Referat abses paru

28
ABSES PARU Andi Utari Dwi Rahayu, Baharaini, Sri Asriyani I. PENDAHULUAN Penyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang sangat penting di Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh paru (bronkus, bronkiolus) atau yang mengenai jaringan paru-paru. 1 Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang didefinisikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. 1,2,3,4,5,6 Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan perlangsungan dan penyebabnya. Berdasarkan perlangsungannya abses paru diklasifikasikan menjadi akut dan kronik. Disebut akut apabila perlangsungannya terjadi dalam waktu 4 minggu. Abses disebut kronik apabila perlangsungannya terjadi dalam waktu > 4-6 minggu. Sedangkan menurut penyebabnya abses paru dibagi menjadi abses primer dan sekunder. Abses primer muncul karena nekrosis jaringan paru (akibat pnumonitis, infeksi dan neoplasma) ataupun pneumonia pada orang normal. 1

description

abses paru adalah

Transcript of Referat abses paru

Page 1: Referat abses paru

ABSES PARU

Andi Utari Dwi Rahayu, Baharaini, Sri Asriyani

I. PENDAHULUAN

Penyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang

sangat penting di Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh

paru (bronkus, bronkiolus) atau yang mengenai jaringan paru-paru.1

Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang

didefinisikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga

yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi

nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas

yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. 1,2,3,4,5,6

Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan perlangsungan dan

penyebabnya. Berdasarkan perlangsungannya abses paru diklasifikasikan

menjadi akut dan kronik. Disebut akut apabila perlangsungannya terjadi

dalam waktu 4 minggu. Abses disebut kronik apabila perlangsungannya

terjadi dalam waktu > 4-6 minggu. Sedangkan menurut penyebabnya abses

paru dibagi menjadi abses primer dan sekunder. Abses primer muncul

karena nekrosis jaringan paru (akibat pnumonitis, infeksi dan neoplasma)

ataupun pneumonia pada orang normal. Disebut abses sekunder apabila

disebabkan kondisi sebelumnya seperti septik emboli (misalnya endokarditis

sisi kanan), obstruksi bronkus (misalnya aspirasi benda asing), bronkiektasis

ataupun pada kasus imunokompromis.1,2,7

II. EPIDEMIOLOGI

Mortalitas/Morbiditas

Kebanyakan pasien dengan abses paru primer dapat sembuh dengan

antibiotik, dengan tingkat kesembuhan rata-rata sebanyak 90-95%.

Faktor host yang menyebabkan prognosis memburuk antara lain usia

lanjut, kekurangan tenaga, malnutrisi, infeksi HIV atau bentuk lain

imunosupresi, keganasan, dan durasi gejala lebih dari 8 minggu. Tingkat

1

Page 2: Referat abses paru

kematian untuk pasien dengan status imunokompromis mendasar atau

obstruksi bronkial yang kemudian membentuk abses paru dapat mencapai

75%.

Organisme aerobik, yang biasanya didapat di rumah sakit, juga dapat

menghasilkan prognosa yang buruk. Sebuah studi retrospektif melaporkan

tingkat kematian abses paru yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan

gram negatif digabungkan adalah sekitar 20%.

Seks

Laki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses

paru yang dilaporkan dalam beberapa seri kasus yang sudah dipublikasikan.

Umur

Abses paru pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan

meningkatnya penyakit periodontal dan peningkatkan prevalensi disfagi dan

aspirasi pada usia ini. Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal di

pusat perkotaan dengan prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia rata-

rata yang mengalami abses paru adalah 41 tahun.2

Orang-orang tua, orang-orang dengan immunocompromise, malnutrisi,

debilitated dan khususnya orang-orang yang tidak pernah mendapatkan

antibiotik adalah orang-orang yang paling rentan dan memiliki prognosis

yang paling buruk.3

III. ANATOMI

Paru-paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40

m2 untuk pertukaran udara. Tiap paru memiliki bentuk yang menyerupai

kerucut, memiliki puncak yang tumpul yang berbatasan bagian bawah dari

kosta pertama, memiliki dasar cekung yang mengikuti bentuk otot

diafragma, memiliki permukaan kostovertebra yang luas dan mengikuti

bentuk dari dinding thoraks, serta permukaan mediastinal cekung yang

menyokong perikardium.

