasio keuangan
yang terkait yang ditinjau dari nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan nilai
minimum untuk periode sebelum akuisisi. Berikut Tabel 2 yang menunjukan statistik
deskriptif data pada periode sebelum akuisisi.
Tabel 2. Hasil Statistik Deskriptif periode sebelum akuisisi
Periode Variabel Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
3 Tahun
sebelum
Akuisisi
ROI -144.04 27.98 1.5727 27.80390
DER -3.39 8.15 2.0850 2.20540
EPS -991.00 1348.00 211.6361 485.29749
CR .22 18.42 2.5233 3.82363
TATO .17 1.69 .9172 .37504
Sumber: Data diolah
Berikut Tabel 3 yang menunjukkan stastistik deskriptif data pada periode sesudah akuisisi.
Tabel 3. Hasil Statistik Deskriptif periode sesudah akuisisi
Periode Variabel Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
3 Tahun
ROI -86.62 18.29 3.0812 17.31660
DER .17 4.87 1.5180 1.10331
sesudah
Akuisisi
EPS -263.00 3691.00 429.2333 844.49458
CR .34 5.63 1.5711 1.14727
TATO .11 1.59 .9342 .39377
Sumber: data diolah
Berdasarkan hasil deskriptif di atas, dapat dijelaskan bahwa:
1. Dari data diatas, dapat kita ketahui bahwa rata – rata ROI perusahaan sebelum
melalukan akuisisi lebih rendah dibandingkan dengan tingkat ROI sesudah akuisisi.
Nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat ROI sebelum melakukan
akuisisi adalah sebesar -144.04 dan 27.98 yang berarti bahwa perbandingan laba
bersih terhadap total asset perusahaan minimum dan maksimum sebesar -144.04 dan
27.98. Sedangkan nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat ROI
sesudah melakukan akuisisi adalah -86.62 dan 18.29 yang berarti bahwa perbandingan
laba bersih terhadap total asset perusahaan minimum dan maksimum sebesar -86.62
dan 18.29, dengan besar standar deviasi (rata-rata) tingkat ROI sebelum dan sesudah
melakukan akuisisi secara berturut – turut adalah 27.803 dan 17.316.
2. Berdasarkan tabel diatas, dapat kita ketahui bahwa rata – rata pada tingkat DER
perusahaan sebelum melalukan akuisisi yaitu 2.0850 lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata sesudah akuisisi yaitu 1.5108.
Menurut Harahap (2007) semakin kecil rasio ini semakin baik. Berdasarkan uraian di
atas maka dapat diketahui bahwa penurunan debt to equity ratio berdampak baik bagi
kinerja keuangan perusahaan atau dapat diartikan bahwa kinerja keuangan perusahaan
dilihat dari debt to equity ratio mengalami peningkatan.
Nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat DER sebelum melakukan
akuisisi adalah sebesar -3.39 dan 8.15 yang berarti bahwa perbandingan anatra total
utang terhadap total equity perusahaan minimum dan maksimum sebesar -3.39 dan
8.15, Sedangkan nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat DER
sesudah melakukan akuisisi adalah 0.17 dan 4.87 yang berarti bahwa perbandingan
antara total utang terhadap total equity perusahaan minimum dan maksimum sebesar
.017 dan 4.87, dengan besar standar deviasi (rata-rata) tingkat DER sebelum dan
sesudah melakukan akuisisi secara berturut – turut adalah 2.20540 dan 1.10331.
