Abortus Habitualis - Isi

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini abortus masih merupakan masalah kontroversi di masyarakat Indonesia, Namun terlepas dari kontorversi tersebut, abortus merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya abortus juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi abortus sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Prevalensi dari abortus habitualis diperkirakan terjadi pada 1-3% kehamilan. Faktor umur dan keberhasilan kehamilan sebelumnya merupakan faktor independen yang dapat mempengaruhi terjadinya abortus habitualis, dimana angka kejadian abortus akan meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu. Untuk ibu muda yang belum pernah mengalami abortus maka kemungkinan resiko abortus hanya 5%. Resikonya 1

Transcript of Abortus Habitualis - Isi

Page 1: Abortus Habitualis - Isi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini abortus masih merupakan masalah kontroversi di masyarakat

Indonesia, Namun terlepas dari kontorversi tersebut, abortus merupakan

masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan

kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan

melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya

abortus juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam

bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang

disebabkan komplikasi abortus sering tidak muncul dalam laporan kematian,

tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga

saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat.

Prevalensi dari abortus habitualis diperkirakan terjadi pada 1-3%

kehamilan. Faktor umur dan keberhasilan kehamilan sebelumnya merupakan

faktor independen yang dapat mempengaruhi terjadinya abortus habitualis,

dimana angka kejadian abortus akan meningkat seiring dengan pertambahan

usia ibu. Untuk ibu muda yang belum pernah mengalami abortus maka

kemungkinan resiko abortus hanya 5%. Resikonya meningkat sekitar 30% pada

wanita yang pernah mengalami abortus 3 kali atau lebih dengan anak yang

hidup sebelumnya, dan meningkat sampai 50% jika sebelumnya belum

memiliki anak yang lahir hidup.2

Angka lahir mati di Amerika Serikat 9 – 10 per 1000 kelahiran hidup. Bila

mungkin, adalah penting menetapkan sebab kematian janin. Sama pentingnya

adalah melindungi kesehatan psikososial ibu dan keluarganya.10

Seorang wanita dikatakan menderita abortus habitualis apabila ia

mengalami abortus berturut-turut 3 kali atau lebih. Wanita tersebut umumnya

tidak sulit hamil, akan tetapi kehamilannya tidak dapat bertahan terus sehingga

wanita yang bersangkutan tidak dapat melahirkan anak yang hidup. Keadaan

tersebut dapat digolongkan sebagai infertilitas atau sterilitas.1,2

11

Page 2: Abortus Habitualis - Isi

Terdapat berbagai penyebab abortus yakni: gangguan hormonal dan

nutrisi, kekacauan autoimun, penyakit infeksi, kelainan genetik dan anatomik

di uterus, laserasi uterus yang luas serta mioma uteri. Di samping hal tersebut

ada beberapa penyebab abortus yang belum diketahui penyebabnya. Sekarang

ini makin dikenal antiphospholipid syndrome (APS), yaitu kekacauan

autoimun yang menyebabkan abortus habitualis karena trombosis vaskularisasi

plasenta.1,2

B. Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk mempelajari segala sesuatu yang

berhubungan dengan abotus habitualis.

2

Page 3: Abortus Habitualis - Isi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Abortus Habitualis

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin

dapat hidup di luar kandungan, sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.12

Istilah abortus habitualis digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga

kali atau lebih abortus spontan yang terjadi berturut-turut.4 Sedangkan

pengertian abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi

medis maupun mekanis.10

B. Etiologi Abortus Habitualis

Penyebab abortus habitualis lebih dari satu (multipel) dan sering terdapat

lebih dari satu faktor yang terlibat.4 Penyebab abortus berulang yang diketahui

yakni:5

1) Kelainan zygote: kelainan genetik (kromosomal) pada suami atau istri

Agar bisa terjadi kehamilan, dan kehamilan itu dapat berlangsung terus

dengan selamat, perlu adanya penyatuan antara spermatozoon yang normal

dengan ovum yang normal pula. Kelainan genetik pada suami atau isteri

dapat menjadi sebab kelainan pada zigot dengan akibat terjadinya abortus.

