A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat...

144
A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah Private Collection 1

Transcript of A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat...

Page 1: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 1 of 144Herman Adriansyah Private Collection

1

Page 2: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 2 of 144Herman Adriansyah Private Collection

2

"A Child Called 'It' adalah sebuah buku yang sangatmengharukan dan menggugah hati. Buku ini merupakansalah satu buku terpenting bagi kita dan "wajib dibaca"setiap orang yang sedang mencari rahasia motivasi diri."

Vicky Binninger, Direktur eksekutifParent's Place

A California Child Abuse Prevention,Intervention and Treatment Center

"Begitu buku ini ada di tangan saya, saya tak dapatmeletakkannya. Ini adalah buku terbaik mengenaipenyiksaan anak yang pernah saya baca. David mengajakkita ikut mengalami rasa takutnya, rasa kekalahannya,rasa kesendiriannya, rasa sakitnya, dan rasa marahnyasampai pada harapannya yang terakhir. Dengan masuk kedalam alur itu, menjadi jelas bagi kita betapamenyakitkannya dunia gelap yang diderita anakanakkorban child abuse. Bahkan secara lebih detil, kita bisamerasakan tangisan anak-anak itu melalui, mata, telinga,dan tubuh David Pelzer. A Child Called 'It' membuat sayaingin merengkuh keluarga lebih dekat ke hati saya danlebih menghargai cinta kasih kami."

Valerie Bivens, Pekerja SosialChild Protective Services

The State of California

"Pengalaman masa kecil Pelzer merupakan kesaksian darikemenangan atas semangat kemanusiaan. Buku inibercerita secara hidup tentang penyiksaan yangdideritanya melalui tangan ibunya dan ketidakpedulianorang lain (yang sulit dipercaya) akan penderitaanya.Keteguhan hati dan kebulatan tekad Pelzer akan sangatbermanfaat untuk menolong jutaan anak di Amerika yangsering menderita setiap hari tapi tak beranimengungkapkannya."

Mark Riley Child Welfare League of America

Page 3: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 3 of 144Herman Adriansyah Private Collection

3

A ChildCalled "It"Sebuah Kisah Nyata

Perjuangan Seorang Anakuntuk Bertahan Hidup

Dave Pelzer

Penerbit PT Gramedia Pustaka UtamaJakarta, 2005

Page 4: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 4 of 144Herman Adriansyah Private Collection

4

An Inspirational Story: A Child Called "It"One Child's Courage to Survive

David PelzerCopyright 0 1995 Dave Pelzer

Published by arrangement with Health Communications,Inc.

3201 S.W. 15th Street, Deerfield Beach, FL 99442-8190A Child Called "It": Sebuah Kisah Nyata

Perjuangan Seorang anak untuk Bertahan HidupGM 204 01.400

Alih bahasa: Danan PriatmokoHak cipta terjemahan bahasa Indonesia:

Penerbit PT Gramedia Pustaka UtamaJI. Palmerah Barat 33-37, Jakarta 10270

www.gramedia.comDisain sampul oleh Hotma Roni Simamora

Model oleh Matheus SiagianDiterbiikan pertama kali oleh

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,anggota IKAP1, Jakarta, Mei 2001

Cetakan kedelapan: Oktober 2004 Cetakan kesembilan:Juni 2005

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang.Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau

seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

PELZER, DaveA Child Called "It": Sebuah kisah nyata perjuangan seorang

anak untuk bertahan hidup / Dave Perizer. — Jakarta :Gramedia Pustaka Utama, 2001.

184 hlm. ; 21 cm.ISBN 979-686-400-2

1. Anak—Kesejahteraan. I. Judul.362.76 Dicetak oleh Percetakan PT SUN, Jakarta

Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Page 5: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 5 of 144Herman Adriansyah Private Collection

5

DAFTAR I S I

Ucapan Terima kasih xiCatatan Penulis xiii1. Terselamatkan 12. Masa-Masa Bahagia 153. Anak Nakal 274. Perjuangan untuk Bisa Makan 435. Kecelakaan 756. Saat Ayah Tidak Di Rumah 937. "...Dan Bebaskanlah Aku dari Yang Jahat." 121Epilog 145Chlid Abuse: Beberapa Sudut Pandang 151Tentang Penulis 167

Page 6: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 6 of 144Herman Adriansyah Private Collection

6

Buku ini dipersembahkan bagi anakku, Stephen,yang berkat kemurahan Allah telah membukakan mataku

terhadap buah cinta clan kebahagiaanmelalui mata seorang anak.

Buku ini juga dipersembahkan bagiPara guru dan staf Thomas Edison Elementary School,

di antaranya:Steven E. ZieglerAthena KonstanPeter Hansen

Joyce WoodworthJanice WoodsBetty Howell

dan Perawat Sekolah

Juga bagi Anda, berkat keberanianmempertaruhkan karier Anda

pada hari yang mengubah nasibku,5 Maret 1973.

Anda semua telah menyelamatkan hidupku.

Page 7: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 7 of 144Herman Adriansyah Private Collection

7

UCAPAN TERIMA KASIH

Setelah tahun-tahun yang penuh kerja keras,pengorbanan, frustrasi, rasa tak berdaya untuk menerimasesuatu apa adanya, akhirnya buku ini terbit juga dan bisadiperoleh di tokotoko buku di mana pun. Maka,sepantasnyalah saya mengucapkan rasa terima kasihmendalam bagi mereka yang mempercayai perjuangansaya ini.

Kepada Jack Canfield—penulis buku serial Chicken Soup forthe Soul yang best seller sekaligus fenomenal—ataskebaikan hatinya yang begitu mendalam serta perannyadalam membuka lebar wawasan. Jack sungguh insan yangtanpa pamrih mampu membimbing banyak orangsekaligus—sesuatu yang kebanyakan dari kita tak mampumelakukannya. Terima kasih banyak, Jack.

Kepada Nancy Mitchell dan Kim Wiele di Canfield Groupatas semangat serta tuntunan mereka. Thank you ladies.Kepada Peter Vegso di Health Communications, Inc., jugakepada Christine Belleris, Matthew Diener, Kim Weiss, danseluruh staf HCI yang ramah-bersahabat atas sikap terusterang, profesional, serta keseharian yang tulus yangmenciptakan suasana menyenangkan dalam menerbitkanbuku ini. Kudos galore kepada Irene Xanthos dan LoriGolden atas usahanya yang tak kenal lelah. Dan terimakasih sebesar-besamya kepada Bagian Seni untuk semuakeras keras dan dedikasi Anda semua.

Secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada MarshaDonohoe, editor yang cemerlang, atas waktunya yangamat panjang untuk mengedit dan mengedit ulang danmengedit ulang lagi sampai menghasilkan suatu urutankisah yang jelas dan wajar dari sudut pandang seoranganak kecil. Bagi Marsha, segala kerja kerasnya itu semata-mata "kesabaran seorang petani".

Kepada Patti Breitman dari Breitman Publishing Projects,

Page 8: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 8 of 144Herman Adriansyah Private Collection

8

atas peran awalnya mengatur penggunaan dana secarabaik.

Kepada Cindy Adams atas keyakinannya yang selalumembuahkan kejemihan pada saat-saat saya palingmembutuhkannya.

Secara khusus rasa terima kasih juga saya ucapkan kepadaRic & Don di Rio Villa Resort—yang kemudian menjadirumah saya untuk menyepi—atas upaya merekamenyediakan "tempat berlindung" yang sempuma bagisaya selama proses menyelesaikan penulisan buku ini.

Akhimya, kepada Phyllis Colleen. Saya berdoa semogaAnda bahagia. Saya berdoa semoga Anda mengalamikedamaian.

Page 9: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 9 of 144Herman Adriansyah Private Collection

9

CATATAN PENULIS

Sejumlah nama dalam buku ini sengaja diganti agar tidakmengganggu perasaan orang lain.

Buku yang pertama dari rangkaian tiga-buku atau trilogi —ini menggambarkan perkembangan penggunaan bahasadari sudut pandang seorang anak kecil. Irama bicara dankosakatanya mencerminkan usia serta pengetahuan anaktersebut pada masa itu.

Buku ini ditulis berdasarkan kehidupan si anak pada umur4 sampai 12 tahun.

Buku kedua dari trilogi ini, The Lost Boy, ditulisberdasarkan kehidupan si anak pada umur 12 sampai 18tahun.

Page 10: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 10 of 144Herman Adriansyah Private Collection

10

1TERSELAMATKAN

5 Maret 1973, Daly City, California—Aku terlambat. Akuharus menyelesaikan pekerjaan mencuci peralatan makansecepatnya, kalau tidak aku tidak dapat jatah sarapan; dankarena semalam aku tidak makan, jadi sekarang aku harusmakan sesuatu. Ibu mondar-mandir sambil berteriakkepada saudara-saudara lelakiku. Aku bisa mendengarlangkahlangkahnya yang berat menuju dapur. Cepat-cepataku membilas lagi. Tapi terlambat. Ibu menarikku dengankasar.

Plak! Ibu memukul mukaku, dan aku terjatuh. Aku tahulebih baik aku menjatuhkan diri daripada tetap berdiri dandipukul lagi. Kalau aku tetap berdiri, Ibu akan menganggapitu sebagai sikap membantah, dan itu artinya beberapapukulan lagi atau, yang paling kutakutkan, tidak diberimakan. Baru kemudian aku berdiri pelan-pelan sambilmemiringkan mukaku agar tidak menatapnya, sementaraIbu berteriak di telingaku.

Aku menunjukkan sikap ketakutan, sambil terus-menerusmengangguk seakan memahami arti ancaman-ancamanyang keluar dari mulutnya. "Ya, ya," kataku dalam hati,"asalkan aku boleh makan. Pukul aku lagi, asalkan akudapat makanan karena aku harus makan." Satu pukulanlagi menyentakkan kepalaku hingga membentur pinggirandinding. Aku meneteskan air mata sebagai tanda tak tahanmenerima cemoohan Ibu.

Ibu lalu keluar dari dapur, tampaknya ia puas akanperlakuannya terhadapku. Aku menghitung langkah-langkahnya untuk memastikan bahwa ia benar-benarsudah jauh dari dapur, dan aku pun menarik napas lega.Sandiwaraku berhasil. Ibu boleh memukuliku sesukahatinya, tapi aku tak membiarkannya mengalahkan

Page 11: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 11 of 144Herman Adriansyah Private Collection

11

tekadku untuk bertahan hidup.

Kuselesaikan mencuci peralatan makan, yang menjadisalah satu tugasku sehari-hari. Sebagai upahnya, akumendapat sarapan sisa-sisa yang ada di mangkuk serealsalah satu kakakku. Pagi ini sereal Lucky Charms. Cumaada sedikit sisa sereal dan susu di mangkuk itu, tapi akuharus cepat-cepat menghabiskannya sebelum Ibu berubahpikiran. Itu pernah terjadi. Ibu senang sekali menggunakanmakanan Sebagai senjata. Dia senang cepat-cepatmembuang sisa makanan ke dalam keranjang sampah,sebab dia tahu aku akan mengais-ngaisnya untuk dimakan.Ibu tahu hampir semua siasatku.

Tak lama kemudian aku sudah berada di dalam stationwagon tua kami. Karena banyak sekali tugas rumah yangharus kuselesaikan, aku jadi terburu-buru berangkatsekolah. Biasanya aku lari ke sekolah, dan sampai di sanapersis pelajaran dimulai sehingga aku tak sempat mencurimakanan dari bekal makan siang anak-anak lain.

Sampai di depan sekolah, Ibu membiarkan kakak sulungkulangsung masuk ke sekolah, tapi aku ditahannya duluuntuk mendengarkan rencananya besok. Dia maumengirim aku ke rumah kakaknya. Dia bilang Paman Danakan "mengasuhku". Itu ancaman, jadi aku pura-puratakut. Aku tahu betul pamanku itu tidak akanmemperlakukan aku seperti Ibu memperlakukan aku,meskipun pamanku itu memang galak.

Station wagon belum betul-betul berhenti, tapi aku sudahmenghambur keluar. Ibu berteriak, memanggilku kembali.Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makansiangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga,dua tangkup roti isi selai kacang ditambah beberapapotong wortel. Aku ingin langsung berlari lagi, tapi Ibuberkata, "Bilang pada mereka... Bilang pada mereka kauterantuk pintu" . Lalu ia mengatakan sesuatu yang amatjarang ia katakan padaku, "Semoga harimu

Page 12: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 12 of 144Herman Adriansyah Private Collection

12

menyenangkan". Kulihat kedua matanya yang merah. Iamasih agak mabuk, sisa semalam. Dulu matanya bagus,rambutnya sekarang acak-acakan tak terurus. Ia tidakmemakai riasan wajah, seperti biasanya. Ia tahu ia gemuk.Ya, begitulah penampilan Ibu.

Karena terlambat banyak, aku harus melapor ke ruangtata-usaha. Ibu sekretaris di ruang itu menyambutkudengan senyuman. Tak lama kemudian, perawat sekolahmuncul dan mengajakku masuk ke ruang kerjanya, lalukami melakukan hal-hal yang sudah biasa kami lakukan.Pertama, ia memeriksa muka dan lenganku."Bagian atas matamu kenapa?" ia bertanya.

Agak canggung, aku menunduk sambil menjawab, "Oh, ituterbentur pintu... Tidak sengaja".

Perawat sekolah itu tersenyum lagi, lalu mengambilclipboard dari atas lemari arsip. Ia membalik selembar ataudua lembar kertas, lalu menunduk dan menunjukkanpadaku tulisan di halaman kertas itu. "Coba lihat ini",katanya. "Kau mengatakan hal yang sama hari Seninkemarin. Kau ingat?"

Cepat-cepat aku ganti ceritaku, "Aku sedang main bisbol,lalu pemukulnya mengenai aku. Tidak sengaja, kok". Taksengaja. Aku harus selalu berkata begitu. Tapi perawatsekolah itu rupanya lebih tahu. Dengan caranya, ia selaluberhasil membuatku mengatakan kejadian sebenarnya.Pada akhirnya aku selalu mengaku sambil terisak,meskipun aku selalu merasa harus melindungi Ibu.

Perawat sekolah itu berkata bahwa aku akan baik-baiksaja, lalu menyuruhku membuka baju. Ini sudah kamilakukan sejak tahun lalu, jadi sekarang aku menurut saja.Lubang-lubang di baju lengan panjangku lebih banyakdaripada lubang-lubang di keju Swis. Selama dua tahun iniitulah satu-satunya baju yang kupakai. Ibu menyuruhkumemakai baju itu setiap hari. Begitulah caranya menghina

Page 13: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 13 of 144Herman Adriansyah Private Collection

13

aku. Celana yang kupakai sama jeleknya. Sepatukuberlubang di bagian ujung depan, sampai-sampai aku bisamengeluarkan dan menggerak-gerakkan jempol kakikudari salah satu lubang-lubang itu. Lalu aku berdiri hanyadengan mengenakan pakaian dalam, sementara perawatsekolah mencatat luka dan memar di sekujur tubuhku padaclipboard-nya. Ia menghitung sejumlah tanda seperti garismiring di wajahku dengan saksama, jangan-jangan adayang terlewat dan belum ia catat. Ia teliti betul.

Selanjutnya, perawat itu membuka mulutku untukmemeriksa gigi-gigiku yang patah atau copot akibatterbentur pinggiran bak pencuci piring. Ia menuliskanbeberapa catatan lagi di kertas clipboard-nya. Kemudian iamemeriksa lagi seluruh tubuhku, lalu berhenti di lukasobek yang sudah lama di bagian perutku. "Yang itu,"katanya dengan nada suara agak tertahan, "luka akibattusukan oleh ibumu, bukan?"

"Ya, Bu", jawabku. "Astaga!" aku tersentak dalam hati,"aku melakukan kesalahan... lagi" .

Perawat itu tentulah menangkap kekhawatiran melaluisorot mataku. Ia meletakkan clipboard-nya, lalumemelukku.

"Aduh nyamannya," kataku dalam hati, "Ia begitu hangat".Aku tak mau melepaskannya. Aku mau seterusnya dipelukbegini. Kupejamkan mataku kuat-kuat. Rasanya begituaman, tak terjadi apa pun. Ia mengusap kepalaku. Akutersentak oleh rasa sakit pada luka bengkak akibat pukulanibuku pagi tadi. Perawat itu melepaskan pelukannya dankeluar dari ruangan. Cepat-cepat aku mengenakan kembalipakaianku. Perawat itu tidak tahu bagaimana cepatnya akumengenakan pakaian, dan aku memang selalu harusmengerjakan segala sesuatu secepat mungkin.

Tak lama kemudian perawat itu masuk kembali ke ruanganbersama kepala sekolah, Mr. Hansen, dan dua orang

Page 14: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 14 of 144Herman Adriansyah Private Collection

14

guruku, Miss Woods serta Mr. Ziegler. Mr. Hansen tahusiapa aku. Akulah murid di sekolah ini yang paling seringdipanggil menghadapnya. Ia mencermati kertas laporan,sementara perawat itu melaporkan secara lisan semuatemuan barunya. Mr. Hansen menyentuh daguku,membuatku menengadah langsung padanya.

Aku takut melihat langsung ke matanya, itulahkebiasaanku setiap kali berhadapan dengan Ibu. Selain itu,aku pun tidak mau memberitahukan apa-apa kepadanya.Pemah sekali, kalau tidak salah tahun lalu, Mr. Hansenmemanggil Ibu untuk minta penjelasannya tentang luka-luka memar di sekujur tubuhku. Waktu itu Mr. Hansenbelum tahu apa yang sebenarnya terjadi. la hanya tahubahwa aku anak bermasalah yang sering mencurimakanan. Esok harinya, saat aku masuk sekolah, Mr.Hansen melihat sendiri akibat pukulan-pukulan Ibu. Iatidak pernah lagi memanggil Ibu ke sekolah.

Dengan suara agak keras Mr. Hansen berkata bahwa iatidak bisa lagi menerima perlakuan Ibu terhadapku. Takutsetengah mati aku mendengar ucapannya itu. "Dia maumemanggil Ibu lagi!", aku menjerit tanpa mengeluarkansuara. Aku terduduk ke lantai dan menangis. Badankugemetar dan menggeliat-geliat tak karuan, aku mengocehseperti bayi, memohon supaya Mr. Hansen tidakmenelepon Ibu. Aku seperti anjing yang melolong sedihbercampur takut,

"Ampun. Jangan, jangan hari ini! Ini kan hari Jumat. Ibuakan memukuli aku terus sampai Senin pagi dan tidakmemberiku makan..."

Mr. Hansen berjanji tidak akan memanggil Ibu, lalu iamenyuruhku masuk kelas. Sudah terlambat untukmelaporkan kehadiran dan mengisi daftar hadir di sekolah,jadi aku cepat-cepat ke kelas bahasa Inggris Mrs.Woodworth. Hari ini ada tes spelling serentak di semuanegara bagian dan ibu kotanya. Aku tidak siap. Dulu aku

Page 15: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 15 of 144Herman Adriansyah Private Collection

15

murid pandai, tapi sejak beberapa bulan belakangan iniaku menyerah, aku merasa tidak punya alasan lagi untukmelakukan sesuatu dalam hidup ini, termasuk mengalihkankesedihanku pada tugas-tugas sekolah.

Begitu masuk kelas, semua murid menutup hidung danserentak mengeluarkan suara seperti mendesah. Gurupengganti, seorang perempuan yang lebih muda daripadaMrs. Woodworth, mengibaskan tangan di depan wajahnya.Ia belum terbiasa dengan bau badanku. Ia memberikankertas tesku sambil menjaga jarak supaya tidak terlaludekat denganku. Belum lagi aku duduk di tempat dudukkudi belakang, dekat jendela yang terbuka, aku dipanggilkembali ke ruang kepala sekolah. Semua murid di kelas ituserentak berseru "Huuuu..." ke arahku, penolakan olehmurid-murid kelas lima.

Aku lari, dan dalam sekejap sampai di ruang tata-usaha.Tenggorokanku perih akibat "permainan" yang kemarindimainkan Ibu terhadapku. Sekretaris di ruang tata-usahamengajakku ke ruang guru. Begitu ia membuka pinturuang guru, sejenak aku heran akan apa yang kulihat. Diruangan itu duduk di sekeliling sebuah meja Mr. Ziegler—yang setiap hari melakukan absensi murid, lalu Miss Moss,guru matematika, lalu perawat sekolah, Mr. Hansen, danseorang polisi. Rasanya, kakiku tak mau digerakkan. Akubingung, mau lari atau menunggu sampai langit-langit diruangan itu ambruk. Mr. Hansen melambaikan tangannya,menyuruhku masuk, sementara sekretaris tadi menutuppintu. Aku duduk di ujung meja dan langsung menjelaskanbahwa aku tidak mencuri apa-apa... hari ini. Semua yangada di ruangan itu, yang tadinya terlihat tegang, langsungtersenyum mendengar perkataanku. Sama sekali aku taktahu bahwa mereka akan mempertaruhkan pekerjaanmereka demi menyelamatkan diriku.

Pak polisi di ruangan itu memberitahuku mengapa Mr.Hansen memanggilnya. Rasanya badanku mengerut dikursi yang kududuki. Pak polisi meminta aku menceritakan

Page 16: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 16 of 144Herman Adriansyah Private Collection

16

tentang Ibu. Aku menggeleng, tidak mau. Sudah terlalubanyak orang tahu rahasia tentang Ibu, dan aku yakin Ibupasti akan tahu itu. Ada suara lembut yang membuatkunyaman. Rasanya itu suara Miss Moss. la menghiburku.Tidak apa-apa, katanya.

Aku menarik napas panjang. Sambil meremas-remasjemari tanganku sendiri, dengan agak segan kuceritakanjuga apa saja yang pernah terjadi antara aku dan Ibu.

Perawat sekolah menyuruhku berdiri, lalu memperlihatkanluka memanjang di bagian dadaku kepada Pak Polisi.Cepat-cepat kutambahkan bahwa itu tidak disengaja, Ibutidak pernah sengaja menusukku. Aku menangis.Kukeluarkan apa yang selama ini kupendam, bahwa Ibumenghukumku karena aku nakal. Rasanya kemudian akuingin sendirian. Aku tak mau orang-orang itu ada disekelilingku. Aku merasa begitu lemah. Setelah bertahun-tahun begini, aku tahu tak seorang pun bisa melakukansesuatu yang dapat mengubah keadaanku.

Beberapa menit kemudian aku diperbolehkan duduk di luarruang guru. Semua orang dewasa yang ada di ruangan diluar ruang guru menumdangiku dan bersikap ramah. Akuresah di tempat dudukku, karena melihat sekretarismengetik berlembar-lembar kertas. Rasanya sangat lama,sampai akhirnya Mr. Hansen memanggilku masuk kembalike ruang guru.

Miss Woods dan Mr. Ziegler meninggalkan ruang guru.Mereka terlihat gembira bercampur khawatir. Miss Woodsberlutut di depanku dan mendekapku, seakan-akan akuterbungkus dalam dekapannya. Rasanya tak mungkin akubisa melupakan bau wangi rambutnya. Ia melepaskandekapannya, langsung pergi, karena ia tak ingin akumelihatnya menangis. Aku malah jadi betul-betul khawatir.

Mr. Hansen memberiku nampan berisi makan siang darikantin. "Astaga! Sudah waktunya makan siang lagi?",

Page 17: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 17 of 144Herman Adriansyah Private Collection

17

kataku dalam hati.

Kulahap makan siang itu begitu cepatnya sampai-sampaiaku hampir tidak tahu rasanya. Kecepatan makanku pastimasuk rekor. Tak lama setelah itu, kepala sekolah masuklagi ke ruangan, membawa sekotak kue. Ia mengingatkansupaya aku makan pelan-pelan saja. Aku tak tahu sedangada apa ini. Salah satu dugaanku adalah ayahku, yangsudah berpisah dari Ibu, datang untuk mengambilku. Akuberkhayal. Aku tahu ayahku tak mungkin datang.

Pak Polisi menanyakan alamat dan nomor teleponrumahku. "Apa kataku, aku berkata dalam hati. "Masukneraka lagi! Aku akan mendapat hukuman lagi dari Ibu!"

Pak Polisi masih menambahkan sesuatu pada catatannya,sementara Mr. Hansen dan perawat sekolahmemperhatikan yang ditulis Pak Polisi. Tak lama kemudianPak Polisi menutup buku catatannya dan berkata pada Mr.Hansen bahwa informasi yang ia butuhkan sudah cukup.

Aku menengadah, memandang kepala sekolahku.Wajahnya berkeringat. Aku merasakan perutku mulaimulas. Aku mau ke kamar mandi, mau muntah.

Mr. Hansen membuka pintu, lalu aku melihat guru-guruyang sedang istirahat makan siang memandangiku. Malusekali rasanya. "Mereka tahu," kataku pada diri sendiri.

"Mereka tahu yang sebenamya mengenai Ibu; yangsebenar-benamya." Mereka perlu tahu bahwa aku bukananak nakal. Aku kepingin sekali disukai orang, dicintai. Akutidak mau ke aula. Mr. Ziegler menggandeng Miss Woods.Miss Woods sedang menangis. Aku mendengarnya iaterisak. Sekali lagi ia memelukku, lalu cepat-cepatmelepaskannya. Mr. Ziegler menjabat tanganku. "Jadilahanak baik", katanya.

"Ya, Pak. Saya coba", cuma itu jawabanku.

Page 18: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 18 of 144Herman Adriansyah Private Collection

18

Perawat sekolah berdiri diam di samping Mr. Hansen.Mereka semua mengucapkan selamat tinggal kepadaku.Aku tahu sekarang, aku akan dimasukkan ke dalampenjara. "Baguslah", kataku dalam hati. "Paling tidak, Ibutidak bisa memukuliku kalau aku di penjara" .

Aku dan Pak Polisi berjalan ke luar gedung, melewatikantin. Aku melihat beberapa teman sekelasku sedangbermain bola. Beberapa di antara mereka berhentibermain, lalu berteriak-teriak, "David ditangkap! Davidditangkap Pak Polisi mengusap pundakku sambil berkatapadaku supaya tenang-tenang saja. Saat mobil Pak Polisimembawaku pergi meninggalkan Thomas EdisonElementary School, aku sempat melihat beberapa muridyang terbengong-bengong memandang kepergianku.

Sebelum pergi tadi, Mr. Ziegler berkata padaku bahwa iapasti memberitahu murid-murid lain tentang yangsebenarnya yang sebenar-benarnya. Aku rela berkorbanapa pun untuk berada di kelas lagi pada saat mereka tahubahwa aku tidak seburuk dugaan orang.

Beberapa menit kemudian kami sampai di kantor polisiDaly City. Aku merasa seakan-akan Ibu ada di situ. Akutidak mau turun dari mobil. Pak Polisi membukakan pintudan dengan lembut menggandeng lenganku, berjalanmenuju gedung kantor. Aku tidak melihat orang lain diruang kantor itu. Pak Polisi duduk di sebuah kursi, di pojokruangan, lalu di situ ia mengetik ! Ada beberapa lembarkertas. Aku mengawasi Pak Polisi itu terus-menerus sambilmemakan kueku pelan-pelan. Kue-kue itu kumakan pelan-pelan supaya aku bisa berlama-lama menikmatinya. Akutidak tahu kapan aku bisa makan lagi.

Jam satu siang lewat. Pak Polisi sudah selesai mengerjakanketikannya. Sekali lagi ia menanyakan nomor teleponrumahku.

"Kenapa?" aku bertanya dengan sedih campur khawatir.

Page 19: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 19 of 144Herman Adriansyah Private Collection

19

"Aku harus menelepon ibumu, David," jawabnya lembut."Jangan!" kataku tegas. "Kembalikan aku ke sekolah.Seharusnya Bapak tahu ibuku tidak boleh tahu apa yangtelah kukatakan!"

Dengan beberapa kue, Pak Polisi bisa menenangkan dirikulagi, lalu memutar nomor telepon 7-5-6-2-4-6-0. Akumemperhatikan lingkaran angka-angka di telepon ituberputar. Aku berdiri dari kursiku, berjalan mendekati PakPolisi yang sedang memutar nomor telepon, badankutegang ketika mencoba mendengar dering telepon di ujungsana. Ibu menjawab telepon itu. Suaranya membuatkutakut. Dengan lambaian tangan, Pak Polisi menyuruhkumenjauh.

Ia mengambil napas dalam sebelum berkata, "Mrs. Pelzer,saya Opsir Smith dari kantor polisi Daly City. Anak Anda,David, tidak akan pulang ke rumah hari ini.

Ia berada dalam perlindungan San Mateo JuvenileDepartment. Kalau ada yang ingin Anda tanyakan, silakanhubungi departemen tersebut".

Pak Polisi meletakkan gagang telepon, lalu tersenyum."Tidak sulit, bukan?" katanya padaku. Tapi dari rautwajahnya aku bisa bilang bahwa Pak Polisi itu sendirilahyang lebih membutuhkan kata yang menenangkan itu,bukan aku.

Beberapa kilometer kemudian, kami sudah berada di jalanraya 280, menuju batas wilayah Daly City. Aku menengokke arah sebelah kananku dan melihat sebuah papan besarbertuliskan "THE MOST BEAUTIFUL HIGHWAY IN THEWORLD". Pak Polisi tersenyum dan merasa lega saat kamimelewati batas kota. "David Pelzer", katanya, "kau bebas".

"Apa?" tanyaku, sambil menggenggam erat satu-satunyasimpanan makananku. "Aku tidak mengerti. Bukankah PakPolisi mau memasukkan aku ke penjara?"

Page 20: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 20 of 144Herman Adriansyah Private Collection

20

Ia tersenyum lagi, lalu dengan lembut meremas bahuku.

"Tidak, David. Kau tidak usah khawatir sama sekali,percayalah. Ibumu takkan pernah menyakitimu lagi."

Aku bersandar ke kursi mobil. Pantulan sinar mataharimengenai mataku. Aku memalingkan wajahku dari sinaritu, dan pada saat itu air mata mengalir di pipiku.

"Aku bebas?"

********

Page 21: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 21 of 144Herman Adriansyah Private Collection

21

2MASA-MASA BAHAGIA

Tahun-tahun sebelum aku mengalami perlakuan buruk,keluargaku adalah keluarga kulit putih ideal, layaknyakisah keluarga Brady Bunch di tahun 1960-an. Aku dankedua saudara lelakiku dikaruniai orangtua yang sempuma.Segala kebutuhan kami selalu terpenuhi dengan rasa cintadan perhatian.

Kami tinggal di sebuah rumah yang biasa-biasa saja,dengan dua kamar tidur, di sebuah kawasan hunian yang"baik" di Daly City. Aku ingat setiap kali memandang keluar dari bay window, jendela tiga sisi yang dibuat agakmenjorok keluar dari dinding rumah, ruang keluarga padasaat cuaca cerah, akan terlihat jelas tiang-tiang jembatanGolden Gate berwama orange dan skyline San Franciscoyang cantik.