3. Dari tabel diatas, kita dapat mengetahui bahwa rata-rata EPS perusahaan sebelum
melakukan akuisisi yaitu 211.6361 lebih rendah dari rata-rata EPS perusahaan
sesudah akuisisi yaitu sebesar 429.2333. Hal ini berarti tingkat laba perusahaan
terhadap jumlah saham yang beredar (outstanding share) setelah melakukan akuisisi
mengalami peningkatan, maka nilai ini akan sangat menguntungkan bagi perusahaan,
karena nilai EPS yang cenderung menurun maka akan menurunkan nilai harga saham
dan sebaliknya. Nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat EPS
sebelum melakukan akuisisi adalah sebesar -991.00 dan 1348.00 yang berarti bahwa
perbandingan tingkat laba bersih terhadap jumlah saham yang beredar minimum dan
maksimum berturut-turut sebesar -991.00 dan 1348.00. Hal ini menjelaskan bahwa
tingkat minimum EPS perusahaan sedang mengalami kerugian sehingga tingkat laba
terhadap jumlah saham yang beredar bersifat negatif. Sedangkan nilai minimum dan
maksimum berturut-turut dari tingkat EPS sesudah melakukan akuisisi adalah -236.00
dan 3691.00, dengan standar deviasi (rata-rata) tingkat EPS sebelum dan sesudah
melakukan akuisisi secara berturut – turut adalah 485.29749 dan 844.49458.
Berdasarkan dari hasil deskripsi yang telah di jelaskan diatas terlihat bahwa kinerja
keuangan setelah melakukakan akuisisi dari sisi rasio pasar mengalami peningkatan.
Peningkatan tingkat EPS terjadi karena jumlah saham yang beredar semakin tinggi
sehingga menyebabkan tingkat EPS semakin besar.
4. Dari tabel diatas, kita dapat mengetahui bahwa rata-rata TATO perusahaan sebelum
akuisisi yaitu 0.9172 lebih rendah dari rata-rata TATO sesudah akuisisi yaitu 0.9342.
Menurut Harahap (2007) semakin besar rasio ini semakin baik. Hal ini berarti bahwa
pengelolaan aset dalam menghasilkan penjualan semakin efektif. Berdasarkan uraian
di atas maka dapat diketahui bahwa kenaikkan total asset turn over mencerminkan
bahwa kinerja keuangan perusahaan semakin meningkat.
Nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat TATO sebelum melakukan
akuisisi adalah sebesar 0.17 dan 1.69 yang berarti bahwa perbandingan antara aktiva
lancar dan hutang lancar minimum dan maksimum berturut-turut adalah sebesar 0.17
dan 1.69. Sedangkan nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat TATO
sesudah melakukan akuisisi adalah 0.11 dan 1.59, dengan standar deviasi ( rata-rata)
tingkat TATO sebelum dan sesudah melakukan akuisisi secara berturut – turut adalah
sebesar 0.37504 dan 0.393772.
5. Dari tabel diatas, kita dapat mengetahui bahwa rata-rata current ratio perusahaan
sebelum melakukan akuisisi yaitu 2.5233 lebih tinggi dari current ratio perusahaan
sesudah melakukan akuisisi yaitu 1.5711. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan
aktiva lancar terhadap hutang lancar pada perusahaan yang melakukan akuisisi
mengalami penurunan.
Menurut Harahap (2007) semakin besar perbandingan aset lancar terhadap kewajiban
lancar, semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka
pendeknya. Semakin besar rasio ini, maka akan semakin baik kinerja keuangan
perusahaan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa penurunan
current ratio mencerminkan bahwa kinerja keuangan perusahaan semakin menurun.
Nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat CR sebelum melakukan
akuisisi adalah sebesar 0.22 dan 0.34 yang berarti bahwa perbandingan antara aktiva
lancar dan hutang lancar minimum dan maksimum berturut-turut adalah sebesar 0.22
dan 0.34. Sedangkan nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat CR
sesudah melakukan akuisisi adalah 18.42 dan 5.63, dengan standar deviasi (rata-rata)
tingkat CR sebelum dan sesudah melakukan akuisisi secara berturut – turut adalah
sebesar 3.8236 dan 1.14727. Berdasarkan hasil deskripsi diatas, terlihat bahwa terjadi
penurunan. Penurunan tingkat CR terjadi karena perbandingan aset lancar dengan
utang semakin kecil, ini berarti semakin kecil pula kemampuan perusahaan dalam
menutupi kewajiban jangka pendeknya.
