abses otak-rifai

23
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ABSES OTAK Di Susun Oleh : 1. Moh Heru M 2. Yuni Pratiwi 3. Ika Fitria 4. Tufi Laili 5. Nur Rokayyah Pujiastuti PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA 1

description

abses otak-rifai

Transcript of abses otak-rifai

Page 1: abses otak-rifai

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN ABSES OTAK

Di Susun Oleh :

1. Moh Heru M

2. Yuni Pratiwi

3. Ika Fitria

4. Tufi Laili

5. Nur Rokayyah Pujiastuti

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKAJOMBANG

2011

1

Page 2: abses otak-rifai

I. Devinisi

Abses otak merupakan infeksi intra kranial dapat melibatkan jaringan otak

atau lapisan yang menutupi otak dan medula spinalis (meningitis) atau adanya

akumulasi bebas / terbentuknya pus berkapsul dalam otak (abses otak) sumber

penyebab dapat berupa bakteri, virus atau jamur (fungi) dan hasilnya /

penyembuhan dapat komplet (sembuh total) sampai pada menimbulkan penurunan

neurologis dan juga sampai terjadi kematian. (Marilgan E doengs 1992).

Abses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak;

terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh

penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular.

(Price,2005;1155)

Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah

cerebrum 75% dan cerebellum 25%.(long,1996;193)

II. Etiologi

6 – 20% abses otak disebabkan oleh kombinasi berupa mikroorganisme seperti

bakteri, virus, jamur, fokus infeksi yang dapat menyebabkan abses otak antara lain :

- Trauma : - misalnya Trauma akibat peluru, tusukan, imfresi faktur(cekungan

yang seakan – akan ditimbulkan oleh alat lain).

- Fokus infeksi primer yang dapat menyebabkan abses serebri adalah :

- Otogenik : mastoiditis, otitis mediasinusitis : sinusitis frontalis, ethmoidales,

maksilaris,bronchietas(percabangan pada bronkus), tonsillitis(radang tonsil),

apendisitis, pyelone, phritus, septik aborsi, osteomyliti, ekstraksi gigi.

- Lain-lain : infeksi mata thrombose sinus caifernosus, infeksi wajah

- 20% tidak ditemukan fokus infeksi primer

2

Page 3: abses otak-rifai

III.Patofisiologi

Penyebab terbanyak adalah bakteri anaerobik (70%). Bakteri lain yang jadi

penyebab adalah Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Bacteriodes fragilis.

Pada bayi baru lahir biasanya disebabkan oleh Proteus sp, E coli, Group B

Streptococcus.

Abses otak dapat terjadi karena:

1. Penyebaran langsung dari fokus infeksi yang berdekatan dengan otak, misalnya

infeksi telinga tengah, sinusitis paranasalis dan mastoiditis

2. Penyebaran dari fokus infeksi yang jauh secara hematogen

3. Infeksi akibat trauma tembus kepala

4. Infeksi pasca operasi kepala

Penyakit jantung bawaan sianotik dengan pirau dari kanan ke kiri (misalnya pada

Tetralogy of Fallot), terutama pada anak berusia lebih dari 2 tahun, merupakan

faktor predisposisi terjadinya abses otak

Terjadinya abses otak melalui 4 stadium, yaitu:

1. Stadium serebritis dini (hari ke 1 – 3)

2. Stadium serebritis lambat (hari ke 4 – 9)

3. Stadium pembentukan kapsul dini (hari ke 10 – 14)

4. Stadium pembentukan kapsul lambat (setelah hari ke 14)

Gejala

Abses otak bisa menyebabkan berbagai gejala, tergantung kepada lokasinya.

Gejalanya bisa berupa sakit kepala, mual, muntah, rasa mengantuk, kejang,

perubahan kepribadian dan gejala kelainan fungsi otak lainnya.

Gejala-gejala tersebut bisa timbul dalam beberapa hari atau beberapa minggu.