Ayahku, Stephen Joseph, adalah petugas pemadamkebakaran. Kantomya di jantung kota San Francisco. Tinggibadannya hampir 1,8 meter, beratnya sekitar 86 kilogram.bahunya lebar dan lengannya besar, bentuk badan idamanpria pada umumnya. Alis matanya yang hitam tebalsepadan dengan rambutnya. Aku merasa jadi anakistimewa ketika ia memandangiku dengan bangga danmemanggilku "Tiger".

lbuku, Catherine Roerva, berperawakan dan berpenampilanbiasa-biasa saja. Aku tidak bisa mengingat wama mataatau rambutnya, tapi Ibu adalah perempuan yang sangatmencintai anak-anaknya. Daya hidupnya yang terbesaradalah tekadnya yang keras. Ibu selalu punya banyakgagasan, dan dialah yang selalu mengarahkan sekaligusmemutuskan segala urusan keluarga. Pemah, ketikaumurku empat atau lima tahun, Ibu berkata bahwa iasakit, dan aku ingat pada saat itu aku punya perasaanbahwa Ibu kelihatannya bukan dirinya sendiri. Hari ituAyah sedang pergi kerja. Setelah menyiapkan makan

Page 22: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 22 of 144Herman Adriansyah Private Collection

22

malam, tiba-tiba Ibu meninggalkan ruang makan dandengan tergesa-gesa mengecat anak tangga menujugarasi. Ia batuk-batuk saat ia dengan paniknyamengoleskan cat merah pada setiap anak tangga. Belumlagi cat itu kering, Ibu sudah memasangkan karpet karetpada anak tangga. Karpet karet dan tubuh Ibu jadiberlepotan cat merah. Setelah selesai dengan kegiatannyaitu, Ibu masuk ke rumah dan langsung rebah di sofa. Akuingat, ketika itu aku bertanya pada Ibu mengapa iamemasangkan karpet karet pada anak tangga padahalcatnya belum kering. Ibu tersenyum dan menjawab, "Akucuma ingin membuat kejutan buat Ayahmu."

Dalam urusan berbenah rumah, Ibu adalah biangnyakebersihan. Setiap kali selesai sarapan bersama keduasaudaraku, Ronald dan Stan, serta aku, Ibu selalumelancarkan segala bentuk aksi pembersihan, menebah-nebah untuk membersihkan debu, menyedot debu denganvakum, mengelap, termasuk membersihkan kuman dengandisinfektan. Tak satu pun ruang di rumah kami bebas dariaksinya itu. Ketika anak-anaknya bertambah besar, Ibu takpernah lupa mengajak kami dalam aksi pembersihan itudengan mengingatkan kami untuk menjaga kebersihanserta kerapian kamar kami.

Di halaman luar, Ibu punya kebun bunga kecil yangmembuat para tetangga iri sebab Ibu merawatnya dengansangat telaten. Rasanya, apa pun yang disentuh Ibu akanberubah jadi emas. Ia tak percaya akan keberhasilan yangdicapai dengan bekerja setengah-setengah. Berkali-kali Ibumenasehati kami agar kami selalu melakukan yang terbaik,apa pun yang sedang kami kerjakan.

Ibu sungguh berbakat memasak. Menurutku, menciptakanmenu masakan yang baru dan eksotis adalah hal yangpaling ia nikmati di antara sekian banyak hal yang ialakukan bagi keluarga. Apalagi setiap Ayah ada di rumah,Ibu pasti membuktikan bakat memasaknya itu, iamenggunakan waktunya yang paling pas untuk memasak

Page 23: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 23 of 144Herman Adriansyah Private Collection

23

menu ciptaannya yang lezat. Pada hari-hari ketika Ayahbertugas, biasanya Ibu mengajak kami berjalan-jalanmenikmati keramaian kota. Pada suatu hari ia mengajakkami ke Chinatown di San Francisco. Sambil berkendaraanberkeliling wilayah itu, Ibu bercerita mengenai kebiasaanserta sejarah orang-orang Cina. Sesampai di rumah, Ibumemutar musik berirama Cina yang indah. Lalu iamenciptakan suasana berbau Cina di ruang makan, antaralain dengan memasang beberapa Lampion. Malam hari ituia mengenakan kimono dan menyajikan masakan yangbagi kami kelihatannya agak aneh namun ternyata lezatrasanya. Di akhir makan malam hari itu Ibu memberi kamikue keberuntungan dan membacakan tulisan yang ada dibungkus kue itu. Waktu itu aku merasa bahwa pesan yangada di kue-kue itu pasti menuntunku ke masa depanku.

Beberapa tahun kemudian, ketika aku pandai membacadan mengerti yang aku baca, aku menemukan salah satubungkus kue yang dulu tulisannya dibacakan Ibu untukku.Tulisan itu berbunyi, "Cintai dan hormati Ibumu, sebabdialah buah yang memberimu kehidupan".

Dulu kami punya banyak binatang peliharaan, ada kucing,anjing, ikan di dalam akuarium, dan seekor kura-kurabernama "Thor". Aku paling ingat kura-kura itu sebab Ibumembolehkanku untuk memberinya nama. Aku merasabangga sebab kedua saudaraku sudah dibolehkan memberinama kepada binatang-binatang peliharaan kami yang lain,dan aku pun mendapat giliran untuk memberi nama. NamaThor aku ambil dari nama tokoh kartun kesukaanku.

Beberapa akuarium dengan ukuran berbeda ada di hampirsemua ruangan rumah kami. Di ruang keluarga saja palingtidak ada dua, lalu satu lagi yang berisi ikan gupi ditaruh dikamar kami. Ibu sungguh kreatif. Ia menghiasi semuaakuarium dengan batu-batuan warna-warni, sehinggaakuarium itu tampak seperti rumah ikan sungguhan.Sering kami duduk di sekeliling akuarium sambilmendengarkan Ibu menjelaskan berbagai jenis ikan.

Page 24: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 24 of 144Herman Adriansyah Private Collection

24

Pelajaran paling mengagumkan yang diberikan oleh Ibuterjadi pada suatu hari Minggu sore. Salah satu kucingkami bertingkah aneh waktu itu. Ibu menyuruh kami dudukdi dekat kucing itu, sementara ia menjelaskan prosesmelahirkan. Setelah semua anak kucing dilahirkan denganselamat, Ibu lalu menjelaskan dengan sangat teliti betapaajaibnya kehidupan ini. Dalam suasana keluarga yangbagaimanapun, Ibu, dengan caranya sendiri, memberikami pelajaran yang sangat berguna, sekalipun kamihampir tidak pernah menyadari bahwa kami sedang diberipengetahuan.

Selama masa bahagia itu, keluarga kami selalu memulaimusim liburan sejak Halloween. Pada suatu malam musimgugur di bulan Oktober, saat bulan pumama, Ibu cepat-cepat mengajak kami keluar rumah untuk mengamati"Buah Labu Raksasa" di langit. Ketika kami kembali naik ketempat tidur, Ibu menyuruh kami mengintip ke bawahbantal kami masing-masing, dan situ kami menemukanmobil balap mainan Matchbox. Aku dan saudara lelakikuserentak bersorak girang, sementara wajah Ibumenampakkan rasa puas.

Sehari setelah Thanks-giving, Ibu selalu masuk ke ruanganbawah, lalu naik lagi dengan membawa sejumlah kardusbesar berisi beragam hiasan Natal. Dengan bantuantangga, Ibu menggantungkan untaian-untaian hiasan padakayu-kayu di langit-langit rumah. Setelah Ibu selesaidengan kesibukannya itu, setiap ruang di rumah kamimenjadi penuh dengan suasana liburan. Di ruang makanIbu menata letak lilin-lilin merah berbagai ukuran. Butiran-butiran salju jatuh dan menumpuk, membentuk berbagaipola yang menambah cantik setiap jendela di ruangkeluarga dan ruang makan. Untaian lampu-lampu Natalikut menghiasi jendela-jendela kamar tidur kami. Setiapmalam aku jatuh tertidur saat memandangi warna-warnilampu Natal yang berkelap-kelip lembut.

Tinggi pohon Natal kami tidak pemah kurang dari dua

Page 25: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 25 of 144Herman Adriansyah Private Collection

25

setengah meter, dan semua anggota keluarga meluangkanwaktu seharian untuk menghiasinya. Setiap tahun, salahsatu di antara kami memperoleh kehormatan menaruhhiasan malaikat di puncak pohon Natal itu, sementara Ayahmengangkat badan kami dengan tangannya yang kuat.

Setelah selesai menghias pohon Natal dan makan malam,kami masuk ke station wagon kami dan duduk berdesak-desakan dengan riang gembira, lalu berkeliling di sekitarperumahan untuk melihat-lihat dekorasi Natal yangmenghiasi rumah-rumah tetangga kami. Pada saat sepertiitu Ibu berulang kali mengucapkan keinginannya untukmemiliki segala sesuatu yang lebih besar dan lebih baguspada Natal tahun berikutnya, sekalipun kedua kakakku danaku yakin bahwa hiasan Natal di rumah kami selalu yangpaling bagus. Sampai di rumah kembali, Ibu mendudukkankami dekat perapian untuk menikmati egg nog.

Selama ia menceritakan kepada kami beberapa kisah,stereo set di rumah kami memutar lagu "White Christmas"yang dinyanyikan Bing Crosby. Aku begitu gembira selamamusim liburan sehingga rasanya tidak mau tidur. Kadangkala Ibu menggendong aku agar tidur. Sebelum terlelap,suara yang kudengar hanyalah kayu yang meretih terbakardi perapian.

Hari Natal semakin dekat. Aku dan kedua saudarakusemakin riang gembira. Tumpukan hadiah di bawah pohonNatal semakin hari semakin tinggi. Ketika hari Natal tiba,kami masing-masing mendapat banyak hadiah.

Pada malam Natal, setelah menyantap makan malam yangistimewa dan menyanyikan beberapa lagu Natal, kamidiizinkan membuka satu saja hadiah yang kami terima.Setelah itu kami disuruh tidur. Di tempat tidur, aku selalumemasang telinga dengan harapan bisa mendengar suarabel-bel kereta es Santa. Tetapi aku selalu terlelap sebelumsempat mendengar suara rusa kutub penarik kereta esSanta mendarat di atap rumah.

Page 26: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 26 of 144Herman Adriansyah Private Collection

26

Sebelum fajar, Ibu berjingkat-jingkat masuk kamar danmembangunkan kami sambil berbisik, "Bangun, Santadatang!" Pemah pada suatu Natal, Ibu memberi kamimasing-masing sebuah topi plastik Tonka berwama kuning,lalu menyuruh kami berbaris menuju ruang keluarga. Kamitak sabar menyobeki kertas warna-warni agar bisamembuka kotak untuk akhimya menemukan bermacam-macam mainan baru.

Setelah itu Ibu menyuruh kami, yang sudah mengenakanjubah kamar yang baru, ke halaman belakang untukmemandangi pohon Natal kami yang tampak besar daribalik jendela. Tahun itu, saat berdiri di halaman belakangitu, aku ingat melihat Ibu menangis. Aku bertanya padaIbu, mengapa ia bersedih. Ibu menjawab bahwa iamenangis karena ia merasa begitu bahagia memilikikeluarga yang sesungguhnya.

Karena pekerjaan Ayah sering menuntutnya untuk bekerja24 jam, Ibu sering mengajak kami seharian berkeliling ketempat-tempat yang tidak jauh seperti Golden Gate Park diSan Francisco. Saat berkeliling taman itu, Ibu menjelaskanmengapa daerah-daerah itu sedemikian berbeda dengandaerah-daerah lain, dan sering juga Ibu mengungkapkankeinginannya untuk memiliki bunga-bunga yang cantik disitu.

Taman Steinhart Aquarium selalu kami kunjungi palingakhir. Aku dan kedua saudaraku senang sekali menaikianak-anak tangga yang ada di situ dan mendorong sekuattenaga pintu-pintunya yang berat. Kami merasa amatgembira saat sampai di bagian atas, lalu bersandar padapagar penyangga dari kuningan yang dibuat berbentukkuda laut, dan jauh di bawah sana kami bisa melihat kolamdengan air terjun kecil yang dijadikan tempat tinggal bagibeberapa aligator dan kura-kura besar.

Sebagai anak kecil, inilah tempat yang paling kusukai ditaman ini. Pemah aku merasa takut karena aku berandai-

Page 27: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 27 of 144Herman Adriansyah Private Collection

27

andai terlolos dari pagar penyangga itu lalu jatuh kekolam. Walaupun tidak berkata apa-apa, aku yakin Ibumerasakan ketakutanku itu. Ia melihat padaku, lalumenggenggam tanganku dengan lembut, dan itumembuatku merasa aman.

Bagi kami, musim semi berarti piknik. Malam harimenjelang piknik esok harinya, Ibu selalu menyiapkanbekal makanan istimewa yang terdiri dari ayam goreng,salad, roti isi, dan makanan penutup. Pagi-pagi sekali kamisekeluarga berangkat ke Junipero Serra Pak. Sesampai disana aku dan kedua kakakku berlarian dengan amatgirang, sebebas-bebasnya, di hamparan rumput yang luas.Lalu kami bermain ayunan, berayun-ayun setinggimungkin. Kadang kala kami mengambil risiko memasukitempat-tempat yang belum pemah kami jelajahi di tamanitu. Kalau kami sudah bermain-main seperti itu, Ibu selalukesulitan mencari-cari serta menggiring kami untuk makansiang. Sambil bermain, aku memperhatikan orangtuakuyang tampak bahagia. Mereka berbaring bersisian di atastikar, meneguk anggur merah, sambil memperhatikan kamibermain.

Liburan keluarga setiap musim panas selalu membuatkutegang karena rasa girang. Ibulah yang selalu menentukansemua acara yang akan kami lakukan pada setiap liburanmusim panas. Segala sesuatunya ia rencanakan denganmatang, dan ia selalu puas karena semua acara yang iarancang sukses. Yang biasa menjadi tempat tujuan liburanmusim panas kami adalah Portola atau Memorial Park. Disana kami berkemah sekitar satu minggu. Kemah kamisangat besar dan berwarna hijau. Di seluruh dunia, tempatyang paling aku senangi adalah Russian River, setiap kaliAyah mengajak kami bermobil ke arah utara,menyeberangi jembatan Golden Gate, aku tahu kamisedang menuju tempat favoritku itu.

Perjalanan ke sungai itu yang paling mengesankan bagikuterjadi saat aku masih di taman kanak-kanak. Pada hari

Page 28: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 28 of 144Herman Adriansyah Private Collection

28

terakhir sekolah menjelang liburan, Ibu meminta kepalasekolah untuk mengizinkan aku pulang lebih awal. Begitukudengar bunyi klakson mobil ayahku, aku berlari sangatkencang mendaki sebuah bukit kecil, lalu turun menujumobil kami yang sudah menunggu di situ. Aku gembirasekali sebab aku tahu tujuan kami ke mana. Dalamperjalanan itu aku sangat takjub melihat hamparan ladanganggur yang seakan tak habis-habisnya. Saat kendaraankami memasuki kota Guerneville yang sunyi, kuturunkankaca jendela agar aku bisa menghirup udara yang dipenuhiaroma pepohonan redwood yang tumbuh di sana.

Setiap hari adalah petualangan baru. Sepanjang hari, kamibertiga mengenakan sepatu bot khusus untuk memanjatsisa sebatang pohon tua besar yang mati karena terbakar,atau berenang di sungai di Johnson's Beach. Biasanya kamimeninggalkan kabin pukul sembilan pagi, dan kembalisetelah jam tiga sore. Ibu mengajar kami berenang diceruk kecil di sungai itu. Pada liburan musim panas itu Ibumengajariku berenang gaya punggung. Ketika akumenunjukkan bahwa aku bisa melakukannya, Ibu tampaksangat senang.

Selama liburan itu setiap hari rasanya menakjubkan. Suatuhari, setelah makan malam, Ibu dan Ayah mengajak kamibertiga menikmati saat-saat matahari terbenam. Kamiberlima bergandengan tangan saat melewati kabin Mr.Parker, menuju ke sungai. Air sungai itu yang berwarnahijau tampak selicin kaca. Kawanan burung bluejay, sejenisgagak, beterbangan angin kepakan sayap-sayap merekaterasa di rambutku.

Tanpa berkata-kata, kami berdiri menyaksikan matahariyang bagaikan bola api sedikit demi sedikit tenggelam dibalik pepohonan yang tinggi, meninggalkan alur-alur tipisberwarna biru terang bercampur jingga tua di langit.Terasa ada yang merangkul bahuku. Aku mengira ituayahku. Aku menoleh, lalu diam-diam merasa bangga,ternyata Ibulah yang merangkulku dengan eratnya. Aku

Page 29: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 29 of 144Herman Adriansyah Private Collection

29

bisa merasakan detak jantungnya. Itulah satu-satunya saatdalam hidupku ketika aku merasa begitu aman dan begituhangat, di Russian River.

********

Page 30: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 30 of 144Herman Adriansyah Private Collection

30

3ANAK NAKAL

Hubunganku dengan Ibu berubah drastis, dari tempaandisiplin menjadi hukuman yang semakin membabi-buta.Kadangkala hukuman itu sedemikian menyakitkan sampai-sampai aku harus merangkak untuk menghindarinya,bahkan aku bisa menyebutnya sebagai menyelamatkanhidupku.

Sebagai anak kecil, suaraku mungkin terdengar lebih kerasdibandingkan anak-anak kecil lainnya. Tampaknya akujuga selalu bemasib sial, selalu ketahuan bersikap nakal,sekalipun aku dan kedua saudaraku sering sama-samamengaku melakukan "kejahatan" yang sama.

Pada awalnya, aku disuruh berdiri atau jongkok di pojokkamar tidur kami. Pada saat itulah aku mulai takutterhadap Ibu. Sangat takut. Aku pemah aku meminta Ibuagar aku boleh keluar kamar. Aku akan diam dalam posisidan tempat yang sama, menunggu sampai salah seorangsaudaraku masuk ke kamar tidur kami dan bertanya padaIbu apakah David sudah boleh keluar dan ikut mainbersama.

Mulai saat itulah sikap Ibu berubah drastis. Kadang kala,saat Ayah sedang bekerja, Ibu menghabiskan waktunyaseharian tiduran di kursi menonton acara televisi, masihmengenakan jubah mandi. la hanya akan beranjak darikursi kalau mau ke kamar mandi, menambah minumannyalagi, atau memanaskan sisa makanan. Saat berteriakkepada kami, suaranya berubah dari suara seorang Ibuyang lembut menjadi suara seorang perempuan penyihiryang jahat. Dalam waktu singkat suara Ibu menjadi suarayang sangat menakutkan bagiku. Bahkan kalau Ibuberteriak memarahi salah seorang saudaraku, aku akanberlari ke kamar untuk bersembunyi, sambil berharap Ibucepat-cepat kembali lagi ke kursinya, ke minumannya, dan

Page 31: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 31 of 144Herman Adriansyah Private Collection

31

ke acara televisinya. Sejenak, aku bisa tahu apa yangbakal aku alami pada suatu hari dari pakaian yang Ibukenakan. Aku bisa bemapas lega pada hari ketika kulihatIbu keluar dari kamarnya mengenakan pakaian yangmenawan dan mengenakan make up. Pada hari-haridemikian, Ibu akan tersenyum sepanjang hari.

Ketika Ibu memutuskan bahwa "hukuman pojok kamar"tidak lagi mempan, "hukuman cermin" lalu dikenakan padadiriku. Mulanya, wajahku ditempelkan dan ditekan padakaca cermin, lalu wajahku yang basah oleh air matadigesek-gesekkan pada permukaan kaca cermin yang licindan memantulkan wajahku. Kemudian Ibu memaksakuuntuk berkata, "Aku anak nakal! Aku anak nakal! Aku anaknakal!" berulang-ulang.

Kemudian aku dipaksa berdiri, disuruh melihat ke cermin.Aku berdiri tegang, dengan kedua tangan masing-masingdi setiap sisi. Berulang kali aku mencuri pandang ke luarkamar, menanti dengan sangat ketakutan saat siaran iklankedua ditayangkan di televisi. Aku tahu persis, bahwa padasaat itulah akan kudengar langkah-langkah kaki Ibu yangbergegas menuju kamar untuk memeriksa apakah akumasih memandang ke arah cermin, lalu ia akan berkatapadaku betapa aku adalah anak yang memuakkan. Setiapkali saudara-saudaraku masuk ke kamar saat akumendapat "hukuman cermin", mereka memandang kearahku, mengangkat bahu sedikit, lalu meneruskanpermainan mereka seolah-olah aku tidak di situ. Mulanyasikap mereka itu membuatku iri, namun aku segera pahambahwa itu mereka lakukan semata-mata demimenyelamatkan diri mereka sendiri.

Ketika Ayah di tempat kerja, Ibu sering berteriak-teriakmemaksa aku dan kedua saudaraku mencari di seluruhpelosok rumah sesuatu miliknya yang hilang. Biasanyapencarian seperti itu dimulai pagi hari, sampai berjam-jamkemudian. Tidak lama setelah pencarian dimulai, biasanyaaku disuruh melakukan pencarian di garasi, sebuah

Page 32: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 32 of 144Herman Adriansyah Private Collection

32

ruangan di bagian hawah rumah, semacam basement. Saatberada di ruang bawah pun, aku tetap ketakutan setiapkali mendengar Ibu herteriak ke salah satu saudaraku.

Demikianlah selama berbulan-bulan, pencarian sepertiberlanjut, sampai akhimya cuma aku sendirilah yang di-suruh mencari barangnya yang hilang, barang apa saja.Pernah, aku lupa barang apa yang mesti aku cari. Ketikadengan amat ketakutan aku bertanya pada Ibu barang apayang harus aku cari, wajahku malah dipukul. Itu dilakukanIbu sambil tetap rebahan di kursi, bahkan ia tidakmengalihkan perhatiannya dari acara televisi. Darahmengalir dari hidungku, dan aku mulai menangis. Ibumenyambar serbet dari meja, menyobeknya, lalumenggosok-gosokkannya ke hidungku.

"Kau tahu persis apa yang harus kau cari!" bentaknya."Cari! Sekarang!"

Tergopoh-gopoh aku turun kembali ke basement,membuat suara cukup keras untuk meyakinkan Ibu bahwaaku betul-betul mematuhi perintahnya sesegera mungkin.Ketika perintah Ibu "cari ini, cari itu" menjadi semakinbiasa terjadi, aku mulai berkhayal bahwa aku telahmenemukan barang Ibu yang hilang. Aku berkhayal,dengan dada membusung aku muncul dari basementsementara kedua tanganku membawa barang berhargayang begitu dicari-cari, lalu Ibu menyambutku denganpelukan serta ciuman. Bukan cuma itu. Aku juga berkhayalkeluarga kami hidup bahagia setelah itu. Kenyataannya,aku tak pernah menemukan satu pun barang Ibu yanghilang, dan ia membuatku takkan pernah lupa bahwa akuadalah anak gagal yang tak bisa apa-apa.

Sebagai anak kecil, aku menyadari sikap Ibu bisa sangatberlawanan, seperti siang dan malam, saat Ayah ada dirumah. Kalau Ibu menata rambutnya dan mengenakanpakaian bagus, ia kelihatan lebih santai. Aku menyukai halitu saat Ayah di rumah. Itu berarti tidak ada pukulan,

Page 33: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 33 of 144Herman Adriansyah Private Collection

33

hukuman cermin, atau pencarian barang-barang Ibu yanghilang selama berjam-jam. Ayah menjadi pelindungku.Kapan pun Ayah pergi ke garasi untuk melakukan apa sajayang ingin ia kerjakan, aku mengikutinya. Saat ia duduk dikursi kesukaannya untuk membaca koran, aku berada didekatnya. Sehabis makan malam, setelah piring dan gelasdisingkirkan dari meja makan, Ayah akan mencucinya, akuyang mengeringkannya. Aku tahu selama aku berada didekatnya tak akan ada yang menyakitiku.

Suatu hari, sebelum Ayah berangkat kerja, aku menerimakejutan yang menakutkan. Setelah mengucapkan selamattinggal kepada Ron dan Stan, Ayah berlutut, memegangerat bahuku dan berpesan padaku agar aku menjadi "anakbaik". Ibu berdiri di belakangnya, berlipat tangan, dan diwajahnya ada senyuman tipis. Aku memandang mata Ayahdan langsung tahu bahwa aku adalah "anak nakal". Adarasa menggigil tiba-tiba menjalari seluruh tubuhku. Inginrasanya aku menahan Ayah agar tidak pergi ke mana-mana selamanya. Namun sebelum aku sempatmemeluknya, Ayah berdiri, berbalik dan keluar, tanpaberkata apa-apa lagi.

Selama waktu yang singkat sejak peringatan Ayah itu,suasana antara aku dan Ibu tampaknya tenang-tenangsaja. Kalau Ayah sedang di rumah, aku dan keduasaudaraku bermain di kamar kami atau di pekarangan,sampai sekitar jam tiga sore. Pada jam itu biasanya Ibumenyetel televisi sehingga kami bisa nonton film kartun.Bagi orangtuaku, jam tiga sore berarti "Happy Hour". Dimeja dapur Ayah menaruh berbotol-botol minumanberalkohol beserta gelas-gelasnya yang cantik. lamemotong lemon dan lime, menaruhnya di beberapamangkuk kecil di samping mangkuk yang berisi buah-buahcherry. Sering kali orangtuaku minum-minum sejak soremenjelang matahari terbenam sampai aku dan keduakakakku naik ke tempat tidur. Aku ingat memperhatikanmereka berdansa di dapur diiringi musik dari radio-merekaberpelukan, tampaknya begitu bahagia. Aku mengira aku

Page 34: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 34 of 144Herman Adriansyah Private Collection

34

bisa membuang masa sengsaraku. Aku keliru. Masasengsaraku itu baru awal dari sesuatu yang lebih hebatlagi.

Satu atau dua bulan kemudian, pada hari Minggu, saatAyah sedang bekerja, aku dan kedua kakakku sedangbermain di kamar kami ketika kami mendengar langkah-langkah Ibu yang berat dan tergesa-gesa, dan berteriakkepada kami ber-tiga. Ron dan Stan langsung berlarimenyelamatkan diri ke ruang keluarga, sedangkan akulangsung duduk di kursiku.

Dengan kedua tangannya terentang dan terangkat, Ibulangsung mendatangiku. Ibu semakin dekat dan semakindekat, sementara aku memundurkan kursiku sampaimepet ke tembok, sehingga kepalaku menempel ditembok. Mata Ibu berkilat dan merah, napasnya berbauminuman keras. Aku menutup mataku begitu pukulan Ibubertubi-tubi menghantamku dari kiri kanan. Kucobamenggunakan tangan untuk melindungi wajahku, tapi Ibudengan mudah menyingkirkannya. Pukulannya kurasakanseakan tak akan pernah berhenti. Akhirnya kulingkarkanlengan kiriku untuk menutupi wajahku.

Saat Ibu berusaha menarik lenganku, ia kehilangankeseimbangan dan terhuyung ke belakang, sementaratangannya masih mencengkeram lengan kiriku. Ibuberusaha agar tidak jatuh sehingga lengan kiriku tertarikkeras.

Saat itulah kudengar suara gemeretak, lalu aku merasasangat kesakitan pada bahu dan lenganku. Ibu tampaktertegun, dan dari raut wajahnya aku tahu bahwa ia punmendengar bunyi yang kudengar.

Namun, ia begitu saja melepaskan cengkeramannya darilengan kiriku, berbalik, lalu pergi begitu saja seakan tidakterjadi apa-apa. Perlahan-lahan kucoba menggerakkanlengan kiriku. Rasa sakitnya tak tertahankan. Belum

Page 35: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 35 of 144Herman Adriansyah Private Collection

35

sempat aku tahu persis apa yang terjadi dengan lengankiriku, Ibu sudah memanggil untuk makan malam.

Langkahku terasa berat, berpegangan pada rak TV,mencoba untuk makan. Ketika mau mengambil gelas susu,lengan kiriku tak bisa digerakkan sama sekali. Tanpadiperintah, jemariku bergerak-gerak sendiri, sementaralenganku lunglai seakan mati. Aku memandang Ibu,mencoba meminta perhatiannya melalui mataku. Iamengabaikanku.

Aku tahu ada sesuatu yang betul-betul tidak beres, tapiaku terlalu takut untuk mengeluarkan suara. Jadi, akududuk saja di situ, memandangi makananku. Akhirnya Ibumembolehkan aku mundur dari meja makan danmenyuruhku tidur lebih awal, sekaligus menyuruhku untuktidur di kasur atas. Itu di luar kebiasaan karena biasanyaaku tidur di kasur bawah. Menjelang pagi baru aku bisatidur, dengan tangan kananku "menjagai" lengan kirikuyang sakit.

Belum lagi lama tidurku, Ibu membangunkan aku, lalumenjelaskan bahwa aku tidur terlalu ke pinggir sehinggajatuh dari kasur atas di malam hari. Kelihatannya ia begituprihatin akan keadaanku, sebab ia membawaku ke rumahsakit. Ketika Ibu menceritakan peristiwa jatuhnya aku darikasur atas kepada dokter yang memeriksaku, daripandangan mata sang dokter aku berpendapat dokter itutahu bahwa sakitku itu bukan karena kecelakaan. Dan akulagi-lagi tidak berani berkata apa-apa.

Di rumah, ketika menceritakan peristiwa itu kepada Ayah,bualan Ibu semakin hebat. Dalam bualannya yang semakinhebat itu, Ibu menambahkan usahanya untuk menangkapbadanku sebelum menyentuh lantai. Saat aku duduk dipangkuan Ibu sambil mendengarkan ia menceritakanbualannya yang semakin hebat itu kepada Ayah, akuberkesimpulan bahwa ibuku "sakit". Rasa takut dalamdirikulah yang menjadikan peristiwa yang sebenamya tetap

Page 36: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 36 of 144Herman Adriansyah Private Collection

36

rahasia di antara Ibu dan aku. Aku tahu kalau kuceritakanrahasia itu kepada orang lain, "kecelakaan" berikutnyapasti lebih parah.

Bagiku, sekolah adalah kesempatanku untuk bersenangsenang. Aku bersuka-cita bisa berada jauh dari Ibu. Saatistirahat, aku bagai orang liar. Sekencang mungkin akuberlari ke tempat bermain, mencari-cari permainan baruyang menantang. Aku mudah bergaul, betapa senangnyaaku di sekolah. Suatu hari di akhir musim semi, saat akupulang dari sekolah, Ibu menyeretku ke kamar tidumya.Dengan berteriak ia berkata padaku bahwa aku harustinggal kelas karena aku anak nakal. Aku tak mengerti.Hasil ulanganku selalu lebih bagus daripada teman-temanlain sekelas. Aku menurut pada ibu guru dan aku merasa iamenyukaiku. Tetapi Ibu tetap berkeras bahwa aku telahmempermalukan keluarga dan harus dihukum berat. Ibumelarang aku menonton televisi selamanya. Aku tidakdiberi makan malam dan harus mengerjakan pekerjaanapa pun yang muncul di kepala Ibu. Setelah menerimapukulan-pukulan sebagai hukuman, aku disuruh turun kegarasi, berdiri di sana sampai Ibu memanggil untuk tidur.

Pada musim panas tahun itu, dalam perjalanan menujutempat berkemah, tanpa tanda-tanda sebelumnya, akuditinggal di rumah Bibi Josie. Tak seorang punmemberitahuku mengenai hal itu, dan aku pun tak tahualasannya. Saat menyaksikan station wagon kami pergimeninggalkanku, aku merasa sendirian dan terusir. Akusedih dan merasa hampa. Aku berusaha lari dari rumahbibiku. Aku ingin mencari keluargaku, dan, karena alasanyang agak ganjil, aku ingin bersama Ibu. Usahakumelarikan diri gagal, dan laporan mengenai usahaku itudisampaikan oleh Bibi kepada Ibu. Saat Ayah mendapatgiliran kerja, aku harus membayar dosaku itu. Ibumenampar, menonjok, dan menendangku sampai akumerangkak di lantai. Aku mencoba mengatakan kepada Ibubahwa aku melarikan diri karena aku ingin bersamanyadan keluarga. Aku mencoba mengatakan padanya bahwa

Page 37: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 37 of 144Herman Adriansyah Private Collection

37

aku merindukannya, tapi Ibu tidak mengizinkan akuberbicara. Aku mencoba mengatakannya sekali lagi, tapiIbu bergegas ke kamar mandi, mengambil sebatang sabun,lalu menjejalkannya ke mulutku. Setelah itu, aku tidak lagiboleh berbicara kecuali disuruh untuk berbicara.

Masuk kembali ke kelas satu sungguh menyenangkan. Akumenguasai semua pelajarannya, sehingga dengan cepataku dikenal sebagai murid yang pandai. Karena kelaskuditurunkan, Stan dan aku setingkat. Saat istirahat, akumenghampiri Stan di kelasnya, lalu mengajaknya bermain.Di sekolah, kami berdua adalah sahabat; tetapi di rumah,kami berdua tahu bahwa aku harus dianggap tidak ada.

