ABSES OROFARING
-
Upload
deni-herdiyanto -
Category
Documents
-
view
234 -
download
27
Transcript of ABSES OROFARING
1
ABSES OROFARING
Deni Herdiyanto
Program Pendidikan Dokter Gigi SpesialisBedah Mulut & Maksilofasial
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas PadjadjaranBandung
2011
2
Pendahuluan
Terdapat interaksi antara host, lingkungan dan
mikroorganisme untuk terjadinya suatu proses
infeksi.
( Topazian. Oral and maxillofacial infections 4th editions, 2002)
Host
Lingkungan
Mikroorganisme
3
Abses orofaring
infeksi yang terjadi di regio orofaring, yang ditandai dengan terbentuknya pus dirongga/ spatium di orofaring
4
Abses orofarin
g
Peritonsilar(49%)
Parapharyngeal
(2%)
Retropharyngeal
(22%)
Murray MD. Deep Neck Infections. http://emedicine.medscape.com/article/837048. Updated, November 18, 2009
PoliRawat Jalan RSHS 2008-2009
• Abses Peritonsilar 40,6 %• Abses Retro dan Parapharyngeal
3%
5
Infeksi di regio orofaring
Deep neck infections, karena letak struktur anatomisnya yang terdapat di leher bagian dalam
Perluasan infeksi yang terjadi di rongga mulut
(infeksi odontogen), iritasi benda asing maupun
karena radang akut pada tonsil
Page C et al. Parapharyngeal Abscess: Diagnosis and Treatment. Eur Arch Otorhinolaryngol ,2008.Brook I. Non Odontogenic Abscesses in The Head Neck Region. Periodontology 2000 (Journal Compilation) ,Vol. 49, 2009
6
Mutunayagam SB et al. Parapharyngeal and Retropharyngeal Abscess: Anatomical Complexity and Etiology. Med J Malaysia, December, 2007.Eftekharian A, et al . Deep neck infections: a retrospective review of 112 cases. Eur Arch Otorhinolaryngol ,2009.
• Struktur anatomi yang kompleks di regio orofaring membuat diagnosis dan perawatan cukup sulit untuk dilakukan
• Infeksi di regio orofaring berpotensi menyebabkan terjadinya obstruksi saluran nafas, trombosis vena jugularis, perluasan infeksi ke mediastinum, perikarditis, pneumoni dan erosi pada arteri
7
Matzelle SJ et al, didapatkan bahwa pasien
dengan deep neck infections sebesar 15.5%
mengalami komplikasi pada jalan nafas,
mortalitas sebesar 0.8%.
Matzelle SJ et al. A retrospective analysis of deep neck infections at Royal Perth Hospital. Anaesth Intensive Care 2009
8
Abses orofaring
Penanganan yang tepat akan meminimalkan tingkat morbiditas dan mortalitas
Pemahaman anatomi, mikrobiologi dan antibiotik penting untuk manajemen infeksi di regio orofaring
Schuler PJ et al. Surgical Management of Retropharyngeal Abscess. Acta Oto-Laryngologica, 2009
9
ANATOMI OROFARING
Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery, 2005.
10Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery, 2005
11
Orofaring dikelilingi oleh tiga fascia potensial yaitu:
retropharyngeal dan bilateral parapharyngeal.
Fascia ini menciptakan ruang potensial dan pada
kondisi patologis menjadi jalan penyebaran infeksi.
12
Deep Cervical Fascia pada Leher ( Peritonsillar, Lateral Pharyngeal & Retropharyngeal)
Head and neck surgery-otolaryngology 4 th edition, Bailey, 2006
13
Pengelompokkan spatium dan modifikasi dari Hollingshead
Head and neck surgery-otolaryngology 4 th edition, Bailey, 2006
14
Spatium peritonsillar Sisi lateral dari kapsul tonsil Medial dari muskulus konstriktor superior. Muskulus palatoglosus dan palatopharyngeus
membatasi pada sisi anterior dan posterior. Inferior dibatasi 1/3 bagian posterior lidah.
