ABSTRACT - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/27379/1/jurnal_rizka_julia.pdfpemilik. Laporan...

25
1 NARSISME DALAM PELAPORAN KEUANGAN : ANALISIS SEMIOTIK ATAS LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN YANG MENGALAMI KERUGIAN Rizka Julia Budiani Anis Chariri, SE, M.Com., Akt, Ph.D ABSTRACT This study is a qualitative research with approach of case study at annual report of companies that have experienced losses. The purpose of this study is to answer, understand and analyze why and how financial reporting practice of companies suffering from losses is surrounded by narcissism. In addition, this study was intended to understand and analyze the ways and reasons used by the company in delivering and presenting information that is narrative in the annual report. This study uses a semiotic analyses and narcissism to analyze narrative texts on the companies’ financial st atements that had experienced losses. The analyzed data are annual reports of the three companies namely banking, telecommunications service providers and providers of television broadcasting services. Results of this study indicate that three companies (PT. Indosiar, PT. Mobile-8 and PT BII) use language of narcissism in financial reporting by way of designing such a way as narrative text in the annual report. In addition, this study also showed that language of narcissism used by three companies for the reasons of going legitimate through impression management based on certain interests of management. Keywords : narcissism, narrative text, semiotic, interest.

Transcript of ABSTRACT - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/27379/1/jurnal_rizka_julia.pdfpemilik. Laporan...

1

NARSISME DALAM PELAPORAN KEUANGAN :

ANALISIS SEMIOTIK ATAS LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN

YANG MENGALAMI KERUGIAN

Rizka Julia Budiani

Anis Chariri, SE, M.Com., Akt, Ph.D

ABSTRACT

This study is a qualitative research with approach of case study at annual

report of companies that have experienced losses. The purpose of this study is to

answer, understand and analyze why and how financial reporting practice of

companies suffering from losses is surrounded by narcissism. In addition, this

study was intended to understand and analyze the ways and reasons used by the

company in delivering and presenting information that is narrative in the annual

report.

This study uses a semiotic analyses and narcissism to analyze narrative

texts on the companies’ financial statements that had experienced losses. The

analyzed data are annual reports of the three companies namely banking,

telecommunications service providers and providers of television broadcasting

services.

Results of this study indicate that three companies (PT. Indosiar, PT.

Mobile-8 and PT BII) use language of narcissism in financial reporting by way of

designing such a way as narrative text in the annual report. In addition, this study

also showed that language of narcissism used by three companies for the reasons

of going legitimate through impression management based on certain interests of

management.

Keywords : narcissism, narrative text, semiotic, interest.

2

PENDAHULUAN

Laporan keuangan merupakan salah satu alat yang bermanfaat bagi

manajemen untuk pelaksanaan kegiatan operasi manajemen sehari-hari. Belkaoui

(2006) menyebutkan bahwa laporan keuangan merupakan sarana untuk

mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan oleh manajer atas sumber daya

pemilik. Laporan keuangan merupakan hasil dari suatu aktivitas yang bersifat

teknis agar tujuan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat itu dapat

dicapai. Namun demikian, dalam kaitan dengan pihak luar, laporan keuangan

berperan sebagai suatu media perantara. Oleh karena itu, laporan keuangan

merupakan media komunikasi yang dapat digunakan untuk menghubungkan

pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.

Penelitian-penelitian yang terkait dengan laporan keuangan cenderung

meneliti kualitas, manfaat dan penyajian informasi dari laporan keuangan (Cohen,

et al. 2004; Razeen 2004; Clatworthy dan Michael 2006; Chatterjee, et al. 2010;

Yeoh 2010). Cohen, et al. (2004) melakukan penelitian tentang bagaimana cara

meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Penelitian lainnya dimaksudkan

untuk meneliti manfaat laporan dalam membantu pengambilan keputusan

ekonomi (Anderson dan Epstein 1995; Bartlett dan Chandler 1997). Penelitian

berikutnya, dikaitkan dengan issu tentang bagaimana informasi yang disajikan

dalam laporan keuangan dapat mempengaruhi efisiensi pasar dan perilaku

individu (Amir dan Lev 1996; Healy, et al. 1999; Lev dan Ohlson 1982; Lev dan

Zarowin 1999).

Pelaporan keuangan pada awalnya terbatas hanya pada isi laporan

keuangan yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan

ekuitas dan catatan atas laporan keuangan. Namun demikian, dalam SFAC No.1

disebutkan bahwa pelaporan keuangan tidak lagi terbatas pada isi dari laporan

keuangan, tetapi juga media pelaporan informasi lainnya. Oleh karena itu, dalam

perkembangannya praktik pelaporan keuangan tidak hanya menyajikan informasi

kuantitatif, tetapi juga menyajikan informasi lain seperti narrative text, foto, tabel,

dan grafik (David, 2002).

3

Teks naratif (narrative text) merupakan bagian yang memainkan peranan

penting bagi perusahaan dalam membentuk image perusahaan. David (dikutip

oleh Watson, 2005) mengatakan bahwa teks naratif antara lain meliputi diskusi

dan analisis manajemen dan sambutan yang disampaikan direktur dan komisaris.

Diskusi dan analisis manajemen digunakan sebagai suatu media untuk

menginterpretasikan dan mendiskusikan suatu tujuan perusahaan. Sambutan

tertulis digunakan sebagai surat pengantar yang ditandatangani oleh Dewan

Komisaris dan Dewan Direksi yang berisi informasi tentang ringkasan kinerja

yang lalu dan rencana masa yang akan datang (Yuthas, et al. 2002)

Gardner dan Martinko (1988) mengungkapkan bahwa melalui teks naratif,

perusahaan secara aktif berusaha membentuk image positif dan menghindari

image negatif. Cara yang digunakan perusahaan untuk mengirimkan pesan

melalui annual report merupakan strategi komunikasi perusahaan yang digunakan

untuk membangun kepercayaan publik (Kohut dan Segars, 1992). Oleh karena itu,

tidak mengherankan jika perusahaan mengalami kerugian, manajemen akan

membuat pernyataan bahwa kerugian tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan

strategi manajemen melainkan disebabkan oleh faktor di luar kemampuan

manajemen.

Pada laporan tahunan, teks naratif (narrative text) merupakan komplemen

penting dari laporan keuangan (Courtis, 2002). Untuk mencapai transparansi bagi

pihak yang berkepentingan, terutama investor, kejelasan dari teks naratif juga

menjadi hal yang lebih penting (Rutherford, 2003). Hal ini yang mendorong

manajemen untuk membentuk image positif dan menghindari image negatif.

Sikap untuk menghindari image negatif dan membentuk image positif tidak dapat

dipisahkan dari perilaku narsis individu. Oleh kerena itu, tidak mengherankan jika

narsisme bahasa cenderung digunakan manajemen untuk menciptakan image

positif melalui pemakaian narrative text.

Narsisme merupakan sikap yang dimiliki individu dalam mempertahankan

dan meningkatkan penilaian yang tinggi atas dirinya (Campbell, et al. 2004).