Terdapat suatu struktur berupa membran pembungkus yang

mengelilingi paru-paru disebut pleura. Pleura terdiri dari dua lapisan yaitu

pleura viseralis dan pleura parietalis. Pleura viseralis melekat pada paru

2

Page 3: Referat abses paru

sedangkan pleura parietalis membatasi aspek terdalam dalam dinding dada,

diafragma, serta sisi perikardium dan mediastinum. Di antara kedua

membran ini terdapat rongga yang disebut sebagai kavum pleura yang berisi

cairan pleura. Cairan pleura berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi

gesekan antara kedua pleura.8,9

Gambar 1. Struktur sistem respirasi Dikutip dari kepustakaan 10 dan 11

Paru-paru kanan berukuran sedikit lebih besar dari paru-paru kiri.

Paru-paru kanan dibagi menjadi 3 lobus –atas, tengah, dan bawah, oleh

fisura oblikus dan fisura horizontal . Sedangkan paru-paru kiri hanya

memiliki fisura oblikus yang membagi paru menjadi 2 lobus, atas dan

bawah.9

3

lobus atas

lobus tengah

lobus atasfisura horisontalis fisura

horisontalis

Page 4: Referat abses paru

Gambar 2. Lobus paru dilihat dari depan Dikutip dari kepustakaan 12

Bronki dan jaringan parenkim paru-paru mendapat pasokan darah dari

a.bronkialis –cabang-cabang dari aorta torakalis desendens. v. bronkialis

yang juga berhubungan dengan v. pulmonalis, mengalirkan darah ke v.

azigos dan v. hemiazigos. Alveoli mendapat darah deoksigenasi dari

cabang-cabang terminal a. pulmonalis dan darah yang teroksigenasi

mengalir kembali melalui cabang-cabang v. pulmonalis. Dua v. pulmonalis

mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung.

Aliran limfe dari paru-paru mengalir kembali dar perifer menuju

kelompok kelenjar getah bening trakeobronkial hilar dan dari sini menuju

trunkus limfatikus mediastinal.8

Pleksus pulmonalis berasal dari serabut saraf simpatis (dari trunkus

simpatikus) dan serabut parasimpatis (dari N. vagus). Aliran eferen

mempersarafi muskulus bronchial dan menerima aliran aferen dari membran

mukosa bronkiolus dan alveolus.8,9

IV. ETIOLOGI

Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yaitu :

a. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia

aspirasi

- Bacteriodes melaninogenus

- Bacteriodes fragilis

- Peptostreptococcus species

- Bacillus intermedius

- Fusobacterium nucleatum

- Microaerophilic streptococcus

4

lobus bawahlobus bawah

fisura horisontalis

Page 5: Referat abses paru

Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-

100% dari spesimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.

b. Kelompok bakteri aerob

Gram positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi

- Staphillococcus aureus

- Streptococcus micraerophilic

- Streptococcus pyogenes

- Streptococcus pneumoniae1,2,3,5

Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari

kondisi lain. Seperti contoh: Obstruksi bronkial (karsinoma

bronkogenik); penyebaran hematogen (endokarditis bakterial,

IVDU); penyebaran infeksi dari daerah sekitar (mediastinum,

subphrenic).3

Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial

- Klebsiella pneumoniae

- Pseudomonas aeroginosa

- Escherichia coli

- Actinomyces species

- Nocardia species

- Gram negatif bacilli

c. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit,

amuba, mikobakterium1,2,3,5

Prevalensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernapasan dengan

mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-

macam kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, dan tenggorokan.

Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:

1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.

Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis

dan kanker paru yang terinfeksi.

2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu

Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar,

kanker esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.

5

Page 6: Referat abses paru

3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah,

pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus.

Lokalisasi abses tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan

mengalir menuju lobus medius atau segmen posterior lobus inferior

paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke

segmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus interior paru

kanan, hanya kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.4

V. PATOFISIOLOGI

Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan

hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru

bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing,

tumor, dan struktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus

dan terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan infeksi pada

daerah distal obstruksi tersebut. Dalam keadaan tegak, bahan aspirasi akan

mengalir menuju ke lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru

kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen

apikal lobus superior atau segmen superior lobus inferior paru kanan, hanya

kadang-kadang saja aspirat dapat mengalir ke paru kiri.1,4

Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia

aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya

memiliki masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri

yang berasal dari celah gigi yang sampai ke saluran pernapasan bawah akan

menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi

semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh

sedang menurun, seperti yang ditemukan pada seseorang yang tidak sadar

atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang, obat bius, atau

penyalahgunaan alkohol. Selain itu dapat pula terjadi pada penderita

gangguan sistem saraf.1,2,3

Jika bateri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme

pertahanan tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-

6

Page 7: Referat abses paru

14 hari kemudian akan berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan

pembentukan abses.2,3

Secara hematogen yang paling banyak terjadi adalah akibat septikemi

atau sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi pada

bagian lain tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran

hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya

disebabkan oleh stafilokokus.

Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami ruptur dan

menembus diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah

paru kanan dan rongga pleura.1

Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia

yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi

terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti

obstruksi, bronkiektasis dan gangguan imunitas.1

Diameter abses bervariasi dari beberapa milimeter sampai kavitas

besar dengan ukuran 5-6 cm. Lokalisasi dan jumlah abses bergantung pada

bentuk perkembangannya. Abses paru yang diakibatkan oleh aspirasi lebih

banyak terjadi pada paru kanan (lebih vertikal) daripada paru kiri, serta

lebih banyak berupa kavitas tunggal. Abses yang terjadi bersamaan dengan

adanya pneumonia atau bronkiektasis umumnya bersifat multipel, terletak di

basal dan tersebar luas. Septik emboli dan abses yang diakibatkan oleh

penyebaran hematogen umumnya bersifat mulitipel dan dapat menyerang

bagian paru manapun.5,6

Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya

diekspektoransikan ke luar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan

udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi

empiema yang diikuti dengan terbentuknya fistula bronkopleura.1,6

VI. DIAGNOSIS

7

Page 8: Referat abses paru

Diagnosis abses paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisis dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menyingkirikan

diagnosis banding yang lain dengan gejala yang hampir menyerupai abses

paru.

1. Keluhan penderita yang khas seperti malaise, demam ringan

sampai demam tinggi, batuk purulen dengan bau amis dan

penurunan berat badan.

2. Riwayat penyakit sebelumnya seperti infeksi saluran nafas atas,

infeksi gigi, serangan epilepsi, dan penurunan kesadaran berkaitan

dengan sedasi.

3. Pemeriksaan laboratorium. Peningkatan jumlah leukosit yang

umumnya mencapai 10.000-30.000/mm3. Anemia dapat

ditemukan pada abses lama.

4. Bronkoskopi. Untuk mengetahui adanya obstruksi pada bronkus.

Obstruksi bronkial skunder biasanya disebabkan oleh karsinoma.

5. Aspirasi Jarum Perkutan. Meripakan cara dengan akurasi yang

tinggi untuk melakukan diagnosis bakteriologis.1,2,4,5

1. GAMBARAN KLINIS

Gejala penyakit biasanya berupa:

a. Malaise

Malaise merupakan gejala awal disertai tidak nafsu makan yang

lama kelamaan menyebabkan penurunan berat badan.

b. Demam

Demam berupa demam intermitten bisa disertai menggigil

bahkan ‘rigor’ dengan suhu tubuh mencapai 39.40C atau lebih.

Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses paru

c. Batuk

Batuk pada pasiean abses paru merupakan batuk berdahak yang

setelah beberapa dapat berubah menjadi purulen dan bisa

mengandung darah. Sputum yang berbau amis dan berwarna

anchovy menunjukkan penyebabnya bakteri anaeraob dan

8

Page 9: Referat abses paru

disebut dengan putrid abscesses, tetapi tidak didapatkannya

sputum dengan ciri di atas tidak menyingkirkan kemungkinan

infeksi anaerob. Batuk dara bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi

ada yang masif.

d. Nyeri pleuritik

Nyeri pleuritik atau nyeri yang dirasakan dalam dada

menunjukkan adanya keterlibatan pleura.

