ABSES

7
Nama : Dea Haykalsani Harahap NIM : 03011065 ABSES Definisi Abses adalah rongga patologis yang berisi pus yang merupakan hasil dari reaksi inflamasi pertahanan tubuh seperti makrofag, leukosit, netrofil dan bakteri. Abses biasanya didahului dengan reksi inflamasi, tanda-tanda inflamasi antara lain : kalor, dolor, rubor, tumor dan functio lesa . Abses adalah pengumpulan eksudat purulen yang terjebak di dalam jaringan yang kemudian membentuk rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak ada dengan jaringan fibrotik disekitarnya sebagai respon tubuh terhadap adanya infeksi. Etiologi Penyebab utama terjadinya abses yaitu adanya benda asing yang diikuti bakteri pyogenic. (Staphylococcus Sp., Escheriscia coli, Streptococcus β haemoliticus Sp., Pseudomonas, Mycobacteria, Pasteurella multocida, Coryne bacteria, Achinomicetes) dan juga bakteri yang bersifat obligat anaerob (Bakteriodes Sp., Clostridium, Peptostreptokokkus fasobakterium). Klinis Terbentuk indurasi disertai reaksi inflamasi disekitarnya yang lama-kelamaan terbentuk masa kistik dengan temperatur yang lebih hangat dibandingkan jaringan sehat. Pada palpasi

description

abses

Transcript of ABSES

Page 1: ABSES

Nama : Dea Haykalsani Harahap

NIM : 03011065

ABSES

Definisi

Abses adalah rongga patologis yang berisi pus yang merupakan hasil dari reaksi

inflamasi pertahanan tubuh seperti makrofag, leukosit, netrofil dan bakteri. Abses biasanya

didahului dengan reksi inflamasi, tanda-tanda inflamasi antara lain : kalor, dolor, rubor,

tumor dan functio lesa. Abses adalah  pengumpulan eksudat purulen yang terjebak di dalam

jaringan yang kemudian membentuk rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak ada

dengan jaringan fibrotik disekitarnya sebagai respon tubuh terhadap adanya infeksi.

Etiologi

Penyebab utama terjadinya abses yaitu adanya benda asing yang diikuti bakteri

pyogenic. (Staphylococcus Sp., Escheriscia coli, Streptococcus β haemoliticus Sp.,

Pseudomonas, Mycobacteria, Pasteurella multocida, Coryne bacteria, Achinomicetes) dan

juga bakteri yang bersifat obligat anaerob (Bakteriodes Sp., Clostridium, Peptostreptokokkus

fasobakterium).

Klinis

Terbentuk indurasi disertai reaksi inflamasi disekitarnya yang lama-kelamaan

terbentuk masa kistik dengan temperatur yang lebih hangat dibandingkan jaringan sehat. Pada

palpasi akan didapatkan adanya fluktuasi sebagai akibat banyaknya 

eksudat yang terbetuk.

Gejala sistemik yang terjadi bisa timbul  demam yang berulang. Gejalanya bisa

timbul:

adanya massa

nyeri

teraba hangat

pembengkakan

kemerahan

Page 2: ABSES

Jika masih ragu, lakukan aspirasi dengan spuit berjarum besar di daerah yang paling

fluktuatif. 

Pada pemeriksaan laboratorium bisa menunjukan penigkatan leukosit.

Terapi

Terapi utama adalah drainase  sebagai kontrol sumber infeksi (source control).

Drainase dilakukan dengan menginsisi bagian yang paling fluktuatif dan dinding yang paling

tipis. Adakalanya terbetuk septa-septa dalam satu abses sehingga diperlukan multiple insisi.

Pemberian antibiotik idealnya adalah sesuai dengan tes kultur dan resistensi, namun

mengingat hasil kultur setidaknya membutuhkan waktu 3 hari, maka diberikan antibiotik

broad spectrum sesuai pola kuman penyebab terbanyak dan pola resistensi yang berbeda di

setiap daerah.

Teknik Operasi

1. Tindakan aseptik dan antiseptik, jika abses setelah pecah, maka mulai painting dari

arah luar kedalam (bagian yang kotor diusap terakhir).

2. Drepping (menentukan pola dan lokasi insisi)

3. Anestesi dengan chlor ethyl topical

4. Siapkan kasa dan neerbeken untuk menampung eksudat

5. Insisi dengan pisau no 11, kemudian lebarkan dengan klem

6. Tekan sampai pus/eksudat minimal

7. Lakukan debridement jaringan nekrotik dengan kuret atau kasa.

8. Irigasi dengan NaCl 0,9 % sampai jernih

9. Bilas dengan H2O2

10. Cuci dengan antisetik povidon iodine (betadin), chlorhexidin (savlon) dll

11. Jika kemungkinan eksudat masih ada atau diperkirakan masih produktif sebaiknya

dipasang drain (dengan penroos drain atau potongan karet hand scoen steril)

12. Rawat sebagai luka terbuka (tidak dijahit)

Dengan mengutamakan pemeriksaan kultur dan sensitifitas, pemberian terapi

antibiotika ditunjukkan pada jenis bakteri mana yang lebih banyak muncul. Penisilin dan

sefalosporin (generasi pertama kedua atau ketiga) biasanya merupakan obat pilihan. Penisilin

dalam dosis tinggi sebagai obat pilihan diberikan dengan mempertimbangkan kontra indikasi

seperti alergi atau timbulnya kemungkinan adanya reaksi koagulasi organisme.