Suatu hari aku bergegas masuk rumah untukmemamerkan hasil ulanganku. Ibu malah menyeretkumasuk kamarnya, sambil membentak-bentak tentangsebuah surat yang ia terima dari Kutub Utara. Katanya,surat itu menyebutkan bahwa aku adalah "anak nakal" danSanta tidak akan memberiku hadiah pada hari Natal.

Terus-menerus Ibu mengomel, katanya aku lagi-lagimembuat malu keluarga. Aku berdiri dalam kebingungan,sementara Ibu tak henti-hentinya menuding-nudingku.Rasanya aku hidup dalam mimpi buruk yang diciptakanIbu, dan aku berdoa agar Ibu terbangun. Sehari sebelumNatal tahun itu hanya ada dua bungkus hadiah untukku dibawah pohon Natal, dari saudara jauh. Pagi hari Natal Stanmemberanikan diri bertanya pada Ibu mengapa Santahanya membawa dua bungkus hadiah mainanmenggambar untukku. Dengan gaya seorang guru, Ibumenjelaskan kepada Stan bahwa "Santa hanya membawahadiah bagi anak-anak lelaki dan perempuan yang baik".

Aku mencuri pandang ke arah Stan. Matanya menunjukkanrasa sedih, dan aku yakin bahwa ia tahu akal-akalan Ibuyang ganjil. Karena masih harus menjalani hukuman, padahari Natal aku tetap diharuskan mengerjakan bermacam-macam pekerjaan rumah dengan pakaian yang biasa

Page 38: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 38 of 144Herman Adriansyah Private Collection

38

kupakai kerja. Sewaktu membersihkan kamar mandi, akumendengar Ibu dan Ayah bertengkar. Ibu marah kepadaAyah karena Ayah "diam-diam tanpa sepengetahuan Ibu"membelikan mainan untukku. Ibu berkata kepada Ayahbahwa dialah yang berwenang mendisiplinkan "anak itu",dan bahwa Ayah telah menggerogoti kekuasaan Ibudengan membelikan hadiah untukku. Semakin panjangAyah menjelaskan maksudnya, semakin marah Ibu. Akuyakin Ayah kalah, maka aku pun semakin sendirian.

Beberapa bulan kemudian Ibu ditunjuk menjadipembimbing Pramuka Siaga. Setiap kali anak-anakPramuka Siaga datang ke rumah kami, Ibumemperlakukan mereka seperti raja. Beberapa dari anak-anak itu berkata padaku betapa inginnya mereka punyaIbu seperti Ibuku. Aku tak pernah menanggapinya. Akuhanya bertanya-tanya dalam hati apa kira-kira pendapatmereka bila mengetahui yang sebenarnya tentang Ibu.

Hanya beberapa bulan saja Ibu menjabat sebagaipembimbing. Betapa lega aku ketika Ibu menyerahkanjabatan itu, sebab itu berarti aku bisa datang ke rumahanak-anak lain dalam rapat setiap hari Rabu.

Pada suatu hari Rabu sepulang sekolah, aku menggantipakaianku dengan seragam Pramuka. Pada saat itu hanyaAnak Nakal • 39Ibu dan aku yang ada di rumah, dan dari raut wajahnyaaku tahu Ibu sedang "kumat". Setelah membenturkanwajahku ke cermin di kamar, Ibu mencengkeram lengankudan menyeretku ke mobil. Dalam perjalanan ke rumah ibupembimbing pramuka, Ibu memberitahuku apa yang akania lakukan terhadapku sesampai kami di rumah. Sakingtakutnya, aku menjauhkan diriku dari Ibu ke pojok kursidepan mobil, tapi sia-sia. Ibu menggapaikan tangannyalalu menyentakkan daguku, mengangkat kepalaku sampaiwajahku menghadap wajahnya. Matanya merah dansuaranya mirip suara orang kerasukan. Ketika kami sampaidi rumah ibu pembimbing pramuka, aku berlari ke pintu

Page 39: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 39 of 144Herman Adriansyah Private Collection

39

rumahnya sambil menangis. Sambil tersedu aku berkatakepada ibu itu bahwa aku telah berlaku nakal sehinggatidak diizinkan mengikuti pertemuan Pramuka hari itu. Ibupembimbing itu tersenyum ramah, sambil berkata bahwa iaberharap aku bisa datang ke pertemuan Rabu berikutnya.Dan itulah terakhir kali aku bertemu dengannya.

Begitu sampai di rumah Ibu langsung menyuruhkumembuka baju dan berdiri di dekat kompor di dapur. Akumenggeleng karena rasa takut bercampur malu. KemudianIbu membuka "kejahatan" yang telah kulakukan. Ibuberkata bahwa sering kali ia merasa terdorong pergi kesekolah untuk menyaksikan aku dan saudara-saudarakubermain pada jam istirahat makan siang. Ibu mengakumelihat aku pada hari itu bermain di rumput, dan itudilarang keras oleh peraturan yang ia buat. Cepat-cepataku menjawab bahwa aku tidak pemah bermain di rumput.Bagaimanapun aku tahu bahwa Ibu keliru. Sebagai imbalanatas pelanggaran yang kulakukan terhadap peraturannyadan mengatakan yang sesungguhnya adalah sebuahpukulan keras di wajahku.

Kemudian Ibu menyalakan api kompor, sambil berkatabahwa ia pernah membaca sebuah artikel tentang seorangibu yang menaruh anak lelakinya di atas kompor yangmenyala. Aku langsung merasa ngeri. Otakku tak bekerja,aku merasa limbung. Ingin rasanya aku menghilang.Kupejamkan mataku, sambil berharap Ibu pergi. Otakkusama sekali mampet ketika aku merasakan tangan Ibumemiting lenganku, sebuah cengkeraman yang amat kuat.

"Kau membuat hidupku seperti di neraka!" katanyamencemooh. "Kini saatnya kutunjukkan padamu apa ituneraka!"

Dengan mencengkeram kuat lenganku, Ibu meletakkannyadi atas api yang berwarna biru-jingga. Akibat panasnyaapi, aku merasa kulitku merekah. Tercium olehku bulu-bulu lenganku yang terbakar. Sehebat apa pun perlawanan

Page 40: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 40 of 144Herman Adriansyah Private Collection

40

yang kuberikan, aku tak mampu melepaskan lenganku daricengkeraman Ibu. Akhirnya aku jatuh ke lantai, di atastangan dan lututku, sambil mencoba meniupkan udaradingin ke lenganku yang terbakar.

"Sayang sekali ayahmu yang pemabuk itu tidak di rumahsehingga tidak bisa menyelamatkanmu", desisnya.

Kemudian Ibu menyuruhku naik ke atas kompor danberbaring di atas api sehingga ia bisa menyaksikantubuhku terbakar. Aku menolak, sambil menangis danmengiba-iba. Aku begitu ketakutan sampai-sampaikuentak-entakkan kakiku sebagai tanda protes. Tetapi Ibutetap memaksaku untuk naik ke atas kompor. Kutatap apikompor, sambil berdoa agar api itu mati karena kehabisangas.

Tiba-tiba aku sadar bahwa semakin lama aku bisamengelakkan paksaan untuk berbaring di atas api kompor,semakin besar peluangku untuk tetap hidup. Aku tahusebentar lagi kakakku, Ron, pulang dari pertemuanPramuka, dan aku tahu Ibu tidak akan pemah berlakuganjil seperti ini kalau ada orang lain di rumah. Aku harusmemperpanjang waktu agar bisa bertahan hidup. Kulirikjam pada dinding dapur di belakangku. Jarum panjangnyaterasa bergerak lamban sekali. Agar perhatian Ibuterpecah, aku mulai bertanya secara lembut. Kelakuankuitu membuat Ibu bertambah murka, dan ia mulaimenghujani pukulan ke kepala serta dadaku. Semakinmembabi-buta Ibu memukuliku, semakin aku sadar bahwaaku menang! Apa pun boleh, asal jangan dibakar di ataskompor.

Akhimya kudengar pintu depan dibuka orang. Ron pulang.Betapa lega aku. Darah yang menjalari urat-urat wajah Ibumenyurut. Ia tahu ia kalah. Untuk sejenak, Ibu berdirikaku. Kumanfaatkan saat yang sempit itu untukmenyambar bajuku lalu berlari cepat ke basement di situaku cepat-cepat mengenakan kembali bajuku. Aku berdiri

Page 41: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 41 of 144Herman Adriansyah Private Collection

41

bersandar ke dinding. Aku terisak, namun segera kusadaribahwa aku telah mengalahkan Ibu. Aku telah berhasilmengulur waktu yang sangat berharga. Aku telahmenggunakan otakku untuk bertahan hidup. Untukpertama kalinya aku menang!

Saat berdiri sendirian di basement yang gelap dan lembabitu, untuk pertama kalinya kusadari bahwa aku mampubertahan hidup. Sejak saat itu kuputuskan untukmenggunakan taktik apa pun yang sempat terlintas dalampikiran untuk mengalahkan Ibu atau menunda obsesinyayang liar.

Aku sadar bila aku ingin tetap hidup, aku harus berpikir kede-pan. Tak mungkin lagi aku menangis seperti bayi yangtak berdaya. Agar tetap hidup, aku tak pernah bolehmenyerah. Hari itu aku bersumpah pada diriku sendiribahwa aku tak akan pemah lagi satu kali pun memberiperempuan jahat itu kepuasan menikmati suaraku yangmemohonnya untuk berhenti memukuliku.

Dalam suasana dingin di basement itu, seluruh tubuhkumenggigil karena rasa marah sekaligus karena rasa takutyang amat sangat. Kujilati luka bakarku agar rasa sakit dilenganku berkurang. Ingin rasanya aku berteriak, tapi akuberkeras hati untuk tidak memberi Ibu kenikmatanmendengarkan tangisku. Aku berdiri tegar. Bisa kudengarIbu berkata kepada Ron bahwa betapa bangganya iaterhadap Ron, dan betapa ia tidak perlu khawatir samasekali bahwa Ron akan menjadi seperti David, si anaknakal.

Page 42: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 42 of 144Herman Adriansyah Private Collection

42

4PERJUANGAN UNTUK BISA MAKAN

Pada musim panas, setelah peristiwa "dibakar di kompor",sekolah menjadi satu-satunya harapanku untuk melarikandiri. Kecuali pada suatu saat ketika kami pergi memancing,kejadian antara aku dan Ibu tidak menentu, atau smashand dash—Ibu menyerangku, lalu aku terbirit-birit ketempat terkucilku di basement. Bulan September kegiatansekolah mulai lagi dan itu menggembirakan. Aku mendapatbaju baru, juga wadah bekal makan siang baru yang masihmengkilat. Tetapi karena Ibu menyuruhku mengenakanpakaian yang sama setiap hari sekolah, pada awal Oktoberpakaianku sudah jadi kumal, sobek di beberapa bagian,dan berbau tak sedap. Ibu pun seakan tak peduli denganmemar-memar dan luka-luka pada wajah serta lenganku.Kalau ada orang bertanya tentang memar dan luka itu, akuharus memberi orang itu jawaban-jawaban yang sudahditentukan oleh Ibu.

Sejak saat itu Ibu sudah "lupa" memberiku makan malam.Sarapan pun nyaris aku tak dapat. Kalau sedang bernasibbaik, aku diizinkan menghabiskan sereal yang tersisa darisarapan kedua saudara laki-lakiku—itu pun dengan syaratsemua tugas rumah tangga sudah kuselesaikan sebelumberangkat ke sekolah.

Pada malam hari aku begitu lapar sampai-sampai aku bisamendengar perutku berkeriuk-keriuk. Aku tidak bisa tidurdengan perut yang amat lapar di malam hari. Aku bergoleksaja, mataku nyalang, satu-satunya yang kupikirkan cumamakanan. "Mungkin besok aku dapat jatah makan malam",aku berkata pada diriku sendiri. Berjam-jam kemudianbaru aku merasa setengah tertidur, khayalanku melulupada makanan. Paling sering aku memimpikan hamburgeryang besar dengan aneka isinya. Anganku sering kalibegini: dengan bangga kuraih hamburger yang besar itu,lalu melahapnya. Dalam anganku, hamburger itusedemikian nyata—dagingnya yang tebal berminyak, juga

Page 43: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 43 of 144Herman Adriansyah Private Collection

43

irisan kejunya yang tebal, semuanya begitu padat. Sausbumbunya melimpah, meleleh keluar karena tergencetdaun selada dan tomat. Hamburger itu serasa sudah dekatsekali, maka kubuka mulutku, siap melahapnya. Takterjadi apa-apa. Berkali-kali kucoba lagi dan lagi bahkandengan segenap perasaan, tetap tak kurasakan secuil punhamburger khayalanku yang lezat itu. Aku selalu menyerahdan terbangun. Perutku terasa semakin kosong danbolong. Bahkan dalam mimpi pun, tak bisa kupuaskan rasalaparku.

Sejak bermimpi makan enak, aku mulai mencuri makanandi sekolah. Mencuri makanan berarti aku harus secepatmungkin menelan makanan yang kucuri agar tidakketahuan—campuran perasaan itulah yang membuat perutkosongku seperti dipilin-pilin. Biasanya, aku mencurimakanan sebelum pelajaran dimulai, saat teman-temansekelasku sedang ber-main di halaman sekolah. Biasanyaaku berjalan mepet tembok luar ruang absensi murid, lalusengaja kujatuhkan wadah bekal makanku di sebelahwadah bekal makan temanku, lalu aku berlutut sedemikianrupa sehingga tak seorang pun Perjuangan untuk bisa tahubahwa aku sedang menguras isi dari wadah bekal makansiang itu.

Pada awalnya beberapa kali usahaku mencuri berhasilmulus. Namun beberapa hari kemudian beberapa muridsadar bahwa isi wadah bekal makanan mereka hilang. Laludalam waktu singkat semua teman sekelasku membenciaku. Guruku melaporkan ulahku kepada kepala sekolah,yang kemudian meneruskan laporan itu kepada Ibu. Begituseterusnya. Kepala sekolah melaporkan ulahku kepada Ibu,lalu Ibu menambah jumlah pukulannya untukku sekaligusmengurangi jatah makanku di rumah.

Setiap akhir minggu, sebagai hukuman atas perbuatankumencuri makanan, Ibu tidak memberiku makan. Pada hariMinggu malam mulutku selalu berair setiap kalimerencanakan usaha pencurian yang tidak mungkin

Page 44: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 44 of 144Herman Adriansyah Private Collection

44

ketahuan. Salah satu rencana itu adalah mencuri dariwadah bekal makan murid-murid kelas lain, karena merekatidak begitu kenal aku. Setiap Senin pagi aku menghamburkeluar dari mobil Ibu, langsung menuju salah satu ruangkelas satu yang bukan ruang kelasku untuk mencurimakanan dari wadah makanan murid-murid kelas itu.Sama seperti sebelumnya, usaha-usaha awal berhasilmulus. Dan sama seperti sebelumnya, dalam waktu singkatpun kepala sekolah tahu siapa pelaku pencurian-pencurianitu.

Di rumah, hukuman ganda—kelaparan karena tidak diberimakan dan pukulan bertubi-tubi karena mencuri makananterus berlanjut.

Sejak saat itu, aku bukan lagi anggota keluarga, aku tidakdiizinkan menggunakan semua fasilitas yang digunakankeluarga. Aku tinggal di rumah itu, tetapi aku dianggapbukan apa-apa. Ibu bahkan tidak lagi menggunakannamaku; ia menggunakan sebutan "anak itu". Aku tidakdiizinkan makan bersama keluarga, tidak diizinkan bermaindengan saudara-saudaraku, tidak diizinkan nonton televisi.Aku dilarang masuk rumah kecuali disuruh. Aku tidak bolehmemandang atau berbicara dengan siapa pun.

Sepulang dari sekolah aku harus selalu mengerjakansegala ma-cam pekerjaan rumah tangga atas perintah Ibu.Ketika segala macam pekerjaan rumah tangga itu selesai,aku langsung turun ke basement—di situ aku berdiri, siapsedia setiap saat dipanggil untuk membereskan mejamakan setelah keluargaku selesai makan malam sertamencuci semua piring dan gelas kotor. Aku sudahdiperingatkan dengan tegas bahwa kalau aku ketahuanduduk atau berbaring di basement, maka aku akandihukum berat. Aku menjadi budak Ibu.

Tinggal Ayah satu-satunya harapanku, dan ia berusahasedapat mungkin menyelundupkan sisa-sisa makananuntukku. Ayah mencoba membuat Ibu mabuk, dengan

Page 45: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 45 of 144Herman Adriansyah Private Collection

45

harapan minuman beralkohol itu membuat suasana hatiIbu senang. Ayah meminta Ibu untuk tetap memberikumakan. Ayah bahkan berusaha membuat kesepakatandengan Ibu, bahwa ia akan memberi Ibu apa pun asalkanIbu mau bersepakat. Segala bentuk usaha Ayah sia-sia.Ibu tetap bergeming. Kalaupun ada perubahan, itulahkeadaan mabuk, yang membuat Ibu semakin ganas. Ibujadi mirip monster.

Aku tahu segala usaha Ayah untuk menolongku itumengakibatkan ketegangan antara dirinya dan Ibu. Cekcoktengah malam mulai terjadi di antara mereka. Dari tempattidur, aku bisa mendengar mereka bicara semakin cepatdengan nada semakin tinggi. Pasti mereka berdua sama-sama mabuk, dan aku bisa mendengar dari mulut Ibuteriakan kata-kata yang tak sepantasnya diucapkan. Apapun masalah yang memicu pertengkaran di antara Ayahdan Ibu, pada akhimya akulah yang merekapertengkarkan.

Aku tahu Ayah mencoba menolong, namun tetap saja akuketakutan. Aku tahu Ayah pasti kalah, dan itu selalumembuatku lebih menderita keesokan harinya. Saatpertama kali orangtuaku cekcok, Ibu akan masuk mobildan mengemudinya dengan gila-gilaan. Lalu, tidak sampaisatu jam, ia sudah kembali ke rumah. Esok harinya merekaberdua bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.Aku selalu merasa amat berterima kasih setiap kali Ayahbisa menemukan alasan untuk pergi ke basement danmenyelundupkan sepotong roti untukku. Ia selalu berjanjipadaku untuk selalu berusaha.

Sikap Ayah berubah ketika cekcok antara dirinya dan Ibusemakin sering. Setiap kali habis cekcok di tengah malam,Ayah mengemas pakaiannya, lalu pergi ke tempat kerja,dan tidak pulang selama beberapa hari. Setelah Ayahpergi, Ibu dengan kasar menarikku dari tempat tidur,menyeretku ke dapur. Sementara aku berdiri denganketakutan dan masih mengenakan piyama, Ibu

Page 46: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 46 of 144Herman Adriansyah Private Collection

46

memukuliku bertubi-tubi. Salah satu caraku untukbertahan adalah menjatuhkan diri ke lantai seolah-olah akutidak lagi kuat berdiri. Cara itu berhasil, tapi tidak lama.Ibu selalu menarik kedua kupingku agar aku berdiri, laluberteriak di wajahku selama beberapa menit. Selalu begitu,dan setiap kali napasnya berbau bourbon. Pada malam-malam tersebut, masalahnya selalu sama: Aku merupakanalasan yang menyebabkan Ibu dan Ayah bertengkar.

Kadang aku merasa begitu letih, sehingga kaki-kakikuterasa gemetaran. Pelarianku hanya menatap lantai danberharap Ibu akan segera mengakhiri penyiksaannya.

Ketika aku naik ke kelas dua, Ibu mengandung anaknyayang keempat. Guruku, Miss Moss, semakin hari semakinmenaruh perhatian khusus atas diriku. Awalnya Miss Mossbertanya mengapa aku kurang memperhatikan pelajaran dikelas. Aku berbohong. Aku mengatakan kalau aku nontontelevisi sampai larut malam. Kebohonganku kurangmeyakinkan. Guruku terus bertanya mengapa aku seringmengantuk di kelas, bahkan menanyakan juga soal kondisibajuku dan luka-luka serta memar-memar di sekujurtubuhku. Ibu sudah mengajari aku bagaimana harusmenjawab pertanyaan seperti itu, maka aku tinggalmengatakan apa yang diajarkan Ibu itu kepada guruku.

Beberapa bulan kemudian perhatian Miss Moss terhadapdiriku justru semakin besar. Akhirnya pada suatu hari iamemutuskan untuk melaporkan keprihatinannya atas dirikukepada kepala sekolah. Pak kepala sekolah tahu bahwaakulah si pencuri makanan, maka ia memanggil Ibu.

Sesampainya aku di rumah hari itu, situasinya bagikubagai ada orang yang baru saja menjatuhkan bom atom disitu. Ibu jadi lebih kejam lagi. Dalam kemarahannya yangmeledak, Ibu berkata bahwa ada seorang guru "Hippie"yang menuduhnya menyiksa anak sendiri. Ibu berkatabahwa esok harinya ia bermaksud bertemu Pak kepalasekolah untuk menjelaskan tuduhan-tuduhan yang keliru

Page 47: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 47 of 144Herman Adriansyah Private Collection

47

atas dirinya itu. Pada hari itu, ketika Ibu selesai denganluapan kemarahannya, hidungku dua kali berdarah dansatu gigiku tanggal.

Siang keesokan harinya, sepulang sekolah, aku lihat Ibutersenyum-senyum, seolah-olah ia menang undian. Ibubercerita padaku bagaimana ia berdandan rapi untukbertemu Pak kepala sekolah, dan ia menggendong bayiRussell pada saat pertemuan itu. Ibu menceritakanpenjelasannya kepada Pak kepala sekolah bahwa Davidadalah anak yang daya khayalnya sangat besar,bagaimana David sering kali melukai dirinya sendiri untukmenarik perhatian orang sejak adiknya yang bemamaRussell lahir.

Bisa kubayangkan bagaimana Ibu memperlihatkan sikaplemah lembut dan penuh kasih sayang terhadap Russelluntuk merebut hati Pak kepala sekolah. Di akhir pertemuantersebut, Ibu berkata kepada Pak kepala sekolah bahwa iasangat senang bisa bekerja sama dengan pihak sekolah.

Ibu juga menambahkan bahwa pihak sekolah bisameneleponnya kapan saja setiap kali David berulah. Ibuberkata bahwa staf sekolah pun sudah diberitahu untuktidak menggubris ceritaku yang ngawur tentang anak yangsering dipukuli oleh ibunya dan tidak diberi makan. Berdiridi pojok dapur pada hari itu, mendengarkan bualan Ibukepada Pak kepala sekolah membuat diriku merasa hancurdan merana.

Dari sikapnya saat menceritakan pertemuannya denganPak kepala sekolah, aku bisa merasakan betapa rasapercaya diri Ibu semakin besar, dan itu kurasakan sebagaiancaman bagi hidupku. Ingin rasanya aku bisa menghilang,dan pergi untuk selamanya. Ingin rasanya aku tidak lagipernah berhadapan dengan manusia.

Pada musim panas tahun itu, keluarga kami berlibur ke

Page 48: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 48 of 144Herman Adriansyah Private Collection

48

Russian River. Sekalipun hubunganku dengan Ibu baik-baiksaja pada saat liburan itu, perasaan takjub sekaligushormat kepada Ibu yang dulu selalu muncul dalam dirikusetiap kali berlibur, hilang sudah. Bermobil keliling tempatliburan dengan riang gembira bersama keluarga,menikmati sosis frankfurter panggang, dan mendongeng,semua itu tinggal kenangan. Kami lebih sering tinggaldalam cabin. Bahkan kami jadi jarang sekali menikmatiJohnson's Beach, padahal dulu itu kami lakukan setiap haripada saat berlibur.

Ayah mencoba membuat suasana liburan itu lebihmenyenangkan dengan mengajak kami bertiga ke tempatbermain prosotan yang baru di situ. Russell, yang ketikaitu baru belajar berjalan, tinggal di cabin bersama Ibu.

Pada suatu hari, ketika Ron, Stan, dan aku sedang bermaindi cabin tetangga, Ibu datang ke halaman depan cabintetangga itu, lalu berteriak memanggil kami untuk segerakembali ke cabin kami. Begitu sampai di cabin kami, akudimarahi Ibu karena, katanya, suaraku berisik sekali ketikabermain. Sebagai hukuman, aku tidak diizinkan ikutbersama Ayah dan kedua saudara laki-lakiku bermain ditempat prosotan. Aku duduk di sebuah kursi di pojokdalam cabin. Aku gemetar karena takut, dan dalam hatiaku berharap terjadi sesuatu yang membuat Ayah dankedua saudara laki-lakiku tidak jadi pergi ke mana-mana.

Aku tahu Ibu diam-diam punya suatu rencana. Begitu Ayahdan kedua saudaraku berangkat bermain, Ibumengeluarkan sebuah popok yang sudah kotor olehkotoran serta air kencing Russell. Ibu mengusapkan popokkotor itu ke wajahku. Aku ber-usaha tetap duduk diam,sebab aku tahu kalau aku bergerak, aku akan mendapatperlakuan yang lebih buruk lagi. Wajahku tetapkutundukkan. Aku tidak bisa melihat Ibu yang berdiri didepanku, tetapi aku bisa mendengar desah napasnya yangberat.Setelah memperlakukan aku seperti itu—yang bagiku

Page 49: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 49 of 144Herman Adriansyah Private Collection

49

rasanya lama sekali—Ibu berlutut di sebelah kursitempatku duduk, lalu dengan suara pelan ia berkata,"Makan ini".

Aku terkejut. Kutegakkan kepalaku, tapi tak kupandangmata Ibuku. "Tidak mau!" kataku dalam hati. Sepertisemua kejadian sebelumnya, menolak perintah Ibu berartikesalahan besar. Ibu menempelengi aku. Dengan eratkupegang kursi tempatku duduk, berusaha untuk tidakjatuh, sebab bila aku jatuh aku takut Ibu akanmenginjakku.

"Kubilang makan ini!"' bentaknya dengan suara tertahan.Taktik kuubah: aku mulai menangis. "Bikin diamengendur", pikirku. Aku mulai menghitung dalam hati,mencoba berkonsentrasi. Waktu adalah satu-satunyakawanku. Tangisanku ditanggapi Ibu dengan pukulan-pukulannya ke wajahku, dan ia baru berhenti memukulkusaat ia mendengar Russell menangis.

Aku merasa senang meskipun wajahku berlepotan kotoran.Kupikir, aku bisa menang. Kubersihkan kotoran di wajahkudengan tangan, lalu mengibaskannya sehingga bercecerandi lantai kayu. Kudengar Ibu bernyanyi lembut untukmenenangkan Russell, dan aku membayangkan adikku ituditimang-timang dalam pelukan Ibu. Aku berdoa supayaadikku itu tidak tertidur lagi. Sebentar kemudian nasibbaikku lenyap.

Masih dengan wajah tersenyum, Ibu kembali menghampirilawannya yang sudah kalah. Ia mencekal kerah belakangbajuku, lalu menyeretku ke dapur. Di atas meja dapurkulihat satu lagi popok yang penuh kotoran. Baunyamembuat perutku mual. "Nah, sekarang kau harusmemakannya!" kata Ibu. Pada saat itu sorot mata Ibusama dengan sorot matanya dulu ketika ia maumembakarku di atas kompor gas di rumah. Tanpamenggerakkan kepala, mataku mencari-cari jam dindingsebab setahuku ada jam di dinding dapur itu. Tak berapa

Page 50: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 50 of 144Herman Adriansyah Private Collection

50

lama, aku tahu letak jam dinding itu. Tanpa jam itu, akumerasa tak berdaya. Aku tahu bahwa aku harusmemusatkan perhatianku pada sesuatu agarbagaimanapun juga aku bisa menguasai situasi. Sebelummataku menemukan jam dinding itu, tangan Ibumencengkeram tengkukku.

Sekali lagi ia berkata, "Makan ini!" Kutahan napasku. Bausekali kotoran itu. Aku mencoba memusatkan perhatiankuke bagian atas popok yang ada di hadapanku. Rasanyalama sekali waktu berlalu. Ibu pasti bisa menebakrencanaku. Ibu menekan tengkukku sehingga wajahkujatuh di atas popok kotor itu. Ibu menggesek-gesekkankepalaku ke kiri ke kanan di atas popok kotor itu.

Aku sudah bersiap diri. Ketika kepalaku ditekan ke bawah,kututup mataku erat-erat, dan kututup mulutku erat-erat.Hidungku yang terlebih dulu menyentuh popok kotor itu.Aku merasakan sesuatu yang hangat mengalir darihidungku. Kucoba menahan darah yang mengalir darihidungku dengan menarik napas. Ketika itu kulakukan, adakotoran yang ikut masuk ke hidung bersama darah dannapas yang kutarik. Kucoba menahan dorongan Ibudengan menekankan tanganku ke pinggiran meja danmeronta ke kiri ke kanan. Tapi Ibu terlalu kuat bagiku.Tiba-tiba saja Ibu melepaskan aku.

"Mereka pulang! Mereka pulang!" katanya terkesiap. Ibumenyambar kain lap, dan melemparkannya kepadaku."Bersihkan wajahmu", Ibu memerintah dengan suarapelan, sambil mengelap kotoran berwama cokelat darimeja.

Kubersihkan wajahku sebersih mungkin tapi tidak bisasegera mengeluarkan kotoran yang masuk ke hidungku.Tak lama kemudian Ibu menutup hidungku yang berdarahdengan serbet dan menyuruhku duduk di pojok ruangan.Aku duduk terus di situ sepanjang sore dan malam itu.Masih tercium olehku bau kotoran yang masuk ke

Page 51: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 51 of 144Herman Adriansyah Private Collection

51

hidungku. Keluarga ini tak pernah lagi ke Russian River.

Pada bulan September aku masuk sekolah lagi denganpakaian yang kukenakan sepanjang tahun lalu dan wadahbekal makan siang berwama hijau yang sudah rombeng.Aku adalah anak yang sungguh memalukan. Setiap hariIbu membekali aku menu makan siang yang itu-itu juga:dua tangkup roti isi selai kacang dan beberapa potongwortel. Karena bukan lagi anggota keluarga ini, aku tidakdiizinkan ikut station wagon keluarga ke sekolah. Ibumenyuruhku berlari ke sekolah. Ia tahu bahwa aku jaditidak punya waktu untuk mencuri makanan milik teman-teman sekelasku.

Di sekolah tak seorang murid pun mau berteman atauberurusan denganku. Di saat istirahat makan siang, ketikaaku memakan roti isi selai kacang bekalku, kudengarteman-temanku menyanyikan lagu-lagu ejekan. Yangpaling sering aku dengar begini: "David the Food ThierDavid si Pencuri Makanan, dan "Pelzer-Smellzer"—Pelzer siBau. Tak seorang murid pun mau ngobrol atau bermainbersamaku. Aku merasa sendirian.

Di rumah, sambil berdiri berjam-jam di basement, waktukuhabis untuk mencari-cari cara mendapat makanan. Kadangkala Ayah mencoba menyelundupkan sisa-sisa makananuntukku, tapi itu jarang berhasil. Aku jadi yakin bahwakalau mau bisa hidup terus aku harus mengandalkan dirikusendiri. Habis-habisan sudah aku mencoba segala carauntuk mendapat makanan di sekolah. Semua muridmenyembunyikan wadah bekal makan siang mereka, ataumenguncinya di dalam lemari kelas. Semua guru dan Pakkepala sekolah tahu siapa aku, dan mereka mengawasi akudengan ketat. Boleh dibilang tak ada lagi kesempatanbagiku untuk mencuri makanan di sekolah.