Selain itu, Chatterje dan Hambrick (2006) mengatakan bahwa narsisme memiliki

kebutuhan yang kuat atas ketegasan orang lain terhadap keunggulan yang dimiliki.

4

Oleh karena itu, perilaku narsis cenderung untuk berupaya menciptakan image

positif atas dirinya, yang juga akan menimbulkan optimisme dan keyakinan yang

kuat atas hasil yang diperoleh nantinya.

Atas dasar argumen di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk

menganalisis narsisme bahasa yang dilakukan manajemen pada pelaporan

keuangan terlebih ketika perusahaan mengalami kerugian. Pemahaman terhadap

narsisme dalam penyampaian pesan tidak terlepas dari aspek semiotik karena

aspek semiotik inilah yang membentuk bahasa yang digunakan dalam

komunikasi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dalam paradigma

interpretive dan menggunakan pendekatan kualitatif berupa studi kasus pada

perusahaan yang mengalami kerugian.

LANDASAN TEORI

Konsep Pelaporan Keuangan

Pelaporan keuangan (financial reporting) adalah media yang digunakan

perusahaan untuk mengkomunikasikan kegiatan masa lalu, hasil usaha dan

kegiatan masa depan organisasi kepada pihak luar. Pelaporan keuangan

merupakan praktik pelaporan, pengungkapan dan pertanggungjawaban perusahaan

terhadap pemegang saham (shareholders) dan pemilik modal atas sumber daya

yang dikelolanya. Adapun tujuan dari financial reporting Menurut SFAC no 1

(FASB, 1978) adalah untuk menyediakan:

1. Informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan investasi;

2. Informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan kredit;

3. Informasi dalam menilai arus kas masa depan; dan

4. Informasi mengenai sumber daya perusahaan, claim terhadap sumber daya

dan perubahan yang terjadi pada sumber daya tersebut.

Pada awalnya, pelaporan keuangan hanya terbatas pada isi laporan

keuangan yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan

ekuitas dan catatan atas laporan keuangan (David, 2002). Namun demikian, dalam

perkembangannya ruang lingkup pelaporan keuangan tidak hanya mencakup

5

laporan keuangan yang diaudit tetapi juga mencakup media pelaporan informasi

lainnya.

Melalui teks naratif, perusahaan secara aktif berusaha membentuk image

positif dan menghindari image negatif (Gardner and Martinko, 1988). Hyland

(1998) juga mengatakan bahwa surat pernyataan Direksi merupakan alat untuk

“membangun kredibilitas dan kepercayaan diri” yang digunakan untuk

mempromosikan citra perusahaan ke berbagai pihak. Oleh karena itu, pesan yang

disampaikan melalui narrative text pada laporan tahunan merupakan salah satu

strategi komunikasi yang dilakukan perusahaan. Pemahaman terhadap strategi

komunikasi tidak dapat dipisahkan dari teori komunikasi yang terbentuk melalui

proses sosial.

Teori Komunikasi Aksi Habermas

Untuk memahami proses sosial, Habermas (1983a) mengatakan bahwa

harus ada perubahan paradigma dasar dari proses sosial. Teori komunikasi aksi

merupakan teori yang memandang masyarakat melalui paradigma komunikasi.

Proses sosial dapat dilihat sebagai dua analisis konseptual, yaitu lifeworld dan

system mechanism. Lifeworld diartikan oleh Habermas (1983b) sebagai suatu

situasi bertemunya individu dengan individu yang lain dalam melakukan

hubungan timbal balik atas claim yang diberikan masing-masing individu, yang

dapat mengkritisi dan mengkonfirmasi claim tersebut, serta menyelesaikan

perbedaan pendapat hingga mencapai adanya kesepakatan. Oleh karena itu, segala

sesuatu kehidupan atau aktivitas manusia dapat dilihat sebagai suatu interaksi

yang mengikuti mekanisme lifeworld.

Kepentingan (interest) merupakan suatu orientasi dasar yang berakar pada

kemampuan manusia, untuk melestarikan keberadaannya, dan untuk menentukan

serta mengkreasikan dirinya sendiri. Habermas (1983b) mengatakan bahwa

Interest hanya dipengaruhi oleh kedua hal ini, yaitu money dan power. Adanya

kepentingan yang dipengaruhi oleh money dan power tersebut mendorong

perusahaan untuk tetap berupaya menciptakan image positif dan menghindari

image negatif, yang dapat berujung pada pemerolehan legitimasi dari stakeholder.

6

Teori Legitimasi

Teori legitimasi merupakan teori berbasis sistem yang telah berkembang

selama tiga dekade terakhir ini (Conway dan Patricia, 2008). Hal ini didasarkan

pada konsep bahwa suatu organisasi diasumsikan memiliki pengaruh dan

dipengaruhi oleh masyarakat di mana organisasi tersebut beroperasi (Deegan,

2001). Dalam konsep tersebut ditegaskan bahwa organisasi berusaha untuk

beroperasi dalam batas dan norma yang ada dan ingin memastikan bahwa aktivitas

yang dilakukan mendapat legitimasi dari masyarakat (Conway dan Patricia, 2008).

Legitimasi mempengaruhi seseorang dalam memahami dan bertindak

terhadap suatu organisasi. Organisasi yang dianggap sah atau legitimate, lebih

dipandang sebagai organisasi yang dipercaya, layak, bermakna dan memiliki

prediksi. Selain itu, organisasi dianggap lebih legitimate bilamana organisasi

tersebut mudah untuk dimengerti, bukan hanya sekedar diinginkan. Lebih lanjut,

Suchman (1995) mendefinisikan legitimasi sebagai persepsi atau asumsi umum di

mana tindakan sebuah entitas merupakan tindakan yang diinginkan, layak/pantas,

atau sesuai dengan beberapa sistem yang dibangun secara sosial berupa norma,

nilai, kepercayaan dan ketentuan-ketentuan.

Gardner and Martinko (1988) mengatakan bahwa suatu perusahaan akan

secara aktif mencari image (melakukan pencitraan) yang positif dan menghindari

image yang negatif. Pencitraan ini dapat dilakukan melalui “impression

management” (Marcus and Goodman 1991) baik yang bersifat symbolic

(melakukan sesuatu yang baik hanya secara simbolis) maupun substantive

(melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak sekedar simbolisme) (Fitriany, 2009).

Hal ini berkaitan dengan usaha perusahaan dalam memperoleh legitimasi dari

masyarakat. Oleh karena itu, teori legitimasi benar-benar memberikan saran bagi

perusahaan untuk membangun kesesuaian nilai sosial yang diterapkan oleh

perusahaan dengan norma yang berlaku di masyarakat (Lindblom, 1983 dalam

Chariri dan Nugroho 2009).

Legitimasi dapat diperoleh melalui strategi komunikasi dengan

mengirimkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya (Shockley-Zalabak, et.

Al, 2003). Narrative text pada annual report merupakan media yang tepat

7

digunakan perusahaan dalam hal memperoleh legitimasi. Hal ini diperkuat oleh

Aerts (1994) yang mengatakan bahwa narrative text merupakan salah satu alat

yang dapat digunakan manajemen perusahaan untuk membuat aktivitas dan hasil

dari perusahaan tersebut terlihat legitimate.