15
Spatium parapharyngeal Bentuk piramid terbalik atau cone Basis pada dasar tengkorak Apeksnya pada tulang hyoid Medial berbatasan visceral layer dari deep layer
dari deep cervical fascia Pterygomandibular raphe dan fascia prevertebral
membatasi pada sisi anterior dan posterior
16
17
Spatium retropharyngeal
Dasar tengkorak hingga bersatunya visceral fascia dengan alar fascia (retropharyngeal fascia)
Bersatu pada level antara C7 –T4 Membentuk batas anterior, posterior, dan inferior dari
spatium retropharyngeal Batas lateral spatium parapharyngeal dan carotid
sheath Berisi jaringan penghubung areolar dan kelenjar
getah bening (Rouviere nodes)
18
19
PATOFISOLOGI
Tahun 1930, Grodinsky dan Holyoke• Penyebaran infeksi (tekanan
hidrostatik)• Menyebarnya cairan tubuh terifeksi
ke bagian tubuh dengan tahanan terkecil
20
Bakteri (hyaluronidase & colagenase)
Kerusakan jaringan areolar (nekrotik) pada fascial space
Cairan seronguineous, pus
Vaskular dilatasi, transudasi & eksudasi pada fascial space
Meningkatnya tekanan hidrostatik
Penyeb
ara
n in
feksi
( Topazian. Oral and maxillofacial infections 4th editions, 2002)
21
Tahapan infeksi
( Topazian. Oral and maxillofacial infections 4th editions, 2002)
22
Mikrobiologi
Umum ditemukan Streptoccocus viridans,
Streptococcus milleri, B-hemolytic Streptococcus,
Staphyloccus, Pneumococcus, Lactobacillus,
Neisseria spp
Dari bakteri anaerob diantaranya; Prevotella,
Porphyromonas spp, Actinomyces spp,
Bacteroides spp, Propionobacterium, ,
Haemophilus, dan Eikenella.
23
Abses peritonsilar
Eritema, edematous, drooling, hot potato voice, susah menelan, sakit menelan, asimetri pada palatum mole, deviasi uvula
Riwayat pharyngitis, tonsillitis, pasien mengeluhkan malaise, lelah dan sakit kepala.
Trismus dijumpai pada kasus yang berat
Limfadenopati dan inflamasi otot servikal menyebabkan pasien merasakan sakit pada leher
24( Topazian. Oral and maxillofacial infections 4th editions, 2002)
Melalui Musk. Konstriktor pharyngeal sup.
Buccopharyngeal fascia
Spatium Parapharyngeal
25
Abses Parapharyngeal
Kompartemen anterior terinfeksi, sakit, demam, menggigil, pembengkakan ke medial dinding parapharyngeal disertai deviasi dari uvula, sakit menelan, pembengkakan pada sudut mandibular, dan trismus
Infeksi pada kompartemen posterior tidak trismus dan pembengkakan, menyebabkan obstruksi jalan nafas, trombosis pada vena jugularis interna dan kemungkinan perdarahan pada arteri karotis pada kondisi lanjut
26
Abses parapharyngeal yang disertai dengan pembengkakan pada leher.
Sumber: An Atlas of investigation and management ENT INFECTIONS, 2010.