Akhimya aku merancang suatu cara yang mungkin akanberhasil. Semua murid tidak diizinkan meninggalkantempat bermain pada saat istirahat makan siang. Itu

Page 52: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 52 of 144Herman Adriansyah Private Collection

52

berarti tidak seorang murid pun akan mengira bahwa akuakan pergi dari situ. Rencanaku begini: aku pergi diam-diam dari tempat bermain, lalu lari ke toko penjualmakanan dekat sekolah, lalu di toko itu aku akan mencurikue, roti, chips, atau apa saja yang bisa kucuri. Dalamangan-anganku, rencana itu sudah aku pertimbangkanmasak-masak. Esok paginya, kuhitung jumlah langkahkuketika berlari dari rumah ke sekolah supaya nanti bisakujadikan hitungan pada saat berlari ke toko yang kutuju.Beberapa minggu kemudian, aku sudah mendapat semuahal yang perlu kuperhitungkan. Satu-satunya hal yangrasanya belum aku miliki adalah keberanian untukmencoba melakukan rencana itu. Aku tahu aku butuhwaktu lebih banyak untuk menempuh jarak dari sekolah ketoko yang kutuju karena jalannya menanjak, jadi akumenyediakan waktu 15 menit. Perjalanan sebaliknya—daritoko ke sekolah—lebih gampang, jadi aku menyediakanwaktu 10 menit. Semua itu berarti aku cuma punya waktu10 menit di toko itu.

Setiap hari, saat berlari ke sekolah dan pulang darisekolah, aku selalu berusaha berlari lebih cepat dan lebihcepat lagi, memompakan tenaga ke setiap langkahkuseolah-olah aku ini pelari maraton. Hari-hari berlalu danrencanaku semakin bulat, rasa laparku pun berubahmenjadi mimpi di siang bolong. Khayalanku muncul setiapkali aku mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Sambilmenggosok lantai kamar mandi, aku mengkhayalkan dirikusebagai pangeran dalam kisah The Prince and the Pauper.Sebagai pangeran, aku tahu aku bisa menghentikanperanku yang mirip pembantu rumah tangga kapan punaku mau. Di basement aku berdiri tegak dengan matatertutup, membayangkan diriku adalah pahlawan dalamcerita komik. Tetapi khayalanku selalu terputus oleh rasaamat lapar yang tiba-tiba menyerang, dan pikirankukembali lagi kepada rencana mencuri makanan.

Sekalipun yakin bahwa rencanaku tak akan ketahuan, akutakut sekali melakukannya. Selama beberapa kali istirahat

Page 53: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 53 of 144Herman Adriansyah Private Collection

53

makan siang kucoba mengumpulkan keberanian untukmelaksanakan rencanaku, tetapi selalu gagal. Selalu sajaada yang berkata dalam diriku bahwa aku pasti tertangkapatau perhitungan waktuku tidak tepat. Setiap kali terjadikebimbangan seperti itu dalam diriku, perutku berkeriuk-keriuk terus, seakan-akan mengatai aku "pengecut".

Akhimya, setelah beberapa hari lagi aku tidak juga diberimakan malam dan perutku hanya terisi oleh sedikit sajasisa sarapan, aku memutuskan untuk melaksanakanrencanaku. Beberapa saat setelah bel istirahat makansiang berbunyi, aku lari secepat kilat sepanjang jalanmenuju toko—jantungku berdebar cepat, paru-parukuserasa pecah karena kekurangan udara. Temyata waktuyang kuperlukan untuk sampai ke toko itu hanya setengahdari waktu yang kuperhitungkan. Waktu aku berjalan diantara rak-rak di toko itu, rasanya semua orangmemandangi aku. Dalam pikiranku, orang-orang itusedang membicarakan seorang anak yang bau danpenampilannya kumuh. Saat itulah aku langsung sadarbahwa niatku mencuri di toko itu pasti gagal sebab akutidak memperhitungkan penampilanku. Semakin akumencemaskan penampilanku, semakin perutku serasaterpilin oleh rasa takut. Sikapku malah jadi kaku, tak tahuapa yang harus kulakukan. Aku tak lagi bisa memusatkanperhatian pada waktu. Yang aku pikirkan cuma saat-saatketika aku kelaparan. Mendadak, tanpa berpikir apa pun,kusambar barang pertama yang kulihat di rak di dekatku,dan langsung berlari keluar toko, berlari sekencangmungkin ke sekolah. Di tanganku ada sekotak grahamcrackers, yang kugenggam erat-erat.

Sambil berjalan melalui halaman sekolah, kusembunyikansebungkus kue itu di balik bajuku, di bagian yang tidak adalubangnya. Kemudian kue itu kupindahkan ke keranjangsampah di dekat kamar kecil, kusembunyikan di situ, dibawah tumpukan sampah. Setelah agak sore aku mintaizin kepada guruku untuk pergi ke kamar kecil. Niatkuadalah menikmati kue yang tadi aku curi. Hampir tak tahan

Page 54: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 54 of 144Herman Adriansyah Private Collection

54

aku untuk langsung menikmatinya. Temyata keranjangsampah itu sudah kosong penjaga kebersihan sekolahsudah mengosongkan tempat sampah itu. Sia-sia sudahkerja kerasku selama ini.

Hari itu aku gagal, tetapi beberapa kali usahaku dikemudian hari berhasil. Sampai pada suatu hari,kusembunyikan hasil kerja kerasku di sebuah meja diruang absensi, dan keesokan harinya aku dipindahkan kesekolah lain.

Dipindahkan ke sekolah lain tidak membuatku kecewa,tetapi kehilangan makanan yang berhasil kucurimembuatku merana. Pindah sekolah berarti kesempatanbaru untuk bisa mencuri makanan dari bekal teman-temansekelasku yang baru. Bukan cuma itu, kegiatan mencurimakanan di toko tetap bisa kulakukan seminggu sekali.Ketika berada dalam toko, kalau suasananya membuatperasaanku tidak enak, aku tidak mencuri apa pun.Bagaimanapun, seperti biasanya, pada akhirnya aku tohtertangkap basah juga. Pemilik toko memanggil Ibu. Dirumah, aku dipukuli habis-habisan. Ibu, juga Ayah, tahumengapa aku mencuri makanan, tetapi Ibu tetap tidakmemberiku makan. Semakin besar doronganku untukmakan, semakin keras usahaku untuk mencuri makanandengan rencana yang lebih matang lagi.

Sehabis makan malam, Ibu biasa membuang sisa-sisamakanan ke dalam sebuah tempat sampah kecil. Kemudiania memanggilku ke atas—selama keluarga ini makanmalam, aku berdiri di basement, menunggu dipanggiluntuk mencuci piring gelas dan membersihkan ruangmakan. Sambil mencuci piring gelas, aku bisa menciumbau sisa-sisa makan malam di tempat sampah kecil itu.Ketika ide itu muncul untuk pertama kalinya, aku merasamual. Tetapi semakin lama kupikirkan, sepertinya tidakapa-apa juga kalau kulakukan. Cuma itulah satu-satunyaharapanku untuk mendapat makanan. Kuselesaikan tugasmencuci piring gelas itu secepat mungkin, lalu membuang

Page 55: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 55 of 144Herman Adriansyah Private Collection

55

sampah ke tong sampah di depan garasi. Saat melihat sisamakanan di tempat sampah kecil itu, mulutku berliur.

Sambil membuang sobekan kertas atau puntung dan aburokok, dengan hati-hati kupungut sisa makanan yangkelihatannya masih bagus, lalu kulahap dengan cepat.

Seperti biasanya, rencana baruku untuk mencuri makanankandas karena Ibu selalu bisa mengetahuinya. Selamabeberapa minggu, aku tidak memakan sisa-sisa makananyang sudah dibuang di tempat sampah. Tetapi ketikaperutku terasa amat sakit karena kelaparan, aku pun mulailagi mengais-ngais sisa makanan di tempat sampah itu.Pemah aku melahap sisa daging dari tempat sampah itu.Beberapa jam kemudian aku terbungkuk-bungkuk karenaperutku sakit sekali.

Selama seminggu aku terserang diare. Waktu aku sakit itu,Ibu memberitahu aku bahwa ia sengaja menyimpan dagingitu selama dua minggu di lemari es, bukan di freezer,sehingga daging itu membusuk. Ibu lalu membuangnya ketempat sampah, karena ia tahu persis aku pasti akanmemungutnya. Untuk selanjutnya, Ibu selalu menyuruhkumembawa tempat sampah itu kepadanya.

Sambil tiduran di sofa, Ibu memeriksa tempat sampah itusebelum aku membuang isinya. Ibu tidak pemah tahubahwa sisa-sisa makanan sudah aku bungkus dengankertas sedemikan rupa dan aku benamkan ke bawahtumpukan sampah.

Aku yakin Ibu tak akan sudi jari-jari tangannya jadi kotorkarena harus mengaisngais sampah sampai ke tumpukanbawah. Maka, untuk beberapa waktu lamanya usahaku ituberhasil. Tampaknya Ibu tahu bahwa dengan cara tertentuaku bisa memperoleh makanan, maka ia menyiramkanamonia ke dalam keranjang sampah. Setelah itu aku tidaklagi mengais sisa makanan dari keranjang sampah rumah,dan mulai memikirkan cara baru untuk memperoleh

Page 56: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 56 of 144Herman Adriansyah Private Collection

56

makanan di sekolah. Setelah ketahuan mencuri makanandari wadah bekal makan siang murid-murid lain, idekuselanjutnya adalah mencuri makan siang beku di kantin.

Aku mengatur waktu sedemikian rupa, sehingga sesaatsetelah mobil pengantar persediaan makan siang yangdibekukan selesai menurunkan antarannya di kantin, padasaat itulah aku minta izin guruku untuk buang air kecil.

Aku mengendap-endap menuju kantin, menyambarbeberapa bungkus makanan beku, lalu secepat kilat masukke kamar kecil. Aku sendirian di situ. Kulahap makanandingin yang kudapat dengan begitu tergesa-gesa, sehingganyaris aku tersedak. Setelah perutku terisi, aku kembali kekelas dengan perasaan bangga: aku bisa memberi makandiriku sendiri.

Saat berlari pulang, satu-satunya yang kupikirkan adalahmencuri makanan dari kantin esok harinya. Beberapamenit kemudian, Ibu mengubah niatku itu. Ia menarikkuke kamar mandi lalu meninju perutku begitu kerasnyasampai-sampai aku terbungkuk. Sambil menyeretku danmenghadapkan wajahku ke toilet, Ibu menyuruhkumenyodokkan jariku ke tenggorokanku. Aku meronta.Kucoba siasatku, yakni mulai menghitung, ketika wajahkumengarah ke lubang toilet, "Satu... dua..." Tidak sampaitiga. Ibu memasukkan jari-jari tangannya ke mulutku,seolah-olah ia mau menarik perutku keluar daritenggorokanku. Aku meronta-ronta tak karuan. AkhimyaIbu melepaskan aku, tetapi dengan satu-satunya syarat:aku mau memuntahkan isi perutku di hadapannya.

Aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Kupejamkanmata ketika gumpalan-gumpalan daging berwama merahmeluncur dari tenggorokanku ke toilet. Ibu cuma berdiri dibelakangku, berkacak pinggang, dan berkata, "Sudahkuduga. Ayahmu harus tahu ini!" Badanku menegang,bersiap-siap menerima pukulan-pukulan Ibu yang pastidatang, tetapi temyata tidak terjadi apa-apa. Beberapa

Page 57: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 57 of 144Herman Adriansyah Private Collection

57

detik kemudian, aku berpaling. Ibu sudah tidak ada di situ.Tapi aku tahu, semua ini belum selesai. Tak berapa lamakemudian Ibu masuk lagi ke kamar mandi, membawasebuah mangkuk kecil, lalu menyuruhku memungutmakanan yang baru sempat tercerna sebagian, yang tadikumuntahkan ke dalam toilet, untuk ditaruh di mangkukyang ia bawa. Karena ketika peristiwa itu terjadi Ayahsedang pergi keluar rumah untuk suatu keperluan, Ibumerasa perlu mengumpulkan bukti untuk diperlihatkankepada Ayah ketika ia sampai di rumah nanti.

Pada malam itu juga, setelah aku selesai mengerjakansemua pekerjaan rumah tangga, Ibu menyuruhku berdiridekat meja dapur sementara ia dan Ayah berbicara dikamar tidur. Mangkuk berisi sisa-sisa hot dog yang tadikumuntahkan ke toilet ditaruh di depanku. Aku tak tahanmelihatnya, jadi kupejamkan mataku dan berusahamembayangkan diriku tidak di rumah ini. Tidak lamakemudian Ibu dan Ayah bergegas ke dapur. "Lihat ini,Steve", kata Ibu dengan nada tinggi, sambil menunjuk kemangkuk di depanku. "Kau mengira anak ini sudahberhenti mencuri, bukan?"

Dari raut wajah Ayah, aku bisa bilang bahwa ia sudah tidaktahan lagi dengan laporan "Lihat apa yang dilakukan anakini sekarang" yang tak habis-habisnya. Sambil memandangke arahku, Ayah menggeleng tak setuju dan sepertikehabisan akal ia berkata, "Roerva, kalau begitu kautinggal memberi anak ini sesuatu yang bisa dimakan,bukan?"

Cekcok kata-kata yang semakin meninggi berlangsung didepanku dan, seperti biasa, Ibu menang. "MAKAN? Kauingin anak ini makan, Stephen? Boleh, anak ini akanMAKAN! Dia bisa makan ini!" Ibu mengatakan itu denganberteriak sambil menunjuk ke mangkuk di depanku, lalubergegas ke kamar tidur.Lalu dapur menjadi sepi sekali, sampai-sampai aku bisamendengar napas Ayah yang tertahan. Dengan lembut

Page 58: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 58 of 144Herman Adriansyah Private Collection

58

dipegangnya bahuku dan berkata, "Tunggu di sini, Tiger.Aku akan coba membantumu". Beberapa menit kemudiania kembali ke dapur, setelah mencoba membujuk Ibu untukmembatalkan tuntutannya. Wajah Ayah tampak semakinmuram, dan aku langsung tahu siapa yang menang.

Aku duduk di kursi. Lalu, dengan tangan, kuambilmuntahan "hot dog" dari mangkuk itu. Tetesan kentalludah jatuh dari antara jari-jari tanganku ketika akumenyuapkan muntahan hot dog itu ke mulutku. Sewaktumencoba menelan muntahan itu, aku menangis lirih. Akuberpaling pada Ayah, yang berdiri sambil memandangikudan memegang segelas minuman. Ia menganggukkankepalanya, menyuruhku menghabiskan isi mangkuk itu.Aku tidak percaya Ayah berdiri saja di situ sementara akumemakan isi mangkuk yang menjijikkan itu. Saat itulahaku menyadari hubungan aku dan Ayah yang semakinlama semakin jauh.

Aku mencoba menelan muntahan itu tanpa merasakannya.Tiba-tiba sebuah tangan mencengkeram tengkukku."Kunyah!" Ibu memerintah sambil menggeram. "Makan!Habiskan semua!" katanya sambil menunjuk ke ludahkental di mangkuk dan tanganku. Badanku semakinmengerut di kursi yang kududuki. Air mata mengalir deraske pipiku. Setelah semua isi mangkuk itu masuk kemulutku, aku berusaha keras untuk menelannya. Lalu akumasih harus berusaha sekuat-kuatnya untuk menahanagar apa yang sudah kutelan tidak lagi keluar daritenggorokanku. Tak sekejap pun kubuka mataku sampaiaku benar-benar yakin bahwa perutku tidak menolak"makanan kantin" itu. Ketika aku benar-benar membukamataku, kupandangi lagi Ayah. Orang yang dulumembantuku, kini cuma berdiri mematung sambil melihatanaknya makan sesuatu yang anjingpun tak sudimemakannya.Setelah kujalani hukuman menghabiskan muntahan hotdog itu, Ibu, yang mengenakan jubah tidur, masuk lagi kedapur dan melemparkan setumpuk koran bekas kepadaku.

Page 59: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 59 of 144Herman Adriansyah Private Collection

59

Ia memberitahu aku bahwa koran-koran bekas itu adalahselimut tidurku, dan lantai di bawah meja dapur adalahtempat tidurku mulai malam itu. Lagi, kupandang Ayahsepintas—ia bersikap seolah-olah aku tidak ada di situ. Akumerangkak ke bawah meja dapur, tidur meringkuk denganpakaian yang kupakai sekolah, menyelimuti badankudengan koran bekas rasanya aku ini tikus dalam kurungan.Kupaksakan diriku untuk tidak menangis di hadapan Ibudan Ayah.

Berbulan-bulan aku tidur di bawah meja, di sebelah tempattidur kucing peliharaan keluarga ini. Temyata koran-koranbekas itu berguna juga sebagai selimut sebab kertasnyamenahan panas tubuhku, sehingga aku merasa tetaphangat. Sampai akhimya Ibu berkata padaku bahwa akutidak lagi pantas tidur di dalam rumah, maka aku disuruhpergi ke basement. Tempat tidurku ganti lagi—sebuahdipan lipat berkain tua yang biasa dipakai tentara. Supayatetap hangat, aku mencoba mendekatkan kepalaku ke gasheater. Namun setelah kedinginan beberapa malam,temyata menjaga tubuh agar tetap hangat adalahberbaring meringkuk, dengan telapak tangan diselipkan dibawah ketiak dan melipat kaki sehingga telapak kakimenempel ke pantat. Kadang kala aku terbangun di tengahmalam, lalu mencoba membayangkan bahwa aku inibenar-benar manusia yang sedang tidur dengan selimutelektrik yang hangat dan yakin bahwa aku baik-baik sajakarena ada orang yang mencintai aku. Angan-anganku ituberhasil, tapi hanya untuk waktu sebentar saja, sebabmalam yang begitu dingin selalu membawaku kembalikepada kenyataan. Aku tahu tak seorang pun bisamembantuku guru-guruku tidak, saudara-saudarakandungku tidak, bahkan Ayah pun tidak. Aku sendirian,dan setiap malam aku berdoa memohon Tuhanmenganugerahi aku kekuatan lahir batin. Di basementyang gelap pekat, aku berbaring di dipan lipat berkain tua,menggigil kedinginan sampai akhimya jatuh ke dalam tiduryang melelahkan.

Page 60: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 60 of 144Herman Adriansyah Private Collection

60

Suatu ketika, dalam angan-anganku di tengah malam itu,muncul gagasan untuk mengemis makanan dalamperjalanan ke sekolah. Sekalipun Ibu terus memintaku"untuk muntah" setiap sore sepulangku dari sekolah, akupikir makanan yang kutelan pada pagi hari tentunya sudahtercema dengan baik. Maka, begitu mulai berlari kesekolah, aku berlari lebih cepat lagi daripada biasanyasupaya aku punya waktu lebih untuk "mengemismakanan".

Rute perjalananku ke sekolah berubah, karena aku harusmemilih rumah atau tempat yang menurutku bisa kumintaisedekah makanan. Biasanya aku akan bertanya kepadasetiap wanita yang membuka pintu rumahnya apakahmereka kebetulan melihat atau menemukan wadah bekalmakan siang di dekat situ. Kebanyakan usahaku ituberhasil. Dari cara para wanita itu memperhatikanku, akubisa bilang bahwa mereka merasa kasihan padaku. Demimenjaga agar orang-orang yang kumintai sedekah tidaktahu siapa diriku sebenamya, aku memakai nama palsu.Selama beberapa minggu usahaku berhasil, sampai padasuatu hari aku mendatangi sebuah rumah yang pemiliknyatemyata kenalan Ibu. Bualanku, "Aku kehilangan bekalmakan siangku. Maukah ibu memberiku penggantinya?",yang selama ini selalu terbukti ampuh, hancur berantakan.Bahkan sebelum meninggalkan pekarangan rumahnya, akutahu ia akan menelepon Ibu.

Pada hari itu di sekolah aku berdoa agar dunia ini hancur.Di kelas, dalam kegelisahan karena rasa takut, aku tahuIbu sedang berbaring di sofa, nonton televisi, dan semakinmabuk, sambil memikirkan sebuah tindakan yang akandijatuhkannya atas diriku begitu aku sampai di rumah-nyadari sekolah. Saat berlari pulang dari sekolah sore itu,kedua kakiku terasa berat, seperti diikat pada bongkahansemen beton. Dalam setiap langkah, aku berdoa agarkenalan Ibu tadi pagi tidak menelepon Ibu, atau ragu-ragubahwa yang ia lihat tadi pagi bisa jadi anak lain yang miripaku. Langit di atas kepalaku biru, dan aku bisa merasakan

Page 61: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 61 of 144Herman Adriansyah Private Collection

61

hangatnya sinar matahari di punggungku. Begitu sampai dirumah Ibu, aku menengadah lagi untuk melihat matahari,sambil bertanya-tanya dalam hati apakah aku masih bisamelihatnya lagi kapan-kapan.

Perlahan-lahan kubuka pintu depan, melongok ke dalam,baru masuk, dan langsung menuruni tangga ke basement.Aku sudah membayangkan Ibu bergegas ke basement, lalumemukuliku di situ. Tapi Ibu tidak muncul. Setelahmengganti pakaian sekolah dengan pakaian kerja, pelan-pelan aku naik ke dapur, lalu mencuci semua peralatanmakan yang kotor. Karena tidak tahu di mana kira-kira Ibuberada, telingaku dengan sendirinya berfungsi sebagaiantene radar yang mencoba menemukan keberadaan Ibu.Selama mencuci peralatan yang kotor itu, bulu kudukkuberdiri. Tanganku gemetar. Aku tidak bisa berkonsentrasipada pekerjaanku. Akhimya kudengar juga Ibu keluar darikamamya, berjalan melalui ruang tengah, menuju dapur.Kualihkan pandanganku ke luar jendela, sepintas saja. Bisakudengar tawa dan jeritan senang anak-anak yang sedangbermain. Kupejamkan mata sekejap sambil berkhayal akusedang bermain bersama anakanak itu. Muncul rasahangat dalam diriku. Aku tersenyum.

Jantungku serasa berhenti mendadak ketika kurasakannapas Ibu di tengkukku. Piring yang sedang kupegangterlepas, tapi aku sempat menangkapnya sebelummenyentuh lantai. "Gesit juga kau ya?" desisnya. "Kau bisaberlari cepat sehingga sempat mengemis makanan. Jadi...kita akan lihat nanti segesit apa kau sebenarnya."

Dengan sendirinya aku menegangkan badanku, bersiapmenerima pukulan Ibu. Ternyata Ibu tidak memukul. Jadikupikir ia akan pergi dan nonton televisi lagi, tetapiternyata tidak juga. Ibu tetap berdiri amat dekat dibelakangku, memperhatikan setiap tindakanku. Bisakulihat sosok Ibu dari pantulan kaca jendela. Ternyata Ibujuga melihat ke arah arah yang sama, dan pantulannyamemperlihatkan ia tersenyum padaku. Hampir saja aku

Page 62: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 62 of 144Herman Adriansyah Private Collection

62

kencing di celana.

Selesai mencuci peralatan makan yang kotor, akumembersihkan kamar mandi. Ibu duduk di tepi toilet,sementara aku membersihkan bak mandi. Saat akumenggosok lantai kamar mandi sambil merangkak, pelan-pelan Ibu berdiri di belakangku. Aku mengira ia akanberjalan ke arah depan lalu menendang wajahku. Temyatatidak. Selama mengerjakan tugasku, rasa penasarankusemakin besar. Aku tahu Ibu pasti memukulku, tapi akutidak tahu bagaimana ia akan memukul, kapan, di mana.Lama sekali rasanya membersihkan kamar mandi itusampai selesai. Ketika akhimya selesai juga tugas itu,kedua kaki dan tanganku gemetar karena takut Ibumenyerang secara tiba-tiba. Satu-satunya yang kupikirkansaat itu hanya Ibu. Setiap saat punya keberanian, akuberusaha melihat Ibu, yang membalas pandangankudengan senyum, dan berkata, "Lebih cepat lagi, youngman. Nanti kau harus bisa bergerak jauh lebih cepat lagi".

Sampai saat makan malam, tenagaku habis karenamenahan rasa takut. Hampir saja aku tertidur sambilmenunggu perintah Ibu untuk membereskan meja makandan mencuci peralatan makan yang kotor. Berdiri sendiriandi basement, perutku terasa tak karuan. Ingin sekali akuberlari ke atas, mau memakai kamar mandi. Tapi tanpaperintah Ibu, aku tak diizinkan melakukan apa pun—akuseorang tahanan. "Mungkin begitulah rencana Ibuuntukku", begitu pikirku. "Mungkin Ibu ingin agar akumeminum air kencingku sendiri". Pada mulanya, pikiranseperti itu kurasakan kasar sekali.

Bagaimanapun, aku harus bersiap-siap menerima apa punyang akan diperbuat Ibu terhadapku. Semakin keras akumenduga-duga apa yang bakal Ibu lakukan terhadapku,semakin habis tenagaku. Tiba-tiba terbersit sesuatu diotakku: aku tahu kenapa tadi Ibu mengikutiku terus. laingin aku terus-menerus merasa tertekan, denganmembuat aku tidak bisa memperkirakan kapan atau di

Page 63: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 63 of 144Herman Adriansyah Private Collection

63

mana ia akan menyerangku. Belum sempat akumemikirkan suatu cara untuk mengalahkannya, Ibuberteriak memanggilku ke atas. Di dapur Ibu berkatapadaku bahwa hanya kecepatan cahayalah yang bisamenyelamatkan diriku, maka ia menyarankan agar akumenyelesaikan tugasku mencuci peralatan makan yangkotor secepat kilat. "Yang jelas," katanya mendesis, "takperlu kukatakan lagi padamu bahwa kau tak akanmendapat makan malam, tapi jangan khawatir sebab akupunya sesuatu untuk mengobati rasa laparmu".

Setelah tugasku malam itu selesai, Ibu menyuruhkumenunggu di basement. Aku berdiri dengan menempelkanpunggungku ke dinding yang keras, sambil mencobamenerka rencana yang akan Ibu lakukan terhadapku. Akutak tahu. Keringat dingin membasahi tubuhku, seakan-akan merembes keluar dari tulang-tulangku. Aku merasabegitu lelah, sampaisampai aku tertidur sambil berdiri.Ketika kurasakan kepalaku lunglai ke depan, aku langsungmenegakkannya lagi, aku pun terbangun. Sekeras apa punusahaku untuk tidak tertidur, aku tak mampu menahankepalaku yang berayun-ayun naik turun seperti gabus diair. Waktu itu aku merasakan jiwaku meninggalkanbadanku, dan aku merasa seperti melayang. Aku merasaseringan kapas, sampai tiba-tiba kepalaku terjatuh lagi kedepan, membuatku bangun. Lebih baik begitu daripada akuterlelap. Karena kalau ketahuan aku tertidur bisamengakibatkan sesuatu yang mengerikan, maka kualihkanperhatian dengan mendengarkan suara mobil yang lewat dide-pan rumah atau melihat melalui jendela lampu merahberkelap kelip dari pesawat terbang yang melintas dilangit. Dari lubuk hatiku, aku berharap seandainya sajaaku dapat terbang lepas.

Beberapa jam kemudian, setelah Ron dan Stan tidur, Ibumenyuruhku ke atas. Aku melangkah dengan rasa takut.Aku tahu saatnya telah tiba. Ibu membuatku lelah lahirbatin. Aku tak tahu rencananya. Aku berharap Ibumemukuliku sampai mati.

Page 64: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 64 of 144Herman Adriansyah Private Collection

64

Begitu pintu kubuka, ada rasa tenang dalam batinku.Rumah dalam keadaan gelap, kecuali sebuah lampu sajayang menyala di dapur. Aku bisa melihat Ibu duduk didekat meja makan. Aku berdiri terpaku. Ibu tersenyum.Dari bahunya yang tampak merosot, aku tahu Ibu mabuk.Anehnya, aku bisa tahu bahwa ia tidak akan memukuliku.Aku tak bisa berpikir. Namun aku kembali gemetar ketikaIbu berdiri dan berjalan ke arah bak cuci piring. Ia berlutut,membuka lemari kecil di bawah bak cuci piring, lalumengeluarkan sebotol amonia. Aku tidak tahu apa yangakan ia lakukan. Ia mengambil sendok makan, lalumenuangkan cairan amonia ke sendok itu. Aku sedemikianpanik sampai tidak bisa berpikir—semakin keras usahakuuntuk berpikir, semakin buntu otakku terasa.Dengan sendok berisi cairan amonia di tangannya, Ibuberjalan mendekati aku. Ada sedikit cairan amonia yangtumpah dari sendok, jatuh ke lantai. Aku mundur perlahan,sampai kepalaku membentur pinggiran kompor. Dalamhati, aku nyaris tertawa. "Cuma segitu? Cuma segitu itu?Dia Cuma ingin aku meminum cairan itu?" aku berkatadalam hati.

Aku tidak merasa takut. Aku sudah capai sekali. Aku cu-mabisa berpikir, "Ayolah kita mulai. Ayo kita mulai saja biarlekas selesai". Ibu membungkuk, lalu sekali lagi ia berkatabahwa hanya kecepatan yang dapat menyelamatkan aku.Kucoba menebak teka-tekinya, tapi otakku serasa buntu.

Langsung kubuka mulutku, dan Ibu menyodokkan sendoktadi jauh ke dalam mulutku. Sekali lagi aku berkata padadiriku sendiri bahwa semua ini tidak seberapa. Tetapi taklama kemudian aku tidak bisa bernapas. Tenggorokankutercekik. Aku terhuyung-huyung di hadapan Ibu. Matakuseperti mau copot dari tengkorakku. Aku jatuh ke lantaidalam posisi merangkak. "Bubble!" otakku menjerit.Kuentak-entakkan tanganku ke lantai sekuat tenaga,mencoba menelan dan mencoba berkonsentrasi padagelembung udara yang menyekat batang kerongkonganku.

Page 65: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 65 of 144Herman Adriansyah Private Collection

65

Aku jadi begitu ketakutan. Aku menangis karena panik.Tak lama kemudian kurasakan kekuatan pukulan kepalantanganku melemah. Aku mencakar-cakar lantai. Matakumembelalak ke lantai. Berbagai wama tampak berjalan-jalan bersamaan. Aku mulai merasa terapung-apung. Akutahu aku akan mati.

Aku tersadar kembali. Kurasakan Ibu menepuk-nepukkeras punggungku. Tepukan Ibu yang begitu kerasmembuat aku bersendawa, lalu aku pun bisa bemapas lagi.Aku menarik napas panjang-panjang, mengisi lagi paru-paruku dengan udara. Ibu mengambil gelas minumannya.Ia menenggak banyak-banyak minumannya,memandangku yang masih di lantai, lalu mengembuskanudara ke arahku. "Tidak terlalu berat, bukan?" kata Ibu,sambil menghabiskan isi gelasnya, lalu menyuruhku turunke basement, ke dipan lipatku.

Pagi harinya, aku menerima perlakuan serupa. Bedanya,itu dilakukan di depan Ayah. Ibu mengumbar kata-kata,"Ini akan membuat jera anak ini sehingga tidak mencurilagi!" Aku tahu, itu dilakukan Ibu demi memuaskannafsunya yang sinting dan menyimpang. Ayah berdiri saja,tak berdaya, ketika Ibu mencekoki aku lagi denganamonia. Tetapi kali itu aku melawan. Ibu harus bersusahpayah membuka mulutku. Dengan keras kugelengkankepalaku ke kiri ke kanan, sehingga aku berhasilmenumpahkan sebagian besar cairan pembersih yang adadi sendok itu ke lantai. Tetapi temyata tidak cukup banyak.Sekali lagi aku jatuh ke lantai dalam posisi merangkak,lantai kutinju berkali-kali. Aku menengadah kepada Ayah,mencoba memanggilnya. Aku bisa berpikir jemih, namuntak sedikit pun suara keluar dari mulutku. Ayah cumaberdiri saja, tanpa emosi, padahal aku meninju-ninju lantaidi dekat kakinya. Dengan posisi tubuh seolah-olah sedangmemberi makan seekor anjing peliharaannya, Ibumemukul keras punggungku beberapa kali, dan aku punpingsan.