4.2 Uji Normalitas Data
Menurut Hakim (2001) Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak. Uji statisitik kolmogorov-smirnov dipilih karena lebih peka
untuk mendeteksi normalitas data dibandingkan dengan pengujian dengan menggunakan
grafik. Tujuan pengujian ini untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan penelitian ini
adalah berdistribusi normal atau tidak. Sampel dikatakan berdistribusi normal apabila
asymptotic sig > tingkat keyakinan yang digunakan dalam pengujian yang dalam hal ini
adalah 95% atau α = 5%, maka hipotesis nol (H0) diterima. Sedangkan dikatakan tidak
normal apabila asymptotic sig < tingkat keyakinan maka hipotesis nol (H0) ditolak. Hasil uji
normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Uji Normalitas data
Variabel Hasil
Signifikansi
Taraf
Sinifikansi Kesimpulan
ROI 0.062 0.05 Normal
DER 0.642 0.05 Normal
EPS 0.255 0.05 Normal
TATO 0.679 0.05 Normal
CR 0.390 0.05 Normal
Berdasarkan hasil uji normalitas diatas menyatakan bahwa asymptotic sig > tingkat
keyakinan dengan tingkat keyakinan ( α = 5% atau 0.05 ) maka dapat disimpulkan bahwa
seluruh variabel rasio ini berdistribusi normal, maka pada rasio ini akan menggunakan
pengujian Paired Sample T Test.
4.3 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis yang ada bertujuan untuk menjawab pertanyaan apakah kinerja
perusahaan yang diproksikan ke dalam lima rasio keuangan setelah akuisisi terdapat
perbedaan dibandingkan kinerja perusahaan sebelum melakukan akuisisi. Berdasarkan hasil
uji normalitas, maka kita dapat melakukan uji statistik dengan menggunakan Paired Sample
T-Test.
Berikut ini merupakan rekapitulasi tabel hasil pengujian hipotesis seluruh rasio keuangan.
Tabel 5. Hasil Pengujian Hipotesis
Rasio
Mean Ratio Sig. (2-
tailed) Keterangan
Sebelum Sesudah
ROI
DER
EPS
TATO
CR
3.0812
2.0850
211.6361
0.9172
2.5233
1.5727
1.5180
429.233
0.9342
1.5711
0.170
0.039
0.019
0.749
0.099
H1 tidak terdukung
H2 terdukung
H3 terdukung
H4 tidak terdukung
H5 tidak terdukung
Dari rekapitulasi hasil pengujian hipotesis diatas, maka dapat diketahui bahwa pada Debt to
equity (DER), dan Earning per share (EPS) terdapat perbedaan signifikan kinerja keuangan
tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi.Sedangkan pada tingkat Return on
invesment (ROI), Total asset turnover (TATO), dan Current ratio (CR) tidak terdapat
perbedaan yang signifiikan.
4.3.1 Hipotesis Pertama
Berdasarkan uji normalitas bahwa variabel rasio ROI menyatakan bahwa asymptotic sig >
tingkat keyakinan. Maka disimpulkan pada variabel ROI berdistribusi normal, oleh karena itu
pada variabel ROI ini akan menggunakan pengujian Paired Sample T Test.
Hasil pengujian pada variabel ini dapat dilihat pada lampiran 4, berdasarkan hasil pengujian
bahwa Setelah dilakukan pengujian terhadap tingkat ROI dengan uji Paired, diketahui
bahwa Sig. sebesar 0.170 pada tingkat (α) sebesar 5% yang berarti Sig. lebih besar dari alpha
sehingga H1 tidak terdukung atau ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik,
tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kinerja keuangan yang menunjukan
penurunan terhadap variabel ROI perusahaan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah
melakukan akuisisi.
Hal ini disebabkan karena tidak terjadi peningkatan dalam pemanfaatan penggunaan aktiva
dan sinergi yang diharapkan tidak tercapai dalam melakukan akuisisi.