27
Abses parapharyngeal
Abses parapharyngeal
Infeksi peritonsilar
Infeksi sublingual
Infeksi submandibula
Infeksi retropharyngea
l
28
Abses retropharyngeal Infeksi hidung dan faring, infeksi odontogen,
trauma pada faring Disfagia, dyspnea, nuchal rigidity, edema dinding
faring posterior, stridor dan demam Pembengkakan pada dinding posterior, biasanya
lebih menonjol pada satu sisi (perlekatan median raphe pada fascia prevertebra)
Membahayakan jiwa karena dapat obstruksi jalan nafas dan berpotensi melibatkan danger space
29http://www.accessmedicine.ca/popup.aspx?aID=6004816&searchStr=retropharyngeal abscess
30
DIAGNOSIS
Anamnesis Pemeriksaan klinis
o Intraoralo Orofaringo Faring
Pemeriksaan STL, USG, CT, MRI
Miloro M. Peterson’s Principle of Oral and Maxillofacial Surgery 2nd Edition. 2004Osborn TM et al. Deep Space infection: Principles of Surgical Management. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 20 (2008); 353-365
31
Abses retropharyngeal pada pemeriksaan foto soft tissue lateral. Sumber: Retropharyngeal abscess in emergency medicine. http://emedicine.medscape.com/article, updated june 17, 2010
• Penebalan dinding posterior faring (> 7 mm level C2 , > 14 mm anak-anak, > 22 level C6)
• Penebalan juga terjadi selama leher pada posisi flexi dan menangis (False)
32Page C et al. Parapharyngeal abscess: Diagnosis and treatment. Eur Arch Otorhinolaryngol (2008) 265:681–686
33
PENATALAKSANAAN
Prinsip Penatalaksanaan Abses Orofaring
Insisi drainase
Antibiotik
Trakeostomi indikasi
34Peterson’s Principle of Oral and Maxillofacial Surgery 2nd Edition. BC Decker Inc, Canada, 2004.
35
Dukungan jalan nafas meliputi: Intubasi nasotracheal dengan fiberoptik dengan
topikal anestesi, untuk pasien-pasien dengan trismus yang berat
Trakeostomi dengan lokal anaestesi diindikasikan:o Obstruksi jalan nafas yang berat,o Edema jaringan lunak yang besar yang menghambat
bila dilakukan intubasi endotracheal atauo Intubasi yang dilakukan beberapa kali mengalami
kegagalan
Marioni G et al. Rational Diagnostic and Therapeutic of Deep Neck Infections: Analysis of 233 Consecutive Cases. Annals of Otology, Rhinology & Laryngology (2010),119(3): 181-187
36
Antibiotik Pemasangan akses intravena, resusitasi cairan
dan pemberian antibiotik Antibiotik secara empiris dan dilakukan kultur dan
sensitifitas dari bakteri Intervensi awal bisa dilakukan pemberian
golongan penicillin dan clindamycin Regimen lainnya meliputi penicillin dengan
lactamase inhibitor, sefalosforin generasi ke-2, 3, 4, dan metronidazole
Osborn TM et al. Deep Space infection: Principles of Surgical Management. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 20 (2008); 353-365
37
Ampicillin/sulbactam dan clindamycin terbukti efektif untuk infeksi anaerob pada regio kepala dan leher
Pipercillin/tazobactam terbukti efektif untuk infeksi polymicrobial sebagai agen tunggal
Infeksi pada leher dalam pada fase cellulitis dapat diterapi dengan pemberian antibiotik dan steroid
Insisi drainase dilakukan jika didapatkan pus pada jaringan.
Osborn TM et al. Deep Space infection: Principles of Surgical Management. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 20 (2008); 353-365
38
Insisi DrainaseAbses Peritonsilar Insisi drainase, insisi mukosa abses, dilakukan
pada lipatan supratonsilar Diseksi tumpul untuk mengeluarkan pus, dan
bekas insisi dibiarkan terbuka Pasien diinstruksikan untuk kumur Pada pasien anak-anak manajemen
penatalaksanaan disarankan dengan dilakukan aspirasi dengan jarum (sedasi)
Osborn TM et al. Deep Space infection: Principles of Surgical Management. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 20 (2008); 353-365.
39Osborn TM et al. Deep Space infection: Principles of Surgical Management. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 20 (2008); 353-365.
Abses peritonsilar. A. Foto klinis. B. CT scan menunjukkan kumpulan pus pada kedua sisi. C. Aspirasi dengan jarum
40
Abses Parapharyngeal
Insisi drainase tergantung tipe dan lokasi abses Kondisi abses pada spatium paratonsilar, bagian
posterior tidak ada keterlibatan lemak parapharyngeal, spatium lain tidak dilakukan intervensi bedah hanya dilakukakan pungsi
Page C et al. Parapharyngeal abscess: Diagnosis and treatment. Eur Arch Otorhinolaryngol (2008) 265:681–686.