Page 66: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 66 of 144Herman Adriansyah Private Collection

66

Pagi harinya, saat membersihkan kamar mandi, denganbantuan cermin aku memeriksa lidahku yang melepuh. Adabagian yang terkelupas, sedangkan sisanya merah danlecet. Aku merasa bersyukur masih hidup.

Sekalipun Ibu tidak lagi mencekoki aku amonia, beberapakali ia mencekoki aku Clorox—semacam cairan penghancurkotoran. Tetapi rupanya Ibu paling senang mencekoki akusabun cair pencuci piring. Ia memaksaku menelan sabunpencuci piring cair berwama pink itu dengan langsungmenuangkannya dari botolnya, lalu menyuruhku berdiri dibasement. Mulutku terasa kering sekali, sampai-sampaiaku meminum air banyak-banyak dari selang keran di situ.Tak lama kemudian aku sadar telah membuat kesalahanbesar. Perutku jadi sakit sekali. Aku berteriak kepada Ibu,mohon diizinkan menggunakan toilet di atas. Ia tidakmengizinkan. Aku berdiri saja di basement, takut bergeraksebab kotoran cair mengalir keluar dari celana dalamku,terus mengalir sepanjang kakiku, lalu ke lantai.

Aku merasa hina sekali aku menangis seperti bayi. Akumerasa tidak lagi punya harga diri. Aku masih ingin kekamar mandi, tapi aku takut sekali bergerak. Karenaperutku amat sakit dan seperti terpilin, dengan sekerashati kulakukan sesuatu untuk menyelamatkan harga diriku.

Dengan susah payah aku berjalan setengah berjongkok,seperti bebek, menuju tempat cucian di garasi. Kuraihsebuah ember, lalu aku jongkok di atas ember itu untukmengeluarkan sisa kotoran. Kupejamkan mata sambilberpikir bagaimana caranya membersihkan badan danpakaianku.

Pada saat itulah tiba-tiba pintu garasi di belakangkuterbuka. Aku menoleh. Kulihat Ayah berdiri di situ denganwajah tanpa perasaan, sementara anaknya mengibapadanya bersamaan dengan mengalimya kotoran berwamacokelat ke ember. Aku merasa lebih rendah daripadaanjing.

Page 67: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 67 of 144Herman Adriansyah Private Collection

67

Ibu tidak selalu menang. Pemah terjadi, ketika aku tidakdiperbolehkan masuk sekolah, Ibu mengucurkan sabun cairpencuci piring ke mulutku langsung dari botolnya, lalumenyuruhku membersihkan dapur. Ibu tidak tahu apayang kulakukan dengan sabun cair di mulutku, pokoknyaaku tak sudi menelannya. Bermenit-menit kemudian,mulutku penuh dengan campuran sabun cair dan air ludah.Aku tidak mengizinkan diriku untuk menelannya. Ketikatugas membersihkan dapur selesai, aku bergegas ke turununtuk membuang sampah. Aku tersenyum lebar. Begitupintu kututup, kuludahkan sabun cair berwama pink itudari mulutku. Kemudian aku mengambil tisu bekas daridalam salah satu tempat sampah di dekat pintu garasi.Kugunakan tisu bekas itu untuk membersihkan lidah clanmulutku dari sisa-sisa sabun cair. Setelah semua ituselesai, aku merasa bagai pemenang Olympic Marathon.Aku bangga bisa mengalahkan Ibu dalam permainan yangsangat ia kuasai.

Meskipun Ibu tahu sebagian besar usahaku untukmendapat makanan, ia tidak tahu semuanya. Setelahberbulan-bulan dikurung di basement selama beberapa jamsetiap kalinya, keberanianku muncul, lalu aku mencurimakanan beku dari freezer yang ada di dekat garasi.Sepenuhnya aku sadar bahwa setiap saat bisa saja akuketahuan dan harus membayar tindakan kriminalku itu.Maka, kunikmati setiap gigitan, seolah-olah itulah makananterakhir yang bisa kunikmati.

Dalam kegelapan basement aku memejamkan mata. Akuberkhayal sebagai seorang raja yang mengenakan jubahpaling indah, yang sedang menyantap hidangan palinglezat yang bisa ditawarkan manusia. Sambil memegangpumpkin pie atau taco sheel, aku-lah sang raja, dan sepertilayaknya seorang raja yang duduk di atas singgasana, akumenatap hidanganku yang lezat dan tersenyum.

Page 68: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 68 of 144Herman Adriansyah Private Collection

68

********

Page 69: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 69 of 144Herman Adriansyah Private Collection

69

5KECELAKAAN

Musim panas tahun 1971 menandai akhir dari masakehidupanku bersama Ibu. Umurku belum genap 11tahun, namun secara umum aku tahu seperti apa hukumanyang bakal aku terima dari Ibu. Melanggar batas waktuyang ditentukan Ibu untuk menyelesaikan macam-macampekerjaan rumah tangga, aku diganjar hukuman tidakmakan—sekalipun hanya satu saja dari pekerjaan itu yangkulanggar batas waktunya, sementara semua pekerjaanlainnya kuselesaikan tepat waktu, tetap tak ada makanuntukku.

Kalau aku memandang Ibu atau salah satu dari anak-anaknya tanpa seizinnya, aku diganjar hukumantempelengan. Kalau aku ketahuan mencuri makanan, akutahu Ibu akan mengulangi hukuman-hukuman yang pemahia lakukan atau merancang sebuah bentuk hukuman baruyang cuma dia yang tahu. Bisa dikatakan Ibu tahu apayang sedang dilakukannya, sementara aku pun bisamempersiapkan diri terhadap kemungkinan tindakan yangakan diambil Ibu selanjutnya. Bagaimanapun, aku siagasetiap saat dan mempersiapkan seluruh badanku setiapkali Ibu berurusan denganku.

Memasuki awal bulan Juli semangat hidupku meredup.Makanan nyaris menjadi khayalan. Bahkan sisa-sisasarapan pagi pun aku jarang mendapatkannya. Sekerasapa pun aku bekerja menyelesaikan pekerjaan-pekerjaanrumah tangga, tidak pernah ada makan siang yangkudapat. Aku memperoleh sedikit makan malam tiga harisekali.

Pada suatu hari di bulan Juli, segala sesuatu berawalseperti hari-hari lainnya. Pada waktu itu aku sudah tigahari tidak makan. Sekolah sedang liburan musim panas,jadi kesempatan mencuri dan mendapat makanan tidak

Page 70: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 70 of 144Herman Adriansyah Private Collection

70

ada. Setiap saat makan malam, seperti biasa aku duduk dibawah tangga, dengan posisi tangan di bawah pantat,sambil mendengarkan suara suasana "keluarga ini" yangsedang makan malam. Saat itu Ibu mengharuskan akududuk di atas tanganku dengan kepala mendongak, sepertiposisi "tawanan perang". Untuk kali itu aku biarkankepalaku tertunduk, sambil setengah bermimpi aku adalahsalah satu dari mereka—salah satu anggota "keluarga ini".Aku pasti tertidur waktu itu, sebab tiba-tiba aku terbangunoleh suara geram Ibu, "Bangun! Cepat naik!"

Deretan kata pertama dari perintah Ibu langsung membuatkepalaku tegak, aku berdiri, lalu bergegas naik. Aku berdoaagar malam itu aku mendapat sesuatu, apa saja, yang bisamengganjal perutku yang kelaparan.

Baru saja aku mulai menyingkirkan peralatan makan darimeja makan dengan secepat kilat, Ibu sudah menyuruhkuke dapur. Kutundukkan kepala ketika ia menyerocostentang batas waktu yang tidak boleh kulanggar.

"Kau punya waktu 20 menit! Terlambat satu menit, satudetik, maka kau akan kelaparan lagi! Mengerti?""Ya, Bu.""Lihat aku kalau aku sedang bicara padamu!" bentaknya.

Kuturuti perintahnya, pelan-pelan kudongakkan kepalaku.

Kecelakaan • 79Saat kepalaku tegak, kulihat Russell sedang berayun-ayundi kaki kiri Ibu. Tampaknya ia sama sekali tidak tergangguoleh suara Ibu yang keras dan tajam. la memandangikudengan sorot mata yang dingin. Sekalipun pada waktu ituusianya baru empat atau lima tahun, Russell sudahmenjadi "Nazi kecil" bagi Ibu, yang mengawasi setiaptindakanku, memastikan bahwa aku tidak mencurimakanan sedikit pun. Kadang kala ia mengarang ceritayang kemudian dipercayai Ibu, dan dengan demikian iabisa melihat aku dihukum. Tentu saja semua itu bukan

Page 71: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 71 of 144Herman Adriansyah Private Collection

71

salah Russell. Aku tahu Ibu sudah menanamkan kesanburuk mengenai diriku di kepalanya. Bagaimanapun, akumulai tidak menganggap dirinya sekaligus membencinya.

"Kau dengar aku?" teriak Ibu. "Lihat aku kalau aku sedangbicara padamu!" Waktu kulihat, Ibu baru saja menyambarpisau daging dari rak dan berteriak, "Kalau kau tidakmenyelesaikan tugas-tugasmu tepat waktu, kubunuh kau!"

Ancamannya tidak mempengaruhi aku. Sudah hampirseminggu ini Ibu terus-menerus mengeluarkan ancamanyang sama. Bahkan Russell pun tidak terpengaruhmendengamya terus saja ia berayun-ayun di kaki Ibuseakan-akan sedang naik kuda poni yang gemuk.Tampaknya Ibu tidak puas dengan taktik barunya itu sebabia terus saja menyerocos, sementara jarum jam bergerakterus, menghabiskan batas waktuku. Aku berharap Ibumenutup mulutnya dan membiarkan aku terus bekerja.Mati-matian aku berusaha menepati batas waktu yangditetapkan Ibu. Begitu besar keinginanku untuk mendapatsesuatu yang bisa dimakan. Aku tak tahan kalau harustidur satu malam lagi tanpa makan.

Kelihatannya ada sesuatu yang tidak beres. Betul-betultidak beres! Sepenuhnya kupusatkan pandanganku ke arahIbu. Ia mulai mengayun-ayunkan pisau daging di tangankanannya. Aku juga tidak terlalu takut dengan sikap Ibuini, sebab ia pemah juga bersikap seperti itu. "Mata",kataku pada diri sendiri. "Lihat matanya". Maka kulihatmatanya, yang tampak seperti biasanya juga. Tetapinaluriku mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.Menurutku ia tidak akan memukulku, tapi toh tubuhkumulai menegang. Ketika kurasakan diriku semakin tegangitulah, aku tahu apa yang tidak beres itu. Karena gerakanberayun-ayun yang dilakukan Russell di kaki Ibu, jugakarena gerakan lengan serta tangan Ibu yangmenggenggam pisau, tubuh Ibu semakin keras bergoyangke depan dan ke belakang. Sempat terpikir olehku bahwaIbu akan jatuh.

Page 72: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 72 of 144Herman Adriansyah Private Collection

72

Ibu berusaha menyeimbangkan posisinya dengan menarikRussell dari kakinya, sementara ia terus saja membentak-bentakku. Saat itulah badan Ibu bagian atas limbung,seperti kursi goyang yang berayun tak terkendali. Saatselanjutnya, aku tak lagi memperhatikan ancaman-ancaman Ibu tetapi aku mulai membayangkan perempuanyang mabuk itu bakal jatuh dengan wajahnya lebih dulumembentur lantai. Kuperhatikan wajah Ibu dengansungguh-sungguh. Dari sudut mataku, samar-samarkulihat sebuah benda melayang dari tangannya. Tiba-tibaada rasa sakit yang perih tepat di bagian atas perutku. Akuberusaha tetap berdiri, tetapi kedua kakiku tak mamputegak, dan semuanya jadi gelap.

Saat sadar kembali, ada rasa hangat yang mengalir daridadaku. Beberapa saat kemudian baru aku tahu di manaaku berada. Aku didudukkan di atas toilet. Aku menoleh kearah Russell yang mulai bernyanyi, "David's going to die.The Boy's going to die". Kualihkan pandanganku ke arahperutku. Sambil berlutut, Ibu tampak tergesa-gesamenempelkan kain perban kasa tebal pada suatu tempat dibagian perutku yang mengeluarkan darah berwarna merahgelap. Aku mencoba mengatakan sesuatu. Aku tahu semuaini adalah kecelakaan. Aku ingin memberitahu Ibu bahwaaku memaafkannya, tapi aku merasa sangat pusingsehingga tak mampu berkata-kata. Berkali-kali kepalakulunglai ke depan, dan aku selalu mencoba menegakkannyakembali. Aku kehilangan pedoman waktu, lalu kembali taksadarkan diri.

Saat aku sadar, Ibu masih berlutut, membalutkan kain kesekeliling dadaku agak ke bawah. la terampil dalam bidangini. Dulu, ketika Ron, Stan, dan aku masih kecil-kecil, Ibusering berkata bahwa ia tadinya bercita-cita menjadiperawat, sampai akhirnya ia bertemu Ayah. Setiap kali adakecelakaan di rumah, Ibulah yang paling menguasaikeadaan. Sedikit pun tak pernah kuragukan kecakapan Ibudalam hal merawat. Aku tinggal menunggu dibawa Ibu ke

Page 73: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 73 of 144Herman Adriansyah Private Collection

73

rumah sakit dengan mobil. Aku yakin ia akan melakukanitu. Tunggu saja. Aku merasakan kelegaan yang ganjil. Akuyakin bahwa semua hukuman yang selama ini kuterimaberakhir sudah. Hidup bagai seorang budak tentulah keliru,dan semua itu sekarang sudah berakhir. Bahkan Ibu tidakbisa menyangkal hal itu. Aku merasa kecelakaan itu telahmembebaskanku.

Ibu membutuhkan waktu hampir setengah jam untukmengobati dan membalut lukaku. Dalam sorot mata Ibutidak tampak rasa sesal telah melukai anaknya denganpisau.

Menurutku mungkin Ibu menunjukkan rasa sesal itudengan mencoba menenangkan diriku, bahkan caranyaberbicara denganku terasa tenang. Sambil memandangkutanpa emosi, Ibu berdiri, mencuci tangannya, lalu berkatapadaku bahwa aku diberi waktu 30 menit untukmenyelesaikan tugas mencuci perkakas makan. Akumenggeleng, sambil mencoba memahami apa yangbarusan dikatakannya. Beberapa saat kemudian, sikap Ibumenjadi jelas. Sama seperti kejadian yang menyebabkantulang lenganku patah beberapa tahun sebelumnya, Ibutak akan mengakui kejadian tersebut pernah terjadi.

Aku tak sempat mengasihani diri sendiri. Waktu terusberjalan. Aku berdiri, terhuyung beberapa saat, laluberjalan ke dapur. Pada setiap langkah, rasa sakit menjalardari bagian rusukku, darah merembesi T-shirtku yanglusuh. Begitu sampai di bak cuci piring, aku menyandarkantubuh dan terengah-engah seperti anjing tua.

Dari dapur aku bisa tahu bahwa Ayah ada di ruangkeluarga, membaca koran. Aku menarik napas panjang,sakit sekali rasanya. Aku berharap bisa pergi dari dapurdan berjalan ke tempat Ayah berada. Dalam keadaanseperti ini, rupanya aku menarik napas terlalu dalamsehingga aku terjatuh. Baru kusadari bahwa aku harusmenarik napas pendek-pendek. Lalu aku berjalan ke ruang

Page 74: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 74 of 144Herman Adriansyah Private Collection

74

keluarga dengan susah payah. Di ujung kursi panjang diruangan itu duduklah Ayah, pahlawanku. Aku yakin Ayahakan menegur Ibu, lalu membawaku ke rumah sakit. Akuberdiri di depan Ayah, menunggunya membalik koran danmelihatku. Dan ketika akhirnya ia membalik korannya,dengan susah payah aku berkata, "Ayah... I... I... Ibumenusukku".

Ayah bahkan tidak mengangkat alis matanya, apalagimenoleh. "Kenapa?" tanyanya."Dia bilang, kalau aku tidak menyelesaikan tugas mencuciperkakas tepat pada waktunya, dia... dia akanmembunuhku".

Waktu seakan berhenti. Dari balik koran aku bisamendengar napas Ayah yang jadi berat. Ia menelan ludah,lalu berkata, "Ya... kau ah... kau lebih baik kembali kedapur dan menyelesaikan tugasmu mencuci piring."

Kujulurkan kepala ke depan, seolah-olah ingin mendengarlebih jelas ucapannya. Aku tak percaya apa yang baru sajakudengar. Ayah pasti menangkap kebingunganku sebab ialalu melipat korannya, dan kudengar suaranya meninggi,

"Astaga! Apakah Ibu tahu bahwa kau sekarang di sinisedang bicara dengan aku? Kau lebih baik kembali kedapur dan selesaikan cucian piringmu. Astaga. Kita tidakperlu melakukan apa-apa yang bisa membuatnya lebihmarah lagi! Aku tak mau bertengkar malam ini..." Ayahberhenti bicara sebentar, mengambil napas panjang, laluberbisik, "Begini: kembalilah ke dapur dan selesaikantugasmu mencuci piring. Aku bahkan tidak mau dia tahubahwa aku menyuruhmu, mengerti? Ini rahasia kitaberdua. Kembalilah ke dapur, dan selesaikan tugasmumencuci piring. Ayo. Lekaslah, sebelum dia memergoki kitaberdua. Sana!"

Aku kecewa berat. Ayah bahkan tidak melihat ke arahku.Menurutku paling tidak ia bisa menurunkan korannya untuk

Page 75: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 75 of 144Herman Adriansyah Private Collection

75

melihat sorot mataku, maka ia pasti tahu ia pasti akan bisamerasakan sakitku, merasakan betapa aku membutuhkanpertolongannya. Tetapi, seperti biasanya, aku tahu Ibumengendalikan Ayah dan mengendalikan semua persoalanyang terjadi di dalam rumah ini. Aku dan Ayah sama-samatahu aturan main "keluarga ini" – kalau kami tidakmengakui sebuah persoalan, persoalan itu memang tidakpernah ada. Waktu aku berdiri termangu di depan Ayah itu,kulihat tetesan darahku menodai karpet keluarga ini. Akumendambakan gendongan Ayah, yang kemudianmembawaku pergi dari situ. Aku bahkan membayangkanAyah membuka kemejanya untuk memperlihatkan siapadia sesungguhnya, lalu terbang ke angkasa—sepertiSuperman.

Aku meninggalkan ruangan itu. Rasa hormatku terhadapAyah hancur sudah. Gambaran Ayah sebagai juru selamatternyata palsu. Rasa marahku terhadap Ayah lebih besardaripada terhadap Ibu. Aku ingin bisa terbang, tetapi rasasakit yang kurasakan mengembalikan aku pada kenyataan.Kucuci peralatan makan secepat mungkin, tergantungkondisi tubuhku saat itu. Kalau kugerakkan lenganbawahku, bagian atas perutku terasa amat sakit. Kalau akumelangkah ke samping, sekujur tubuhku terasa sakit.Betapa lemahnya aku, tenagaku nyaris hilang semua.Begitu batas waktu yang ditetapkan Ibu lewat, lewat jugapeluangku mendapat makanan.Saat itu yang kuinginkan cuma berbaring dan menyerahsaja, tetapi janji terhadap diriku sendiri yang kubuatbeberapa tahun sebelumnya menahanku. Inginkutunjukkan kepada "Perempuan Jahat Itu" ia bisamengalahkan aku hanya bila aku mati, dan aku telahberketetapan-hati untuk tidak menyerah—menyerah padakematian pun tidak. Sambil mencuci peralatan makan ituaku belajar sesuatu mengenai keadaanku—kalau akuberdiri berjinjit dan menyandarkan pelan-pelan badanbagian atasku ke pinggiran tembok cucian piring, rasa sakitdi bagian bawah dadaku agak berkurang; aku tidak sering-sering bergerak ke kiri ke kanan tapi beberapa peralatan

Page 76: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 76 of 144Herman Adriansyah Private Collection

76

makan kucuci sekaligus, setelah itu baru aku membilasnyasekaligus juga. Setelah semua perkakas itu kukeringkan,sampailah pada tahap yang mencemaskan—semuaperkakas itu harus kutaruh di lemari dapur, padahal letaklemari dapur itu di atas kepalaku. Rasa sakit yang sangatpasti akan timbul kalau aku mencoba meraih lemari itu.Sambil memegang sebuah piring kecil di satu tangan,kujinjitkan kakiku setinggi mungkin dan tangankuberusaha mencapai lemari itu untuk menaruh piring keciltadi. Hampir saja berhasil. Tapi rasa sakit yang ditimbulkanoleh usahaku itu sedemikian hebat, sehingga aku ambruk.

Pada saat itu baju yang kukenakan sudah penuh darah.Waktu aku berusaha berdiri, aku merasakan tangan Ayahyang kuat membantuku. Aku menepiskannya. "Berikanpiring itu kepadaku", katanya. "Biar aku yangmembereskannya. Lebih baik kau ganti baju saja".

Kutinggalkan dapur tanpa sepatah kata pun. Kulirik jam didinding—hampir satu setengah jam waktu yang kugunakanuntuk menyelesaikan tugasku itu. Waktu tertatih-tatihmenuruni tangga menuju basement, tangankumencengkeram erat pegangan tangga. Bisa kulihat denganjelas darah merembesi baju yang kukenakan, bersamasetiap langkahku.

Ibu menyusulku turun. Di bawah tangga ia menyobekbajuku. Ia melakukan itu selembut mungkin, tetapi selainitu ia tetap bersikap dingin. Bagi Ibu, yang saat itu ialakukan bagiku semata-mata "tugas" yang harus iakerjakan.

Dulu, aku pemah melihat Ibu merawat binatang dengansikap yang jauh lebih hangat daripada sikapnya terhadapkusaat itu.

Karena badanku lemah, aku rebah ke badan Ibu saat iamengenakan aku T-shirt tua dan longgar. Bagaimanapunaku tetap mengira lbu pasti memukulku. Temyata tidak. Ia

Page 77: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 77 of 144Herman Adriansyah Private Collection

77

malah membiarkan aku beristirahat sejenak di pundaknya.Setelah itu Ibu mengatur posisiku di bawah tangga itu, lalumeninggalkan aku. Tak lama kemudian ia kembali,membawakan aku segelas air. Cepat-cepat kuteguk air itu.Setelah kuhabiskan air di gelas itu, Ibu berkata bahwa iabelum bisa memberi aku makan saat itu juga. Ia akanmemberiku makan beberapa jam lagi, setelah keadaankumembaik. Sekali lagi, Ibu mengucapkan semua itu secaramonoton, sama sekali tanpa emosi.

Kulihat sekilas langit California beranjak malam. Ibuberkata aku boleh bermain di luar, di depan garasi,bersama kedua saudaraku. Pikiranku sedang tidak jemih.Perlu waktu agak lama bagiku untuk memahami apa yangbaru saja dikatakan Ibu.

"Ayo, David. Ikutlah bermain bersama mereka", desaknya.Dengan bantuan Ibu, aku berjalan tertatih-tatih kehalaman luar di depan garasi.

Kedua saudaraku memandang ke arahku, tetapi merekalebih tertarik dengan kembang api yang mereka nyalakanuntuk memperingati Fourth of July, hari kemerdekaanAmerika. Beberapa saat kemudian kurasakan sikap Ibuterhadapku semakin lembut. Ia memegang bahuku,sementara kami melihat kedua saudaraku sedangmembentuk angka delapan dengan kembang api mereka."Kau mau kembang api juga?" tanya Ibu. Akumengangguk: ya. Ia memegang tanganku sambil berlututuntuk menyalakan kembang api yang kupegang. Sejenaksempat aku mengingat wangi parfum yang dulu dipakaiIbu. Tetapi Ibu sudah lama juga tidak lagi memakai parfumatau mengenakan make up.

Meskipun sedang bermain bersama kedua saudaraku, akutak bisa menepis pertanyaan yang muncul dalam benakkutentang Ibu.

"Mengapa sikapnya terhadapku berubah?"

Page 78: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 78 of 144Herman Adriansyah Private Collection

78

"Apakah ia mencoba berbaikan denganku?""Apakah hari-hariku di basement sudah berakhir?""Apakah aku sudah boleh bergabung lagi sebagai keluargaini?"

Aku tak peduli. Kedua saudaraku menerima kehadiranku,dan ada rasa persahabatan serta kehangatan bersamamereka—suatu perasaan yang kukira sudah hilangselamanya.

Kembang apiku mati. Kualihkan pandanganku ke mataharimusim panas yang semakin terbenam. Lama sekalirasanya aku tidak melihat matahari terbenam. Kupejamkanmataku. Kucoba menikmati dan menyerap kehangatansinarnya sepuas mungkin. Untuk sesaat rasa sakit, rasalapar, dan rasa sedih menjalani kehidupan yang pahithilang. Aku merasa begitu hangat. Aku merasa hidup.Kubuka mataku. Aku berharap bisa mengecap seluruhkeindahan saat itu, di situ, yang tak mungkin kualami duakali.

Sebelum tidur, Ibu memberiku minum dan menyuapi akumakan. Aku merasa seperti hewan lumpuh yang sedangdirawat agar sembuh. Tapi aku tak peduli.Di basement aku berbaring di dipan tuaku. Aku mencobatidak memikirkan rasa sakitku. Tidak bisa. Rasa sakit itumenjalari seluruh tubuhku. Akhirnya, rasa amat lelahmengalahkan rasa sakit. Aku tertidur juga. Beberapa kaliaku bermimpi malam itu. Aku terbangun, berkeringatdingin. Kudengar suara yang menakutkan di belakangku.Itu Ibu. Ia membungkuk, mengompres dahiku dengansecarik kain dingin. Ia berkata bahwa aku demam tinggi.Aku tidak menanggapi perkataannya karena aku merasalelah dan lemah sekali. Yang terpikirkan olehku cuma rasasakitku. Ibu kemudian masuk ke kamar tidur saudara-saudaraku yang berada di bawah, letaknya dekatbasement. Aku merasa aman karena aku tahu Ibu didekatku, menjagai aku.

Page 79: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 79 of 144Herman Adriansyah Private Collection

79

Aku tertidur lagi. Bersama tidur yang melelahkan itumuncul mimpi yang menakutkan. Turun hujan lebat yangaimya panas dan berwama merah. Aku basah kuyup olehhujan itu. Kucoba membersihkan darah dari badanku,tetapi dengan cepat badanku jadi merah lagi oleh darah.Paginya, saat terbangun, kulihat tanganku berlepotandarah kering. Kaus yang kukenakan menjadi merah dibagian dada. Di beberapa bagian wajahku kurasakan jugaada darah kering menempel. Lalu kudengar pintu kamartidur di belakangku terbuka. Aku menoleh, kulihat Ibuberjalan ke arahku. Aku berharap mendapat simpati dariIbu seperti yang kurasakan semalam. Tetapi harapanku itukosong belaka. Ibu tak memberiku apa-apa. Dengan nadasuara datar, Ibu menyuruhku untuk membersihkan diri danmulai melakukan semua pekerjaan rumah tangga yangbiasa kulakukan. Saat kudengar langkah-langkahnyamenapaki tangga, aku sadar tak ada yang berubah. Akutetap anak badung di keluarga ini.

Tiga hari setelah "kecelakaan" itu badanku masih sajademam. Bahkan minta sebutir aspirin kepada Ibu pun akutakut, apalagi Ayah sedang di tempat kerjanya. Aku tahu,Ibu sudah kembali ke dirinya yang sebenarnya. Akumenduga demamku itu karena luka yang kuderita. Waktuitu luka terbuka di bagian atas perutku semakin lebardibandingkan keadaannya di malam kejadian. Agar tidakketahuan Ibu, pelan-pelan aku pergi ke tempat cucian digarasi. Kuambil kain paling bersih dari tumpukan pakaianrombengku. Kain itu kubasahi secukupnya dengan air darikeran di situ. Kemudian aku duduk. Kemejaku yang merah,basah, dan lengket karena darah kugulung ke atas.Perlahan kuraba lukaku, dan aku tersentak ke belakangkarena kesakitan. Kutarik napas panjang, lalu pelan-pelansekali kupencet luka terbuka itu. Sakit sekali rasanya,sampai-sampai aku terjatuh ke belakang, hampir pingsan.Ketika kuperhatikan lagi lukaku, ada bagiannya yangberwama kuning-keputihan. Aku tidak tahu banyakmengenai hal-hal seperti itu, tetapi aku tahu bahwa lukakumengalami infeksi. Aku berdiri, bermaksud naik ke atas

Page 80: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 80 of 144Herman Adriansyah Private Collection

80

untuk minta tolong Ibu membersihkan lukaku. Ketikasudah setengah berdiri, aku berhenti. "Tidak!" kataku padadiri sendiri. "Aku tidak butuh pertolongan perempuan jahatitu". Pengetahuanku lumayan soal pertolongan pertamauntuk membersihkan luka, jadi aku merasa percaya diriuntuk melakukannya sendiri. Aku mau jadi penguasa atasdiriku sendiri. Aku tak mau mengandalkan Ibu ataumemberinya peluang lebih besar lagi untuk menguamidiriku.

Kubasahi lagi kain yang tadi kupakai lalu kudekatkan kelukaku. Aku berhenti sejenak sebelum menyentuhnya,ragu-ragu. Tanganku gemetar karena takutmembayangkan rasa sakit yang bakal kurasakan. Akumenangis. Aku merasa seperti bayi, dan aku tidak sukabersikap seperti bayi. Lalu aku berkata pada diriku sendiri,"Menangis berarti mati. Nah, rawat lukamu sendiri". Akutahu lukaku tidak akan membuatku mati, jadi kupaksadiriku untuk mengalahkan rasa sakitnya.

Aku cepat-cepat bertindak sebelum niatku lenyap.Kusambar selembar kain lagi, menggulungnya, danmenggigitnya. Perhatianku kuarahkan sepenuhnya kejempol dan telunjuk tangan kiriku yang kugunakan untukmemencet serta membuka lukaku. Lalu kubersihkan nanahdengan kain di tangan kananku. Proses itu kuulangibeberapa kali sampai sebagian besar nanah bersih dariluka itu dan darah mengalir deras. Aku tak kuat menahanrasa sakitnya. Karena mulutku sudah kusumbat kain,jeritanku jadi teredam. Aku merasa seolah-olah sedangbergelantungan pada sebuah tebing. Saat semuanyaselesai, air mata mengalir deras sampai membasahi kerahbajuku.

Aku khawatir Ibu memergoki aku tidak duduk di bawahtangga seperti perintahnya, maka kubereskan segalasesuatunya, lalu berjalan tertatih-tatih sambil sesekalimerangkak ke kaki tangga—ke tempat di mana seharusnyaaku berada. Sebelum mengambil posisi duduk di atas

Page 81: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 81 of 144Herman Adriansyah Private Collection

81

tangan, kuperiksa bajuku; cuma sedikit darah yangmenodai kain rombeng pembalut lukaku. Aku meniatkandiri untuk menyembuhkan luka itu. Entah bagaimana, akumerasa yakin luka itu pasti sembuh. Sungguh bangga akuterhadap diriku sendiri. Kubayangkan diriku seperti jagoandalam cerita komik, yang berhasil mengatasi banyaksituasi yang tidak masuk akal dan tetap hidup. Beberapasaat kemudian, sambil duduk di atas tangan, kepalakulunglai ke depan—aku tertidur. Aku bermimpi terbangmenggantang udara. Mimpi itu berwama indah dansedemikian hidup. Aku mengenakan mantel tak berlenganberwama merah... akulah Superman.