4.3.2 Hipotesis Kedua Berdasarkan uji normalitas bahwa variabel rasio DER menyatakan bahwa symptotic sig >
tingkat keyakinan. Maka disimpulkan pada variabel DER berdistribusi normal, oleh karena
itu pada variabel DER ini akan menggunakan pengujian Paired Sample T Test. Berdasarkan
hasil deskripsi yang sudah dijelaskan diatas, terlihat bahwa adanya penurunan tingkat total
hutang terhadap total ekuitas perusahaan, hal ini berarti kinerja keuangan setelah melakukan
akuisisi dari sisi solvabilitas semakin membaik karena semakin kecil tingkat DER maka
semakin kecil pula tingkat leverage perusahaan, karena hal tersebut berarti modal yang
berasal dari perusahaaan lebih besar di bandingkan dari pihak luar. Hal ini didukung setelah
dilakukan uji hipotesis terhadap DER dengan uji Paired Sampel t-test diketahui bahwa
signifikasi yang terlihat dari Sig. sebesar 0.039 lebih kecil dari α = 5% menunjukkan bahwa
belum terdapat perbedaan yang signifikan maka H2 terdukung atau diterima. Maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dari tingkat solvabilitas perusahaaan sebelum dan
sesudah melakukan akuisisi. Hasil pengujian pada variabel ini dapat dilihat pada lampiran 5.
Dari hasil deskripsi di atas menyatakan penurunan pada tingkat DER, yang berarti
berpengaruh positif untuk perusahaan dan hasil pengujian statistik menyatakan terdapat
perbedaan yang signifikan, hal ini dikarenakan struktur permodalan yang berasal dari ekuitas
meningkat, sehingga kinerja keuangan perusahaan semakin baik.
4.3.3 Hipotesis Ketiga
Berdasarkan uji normalitas bahwa variabel rasio EPS menyatakan bahwa symptotic sig >
tingkat keyakinan. Maka disimpulkan pada variabel EPS berdistribusi normal, oleh karena itu
pada variabel EPS ini akan menggunakan pengujian Paired Sample T-Test.
Hasil pengujian pada variabel ini dapat dilihat pada lampiran 6, berdasarkan hasil pengujian
bahwa setelah dilakukan pengujian terhadap tingkat Earning per share dengan uji paired
diketahui bahwa Sig. sebesar 0.019 pada tingkat alpha (α) sebesar 5% yang berarti Sig.
kurang dari alpha sehingga H3 terdukung atau diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
secara stastistik terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat EPS perusahaan tiga tahun
sebelum dan tiga tahun sesudah melakukan akuisisi.
Variabel kinerja keuangan yang diproksikan terhadap EPS menunjukkan adanya peningkatan
kinerja. Terlihat dari variabel EPS yang cenderung mengalami peningkatan, hal ini
dikarenakan penambahan modal saham yang pada akhirnya menambah jumlah saham yang
beredar dapat mengimbangi dengan peningkatan kinerja keuangan.
4.3.4 Hipotesis Keempat
Berdasarkan uji normalitas bahwa variabel rasio TATO menyatakan bahwa symptotic sig >
tingkat keyakinan. Maka disimpulkan pada variabel TATO berdistribusi normal, oleh karena
itu pada variabel TATO ini akan menggunakan pengujian Paired Sample T Test.
Sebagaimana hasil deskripsi diatas, bahwa hasil rata-rata (mean) menunjukan adanya
peningkatan sehingga maka disimpulkan bahwa kebijakan akuisisi dapat mempengaruhi
kinerja keuangan, Namun setelah dilakukan pengujian terhadap total asset turnover dengan
uji paired sampel t-test dapat diketahui bahwa signifikan sebesar 0.099 yang berarti H4 tidak
tedukung atau ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara stastistik, tidak terdapat
perbedaan signifikan dari tingkat likuiditas perusahaan tiga tahun sebelum dan tiga tahun
sesudah melakukan akuisisi. Hasil pengujian pada variabel ini dapat dilihat pada lampiran 7.