Page 3: ABSES

Penisilin dapat digunakan pada penderita abses yang diperkirakan disebabkan oleh

kuman staphylococcus. Metronidazol merupakan antimikroba yang sangat baik untuk infeksi

anaerob. Tetrasiklin merupakan antibiotika alternatif yang sangat baik bagi orang dewasa,

meskipun klindamisin saat ini dipertimbangkan sebagai antibiotik pilihan untuk menangani

bakteri yang memproduksi beta laktamase.

Antibiotik yang diberikan penisilin 600.000 – 1.200.000 unit atau

ampisilin/amoksisilin 3 – 4 x 250 – 500 mg atau sefalosporine 3 – 4 x 250 – 500 mg,

metronidazol 3 – 4 x 250 – 500 mg.

Page 4: ABSES

DIFTERI

Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh

karena toxin dari bakteri dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit atau

mukosa dan penyebarannya melalui udara. Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium

diphteriae, dimana manusia merupakan salah satu reservoir bakteri ini.

Corynebacterium diphtheriae merupakan makhluk anaerobik fakultatif dan gram

positif, ditandai dengan tidak berkapsul, tidak berspora, dan tak bergerak. Di alam, bakteri ini

terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau

orang normal yang membawa bakteri. Bakteri yang berada dalam tubuh akan mengeluarkan

toksin yang aktivitasnya menimbulkan penyakit difteri.

Pada difteri tonsil dan faring, nyeri tenggorok merupakan gejala awal yang umum,

tetapi hanya setengah penderita menderita disfagia, serak, malaise atau nyeri kepala. Dalam 1

– 2 hari kemudian timbul membran yang melekat berwarna putih kelabu, injeksi faring ringan

disertai pembentukan membran tonsil unilateral atau bilateral yang meluas secara berbeda –

beda mengenai uvula, pallatum molle, orofaring posterior, hipofaring dan daerah glotis.

Edema jaringan lunak dibawahnya dan pembesaran lomfonodi dapat menyebabkan gambaran

“bull neck”.

Penentuan kuman diphtheria dengan sediaan langsung kurang dapat dipercaya. Cara

yang lebih akurat adalah dengan identifikasi secara fluorescent antibody technique, namun

untuk ini diperlukan seorang ahli. Cara Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat membantu

menegakkan diagnosis difteri dengan cepat, namun pemeriksaan ini mahal dan masih

memerlukan penjajagan lebih lanjut untuk penggunaan secara luas. Diagnosis tonsilitis difteri

ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang

diambil dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan kuman Corynebacterum

diphteriae.

Melakukan swab tenggorok

Tekan lidah dengan penekan lidah

Masukan swab steril kedalam mulut tanpa menyentuh dinding rongga mulut

Usapkan swab pada dinding belakang faring dan permukaan tonsil

Masukan swab kedalam tabung steril. Bila mempunyai media transport,

tusukan swab kedalam media semisolid tersebut

Page 5: ABSES

Pembuatan sediaan

Bersihkan obyek glass dengan kapas. Bebaskan dari lemak dengan cara melewatkan

di atas lampu spiritus sampai terlihat uap air menghilang. Tunggu sampai dingin (3 menit).

Tetesi sedikit formalin. Ambil spesimen kapas lidi dari usapan tenggorok, usapkan merata

pada obyek glass yang ada formalin secara melingkar 1-1,5 cm. Tunggu sampai cukup

kering.

Fiksasi

Lakukan fiksasi dengan cara melewatkan sediaan di atas lampu spiritus (jarak api

dengan obyek glass 10-15 cm) beberapa kali, sampai sediaan menjadi kering tetapi tidak

sampai terlalu panas agar bentuk dan susunan bakteri tidak rusak karena panas. Pada tahap ini

sediaan siap dicat.

Pengecatan

Genangi sediaan dengan campuran cat Neisser A dan Neisser B (perbandingan 2:1)

selama 0,5 menit 

Cuci dengan Neisser C dengan posisi preparat miring sampai cat Neisser A dan B

hilang. 

Genangi dengan cat Neisser C selama 3 menit. 

Buang larutan cat tanpa dicuci. 

Keringkan dengan menghisap cat menggunakan kertas saring. 

Biarkan dalam udara kamar dengan posisi miring sampai kering.

Interpretasi Hasil

Bakteri golongan Diphterie, poolkarrelnya ungu kehitaman dengan badan bakteri

berwarna coklat atau kekuningan biasanya ditemukan dengan berbagai susunan yang

menyerupai huruf V, L atau Y. Hasil pengecatan Neisser hanya bersifat diagnosa sementara,

untuk kepastian diagnosa dilakukan kultur dan tes virulensi baik secara invivo maupun

invitro. Kultur Corynebacterium diphteriae. Spesimen ditanam pada media Loffler Serum,

inkubasi 37°C selama 24 jam