Narsisme

Chatterjee dan Hambrick (2006) mengatakan bahwa narsisme merupakan

suatu hal yang dikaitkan secara positif dengan harga diri (self-esteem) (Emmons,

1984; Morf dan Rhodewalt, 1993), peningkatan bias diri (biased self-

enhancement) (John and Robins, 1994), intensitas afektif (mood swings)

(Emmons, 1987) dan penggunaan kata ganti personal saat berbicara (Raskin and

Shaw, 1988). Sebagai suatu karakteristik kepribadian, narsisme memiliki dua

elemen penting yaitu kognitif dan motivasi (Chatterjee dan Hambrick 2006).

Pada sisi kognitif, narsisme memerlukan adanya kepercayaan atas kualitas

unggul individu yang dimiliki. Pelaku narsis cenderung melakukan penilaian yang

tinggi atas dirinya sendiri, baik kecerdasan, kreativitas, kompetensi dan

kemampuan dalam memimpin (John dan Robins, 1994; Farwell dan Wohlwend-

Lloyd, 1998;. Hakim, et al , in press dalam Chatterjee dan Hambrick, 2006). Oleh

karena itu, pelaku narsis sangat yakin dan percaya diri atas kemampuan yang

mereka miliki dalam domain tugas (Campbell, et al., 2004). Dari sisi motivasi,

narsisme memiliki kebutuhan yang kuat atas ketegasan orang lain terhadap

keunggulan yang dimiliki. Hal ini diperoleh baik dalam bentuk penguatan, tepuk

tangan, dan sanjungan (Wallace, 2002 dalam Chatterjee dan Hambrick, 2006).

Chatterjee dan Hambrick (2006) menyimpulkan bahwa narsisme

merupakan suatu hal yang menuntun seseorang dalam mengasumsikan posisi

kekuasaan (power) dan pengaruhnya (Kernberg, 1975). Selain itu, narsisme yang

berkaitan erat dengan harga diri, membantu seseorang dalam kemajuan

profesionalnya (Raskin, et al, 1991). Oleh karena itu, dengan adanya narsisme,

seseorang berusaha menciptakan image yang positif, yang juga akan

menimbulkan optimisme dan keyakinan yang kuat atas hasil yang diperoleh

nantinya.

8

Dalam konteks narsisme di atas, dapat dirumuskan bahwa narrative text

terhadap pelaporan keuangan dapat didesain sedemikian rupa sehingga mengarah

pada narsisme. Narsisme ini dibuat dan dilakukan oleh manajemen melalui

argumen, data dan angka tertentu. Hal ini diharapkan mampu meyakinkan

stakeholders bahwa aktivas perusahaan yang telah dijalankan dan dikelola dengan

benar dapat mengarah pada kepercayaan diri dalam laporan keuangan, sehingga

manajer dipandang berhasil dalam menjalankan tugasnya dengan baik. Cara yang

dilakukan manajer dalam melakukan narsisme pada pelaporan keuangan adalah

melalui struktur dan penulisan kalimat (semiotik).

Semiotik

Semiotik adalah ilmu yang berkaitan dengan tanda (simbol) dan cara-cara

fungsi yang sistemastis untuk menyampaikan makna. Pemahaman terhadap tanda

dapat dikaitkan pada konsep yang dikembangkan para strukturalis yang merujuk

konsep Ferdinand deSaussure (1916). DeSaussure (dikutip oleh Hoed, 2007)

mengungkapkan bahwa tanda dapat dikomposisikan pada dua aspek, Penanda

(signifier) untuk segi bentuk suatu tanda, dan petanda (signified) untuk segi

maknanya.

Fokus dari semiotik tidak terletak pada keakuratan atau efisiensi dari

proses transmisi, melainkan lebih pada bentuk komunikasi itu sendiri, yaitu pesan

atau teks. Suatu makna tidaklah mutlak dan terlihat intrinsik pada teks, tetapi

dihasilkan dari interaksi orang dengan teks tersebut. Teks merupakan suatu

kesatuan kebahasaan (verbal) yang mempunyai wujud dan isi, atau segi ekspresi

dan segi isi. Oleh karena itu agar dapat disebut sebagai teks, seperti yang

diungkapkan Hoed (2007), haruslah memenuhi kriteria tekstualitas sebagai

berikut:

1. di antara unsur-unsurnya terdapat kaitan semantik yang ditandai secara

formal (kohesi),

2. segi isinya dapat berterima karena memenuhi logika tekstual (koherensi),

3. teks diproduksi dengan maksud tertentu (intensionalitas),

4. dapat diterima oleh pembaca/masyarakat pembaca (keberterimaan),

9

5. mempunyai kaitan secara semantik dengan teks yang lain (intertekstualitas),

6. mengandung informasi dan pesan tertentu (informativitas).

Dalam konteks penelitian ini, diperlukan usaha untuk memahami makna

dari tiap kata dan kalimat yang terkandung dalam narrative text pada annual

report. Makna tersebut diintepretasikan dalam bentuk pesan yang ingin

disampaikan manajemen kepada para pemakai laporan keuangan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berupa analisis semiotik

naratif atas laporan keuangan perusahaan yang pernah mengalami kerugian.

Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamati (Bodgan dan Taylor, 2007 dalam Meutia, 2010). Pada penelitian ini,

dihasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis yang bersumber dari narrative

text pada pelaporan keuangan perusahaan, baik perbankan, penyedia jasa

telekomunikasi dan penyedia jasa penyiaran televisi.

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa Annual

report PT. Indosiar Karya Media, Tbk (2007 dan 2008), PT. Mobile-8 Telecom,

Tbk (2007 dan 2008) dan PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk (2008 dan 2009).

PT. Indosiar Karya Media, Tbk mengalami kerugian pada tahun 2007 dan

memperoleh laba pada tahun 2008. PT. Mobile-8 Telecom, Tbk memperoleh laba

pada tahun 2007 dan mengalami kerugian pada tahun 2008. Sementara PT. Bank

Internasional Indonesia, Tbk memperoleh laba pada tahun 2008 dan mengalami

kerugian pada tahun 2009. Atas dasar inilah annual report PT. Indosiar Karya

Media, Tbk, PT. Mobile-8 Telecom, Tbk dan PT. Bank Internasional Indonesia,

Tbk digunakan sebagai objek penelitian yang nantinya akan dianalisis lebih lanjut

mengenai perbandingan antara keduanya.

Ghauri (2004) mengatakan bahwa menginterpretasikan dan menganalisis

data kualitatif mungkin adalah tugas yang paling sulit dalam melakukan studi

kasus. Miles (dikutip oleh Ghauri, 2004) mengungkapkan bahwa kesulitan yang

paling serius dalam penggunaan data kualitatif adalah bahwa metode analisis data

10

belum dirumuskan dengan baik. Adapun analisis data yang dilakukan dalam

penelitian ini yaitu dengan menggunakan analisis semiotik narrative text atas

laporan keuangan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Membentuk image positif

Perilaku narsis individu yang memerlukan kepercayaan diri atas kualitas

unggul yang dimiliki, menuntun individu tersebut dalam membentuk image yang

positif. Image positif yang dibentuk dapat dilakukan perusahaan dengan cara

mengklaim keberhasilan yang diperolehnya melalui narrative text pada pelaporan

keuangan, baik keberhasilan atas usaha yang telah dilakukan ataupun keberhasilan

atas kemampuan internal. Sebagai contoh dapat dilihat pada annual report PT.

