Abses Hati
-
Upload
gilang-haliza -
Category
Documents
-
view
747 -
download
6
Transcript of Abses Hati
ABSES HATI Prof Dr Iswan A.Nusi, SpPD,KGEH,FINASIM
Ka SubDep Divisi Gastroentero-HepatologiDep.-SMF I.Penyakit Dalam,FK Unair-RSUD Dr Soetomo Surabaya
BATASANAbses hati adalah penimbunan atau akumulasi debris nekro-inflamatori purulen di dalam parenkim hati yang disebabkan oleh kuman piogenik ataupun ameba.
ETIOLOGIKuman piogenik yang sering menjadi penyebab yaitu bakteri usus (E. coli, Klebsiella pneumonia, Streptococcus faecalis), Coccus gram negative (Staphylococcus aureus) dan juga bakteri anaerob (Bakteroides, Clostridium), dan parasit amuba yang tersering yaitu E. histolytica
EPIDEMIOLOGIAbses hati didapatkan di seluruh dunia, abses hati piogenik lebih sering ditemukan di negara maju termasuk Amerika Serikat, sedangkan abses hati ameba di negara sedang berkembang yang beriklim tropis dan sub tropis terutama pada daerah dengan kondisi lingkungan yang kurang baik.
Insiden tahunan abses hati piogenik mencapai 2,3 kasus per 100.000 penduduk dan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3,3 berbanding 1,3 per 100.000 penduduk.Insiden abses hati amuba mencapai di Amerika Serikaty mencapai 0,05 % sedangkan di India dan Mesir mencapai 10%-30%/ tahun dengan perbandingan laki-laki: perempuan sebesar 3:1 sampai dengan 22:1
PATOFISIOLOGIAbses hati piogenik:
1. Infeksi piogenik memasuki hati melalui darah atau empedu, namun seringkali sumber infeksi tidak ditemukan ( abses hati kriptogenik). Bila sumber infeksi ditemukan, biasanya meliputi:
- Kolangitis, dapat disebabkan striktura saluran empedu, batu, atau intervensi endoskopik - Sepsis intra-abdominal seperti: diverticulitis, peritonitis - Sepsis generalisata - Trauma, termasuk biopsy hati atau pembedahan - Infeksi sekunder yang terjadi pada kista hati yang sudah ada sebelumnya, neoplasma (termasuk setelah terapi ablasi) atau pada abses amuba (jarang).
2. Lobus kanan hati lebih sering terkena.3. Abses hati dapat tunggal atau multiple, penyebaran hematogen seringkali
menyebabkan abses multiple.4. Abses mengandung sel-sel PMN dan sel-sel hati yang nekrosis , dikelilingi oleh suatu
kapsul fibrosa.
Abses hati ameba
1. Di dalam hati, E. histolytica mengeluarkan enzim proteolitik yang berfungsi melisiskan jaringan host.
2. Lesi pada hati berupa “well demarcated abscess” mengandung jaringan nekrotik dan biasanya mengenai lobus kanan hati. Respon awal host adalah migrasi sel-sel PMN, namun ameba juga memiliki kemampuan melisiskan PMN dengan enzim proteolitiknya, sehingga terjadilah destruksi jaringan.
3. Abses hati mengandung debris aseluler, dan tropozoit hanya dapat ditemukan pada tepi lesi.
GEJALA KLINIKDemam, nyeri perut kanan atas mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan tubuh, dan pembesaran hati yang disertai rasa nyeri. Manifestasi sistemik abses hati piogenik biasanya lebih berat daripada abses hati ameba. Nyeri spontan perut kanan atas disertai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya.Dua puluh persen penderita dengan kecurigaan abses hati ameba mempunyai riwayat penyakit diare atau disentri.
DIAGNOSISAnamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan petunjuk penting dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaa penunjang lainnya yaitu: laboratorium, tes serologi (amuba), kultur darah, kultur cairan aspirasi, dan pencitraan (USG, CT scan).Sherlock (2002) membuat kriteria diagnosis abses hati ameba:
1. Adanya riwayat berasal dari daerah endemik2. Pembesaran hati pada laki-laki muda3. Respons baik terhadap metronidazole4. Lekositosis tanpa anemia pada riwayat sakit yang tidak lama dan lekositosis dengan pada
riwayat sakit yang lama.5. Ada dugaan amebiasis pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral6. Pada pemeriksaan scan didapatkan filling defect7. Tes fluorescen antibodi ameba positif
Bila ke-7 kriteria ini dipenuhi maka diagnosis abses hati ameba sudah hampir pasti dapat ditegakkan.Berikut rangkuman perbedaan gambaran abses hati piogenik dengan abses hati amebaTabel 1. Perbedaan gambaran abses hati piogenik dengan abses hati amuba
Abses hati piogenik Abses hati amubaDemografi Usia: 50-70 tahun Usia: 20-40 tahun
Jenis kelamin: laki=perempuan Jenis kelamin: laki> perempuan (>10:1)
Faktor risiko mayor
Infeksi bakteri akut, khususnya intra abdominal
Bepergian atau menetap di daerah endemic ( pernah menetap)
Obstruksi bilier/manipulasiDiabetes melitus
Gejala klinis Nyeri perut regio kuadran kanan atas, demam, menggigil, rigor, lemah, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, diare, batuk, nyeri dada
Akut: demam tinggi, menggigil, nyeri abdomen, sepsis
pleuritik Sub akut: Penurunan berat badan; demam dan nyeri abdomen relatif jarangKhas:Tak ada gejala kolonisasi usus dan kolitis
Tanda klinis Hepatomegali disertai nyeri tekan, massa abdomen, ikterus
Nyeri tekan perut regio kanan atas bervariasi
Laboratorium Lekositosis, anemia, peningkatan enzim-enzim hati (alkali fosfatase melebihi aminotransferase), peningkatan bilirubin, hipoalbuminemia
Serologi amuba positif (70%-95%)
Kultur darah positif (50%-60%)Lekositosis bervariasi dan anemiaTidak ditemukan eosinofiliaAlkali fosfatase meningkat, namun aminotransferase biasanya normal
Pencitraan Abses multifokal (50%) Khas: abses tunggal (80%)Biasanya lobus kanan Biasanya lobus kananTepi ireguler “Rounded” atau oval, bersepta
“wall enhancement” pada CT scan dengan kontras intra vena
Cairan aspirasi
purulen Konsistensi dan warna bervariasi
Tampak kuman pada pewarnaan gram
Steril
Kultur positif (80%) Tropozoit jarang ditemukan
DIAGNOSIS BANDINGKista heparKeganasan pada hati
PENYULITAbses hati piogenik
1. Septicemia2. Abses metastatik3. Syok septik4. ARDS5. Gagal ginjal6. Ruptur abses
Abses hati ameba
1. Ruptur abses ke dalam:
a. Regio toraks, menyebabkan:
● fistula hepatobronkial ● abses paru ● empiema amuba b. Perikardium, menyebabkan: ● gagal jantung ● perikarditis ● tamponade jantung c. Peritoneum, menyebabkan: ● peritonitis ● ascites 2. Infeksi sekunder (biasanya bersifat iatrogenik setelah tindakan aspirasi) 3. Lain-lain (jarang): ● gagal hati fulminan ● hemobilia ● obstruksi vena kava inferior ● Sindroma Budd-Chiari ● Abses cerebri ( penyebaran hematogen)
PENATALAKSANAAN1. MedikamentosaAbses hati piogenik● Sefalosporin generasi ke-3 dan klindamisin atau metronidazole. Jika dalam waktu 48-2 jam belum ada perbaikan klinis dan laboratoris, maka antibiotika yang digunakan diganti dengan antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur sensitivitas aspirat abses hati.● Pengobatan secara parenteral dapat dirubah menjadi oral setelah pengobatan parenteral selama 10-14 hari, dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian .
Abses hati Ameba● Metronidazole 3 x 750 mg per oral selama 7-10 hari atau Tinidazole 3 x 800 mg per oral selama 5 hari, dilanjutkan dengan preparat luminal:● Paromomycin 25–35 mg/kg/hari per oral terbagi dalam 3 dosis selama 7 hari atau lini kedua Diloxanide furoate 3 x 500 mg per oral selama 10 hari .