e. Sesak

Sesak disebabkan oleh adanya pus yang menumpuk menutupi

jalan napas

f. Anemia

Anemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang

disebabkan oleh kurangnya asupan akibat penurunan nafsu

makan, namun lebih sering disebabkan oleh perdarahan pada

saluran nafas khususnya pada hemoptisis masif.1,3,4,5

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan nyeri tekan lokal. Pada

daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara napas bronkial,

biasanya akan terdengar suara ronki. Pada abses paru juga dijumpai jari

tabuh, yang proses terjadinya berlangsung cepat.1

2. LABORATORIUM

Hitung leukosit umumnya tinggi berkisar 10.000-30.000/mm3

dengan hitung jenis bergeser ke kiri dan sel polimorfinuklear yang

banyak terutama neutrofilyang immatur. Pada abses lama dapat

ditemukan anemia. Dapat dilakukan pemeriksaan dahak untuk

mengetahui miukroorganisme penyebab, namun dahak sebaiknya

diaperoleh dari aspirasi transtrakheal, transtorakal atau bilasan/sikatan

bronkus untukmenghindari kontaminasi dari organisme anaerobik

normal pada mulut dan saluran napas atas.1

3. GAMBARAN RADIOLOGIS

9

Page 10: Referat abses paru

a. Foto Thorax

Pada gambaran radiologik dapat ditemukan gambaran satu atau

lebih kavitas yang disertai dengan adanya air fluid level. Khas pada

abses paru anaerobik kavitasnya singel (soliter) yang biasanya

ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder

(aerobik, nososkomial atau hematogen) lesinya biasanya multipel.1,2,7

Gambar 4. Foto X-Ray ini ditemukan kavitas pada hilum kanan. Foto X-ray posisi lateral memperlihatkan kavitas memiliki dinding yang tipis dan terletak pada segmen apikal dari lobus paru kanan bawah.

Dikutip dari kepustakaan 13

Ukuran dari abses bervariasi namun secara umum memiliki

bentuk yang bulat. Dinding abses umumnya tebal dan permukaan

dalamnya irreguler. Pembuluh darah bronkus dan bronkus sendiri

dapat menjadi dinding dari abses.5,6

Abses dapat berisi cairan saja maupun cairan yang bercampur

dengan udara sehingga memberikan gambaran air-fluid level. Bila

abses mengalami ruptur akan terjadi drainase abses yang tidak

sempurna ke dalam bronkus, yang akan memberikan gambaran

kavitas dengan batas udara dan cairan di dalamnya (air fluid level).

Secara umum terdapat perselubungan di sekitar kavitas, meskipun

begitu pada terapi kavitas akan menetap lebih lama dibanding

perselubungan di sekitarnya. 1,6,14,15,16

10

Page 11: Referat abses paru

Gambar 5. Abses Paru – posisi AP dan lateral. Kavitas dengan air

fluid level pada lapangan paru kiri atas.

Dikutip dari kepustakaan 16

b. CT-Scan

CT-Scan adalah modalitas pencitraan yang paling sensitif dalam

menegakkan diagnosis abses paru. Kontras yang diberikan adalah

kontras yang dapat bercampur dengan perselubungan disekitar lesi

sehingga batas margin dapat diidentifikasi.2,3,6

Gambaran khas CT scan abses paru adalah berupa lesi dens

bundar dengn kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di

daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh

darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak

tertekan atau berpindah letak.17

Gambar 6.Gambaran abses paru dengan CT-scan. CT memperlihatkan kavitasi pada lobus atas paru kiri dengan jelas (kiri). Gambaran abses

paru dengan pemeriksaan CT kontras (kanan)Dikutip dari kepustakaan 14 dan 2

c. Ultrasound

11

Page 12: Referat abses paru

Ultrasound tidak memiliki peran yang signifikan dalam

menegakkan diagnosis abses paru dikarenakan banyak daerah dari

paru yang berisi udara yang akan menghalangi visualisasi

menggunakan ultrasound. Meskipun begitu, tepi abses yang

berbatasan dengan pleura atau berbatasan dengan daerah paru yang

mengalami penekanan ataupun perselubungan dapat tervisualisasi. Hal

ini harus dibedakan dengan empiema.3

VII. DIAGNOSIS BANDING RADIOLOGIS

a. Tuberkulosis

Gambaran radiologis pada tuberkulosis aktif diantaranya terdapat

kavitas, bisa tunggal atau multipel. Selain itu terdapat bayangan berawan

atau bercak dengan batas yang tidak tegas. Pada tuberkulosis lama baik aktif

maupun tenang terdapat kalsifikasi dan serat-serat fibrosis. Lesi pada

tuberkulosis terutama terdapat pada lapangan paru atas. Gejala klinisnya

hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis

didapatkan BTA.18

Gambar 7. Gambaran tuberculosis, terlihat proses terbentuknya kavitas. Kavitas pada tuberculosis umumnya terletak di lapangan paru atas.