Meskipun terdapat peningkatan pada nilai rata-rata TATO setelah akuisisi, akan tetapi
peningkatan tersebut belum cukup untuk menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan aset perusahaan dalam memperoleh
pendapatannya belum efesien.
4.3.5 Hipotesis Kelima Berdasarkan uji normalitas bahwa variabel rasio CR menyatakan bahwa symptotic sig >
tingkat keyakinan. Maka disimpulkan pada variabel CR berdistribusi normal, oleh karena itu
pada variabel CR ini akan menggunakan pengujian Paired Sample T Test.
Hasil pengujian pada variabel ini dapat dilihat pada lampiran 8, berdasarkan hasil pengujian
bahwa setelah dilakukan pengujian terhadap Current Ratio dengan uji paired sampel t-test
dapat diketahui bahwa signifikasi sebesar 0.749 yang berarti bahwa H4 tidak terdukung atau
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara stastistik, tidak terdapat perbedaan
signifikan dari tingkat likuiditas perusahaan 3 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah melakukan
akuisisi.
Variabel kinerja keuangan yang diproksikan terhadap CR belum menunjukan peningkatan
kinerja dapat dilihat dari variabel CR yang cenderung menurun. Hal ini dikarenakan adanya
kemungkinan penambahan hutang yang pada akhirnya akan menambah jumlah aset, namun
belum dapat diiringi dengan peningkatan kinerja keuangan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kinerja keuangan yang diproksikan
oleh rasio profitabilitas, solvabilitas, pasar, aktivitas, dan likuiditas terhadap kebijakan
sebelum dan sesudah adanya akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan di BEI pada tahun
2006-2008 dengan periode pengamatan 2003-2011
Dari hasil pengujian yang dilakukan, diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Return on invesment (ROI) perusahaan yang melakukan akuisisi secara stastistik tidak
terdapat perbedaan signifikan antara ROI perusahaan tiga tahun sebelum dan tiga
tahun sesudah melakukan akuisisi sehingga H1 tidak terdukung. Dengan demikian,
dapat kita simpulkan bahwa ROI rata-rata perusahaan sampel tidak mendukung bagi
pihak perusahaan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan untuk melakukan
akuisisi karena nilainya tidak memiliki perbedaan dengan nilai yang dihitung sesudah
akuisisi.
2. Debt to equity (DER) perusahaan yang melakukan akuisisi secara stastistik
menunjukan terdapat adanya perbedaan yang signfikan antara DER perusahaan tiga
tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi sehingga H2 terdukung. Berdasarkan
hasil deskripsi, terlihat bahwa terjadi penurunan tingkat total hutang terhadap total
ekuitas perusahaan, hal ini berarti kinerja keuangan setelah melakukan akuisisi dari
sisi solvabilitas semakin membaik karena semakin kecil tingkat DER maka semakin
kecil pula tingkat leverage perusahaan. Hal ini didukungan dengan setelah
dilakukannya pengujian paired sampel t test rata-rata (mean) dari tingkat DER
sesudah melakukan akuisisi menunjukan hasil Sig. Sebesar 0.039 lebih kecil dari α =
5% menunjukkan bahwa H2 diterima. Maka dapat disimpulakan bahwa hasil
pengujian terhadap variabel DER terhadap kinerja keuangan, secara stastistik tingkat
variabel DER terdapat perbedaan signifikan baik perusahaan tiga tahun sebelum
melakukan akuisisi maupun sesudah tiga tahun melakukan akuisisi.