Dapat dikatakan bahwa kelainan kromosomal yang dapat memegang

peranan dalam abortus berturut-turut, jarang terdapat. Dalam hubungan ini

dianjurkan untuk menetapkan kariotipe pasangan suami isteri, apabila

terjadi sedikit-sedikitnya abortus berturut-turut 3 kali, atau janin yang

dilahirkan menderita cacat.11

2) Gangguan hormonal

Pada wanita dengan abortus habitualis, ditemukan bahwa fungsi glandula

tiroidea kurang sempurna. Hubungan peningkatan antibodi antitiroid dengan

abortus berulang masih diperdebatkan karena beberapa penelitian

menunjukkan hasil yang berlawanan. Luteal phase deficiency (LPD) adalah

33

Page 4: Abortus Habitualis - Isi

gangguan fase luteal. Gangguan ini bisa menyebabkan disfungsi tuba

dengan akibat transpor ovum terlalu cepat, mobilitas uterus yang berlebihan,

dan kesukaran nidasi karena endometrium tidak dipersiapkan dengan baik.

Penderita dengan LPD mempunyai karakteristik siklus haid yang pendek,

interval post ovulatoar kurang dari 14 hari dan infertil sekunder dengan

recurrent early losses.5

3) Gangguan nutrisi

Berbagai penyakit seperti anemia berat, penyakit menahun dan lain-lain

dapat mempengaruhi gizi ibu sehingga mengganggu persediaan berbagai zat

makanan untuk janin yang sedang tumbuh.5

4) Penyakit infeksi

Infeksi Toksoplasma, virus Rubela, Cytomegalo dan herpes merupakan

penyakit infeksi parasit dan virus yang selalu dicurigai sebagai penyebab

abortus melalui mekanisme terjadinya plasentitis. Mycoplasma, Lysteria dan

Chlamydia juga merupakan agen yang infeksius dan dapat menyebabkan

abortus habitualis.5

5) Autoimmune disorder

Penyakit pembuluh darah kolagen lupus eritematosus sistemik (SLE)

