Abses Peritonsil Fix

17
BAB I PENDAHULUAN Abses peritonsil merupakan abses akut di dalam jaringan peritonsil. Abses peritonsil dikenal juga dengan sebutan quinsy. Abses peritonsil adalah akumulasi pus yang terlokalisir pada jaringan peritonsilar yang terbentuk akibat tonsillitis supuratif. Titik akumulasi terletak diantara kapsul tonsila palatina dan otot-otot konstriktor faring. Pilar anterior dan posterior, tonus tubarius (bagian superior) dan sinus piriformis (bagian inferior) membentuk batas lokasi potensial tersebut. Karena susunan jaringan di daerah tersebut adalah jaringan ikat longgar, maka infeksi bakterial pada daerah tersebut dapat dengan cepat mengarah pada pembentukan material purulen. Inflamasi progresif dan supurasi dapat meluas secara langsung ke palatum molle, dinding lateral faring dan dapat juga ke dasar lidah. Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki 1

description

abses peritonsil

Transcript of Abses Peritonsil Fix

Page 1: Abses Peritonsil Fix

BAB I

PENDAHULUAN

Abses peritonsil merupakan abses akut di dalam jaringan peritonsil. Abses

peritonsil dikenal juga dengan sebutan quinsy. Abses peritonsil adalah akumulasi pus

yang terlokalisir pada jaringan peritonsilar yang terbentuk akibat tonsillitis supuratif.

Titik akumulasi terletak diantara kapsul tonsila palatina dan otot-otot konstriktor

faring. Pilar anterior dan posterior, tonus tubarius (bagian superior) dan sinus

piriformis (bagian inferior) membentuk batas lokasi potensial tersebut. Karena

susunan jaringan di daerah tersebut adalah jaringan ikat longgar, maka infeksi

bakterial pada daerah tersebut dapat dengan cepat mengarah pada pembentukan

material purulen. Inflamasi progresif dan supurasi dapat meluas secara langsung ke

palatum molle, dinding lateral faring dan dapat juga ke dasar lidah.

Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering

terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka

yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas

yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-

laki dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan

multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada

orang untuk berkembangnya abses peritonsiler. Di Amerika insiden tersebut kadang-

kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun, dipertimbangkan hampir

45.000 kasus baru setiap tahunnya4. Usia penderita bervariasi, antara 1-76 tahun,

dengan puncak usia 15-35 tahun.1,2

Abses peritonsil biasanya merupakan komplikasi dari tonsilitis akut atau

infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Edema

akibat inflamasi dapat mengarah kepada kesulitan menelan. Dehidrasi sering terjadi

sekunder akibat keengganan pasien untuk mengalami nyeri akibat menelan makanan

atau minuman. Perluasan abses dapat mengarah kepada perluasan inflamasi ke

1

Page 2: Abses Peritonsil Fix

kompartemen fasiial yang berdekatan pada daerah kepala dan leher, yang berpotensi

mengakibatkan obstruksi jalan nafas. 3

1.1. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ini belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa teori

yang mendukung, diantaranya teori mengenai progresivitas episode eksudatif

tonsilitis menjadi peritonsilitis lalu terjadi pembentukan abses, pertama menjadi

peritonsillitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang sebenarnya (frank

abscess formation).3

Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar,

oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati

daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat

terbentuk di bagian inferior, namun jarang.

Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak

juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak

dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah,

uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral. Bila proses terus berlanjut,

peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna,

sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi

ke paru.

Perluasan proses inflamasi dapat terjadi baik pada pasien tonsilitis yang

diobati maupun yang tidak diobati. Abses peritonsil juga terjadi secara de novu tanpa

adanya riwayat tonsilitis kronis atau tonsilitis berulang. Abses peritonsil juga dapat

terjadi akibat infeksi mononukleosis, virus Epstein-barr. Teori lain menyatakan

hubungan abses peritonsil dengan glandula weber. Kelenjar-kelenjar ludah minor ini

ditemukan pada daerah peritonsil dan diperkirakan membantu membersihkan debris

dari tonsil. Jika terjadi obstruksi akibat adanya infeksi tonsil, jaringan nekrosis, dan

terjadi pembentukan abses maka terjadilah abses peritonsil.2,3

2

Page 3: Abses Peritonsil Fix

1.2. Gejala dan Tanda Abses Peritonsil

Pasien umumnya datang dengan riwayat faringitis akut bersama tonsillitis dan

nyeri faring unilateral yang semakin bertambah. Pasien juga mengalami malaise,

lemah dan sakit kepala. Mereka juga mengalami demam dan rasa penuh pada

sebagian tenggorokan.

Nyeri bertambah sesuai dengan perluasan timbunan pus. Otot pengunyah

diselusupi oleh abses sehingga pasien sulit untuk membuka mulut yang cukup lebar

(trismus) untuk pemeriksaan tenggorok. Menelan jadi sukar dan nyeri. Penyakit ini

biasanya hanya pada satu sisi. Air ludah menetes dari mulut dan ini merupakan salah

satu penampakan yang khas. Pergerakan kepala ke lateral menimbulkan nyeri, akibat

infiltrasi ke jaringan leher di regio tonsil.