3. Earning per share (EPS) perusahaan yang melakukan akuisisi secara stastistik
menunjukan terdapat adanya perbedaan yang signifikan antara EPS perusahaan tiga
tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi sehingga H3 terdukung. Hal ini terjadi
karena dari hasil deskripsi terlihat bahwa kinerja keuangan setelah melakukakan
akuisisi dari sisi rasio pasar mengalami peningkatan. Peningkatan tingkat EPS terjadi
karena jumlah saham yang beredar semakin tinggi sehingga menyebabkan tingkat
EPS semakin besar. Variabel kinerja keuangan yang diproksikan terhadap EPS
menunjukkan adanya peningkatan kinerja hal ini terlihat dari variabel EPS yang
cenderung mengalami peningkatan, ini dikarenakan penambahan modal saham yang
pada akhirnya menambah jumlah saham yang beredar dapat mengimbangi dengan
peningkatan kinerja keuangan.
4. Total asset turnover (TATO) perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi setelah
dilakukan pengujian dengan uji paired tidak signifikan, sehingga H4 tidak terdukung.
Variabel kinerja keuangan yang diproksikan terhadap TATO belum menunjukan
peningkatan kinerja. Terlihat dari variabel TATO yang cenderung menurun, hal ini
dikarenakan penambahan aset yang pada akhirnya menambah jumlah penjualan bersih
ternyata belum diimbangi dengan peningkatan kinerja keuangan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa secara stastistik, tidak terdapat perbedaan signifikan dari tingkat
TATO tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah perusahaan melakukan kebijakan
akuisisi.
5. Current ratio (CR) perusahaan sebelum dan sesudah melakukan akuisisi setelah
dilakukan pengujian dengan uji paired sample t-test tidak signifikan, sehingga H5
tidak terdukung. Hal ini didukung berdasarkan hasil deskripsi yang terlihat bahwa
terjadi penurunan. Penurunan tingkat CR terjadi karena perbandingan aset lancar
dengan utang semakin kecil , ini berarti semakin kecil pula kemampuan perusahaan
dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
secara stastistik, tidak terdapat perbedaan signifikan dari tingkat likuiditas perusahaan
tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah melakukan akuisisi.
Dari hasil deskriptif diatas, maka dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan kinerja keuangan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi yaitu pada
tingkat solvabilitas dan pasar. Sedangkan pada tingkat profitabilitas, aktivitas, dan likuiditas
tidak menggambarkan perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan tiga tahun sebelum
dan tiga sesudah perusahaan melakukan akuisisi, meskipun dalam penelitian ini rasio
solvabilitas dan pasar terdapat hasil yang signifikan, namun tidak dapat mewakili rasio secara
keseluruhan dalam menunjukkan perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah
perusahaan melakukan akuisisi.
5.2 Keterbatasan
Terdapat beberapa keterbatasan dalam melakukan penelitian ini, yaitu:
1. Sampel dan rentang waktu pengamatan yang menggunakan 12 sampel dan hanya
dalam jangka waktu tiga tahun.
2. Dalam penelitian ini hanya menganalisisi kinerja berdasarkan rasio keuangan yang
merupakan aspek ekonomi saja, sementara banyak faktor non ekonomis yang tidak
dapat dimasukan kedalam ukuran kuantitatif. Beberapa kinerja non ekonomis seperti
teknologi, sumber daya manusia, budaya perusahaan dan sebagainya. Oleh karena
itu penelitian ini tidak dapat menggambarkan keseluruhan aspek kinerja perusahaan.
3. Dalam penelitian ini variabel kinerja keuangan yang digunakan hanya menggunakan
lima variabel yaitu ROI, DER, EPS, CR, dan TATO. Sedangkan masih banyak
variabel yang dapat digunakan dan dipengaruhi oleh suatu kebijakan, dan pada
akhirnya akan menjadi alat pengambilan keputusan bagi insvestor dan kreditur.
4. Jangka waktu yang digunakan dalam penelitian ini kurang dapat mewakili untuk
melihat pengaruh kebijakan akuisisi terhadap kinerja keuangan hanya menggunakan
periode tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi.