Indosiar pada saat mengalami kerugian tahun 2007 dalam sambutan Direksi

(hal.6),

Kini usaha anak perusahaan untuk merebut kembali perhatian pemirsa dan

pengiklan telah berhasil menempatkan anak perusahaan pada jajaran tiga

besar televisi nasional sejak pertengahan tahun 2007, bahkan pada posisi

teratas di penghujung tahun 2007.

Peryataan yang disampaikan diatas menunjukkan bahwa keberhasilan PT.

Indosiar atas penempatan anak perusahaan pada jajaran tiga besar televisi nasional

dijadikan sebagai alasan untuk mengklaim bahwa meskipun mengalami kerugian,

manajemen tetap mampu mengelola perusahaan. Campbell, et al. (2004)

mangatakan bahwa pelaku narsis sangat yakin dan percaya diri atas kemampuan

yang mereka miliki dalam domain tugas. Jadi, dengan penuh percaya diri dan

keyakinan, manajemen cenderung untuk tetap membentuk image positif atas

keberhasilan usaha yang telah dilakukan.

Hal yang senada dalam membentuk image positif dinyatakan PT. BII pada

pada saat mengalami kerugian tahun 2009 dalam Analisa dan Pembahasan

Manajemen (hal.38),

BII telah berhasil memperbaiki kembali kinerjanya pada 2009, yang

tercermin dari pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan sejak kuartal ketiga

tahun 2009. Keberhasilan ini dipengaruhi oleh perbaikan proses bisnis, dan

didukung oleh prospek perekonomian yang positif. Sepanjang 2009 BII

11

mengalami kemajuan yang baik dalam mempersiapkan pertumbuhan yang

berkelanjutan dan memberikan layanan prima.

Pernyataan serupa ditujukkan pada annual report PT. Mobile-8 saat

mengalami kerugian tahun 2008 dalam Analisis dan Pembahasan Manajemen

(hal.28), yang mengklaim keberhasilan atas kemampuan internal perusahaan

sebagai berikut:

Mobile-8 juga bekerjasama dengan Baznas menyelenggarakan program Infaq,

yang hasilnya disumbangkan untuk mendukung program Baznas dalam

mensejahterakan masyarakat Indonesia, dimana program ini menghasilkan

penghargaan kepada PT Mobile-8 sebagai satu-satunya operator

telekomunikasi yang membantu program kesejahteraan bagi masyarakat

Indonesia.

Upaya perusahaan dalam menciptakan image positif lebih sering terlihat

ketika perusahaan tersebut memperoleh laba. Hal ini disebabkan manajemen

cenderung lebih yakin dan percaya diri atas keberhasilan yang diperolehnya.

Sebagai contoh dapat dilihat pada annual report PT. Indosiar, PT. Mobile-8 dan

PT BII pada saat memperoleh laba dalam Analisis dan Pembahasan Manajemen

sebagai berikut:

PT. Indosiar tahun 2008 (hal.16),

Dalam kondisi krisis finansial yang telah meluas ke berbagai belahan dunia,

perseroan dan anak perusahaan akan tetap berupaya memperbaiki kinerjanya,

sebagai kesinambungan dari kinerja perseroan yang secara berangsur-angsur

mulai membaik pada tahun ini, ditandai dengan dibukukannya saldo laba,

dengan melanjutkan berbagai program kerja serta menetapkan strategi.

PT. Mobile-8 tahun 2007 (hal.25),

Pendapatan usaha perseroan naik 48,8 % menjadi Rp. 1.117,7 miliar pada

2007 dibandingkan Rp. 751,2 miliar pada 2006. peningkatan tersebut

didorong oleh peningkatan jumlah pelanggan yang berdampak pada

peningkatan pendapatan yang signifikan dari percakapan, SMS, dan data.

PT. BII tahun 2008 (hal.26),

Laba bersih konsolidasi naik 36% menjadi Rp. 480 miliar karena

pertumbuhan pendapatan bunga bersih yang berasal dari meningkatnya

portofolio aset dan penetapan suku bunga pendanaan yang efektif, didukung

oleh program-program pemasaran dan layanan serta ekspansi cabang.

12

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa perusahaan menciptakan image

positif dengan mengklaim keberhasilan usaha yang telah dilakukan. Seperti

pemakaian kata “peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan jumlah

pelanggan…” ataupun “…meningkatnya portofolio aset dan penetapan suku

bunga pendanaan yang efektif..” Oleh karena itu tidak mengherankan jika dalam

menyampaikan pesan melalui narrative text, narsisme bahasa cenderung

digunakan perusahaan.

Menghindari Image Negatif

Upaya membentuk image terus dilakukan perusahaan dalam memperoleh

legitimasi. Tidak mengherankan jika perusahaan mengalami kerugian, manajemen

akan menjustifikasi bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh faktor eksternal di

luar kendali perusahaan. Sebagai contoh, pernyataan yang disampaikan pada

annual report PT. Indosiar yang mengalami kerugian pada tahun 2007 yang

disajikan dalam Analisis dan Pembahasan Manajemen (hal.17):

kenaikan terjadi pada akun biaya utilitas, dan perbaikan & pemeliharaan yaitu

masing-masing naik sebesar Rp. 12,75% dan 91,91%. Meningkatnya biaya

perbaikan dan pemeliharaan karena pembelian sparepart peralatan penyiaran

dan produksi di tahun 2007, akibat tertundanya pemeliharaan non rutin di

tahun-tahun sebelumnya.

Contoh yang sama ditunjukkan pada annual report PT. Mobile-8 yang

mengalami kerugian pada tahun 2007 dibagian Analisis dan Pembahasan

Manajemen (hal.26):

Walaupun telah melalui segala daya dan upaya, penyebaran jaringan Mobile-

8 di luar Pulau Jawa yang dijadwalkan selesai tahun 2008 akhirnya tetap

mengalami pengunduran penyelesaian akibat semakin banyaknya hambatan

dan rintangan, baik dari internal maupun eksternal. Dari internal antara lain

kesulitan pemenuhan para mitra kerja dalam menyelesaikan pekerjaan

instalasi perangkat jaringan, serta eksternal antara lain semakin sulitnya

mendapatkan ijin membangun dan sulitnya pasokan tenaga listrik.

Hal yang sejenis dinyatakan pada annual report PT. Bank BII yang

mengalami kerugian tahun 2009 pada Analisis dan Pembahasan Manajemen

(hal.44):

13

Bank mencatat kerugian konsolidasian sebesar Rp40.969 juta pada tahun

2009, merupakan penurunan dari laba bersih tahun 2008. Penurunan ini

terutama disebabkan karena pada tahun 2008 Bank memperoleh pendapatan

non operasional „one off’ dari pelepasan dan penjualan aset kantor luar negeri

yang tidak beroperasi lagi.

