Abses Paru Final

14
Modul Ilmu Penyakit Dalam Pulmonologi ABSES PARU Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti modul ini peserta didik akan mempunyai keterampilan dalam mengelola pasien dengan abses paru secara holistik, termasuk dalam situasi perawatan akut/kritis, dan Tujuan pembelajaran khusus Setelah mengikuti modul ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk: 1. Mendiagnosis abses paru. 2. Mengidentifikasi faktor predisposisi yang terdapat pada pasien. 3. Mengelola faktor predisposisi untuk mencegah berulangnya penyakit 4. Memberikan tatalaksana menyeluruh pada abses paru. 5. Mengelola abses paru pada pasien imunokompromais. 6. Mengidentifikasi komplikasi yang timbul pada pasien abses paru Pokok bahasan/sub pokok bahasan 1. Diagnosis abses paru 2. Mengidentifikasi faktor predisposisi 3. Penatalaksanaan abses paru 4. Komplikasi abses paru 5. Penatalaksanaan abses paru pada keadaan khusus Metode A. Proses pembelajaran dilaksanakan melalui metode: Supervised direct patient care Small group discussion Peer assisted learning Didactic sessions Bedside teaching Task-based Medical Education B. Peserta didik paling tidak sudah harus mempelajari (prasyarat): Bahan acuan referensi Ilmu dasar yang berkaitan dengan topik 1

description

abses

Transcript of Abses Paru Final

Modul Ilmu Penyakit Dalam

Modul Ilmu Penyakit Dalam

PulmonologiABSES PARU

Tujuan pembelajaran umum

Setelah mengikuti modul ini peserta didik akan mempunyai keterampilan dalam mengelola pasien dengan abses paru secara holistik, termasuk dalam situasi perawatan akut/kritis, dan

Tujuan pembelajaran khusus

Setelah mengikuti modul ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk:

1. Mendiagnosis abses paru.

2. Mengidentifikasi faktor predisposisi yang terdapat pada pasien.3. Mengelola faktor predisposisi untuk mencegah berulangnya penyakit4. Memberikan tatalaksana menyeluruh pada abses paru.5. Mengelola abses paru pada pasien imunokompromais.

6. Mengidentifikasi komplikasi yang timbul pada pasien abses paru

Pokok bahasan/sub pokok bahasan

1. Diagnosis abses paru

2. Mengidentifikasi faktor predisposisi

3. Penatalaksanaan abses paru4. Komplikasi abses paru

5. Penatalaksanaan abses paru pada keadaan khusus

MetodeA. Proses pembelajaran dilaksanakan melalui metode:

Supervised direct patient care

Small group discussion

Peer assisted learning

Didactic sessions

Bedside teaching

Task-based Medical Education

B. Peserta didik paling tidak sudah harus mempelajari (prasyarat):

Bahan acuan referensi

Ilmu dasar yang berkaitan dengan topik pembelajaran seperti anatomi regio toraks, fisiologi, patologi, dan farmakologi obat-obat yang terkait.

Ilmu klinik dasar tentang tata cara anamnesis dan pemeriksaan jasmani umum.

C. Penuntun belajar (lampiran 1).

D. Tempat belajar (training setting):

Poliklinik Penyakit Dalam RSCM

Ruang rawat inap RSCM

IGD, HCU, ICU, ICCU

Media Kuliah

Laporan dan diskusi kasus

Bedside teaching

Penanganan pasien langsung dalam supervisi

E-learning

Alat bantu pembelajaran Ruang diskusi

Sarana audio-visual

Internet connection

Evaluasi

1. Pada awal kegiatan dilaksanakan pre-test yang bertujuan untuk menilai kinerja awal peserta didik dan untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada.

2. Proses penilaian oleh fasilitator dalam small group discussion yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan penuntun belajar.