5.3 Saran
Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini, sebaiknya
mempertimbangkan beberapa saran di bawah ini demi hasil penelitian yang lebih baik dan
lebih akurat, yaitu:
1. Menggunakan periode waktu yang lebih lama sehingga bisa mendapatkan sampel
lebih banyak.
2. Menggunakan variabel penelitian yang lebih banyak agar hasil penelitian dapat
digeneralisasi serta dapat menggambarkan kinerja keuangan sesungguhnya.
3. Periode untuk menguji perbedaan kinerja sebelum dan sesudah kebijakan
menggunakan rentang waktu yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Muhammad. 2010. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan
Sesudah Merger dan Akuisisi (Pada Perusahaan Pengakuisisi, Periode 2002-2004).
Skripsi. Univrsitas Diponegoro
Almilia, Luciana. 2003. Analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi finansial distress
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Jurnal Riset Akuntansi.
Azizudin, Agis Data. 2003. Analisis Pengarush Merger dan Akuisisi terhadap
Kinerja Keuangan Perusahaan. Skripsi. Universitas Gajah Mada.
Brigham, Eugene F. and Joel F. Houston, 2001. Fundamentals of Financial
Management, Ninth Edition, Horcourt College, United States of America.
Foster, G. 1986. Financial Statement Analysis. Englewood cliffs. NJ: Practice
Hall, Second Edition.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Hakim, Abdul. 2001. Statistika Deskriptif. Ekonisia.Yogyakarta.
Harahap, Sofyan Safri. 2007. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat.
Indriantoro, Nur. 2002. Metodelogi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen.
Cetakan 2. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
Kasmir. 2010. Pegantar Manajemen Keuangan. Yogyakata : Penerbit Prenada Media Group.
Koesnadi, Ruddy. 1991. Unsur – unsur dalam merger dan akuisisi di indonesia. Jurnal Riset
Akuntansi. No.3
Maksum, Azhar. 2005. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Merger dan
Akuisisi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal
Riset Akuntansi. Vol .1 No. 2
Mariana, Yenny dan Sri Hasnawati. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum
dan Sesudah Akuisisi (Studi Kasus pada PT. Gudang Garam Tbk.). Simposium
Nasional Akuntansi III
Munawir, S. 2004. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.
Moin, Abdul. 2004. Merger, Akuisisi, & Divestasi. Yogyakarta: Ekonisia.
Nurdin. D. 1996. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi
Pada Perusahaan Go Publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntnasi. Vol.3. No 1
Oktavia, Yani. 2001. Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi
Pada Perusahaan Manufaktur yang Go Publik di Bursa Efek Surabaya. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah.
Payamta, dan Doddy,Setiawan. 2004. Anlisis Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap
Perubahan Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia. Vol.7, No.3
Payamta dan Sholikah. 2001. Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Kinerja
Perusahaan Perbankan di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol1.No.1.
Ruddy, Koesnadi. 1991. Unsur-Unsur dalam Merger dan Akuisisi di Indonesia.
Usahawan. No.3 Maret. Jakarta.
Shinta, H.A, Era,2008.” Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah merger
dan akuisisi (Studi pada perusahaan manufaktur yang melakukan merger dan
akuisisi yang tercatat pada BEJ). Skripsi. Universitas Muhammadiyah, Malang
Sugiono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan delapan. Bandung : CV. Alfabeta
Sutrisno. 2003. Manajemen Keuangan. Teori konsep dan aplikasi. edisi pertama Ekonisia.
Yogyakarta.
Syamsuddin, Lukman, 2001. Manajemen Keuangan Perusahaan. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Warsono. 2003. Manajemen Keuangan Perusahaan. Malang: Bayumedia
Wibowo, Fairus. 2011. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan
Sesudah Akuisisi (Pada Perusahaan Perbankan). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia
Widjanarko, Hendro. 2006. Merger, Akuisisi dan Kinerja Perusahaan, Studi atas Perusahaan
Manufaktur Tahun1998-2002. Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 2 No. 2