Pada awalnya penderita meraskan demam dan menggigil, tetapi gejala ini bisa

menghilang ketika tubuh berhasil menangkal infeksi tersebut.

WOC3

Page 4: abses otak-rifai

Faktor – faktor prediposisi : invasi bakteri ke otak langsung, penyebaran infeksi dari daerah lain, penyebaran infeksi dari organ lain

Ganggua perfusi

jaringan serebra

Perubahan tingkat kesadaran : letargik, perubahan perilaku,disorentasi dan fotofobia

Nyeri

kejang

Kesadaran Koma

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan laboratorium:

o Darah: jarang dapat memastikan diagnosis. Biasanya lekosit sedikit meningkat

dan laju endap darah meningkat pada 60% kasus

4

Gangguan bersihan jalan nafas

Desak ruang sekunder dari kompresi adanya pus

Odem serebra Penekanan area pengatur kesadaran

Kejang dan nyeri kepala

Infeksi septicemia jaringan otak

Proses supurasi dari meningen

Pembentukan trasudat dan eksudat

Peningkatan TIK Penekanan area lokal

Kematian

Koping keluarga tidak efektif

Kecemasan keluarga

Gangguan mobilitas fisik

Gangguan persepsi sensori

Intake nutrisi tidak adekuat

Perubahan pemenuhan nutrisi Pemenuhan nurisi

kurang dari kebutuhan

Pemupukan secret, kemampuan batuk menurun

Page 5: abses otak-rifai

o Cairan Serebro Spinal (CSS): dilakukan bila tidak ada tanda-tanda

peningkatan tekanan intra kranial (TIK) oleh karena dikhawatirkan terjadi

herniasi

Pemeriksaan radiologi:

CT Scan: CT scan kepala dengan kontras dapat dipakai untuk memastikan

diagnosis. Pada stadium awal (1 dan 2) hanya didapatkan daerah hipodens dan

daerah irreguler yang tidak menyerap kontras. Pada stadium lanjut (3 dan 4)

didapatkan daerah hipodens dikelilingi cincin yang menyerap kontras

V. PENATALAKSAAN MEDIS

Abses otak diobati dengan terapi antimikroba dan irisan pembedahan atau ispirasi

Pengobatan anti mikroba diberikan untuk menghilangkan organism sebagai

penyebab atau menurunkan perkembangan virus.

Dosis besar melalui intra vena biasanya di tentukan proaperatif untuk

menembus jaringan otak dan abses otak. Terapi diteruskan pada pasca operasi

Kortikosteroid dapat diberikan untuk menurunkan inflamasi odem serebra jika

pasien menunjukkan adanya peningkatan deficit neurologis.

Obat – obatan antikonvulsan ( fenitoin, fernobalbital ) dapat diberikan sebagai

profilaksis mencegah terjadinya kejang. Abses yang laus dapat diobati dengan

terpi antimikroba yang tepat, dengan pemantauan ketat melalui pengamatan

dengan CTscan.

Pada penatalaksanaan medikamentosa diberikan:

1. Cefotaxime 200-300 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis selama 6 minggu

atau

Kombinasi Ampicillin 200 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 6 dosis +

Chloramphenicol 100 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis.

2. Metronidazole 15 mg/KgBB/dosis IV kemudian dilanjutkan dengan 7,5

mg/KgBB/dosis IV/PO setiap 6 jam selama 7 hari (maksimal 4 g/hari).

3. Apabila didapatkan peningkatan TIK dapat diberikan:

a. Mannitol dosis awal 0,5-1 mg/KgBB IV kemudian dilanjutkan 0,25-0,5

mg/KgBB IV setiap 4-6 jam

5

Page 6: abses otak-rifai

b. Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis

rumatan0,5 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 3 dosis atau

c. Methylprednisolone dosis awal 1-2 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis

rumatan 0,5 mg/KgBB/dosis setiap 6 jam

Pengurangan dosis (tappering off) dimulai pada hari ke 5

Perhatian: Steroid dapat menghambat penetrasi antibiotik pada abses dan

menghambat pembentukan dinding abses yang berakibat abses mudah pecah

dan terjadi meningitis.

