abses

download abses

of 9

Transcript of abses

RABU, 27 MEI 2009

Periodontal absesPERIODONTAL ABSES Periodontitis abses ialah suatu inflamasi yang mengandung nanah dijaringan periodontal, bias bersifat kronis atau akut, sering kali abses menjadi kronis dan abses kronis menjadi akut. Periodontal abses terlihat adanya pengumpulan pus sepanjang akar gigi disebabkan infeksi jaringan periodontal dan gigi masih vital, periodontal abses terjadi akibat adanya factor iritasi, seperti plak, kalkulus, infaksi bakteri, infaksi makanan atau trauma jaringan. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan tulang alveolar, sehingga terjadi gigi goyang. Periodontal abses didiagnosa berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan radiography. Gejala klinis abses akut sebagai berikut : Sekeliling ginggiva jadi membesar, merah, edema, dengan permukaan yang lembut dan mengkilat Gigi sensitive bila diperkusi Eksudat purulent bias dikeluarkan dengan pembukaan pocket Efek sistemik termasuk malaise, demam, dan pembengkakan kelenjar limph regional Abses bisa tampak sebagai peninggian yang melingkar pada ginggiva Berdenyut, dan menyebabkan sakit yang menyebar Periodontal pocket sering dalam dan biasanya berhubungan dengan abses itu. Ini dapat dicatat dengan pemeriksaan periodontal Gejala klinis pada umumnya asymptomatic, walaupun sering mengarah ke abses akut. Jika abses telah menyangkut kedua-duanya pada periodontal dan jaringan sekelilingnya. Karakteristik klinis dan gejala kedua-duanya mungkin muncul secara bersamaan. Gambaran radioghrapy pada periodontal abses pada umumnya tampak radio luncent pada samping permukaan gigi, secara khas nampak di apex dari akar. Walau bagaimanapun karena lokasi anatomi, kadang-kadang tidak ada perubahan gambaran radiography, kerusakan tulang yang luas dapat terlihat. Gambaran radiography tidak bisa digunakan sebagai satu-satunya pembantu diagnosa periodontal absesm karena variasi lokasi dan langkah-langkah perkembangan dari abses. Prognosis gigi pada periodontal abses tergantung pada jumlah dan jenis kerusakan tulang, posisi gigi dan abses dan mobilitas dari gigi Prognosis untuk regenerasi tulang yang mengalami infeksi akut adalah lebih baik dari pada regenerasi tulang yang mengalami lesi kronis. PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN Pada pengobatan periodontal abses ada beberapa langkah yaitu : Diagnosa yang benar adalah penting sebab periodontal abses mungkin juga salah diagnosa seperti periapical abses dan oleh karena itu salah therapy. Diagnosa yang bergantung pada penemuan klinis, penemuan radiography, dan pemeriksaan pulpa. Langkah pertama adalah mengurangi abses dan radang yang akut itu. Drainase harus dengan kuret pada pocket atau insisi abses itu. Pencabutan gigi diperlukan untuk melengkapi drainase eksudat purulent Terapi antibiotic adalah indikasi dimana demam atau lymphadenopathy servical terjadi. Kedua langkah yaitu pengurangan pocket untuk mengangkat penyebab dan abses. Hal ini dapat menyelesaikan secara efisien pada perawatan periodontal. Penyesuaian oclusal dan splinting perlu dilakukan Jika abses telah melibatkan jaringan periodontal dan apex dari gigi, edodontic seperti halnya perawatan periodontal diperlukan untuk berlangsungnya penyembuhan Pembersihan plaque dan kalkulus Memperbaiki kerusakan jaringan periodontal dan meningkatkan kebersihan mulut. Pencegahan yang dapat dilakukan pada periodontal abses yaitu : 1. Pasien diabetes mellitus dengan periodontitis perlu mendapat perawatan medis pasti yang cepat dan terapi periodontal, sebab mereka khusus yang peka terhadap perkembangan periodontal abses. 2. Pasien dengan periodontal pocket atau yang potensial periodontal pocket harus diamati dan ditetapkan program control dan harus selalau diingatkannya. 3. Pengurangan pocket secara efektif dan pembasan trauma oclusal seharusnya dilakukan. Penyuluhan pada pasien tentang periodontal abses penting diberikan meliputi : Penyebab dan mekanisme kondisi ini harus diterangkan kepada pasien