Selain gejala dan tanda tonsilitis akut dengan odinofagia (nyeri menelan) yang

lebih hebat biasanya pada satu sisi, juga terdapat nyeri telinga (otalgia), muntah

(regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau

(rinolalia) dan pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan. Bila ada

nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher (limitation in neck

mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy dan peradangan otot tengkuk

(cervical muscle inflammation).2,3

1.3. Pemeriksaan Abses Peritonsil

Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh faring, karena trismus. Pada

pemeriksaan tampak pembengkakan dan kemerahan yang unilateral. Palatum molle

tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula bengkak

dan terdorong ke sisi kontra lateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak

detritus dan terdorong ke arah tengah, depan dan bawah. Bila abses terjadi di jaringan

peritonsil, pembengkakan tampak pada bagian atas pilar anterior, sehingga palatum

dan uvula terdorong ke medial. Palpasi dengan jari di regio tonsil akan terasa daerah

yang berfluktuasi. Daerah tersebut biasanya berlokasi pada ¼ inci ke arah luar dari

3

Page 4: Abses Peritonsil Fix

tepi bebas pilar anterior, atau pada batas 1/3 atas tonsil dengan 1/3 tengah, di daerah

posterior tonsil.1

Gambar 1. Anatomi Tonsil Palatina dan jaringan sekitarnya. 4

Gambar 2. Abses peritonsil 5

1.4. Komplikasi Abses Peritonsil

4

Page 5: Abses Peritonsil Fix

Komplikasi yang pernah dilaporkan terjadi akibat abses peritonsil adalah:

1. Edema glotis akibat perluasan proses radang bawah

2. Abses pecah spontan, mengakibatkan terjadi perdarahan, aspirasi paru atau

plemia

3. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses

parafaring. Pada penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga

terjadi mediastinitis

4. Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan thrombus

sinus kavernosus, meningitis dan abses otak

Pengobatan abses peritonsiler yang tepat tidak akan menimbulkan komplikasi.

Sebanyak 90-95% menunjukkan keberhasilan dan 10-15% rekuren.2

BAB II

5

Page 6: Abses Peritonsil Fix

PERMASALAHAN

1. Apa yang menyebabkan abses peritonsil ?

2. Bagaimana cara membedakan antara abses atau hanya selulitis ?

3. Bagaimana cara penatalaksanaannya ?

BAB III

6

Page 7: Abses Peritonsil Fix

PEMBAHASAN

3.1 Penyebab Abses Peritonsil

Abses peritonsil mungkin disebabkan oleh infeksi pada kripta di fossa supra

tonsil, dimana ukurannya besar, merupakan suatu kavitas seperti celah dengan tepi

tak teratur dan berhubungan erat dengan bagian posterior dan bagian luar tonsil.

Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut. Infeksi yang bersumber dari

kelenjar mucus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan

penyebab tonsillitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob. Hampir 90 % dari

aspirasi cairan tumbuh suatu kultur yang positif flora bakteri, yang terdiri dari

campuran organisme aerob dan anaerob.

Streptococcus pyogenes, organisme aerob yang paling sering

Organisme aerob umum lainnya

o Streptococcus milleri

o Haemophillus influenzae

o Staphylococcus aureus

Mikroba peptostreptococcal, merupakan anaerob yang paling sering pada flora

campuran

Organisme anaerob umum lainnya

o Streptococcus viridans

o Fusobacterium spesies 1.2

3.2 Cara Membedakan Antara Abses Peritonsil dan Selulitis

Berdasarkan gejala klinik sukar sekali dibedakan antara abses peritonsil dan

selulitis. Kadang-kadang infeksi tonsil berlanjut menjadi selulitis difusa dari daerah

tonsil meluas sampai palatum mole. Kelanjutan proses ini menyebabkan abses

peritonsil. Kelainan ini dapat terjadi cepat, dengan onset awal dari tonsilitis atau

tonsilitis akut.

7

Page 8: Abses Peritonsil Fix

Untuk membedakannya dapat dengan pemeriksaan fisik. Pada abses peritonsil

didapatkan fluktuasi pada palpasi sedangkan pada selulitis tidak didapatkan. Untuk

memastikannya dapat dilakukan dengan teknik aspirasi jarum. Jarum ukuran 17 dapat

dimasukkan (setelah aplikasi dengan anestesi semprot) ke dalam tiga lokasi yang

tampaknya paling mungkin untuk menghasilkan aspirasi pus. Jika ditemukan pus

menandakan terjadinya abses peritonsil, sedangkan jika tidak ditemukan pus,

tampaknya ini masih berhubungan dengan selulitis dibandingkan abses.2

3.3Gejala klinis dan Diagnostik

Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeru

menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia),

muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi),

suara sengau (rinolalia), dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta

pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan. Bila ada nyeri di leher

(neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher (limitation in neck mobility), maka ini

dikarenakan lymphadenopathy dan peradangan otot tengkuk (cervical muscle

inflammation). 1

Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi jarum (needle aspiration).