Setelah pengobatan abses otak, devisit neurologis dapat terjadi berupa

hemiparasis, kejang, gangguan penglihatan, dan kelumpuhan saraf cranial karena

kemungkinan adanya gangguan jaringan otak. Serangan ulang biasanya terjadi

dengan angka kematian yang tinggi.

VI. Pemeriksaan fisik

Tanda – tanda fital (TTV)

Peningkayan suhu tubuh lebih dari normal 38 – 41oC. keadaan ini biasanya

dihubungkan dengan proses supursi di jaringan otak yang sudah mengganggu pusat

pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda –

tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkata frekuensi nafas berhubungan

dengan peningkatan laju metabolisme umum adanya infeksi pada system

pernafasan sebelum mengalami abses otak. Tekanan darah biasanya normal atau

meningkat karena adanya tanda – tanda TIK.

B1. ( Breathing )

Inspeksi kemampuan klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, pengunaan otot

bantu nafas dan peningkatan frekuensi nafas didapatkan pada klien abses otak yang

disertai adanya gangguan pada system pernafasan. Palpasi thoraks untuk menilain

taktil premitus akan menurun pada sisi yang sakit. Auskultasi bunyi nafas tambahan

seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan akumulasi secret.

B2. ( blood )

Penakajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien abses otak

pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok).

B3. ( brain )

6

Page 7: abses otak-rifai

Penakajian B3 merupakan pemeriksaan yang focus dan lebih lengkap disbanding

pengkajian system lainya.

Pengkajian Tingkat Kesadaran : kualitas kesadaran klien merupakan parameter

yang paling mendasar dan parameter terpenting yang membutuhkan pengkajian.

Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling

sensitive untuk disfungsi system persyarafan. Beberapa system digunakan untuk

membuat peningkatan perubahan dalam kewapadaan dan keterjagaan. Pada

keadaan lanjut, tingkat kasadarn klien abses otak biasanya berkisar tingkat letargi,

stupor, dan semikomantosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS

sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk

pemantauan pemberian asuhan.

Pengakajian Fungsi Serebral : setatus mental : observasi penampilan, tingkah

laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien abses

otak tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

Pengkajia saraf cranial : dilakukan pengkajian I – XII.

1. Saraf I (olfaktorius) : Bisanya pada abses otak tidak ada kelainan dan fungsi

penciuman tidak ada kelainan.

2. Saraf II (optikus) : test ketajaman mata pada kondisi normal. Pemeriksaan

papiledema mungkin didapatkan pada abses otak supurastif disertai abses serebri

dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya TIK.

3. Saraf III (okulomotorius), IV (trokelaris), dan VI (abdusen) : pemeriksaan

fungsi dan reaksi pupil pada klien abses otak yang tidak disertai penurunan

kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut abses otak mengganggu

kesadaran, tanda – tanda prubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan.

Dengan alas an yang tidak diketahui, klien abses otak mengeluh mengalami

fitifobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.

4. Saraf V (trigeminus) : Tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan reflex

kornea biasanya tidak ada kelainan.

5. Saraf VII (fasialis) : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris

6. Saraf VIII (cabang vestibularis vestibulokrealis dan cabang koklearis) : tidak

ditemukan adanya tuli konduksi dan tuli persepsi

7

Page 8: abses otak-rifai

7. Saraf IX (glosofaringeus) dan X (vagus) : kemampuan menelan baik

8. Saraf XI (asesorius) : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trepezius

adanay usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk

9. Saraf XII (hipoglesus) : lidah simetris tidak ada deviasi pada suatu sisi dan

tidak ada fasikulasi. Idra pengecapan normal

Pengkajian system motorik : kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan

koordinasi pada abses otak tahap lanjut mengalami perubahan, sehingga klien

mengalami kelemahan ekstremitas dan mengganggu aktifitas sehari – hari.