Antibiotic sistemik mungkin diperlukan dan harus sesuai dengan ketentuan Pasien harus kerkumur-kumur dengan air hangat setiap 2 jam. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa periodontal abses merupakan suatu inflamasi yang mengandung nanah dijaringan periodontal, yang bias bersifat kronis atau akut. Penyebab radang yang utama pada abses akut adalah polymorphonuclear leukocyte dan pada abses kronis adalah lymphosyte. Periodontal abses ini terjadi karena beberapa factor iritasi yang menyebabkan terjadinya periodontal abses tersebut, termasuk diantaranya seperti plak, kalkulus, invasi bakteri, impaksi makanan dan trauma jaringan. Periodontal abses dapat di diagnosa berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan radiography, dengan pengobatan seperti antibiotic juga dengan tindakan seperti drainase maka periodontal dapat diatasi walaupun prognosanya tergantung pada jumlah dan jenis kerusakan tulang, posisi gigi dan abses dan mobilitas dari gigi tersebut.

Table 1. diferensial diagnosa

pemeriksaan Nyeri spontan Tes perkusi Tes palpasi Tes vitalitas radiologis Penatalaksanaan

Granuloma periapikal Radiolusensi batas jelas

Kista periapikal Radiolusensi batas jelas

Abses periapikal + + + Radiolusensi difus

Gejala klinis dari granuloma periapikal dan kista periapikal sangat sulit dibedakan, biasanya pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri, dan tes perkusi negatif. Oleh karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis, stimulasi thermal akan menunjukkan nilai yang negatif. Gambaran radiografi akan menunjukkan adanya radiolusen dengan batas yang jelas. Meskipun pemeriksaan dengan radiografi merupakan kunci diagnostik, satu satunya cara untuk dapat membedakan keduanya secara akurat adalah dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopik; gambaran histopatologis granuloma periapikal telah dijelaskan sebelumnya, sedangkan gambaran histopatologis kista periapikal ditandai dengan adanya suatu rongga yang berlapiskan epitel jenis non-keratinizing stratified squamous dengan ketebalan yang bervariasi, dinding epitelium tersebut dapat sangat proliferatif dan memperlihatkan susunan plexiform. Secara khas dapat dilihat adanya proses radang dengan ditemukannya banyak sel radang, yaitu sel plasma dan sel limfosit pada dinding kista tersebut. Rousel body atau round eusinophilic globule banyak ditemukan didalam atau diluar sel plasma sehingga terjadi peningkatan sintesis imunoglobulin.12 Pasien dengan abses periapikal mungkin dapat dengan atau tanpa tanda-tanda peradangan, yang difus atau terlokalisasi. Pada pemeriksaan perkusi dan palpasi dapat ditemukan tanda-tanda sensitifitas dengan derajat yang bervariasi. Pulpa tidak bereaksi terhadap stimulasi thermal karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis. gambaran radiografi dapat bervariasi dari penipisan ligamen periodontal hingga lesi radiolusensi dengan batas yang tidak jelas.1,10

Patogenesa, Pola Penyebaran, dan Prinsip Terapi Abses Rongga MulutPosted: Juni 1, 2010 in Mari Belajar!, Penjalaran Infeksi Odontogen

4Proses infeksi pada jaringan pulpo-periapikal dapat menyebabkan beberapa kondisi ketika melibatkan jaringan periapikal, dapat berupa granuloma, abses, kista, atau osteomyelitis. Dalam catatan ini akan dibahas mengenai patogenesa abses mulai dari jaringan periapikal hingga ke jaringan lunak.PATOGENESA DAN POLA PENYEBARAN

Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan periapikal secara progresif (Topazian, 2002). Ketika infeksi mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat. Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcusaureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam

proses ini memiliki enzim aktif yang

disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcusmutans memiliki

3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitustreptokinase, yang bersifat merusak jembatan antar

streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim

sel, yang pada fase aktifnya nanti, enzim ini berperan layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan. Bagaimana sebenarnya pola perjalanan abses ini? Seperti yang kita semua ketahui, pada umumnya abses merupakan proses yang kronis, meskipun sebenarnya ada juga abses periapikal akut, namun di catatan ini saya hendak membahas mengenai perjalanan abses secara kronis. Seperti yang disebutkan diatas, bakteri Streptococcus mutans (selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3 macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase. Enzim ini berperan layaknya parang petani yang membuka hutan untuk dijadikan ladang persawahannya, ya.. enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat

(hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanya hyaluronidase, artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis. Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal. Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi penanganan. Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans danS.aureus.S.mutans

dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu merusak jaringan

yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimanaS.aureus melindungi dirinya dan S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika. Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya

terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar. Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya seringkali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus dalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar secara alami. Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal, yang notabene adalah di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh, maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak, lalu barulah bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses. Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu (lagi-lagi) virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus. Sebelum mencapai dunia luar, perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai mencapai korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini alih-alih tanpa gejala, tapi cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilah serous disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih

70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host. Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang sama, yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum, bedanya adalah.. di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil menembus korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses subperiosteal. Karena lapisanperiosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih serous. Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi, maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascialabscess. Fascial spaces

adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan jaringan

ikat. Fascial spaces dibagi menjadi :

Fascial spaces primer 1. Maksila a. Canine spaces b. Buccal spaces c. Infratemporal spaces 2. Mandibula a. Submental spaces b. Buccal spaces c. Sublingual spaces d. Submandibular spaces - Fascial spaces sekunder

Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi oleh jaringan ikat dengan pasokan darah yang kurang.Ruangan ini berhubungan secara anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang termasuk fascial spaces sekunder yaitu masticatory space, cervical space, retropharyngeal space, lateral pharyngeal space, prevertebral space, dan body of mandible space. Infeksi yang terjadi pada fascial spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi yang parah. Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri pada periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang terkena periapikal abses ini kemudian yang akan menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena infeksi. Canine

spaces

Berisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya lekukan nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah infraorbital dan sinus kavernosus. Buccal

spaces

Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya berada di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan. Infratemporal

spaces

Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus, inferior dari dasar tengkorak, dan profundus dari temporal space. Berisi nervus dan pembuluh darah. Infeksi berasaal dari gigi molar III maksila. Gejala infeksi berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila infeksi telah menyebar. Submental

space

Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu. Sublingual

space

Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula dengan ujung akar di atas m. mylohyoid. Gejala infeksi berupa pembengkakan dasar mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia. Submandibular

space

Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan. Masticator

space

Berisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi dari m. temporalis. Infeksi berasal dari gigi molar III mandibula. Gejala infeksi berupa trismus dan jika abses besar maka infeksi dapat menyebar ke lateral pharyngeal space. Pasien membutuhkan intubasi nasoendotracheal untuk alat bantu bernapas. Lateral

pharyngeal space (parapharyngeal space)

Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga infeksi pada daerah ini dapat dengan cepat menyebar. Gejala infeksi berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia, trismus. Retropharyngeal

space (posterior visceral space)

Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran pernapasan atas, dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan sinus. Gejala infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan, dysphagia, hot potato voice, stridor. Merupakan infeksi fascial spaces yang serius karena infeksi dapat menyebar ke mediastinum dan daerah leher yang lebih dalam (menyebabkan kerusakan n. vagus dan n cranial bawah, Horner syndrome)PRINSIP TERAPI

Pada dasarnya, prinsip terapi abses adalah insisi untuk drainase (mengeluarkan cairan pus), dengan catatan, prinsip ini dipergunakan untuk abses yang berada di jaringan lunak. Lalu bagaimana dengan abses periapikal? Yang terjadi didalam tulang? Biasanya abses periapikal

memiliki kondisi khas berupa gigi mengalami karies besar dan terasa menonjol, sakit bila digunakan mengunyah, kadang terasa ada cairan asin keluar dari gigi yang berlubang tersebut. Terapi kegawat-daruratannya dalam kondisi ini tentunya belum dapat dilakukan insisi, oleh karena pus berada dalam tulang, namun yang dapat dilakukan adalah melakukan prosedur open bur, melakukan eksterpasi guna mengeluarkan jaringan nekrotik, oklusal grinding, dan pemberian terapi farmakologi.