Dikutip dari kepustakaan 19

12

Page 13: Referat abses paru

Gambar 8. Kavitas pada tuberculosis tanpa disertai air fluid levelDikutip dari kepustakaan 19

Secara umum, kavitas yang terdapat pada abses paru dan tuberculosis

adalah hampir sama. Oleh karena tuberculosis lebih sering terjadi di

lapangan paru atas, maka kavitas pada tuberculosis juga sering terdapat pada

lapangan paru atas. Lain halnya dengan kavitas pada abses paru yang dapat

terjadi di seluruh lapangan paru. Selain itu, air-fluid level lebih sering

terdapat pada kavitas yang terjadi oleh abses paru sedangkan air-fluid level

dilaporkan terjadi hanya pada 9%-21% dari kavitas pada TB.16,19

b. Tumor Paru

Gambar 9. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas.

Dikutip dari kepustakaan 3

13

Page 14: Referat abses paru

Bayangan nodul pada paru berukuran beberapa milimeter sampai 4 cm

atau lebih dan tidak mengandung kalsifikasi harus diutamakan pada

kecurigaan sebagai karsinoma bronkogen terutama usia diatas 40 tahun.

Karsinoma bronkus primer merupakan penyebab yang paling sering berupa

kavitas soliter yang merupakan deposit sekunder. Kavitas yang jinak

berlokasi di sentral dan memiliki dinding yang regular. Sedangkan kavitas

soliter yang ganas memiliki kavitas eksentrik dengan dinding irreguler.16,19

c. Empiema

Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula bronkopleura

akan sulit dibedakan dengan abses paru. Gambaran empiema karakteristik,

yaitu tampak pemisahan pleura viseral dan parietal (pleura split) dan

kompresi paru. CT scan dapat menunjukkan lokasi abses berada dalam

parenkim paru yang membedakannya dengan empiema.1,17

Gambar 10. Potongan coronal dada pada gambar CT menunjukkan adanya lesi pada lobus atas kanan dengan internal air-filled cavity, dinding tebal

tidak beraturan (panah warna hijau) dan lesi lain di sebelah bawah paru kiri dengan internal fluid, dinding tipis (panah warna kuning) kompresi pada

lapangan paru (panah kuning dan kotak). Lesi pada bagian atas paru kanan adalah abses paru dan pada bagian bawah paru kiri adalah empiema.

Dikutip dari kepustakaan 3

4. GAMBARAN HISTOPATOLOGIS

Abses paru bermula sebagai nekrosis dari bagian kecil yang

terus berkembang di dalam segmen yang terkonsolidasi pada

pneumonia. Area ini dapat begabung membentuk area supuratif yang

14

Page 15: Referat abses paru

singel maupun multipel yang mewakili abses paru. Ketika inflamasi

berlanjut mencapai bronkus, isi dari abses dikeluarkan sebagai sputum

yang berbau, kemudian, terbentuklah fibrosis yang menyebabkan

bekas luka padat yang memisahkan abses.2

Gambar 3. Gambaran histopatologik abses paru memperlihatkan adanya reaksi inflamasi.

Dikutip dari kepustakaan 2

VIII. PENATALAKSANAAN

a. Terapi antibiotik

Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari

intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat

ditambahkan kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi yang

baik akan terjadi dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan

dengan terapi antibiotik peroral. Pada terapi peroral diberikan:

Penisilin oral 750 mg empat kali sehari.

Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah dengan:

Klindamisin 600 mg tiap 8 jam,

Metronidazol 4x500 mg, atau

Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.4

b. Drainase postural

Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh

diposisikan sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada

kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus,

dengan produksi sputum purulen.4

15

Page 16: Referat abses paru

c. Bronkoskopi

Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun

menjadi lancar.3,4 Di samping itu, dengan bronkoskopi dapat dilakukan

aspirasi dan pengosongan abses yang tidak mengalam drainase yang

adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotik melewati bronkus

langsung ke lokasi abses.1

d. Bedah

Pembedahan dilakukan bila terapi antibiotik gagal, yaitu bila :

- Abses menjadi menahun

- Kavitas, produksi dahak, dan gejala klinik masih tetap ada setelah

terapi intensif selama 6 minggu, atau

- Abses yang sudah sembuh tapi meninggalkan sisa jaringan parut

yang cukup luas dan mengganggu faal paru.4

Lobektomi merupakan prosedur yang paling sering, sedangkan reseksi

segmental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil. Pneumoektomi

diperlukan terhadap abses multipel atau gangren paruyang refrakter

terhadap penanganan dengan obat-obatan.1

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi abses paru meliputipenyebaran infeksi melalui aspirasi

lewat bronkus atau penyebaran langsung melalui jarinag sekitarnya. Abses

paru yang drainasenya kurang baik, bisa mengalami ruptur ke segmen lain

dengan kecenderungan infeksi staphylococcus, dan apabila ruptur ke rongga

pleura menjadi piotoraks (empiema). Komplikasi sering lainnya berupa

abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura viseralis sehingga terjadi