Pengkajian reflek : pemeriksaan reflek profundal, pengetukan pada tendon,

ligamentumatau periostenum derajat reflek pada respon normal.

Gerakan infolunter : tidak ditemukan adanya tremor, tic dan distomia. Pada

keadaan tertentu klien mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan abses

otak disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga

berhubungan dengan abses otak.

Pengkajian system sensori : pemeriksaan sensori pada abses otak biasanya

didapatakan sensasi rasa normal, nyeri normal, dan suhu normal, tidak ada sensasi

abnormal dipermukaan tubuh, propriosesi dan diskriminatif normal

Gambar :

Gugun itu bukan terkena tumor tetapi hanya pengumpulan nanah atau abses otak

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Abses Otak

1. PENGKAJIAN

a. Anamnesis

8

Page 9: abses otak-rifai

Identitas klien ;usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,

suku bangsa, tgl MRS, askes dst.

Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.

Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian

tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .

Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga

(otitis media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses

paru,empiema )jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.

b. Pemeriksaan fisik

K/U

Pola fungsi kesehatan : Aktivitas/istirahat : gejala ; malaise

Tanda ; ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.

Sirkulasi

Gejala ; adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis

Tanda ; TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan

pengaruh pada vasomotor).

Eliminasi

Tanda;adanya inkontensia dan/atau retens

Nutrisi

Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )

Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.

Higiene

Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada

periode akut)

Neurosensori

Gejala ; sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan

Tanda ; penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit

dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan

TIK),nistagmus.kejang umum lokal.

Nyeri /kenyamanan

Gejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan; leher/

punggung kaku.

Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.

9

Page 10: abses otak-rifai

Pernapasan

Gejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paru

Tanda ; peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental

(letargi sampai koma) dan gelisah.

Keamanan

Gejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga

tengah, sinus, abses gigi; infeksi pelvis, abdomen atau kulit; fungsi lumbal,

pembedahan, fraktur pada tengkorak/ cedera kepala.

Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum;

tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese.

c. Prosedur diagnostic

1. Saraf I (olfaktorius) : Bisanya pada abses otak tidak ada kelainan dan

fungsi penciuman tidak ada kelainan.

2. Saraf II (optikus) : test ketajaman mata pada kondisi normal. Pemeriksaan

papiledema mungkin didapatkan pada abses otak supurastif disertai abses

serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya TIK.

3. Saraf III (okulomotorius), IV (trokelaris), dan VI (abdusen) : pemeriksaan

fungsi dan reaksi pupil pada klien abses otak yang tidak disertai penurunan

kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut abses otak mengganggu

kesadaran, tanda – tanda prubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan.

Dengan alas an yang tidak diketahui, klien abses otak mengeluh mengalami

fitifobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.

4. Saraf V (trigeminus) : Tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan

reflex kornea biasanya tidak ada kelainan.

5. Saraf VII (fasialis) : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah

simetris.

6. Saraf VIII (cabang vestibularis vestibulokrealis dan cabang koklearis) : tidak

ditemukan adanya tuli konduksi dan tuli persepsi

7. Saraf IX (glosofaringeus) dan X (vagus) : kemampuan menelan baik.

8. Saraf XI (asesorius) : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan

trepezius adanay usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk

9. Saraf XII (hipoglesus) : lidah simetris tidak ada deviasi pada suatu sisi dan

tidak ada fasikulasi. Idra pengecapan normal

10

Page 11: abses otak-rifai

d. Pemeriksaan laboratorium

LED meningkat dan mungkin disertai leukositosis.

(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/

10AbsesOtak89.html )

Pemeriksaan penunjang

CT Scan

Mengidentifikasi dan melokalisasi abses besar dan abses kecil disekitarnya.