Meskipun perusahaan telah memperoleh laba, tidak menutup kemungkinan

adanya penurunan yang terjadi ataupun hasil yang belum dicapai perusahaan.

Namun demikian, perusahaan tetap mengklaim faktor eksternal sebagai penyebab

atas terjadinya hal tersebut. Sebagai contoh, dapat dilihat pada annual report PT.

Indosiar yang memperoleh laba pada tahun 2008 dalam Analisis dan Pembahasan

Manajemen (Hal.11):

nilai buku aset tetap berkurang karena anak perusahaan melakukan

pembatasan atas pembelajaan barang modal disamping penurunan sebesar Rp.

62,53 miliar karena penjualan sebagian dari peralatan pada awal tahun 2008,

yang dilakukan berdasarkan pertimbangan manajemen antara lain masalah

efektivitas dan efisiensi serta perbaikan cash flow, dimana perolehan dananya

telah dipergunakan untuk melunasi pinjaman dari pihak ketiga.

Pada pernyataan di atas, disebutkan bahwa berkurangnya nilai buku aset

tetap yang terjadi yaitu disebabkan adanya pembatasan pembelajaan modal dan

penjualan sebagian peralatan. Selain itu, efektivitas dan efisiensi yang juga

dikaitkan dengan pihak ketiga dijadikan alasan bagi perusahaan atas berkurangnya

nilai aset.

Pernyataan lain yang juga menjadikan faktor eksternal sebagai penyebab

yaitu pada annual report PT. Mobile-8 yang memperoleh laba pada tahun 2007

dalam Sambutan Direksi (hal.19):

Pada tahun 2007, Perseroan menunjuk Samsung Electronics Ltd.

(“Samsung”) untuk pembangunan perluasan cakupan jaringan telepon seluler

CDMA kami di seluruh Jawa, Bali, serta sebagian wilayah Sumatera,

Kalimantan dan Sulawesi. Namun disayangkan, Samsung tidak dapat

memenuhi jadwal penyelesaian yang telah disepakati, yang mengakibatkan

keterlambatan dalam beberapa target pengembangan dan perluasan jaringan

selama tahun 2007.

Kalimat serupa dinyatakan pada annual report PT. BII yang memperoleh

laba pada tahun 2008 dalam Analisis dan Pembahasan Manajamen (hal.27):

14

Beban operasional lainnya naik 6%. Beban ini mencakup beban umum dan

administrasi yang naik 13% sejalan dengan ekspansi jaringan cabang dan

peningkatan bisnis, sedangkan beban tenaga kerja dikendalikan dengan baik

sehingga hanya naik 7% dan dipertahankan dibawah tingkat inflasi.

Perilaku narsis individu dalam membentuk image, memiliki kebutuhan

yang kuat atas ketegasan orang lain terhadap keunggulan yang dimiliki (Wallace,

2002 dalam Chatterjee dan Hambrick, 2006). Oleh karena itu, kecenderungan

narsisme yang digunakan semata-mata untuk memperoleh legitimasi dari pihak

yang berkepentingan. Selain itu, alasan manajamen dalam menggunakan narsisme

bahasa dalam annual report terkait erat dengan teori komunikasi aksi Habermas,

yaitu adanya kepentingan (interest).

Peranan Money dalam Interest

Money mempengaruhi keputusan dalam pertimbangan profit dan loss serta

perhitungan ekonomis lain (Habermas, 1983b). Selain itu, dalam annual report

dapat dilihat jelas peranan dari money yaitu dari adanya pengungkapan informasi

yang diberikan perusahaan berkenaan dengan aspek finansial. Hal tersebut seperti

yang diungkapkan pada annual report PT Indosiar ketika mengalami kerugian

pada tahun 2007 dalam Analisis dan Pembahasan Manajemen (hal.17):

Kenaikan tipis pendapatan bersih yang diperoleh anak perusahaan sebesar

0,08% dibandingkan dengan tahun sebelumnya terutama terjadi sejak kuartal

ke-3 yang membukukan masing-masing sebesar Rp. 350, 71 miliar dan Rp.

314, 05 miliar untuk enam bulan terakhir tahun 2007 dan 2006.

Hal yang serupa juga dinyatakan PT Indosiar pada saat memperoleh laba

dalam Analisis dan Pembahasan oleh Manajemen (hal.15) sebagai berikut:

Di samping tercapainya usaha anak perusahaan dalam melakukan efisiensi

biaya, kenaikan rating dan share telah mendongkrak kenaikan pada

pendapatan iklan anak perusahaan hingga 32,4% dari tahun sebelumnya,

sehingga berhasil membukukan saldo laba.

Oleh karena itu, sangat jelas peran money yang diungkapkan pada annual

report PT. Indosiar yaitu yang berfokus pada peningkatan rating dan audice share

yang berujung pada pemerolehan pendapatan. Peran money tersebut yaitu semata-

mata berpengaruh pada kepentingan para stakeholder.

15

Pernyataan yang senada mengenai peran money, diungkapkan pada annual

report PT. Mobile-8 dalam sambutan Dewan Komisaris sebagai berikut:

Pada saat mengalami kerugian pada tahun 2008 (hal.15),

Dengan berbagai langkah ini, yang antara lain mencakup program revitalisasi

produk dan layanan Mobile-8, konsolidasi sumber daya Perseroan,

penghematan belanja modal dan efisiensi biaya disertai dengan suntikan

modal tambahan memadai, perseroan diperkirakan kembali meraih laba

selambat-lambatnya pada tahun buku 2011.

Pada saat memperoleh laba pada tahun 2007 (hal.17),

Tahun 2007 merupakan tahun yang penuh tantangan sekaligus memberikan

kepuasan bagi Mobile-8. Perseroan membukukan pendapatan usaha sebesar

Rp1.117,7 miliar di tahun 2007, meningkat sebesar 48,8% dari Rp751,2

miliar di tahun 2006.

.Hal senada juga diungkapkan pada annual report PT. BII dalam Analisis

dan Pembahasan Manajemen sebagai berikut:

Pada saat mengalami kerugian tahun 2009 (hal.40),

Kontribusi pendapatan bunga kredit meningkat menjadi 73% dari total

pendapatan bunga tahun 2009, dibandingkan kontribusi tahun 2008 sebesar

66%. Selama beberapa tahun terakhir ini, pendapatan bunga kredit telah

menjadi kontributor terbesar pendapatan bunga.

Pada saat memperoleh laba tahun 2008 (hal.25),

Dengan besar hati kami laporkan bahwa tahun 2008 merupakan tahun yang

sangat positif bagi BII, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil yang dicapai.

Laba bersih naik 36% menjadi Rp480 miliar atau Rp9,79 per saham.