********

Page 82: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 82 of 144Herman Adriansyah Private Collection

82

5SAAT AYAH TIDAK DI RUMAH

Setelah kejadian dengan pisau itu, Ayah semakin jarang dirumah, dia lebih sering di tempat kerjanya. Banyak alasandiutarakan Ayah untuk menjelaskan kesibukannya itu,tetapi aku tidak mempercayainya. Sambil duduk dibasement sering aku menggigil ketakutan. Aku berharapada alasan cukup kuat yang bisa menahan kepergian Ayah.Bagaimanapun, berbagai peristiwa yang telah terjadi samasekali tidak mematikan perasaanku bahwa Ayah adalahpelindungku. Kalau Ayah di rumah, Ibu cuma melakukanseparo saja perlakuannya terhadapku dibandingkan kalauAyah sedang tidak di rumah.

Saat di rumah, Ayah punya kebiasaan membantukumencuci peralatan makan malam. Ayah mencuci, akumengeringkan. Sambil bekerja, kami ngobrol pelan-pelansupaya tidak kedengaran siapa pun di rumah itu. Kadangkala untuk beberapa waktu kami tak bicara apa-apa. Kamiingin keadaan betul-betul aman.

Selalu Ayah yang memulai pembicaraan."Bagaimana kabarmu, Tiger?" begitu biasanya ia memulai.Aku selalu tersenyum setiap kali Ayah menyapaku dengansebutan yang sering ia gunakan ketika aku masih kecil."Aku baik-baik saja", begitu biasanya aku menjawab.Ayah sering juga bertanya,"Kau sudah makan sesuatu hari ini?".Pertanyaan itu lebih sering kujawab dengan gelengankepala.

"Jangan khawatir", katanya. "Suatu hari kita berdua haruspergi dari rumah gila ini".Aku tahu Ayah tidak betah tinggal di rumah, dan itu karenasalahku. Aku berjanji padanya bahwa aku akan jadi anakbaik dan tidak akan mencuri makanan lagi. Aku jugaberjanji padanya akan berusaha lebih keras lagi danmenyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga dengan

Page 83: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 83 of 144Herman Adriansyah Private Collection

83

lebih baik lagi. Setiap kali aku mengatakan semua itu Ayahselalu tersenyum dan berusaha meyakinkan diriku bahwasemua itu bukan salahku.

Kadang kala, sambil mengeringkan piring, aku merasakanharapan baru timbul. Aku tahu Ayah boleh dikatakan tidakakan menentang Ibu dalam bentuk apa pun, namun akutetap merasa aman setiap kali berdiri di sampingnya.

Semua hal baik yang terjadi padaku tidak berlangsunglama. Ibu melarang Ayah membantuku mencuci piring. Iabersikeras bahwa anak itu tidak butuh bantuan. Ia berkatabahwa Ayah memberikan perhatian berlebihan kepadakudibandingkan kepada orang-orang lain dalam keluarga itu.Ayah mengalah begitu saja. Maka, Ibu mengendalikansemua orang yang ada di rumah itu.

Tak lama setelah keluar larangan Ibu itu, Ayah semakinjarang lagi ada di rumah, bahkan ketika ia sedang tidakbekerja sekalipun. Hanya beberapa menit Ayah ada dirumah. Setelah bertemu saudara-saudaraku, ia akanmencariku di mana pun aku sedang mengerjakan tugasku,mengatakan beberapa kalimat kepadaku, lalumeninggalkan rumah. Tidak lebih dari sepuluh menit Ayahdi rumah, sesudah itu ia kembali ke tempatnyamenyendiri—biasanya di bar. Saat bercakap-cakapsebentar denganku, Ayah mengatakan bahwa ia sedangmerancang cara bagi kami berdua agar bisa pergi darirumah itu. Aku selalu tersenyum mendengarkan ucapanAyah itu. Namun dalam hati aku tahu itu khayalan belaka.

Pada suatu hari Ayah berlutut di depanku, dan mengatakanpenyesalannya. Kuperhatikan wajahnya. Perubahan yangkulihat di situ membuatku takut. Ada lingkaran di sekelilingkedua matanya. Wajah dan lehernya merah-merah.Bahunya yang dulu tegap kini tampak lunglai. Ubanmerusak wama rambutnya yang dulu hitam pekat.Sebelum Ayah meninggalkan rumah hari itu, kupeluk

Page 84: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 84 of 144Herman Adriansyah Private Collection

84

pinggangnya. Tak tahu kapan aku bisa bertemu dengannyalagi.

Hari itu, setelah menyelesaikan semua tugas, aku bergegaske basement. Aku disuruh mencuci pakaian rombengkudan setumpuk lagi pakaian rombeng yang bau. KepergianAyah hari itu membuatku sangat sedih. Aku menangis diatas tumpukan pakaian kotor, memohon Ayah tidak pergidan mengajak aku bersamanya. Beberapa menit kemudiansetelah menenangkan diri, aku tegar kembali, lalu mulaimengucek pakaian-pakaianku yang mirip "keju Swis". Akumengucek sedemikian rupa sampai buku-buku jarikuberdarah. Aku tak peduli lagi apakah aku dianggap adaatau tidak ada. Rumah Ibu jadi tempat yang mengerikan.Aku berharap, entah bagaimana caranya, suatu saat bisamelarikan diri dari rumah yang sejak saat itu kusebut"rumah gila".

Pernah pada suatu masa ketika Ayah tidak di rumah, Ibutidak memberiku makan sekitar sepuluh hari berturut-turut. Bagaimanapun kerasnya aku berusaha memenuhibatas waktu yang ditetapkan Ibu untuk menyelesaikansemua pekerjaanku, aku tetap tak mampu memenuhinya.Dan itu berarti tidak makan. Ibu sangat cermat dalammemastikan bahwa aku tidak punya kemungkinan sedikitpun untuk mencuri makanan. Ia sendiri yangmembereskan meja makan, membuang sisa makanan ketempat sampah. Setiap hari ia memeriksa untukmemastikan tidak ada sisa makanan di tempat sampah,sebelum aku membuangnya ke bawah. Freezer di dekatgarasi ia kunci, dan kuncinya ia simpan. Aku sudahterbiasa tidak makan tiga hari beruturut-turut, namuntidak makan lebih dari tiga hari seperti kali ini sungguh taktertahankan. Air menjadi satu-satunya penyambung hidup.Setiap kali mengisi cetakan es batu dari lemari es, akubiasa meminum aimya yang dingin dari pinggiran cetakanitu. Aku juga biasa merangkak ke bawah keran di dekatgarasi, membuka keran pelan-pelan agar Ibu tidakmendengamya, kemudian memasukkan mulut keran ke

Page 85: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 85 of 144Herman Adriansyah Private Collection

85

dalam mulutku, dan meminum air keran sebanyakmungkin sampai perutku terasa akan meletus.

Pada hari keenam tubuhku terasa amat lemah. Aku hampirtak bisa bangun dari dipan tuaku. Kukerjakan tugas-tugasku dengan amat lambat. Aku mati rasa. Kerja otakkupun jadi lamban. Aku merasa perlu waktu cukup lamauntuk memahami kalimat-kalimat yang diteriakkan Ibukepadaku. Ketika kutegakkan kepalaku perlahan-lahanuntuk memandang Ibu, aku tahu Ibu menganggap semuaini permainan—sebuah permainan yang sangat ia nikmati.

"Oh, anak kecilku yang malang", kata Ibu sambilbertingkah laku yang dibuat-buat. Lalu ia bertanya apayang kurasakan, dan ia tertawa ketika aku minta makanan.Di akhir hari keenam itu, dan hari-hari sesudahnya, akubetul-betul berharap Ibu memberiku sesuatu yang bisakumakan, apa pun itu aku tak peduli.

Pada suatu malam, menjelang akhir "permainan"-nya,setelah aku menyelesaikan semua tugasku, Ibumembanting sepiring makanan di hadapanku. Sisamakanan dingin di piring itu tampak begitu mewah bagiku.Tetapi aku ragu-ragu; rasanya itu tidak mungkin terjadi.

"Dua menit!" teriak Ibu. "Kau cuma punya waktu duamenit untuk menghabiskannya". Secepat kilat kusambargarpu, tapi belum lagi sisa makanan itu sampai kemulutku, Ibu sudah menyambar piringnya lalu membuangisinya ke tempat sampah. "Terlambat!" desisnya.

Aku berdiri saja di depan Ibu, bengong. Tak tahu aku harusbagaimana atau mengatakan apa. Yang sempat terpikirolehku cuma "Kenapa?" Aku tak mengerti mengapa iamemperlakukan aku seperti itu. Sisa makanan itu begitudekat sampai-sampai aku bisa mencium baunya. Aku tahuia berharap aku akan mengais-ngais tempat sampah itu,tetapi aku berdiri tegak sambil menahan diri untuk tidakmenangis.

Page 86: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 86 of 144Herman Adriansyah Private Collection

86

Sendirian lagi di basement, aku merasa tidak punya apa-apa lagi. Aku sangat menginginkan makanan. Akumenginginkan ayahku. Tetapi yang paling kuinginkanadalah sedikit saja rasa hormat; sedikit saja harga diri.Sambil duduk di atas tanganku, aku bisa mendengarsaudara-saudaraku membuka lemari es untuk mengambilhidangan penutup makan, dan aku membenci semua itu.Kupandangi diriku sendiri. Wama kulitku pucat kekuningan,otot-ototku kecil seperti serabut. Setiap kali kudengarsalah seorang saudaraku menertawai adegan acara televisiyang ia tonton, aku menyumpahi namanya. "Dasarkampret bernasib baik! Mengapa Ibu tidak menggilirmereka dan sekali-sekali memukuli salah satu darimereka?" Dengan berteriak kuungkapkan segala perasaanbenciku itu, dalam hati.

Sudah hampir sepuluh hari aku tidak makan. Baru saja akumenyelesaikan tugas mencuci piring makan malam ketikaIbu mengulangi permainannya: "kau punya dua menituntuk makan". Kali itu hanya sedikit sisa makanan yangada di pi-ring yang ditawarkannya. Aku menduga ia akanmenyambar lagi piringnya seperti yang terjadi sebelumnya,jadi kuubah gerakanku. Tak kuberi Ibu kesempatan untukmenyambar piringnya seperti yang terjadi tiga malamsebelumnya. Lang-sung kurebut piringnya dan cepat-cepatmenelan sisa makanan yang ada di piring itu, tanpamengunyahnya. Hanya dalam hitungan detik kuhabiskansemua yang ada di piring itu, lalu menjilatinya hinggatandas. "Kau makan seperti babi!" kata Ibu dengan rasamarah yang tertahan. Kutundukkan kepalaku, seakan-akanaku peduli. Tetapi, di dalam hati, aku menertawainyasambil berkata, "Rasain lu! Yang penting kan gua makan!"

Ibu juga punya permainan lain untuk aku yang menjadikegemarannya pada saat Ayah tidak di rumah. Iamenyuruhku membersihkan kamar mandi dengan bataswaktu seperti biasanya. Tetapi kali itu ia membawa sebuahember berisi campuran amonia dan Clorox. Di kamarmandi ada aku dan ember tadi, pintu kamar mandi ditutup.

Page 87: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 87 of 144Herman Adriansyah Private Collection

87

Saat pertama kali permainan itu dilakukannya, Ibu berkatabahwa ia tahu permainan seperti itu dari koran, dan iaingin mencoba. Aku bersikap pura-pura ketakutan, padahaltidak sama sekali.

Aku tak peduli apa yang akan terjadi selanjutnya. KetikaIbu menutup pintu kamar mandi dan melarang akumembukanya, barulah aku mulai cemas. Karena pintuditutup, udara di dalam kamar mandi cepat berubah. Akumerangkak ke pojok kamar mandi untuk melihat isi embertadi. Uap tipis berwama abu-abu melayang ke langit-langitkamar mandi. Ketika kuhirup udara di dekat situ, akumerasa pusing dan mual. Tenggorokanku terasa sepertiterbakar. Beberapa menit kemudian tenggorokankumenjadi sangat sakit. Gas yang dihasilkan oleh campuranamonia dan Clorox membuat mataku berair. Aku jadipanik, jangan-jangan aku tidak bisa memenuhi bataswaktu yang ditetapkan Ibu untuk membersihkan kamarmandi.

Beberapa menit kemudian aku mulai merasakan mual,seperti mau muntah. Aku tahu Ibu tidak akanmenghentikan permainannya di tengah jalan, lalumembuka pintu kamar mandi. Aku harus berpikir agarselamat dari permainan barunya. Aku berbaring di lantaikamar mandi, kuregangkan badanku, lalu dengan kakikugeser ember itu sampai ke dekat pintu kamar mandi. Itukulakukan dengan dua alasan: aku mau menyingkirkanember itu sejauh mungkin dari diriku, dan aku berharapkalau Ibu masuk ke kamar mandi dia sendiri akanmenghirup uap ciptaannya sendiri. Aku berguling ke sisilain kamar mandi sambil menutupi mulut, hidung, danmataku dengan kain lap. Sebelum kupakai untuk menutupiwajahku, kain lap itu kubasahi dulu dengan air dari toilet.Aku tidak berani menggelontorkan air sebab takut Ibu bisamendengamya. Dari kain lap yang menutupi wajahkukuintip uap dari ember itu sedikit demi sedikit melayang kebawah, ke arah lantai. Rasanya aku sedang berada dikamar gas. Lalu aku ingat ada ventilasi kecil untuk

Page 88: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 88 of 144Herman Adriansyah Private Collection

88

menyalurkan udara panas ke kamar mandi di dekat kakiku.Aku tahu alat pemanasnya bekerja mati dan menyala silihberganti secara teratur setiap beberapa menit. Kudekatkanwajahku ke ventilasi itu lalu menghirup udara sebanyakmungkin. Setelah setengah jam, Ibu membuka pintukamar mandi dan menyuruhku membuang cairan di emberitu ke saluran air di garasi sebelum aku memenuhi rumah-nya dengan uap di ember itu. Di bawah, selama lebih darisatu jam, aku batuk-batuk darah. Dari semua bentukhukuman Ibu, permainan kamar gas paling aku benci.

Sampai menjelang akhir musim panas tahun itu tampaknyaIbu sudah bosan dengan cara-cara penyiksaannyaterhadap diriku yang selama itu dilakukan di sekitarrumah.

Pada suatu hari, setelah aku menyelesaikan semuatugasku di pagi hari, ia menyuruhku bekerja memotongrumput di rumah tetangga. Sebetulnya itu bukan pertamakalinya Ibu menyuruhku memotong rumput. Pada musimsemi tahun sebelumnya, ketika sekolah libur merayakanPaskah, Ibu juga menyuruhku bekerja memotong rumput.Ia menetapkan target sejumlah uang yang haruskubayarkan kepadanya dari hasil kerjaku. Tentu saja targetyang ditetapkan Ibu tidak mungkin bisa kupenuhi. Maka,karena putus asa, pemah aku mencuri sembilan dolar daricelengan seorang anak tetangga. Beberapa jam kemudian,ayah anak itu mendatangi rumah Ibu. Sudah pasti Ibumengembalikan uangnya dan berkata kepada ayah anakitu bahwa itu memang salahku. Setelah orang itu pergi,Ibu menghajarku habis-habisan. Aku mencuri uang itusemata-mata untuk memenuhi target yang ia tetapkan.

Bagiku, rencana untuk bekerja memotong rumput padamusim panas tahun itu ternyata tidak lebih baik daripadapada liburan Paskah sebelumnya. Aku menawarkan jasamemotong rumput dari rumah yang satu ke rumah yanglain. Tidak ada yang mau. Pakaianku yang rombeng dantanganku yang kurus pasti menjadi pemandangan yang

Page 89: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 89 of 144Herman Adriansyah Private Collection

89

menyedihkan. Karena kasihan, seorang ibu memberikumakanan dalam kantong cokelat agar bisa kumakan dijalan. Setengah blok berjalan dari situ sepasang suami istrimenerima tawaranku untuk memotong rumputnya. Setelahselesai, aku berlari pulang ke rumah Ibu, sambil membawakantong cokelat berisi makanan tadi. Maksudku, kantongitu nanti akan kusembunyikan begitu aku berbelok ke arahrumah Ibu. Tapi itu tak sempat kulakukan. Aku berpapasandengan Ibu yang sedang bermobil. Ibu berhenti, bergegaskeluar dari mobil, dan menangkapku bersama kantongcokelat tadi. Sebelum Ibu menghentikan station wagon-nyadengan mendadak sehingga bannya berdecit-decit, akusudah mengangkat tanganku tinggi-tinggi, persis sepertiyang dilakukan penjahat. Aku ingat, pada saat itu akuberharap nasib baik dengan seorang ibu yang memberikumakan tidak meninggalkan aku sekali itu saja.

Ibu bergegas turun dari mobil. Dengan tangannya yangsatu ia menyambar kantong cokelat dan dengan tangannyayang lain ia memukulku. Ia mendorongku masuk mobil,lalu menjalankan mobilnya menuju rumah ibu baik hatiyang tadi memberiku makan siang dalam kantung cokelat.Ibu tadi sedang tidak di rumah. Ibu yakin bahwa akumenyelinap masuk rumah itu lalu mencuri makan siang.Aku tahu memiliki makanan merupakan tindakan kriminalberat. Dalam hati aku berteriak kepada diri sendiri karenatidak sejak awal menghabiskan atau menyembunyikanatau membuang makanan itu.

Begitu sampai di rumah, hukuman Ibu membuatkuterkapar di lantai. Kemudian Ibu menyuruhku duduk dihalaman belakang, sementara ia mengajak "anak-anaklelakinya" ke kebun binatang. Aku diharuskan duduk diatas batu-batu kecil yang tajam dengan posisi dudukseperti "tawanan perang". Peredaran ke seluruh tubuhkuterganggu. Aku tak bisa lagi mengharapkan pertolonganTuhan. Menurutku, Tuhan pasti membenciku. Adakahcukup alasan yang membuat hidupku seperti ini? Segalausahaku untuk sekadar bertahan hidup tampaknya sia-sia.

Page 90: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 90 of 144Herman Adriansyah Private Collection

90

Semua usahaku untuk mengalahkan Ibu, untukmenghindarinya, gagal. Tampaknya bayangan hitam selalumengikutiku.

Matahari pun tampaknya menghindari aku, denganbersembunyi di balik awan tebal yang melayang di ataskepalaku. Aku melemaskan pundakku, mencoba menikmatikesendirian dalam khayalan-khayalanku. Aku takmemperhatikan waktu, namun akhirnya bisa kudengarsuara station wagon Ibu memasuki garasi. Hukuman dudukdi atas kerikil tajam sebentar lagi selesai. Aku mencobamenduga rencana Ibu selanjutnya untukku. Semoga bukanhukuman kamar gas. Dari garasi Ibu berteriak menyuruhkumengikutinya ke atas. Ia menyuruhku ke kamar mandi.Aku takut. Aku merasa terkutuk. Menarik napas panjang-panjang mulai kulakukan, sebab pasti aku akan butuhudara segar sebanyak mungkin.

Sama sekali di luar dugaanku, tak ada satu ember ataubotol pun di kamar mandi. "Apakah aku sudah lepas dariujung tanduk?" Begitu saja? Takut-takut, kuperhatikan Ibusewaktu ia membuka lebar-lebar keran air dingin di bakmandi. Kupikir aneh juga Ibu sampai lupa membuka keranair panas. Ketika air dingin di bak mandi hampir penuh, Ibumembuka paksa pakaianku, lalu menyuruhku masuk kebak mandi. Aku menurut, dan berbaring di dalamnya.Badanku menggigil ketakutan.

"Lebih masuk lagi!" bentak Ibu. "Taruh mukamu di airseperti ini!"

Ia membungkuk, mencekal tengkuk dan leherku dengankedua tangannya, menenggelamkan kepalaku. Dengansendirinya aku meronta, sekuat tenaga berusaha menjagakepalaku tetap di atas permukaan air agar bisa bemapas.Cengkeraman Ibu kuat sekali. Di dalam air kubuka mataku.Bisa kulihat gelembung-gelembung udara keluar darimulutku dan naik ke permukaan air ketika aku mencobaberteriak. Kugerakkan keras-keras kepalaku ke kiri ke

Page 91: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 91 of 144Herman Adriansyah Private Collection

91

kanan ketika kulihat gelembung-gelembung udaranyasemakin kecil. Aku mulai merasa lemah. Dalam kepanikan,aku menggapai tanganku ke atas dan kucengkeram bahuIbu. Jari-jari tanganku pasti mencengkeram bahunyasedemikian kuat sehingga Ibu melepaskan aku. Iamemandang ke bawah ke arahku sambil terengah-engah.

"Sekarang tenggelamkan kepalamu di bawah air, ataunanti aku memaksamu lebih lama lagi begitu!"

Kutenggelamkan kepalaku, tetapi kuusahakan hidungkutetap berada di atas permukaan air. Aku merasa sepertibuaya di rawa. Sewaktu Ibu keluar dari kamar mandi, akusemakin tahu rencananya. Saat berendam seperti itu,airnya kurasakan sangat dingin, seakan-akan aku ada didalam lemari es. Aku takut sekali terhadap Ibu, makakutenggelamkan kepalaku seperti yang ia perintahkan, dantak bergerak.

Berjam-jam kemudian kulitku jadi berkeriput. Aku tidakberani menyentuh badanku sendiri untuk membuat:nyaagak hangat. Tetapi kepalaku kuangkat sehingga cukupbagiku untuk bisa mendengar suara-suara. Setiap kalikudengar ada yang berjalan di dekat kamar mandi, pelan-pelan kutenggelamkan kembali kepalaku ke air yang dinginitu.

Yang kudengar biasanya langkah-langkah saudarasaudaraku yang berjalan ke kamar tidurnya. Kadang kalasalah seorang di antara mereka masuk ke kamar mandiuntuk memakai toilet. Mereka cuma melihat sepintas kearahku, menolehkan kepala, lalu pergi. Kucobamembayangkan diriku berada di tempat lain, tetapi akutidak bisa merasa rileks supaya bisa berkhayal.

Sebelum keluarga ini duduk untuk makan malam, Ibumasuk ke kamar mandi. Dengan berteriak, ia menyuruhkukeluar dari bak mandi dan memakai kembali pakaianku.Aku langsung melaksanakan perintahnya, dan menyambar

Page 92: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 92 of 144Herman Adriansyah Private Collection

92

handuk untuk mengeringkan badanku. "Eh, jangan!"bentaknya. "Pakai pakaianmu begitu saja!" Perintah yangini juga langsung kuturuti. Pakaianku basah kuyup saataku mengenakannya sambil berlari kembali ke halamanbelakang sesuai perintah Ibu. Aku harus duduk lagi di situ.

Matahari mulai terbenam, tetapi separo halaman masihterkena sinarnya langsung. Aku duduk di bagian yangmasih terkena sinar matahari, tetapi Ibu menyuruhkududuk di tempat yang terlindung. Di pojok halamanbelakang itu, sambil duduk seperti tawanan perang, akumenggigil kedinginan. Aku kepingin sebentar saja kenapanas, tetap keinginanku untuk mengeringkan badan itusemakin lama semakin tidak mungkin. Dari jendela ruangmakan di atas kepalaku terdengar suara "keluarga ini"sedang saling mengoper piring yang penuh makanan.

Sesekali terdengar juga tawa. Karena Ayah sedang dirumah, aku tahu masakan apa pun yang dibuat Ibu pastilezat. Ingin rasanya aku mendongakkan kepala danmelihat mereka makan, tapi aku tidak berani. Aku hidup didunia lain. Sepintas melihat kepada kehidupan yang baikpun aku tak pantas.

Hukuman di bak mandi dan di halaman belakang lalu biasadilakukan Ibu terhadapku. Kadang kala, ketika akudirendam di bak mandi, saudara-saudaraku mengajakteman-temannya untuk menonton saudara mereka yangtelanjang bulat. Sering kali mereka mencemoohkan aku.

"Apa yang ia lakukan kali ini?" mereka bertanya. Biasanyasaudara-saudaraku menjawab pertanyaan itu dengan"Nggak tau".

Bersamaan dengan kegiatan sekolah di musim gugur,muncul harapan untuk sesekali keluar dari hidupku yangmenyedihkan. Selama dua minggu pertama itu kelastempat kami murid-murid kelas empat melaporkankehadiran kami setiap harinya memiliki seorang ibu guru

Page 93: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 93 of 144Herman Adriansyah Private Collection

93

pengganti. Menurut berita yang kudengar, guru kami yangbiasanya sedang sakit. Ibu guru pengganti ini lebih mudadibandingkan dengan kebanyakan guru di sekolah itu, dantampaknya ia lebih lembut. Di akhir minggu pertama, iamemberi hadiah es krim kepada murid-murid yang selamasatu minggu itu berkelakuan baik. Saat itu aku tidakmendapat hadiah.

Aku berusaha lebih keras lagi untuk berkelakuan baik, danakhimya kuperoleh juga hadiahku pada akhir minggukedua. Ibu guru baru itu memutar sebuah lagu, danbemyanyi bersama semua murid di kelas itu. Kami sangatmenyukai ibu guru baru itu. Pada hari Jumat sore itu akutidak mau pulang. Setelah semua murid meninggalkankelas, ia membungkuk ke arahku dan berkata kepadakubahwa aku harus pulang. Ia tahu aku anak bermasalah.Kukatakan padanya, aku mau bersamanya saja. Iamemegangku sebentar, lalu berdiri dan memutarkan laguyang paling kusukai. Setelah itu baru aku pulang. Karenaterlambat pulang, aku berlari sekencang mungkin, lalulangsung mengerjakan tugas-tugasku. Setelah semuatugas kuselesaikan, Ibu menyuruhku duduk di halamanbelakang, di atas lantai semen yang dingin.

Pada hari Jumat itu kulihat kabut menutupi matahari dilangit, dan aku menangis dalam hati. Ibu guru penggantiitu baik sekali terhadapku. Ia memperlakukan diriku sepertimanusia pada umumnya. Ia tidak menganggapku sepertikotoran di comberan. Sambil duduk di luar merasakankesedihan, aku mencoba membayangkan sedang berada dimana ibu guru yang baik itu, dan apa yang kira-kirasedang ia lakukan. Pada saat itu aku tak mampumemahami perasaanku, tetapi aku mengaguminya.

Aku tahu aku tidak akan mendapat makan malam itu ataumalam berikutnya. Karena Ayah tidak di rumah, aku pastimengalami akhir minggu yang buruk. Duduk di halamanbelakang pada anak tangga semen yang dingin, di udara

Page 94: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 94 of 144Herman Adriansyah Private Collection

94

terbuka yang dingin, aku bisa mendengar suara Ibu sedangmakan bersama saudara-saudaraku. Aku tak peduli.

Kupejamkan mata. Aku bisa melihat wajah ibu guru barukuyang penuh senyum. Malam itu, ketika aku duduk di luardan menggigil kedinginan, kecantikan serta kelembutannyamembuatku merasa hangat.

Memasuki bulan Oktober, hidupku yang tak wajar itu betul-betul habis-habisan. Di sekolah jarang ada makanan. Akusering dijadikan mangsa empuk oleh murid-murid nakalyang badannya jauh lebih besar daripada badanku—mereka memukuli aku setiap saat, sesuka mereka. Begitusekolah usai, aku harus berlari ke rumah dan harusmemuntahkan isi perutku untuk diperiksa oleh Ibu. Kadangkala ia langsung menyuruhku mengerjakan semuatugasku. Kadang kala ia mengisi bak mandi dengan air.Kalau sedang betul-betul dalam suasana hati yang enak, iamencampur kedua bahan kimia itu untuk kuhirupcampuran gasnya di kamar mandi. Kalau ia tidak ingin akuberada di rumahnya, ia menyuruhku bekerja memotongrumput di rumah tetangga yang menginginkannya—itu punsesudah ia memukuli aku.

Beberapa kali ia mencambukku dengan rantai anjing.Kugertakkan saja gigiku untuk menahan rasa sakit yangsangat, dan menerima semua itu. Yang paling sakit adalahakibat pukulan dengan tangkai sapu lidi ke bagianbelakang kaki. Kadang kala pukulan-pukulan dengangagang sapu lidi ke bagian itu membuatku terkapar dilantai, nyaris tak bisa bergerak. Lebih dari satu kali akuberjalan terpincang-pincang sambil mendorong alatpemotong rumput berkeliling rumah tetangga, herusahamencari uang yang harus kuserahkan kepada-nya.

Akhirnya tiba juga saat ketika keberadaan Ayah di rumahpun tidak mampu meringankan penderitaanku, sebab Ibu110 • Saat Ayah Tidak di Rumah

Page 95: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 95 of 144Herman Adriansyah Private Collection

95

melarangnya bertemu denganku. Harapanku pupus, danaku mulai yakin bahwa hidupku tak akan pernah berubah.Aku pikir aku akan tetap menjadi budak Ibu selamahidupku. Hari demi hari semangat hidupku semakin lemah.Aku tidak lagi mengkhayalkan Superman atau seorangpahlawan atau jagoan yang akan datang menyelamatkandiriku. Aku tahu, janji Ayah untuk mengajakku pergi darirumah itu sekadar janji belaka. Aku tidak lagi berdoa. Akuhanya ingin hidup sehari itu saja, pada hari itu, dan begituseterusnya.

Pada suatu pagi di sekolah, aku disuruh menghadapperawat sekolah. Wanita perawat itu menanyai aku soalpakaianku dan berbagai luka maupun memar yangkelihatan di sepanjang permukaan kedua lenganku. Padamulanya jawabanku kepadanya adalah jawaban buatan Ibuyang harus kukatakan kepada perawat itu. Tetapi akusemakin menaruh kepercayaan pada perawat itu, makakuceritakan kepadanya semakin banyak hal mengenai Ibu.

Ia membuat catatan mengenai apa saja yang kukatakan,dan berpesan padaku untuk datang menghadapnya kapansaja aku membutuhkan seseorang untuk mengobrol. Barukemudian aku tahu bahwa perawat itu menjadi tertarikakan diriku berdasarkan sejumlah laporan yang ia terimadari ibu guru pengganti, dulu pada awal tahun kegiatansekolah.

Selama minggu terakhir di bulan Oktober berlangsungtradisi di rumah Ibu bagi anak-anak lelaki membuat ukiranpada buah labu. Hak istimewa itu sudah tidak aku lakukansejak umurku tujuh atau delapan tahun. Saat malam untukmembuat ukiran itu tiba, Ibu mengisi bak mandi begitu akuselesai mengerjakan tugas-tugasku. Seperti biasanya, iamengancam aku untuk tetap membenamkan kepalaku dibawah permukaan air. Sebagai tanda bahwa ia tidak main-main dengan ancamannya itu, dicekalnya leherku, lalumembenamkan kepalaku. Kemudian ia bergegas keluardari kamar mandi dan mematikan lampunya. Aku menoleh

Page 96: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 96 of 144Herman Adriansyah Private Collection

96

ke kiri. Dari kaca jendela kecil di kamar mandi aku bisamelihat malam mulai turun. Aku mengisi waktu denganmenghitung angka dalam hati. Aku mulai dari angka satudan berhenti di angka seribu. Kemudian kuulangi hitunganitu. Begitu seterusnya. Jam demi jam berlalu, sampaikurasakan air di bak mandi itu menyusut. Semakin air itumenyusut, semakin kedinginan aku. Kujepitkan keduatanganku di antara kakiku dan menempelkan tubuhku kesisi kanan bak mandi. Bisa kudengar kaset Halloween yangdibeli Ibu untuk Stan beberapa tahun sebelumnya. Hantu-hantu dan setan-setan mengeluarkan suara yangmenakutkan, sementara pintu-pintu berderit terbukasendiri.

Setelah anak-anak lelaki itu selesai mengukir buah-buahlabu mereka, kudengar Ibu dengan suaranya yang lembutmulai menceritakan cerita yang menakutkan. Semakinkudengarkan cerita itu, semakin aku membenci mereka.Sungguh tidak enak menunggu seperti anjing yang dudukdi atas batu-batu kerikil di halaman belakang sementaramereka menikmati makan malam, tetapi berbaring di bakmandi yang dingin dan menggigil karena berusaha tetaphangat sementara mereka menikmati popcorn sambilmendengarkan cerita Ibu membuat aku mau berteriaksaja.