3. Role play bersama teman sejawat (peer assisted learning) atau SP (standardized patient). Pada kegiatan ini peserta didik yang bersangkutan tidak diperkenankan membawa tuntunan belajar. Tuntunan belajar dipegang oleh rekan-rekan lain yang bertugas melakukan evaluasi (peer assisted evaluation).

4. Direct observation oleh fasilitator melalui metode bedside teaching di mana peserta didik yang bersangkutan mengaplikasikan penuntun belajar kepada pasien sesungguhnya. Pada kegiatan ini, fasilitator memberikan penilaian:

Perlu perbaikan: pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak dilaksanakan.

Cukup: pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misalnya kurang mempertimbangkan kenyamanan pasien atau waktu pemeriksaan terlalu lama.

Baik: pelaksanaan baik dan benar.

Pada akhir kegiatan dilakukan diskusi antara peserta didik dengan fasilitator sebagai sarana untuk memberi masukan dan memperbaiki kekurangan yang ada.

5. Self assesment dan peer assisted evaluation menggunakan penuntun belajar.

6. Direct observation oleh fasilitator dengan menggunakan evaluation checklist form (lampiran 2). Peserta didik memberikan penjelasan secara lisan kepada fasilitator. Kriteria penilaian yang digunakan: cakap/tidak cakap/lalai. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bula perlu diberikan tugas yang dapat memperbaiki kinerja (task-based medical education).

7. Formatif: penilaian melalui ujian tulis (MCQ, essay) dan ujian lisan.

Target

1. PPDS tahap I: pencapaian kompetensi kompeten

2. PPDS tahap II: pencapaian kompetensi profisiens

Staf Pengajar

Staf pengajar adalah staf yang karena keahliannya diberi wewenang untuk membimbing, mendidik dan menilai peserta didik. Staf pengajar dibagi 3 kelompok,yaitu :

1. Pembimbing, yaitu staf yang mepunyai tugas melaksanakan pengawasan dan bimbingan dalam peningkatan ketrampilan peserta didik, tetapi tidak diberi tanggung jawab atas peningkatan bidang ilmiah (kognitif). Kualifikasi pembimbing adalah Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang ditunjuk oleh Ketua Departemen dan minimal telah memiliki masa kerja sebagai spesialis penyakit dalam selama minimal 3 tahun.

2. Pendidik, yaitu staf yang selain mempunyai tugas sebagai pembimbing, juga bertanggung jawab atas bimbingan peningkatan bidang ilmiah (kognitif). Kualifikasi pembimbing adalah seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan (SpPD-K) dengan kekhususan Pulmonologi.

3. Penilai, yaitu staf yang selain mempunyai tugas sebagai pembimbing dan pendidik, juga diberi wewenang untuk menilai hasil belajar peserta didik. Kualifikasi penilai adalah seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan (SpPD-K) dengan kekhususan Pulmonologi yang telah menjadi SpPD-K minimal 3 tahun.

Referensi

1. Moore-Gillon J, Eykyn SJ. Lung Abscess. In: Brewis RAL, Corrin B, Geddes DM, Gibson GJ. Editor. Respiratory Medicine. Second Edition. London: W.B. Saunders. 1995; p.795-99.2. Shaw DM, Chu JE. Anaerobic Pulmonary Infections. In: Bordow RA, Ries AL, Morris TA. Editor. Manual of clinical Problems in Pulmonary Medicine. Sixth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006; p.165-7.3. Finegold SM, Fishman JA. Empyema and Lung Abscess. Peter JI, Sako EY. Pneumothorax. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaise LR, Senior RM. Editor. Fishmans Pulmonary Diseases and Disorders. Third Edition. New York: McGraw-Hill. 1998; p.2021-32.

4. Jablons D, Cameron RB, Turley K. Thoracic Wall, Pleura, Mediastinum, and Lung. In: Way LW, Doherty GM. Editor. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Eleventh Edition. California: McGraw-Hill. 2003; p.383-4.