Kedua kutipan diatas dinyatakan masing-masing perusahaan pada bagian

awal atau sebagai pernyataan pembuka pada narrative text. Peran money sangat

jelas nampak pada kedua pernyataan tersebut. Seperti pemakaian kata “Dengan

besar hati saya laporkan bahwa 2008 merupakan tahun yang sangat positif bagi

BII…” merupakan kata yang dapat dikatakan narsis. Narsisme bahasa yang

cenderung digunakan perusahaan dengan adanya peran money tersebut, lagi-lagi

berujung pada pemerolehan legitimasi dari para stakeholder.

16

Peranan Power dalam Interest

Peranan power sangat jelas dapat dilihat pada annual report perusahaan

dengan adanya pengungkapan informasi yang terkait dengan prinsip tata kelola

perusahaan (Good Corporate Governance). Sebagai contoh telah dinyatakan pada

annual report PT. Indosiar dalam Analisis dan Pembahasan Manajemen sebagai

berikut:

Pada saat mengalami kerugian pada tahun 2007 (hal.18):

Dalam perjalanannya menjadi perusahaan publik, perseroan telah

merampungkan sejumlah proses yang menerapkan prinsip-prinsip good

corporate governance yakni transparency, fairness, responsibility dan

accountability, yang sesuai dengan ketentuan dan peraturan pasar modal.

Pada saat memperoleh laba pada tahun 2008 (hal.13):

Perseroan memastikan bahwa anak Perusahaan pada prinsipnya siap

menjalankan Undang-undang dan telah melakukan persiapan-persiapan yang

diperlukan sehubungan dengan peraturan dan perundang-undangan yang

terkait, khususnya menyangkut persiapan jaringan penyiaran TV lokal

nasional di kota-kota besar.

Adanya power memberikan kemampuan kepada seseorang atau suatu

entitas untuk mempengaruhi orang lain ataupun entitas lain untuk melakukan apa

yang diinginkan oleh entitas yang memiliki power tersebut. Penjelasan ini sejalan

dengan definisi power yang diberikan Vail (2004): “The ability of one entity to

influence the action of another entity” dan Boulding (1989): “The ability to get

what you want” (Meutia, 2010).

Pernyataan narrative lain yang senada disampaikan pada Annual report

PT Mobile-8 yang menunjukkan adanya komitmen perusahaan untuk menjamin

kepatuhan terhadap power, sebagai berikut:

Pada saat mengalami kerugian tahun 2008 dalam Analisis dan Pembahasan

Manajemen (hal.25),

Perusahaan menunjuk TDM, sebagai manajer investasi, untuk mengelola

dana milik perusahaan sesuai dengan arahan investasi perusahaan dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada saat memperoleh laba tahun 2007 dalam Sambutan Direksi (hal. 21):

17

Pada tahun 2007, Mobile-8 juga menyisihkan waktu dan sumber daya untuk

melaksanakan kegiatan Tanggung Jawab Sosial Perseroan (CSR) sebagai

bagian dari komitmen Perseroan terhadap masyarakat dimana kami

beroperasi, dan sejalan dengan Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas.

Pernyataan pertama diatas diungkapkan bahwa perusahaan menunjuk

TDM sebagai manajer investasi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Sedangkan pernyataan kedua menunjukkan komitmen PT. Mobile-8 yang

berkaitan dengan tanggung jawab sosial Perseroan (CSR).

Hal serupa mengenai peran power, ditunjukkan pada annual report PT. BII

sebagai berikut:

Pada saat mengalami kerugian tahun 2009 dalam Sambutan Direksi (hal. 37),

Standar baku yang dipegang teguh dalam beberapa bulan kepemimpinan

kami, merupakan bukti nyata komitmen kami untuk menjamin kepatuhan

pada seluruh kebijakan internal BII dan peraturan yang ada.

Pada saat memperoleh laba tahun 2008 dalam Analisis dan Pembahasan

Manajemen (hal. 31),

Penyediaan dana kepada debitur/grup telah dilakukan sesuai dengan

ketentuan Bank Indonesia terkait dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit

(BMPK), tidak terdapat pelampauan maupun pelanggaran BMPK.

Hal tersebut di atas tentunya dilakukan perusahaan dalam upaya

membentuk image. Alasan lain manajemen dalam menggunakan narsisme bahasa,

yang merupakan ujung dari upaya manajemen dalam membentuk image

berdasarkan kepentingan yang ada, yaitu dalam pemerolehan legitimasi.

Pemerolehan Legitimasi

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk

memperoleh legitimasi, yaitu manajemen substantif dan manajemen simbolik

(Ashforth dan Gibbs, 1990 dalam Chariri dan Nugroho, 2009). Manajemen

substantif mengandung arti bahwa strategi khusus untuk memperoleh legitimasi

banar-benar diterapkan perusahaan. Sedangkan manajemen simbolik berarti

bahwa perusahaan hanya berpura-pura menerapkan strategi tertentu namun pada

18

kenyataannya tidak. Berikut merupakan kutipan dari pernyataan Dewan Komisaris

PT. Indosiar dan PT. Mobile-8:

Annual report PT. Indosiar yang mengalami kerugian pada tahun 2007 (hal.4)

dewan komisaris yang dibantu oleh komite audit dalam menelaah aspek

hukum dan bisnis perseroan, terus mendorong perseroan untuk menerapkan

prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik guna menjaga kredibilitas

perseroan di mata para stakeholder.

Annual report PT. Mobile-8 yang mengalami kerugian tahun 2008 (hal.12),

Dengan arah dan langkah yang jelas di bawah kepemimpinan para anggota

Direksi yang sangat berpengalaman, jerih payah serta dedikasi setiap staf dan

karyawan, beserta dukungan segenap pemangku kepentingan Perseroan, mari

kita antar Mobile-8 kembali ke jalur pertumbuhan yang menjanjikan.

Hal serupa atas pentingnya legitimasi diungkapkan PT. BII pada saat

mengalami kerugian pada tahun 2009 dalam Analisis dan Pembahasan

Manajemen (hal.30) sebagai berikut:

Ke depan, dengan dukungan penuh Grup Maybank, BII akan menjalankan

rencananya untuk melakukan ekspansi dan revitalisasi. Pada 2010 BII akan

melakukan rights issue hingga senilai Rp1,4 triliun untuk memperkuat modal

inti. Penambahan modal ini akan meningkatkan rasio modal inti yang

dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang. Pemegang

saham mayoritas, Grup Maybank berkomitmen kuat pada pertumbuhan

jangka panjang dan optimis pada potensi yang dimiliki oleh BII. Peningkatan

modal disetor ini merupakan dukungan Maybank untuk meningkatkan brand

BII di Indonesia.

Legitimasi merupakan hal yang penting bagi perusahaan. Oleh karena itu,

dalam penyampaian informasi pada annual report, baik ketika perusahaan

mengalami kerugian ataupun memperoleh laba, manajemen tetap berupaya untuk

melakukan pencitraan yang positif. Berikut contoh yang dinyatakan tersebut yang

disajikan pada annual report PT. Indosiar yang memperoleh laba pada tahun 2008

dalam Sambutan Dewan Komisaris (hal.29):

Perseroan juga menyadari bahwa penerapan Good Corporate Governance

(GCG) akan memberikan manfaat yang maksimal kepada seluruh stakeholder

Perseroan.