Nada suara Ibu malam itu mengingatkan aku pada Mommyyang sangat aku cintai bertahun-tahun sebelumnya. Tetapisekarang, semua anak lelaki itu bahkan tidak mengakuikeberadaanku di rumah itu. Bagi mereka, aku tidak lebihberarti dibandingkan dengan hantu-hantu bersuaramenakutkan di kaset milik Stan itu. Setelah semua anaklelaki itu naik ke tempat tidur, Ibu masuk ke kamar mandi.Ia tampak tertegun sejenak melihat aku masih berbaring dibak mandi. "Kau kedinginan?" desisnya. Aku menggigilsambil menganggukkan kepala, menunjukkan bahwa akubetul-betul kedinginan. "Nah, mengapa anak lelakikesayanganku tidak keluar dari bak mandi dan

Page 97: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 97 of 144Herman Adriansyah Private Collection

97

menghangatkan badannya yang telanjang di ranjangayahnya?"

Agak terhuyung, aku keluar dari bak mandi, mengenakanpakaian dalamku, lalu naik ke ranjang Ayah yang jadibasah karena badanku basah. Apa pun alasannya, aku takmengerti mengapa Ibu menyuruh aku tidur di kamar tidurutama, tanpa peduli apakah Ayah sedang di rumah atautidak. Ibu sendiri tidur di kamar atas bersama saudara-saudara lelakiku. Aku tak memedulikannya sama sekali,asalkan aku tidak tidur di dipan kain tua di basement yangdingin. Malam itu Ayah pulang, tetapi sebelum aku sempatmengatakan sesuatu kepadanya, aku sudah terlelap.

Menjelang Natal, semangat hidupku terkuras. Aku tidakdiajak berlibur selama dua minggu. Aku jadi tidak sabarmenunggu saat masuk sekolah lagi. Pada hari Natal akumemperoleh roller skate. Aku selalu senang mendapathadiah Natal. Tetapi hadiah roller skate itu temyata tidakdiberikan dalam semangat Natal. Hadiah itu justru menjadialat lain bagi Ibu untuk memaksa aku berada di luar rumahdan membuat aku menderita. Pada setiap akhir minggu Ibumenyuruhku bermain roller skate di luar rumah, padahalanak-anak lain justru berdiam di dalam rumah karenaudara di luar sangat dingin.

Dengan roller skate itu aku berputar-putar di sekitarwilayah tempat tinggalku, tanpa jaket untuk menahandingin. Aku satu-satunya anak di wilayah itu yang bermaindi luar rumah. Lebih dari sekali, Tony, salah seorangtetangga kami, keluar rumah untuk mengambil koransorenya, dan melihat aku bermain skating. Ia tersenyumlebar kepadaku, lalu cepat-cepat masuk kembali ke dalamrumah untuk menghindari dinginnya udara di luar. Sebagaiusaha agar badanku tetap hangat, aku meluncursekencang-kencangnya. Bisa kulihat asap mengepul daricerobong asap di rumah-rumah yang memiliki perapian.

Page 98: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 98 of 144Herman Adriansyah Private Collection

98

Aku ingin sekali berada di dalam rumah, duduk-dudukdekat perapian. Biasanya Ibu menyuruhku ber-mainskating selama berjam-jam. Ia memanggil aku hanya jikaia menginginkan aku menyelesaikan beberapa tugas rumahtangga.

Pada akhir bulan Maret tahun itu, ketika kami berada dirumah karena liburan Paskah, Ibu melahirkan. Ketika Ayahmengantar Ibu ke sebuah rumah sakit di San Francisco,aku berdoa agar semua itu nyata, bukan berita bohong.Aku ingin sekali Ibu tidak ada di rumah. Aku tahu kalau Ibutidak di rumah, Ayah akan memberiku makan. Selain itu,aku juga senang karena terbebas dari pukulan-pukulan.

Ketika Ibu sedang di rumah sakit, Ayah membolehkan akubermain bersama saudara-saudaraku. Aku langsung sajaditerima kembali oleh mereka. Kami bermain "Star Trek",dan Ron memberiku kehormatan untuk memerankan tokohKapten Kirk. Hari pertama Ibu di rumah sakit, Ayahmenyajikan roti lapis isi, dan ia mengizinkan aku memakanroti isi yang kedua.

Saat Ayah menjenguk Ibu di rumah sakit, kami berempatbermain di rumah tetangga di seberang jalan. Namatetangga itu Shirley. la baik terhadap kami semua danmemperlakukan kami layaknya anak-anaknya sendiri. Iaterus-menerus mengajak kami bermain, misalnya ber-mainping-pong, atau sekadar membiarkan kami bermain sepuasmungkin di halaman luar. Dalam beberapa hal, Shirleymengingatkan aku pada Ibu yang dulu, sebelum ia mulaimemukuli aku.

Setelah beberapa hari di rumah sakit, Ibu pulang. Iamelahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Kevin.Beberapa minggu kemudian suasana rumah normalkembali. Ayah jarang sekali ada di rumah, sedangkan akusendiri kembali menjadi pelampiasan segala rasa frustrasiIbu.

Page 99: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 99 of 144Herman Adriansyah Private Collection

99

Ibu jarang sekali bertetangga, maka aneh juga ketika iaberteman dekat dengan Shirley. Setiap hari mereka satingmengunjungi. Kalau Shirley berkunjung ke rumah, Ibumemainkan peran orangtua yang mencintai danmemperhatikan keluarganya—persis seperti ketika iamenjadi ibu pembimbing Pramuka Siaga.

Setelah persahabatan Ibu dan Shirley berjalan beberapabulan, Shirley bertanya kepada Ibu mengapa David tidakboleh main bersama saudara-saudara yang lain atauadiknya. Shirley juga penasaran mengapa David seringsekali dihukum. Banyak alasan yang dikemukakan Ibu—David sedang terserang flu-lah, David sedang mengerjakantugas khusus dari sekolah-lah, dan sebagainya. Tapi padaakhimya, Ibu berkata kepada Shirley bahwa David adalahanak nakal, sehingga ia pantas dihukum untuk waktu yanglama.

Lalu datanglah saat ketika persahabatan antara Ibu danShirley renggang. Pada suatu hari, tanpa alasan yang jelas,Ibu memutuskan segala bentuk hubungannya denganShirley. Anak lelaki Shirley dilarang Ibu bermain dengananak-anak lelakinya, dan Ibu berlari-lari sekeliling rumahsambil berseru-seru menyebut Shirley "perempuan jalang".Sekalipun aku dilarang bermain dengan semua anak lelakiitu, aku merasa lebih aman kalau Shirley dan Ibuberteman.

Pada suatu hari Minggu dalam bulan terakhir di musimpanas, Ibu masuk ke ruang tidur utama. Aku sudah adaruang tidur itu, sebab sebelumnya Ibu sudah menyuruhkumasuk ke situ. Seperti biasa, aku duduk dalam posisitawanan perang. Ibu menyuruh aku berdiri dan dudukpojok tempat tidur. Kemudian ia berkata kepadaku bahwaia sudah lelah menjalani hubungan seperti yang terjadiantara dia dan aku. Ibu juga berkata bahwa ia menyesaldan berniat membayar saat-saat yang hilang bersamaku.

Page 100: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 100 of 144Herman Adriansyah Private Collection

100

Aku tersenyum lebar dan langsung memeluknya erat-erat.Aku menangis ketika ia mulai mengusap-usap rambutku.Ibu juga menangis. Pada saat itu aku mulai merasa bahwamasa sengsaraku selesai. Kulepaskan pelukanku, lalukutatap mata Ibu. Aku merasa perlu meyakinkan diri. Akumerasa perlu mendengar Ibu mengulangi ucapannya.

"Benar-benar sudah selesai?" tanyaku takut-takut.

"Sudah selesai, Sayang. Sejak saat ini aku berharap kausama sekali melupakan bahwa pemah terjadi hubunganyang buruk di antara kita. Kau mau mencoba menjadi anakbaik, bukan?"

Aku mengangguk.

"Kalau begitu, aku akan mencoba jadi ibu yang baik."

Setelah berbaikan, Ibu membolehkan aku mandi air hangatdan memakai pakaian baru yang kuperoleh sebagai hadiahNatal tahun sebelumnya. Tadinya aku tidak boleh memakaipakaian itu. Setelah itu Ibu mengajak aku dan saudara-saudaraku bermain boling, sementara Ayah di rumahmenunggui Kevin. Dalam perjalanan pulang sehabis mainboling, Ibu mampir ke sebuah toko kelontong danmembelikan kami masing-masing sebuah mainan. Sampaidi rumah, Ibu berkata bahwa aku boleh main di luarbersama anak-anak lainnya, tapi pada waktu itu aku lebihsuka bermain sendiri, maka kubawa mainanku ke tempattidur utama dan bermain sendirian di situ.

Untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun ini, kecualipada hari-hari libur ketika rumah kami kedatangan tamu,aku makan bersama keluarga di meja makan. Sepertinyakeadaan begitu bertolak belakang, terlalu cepat berubah,dan entah mengapa sulit bagiku untuk menerima semua inibegitu saja too good to be true. Betapapun senangnya rasahatiku, aku tetap merasa seakan-akan berjalan di atas kulittelur. Aku mencoba meyakinkan diri bahwa sebentar lagi

Page 101: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 101 of 144Herman Adriansyah Private Collection

101

Ibu akan terbangun dan kembali kepada jati dirinya.Temyata tidak. Malam itu aku makan sekenyangku. Akupun diizinkan nonton acara televisi bersama saudara-saudaraku sebelum kami berangkat tidur. Yang juga ganjiladalah bahwa aku didesak untuk tetap tidur bersama Ayah.Ibu sendiri berkata bahwa ia ingin tidur bersama bayinya.

Pada siang esok harinya, saat Ayah sedang di tempatkerjanya, seorang wanita dari dinas sosial datang kerumah. Ibu menyuruhku bermain di luar bersama saudara-saudaraku, sementara ia bercakap-cakap dengan wanitatadi. Mereka berdua bercakap-cakap lebih dari satu jamlamanya. Sebelum wanita itu pulang, Ibu memanggilkumasuk rumah. Wanita itu ingin ngobrol sebentar denganku.Wanita itu ingin tahu apakah aku bahagia. Kujawab ya. Iaingin tahu apakah hubunganku dengan Ibu baik-baik saja.Kujawab ya. Akhimya ia bertanya apakah Ibu pernahmemukul aku. Sebelum menjawab pertanyaan itu, akumemandang Ibu, yang memperlihatkan senyum ramah.

Rasanya seperti ada bom yang meledak dalam sekali diperutku. Rasanya seperti mau muntah. Tiba-tiba akutersadar mengapa Ibu kembali sikap seratus delapan puluhderajat terhadapku sehari sebelumnya—secara tiba-tiba iajadi begitu baik terhadapku. Aku merasa seperti orangdungu karena aku mudah terkelabui oleh sikap baiknya itu.Aku sangat mendambakan cinta, sampai-sampai kutelanbegitu saja perubahan sikapnya.

Sentuhan tangan Ibu pada bahuku mengembalikan akupada kenyataan. "Ayo, Sayang, jawab pertanyaannya",kata Ibu, lagi-lagi sambil tersenyum. "Katakan padanyaaku tidak memberimu makan dan memukulimu sepertianjing", kata Ibu dengan suara pelan, dan dengan sikapnyaitu Ibu juga berharap wanita itu ikut tertawa.

Kupandang wanita itu. Kurasakan wajahku memerah, danbisa kurasakan keringat mulai keluar di keningku. Tidak

Page 102: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 102 of 144Herman Adriansyah Private Collection

102

berani aku mengatakan yang sebenamya kepada wanitaitu. "Tidak, sama sekali tidak seperti itu", kataku."Ibu memperlakukan aku sangat baik"."Jadi, ia tidak pernah memukulimu?" tanya wanita itu.

"Tidak... emm... maksudku, hanya ketika aku dihukum...ketika aku jadi anak nakal", kataku, mencoba menutupiyang sebenamya. Dari raut wajah Ibu ketika ia mendengarjawabanku, aku tahu bahwa jawabanku itu salah.

Bertahun-tahun ia "mencuci otakku" untuk mengatakanapa yang harus kukatakan, dan pada saat itu akumelakukannya dengan buruk sekali. Di lain pihak, aku jugatahu bahwa wanita itu berhasil menangkap sesuatu darikomunikasi antara Ibu dan aku.

"Baiklah", kata wanita itu. "Saya cuma mampir dan ingintahu keadaan di sini."

Setelah mengucapkan selamat tinggal, Ibu mengantartamunya keluar. Ketika wanita itu benar-benar sudahpergi, Ibu menutup pintu dengan murka.

"Anak sialan!" teriaknya. Begitu Ibu mengangkat danmengayunkan tangannya, aku langsung melindungiwajahku. Ibu memukuliku beberapa kali, lalu mengusir akuke basement. Setelah memberi makan anak-anaknya, Ibumemanggilku ke atas untuk mengerjakan tugas-tugaskusiang itu. Saat mencuci peralatan makan, aku merasakanperlakuan Ibu kali itu belum seberapa.

Aku jadi tahu bahwa perlakuan baik Ibu terhadapku sekitardua hari sebelumnya bukan karena alasan dia mencintaikumelainkan karena alasan lain. Seharusnya aku tahu itu,sebab setiap kali ada yang berkunjung ke rumah ini padamusim liburan, Nenek misalnya, sikap Ibu terhadapku jadibaik. Bagaimanapun, aku sudah menikmati dua hari yangmenyenangkan. Sudah bertahun-tahun aku tidakmenikmati saat menyenangkan selama dua hari berturut-

Page 103: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 103 of 144Herman Adriansyah Private Collection

103

turut, jadi aku pantas menikmatinya. Aku kembalimenjalani segala sesuatu yang biasanya kujalani, danmengandalkan diriku sendiri untuk bertahan hidup. Palingtidak, aku tidak lagi harus merasa seperti berjalan di atastelur yang sewaktu-waktu kulitnya yang tipis amblasterinjak. Segala sesuatu kembali normal. Aku berfungsisebagai pembantu rumah tangga untuk keluarga ini.

Sekalipun mulai bisa menerima nasibku, aku tak pemahmerasa benar-benar sendirian seperti pada beberapa pagihari saat Ayah berangkat ke tempat kerja. Pada hari kerja,Ayah bangun jam lima pagi. Ia pasti tak menyadari bahwaaku pun terbangun pada saat itu. Aku mendengar Ayahberjalan ke kamar mandi dan bercukur di sana. Akumendengar Ayah berjalan ke dapur untuk mencarimakanan. Aku tahu kalau Ayah sudah memakai sepatunya,itu berarti ia sudah siap meninggalkan rumah. Ada kalanyaaku membalikkan badanku persis pada saat Ayahmengangkat tas biru tuanya yang bertuliskan Pan Am danberisi pakaian untuk menginap. Ayah pasti menciumkeningku, lalu berbisik, "Berusahalah membuat Ibu senangdan tak usahlah menghalanginya".

Aku pasti menangis, walaupun sudah berusaha untuk tidakmenangis. Aku tak ingin Ayah pergi. Itu tak pemahkukatakan padanya, tetapi aku yakin ia tahu. Setelahkudengar Ayah menutup pintu depan, kuhitung langkahnyadan aku tahu sampai hitungan ke berapa ia akan sampaike trotoar. Aku masih bisa mendengar langkah-langkahnyayang semakin jauh. Dalam anganku, aku melihat Ayahberbelok ke kiri, lalu menunggu bus yang akanmembawanya ke San Francisco. Ada kalanya, kalau sedangmerasa cukup berani, aku turun cepat-cepat dari tempattidur, berlari ke jendela kamar, dan dari kaca jendela akumasih sempat melihat sosok Ayah. Tapi biasanya akuberbaring saja di tempat tidur, berguling ke bagian yangditiduri Ayah yang masih terasa hangat. Akumembayangkan masih bisa mendengar suara Ayahmeskipun ia sudah lama pergi. Dan ketika aku menyadari

Page 104: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 104 of 144Herman Adriansyah Private Collection

104

bahwa Ayah benar-benar sudah pergi, aku mulaikedinginan, terasa ada kekosongan dalam jiwaku. Akusangat mencintai Ayah. Aku ingin bersama dia selamanya,dan aku menangis dalam hati sebab aku tak pemah tahukapan aku akan bertemu Ayah lagi.

********

Page 105: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 105 of 144Herman Adriansyah Private Collection

105

7"...DAN BEBASKANLAHAKU DARI YANG JAHAT"

Kira-kira satu bulan sebelum aku masuk ke kelas lima, akusemakin yakin, bahwa bagiku Tuhan tak ada.

Saat sedang duduk sendirian di basement atau membacasendirian dengan bantuan cahaya matahari sore di tempattidur orangtuaku, aku semakin yakin bahwa hidupku tidakakan berubah sampai aku mati. Tak ada Tuhan yang adilyang membiarkan aku hidup seperti ini. Aku percayabahwa aku sendirian dalam perjuanganku dan bahwaperjuanganku adalah perjuangan mempertahankan hidup.

Ketika aku meyakini bahwa Tuhan tidak ada, rasa sakitfisik tidak kurasakan. Setiap kali Ibu menghantamku,rasanya seakan-akan ia sedang melampiaskan rasaberangnya pada sebuah boneka rombeng. Di dalam,emosiku berpusar antara rasa takut dan rasa marah yangamat sangat. Di luar, aku adalah robot yang jarangmengungkapkan emosi kecuali kalau itu akanmenyenangkan Si Perempuan Jalang dan menguntungkandiriku. Aku menahan air mata, tak sudi aku menangissebab aku tak ingin memberi dia kepuasan karena akukalah.

Pada malam hari, aku tidak lagi bermimpi. Pada siang hari,aku tak membiarkan diriku berangan-angan. Khayalankhayalanku menjadi Superman yang dulu begitu hidup,sekarang tak ada lagi. Saat tertidur, jiwaku bagai masukke sebuah lubang hitam. Pada pagi hari aku tak lagiterbangun dalam keadaan segar; aku selalu merasa lelahdan berkata pada diri sendiri bahwa hidupku di dunia iniberkurang satu hari lagi.

Kuselesaikan tugasku yang satu, kemudian mengerjakanyang lainnya, lalu mengerjakan yang lainnya lagi, selalu

Page 106: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 106 of 144Herman Adriansyah Private Collection

106

dengan perasaan takut, setiap hari. Tanpa satu pun mimpi,kata-kata seperti harapan dan iman bagiku hanyarangkaian huruf yang tersusun begitu saja menjadi sesuatuyang tak punya artikata-kata seperti itu cuma ada dalamdongeng.

Saat mendapat makanan, aku seperti sedang berpesta.Kulahap makanan itu seperti seekor anjing yang tak punyatuan—menggeram, siap menerkam, bersamaan denganperintah Ibu. Tak lagi aku peduli bahwa Ibu melihatsikapku itu sebagai hal yang memuaskan dirinya—yangpenting bagiku adalah melahap secepat kilat makananyang diberikan kepadaku sampai tandas. Tak ada lagi yanglebih rendah daripada diriku.

Pada suatu hari Sabtu, saat aku sedang mencuci peralatansarapan, kulihat Ibu menaruh sisa-sisa pancake darisebuah piring ke tempat makan anjing peliharaannya.Binatang peliharaannya yang terawat baik itu memakansisa-sisa pancake tadi sampai puas, lalu pergi mencaritempat untuk tidur. Masih ada sisa pancake di tempatmakan anjing itu. Beberapa saat kemudian, setelahmenaruh teko dan panci di laci bawah, aku merangkakmenuju tempat makan anjing tadi, lalu memakan sisapancake yang tersisa di tempat makan itu. Saatmengunyah, aku bisa mencium bau anjing pada pancakeitu, tapi tetap kumakan juga. Aku tak peduli. Akumenyadari betul kalau perempuan jalang itu memergokiaku memakan makanan yang menjadi hak anjingnya, akuharus menanggung risikonya. Bagaimanapun, mendapatmakanan—entah bagaimana caranya—adalah satu-satunyacara bertahan hidup bagiku.

Jiwaku menjadi sangat dingin. Aku membenci segalasesuatu. Bahkan matahari kucemooh dengan marah, sebabaku tahu aku tak bakal bisa bermain pada saat sinamyamemancar hangat. Aku diselimuti oleh kemarahan setiapkali mendengar tawa riang anak-anak lain yang sedangbermain di halaman luar. Setiap saat mencium bau

Page 107: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 107 of 144Herman Adriansyah Private Collection

107

makanan yang akan dihidangkan kepada orang lain,perutku serasa dipilin karena aku tahu makanan itu pastibukan untukku. Setiap kali dipanggil untuk menjalankanfungsi budak bagi keluarga ini, aku selalu inginmelampiaskan kemarahan dengan menghantam apa saja.

Ibulah yang paling kubenci. Aku berharap dia mati saja.Tetapi sebelum dia mati, aku ingin dia merasakan berlipatkali rasa sakit dan kesepian yang kurasakan selamabertahun-tahun. Ketika aku masih biasa berdoa kepadaTuhan, hanya sekali doaku dikabulkan. Pada suatu hari,ketika usiaku lima atau enam tahun, Ibu memukuliku dimana pun aku berada di rumah itu. Malam harinya,sebelum tidur, aku berlutut dan berdoa. Aku memintaTuhan untuk membuat Ibu sakit supaya dia tidakmemukuliku lagi. Aku berdoa dengan sangat khusyuk danlama sekali, sampai-sampai kepalaku pening.

Esok paginya aku sangat terkejut karena Ibu benar-benarsakit. Seharian dia berbaring saja di kursi panjang, hampirtidak bergerak-gerak. Karena Ayah di tempat kerjanya,aku dan saudara-saudaraku merawat Ibu seakan-akan diapasien kami.

Seiring berlalunya tahun dan hukuman-hukuman Ibu yangsemakin intens, aku mulai berpikir tentang usia Ibu kira-kira pada umur berapa dia akan mati. Aku mendambakansaat ketika jiwa-nya diambil dan dibuang ke neraka yangpaling dalam, dan baru pada saat itulah aku bisa terbebasdarinya.

Aku juga membenci Ayah. Ia tahu persis bahwa aku hidupdalam neraka, tetapi ia tak punya cukup keberanian untukmembebaskan aku dari neraka itu seperti yang berkali-kaliia janjikan pada tahun-tahun sebelumnya. Kalau akupikirkan hubunganku dengan Ayah, aku sampai padakesimpulan bahwa ia menganggap aku sebagai bagian darimasalah. Aku yakin Ayah menganggap aku bersikapmembangkang. Hampir pada setiap percekcokan antara

Page 108: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 108 of 144Herman Adriansyah Private Collection

108

Ibu dan Ayah, perempuan jalang itu melibatkan diriku. Ibuakan menyeretku dari mana pun aku sedang berada, lalumenyuruh aku mengulangi setiap perkataan kasar yangpernah dilontarkan Ayah dalam banyak cekcok merekasebelumnya.

Aku tahu persis tujuan permainan Ibu, tetapi ketika akuharus memilih siapa yang harus kuturuti dalam keadaanseperti itu tidaklah sulit. Kemurkaan Ibu jauh lebih burukbagiku. Maka, aku selalu mengangguk sambil dengantakut-takut mengucapkan kata yang Ibu ingin dengar. Didepan Ayah, Ibu meneriakkan kata-kata kasar yang pernahaku ucapkan di depan Ibu, padahal kata-kata itu akuucapkan atas perintah Ibu.

Sering kali aku lupa kata-kata yang harus kuucapkan, danpada saat-saat seperti itu Ibu memaksaku untuk mencari-cari kata lain. Situasi seperti itu membuat aku merasasangat tidak enak, sebab itu berarti aku menghindaripukulan-pukulan dengan cara menggigit tangan yangselama masa itu paling sering memberiku makanan.

Mulanya aku mencoba menjelaskan kepada Ayah mengapaaku berbohong dan memusuhinya. Waktu itu Ayahmengaku bahwa ia mempercayai aku, namun akhimya akutahu bahwa ia tidak lagi bisa mempercayai aku. Sikapnyaitu bukannya membuat aku menyesal atau sedih. Akumalah semakin membenci ayah.

Anak-anak lelaki yang tinggal di lantai atas itu bukan lagisaudara-saudara kandungku. Pada awal-awalpenderitaanku mereka memang pernah sesekali mencobamenguatkan diriku. Tetapi pada musim panas tahun 1972mereka mulai bergantian memukuli aku dan tampaknyasenang sekali memerintah aku untuk melakukan sesuatubagi mereka. Jelas bahwa mereka merasa lebih berkuasadibandingkan seorang budak di keluarga itu. Setiap kalimereka mendekati aku, hatiku mengeras seperti batu, danaku tahu persis mereka bisa melihat rasa benci yang

Page 109: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 109 of 144Herman Adriansyah Private Collection

109

tergambar pada raut wajahku. Sekalipun amat jarang danselalu dengan perasaan kosong, aku pemah merasamenang terhadap mereka. Pada saat seperti itu, dengangeram dan suara tertahan supaya tidak terdengar olehmereka, kulontarkan kata "asshole". Aku pun jadimembenci para tetangga, para saudara, dan siapa punyang mengenal aku dan tahu apa yang kualami. Rasabenci, tinggal itulah satu-satunya yang kumiliki.

Tetapi yang paling aku benci sebetulnya adalah dirikusendiri. Semakin hari aku semakin percaya bahwa segalasesuatu yang menimpa diriku atau terjadi di sekitarkuadalah akibat kesalahanku sendiri karena aku membiarkansemua itu berlangsung sekian lama. Aku menginginkan apayang dimiliki orang lain, tetapi aku tak bisa memilikinya,maka aku membenci semua orang yang memiliki apa sajayang tak bisa kumiliki.

Aku ingin menjadi kuat, tetapi dalam hati aku tahu akuorang yang rapuh. Aku tak pemah punya keberanian untukmelawan perempuan jalang itu, maka aku tahusepantasnyalah aku menerima segala sesuatu yangmenimpa diriku. Bertahun-tahun Ibu mencuci otakkudengan menyuruhku berteriak sekeras-kerasnya, "Akubenci diriku! Aku benci diriku!" Usahanya itu berhasil.Beberapa minggu sebelum aku masuk ke kelas lima, akumerasa sangat membenci diriku sendiri sampai-sampai akumerasa ingin mati saja.

Bagiku, sekolah tidak lagi menarik seperti tahun-tahunsebelumnya. Aku berjuang keras memusatkan perhatianpada pelajaran, tetapi rasa marah yang kupendam seringkali menggelegak di saat-saat yang tidak tepat.

Pada suatu hari Jumat siang di musim dingin tahun 1973,tanpa alasan yang jelas, aku menghambur keluar kelas,berteriak kepada siapa pun yang berpapasan denganku.Pintu kelas kubanting keras-keras sampai-sampai akusempat berpikir kacanya pasti pecah berantakan. Aku

Page 110: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 110 of 144Herman Adriansyah Private Collection

110

berlari ke kamar kecil, dan seperti kesetanan kuhantamdinding berkeramik di kamar kecil itu berkali-kali dengantinjuku yang kecil sampai tenagaku terkuras. Sesudah ituaku terkapar, berdoa memohon ada mukjizat. Danmukjizat itu tidak pemah datang.

Bagaimanapun, waktu-waktu di luar ruang kelas masihlebih mendingan daripada di dalam "rumah neraka" Ibu.Karena aku ini murid yang dikucilkan oleh semua muridlain, teman-teman sekelasku sering menggantikan peranIbu memukuli aku. Salah seorang dari mereka bernamaClifford. Clifford senang berkelahi di sekolah, dan padawaktu-waktu tertentu ia menghadangku pada saat akusedang berlari pulang dari sekolah. Dengan memukuli aku,Clifford ingin menunjukkan kehebatannya di hadapanteman-temannya. Kalau sudah begitu, paling-paling akumenjatuhkan diri ke tanah sambil melindungi kepalaku,sementara Clifford dan gengnya menendang aku silihberganti.

Lain lagi dengan Aggie. Teman perempuan sekelasku inisama-sama sering "menyiksa" aku, tetapi caranyaberbeda. Ia selalu bisa menemukan cara baru untukmengatakan betapa ia menginginkan aku "mati mendadak"dan lenyap begitu saja. Aggie selalu berpamer diri. Iaselalu ingin memperlihatkan dirinya sebagai pemimpinsekelompok kecil teman-teman perempuannya. Selainmencemooh dan menyakiti aku, Aggie dan kelompoknyaterlihat puas memamerkan pakaian mereka yang bagus-bagus.

Aku sendiri tahu bahwa sejak semula Aggie tidak pemahmenyukaiku, namun aku tidak tahu sampai sejauh apa iatidak menyukai aku. Dan aku mengetahui hal itu baru padahari terakhir kami di kelas empat. Ibu Aggie mengajar akudi kelas pagi, dan pada hari terakhirku di kelas empat ituAggie masuk kelas, bergaya seperti orang mau muntah,sambil berkata,

Page 111: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 111 of 144Herman Adriansyah Private Collection

111

"David Pelzer Smellzer tahun depan akan menjadi muridkudi kelas ini".

Tiada hari yang ia lewati tanpa mengeluarkan cemoohanterhadap diriku di hadapan teman-temannya. Aku tidakterlalu memedulikan Aggie, sampai ketika kami murid-murid kelas lima melakukan studi wisata ke salah satuClipper Ship di San Francisco. Ketika aku sedang sendirianberdiri di bagian lambung kapal memandangi air laut,Aggie mendekati aku dengan senyumnya yang licik danberkata dengan suara pelan, "Loncat!" Ia membuatkuterkejut. Kuperhatikan raut wajahnya, mencobamemahami apa yang ia inginkan. Sekali lagi ia berkata,pelan dan tenang,

"Aku bilang, jangan ragu-ragu, ayo meloncatlah. Aku tahusegala sesuatu mengenai dirimu, Pelzer, dan meloncat kelaut adalah satu-satunya cara bagimu untuk keluar darimasalahmu".

Terdengar suara lain dari belakang Aggie, "Ya, betul itu".Itu suara John, teman kelasku juga, salah satu "pengawal"Aggie yang bertubuh kekar. Kualihkan pandanganku darimereka ke air laut berwama hijau yang mengempas-empaslambung kayu kapal. Sejenak kubayangkan diriku terjun keair laut, dan aku tahu aku pasti tenggelam. Nyaman sekalirasanya punya pikiran seperti itu, sebab kalau aku matitenggelam berarti aku terbebas dari Aggie, teman-temannya, dan semua saja yang kubenci di dunia ini.Tetapi aku tersadar kembali, lalu aku menengadah dankutatap langsung mata John. Kucoba untuk tidakmengalihkan tatapanku pada John. Beberapa saatkemudian, John pasti bisa merasakan kemarahanku sebabia beranjak pergi sambil mengajak Aggie.

Pada awal tahun ajaran kelas lima, Mr. Ziegler, guruku dikelas pagi, tidak mengerti mengapa aku menjadi muridyang bermasalah. Baru kemudian perawat sekolahmemberitahu Mr. Ziegler mengapa aku mencuri makanan

Page 112: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 112 of 144Herman Adriansyah Private Collection

112

dan mengapa pakaian yang kukenakan begitu lusuh.Berdasarkan informasi itu, Mr. Ziegler berusaha kerasmemperlakukan aku sebagaimana murid normal lainnya.

Salah satu tugas Mr. Ziegler sebagai sponsor koran sekolahadalah membentuk sebuah komite yang terdiri dari murid-murid sekolah untuk mencari sebuah nama bagi koransekolah itu. Aku mengajukan usul sebuah nama yangmenarik, dan seminggu kemudian usulanku itu masukdalam daftar usulan yang akan dipilih melalui pemilihanyang diikuti seluruh murid dan staf sekolah. Usulan namayang kuajukan menang telak. Beberapa jam setelahpemilihan itu selesai, Mr. Ziegler memanggilku danmengatakan betapa bangganya ia bahwa nama yangkuusulkan memenangkan pemilihan.