dapat menyebabkan abortus, kemungkinan disebabkan oleh adanya

gangguan aliran darah. APS dikenal juga dengan nama Hughes syndrome

merupakan penyakit autoimun yang pada dekade akhir ini makin dikenal

sebagai salah satu penyebab abortus berulang. Tipe APS ada dua, yakni

”primer” bila tidak disertai dengan penyakit pokok yang mendasari dan

”sekunder” bila APS ini berhubungan dengan adanya SLE, penyakit

autoimun lain, infeksi dan neoplasma.5

6) Kelainan pada serviks dan uterus

Abortus juga dapat disebabkan oleh kelainan anatomik bawaan, laserasi

uterus yang luas, serviks inkompeten yang membuka tanpa rasa nyeri,

sehingga ketuban menonjol dan pecah. Di mioma uteri submukus terjadi

gangguan implantasi ovum yang dibuahi atau gangguan pertumbuhan dalam

kavum uteri.5

4

Page 5: Abortus Habitualis - Isi

Kelainan bawaan dapat menjadi sebab abortus habitualis, antara lain

hipoplasia uteri, uterus subseptus, uterus bikornis, dan sebagainya. Akan

tetapi pada kelainan bawaan seperti uterus bikornis, sebagian besar

kehamilan dapat berlangsung terus dengan baik. Walaupun pada abortus

habitualis perlu diselidiki histerosalpingografi, apakah ada kelainan bawaan,

perlu diperiksa pula apakah tidak ada sebab lain dari abortus habitualis,

sebelum mnganggap kelainan bawaan uterus tersebut sebagai sebabnya.11

7) Faktor Psikologis

Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus berulang dan keadaan

mental, akan tetapi masih belum jelas penyebabnya. Yang peka terhadap

terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional, dan

sangat mengkhawatirkan risiko kehamilan, begitu pula wanita yang sehari-

hari bergaul dalam dunia pria dan menganggap kehamilan suatu beban yang

berat.11

C. Patofisiologi Abortus Habitualis

Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang

kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi

perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel

peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam.10

Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau

seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin

kekurangan nutrisi dan O2. Bagian yang terlepas dianggap benda asing,

sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan kontraksi.6

Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih

tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu, keguguran

memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi

perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi. 6

Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya: 6

- Sedikit-sedikit dan berlangsung lama

- Sekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan

5

Page 6: Abortus Habitualis - Isi

- Akibat perdarahan tidak menimbulkan gangguan apapun, dapat

menimbulkan syok, nadi meningkat, tekanan darah turun, tamak anemis dan

daerah ujung (akral) dingin

Bentuk pengeluaran hasil konsepsi bervariasi:

- Umur hamil di bawah 14 minggu dimana plasenta belum terbentuk

sempurna dikeluarkan seluruh atau sebagian hasil konsepsi.

- Di atas 16 minggu, dengan pembentukan plasenta sempurna dapat didahului

dengan ketuban pecah diikuti pengeluaran hasil konsepsi, dan dilanjutkan

dengan pengeluaran plasenta, berdasarkan proses persalinannya dahulu

disebutkan persalinan immaturus.

- Hasil konsepsi tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu, sehingga terjadi

ancaman baru dalam bentuk gangguan pembekuan darah.

Berbagai bentuk perubahan hasil konsepsi yang tidak dikeluarkan dapat

terjadi: 6

- Mola kruenta adalah telur yang dibungkus oleh darah kental. Mola kruenta

terbentuk kalau abortus terjadi lambat laun hingga darah sempat membeku

antara desidua dan korion. Kalau darah beku ini sudah seperti daging

disebut juga mola karnosa10

- Mola tuberosa: amnion berbenjol-benjol, karena terjadi hematoma antara

amnion dan korion

- Fetus kompresus: janin mengalami mummifikasi, terjadi penyerapan

kalsium, dan tertekan sampai gepeng

- Fetus papiraseus: kompresi fetus berlangsung terus, terjadi penipisan

laksana kertas.

- Blighted ovum : hasil konsepsi yang dikeluarkan tidak mengandung janin.

Hanya benda kecil yang tidak berbentuk

- Missed abortion : hasil konsepsi yang tidak dikeluarkan lebih dari 6

minggu.

Bila keguguran pada umur hamil lebih tua dan tidak segera dikeluarkan,

dapat terjadi maserasi dengan ciri kulit mengelupas, tulang kepala berimpitan,

dan perut membesar karena asites atau pembentukan gas. 6

6

Page 7: Abortus Habitualis - Isi

D. Gambaran Klinis

Riwayat perdarahan per vaginam merupakan keluhan yang paling sering

diungkapkan. Nyeri perut juga seringkali menyertai kondisi ini.7

Gejala klasik yang biasanya menyertai setiap tipe abortus adalah kontraksi

uterus, perdarahan uterus, dilatasi servix, dan presentasi atau ekspulsi seluruh

atau sebagian hasil konsepsi.3

Dugaan keguguran diperlukan beberapa kriteria sebagai berikut: 6

- Terdapat keterlambatan datang bulan

- Terjadi perdarahan

- Disertai sakit perut

- Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi

- Pemeriksaan hasil tes kehamilan dapat masih positif atau sudah negatif

Tanda-tanda vital harus diukur untuk menyingkirkan ketidakstabilan

hemodinamik. Pemeriksaan panggul bermanfaat untuk memperkirakan usia

gestasi. Pemeriksaan spekulum harus dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan penyebab lokal perdarahan per vaginam dan untuk

menyingkirkan kemungkinan penyebab lokal perdarahan per vaginam dan

untuk menyingkirkan kemungkinan dikeluarkannya produk konsepsi.7

Hasil pemeriksaan fisik terhadap penderita bervariasi: 6

1) Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung jumlah perdarahan.

2) Pemeriksaan fundus uteri:

- Tinggi dan besarnya tetap dan sesuai dengan umur kehamilan

- Tinggi dan besarnya sudah mengecil

- Fundus uteri tidak teraba di atas simfisis.