19

Pernyataan yang senada atas pentingnya legitimasi dapat dilihat pada

annual report PT. Mobile-8 yang memperoleh laba pada tahun 2007 dalam

Analisis dan Pembahasan Manajemen (hal.26):

Sesuai dengan misi “Untuk memaksimalkan nilai-nilai bagi para pihak yang

berkepentingan dengan terus berinovasi dengan mengimplementasikan tata

kelola perusahaan yang kuat secara konsisten", Perseroan menghayati

sepenuhnya pentingnya Good Corporate Governance (GCG) untuk

meningkatkan shareholder value dalam jangka panjang dan untuk melindungi

kepentingan para pemegang saham minoritas.

Hal yang serupa dinyatakan PT. BII yang memperoleh laba pada tahun

2008 dalam Analisis dan Pembahasan Manajemen (hal.26):

Keyakinan yang kami nyatakan dalam laporan tahun lalu mengenai kapasitas

yang tersedia, ekspansi kredit dan pendanaan, interest spread, kesinambungan

profitabilitas dan prospek pertumbuhan telah terbukti. Kehadiran Grup

Maybank sebagai pemegang saham mayoritas memberikan peluang yang

besar untuk meningkatkan lebih jauh lagi prospek pertumbuhan dan

pendapatan Bank di masa mendatang.

Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa dalam

memperoleh legitimasi, ketiga perusahaan yaitu PT. Indosiar, PT. Mobile-8 dan

PT BII lebih mementingkan manajamen substantif daripada manajemen simbolik

sebagai strategi. Hal tersebut telah dibuktikan masing-masing perusahaan dengan

strategi-strategi yang memang dilakukan oleh ketiganya, meskipun dalam keadaan

rugi sekalipun. Jadi, sulit untuk menemukan setiap bahasa yang tidak penting

yang digunakan sebagai “topeng” untuk menutupi kerugian pada periode

sebagaimana yang digambarkan dalam annual report (Fitriani, 2009).

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penyampaian informasi

yang dilakukan melalui media annual report oleh ketiga perusahaan (PT. Indosiar,

PT. Mobile-8 dan PT BII), merupakan usaha yang dilakukan setiap perusahaan

untuk membentuk image berdasarkan kepentingan yang ada yang berujung pada

pemerolehan legitimasi dari para stakeholder. Usaha dalam membentuk image

yang berujung pada pemerolehan legitimasi tersebut dilakukan dengan

menjelaskan fakta dan realita organisasi yang tentunya mengarah pada narsisme.

Adanya narsisme bahasa yang digunakan, dilakukan perusahaan dengan cara

20

mendesain sedemikian rupa narrative text pada pelaporan keuangan yang

diharapkan dapat mempengaruhi penilaian stakeholder atas perusahaan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua rumusan masalah. Yang

pertama adalah bagaimana perusahaan tersebut menggunakan narsisme bahasa

dalam pelaporan keuangan ketika perusahaan tersebut mengalami kerugian. Dapat

disimpulkan bahwa ketiga perusahaan tersebut (PT. Indosiar, PT. Mobile-8 dan

PT BII) menggunakan narsisme bahasa dalam pelaporan keuangan dengan cara

mendesain sedememikian rupa narrative text pada annual report.

Rumusan masalah yang kedua adalah mengapa narsisme bahasa digunakan

perusahaan dalam pelaporan keuangan. Hasil pada penelitian ini menunjukkan

bahwa narsisme bahasa digunakan ketiga perusahaan dengan alasan untuk

membentuk image positif dan menghindari image negatif, melalui pesan yang

disampaikan pada narrative text atas laporan keuangan. Alasan Kedua yang

mendasari kecenderungan narsisme bahasa digunakan perusahaan yaitu karena

adanya kepentingan (interest), yang dipengaruhi dua hal yaitu money dan power.

Alasan lain yang tidak kalah penting yaitu karena perusahaan ingin mendapatkan

pengakuan (legitimasi) dari para stakeholder. Narrative text merupakan media

yang mudah dan tepat digunakan perusahaan untuk memperoleh legitimasi

berdasarkan kepentingan tertentu dari manajemen.

Karena penelitian ini adalah studi kasus maka terdapat beberapa

keterbatasan. Pertama, penelitian ini hanya menggunakan data dokumenter tanpa

adanya wawancara dan observasi langsung dengan pihak perusahaan. Kedua,

kemungkinan ada kesalahan dalam hasil analisis data pada penelitian ini yang

menggunakan interpretasi kalimat, karena kalimat-kalimat yang dianalisis tanpa

pengesahan dari pihak ketiga yang netral.

Penelitian berikutnya disarankan untuk dilakukan adanya wawancara

secara mendalam (in-dept interview) dengan pihak-pihak perusahaan yang terkait.

Selain itu, topik penelitian dapat diperluas misalnya dengan menganalisis issu lain

seperti alasan pengungkapan sosial dan lingkungan dalam annual report

21

perusahaan, dan sebagainya. Dan untuk selanjutnya, analisis yang dilakukan dapat

lebih diperluas dan dikembangkan, misalkan tidak hanya berdasarkan hasil

pemikiran peneliti saja, tetapi disertakan hasil pemikiran dari pihak lain.

DAFTAR PUSTAKA

Aerts, W. 1994. “On the Use of Accounting Logic as an Explanatory Category in

Narrative Accounting Disclosures”. Accounting, Organization, and

Society. Vol. 19, No. 4/5, Hal. 337-353.

Amir, E. and B. Lev. 1996. “Value Relevance of Non Financial Information: The

Wireless Communications Industry”. Journal of Accounting and

Economics. Vol.22, No.1 dan 3, Hal. 3-30.

Anderson, RH., and M.J. Epstein. 1995. “The Usefulness of Annual Report

Australian Accountant”. April, Hal. 25-28.

Balata, P. and G. Breton. 2005. “Narratives vs Numbers in the Annual Report:

Are They Giving the Same Message to the Investors?”. Review of

Accounting & Finance: 5-25.

Bartlett, S. dan R. Chandler. 1997. “The corporate report and the private

shareholder: Lee and Tweedie twenty years on” British Accounting

Review, 29(3): 245–61.

Belkaoui, Ahmed R. 2006. Teori Akuntansi. Cambridge : The University Press.

Campbell, W. K., A. S. Goodie, dan J. D. Foster. 2004. “Narcissism, confidence,

and risk attitude.” Journal of Behavioral Decision Making, 17: 297–

311.

Chariri, Anis. 2006. The Dynamics of Financial Reporting Practice in An

Indonesian Insurance Company : A Reflection of Javanese Views on

An Ethical Social Relationship. Unpublished thesis PhD in Accounting,

University of Wollongong, Australia.

Chariri, A. dan Nugroho. F. A. 2009. “Retorika dalam Pelaporan Corporate Social

Responsibility : Analisis Semiotik atas Sustainibility Reporting PT.

22

Aneka Tambang, Tbk”. Simposium Nasional Akuntansi XII.