2. Aspirasi jarum perkutanIndikasi aspirasi jarum perkutan: ● Resiko tinggi untuk terjadinya ruptur abses yang didefinisikan dengan ukuran kavitas lebih dari 5 cm ● Abses pada lobus kiri hati yang dihubungkan dengan mortalitas tinggi dan frekuensi tinggi bocor ke peritoneum atau perikardium ● Tak ada respon klinis terhadap terapi dalam 5-7 hari
3. Drainase perkutanDrainase perkutan abses dilakukan dengan tuntunan USG abdomen atau CT scan abdomen. Penyulit yang dapat terjadi : perdarahan, perforasi organ intra abdomen, infeksi, ataupun terjadi kesalahan dalam penempatan kateter untuk drainase.
4. Drainase secara operasi Tindakan ini sekarang jarang dikerjakan kecuali pada kasus tertentu seperti abses dengan ancaman rupture atau secara teknis susah dicapai atau gagal dengan aspirasi biasa/ drainase perkutan.
4. Reseksi hatiPada abses hati piogenik multipel kadang diperlukan reseksi hati. Indikasi spesifik jika didapatkan abses hati dengan karbunkel (liver carbuncle) dan disertai dengan hepatolitiasis, terutama pada lobus kiri hati.
Berdasarkan kesepakatan PEGI (Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia) dan PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia) di Surabaya pada tahun 1996: ● Abses hati dengan diameter 1-5 cm : terapi medikamentosa, bila respon negatif dilakukan aspirasi ● Abses hati dengan diameter 5-8 cm: terapi aspirasi berulang ● Abses hati dengan diameter ≥ 8 cm : drainase per kutan
PROGNOSISAbses hati piogenik
● Abses hati piogenik yang tidak diterapi menyebabkan angka kematian mendekati 100%● Laporan kasus terkini menyatakan bahwa angka kematian abses hati piogenik ± 10- 30% tergantung dari penyakit dasar yangmenyebabkan abses dan kondisi medis penderita.
Abses hati amuba● Abses hati amuba merupakan penyakit yang sangat “treatable”● Angka kematiannya < 1% bila tanpa penyulit.
● Penegakan diagnosis yang terlambat dapat memberikan penyulit abses ruptur sehingga meningkatkan angka kematian: - ruptur ke dalam peritoneum , angka kematian 20% - ruptur ke dalam perikardium , angka kematian 32- 100%
DAFTAR PUSTAKA1. Ayles HM and Cock KD (2004). Hepatic abscess and cysts. In: Handbook of liver disease.
Friedman LS, Keeffe EB eds.Second edition. Elsevier Inc.Philadelphia, pp 349-3642. Chung Y F A, Tan Y M, Lui H F, Tay K H, Lo R H G, Kurup A, Tan B H (2007).
Management of pyogenic liver abscesses – percutaneous or open drainage? Singapore Med J 48, 115
3. Davis J, Mc Donald M (2008). Pyogenic liver abscess. Available at Uptodate Desktop 16.1: January 2008
4. Haque R, Huston CD, Hughes M, Houpt E, Petri Jr.WA (2003).Amebiasis. N Engl J Med 348,1565-73
5. Hughes MA, Petri WA (2000). Amebic liver abscess, Infectious Disease Clinics of North America 14 . 92-106
6. Neuschwander-Tetri BA (2007).Bacterial, parasitic, fungal, and granulomatous liver disese. In:Cecil Medicine. Goldman L, Ausiello D eds. 23rd Edition .Saunders Elsevier. Philadelphia. Available at CD ROM
7. Sherlock S, Dooley J (2002). The liver in infections. In: Diseases of the liver and biliary system. Sherlock S, Dooley J eds. Eleventh Edition. Milan. Blackwell Publishing, pp 495-526
8. Wenas NT, Waleleng BJ (2006). Abses hati pogenik. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam.Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, hal. 462-463