41
Insisi drainase melalui pendekatan intra oral dengan disertai tonsilektomi
Pendekatan intra oral dilakukan dengan melakukan insisi pada dinding faring lateral
Second line treatment insisi ekstra oral (servikal)o Cutaneous fistulization, life threatening complication
(deep neck abscess)
Page C et al. Parapharyngeal abscess: Diagnosis and treatment. Eur Arch Otorhinolaryngol (2008) 265:681–686.
42
Pendekatan Ekstra Oral Insisi vertikal dengan jarak 3-4 jari dari aurikula
ke inferior Insisi sepanjang tepi anterior muskulus
sternocleidomastoideus membuka carotid sheath dekat ujung lateral dari tulang hyoid setelah dilakukan retraksi pada muskulus sternocleidomastoideus
Dilakukan diseksi tumpul sepanjang batas posterior muskulus digastricus yang mengarah ke spatium parapharyngeal
Dilakukan pemasangan drainTopazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. Oral and Maxillofacial Infections 4th Edition. W.B. Sauders Co. PhiladOsborn TM, Assael LA, Bell RB. Deep Space infection: Principles of Surgical Management. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 20 (2008); 353-365elphia; 2002
43
Abses Retropharyngeal Insisi drainase intraoral, dilakukan aspirasi pada
daerah dengan indurasi atau fluktuasi untuk memastikan adanya pus dan bukan darah
Jika hasil aspirasi berupa darah, diduga telah terjadi erosi pada arteri karotis, maka sebaiknya untuk drainase dilakukan melalui ekstra oral
Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. Oral and Maxillofacial Infections 4th Edition. W.B. Sauders Co. Philadelphia; 2002Osborn TM, Assael LA, Bell RB. Deep Space infection: Principles of Surgical Management. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 20 (2008); 353-365
44
Pendekatan Intra Oral Insisi arah vertikal dipermukaan masa Dilakukan diseksi tumpul dengan hemostat untuk
melebarkan rongga spatium Posisi pasien dalam kondisi Trendelenburg
ekstrem dan dilakukan suction secara konstan Insisi drainase dilakukan dengan lokal anestesi Pendekatan intra oral dilakukan jika area lokulasi
jelas
Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. Oral and Maxillofacial Infections 4th Edition. W.B. Sauders Co. Philadelphia; 2002Osborn TM, Assael LA, Bell RB. Deep Space infection: Principles of Surgical Management. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 20 (2008); 353-365
45
Pendekatan Ekstra Oral Pasien dewasa dengan abses yang besar Insisi vertikal dengan jarak 3-4 jari dari aurikula ke
inferior Insisi sepanjang tepi anterior muskulus
sternocleidomastoideus membuka carotid sheath dekat ujung lateral dari tulang hyoid setelah dilakukan retraksi pada muskulus sternocleidomastoideus
Dilakukan diseksi tumpul sepanjang batas posterior muskulus digastricus yang mengarah ke spatium parapharyngeal
Dilakukan pemasangan drain
Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. Oral and Maxillofacial Infections 4th Edition. W.B. Sauders Co. Philadelphia; 2002Osborn TM, Assael LA, Bell RB. Deep Space infection: Principles of Surgical Management. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 20 (2008); 353-365
46
Insisi drainase dengan pendekatan ekstra oral. Diseksi dimulai dari tepi anterior muskulus sternocleidomastoideus; arteri karotis dan vena jugularis interna diidentifikasi Sumber: Deep space neck infections: principles of surgical management, 2008.
47
KOMPLIKASI
Obstruksi jalan nafas, Trombosis vena jugularis, Mediastinitis, Perikarditis, Pneumoni, Emphysema, Erosi pada arteri, Meningitis
48
KESIMPULAN
Perluasan dari infeksi odontogen, iritasi benda asing maupun keradangan pada tonsil.
Penegakan diagnosis melalui anamnesa, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang lain
Pemeriksaan dengan foto soft tissue lateral, CT scan, dan MRI sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
Diagnosis dan penatalaksanaan secara dini pada abses diregio orofaring mengurangi terjadinya komplikasi
49
Terima Kasih