Palembang 4-6 November 2009.

Chatterjee, A and D.C. Hambrick. 2006. “It‟s All About Me: Narcissistic CEOs

and Their Effects on Company Strategy and Performance”. The

Pennsylvania State University

Chatterjee, B., Mirshekary, S., Al Farooque., Omar, and Safari, M. 2010.

“Users‟Information Requirements and Narrative Reporting: The Case of

Iranian Companies”. Australasian Accounting Business and Finance

Journal, 4(2), 2010, 79-96.

Clatworthy, M. dan J. Michael. 2006. “Differential Patterns of Textual

Characteristics and Company Performance in the Chairman's

Statement”. Accounting, Auditing & Accountability Journal : 493.

Cohen, J., G. Krishnamoorthy, and A. Wright. 2004. “The Corporate Governance

Mosaic and Financial Reporting Quality”. Journal of Accounting

Literature, 23, hal.87-152.

Conway, S., dan Patricia. 2008. Impression Management and Legitimacy in an

NGO Environment. Working Paper Series No: 2. University of

Tasmania.

Deegan, C. 2001. Financial Accounting Theory. Sydney : The McGraw-Hill

Companies, Inc.

Ferry dan Eka.W. 2004. “Pengaruh Informasi Laba Aliran Kas dan Komponen

Aliran Kas terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Di

Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi VII, 2-3 Desember 2004:

1122 – 1132.

Fitriany, Kiki. 2009. “Retorika dalam Pelaporan Keuangan : Analisis atas

Narrative Text dalam Annual Report Perusahaan yang Mengalami

Kerugian”. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas

Diponegoro Semarang.

Gardner, W., dan J. Martinko. 1988. “Impression Management in Organization”.

Journal of Management, Vol. 14, No.2, Hal. 321-338.

23

Ghauri, P. 2004. “Designing and Conducting Case Studies in International

Business Research”. Handbook of Qualitative Research Methods for

International Business. Hal.109-122.

Ghozali, I dan A. Chariri. 2007. Teori Akuntansi, Badan Penerbit Undip,

Semarang.

Habermas,J. 1983a. The Theory of Communicative Action, Reason and the

Rationalization of Society. Volume 1. Beacon Press. Boston.

Habermas,J. 1983b. The Theory of Communicative Action, Lifeworld and

System: A Critique of Functionalist Reason. Volume 2. Beacon Press.

Boston.

Halim, J., Meiden, C., dan Lumban Tobing, Rudolf. 2005. “Pengaruh manajemen

laba pada tingkat pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan

manufaktur yang termasuk dalam indeks LQ-45”. Simposium Nasional

Akuntansi 8. Solo 15-16 september 2005.

Healy, P., A. Hutton, dan K. Palepu. 1999. “Stock Performance and

Intermediation Changes Surrounding Sustained Increase In disclosure”.

Contemporary Accounting Research. Vol.16, No.3, Hal.485-520.

Hoed, Benny. H. 2007. “Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya”. Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya (FIB) : UI Depok.

Hyland, K. 1998. “Exploring corporate rhetoric: Metadiscourse in the CEO‟s

letter”. The Journal of Business Communication, 35(2), 224-245.

Jones, M., 1996, “Readability of annual reports: Western verus Asian evidence – a

comment on contextualize” Accounting, Auditing & Accountability

Journal 9(2): 86.

Jonnal, K. dan G. Rimmel. 2010. “CEO Letters as Legitimacy Builders:

Coupling Text to Numbers”. Journal of HRCA : Human Resource

Costing & Accounting : 307-328.

Kernberg, O. F. 1975. Borderline conditions and pathological narcissism. New

York: Aronson.

Kernstock, J. 2009. “Implications of Habermas‟s -Theory of Communicative

Action- for Corporate Brand Management”. Corporate

24

Communications: An International Journal. Vol. 14 No. 4, hal. 389-

403.

Kohut, G.F., dan A.H. Segars. 1992. “The President‟s Letter to Stakeholders : An

Examination of Corporate Communication Strategy”. Journal of

Business Communication, Vol. 29, No.1, Hal. 7-21

Lev, B. dan J.A. Ohlson. 1982. “Market-Based Accounting Research in

Accounting: A Review, Interpretation, and Extension”. Journal of

Accounting Research. Vol.20 (Supplement), Hal. 249-332.

Lev, B. dan P. Zarrowin. 1999. “The Boundaries of Financial Reporting and How

to Extend Them”. Journal of Accounting Research. Vol.37, No.2.

Hal.353-385.

Marcus, A, dan R. Goodman. 1991. “Victims and Shareholders : The Dilemmas

of Presenting Corporate Policy During A Crisis”. Academy of

Management Journal. Vol.34, No.2, Hal. 281-305.

Meutia, Inten. 2010. “Shari‟ah Enterprise Theory sebagai Dasar Pengungkapan

Tanggung Jawab Sosial untuk Bank Syariah”. Disertasi Program

Doktor Ilmu Akuntansi Universitas Brawijaya, Malang.

Nuryaman. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan

Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba”.

Simposium Nasional Akuntansi, Vol.1. Pontianak (Tanjung Pura) 23-

24 Juli 2008.

Rahayu, Sovi. 2008. “Pengaruh Tingkat Ketaatan Pengungkapan Wajib dan Luas

Pengungkapan Sukarela terhadap Kualitas Laba (Studi Empiris pada

Perusahaan Publik Sektor Manufaktur)”. Simposium Nasional

Akuntansi 11, Vol.1. Pontianak (Tanjung Pura) 23-24 Juli 2008.

Raskin, R., J. Novacek, and R. Hogan. 1991. “Narcissistic self-esteem

management.” Journal of Personality and Social Psychology, 60(6):

911-918.

Suchman, M.C., 1995, “Managing Legitimacy: Strategic and Insitutional

Approaches”, Academy Management Review 1995, Vol. 20 No. 3,

571-610

25

Tauringana, V. dan G. Chong. 2004. “Neutrality of Narrative Discussion in

Annual Reports of UK Listed Companies”. Journal of Applied

Accounting Research : 74-107.

Utari, Agnes. 2001. “Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh terhadap Earnings

Management Pada Perusahaan Go Public Di Indonesia”. Jurnal

Akuntansi & Keuangan. November Vol. 3 No. 2.

Wallace, H. M., and R. F. Baumeister. 2002. “The performance of narcissists rises

and falls with perceived opportunity for glory.” Journal of Personality

and Social Psychology. 82(5): 819-834.

Watson, Marcia. 2005. Illusions of Trust: A Comparison of Corporate Annual

Report Executive Letters Before and After SOX. presented at the 8th

International Public Relations Research, University of Miami.

Wills, Debbie. 2008. Perceptions of Company Performance: A study of

impression management. Working Paper Series No: 1. University of

Tasmania.

Yeoh, Peter. 2010. “Narrative reporting: the UK experience”. International

Journal of Law and Management : 211-231.

Yussof, H. and L. Glen. 2009. “Corporate Environmental Reporting through the

Lens of Semiotics”. Asian Review of Accounting : 226-246