5. Grossman RF. Anaerobic and Other Infection Syndromes. In: Crapo JD, Glassroth J, Karlinsky J, King TE. Baums Textbook of Pulmonary Diseases. Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2004; p.405-126. Anaerobic pleuropulmonary Infections: Aspiration, Pneumonia, Abscess, and Empyema. In Niederman MS, Sarosi GA, Glassroth J. Editor. Respiratory infections: A Scientific basis For Management. Philadelphia: WB Saunders. 1994. p.345-57.

LAMPIRAN I PENUNTUN BELAJAR

Penilaian kinerja dilakukan pada setiap langkah dengan menggunakan skala penilaian berikut:

1. Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan dengan benar atau dalam urutan yang salah.

2. Cukup: langkah dikerjakan dengan benar, dalam urutan yang benar (bila diperlukan), tetapi belum lancar.

3. Baik: langkah dikerjakan dengan efisien dan dalam urutan yang benar (bila diperlukan).

Nama peserta didikTanggal

Nama pasienNo Rekam Medis

PENUNTUN BELAJAR

ABSES PARU

NoKegiatan/langkah klinikKesempatan ke

12345

IANAMNESIS

1.Menyapa pasien dan keluarganya, memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud anda.

2.Menanyakan keluhan utama dan deskripsinya.

3.Apakah terdapat keluhan batuk berdahak? Bagaimana karakteristik dahak? (bening, putih, atau mukopurulen, berbau atau tidak, hemoptisis)

4. Apakah terdapat demam? Bagaimana karakteristik demam?

5.Apakah terdapat nyeri dada yang berhubungan dengan pergerakan dada? (misal: saat bernapas)

6.Apakah terdapat faktor predisposisi pada pasien?

7.Apakah terdapat gejala-gejala komplikasi abses paru?

IIPEMERIKSAAN FISIK

1.Terangkan akan dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien

2.Tentukan keadaan umum

3.Lakukan pengukuran tanda vital: kesadaran, tekanan darah, laju nadi, laju pernapasan, dan suhu tubuh.

4.Lakukan pemeriksaan fisik lengkap secara sistematis.

5.Apakah terdapat tanda-tanda infeksi di rongga mulut?

6.Pemeriksaan auskultasi paru: suara napas amforik

7.Apakah terdapat tanda-tanda kelainan obstruktif pada saluran pencernaan?

8.Apakah terdapat tanda-tanda komplikasi?

IIIPEMERIKSAAN PENUNJANG

1.Pemeriksaan mikrobiologis sputum

2.Pemeriksaan bronkoskopi

3.Pemeriksaan roentgen toraks

4.Pemeriksaan aspirasi perkutan

5.Aspirasi cairan pleura

6.Pemeriksaan CT-scan

IVDIAGNOSIS

Menegakkan diagnosis berdasarkan hasil anamnesis.

Menegakkan diagnosis berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Menegakkan diagnosis berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

VPENATALAKSANAAN

1.Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakit dan tatalaksana penyakit.

2.Pemilihan regimen antibiotik yang sesuai

3.Pencegahan berulangnya penyakit dengan memberikan tatalaksana untuk faktor predisposisi.

4.Mengevaluasi tanda-tanda komplikasi

5.Mengelola komplikasi

6Melakukan konsultasi lintas bagian jika diperlukan.

LAMPIRAN II DAFTAR TILIK

Berikan tanda dalam kotak yang tersedia sesuai dengan penilaian terhadap keterampilan peserta didik dalam melaksanakan langkah/kegiatan. Cantumkan TD bila tidak dilakukan pengamatan.

Nama peserta didikTanggal

Nama pasienNo Rekam Medis

DAFTAR TILIK

ABSES PARU

NoKegiatan/langkah klinikHasil penilaian

LalaiTidak cakapCakap

IANAMNESIS

1.Sikap profesionalime:

Menghormati pasien

Empati

Kasih sayang

Menumbuhkan kepercayaan

Mempertimbangkan kenyamanan pasien

Terampil berkomunikasi secara verbal

Terampil menggunakan komunikasi non-verbal (kontak mata, bahasa tubuh)

2.Menarik kesimpulan gejala dan tanda yang ada merupakan manifestasi abses paru.