Tempat aspiration dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrine dan

jarum besar (berukuran 16–18) yang biasa menempel pada syringe berukuran 10cc.

Aspirasi material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan material dapat

dikirim untuk dibiakkan.

8

Page 9: Abses Peritonsil Fix

Gambar 2. tonsillitis akut (sebelah kiri) dan abses peritonsil (sebelah kanan). 5

Pada penderita PTA perlu dilakukan pemeriksaan:

1. Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit

(electrolyte level measurement), dan kultur darah (blood cultures).

2. Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan tonsillitis

dan bilateral cervical lymphadenopathy. Jika hasilnya positif, penderita memerlukan

evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver function tests perlu dilakukan pada

penderita dengan hepatomegaly.

3. “Throat culture” atau “throat swab and culture”: diperlukan untuk identifikasi

organisme yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk pemilihan antibiotik yang

tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya resistensi antibiotik.

4. Plain radiographs: pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft tissue views) dari

nasopharynx dan oropharynx dapat membantu dokter dalam menyingkirkan diagnosis

abses retropharyngeal.

5. Computerized tomography (CT scan): biasanya tampak kumpulan cairan

hypodense di apex tonsil yang terinfeksi (the affected tonsil), dengan “peripheral rim

enhancement”.

9

Page 10: Abses Peritonsil Fix

6. Ultrasound, contohnya: intraoral ultrasonography.4,5

3.4 Penatalaksanaan Abses Peritonsil

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi, obat simptomatik.

Terapi dengan antibiotika yang adekuat (Penisilin, Sefalosporin, Klindamisin) harus

diberikan sampai temperatur tubuh normal dan sakit menghilang.

Irigasi dengan larutan NaCl 0,85% hangat (110-115 0F) atau glukosa 5% tiap

2-3 jam akan mempercepat penyembuhan dan meringankan penderitaan. Juga perlu

kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher dan rahang untuk

mengendurkan ketegangan otot.

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian

diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi adalah daerah yang paling

menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula

dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Teknik insisi dan drainase

membutuhkan anestesi lokal. Pertama faring disemprot dengan anestesi topikal.

Kemudian 2 cc Xilokain dengan adrenalin 1/100.000 disuntikkan. Pisau tonsila no 12

atau no.11 dengan plester untuk mencegah penetrasi yang dalam yang digunakan

untuk membuat insisi melalui mukosa dan submukosa dekat kutub atas fossa

tonsilaris. Hemostat tumpul dimasukkan melalui insisi dan dengan lembut

direntangkan. Pengisapan tonsil sebaiknya segera dilakukan untuk mengumpulkan

pus yang dikeluarkan.

Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi rasa nyeri, diberikan analgesia

(lokal), dengan menyuntikkan xylocain atau Novocain 1% di ganglion

sfenopalatinum. Ganglion ini terletak di bagian belakang atas lateral dari konka

media. Ganglion sfenopalatinum mempunyai cabang n. palatina anterior, media dan

posterior yang mengirimkan cabang aferennya ke tonsil dan palatum molle di atas

tonsil. Daerah yang paling tepat untuk insisi mendapat inervasi dari cabang palatina

n.Trigeminus yang melewati ganglion sfenopalatinum. 2,3

10

Page 11: Abses Peritonsil Fix

Pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Indikasi untuk tonsilektomi

segera yaitu adanya obstruksi jalan nafas, sepsis dengan adenitis servikalis atau abses

leher bagian dalam, riwayat abses peritonsiler sebelumnya, dan riwayat faringitis

eksudatifa yang berulang. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi

tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.1

3.5 Prognosis

Abses peritonsoler hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan

tonsilektomi, maka ditunda sampai 6 minggu berikutnya. Pada saat tersebut

peradangan telah mereda, biasanya terdapat jeringan fibrosa dan granulasi pada saat

operasi. 3

11

Page 12: Abses Peritonsil Fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Jilid satu.

Edisi 13. Staff Ahli Bagian THT RSCM-FKUI. Alih bahasa / editor. Penerbit

Binarupa Aksara

2. Adams GL. Boies LR, Jr. Highler PA. Boies Buku Ajar THT. Edisi 7. Effendi

H. Santoso RAK. Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.pp.333-4

3. Soepardi EA. Iskandar HN. Editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidung-

tenggorok. Edisi 5. Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007.pp.185-6

4. Kaazi AA. Peritonsilar abscess. 2004. Available from: URL:

http://www.emedicine.com/emerg/topic417.htm

5. Steyer. Peritonsilar abcess. 2002. Available from: URL:

http://www.aafp.org/afp/20020101/93.html

12