(price,2005;1155)

Arteriografi

Menunjukkan lokasi abses di lobus temporal atau abses cerebellum. (long,

1996; 194)

DIAGNOSIS KEPERAWATAN

11

Page 12: abses otak-rifai

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d tidak adekuatnya batuk efektif dan

peningkatan produksi secret di jalan nafas.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah dilakukan tindakan jalan nafaf kembali efektif .

Kriteria hasil : secara S sesak nafas (-), frekuensi nafas kembali normal 16 –

20x/mnt,tidak menggunakan alat bantu nafas, retraksi ICS (-), ronkhi (-/-), dapat

mendemonstrasikan batuk efektif.

Intervensi Rasional

Kaji fungsi paru adanya bunyi tambahan, perubahan irama dan kedalaman, pengunaan obat – obat, aksesoris, warna, dan kekentalan sputum.

Memantau dan mengatasi komplikasi potensial.Mengkaji fungsi pernafasn dengan interval yang teratur adalah penting karena pernafasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, karena adanya kelemahan atau paralisis pada otot –otot intercosta yang berkembang dengan cepat.

Atur posisi fowler dan semifowler Peninggian kepala tempat tidur memudahkan pernafasan, meningkatkan ekspansi dada dan meningkatkan batuk lebih efektif.

Ajarkan cara batuk efektif Kx berada pada resiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan nafas dan mengalami kesulitan dalam menelan, yang dapat menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal nafas akut.

Lakukan fisioterapi dada ;vibrasi dada

terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif.

Panuhi hidrasi cairan via oral, seperti minum air putih dan pertahankan intake cairan 2500ml/haari

Pamenuhan cairan dapat mengencerkan mucus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh.

Lakukan pengisapan lender di jalan nafas

Pernafasan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas menjadi bersih.

2. Nyeri kepala b/d proses inflamasi sekunder dan inflamasi kuman dan proses

supurasi di saraf pusat.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang / rsa sakit terkontrol.

Criteria hasil : kx dapat tidur tenang, wajah rileks, dan menverbalisasikan penurunan

rasa sakit

12

Page 13: abses otak-rifai

Intervensi Rasional

Kaji skala nyeri, stimulus yang meningkatkan nyeri

Menjadi data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya.

Lakukan menejemen nyeri keperawatan Atur posisi fisiologis

Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2

ke jaringan yang mengalami iskemia. Ajarkan tehnik relaksasi

pernafasan dalamMeningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan otak.

Kompres hangat area kepala Vasodilatasi sekunder dari kompres hangat akan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke area nyeri.

Kolaborasi dengan pemberian analgetik Mungkin perlu untuk menurunkan rasa sakit. Catatan : narkotika merupakan kontra indikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sulit untuk dikaji.

3. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang b/d asupan nutrisi yang tidak

adekuat

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam nutrisi dapat terpenuhi secara

seimbang.

Criteria hasil : setelah dirawat selama 3 hari klien tidak terjadi komplikasi akibat

penurunan asupan nutrisi.

Intervensi Rasional

Ukur intake makanan yang diberiakan pada klien

Mengobservasi kebutuhan klien dalam meningkatkan kebutuhan nutrisi.

Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi oral.

Perhatikan yang diberikan untuk nutrisi yang adekuat dan pencegahan kelemaha otot karena kurang makanan.

Berikan nutrisi via selang ansogastrik Jika klien tidak mampu menelan maka makanan dapat diberikan pada selang lambung.

Berikan nutrisi via oral bila paralisis menelan berkurang

Bila klien dapat menelan maka melalui oral diberikan perlahan – lahan dan sangat hati – hati

13

Page 14: abses otak-rifai

4. Resiko cedera b/d kejang, perubahan status mental dan penurunan

tingkat kesadaran

Tujuan : dalam waktu 3x24jam perawatan klien bebas dari cedera yang disebabkan

oleh kejang dan penurunan kesadaran.

Criteria hasil : kx tidak mengalami cedera apabila kejang berulang ada

Intervensi Rasional

Monitor pada kejang tangan, kaki, mulut, dan otot – otot muka lainya.