3.Menarik kesimpulan adakah faktor predisposisi.

IIPEMERIKSAAN FISIK

1.Sikap profesionalime:

Menghormati pasien

Empati

Kasih sayang

Menumbuhkan kepercayaan

Mempertimbangkan kenyamanan pasien

Terampil berkomunikasi secara verbal

Terampil menggunakan komunikasi non-verbal (kontak mata, bahasa tubuh)

2.Menentukan keadaan umum

3. Pengukuran tanda vital: kesadaran, tekanan darah, laju nadi, laju pernapasan, dan suhu tubuh

4. Pemeriksaan status gizi, menghitung IMT

5.Pemeriksaan kepala

6.Pemeriksaan mata

7.Pemeriksaan THT

8.Pemeriksaan leher

9.Pemeriksaan dada

10.Pemeriksaan jantung

11.Pemeriksaan paru

12.Pemeriksaan abdomen

13.Pemeriksaan ekstremitas

14.Pemeriksaan neurologis

IIIUSULAN PEMERIKSAAN

Keterampilan dalam memilih rencana pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis kerja.

IVDIAGNOSIS

Keterampilan dalam memberikan pengkajian dari diagnosis kerja yang ditegakkan.

VPENATALAKSANAAN

1.Memilih jenis pengobatan atas pertimbangan keadaan klinis, faktor sosial ekonomi, nilai yang dianut pasien, pendapat pasien, dan efek samping.

2.Memberi penjelasan mengenai pengobatan yang akan diberikan, termasuk mengenai keuntungan dan kerugiannya.

3.Memantau hasil pengobatan.

ABSES PARU

Abses paru didefinisikan sebagai daerah lapang paru terlokalisasi yang mengalami supurasi dan nekrosis, yang melibatkan satu lobus paru atau lebih. Abses paru biasanya terjadi setelah kejadian aspirasi, sehingga seringkali melibatkan infeksi oleh bakteri oral aerob maupun anaerob. Pembentukan kavitas di paru terlihat pada pencitraan dada. Definisi abses paru, tercakup necrotizing gram-negative and gram-positive pneumoniae, misalnya pneumonia yang disebabkan oleh Klebsiella sp., S. aureus, dan P. aeruginosa. Nocardia dan Aspergillus dapat menyebabkan abses paru pada individu imunokompromais. Penting untuk membedakan abses paru dari kavitas pada tuberkulosis.

Ukuran abses paru bervariasi dan dapat timbul di bagian manapun dari paru, tetapi terutama terjadi pada lobus superior dan lobus inferior paru kanan, yang merefleksikan anatomi traktus bronkial dan posisi pasien saat terjadi aspirasi. Ekspansi dan ekstensi abses dibatasi oleh inflamasi fibrotik, yang terjadi pada bagian tepi abses dan cenderung menghambat ekstensi lebih jauh.

Evolusi abses paru merupakan hasil interaksi faktor-faktor seperti: kondisi lokal, resistensi individu, dan tipe patogen yang menginfeksi. Faktor individu yang mempengaruhi adalah penurunan kesadaran (akibat alkoholisme, overdosis obat, kejang, trauma kepala, atau anestesi), kelainan esofagus, riwayat pembedahan daerah gastroesofagus, kelaian neurologis yang melibatkan pergerakan saluran cerna atas, obstruksi intestinal, dan penyakit gigi dan gusi. Gangguan anatomi lokal seperti karsinoma yang menyebabkan obstruksi, bronkiektrasis, emboli sepsis paru, dan benda asing adalah faktor predisposisi lokal terbentuknya abses paru.DIAGNOSIS

Gejala yang paling terlihat pada penyakit ini adalah batuk, produksi sputum, demam, nyeri dada pleuritik, penurunan berat badan, dan keringat malam. Demam pada penderita biasanya intermiten, dan temperatur > 38,5oC ditemukan hanya pada separuh kasus, sehingga ketiadaan demam tidak dapat menyingkirkan diagnosis abses paru. Sputum biasanya purulen dan pada sebagian kecil pasien sputum ini berbau busuk pada fase awal penyakit. Pada pasien dengan abses paru karena amuba, sputum dideskripsikan seperti saus anchovy. Hemoptisis ditemukan pada beberapa kasus.