3) Pemeriksaan dalam:

- Serviks uteri masih tertutup

- Servix sudah terbuka dan teraba ketuban dan hasil konsepsi dalam kavum

uteri atau pada kanalis servikalis

- Besarnya rahim (uterus) sudah mengecil

- Konsistensinya lunak

7

Page 8: Abortus Habitualis - Isi

Selain anamnesis rutin dan pemeriksaan fisik, hal-hal berikut penting

dilakukan:

1. Siapkan silsilah tiga generasi kedua pasangan dan lengkapi riwayat

reproduksi menyeluruh (termasuk informasi patologis dan kariotipe dari

abortus sebelumnya).

2. Lakukan pemeriksaan kariotipe kedua orangtua.

3. Kerjakan histerosalfingogram, histereskopi atau laparoskopi untuk

menyingkirkan diagnosis kelainan anatomis saluran reproduksi.

4. Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk T3, T4, TSH, skrining kelainan

glukosa (1 atau 2 jam setelah makan), SMA dan antibodi antinuklear atau

antibodi DNA rantai ganda.

5. Rencanakan pemeriksaan skrining imunoligis untuk edua orangtua. Dewasa

ini meliputi pencitraan HLA-A, HLA-B dan transferin C. konsultasi

imunolgis juga mungkin berguna.

6. Kerjakan biopsi endometrium dalam fase luteal atau dapatkan kadar

progesteron serum untuk menilai korpus luteum atau lakukan keduanya.

7. Lakukan skrinning terhadap adanya infeksi serviks atau jaringan

endometrium dengan biakan Listeria monositogenes, Klamidia,

Mikoplasma, U. Urealitikum, Neisseria gonorrheae, sitomegalovirus, herpes

simpleks dan titer serum untuk Treponema pallidum, Brusela abortus dan

Toksoplasma gondii.1

Terapi harus dipandu oleh pemeriksaan diagnostik :

1. Kesalahan genetik. Prtimbangkan inseminasi buatan dengan donor atau

fertilisasi in vitro dengan donor sel telur atau sperma

2. Kelainan anatomis sistem reproduksi. Kerjakan operasi uterus (misal,

prosedur Jones, Tompkins, Strassman, Miomektomi), pemasangan cincin

servix (abdominal atau vaginal) atau rekonstruksi servix.

3. Kelainan hormonal. Jika terjadi defisiensi hormon, berikan tiroid,

progesteron, klomifen sitrat.

4. Infeksi. Berikan antibiotika yang tepat.

8

Page 9: Abortus Habitualis - Isi

5. Faktor imunologis. Nilai kebutuhan pemberian limfosit ayah yang perifikasi

untuk mengatasi antibodi penghambat (hanya dikerjakan di pusat kesehatan

yang secara teratur menggunakan terapi ini)

6. Obat kelainan sistemik dengan tepat menggunakan terapi spesifik untuk

penyakit.6

Pemeriksaan kuantitatif gonadotropin korionik manusia (HCG) serum,

hitung darah lengkap, dan penentuan golongan darah harus dilakukan.7

Secara klinis abortus dibedakan menjadi :

o Abortus insipiens

Inevitable abortion, abortus sedang berlangsung. 10

Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan

perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai

nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi servix

sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-

kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan

yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus

segera dilakukan. 10

Janin biasanya sudah mati dan memerahankan kehamilan pada

keadaan ini merupakan indikasi kontra.10

Dasar Diagnosis : 10

1. Anamnesis—perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri atau

kontraksi rahim.

2. Pemeriksaan dalam—Ostium terbuka, buah kehamilan masih

dalam rahim, dan ketuban utuh (mungkin menonjol).

Pengelolaan : 10

1. Evakuasi

2. Uterotonik pascaevakuasi

3. Antibiotik selama 3 hari

o Abortus inkomplit10

Abortus inkomplit didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi

telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya

9

Page 10: Abortus Habitualis - Isi

jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan

membahayakan ibu. Sering servix tetap terbuka karena masih ada benda

di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum).

Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan

mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak

sehebat pada abortus insipiens. 10

Pada beberapa kasus perdarahan tidak banyak dan bila dibiarkan

servix akan menutup kembali. 10

Dasar diagnosis : 10

1. Anamnesis—perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri

atau kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi

syok.

2. Pemeriksaan dalam—ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan

buah kehamilan

Pengelolaan : 10

1. Perbaiki keadaan umum: bila ada syok,atasi syok, bila Hb<8 gr%,

transfusi.

2. Evakuasi: digital, kuretasi

3. Uterotonik

4. Antibiotik selama 3 hari

o Abortus kompletus

Kalau telur lahir dengan lengkap, abortus disebut komplit. Pada

keadaan ini kuretase tidak perlu dilkakukan. 10

Pada setiap abortus penting untuk selalu memeriksa jaringan yang

dilahirkan apakah komplit atau tidak dan untuk membedakan dengan

kelainan trofoblas (molahidatidosa). 10

Pada abortus komplitus, perdarhan segera berkurang setelah isi rahim

dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti

sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan

epitelisasi telah selesai. Servix juga dengan segera menutup kembali.

10

Page 11: Abortus Habitualis - Isi

Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus

inkomplit atau endometritis pascaabortus harus dipikirkan. 10

E. Penatalaksanaan Abortus Habitualis

Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh

karena itu, penanganannya terdiri atas: memperbaiki keadaan umum,

pemberian makanan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak, larangan

koitus dan olah raga. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon

tiroid, dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis. Risiko

perdarahan pervaginam yang hebat maka perlu diperhatikan adanya tanda-

tanda syok dan hemodinamik yang tidak stabil serta tanda-tanda vital. Jika

pasien hipotensi, diberikan secara intravena-bolus salin normal (NS) untuk

stabilisasi hemodinamik, memberikan oksigen, dan mengirim jaringan yang

ada, ke rumah sakit untuk diperiksa.

Pada serviks inkompeten, apabila penderita telah hamil maka operasi

untuk menguatkan ostium uteri internum sebaiknya dilakukan pada kehamilan

12 minggu. Dasar operasi ialah memperkuat jaringan serviks yang lemah

dengan melingkari daerah ostium uteri internum dengan benang sutra atau

dakron yang tebal. Bila terjadi gejala dan tanda abortus insipien, maka benang

harus segera diputuskan, agar pengeluaran janin tidak terhalang.

Tindakan untuk mengatasi inkompetensi serviks yaitu dengan penjahitan

mulut rahim yang dikenal dengan teknik Shirodkar Suture atau dikenal juga

dengan cervical cerclage atau pengikatan mulut lahir. Cara ini bisa

menghindari ancaman janin lahir prematur. Faktor keberhasilannya hingga 85 -

90 persen. Tindakan ini biasanya dilakukan sebelum kehamilan mencapai usia

20 minggu dengan mengikat mulut rahim agar tertutup kembali sampai masa

kehamilan berakhir dan janin siap untuk dilahirkan .Tindakan pengikatan mulut

rahim dilakukan dengan pembiusan lokal dan menggunakan benang

berdiameter 0,5 cm, yang bersifat tidak dapat diserap oleh tubuh. Jahitan ini

akan dilepas pada saat kehamilan mencapai usia 36-37 minggu, atau saat bayi

sudah siap dilahirkan. Agar tindakan pengikatan berfungsi optimal. Pasien

11

Page 12: Abortus Habitualis - Isi

tidak boleh berhubungan seksual dengan pasangan selama 1-2 minggu sampai

ikatan cukup stabil. Pengikatan ini umumnya akan dibuka setelah kehamilan

mencapai 37 minggu, kehamilan cukup bulan sekitar 7 bulan, atau bila ada

tanda-tanda melahirkan.

F. Komplikasi

1. Perdarahan

Penyebab kematian kedua yang paling penting adalah perdarahan. Perdarahan

dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap atau cedera organ panggul

atau usus. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa

hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian biasanya

disebabkan oleh tidak tersedianya darah atau fasilitas transfusi rumah sakit

serta keterlambatan pertolongan yang diberikan.

2. Infeksi

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang

merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu

staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma,

Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis,

sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram

negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur.

Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada

abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium,

tuba, parametrium, dan peritonium. Organisme-organisme yang paling sering

mengakibatkan infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non

hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus

hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai

adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani.

Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk

gas.

3. Sepsis

12

Page 13: Abortus Habitualis - Isi

4. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan

karena infeksi berat’

G. Prognosis Abortus Habitualis

Wanita yang mengalami peristiwa abortus habitualis, umumnya tidak

mendapat kesulitan untuk menjadi hamil, akan tetapi kehamilannya tidak dapat

berlangsung terus dan terhenti sebelum waktunya, biasanya pada trimester

pertama tetapi kadang-kadang pada kehamilan yang lebih tua.11

Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan servix inkompeten, “angka

kesembuhan” setelah tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara 70 dan 85

%, apapun terapinya. Yaitu, angka kematian janin akan lebih tinggi,

dibandingkan dengan kehamilan secara umum. Bahkan, Warburton dan Fraser

(1964) bahkan kemungkinan abortus rekuren adalah 25 – 30% berapapun

jumlah abortus sebelumnya. Poland dkk, (1977) mencatat bahwa apabila

seorang wanita pernah melahirkan bayi hidup, risiko untuk setiap abortus

rekuren adalah 30%. Namun, apabila wanita belum pernah melhairkan bayi

hidup dan pernah mengalami paling sedikit satu kali abortus spontan, risiko

abortus adalah 46%. Wanita dengan abortus spontan tiga kali atau lebih

berisiko lebih besar mengalami pelahiran preterm, plasenta previa, presentasi

bokong, dan malformasi janin pada kehamilan berikutnya (Thom dkk, 1992).2

13

Page 14: Abortus Habitualis - Isi

BAB III

KESIMPULAN

1. Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi tiga kali atau lebih abortus

spontan yang terjadi berturut-turut.

2. Etiologi dari abotus habitualis adalah kelainan zigot, gangguan hormonal,

ganguan nutrisi, penyakit infeksi, autoimun disorder, kelainan servik dan

uterus, dan faktor psikologis.

3. Patofisiologi terjadinya abortus mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh

jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan

nutrisi dan O2. Bagian yang terlepas dianggap benda asing, sehingga rahim

berusaha untuk mengeluarkan dengan kontraksi.

4. Gambaran klinis abortus habitualis adalah kontraksi uterus, perdarahan

uterus, dilatasi servix, dan presentasi atau ekspulsi seluruh atau sebagian hasil

konsepsi

5. Komplikasi dari abortus habitualis adalah perdarahan, infeksi, sepsis dan

syok,

6. Prognosis abortus habitualis lebih berisiko lebih besar mengalami pelahiran

preterm, plasenta previa, presentasi bokong, dan malformasi janin pada

kehamilan berikutnya

1414

Page 15: Abortus Habitualis - Isi

Daftar Pustaka

1. Benson, R.C., 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Ed. 9. Jakarta :

EGC

2. Cunningham, F.G, 2005. Obstetri Williams. Ed. 21. Vol. 2. Jakarta : EGC

3. Dorland W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta :

EGC pp. 1776

4. Farrer, H., 1999. Perawatan Maternitas. Ed. 2. Jakarta : EGC

5. Kalalo, L.P, Darmadi, S., Dachlan, E.G., 2006. Laporan Kasus : Abortus

Habitualis pada Antiphospholipid Syndrome. Indonesian Journal of Clinical

Pathology and Medical Laborator. Vol. 12(2) : 82-87

6. Manuaba, I.B.G., 1998. Ilmu Kebidanan, penyakit kandungan dan Keluarga

Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

7. Norwitz, E.R., Schorge, J.O, 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi.

Jakarta: Penerbit Erlangga

8. Rayburn, W.F., 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika

9. Rustam, M., 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi.

Ed. 2. Jilid 1. Jakarta : EGC

10. Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., Wirakusumah, F.F., 2005. Ilmu

Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Ed. 2. Jakarta : EGC

11. Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., 2009. Ilmu

Kandungan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

12. Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., 2009. Ilmu Kebidanan.

Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

15