Gambaran tribalitas system persyarafan pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Persiapan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suksion selalu ada dekat pasien.

Melindungi klien bila kejang terjadi

Pertahankan tirah baring total selama fase akut

Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo terjadi

Skolaborasi pemberian terapi : diazepam, Phenobarbital

Untuk mencegah atau mengurangi kejang Catatan : fenorbital dapat menyebabkan depresi dan sedasi system pernafasan.

5. Koping keluarga tidak efektif b/d kondisi kritis, prognosis penyakit yang

tidak jelas ketidakmampuan dalam mengambil koping yang efektif.

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam diberikan tindakan koping keuarga kembali efektif

Criteria hasil : keluarga klien menjadi tenang setelah dilakukan tindakan oleh dokter

dan perawat

Intervensi Rasional

Bina hubungan saling percaya (bhsp) Menciptakan hubungan saling percaya antar keluarga dan parawat.

Mandiri perawat Memberikan informasi pada keluarga tentang penyakit klien agar keluara mengetahui penyakit yang di alami klien.

Kaji kemampuan keluarga dalam perawatan klien

Agar keluaraga mengetahui perkembangan klien dan rasa cemas berkurang.

14

Page 15: abses otak-rifai

6. Hambatan mobolitas fisik b/d penurunan kesadaran dan kekuatan otot

Tujuan : dalam waktu 3x24jm setelah diberikan tindakan mobilitas klien meningkat

atau teradaptasi

Criteria hasil : peningkatan kemampuan dan tidak terjadi thrombosis vena profunda

dan emboli paru merupakan ancaman klien paralisis, yang tidak mampu

menggerakkan ekstermitas. Dekubitus tidak terjadi.

Intervensi Rasional

Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik

Merupakan data dasar untuk melakukan intervensi selajutnya.

Dekatka alat dan sarana yang dibutuhkan klien dalam pemenuhan aktifitas sehari – hari.

Bila pemenuhan mulai untuk dilakukan, klien dapat mengalami hipotensi ortostatik (dari disfungsi autonom) dan kemungkinan membutuhkan meja tempat tidur untuk menolong mereka mengambil posisi duduk tegak

Hindari factor yang memungkinkan terjadinya trauma pada saat klien melakukan mobilitas

Individu paralisis mempunyai kemungkinan mengalami kompresi neuropati, paling sering saraf ulnar dan parienal. Bantalan dapat ditempatkan di siku dan kepala fibula untuk mencegah terjadinya masalah ini.

Sokong ekstermitas yang mengalami paralisis

Ekstermitas disokong dengan posisi fungsional dan member latihan rentang gerak secara pasif paling sedikit dua kali sehari.

Monitor komplikasi hambatan mobilitas fisik

Deteksi dini trombisis vena profunda dan dekubitus sehingga dengan pamenuhan yang cepat penangana lebih mudah dilaksanakan.

Kolaborasi dengan tim medis fisioterapis

Kolaborasi dengan tim ahli terapi fisik untuk mencegah deformitas kontraktur dengan menggunakan pengubahan posisi yang hati – hati dan latihan rentang gerak.

15

Page 16: abses otak-rifai

DAFTAR PUSTAKA

Osenbach RK, Loftus CM: Diagnosis and management of brain abscess. Neurosurg

Clin N Am, 1992, Apr ; 3(2) : 403-20.

Saez-Liorens X: Brain abscess in children. Semin Pediatr Infect Dis 2003, 2003 ;

14 (2) : 108-14.

Sennaroglu L., Sozeri B: Otogenic brain abscess : review of 41 cases. Otolaryngol

Head Neck Surg 2000, Dec ; 123 (6) : 751-5.

Seydoux C, Francioli P: Bacterial brain abscesses : Factors influencing mortality

and sequellae. Clin Infect Dis, 1992 ; 15 (3) : 394-401.

Ucapan terima kasih kepada: dr. Erny, Sp.A atas bantuan dalam penyusunan

pedoman diagnosis & terapi, Neurologi anak.

16