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada awal timbulnya sakit menyerupai temuan pada pneumonia. Selanjutnya akan terdengar bunyi napas amforik atau kavernosa, yang merupakan ciri lesi kavitasi di paru. Temuan fisik lain yang dapat ditemukan adalah tanda dari faktor predisposisi yang terdapat pada pasien.

Pemeriksaan mikrobiologi sputum dengan pewarnaan gram, pewarnaan khusus,kultur aerob dan anaerob, kultur bakteri tahan asam serta jamur harus dikerjakan untuk menyingkirkan patogen atipik. Kultur berguna pada abses paru anaerob hanya untuk menyingkirkan diagnosis.

Metode diagnostik terbaik adalah dengan bronkoskopi serat optik disertai biopsi dan bilasan bronkus. Akurasinya mencapai 80% dan menjadi lebih tinggi apabila dilakukan kultur. Aspirasi perkutan memiliki sensitifitas 79-92% dan spesifisitasnya melebihi aspirasi transtrakea. Apabila terdapat cairan pleura, harus dilakukan aspirasi cairan pleura untuk menyingkirkan empiema sekaligus mendapatkan spesimen kultur. Kultur darah steril pada sekitar 98% penderita sehingga metode ini tidak dianjurkan.

Lesi kavitasi dengan gambaran air-fluid level yang terkadang dikelilingi sedikit infiltrat pada radiografi merupakan gambaran roentgen khas untuk abses paru anaerob. Abses paru anaerob umumnya tampak sebagai lesi soliter pada daerah paru yang tergantung pada gravitasi. Pada abses paru sekunder mngkin terdapat lesi multipel, dan pada daerah paru yang tidak tergantung gravitasi. CT-scan biasanya dilakukan untuk melihat dengan lebih jelas gambaran yang ditemukan pada radiograf dan mencari adanay lesi obstruktif.

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama tatalaksana pasien dengan abses paru adalah eradikasi patogen penyebab secara cepat dengan terapi yang sesuai, drainase empiema yang adekuat, serta evaluasi dan pencegahan komplikasi. Kebanyakan kasus dapat diselesaikan dengan terapi medikamentosa tetapi pada sekitar 10-20% kasus abses paru dibutuhkan terapi bedah.

Antibiotik adalah terapi utama abses paru. Pada kebanyakan kasus abses paru anaerob tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, sehingga regimen terapi ditentukan secara empiris. Antibiotik terpilih adalah penisilin, klindamisin, atau penisilin ditambah metronidazole. Kombinasi -laktam dan inhibitor -laktamase seperti amoksisilin plus asama klavulanat atau piperasilin plus tazobactam juga efektif terhadap kebanyakan bakteri anaerob sekaligus basil gram negatif; kombinasi di atas digunakan pada pasien yang kritis dan pada pasien dengan abses paru nosokomial. Pada abses paru karena nocardia, yang menjadi obat pilihan adalah golongan sulfonamida, sementara pada abses paru amuba digunakan metronidazol. Durasi terapi masih kontroversial saat ini, tetapi banyak rekomendasi menganjurkan pemberian terapi jangka panjang. Antibiotik umumnya diberikan parenteral sampai kondisi klinis stabil kemudian dilanjutkan dengan antibiotik oral, yang totalnya mencapai 6-10 minggu. Terapi diakhiri bila infiltrat paru sudah bersih dan lesi residu yang tampak merupakan lesi kecil yang tidak mengalami perubahan lagi.

PAGE 1