piopneumotoraks dan bronkopleura.1,2,3

Abses paru resisten (kronik), yaitu yang resisten denagn pengobatan

selama 6 minggu, akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen. Dan

mungkin akan menyisakan suatu bronkiektasis, kor pulmonal dan

amiloidosis. Abses paru kronik juga dapat mengakibatkan anemia,

malnutrisi, kakesia, gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung

terutama pada manula.1,4,5

16

Page 17: Referat abses paru

X. PROGNOSIS

Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari

abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan

oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang

disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era

preantibiotika dan sampai 15 – 20 % pada era sekarang.4,20

Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai

prognosis yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu

faktor predisposisi. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas

pada Abses paru sebagai berikut :

1. Anemia dan Hipoalbuminemia

2. Abses yang besar (φ > 5-6 cm)

3. Lesi obstruksi

4. Bakteri aerob

5. Immunocompromised

6. Usia tua

7. Gangguan intelegensia

8. Perawatan yang terlambat20

17

Page 18: Referat abses paru

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasyid, Ahmad. Abses Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid III. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal 2323-8

2. Kamangar, Nadar. Lung Abscess. Updated on [Aug 19, 2009] cited on

Jan 3, 2013. Available at URL:

http://www.emedicine.medscape.com/article/299425-overview

3. Datin, Abhijit. Lung Abscess. Updated on [May 2, 2008] cited on Jan 3,

2013. Available at URL: http://radiopaedia.org/articles/lung_abscess

4. Alsagaff, Hodd. Mukty, H. Abdul(ed). Dasar-dasar ilmu penyakit paru.

Surabaya: Airlangga University Press. 2005. Hal 136-40

5. Kumar, Vinay. Abbas, Abul. Robbins Basic Pathology, 8th edition.

Philadelphia: Saunders. 2007. Hal 515

6. Muller, Nestor. Franquet, Thomas. Soo Lee, Kyung. Imaging of

Pulmonolgy Infection, 1st edition. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins. 2007. Chapter 1

7. Bhimji, Sabir. Lung Abscess, Surgical Perspective. Updated on [Oct 22,

2010] cited on Jan 10, 2013. Available at URL:

http://www.emedicine.medscape.com/article/428135-overview

8. Faiz, Omar. Moffat, David. At a Glance Series Anatomi. Jakarta:

Penerbit Erlangga. 2002. Hal 12-3

9. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. Oxford: Blackwell Publishing. 2006.

Hal 23-5

10. Premkumar, Kalyani. The Massage Connection Anatomy and Fisiology.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004. Hal 543

11. Porth, Carol Mattson. Pathophysiology: Concepts of Altered Health

States. Piladelpiha: Lippincott Williams & Wilkins.2004. Unit VII

12. Jardins, Terry Des. Cardiopulmonary Anatomy and Phisiology.

Colombia: Delmar. 2002. Hal 43

13. Eng, Philip. Cheah, Foong Koon. Interpreting Chest X-Rays. Cambridge:

Cambridge University Press. 2005. Hal 101, 199

18

Page 19: Referat abses paru

14. Howlett, David. Ayers, Brian. The hands-on Guide to Imaging.

Blackwell Publishing. 2004. Hal 48-9

15. Grainger, Ronald. Allison, David. Grainger & Allison's Diagnostic

Radiology: A Textbook of Medical Imaging, 4th ed. London: Churchill

Livingstone. 2001. Chapter 8

16. Budjang N. Radang. Radang Paru Yang Tidak Spesifik. Dalam: Ekayuda

I, editor. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI. 2005. Hal. 100-5

17. Mizra, Rakesh. Planner Andrew. A-Z of Chest Radiology. Cambridge:

Cambridge University Press.2007. hal 35-7

18. Wallis, R.S., J.L.Johnson: Adult tuberculosis in the 21st century:

pathogenesis, clinical features, and management. Cited on Jan 3, 2013.

Available at URL: http://www.mevis-research.de/~hhj/Lunge/Tb.html

19. Ashari, Irwan. Tuberkulosis paru dengan kavitas. Cited on Jan 3, 2013

Available at URL:www.irwanashari.com

20. Hisberg, Boaz, dkk. Factor Predicting Mortality of Patient with Lung

Abscess. Available at: www.chestjournal.chestpubs.org

19