Aku menikmati pujian itu seperti busa kering menyerap air.Nyaris aku menangis karena sudah sedemikian lama takada yang mengatakan sesuatu yang positif mengenaidiriku. Usai sekolah pada hari itu, setelah menjamin bahwaaku tak akan mendapat masalah, Mr. Ziegler memberikusurat yang harus kuserahkan kepada Ibu.

Dengan perasaan bangga bercampur gembira, aku berlarikencang penuh semangat pulang ke rumah Ibu.Seharusnya aku sudah bisa menduga bahwakegembiraanku tak akan berumur panjang.

Perempuan jalang itu dengan kasar membuka surat yangkuberikan, membacanya cepat-cepat, dan berkata dengansikap mencemooh,

"Jadi, Mr. Ziegler berkata bahwa aku sepantasnya banggaterhadapmu karena kau berhasil memberi nama yangpaling menarik untuk koran sekolah. Ia juga menyatakanbahwa kau adalah salah satu murid terpandai di kelasnya.Wah, bukankah itu berarti kau istimewa?"

Page 113: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 113 of 144Herman Adriansyah Private Collection

113

Tiba-tiba suaranya berubah jadi sedingin es dan iamenuding-nudingkan telunjuknya ke wajahku dan berkatatajam,

"Terus terang kukatakan padamu, bangsat kecil! Kau takbisa melakukan apa pun yang membuat aku terkesan!Paham? Kau bukan siapa-siapa, nobody! Kau adalahsesuatu, it! Kau tak pernah ada! Kau anak brengsek! Akumembencimu dan aku berharap kau mati! Mati! Kaudengar? Mati!"Setelah merobek-robek surat itu menjadi potonganpotongan amat kecil, Ibu meninggalkan aku, kembali asyikmenikmati acara televisi. Aku berdiri tak bergerak,memandangi surat yang terserak menjadi potongan-potongan kecil seperti butiran salju di kakiku. Sekalipunaku sudah berkali-kali mendengar semua perkataan yangtadi diucapkan Ibu, kali ini kata "It" membuat dirikutertegun tidak seperti biasanya. Ibu telah menghilangkanseluruh keberadaanku. Segala sesuatu telah kulakukansebaik mungkin untuk mendapat pengakuan dari-nya.Tetapi, sekali lagi, aku gagal. Hatiku semakin kecil dankecil. Ibu mengatakan semua itu bukan karena sedangmabuk; semua perkataan itu keluar dari hatinya.

Aku berlutut, mencoba menyatukan kembali surat yangsudah menjadi potongan-potongan kecil itu. Tidakmungkin. Kubuang potongan-potongan surat itu ke tempatsampah, sambil berharap hidupku cepat berakhir saja.Pada saat itu aku yakin bahwa bagiku kematian akan lebihbaik daripada kemungkinan memperoleh kebahagiaan. Akubukan siapasiapa, bukan apa-apa. Aku sekadar "sesuatu","It".

Semangat hidupku menjadi sedemikian rendah, sampaisampai aku berharap Ibu benar-benar membunuhku, dankupikir pada akhirnya itu akan ia lakukan juga. Menurutperkiraanku semua itu sekadar menunggu saat kapan iamau melakukannya. Maka aku pun mulai sengaja

Page 114: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 114 of 144Herman Adriansyah Private Collection

114

bertingkah yang membuatnya marah, dengan harapan iaakan terpancing untuk segera mengakhiri kesengsaraanku.

Aku mulai sembarangan mengerjakan tugas-tugasku. Akusengaja "lupa" tidak menyikat lantai kamar mandi, denganharapan Ibu atau salah satu pangeran kecilnya terpelesetdan jatuh, kesakitan karena membentur lantai yang keras.Aku sengaja membiarkan peralatan makan malam yangkucuci sedikit kotor. Aku berharap perempuan jalang itutahu bahwa aku tak lagi peduli akan apa pun.Sikapku berubah, aku jadi semakin memberontak. Sebuahperistiwa terjadi di sebuah toko swalayan pada suatu hari.Biasanya, setiap kali berbelanja di toko itu, aku disuruhtinggal di mobil. Tetapi pada hari itu, tanpa alasan yangjelas, lbu memutuskan mengajak aku masuk ke toko. lamenyuruhku meletakkan salah satu tanganku pada keretabelanja dan menundukkan kepala ke arah lantai. Denganterang-terangan aku menolak semua perintahnya. Akutahu ia tidak akan menarik perhatian pembeli lain di tokoitu, maka aku berjalan tidak terlalu jauh di depan keretabelanja. Kalau saudara-saudaraku menegur kelakuanku,aku balik membentak mereka. Aku sekadar maumengatakan pada diriku sendiri bahwa aku tak lagi sudimenjadi budak orang lain.

Ibu tahu bahwa pembeli lain di toko itu sedangmemperhatikan kami dan bisa mendengar keributan yangkami buat, maka beberapa kali ia memegang tanganku danberkata padaku dengan suara lembut agar aku tenang. Akumerasa sangat senang berada di atas angin selama beradadi toko itu, tetapi aku juga sadar bahwa begitu kamiberada di luar toko, aku harus membayar risikonya.

Persis seperti dugaanku, Ibu membentak-bentak akubahkan sebelum kami masuk mobil. Begitu kami masukmobil, Ibu menyuruh anak-anak lelakinya untukmenginjak-injak aku. Kemudian begitu kami masuk rumah,Ibu langsung membuatkan aku campuran amoniak danClorox. Ia pasti bisa menduga bahwa aku menggunakan

Page 115: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 115 of 144Herman Adriansyah Private Collection

115

kain lap untuk menutupi hidung dan wajahku sebab iamenceburkan kain lap itu ke dalam ember. Begitu iamenutup pintu kamar mandi, aku langsung ke ventilasitempat keluar masuk udara dari mesin pemanas.

Mesinnya tidak menyala. Tak udara segar yang masuk dariventilasi itu. Aku pasti sudah berada di kamar mandi lebihdari satu jam, sebab uap berwama abu-abu sudahmemenuhi ruangan sampai ke lantai. Mataku berairbanyak, yang tampaknya menambah daya kerja uapberacun itu. Aku mengeluarkan ingus dan megap-megapsampai rasanya mau pingsan. Begitu Ibu akhimyamembuka pintu kamar mandi, aku langsung menghamburke luar, tetapi tangannya mencengkeram leherku. lamendorong wajahku ke ember, tapi aku melawan. Ibugagal melakukan kehendaknya.

Rencanaku untuk bersikap memberontak pun gagal.Setelah kejadian di "kamar gas" yang memakan waktulebih lama daripada biasanya itu, aku kembali menjadipribadi yang rapuh. Tetapi jauh dalam jiwaku aku masihbisa merasakan dorongan naik yang semakin menguatseperti sebuah gunung berapi yang menunggu saatnyauntuk meletus.

Satu-satunya yang membuat aku tetap waras adalahadikku yang masih bayi, Kevin. Ia adalah bayi yang manisdan aku mencintainya. Sekitar tiga setengah bulansebelum ia dilahirkan, Ibu mengizinkan aku menontonacara kartun spesial Natal. Setelah acara itu selesai, tanpaalasan yang jelas bagiku, Ibu menyuruh aku duduk dikamar saudaraku. Beberapa menit kemudian ia masuk kekamar itu dengan begitu tiba-tiba, memiting leherkudengan tangannya, dan mencekik aku. Aku meronta takkaruan, mencoba membebaskan diri dari pitingannya. Padasaat aku merasa ingin pingsan, kudepakkan kakiku tanpaarah yang jelas, yang temyata tepat mengenai bagiantubuh di antara kedua kakinya, dan itu membuatnya

Page 116: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 116 of 144Herman Adriansyah Private Collection

116

melepaskan pitingannya. Di kemudian hari, aku menyesalikejadian itu.

Sekitar satu bulan setelah kejadian Ibu berusaha mencekikaku itu, ia berkata padaku bahwa aku menendangperutnya keras sekali yang bisa-bisa menyebabkan bayidalam kandungannya menderita cacat lahir permanen. Akumerasa seperti seorang pembunuh. Tidak cuma kepadakuIbu menceritakan kejadian itu. Ia punya beberapa versimengenai kejadian itu, yang ia ceritakan kepada siapa sajayang mendengarkan omongannya. Ibu bilang, ia mencobamemeluk aku, tetapi aku berkali-kali menendang danmemukul perutnya. Kata Ibu, itu aku lakukan karena akuiri terhadap bayi yang akan ia lahirkan. Ibu bilang, akutakut bayi itu kelak mendapat perhatian yang lebih besardari Ibu.

Aku betul-betul mencintai Kevin, tetapi karena aku takdiizinkan bahkan untuk melihat-nya atau melihat saudara-saudaraku yang lain, aku tak punya kesempatan untukmenunjukkan perasaanku. Aku ingat betul akan suatu hariSabtu, ketika Ibu mengajak anak-anak lelakinya yang lainnonton baseball di Oakland, sementara Ayah tinggal dirumah untuk mengasuh Kevin, sedangkan aku sendirimengerjakan tugas-tugasku.

Setelah kuselesaikan semua tugasku, Ayah mengeluarkanKevin dari tempat tidur bayinya. Aku senangmemperhatikan dia merangkak berputar-putar dalampakaiannya yang membuat dia makin menggemaskan.Menurutku, dia manis. Kalau Kevin mengangkat kepalanyadan tersenyum padaku, hatiku luluh. Ia bisa membuatkumelupakan segala penderitaanku untuk sementara waktu.

Kepolosannya seakan-akan menghipnotis aku, sebab akumengikutinya terus ke mana pun ia merangkak; akumembersihkan liur yang membasahi sekitar mulutnya danselalu berada dekat dengannya untuk menjagainya.Sebelum Ibu pulang, aku sempat bermain kue pastel

Page 117: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 117 of 144Herman Adriansyah Private Collection

117

dengan Kevin. Tawa Kevin membuat hatiku hangat. Sejaksaat itu, setiap kali aku merasa tertekan, aku ingat Kevin.Jiwaku tersenyum setiap kali kudengar Kevin berteriakatau tertawa gembira.

Perasaan hangat karena pertemuan singkatku denganKevin tidak bertahan lama, sebab rasa benci dalam hatikumuncul kembali. Aku berusaha keras memendamperasaanku itu, tapi tak bisa. Aku tahu aku tidak pernahditakdirkan untuk dicintai. Aku tahu aku tak pemahmenikmati kehidupan seperti yang dinikmati saudara-saudara lelakiku. Yang paling buruk, aku tahu bahwa padasaatnya nanti Kevin juga akan membenciku, sepertisaudara-saudara kandungku yang lain.

Menjelang akhir musim gugur tahun itu, Ibu mulaimelampiaskan rasa frustrasinya ke lebih banyak lagisasaran. Ia sangat membenciku seperti dulu, namun iamulai memusuhi teman-temannya, suaminya, saudarakandungnya, ibunya.

Sekalipun masih anak kecil, aku bisa merasakan bahwahubungan Ibu dengan keluarganya tidak sehat. Ibu merasasemua orang berusaha menasihatinya. Ibu tidak pemahmerasa nyaman, apalagi bersama ibunya sendiri yang jugaberkepribadian kuat. Biasanya Nenek mengajak Ibumembeli baju baru atau pergi ke salon kecantikan. Ibutidak sekadar menolak semua tawaran itu. Ia berteriak-teriak dan menjerit-jerit kepada Nenek, sampai akhimyaNenek meninggalkan rumah-nya.

Kadang kala Nenek mencoba membantuku, tetapi itumalah membuat keadaan lebih buruk lagi. Ibu menegaskanbahwa penampilannya dan caranya mengasuh keluarganya"sama sekali bukan urusan orang lain". Setelah beberapakali cekcok seperti itu, Nenek jadi jarang berkunjung kerumah Ibu.

Page 118: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 118 of 144Herman Adriansyah Private Collection

118

Mendekati musim liburan, Ibu dan Nenek semakin seringbertengkar di telepon. Ia menyebut ibunya sendiri dengansejumlah nama jahat yang bisa ia bayangkan.Pertengkaran antara Ibu dan Nenek berakibat burukbagiku, sebab di akhir pertengkaran itu aku sering jadisasaran kemarahan Ibu. Pemah aku dengar dari basement,Ibu memanggil semua saudara kandungku ke dapur, laluberkata kepada mereka bahwa mereka tidak lagi punyaNenek, tidak ada lagi Paman Dan.

Dalam hubungannya dengan Ayah pun, Ibu bersikapkejam. Pada saat Ayah pulang, entah itu sekadar untukberkunjung atau bermalam satu hari, Ibu langsungberteriak-teriak kepada Ayah padahal Ayah baru sajamasuk rumah. Akibatnya, Ayah sering pulang dalamkeadaan mabuk. Agar tidak berurusan dengan Ibu, Ayahsering mengerjakan hal-hal yang ganjil di luar rumah.

Kemurkaan Ibu bahkan mengejar Ayah sampai ke tempatkerjanya. Ibu sering menelepon Ayah ke tempat kerjanyadan mengatainya dengan berbagai sebutan. "Orang yangtidak berguna" dan "Pemabuk" adalah dua sebutan yangpaling sering digunakan Ibu untuk mengatai Ayah. Setelahbeberapa kali mendapat telepon seperti itu, seoranganggota pemadam kebakaran teman sekerja Ayah yangmenerima telepon-telepon Ibu menggantungkan gagangteleponnya begitu saja dan tidak memanggil Ayah. Itumembuat Ibu murka dan, lagi-lagi, akulah sasarankemurkaannya itu.

Untuk sementara waktu Ibu melarang Ayah pulang. Kamicuma bertemu dengannya saat pergi ke San Franciscountuk mengambil bukti pembayaran gajinya. Suatu kali,dalam perjalanan mengambil bukti pembayaran gaji Ayah,kami melewati Golden Gate Park. Sekalipun diriku selaludipenuhi kemarahan, aku sempat terkenang akan hari-haribahagia saat taman itu memiliki arti besar bagi seluruhkeluarga ini. Ketika kami melewati taman itu dalamperjalanan mengambil bukti pembayaran gaji Ayah, semua

Page 119: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 119 of 144Herman Adriansyah Private Collection

119

saudaraku pun terdiam. Tampaknya kami semuamerasakan bahwa taman itu sudah kehilangan dayatariknya, dan bahwa hari-hari bahagia kami di taman itutak akan pemah kembali lagi. Aku menduga saudara-saudara kandungku pun merasa bahwa hari-hari bahagiaitu tidak akan pemah kembali bagi mereka juga.

Sikap Ibu terhadap Ayah berubah, tetapi untuk waktu yangtidak lama. Pada suatu hari Minggu, Ibu menyuruh semuaanaknya naik ke mobil. Kami diajak masuk ke toko yangsatu ke toko yang lain untuk mencari rekaman lagu-laguJerman. Ibu ingin menciptakan suasana istimewa untukAyah pada saat ia pulang nanti. Sepanjang siang harinyaIbu sibuk menyiapkan sebuah pesta, dengan gairah sepertitahun-tahun sebelumnya. Berjam-jam ia membenahirambutnya dan mengenakan make-up. Ibu bahkanmengenakan gaun yang mengingatkan orang akan pribadiIbu dulu. Aku yakin Tuhan mengabulkan doaku. Saat Ibusibuk menata ini itu di seluruh penjuru rumah, akumemikirkan hidangan yang dimasak Ibu. Aku pikirtentunya Ibu melunakkan hatinya untuk mengizinkan akumakan bersama keluarga. Itu harapan kosong.

Waktu terus berlalu. Ayah diperkirakan sampai di rumahjam satu siang. Setiap kali mendengar suara mobilmendekati rumah, Ibu berlari ke pintu depan untukmenyambut Ayah dengan hangat. Sekitar jam empat soreAyah sampai di rumah, sempoyongan, bersama seorangteman kerjanya.

Suasana pesta di rumah membuatnya terkejut. Dari kamartidur aku bisa mendengar suara Ibu yang tertahan saat iaberusaha keras untuk bersabar menghadapi Ayah.Beberapa menit kemudian Ayah masuk kamar tidur, masihsempoyongan. Aku memandanginya dengan heran. Belumpemah kulihat Ayah semabuk itu. Bisa kucium bauminuman keras, bahkan tanpa Ayah perlu membukamulutnya. Sorot matanya lebih memancarkan rasa putusasa yang membuatnya tidak lagi mampu berdiri tegar.

Page 120: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 120 of 144Herman Adriansyah Private Collection

120

Bahkan sebelum Ayah membuka pintu lemari pakaian, akusudah tahu apa yang akan ia lakukan. Aku tahu kenapa iapulang. Begitu ia menyiapkan tas biru gelap-nya, aku mulaimenangis dalam hati. Ingin rasanya tubuhku mengecil lalumelompat masuk ke dalam tasnya itu, dan ikut pergibersamanya.

Setelah selesai berkemas, Ayah berlutut danmenggumamkan sesuatu kepadaku. Semakin kuamatiAyah, semakin kakiku terasa lemas. Otakku jadi buntu olehberbagai pertanyaan. Di manakah pahlawanku? Apa yangterjadi padanya? Ketika Ayah membuka pintu untuk keluardari kamar tidur, teman kerjanya yang mabuk menabrakAyah, hampir membuat Ayah jatuh. Ayah menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata dengan suara sedih,

"Aku tak sanggup lagi menanggung semua ini. Semuanya.Ibumu, rumah ini, dirimu. Aku betul-betul tak sangguplagi".

Sebelum ia menutup pintu kamar, aku masih sempatmendengar ia bergumam, "Ma... Ma... Maafkan aku".

Makan malam Thanksgiving tahun itu berantakan. Demimenunjukkan sikap baik sebagai orang beriman, Ibumengizinkan aku makan di meja bersama keluarga. Akutenggelam di kursiku. Aku mencoba tenang, berusahakeras untuk tidak mengatakan atau melakukan sesuatuyang bisa membuat Ibu marah. Aku bisa merasakanketegangan di antara kedua orangtuaku. Mereka hampirtidak berbicara sama sekali, sementara kakak-kakak danadikku mengunyah makanan mereka dengan diam. Hampirsaja makan malam itu berakhir ketika kata-kata kasarmulai saling dilontarkan.

Setelah cekcok itu selesai, Ayah pergi. Ibu mengambilbotol minumannya, lalu duduk sendirian di sofa, danmenikmati gelas demi gelas minuman ber-alkoholnya. Akumembereskan meja makan dan mencuci semua

Page 121: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 121 of 144Herman Adriansyah Private Collection

121

peralatannya. Pada saat itu aku berpikir bahwa kelakuanIbu pada malam itu tidak hanya mempengaruhi diriku.Tampaknya saudara-saudara kandungku pun merasakanrasa takut yang sama seperti yang selama bertahun-tahunini kurasakan.

Selama beberapa waktu, Ibu dan Ayah sama-samaberusaha menahan diri. Namun menjelang Natal, keduaorangtuaku itu merasa sudah tidak bisa lagimempertahankan sikap di antara mereka. Menahan diri,mencoba bersikap baik satu sama lain tak lagi bisa merekapertahankan. Saat duduk di anak tangga atas, sementarasaudara-saudara kandungku membukai bungkusan-bungkusan hadiah Natal mereka, bisa kudengar Ibu danAyah cekcok lagi. Aku berdoa, memohon agar merekaberbaikan, meskipun untuk satu hari yang istimewa itusaja. Pada pagi Hari Natal itu aku sadar bahwa kalau Tuhanmenginginkan Ibu dan Ayah bahagia, maka aku harusmati.

Beberapa hari kemudian, Ibu mengepak semua pakaianAyah ke dalam beberapa kardus, lalu bermobil bersamasemua anaknya, termasuk aku, menuju suatu tempatbeberapa blok setelah tempat kerja Ayah. Di sana, didepan sebuah motel yang kumuh, Ayah berdiri menunggukami. Raut wajahnya memperlihatkan rasa lega. Hatikumenciut. Setelah bertahun-tahun berdoa tanpa hasil,akhimya aku tahu bahwa hal itu terjadi juga—keduaorangtuaku berpisah.

Kukepalkan tanganku kuat-kuat, sampai aku merasaseakan-akan jari-jariku akan merobek telapak tanganku.Pada saat Ibu dan saudara-saudara kandungku masuk kekamar Ayah di motel itu, aku duduk saja di mobil sambilmengutuki Ayah berulang kali. Aku benci sekali padanyakarena melarikan diri dari keluarganya. Tetapi mungkinjuga bukan rasa benci. Mungkin aku lebih merasa iri padaAyah karena ia berhasil menyelamatkan diri, sedangkanaku tidak. Aku masih harus hidup bersama Ibu. Sebelum

Page 122: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 122 of 144Herman Adriansyah Private Collection

122

Ibu menjalankan mobilnya, Ayah membungkukkanbadannya pada jendela yang terbuka di samping tempatkududuk, kemudian ia memberiku sebuah bungkusan.Katanya, bungkusan itu berisi informasi yang ia janjikankepadaku, untuk bahan pembuatan laporan yang sedangkukerjakan di sekolah. Aku tahu Ayah lega bisamelepaskan diri dari Ibu, tetapi sekaligus bisa kulihatkesedihan pada sorot matanya ketika mobil Ibu beranjakpergi.

Perjalanan pulang ke Daly City hening. Kalau saudarasaudaraku berbicara, mereka melakukan itu dengan suarasetengah berbisik dan seadanya saja, supaya tidakmembuat Ibu marah. Ketika sampai di batas kota, Ibumencoba membuat suasana riang dengan mentraktir anak-anaknya makan di McDonald's.

Seperti biasa, aku duduk menunggu di mobil sementaramereka masuk ke dalam rumah makan itu. Kupandangilangit melalui kaca jendela mobil yang terbuka. Selimutawan abu-abu rata menutupi seluruh permukaan langit,dan bisa kurasakan titik-titik kecil air dingin dari kabutjatuh ke wajahku. Kuamati kabut itu, dan aku merasatakut. Aku tahu, tidak ada lagi yang bisa menahan Ibu.Sedikit harapan yang pemah kumiliki, pergi sudah. Tak lagiaku punya kemauan untuk melanjutkan hidupku. Akumerasa seperti terhukum yang menanti saat hukumanmati, entah kapan itu akan terjadi.

Rasanya ingin aku melarikan diri dari mobil itu, namununtuk bergerak sedikit saja aku takut. Aku membencidiriku sendiri karena kelemahan itu. Bukannya melarikandiri, aku malah mendekap bungkusan yang diberikan Ayahkepadaku sambil berusaha mencium cologne yang dipakaiAyah.

Tak ada sedikit pun aroma Ayah yang bisa kucium padabungkusan itu, maka aku pun terisak pelan. Pada saat itu,Tuhanlah yang paling aku benci dari segala sesuatu yang

Page 123: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 123 of 144Herman Adriansyah Private Collection

123

ada di dunia ini maupun di dunia lain. Tuhan tahu segalaperjuanganku selama bertahun-tahun, namun Ia berdiamdiri saja, membiarkan keadaan berubah semakin buruk. Iabahkan tidak memberiku sedikit pun aroma Old Spice AfterShave yang biasa dipakai Ayah. Tuhan merampas satu-satunya harapan terbesarku. Dalam hati, aku mengutuknama-Nya, dan berharap aku tak pemah dilahirkan.

Di luar, bisa kudengar suara Ibu dan anak-anak lelakinyaberjalan mendekati mobil. Cepat-cepat kuhapus air matakudan kembali kepada kekerasan hatiku yang membuat akumerasa terlindung. Sambil menjalankan mobilnya keluardari pelataran parkir McDonald's, Ibu menoleh sebentar kebelakang, ke arahku, dan berkata,

"Sekarang kau sepenuhnya jadi milikku. Sayang sekaliayahmu tidak bisa melindungimu."

Aku tahu, segala pertahananku akan sia-sia. Aku takmungkin bertahan hidup. Aku tahu Ibu akan membunuhku,kalau bukan hari ini, besok. Bila saat itu tiba, aku berharapIbu mengasihani aku, dan membunuhku secepat mungkin.

Sementara kakak-kakak dan adikku menikmati hamburgermereka, tanpa mereka sadari aku mengatupkan keduatanganku, kutundukkan kepalaku, kupejamkan mataku,dan aku berdoa dengan sepenuh hatiku. Ketika stationwagon Ibu masuk pekarangan rumah, aku merasa waktukusudah tiba. Sebelum kubuka pintu mobil, kutundukkankepalaku lebih dalam lagi, dan dengan perasaan damaidalam hatiku, aku berbisik,

"...dan Bebaskanlah aku dari yang jahat"."Amin."

********

Page 124: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 124 of 144Herman Adriansyah Private Collection

124

EPILOGSONOMA COUNTY,

CALIFORNIA

Aku merasa begitu hidup.Aku berdiri, berhadapan dengan keindahan Lautan Pasifikyang membentang tanpa batas. Udara sejuk sore hariberembus dari perbukitan di belakangku. Selalu hari yangindah. Matahari semakin turun. Sebuah pesona akansegera mulai. Langit mulai berubah warna jadi semburatterang, dari biru lembut menjadi jingga tua terang. Ke arahbarat, aku memandang dengan takjub kedahsyatanombak. Sebuah gulungan ombak semakin membesar, lalumenghantam pantai dengan suara berdebur. Udara basahyang tak terlihat mengusap wajahku, beberapa saatsebelum air berbuih putih nyaris membenam seluruhbagian kakiku. Riak putihnya dengan cepat surut kembali.

Tiba-tiba sepotong kayu yang terapung mendarat di pasirpantai. Bentuknya berpilin aneh. Potongan kayu ituberlubang, halus, dan warnanya kusam akibat lamaterpapar sinar matahari. Aku membungkuk untukmemungutnya. Sebelum jariku sempat menyentuhnya,lidah air lebih dulu menangkap potongan kayu itu danmenariknya kembali ke laut. Selama beberapa saat,potongan kayu itu tampaknya berusaha keras untuk tetapbisa berada di pantai. Ia meninggalkan bekas-bekasnya dipasir pantai, sebelum akhirnya masuk kembali ke air, dimana ia terombang-ambing hebat untuk kemudianmenyerah pada kekuatan laut.

Pandanganku terpaku pada potongan kayu itu—betapakayu itu mengingatkan aku pada kehidupanku sebelumnya.Awal kehidupanku sedemikian kejam, penuh dengantarikan dan dorongan ke segala arah. Semakin menyiksasituasi yang kualami, semakin kurasakan seakan-akan adakekuatan sedemikian besar yang menarikku masuk kepusaran arus bawah air. Aku berjuang membebaskan diri

Page 125: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 125 of 144Herman Adriansyah Private Collection

125

sekuat tenaga, namun putaran itu rasanya tak pernahberakhir. Lalu, secara tiba-tiba saja tanpa peringatan lebihdulu, aku terbebas.

Aku merasa sangat beruntung. Masa laluku yang hitamsudah kutinggalkan. Seburuk apa pun masa laluku itu, akujadi tahu bahwa hidupku sepenuhnya terserah padaku.Dulu aku berjanji pada diriku sendiri bahwa bila aku bisakeluar hidup-hidup dari situasi yang menimpaku, aku harusberhasil melakukan sesuatu. Aku harus menjadi yangterbaik sesuai kemampuanku. Begitulah aku hari ini. Akumemastikan bahwa masa laluku sudah kulepaskan, denganmenerima fakta bahwa bagian dari kehidupanku ituhanyalah sebagian kecil saja dari seluruh kehidupanku. Akusadar bahwa lubang hitam itu ada di sana, senantiasamenunggu untuk mengisap aku dan mengendalikannasibku selamanya—tetapi itu kalau aku membiarkannya.

Aku melakukan kontrol positif atas hidupku.Aku merasa diberi anugerah. Segala tantangan yang biasakuhadapi di masa lalu membentuk kekuatan yang sangatbesar di dalam diriku. Aku beradaptasi dengan cepat,dengan belajar bagaimana bertahan hidup di dalam situasiyang buruk. Aku tahu bagaimana membangun motivasi didalam diri sendiri. Pengalamanku memberi akukemampuan untuk melihat hidup ini secara berbeda, yangmungkin tidak dilihat oleh orang pada umumnya. Akumemiliki penghargaan yang sangat besar terhadapberbagai hal yang mungkin oleh orang lain dianggap biasasaja.

Tentu saja aku membuat beberapa kesalahan, tetapiuntunglah aku menjadi semakin baik lagi setelah kukoreksikesalahan itu. Aku tidak berdiam di masa lalu, tetapi akumempertahankan fokus yang sama yang kuajarkan padadiriku sendiri bertahun-tahun sebelumnya ketika aku hidupdi basement, bahwa Allah yang baik selalu melindungi,diam-diam memberiku keberanian dan kekuatan padasaat-saat aku paling membutuhkannya.

Page 126: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 126 of 144Herman Adriansyah Private Collection

126

Anugerah yang kuterima termasuk pertemuanku denganbegitu banyak orang yang memiliki pengaruh positifterhadap hidupku. Begitu banyak wajah yang mendorongaku, mengajari aku untuk membuat pilihan-pilihan yangbenar, serta membantu aku dalam usahaku mengejarkeberhasilan. Mereka mendukung niatku untukmengembangkan diri.

Dalam usahaku memperkaya wawasan, aku mendaftarkandiri ke United States Air Force. Di situ aku menemukannilai-nilai historis dan menanamkan dalam diriku rasabangga dan rasa memiliki yang baru pada saat itulah akumenyadarinya. Setelah berjuang bertahun-tahun lamanya,tujuanku semakin nyata di situ; di atas segalanya, akumenyadari bahwa Amerika benar-benar menjadi tempat dimana seseorang dengan bekal awal yang sangat minimdapat menjadi pemenang berkat dirinya sendiri.

Terpaan tiba-tiba riak ombak membuyarkan lamunanku.Potongan kayu yang sejak tadi kuperhatikan, tenggelamditelan gerakan air laut. Aku berbalik, dan segera menujumobilku. Beberapa saat kemudian aku sudah memacu trukToyota-ku melalui banyak tikungan berkelok-kelok sepertitubuh ular.

Aku bergegas menuju tempat idamanku yang selama initak kuberitahukan kepada siapa pun. Bertahun-tahun yanglalu, ketika aku hidup dalam kegelapan, aku selalumendambakan tempat rahasia itu. Kini, setiap kali adakesempatan, aku selalu mengunjungi sungai itu. Setelahberhenti untuk mengambil bawaanku yang tak temilaiharganya di Rio Villa, dekat Monte Rio, aku kembalimemacu kendaraanku. Bagiku, aku berpacu dengan waktu,karena matahari hampir terbenam dan salah satu impianseumur hidupku tak lama lagi menjadi kenyataan.

Begitu memasuki kota Guerneville yang tenang, aku harusmenjalankan Toyota-ku perlahan-lahan. Sampai padasebuah persimpangan, aku berbelok ke kanan, menapaki

Page 127: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 127 of 144Herman Adriansyah Private Collection

127

jalan menuju Riverside. Dari jendela mobil yang kacanyakuturunkan, kuhirup dalam-dalam udara beraroma manisdan bersih dari pepohonan redwood, yang daunnyamelambai-lambai.

Kuhentikan mobil di depan rumah yang sama, yang dulusekali dipakai kami sekeluarga menginap selama liburanmusim panas-17426 Riverside Drive. Sama seperti banyakhal lainnya, rumah itu pun sudah berubah. Bertahun-tahunyang lalu, dua kamar tidur kecil ada di belakang perapian.Terlihat ada bekas upaya yang asal-asalan untukmelebarkan dapur yang sempit sebelum terjadi banjir padatahun 1986. Bahkan pohon besar dan kokoh, yangbertahun-tahun lalu kami, aku dan saudara-saudaraku—panjati selama berjam-jam, kini membusuk. Yang takberubah tinggal langit-langit cabin dari kayu pohon cedarberwarna gelap dan perapian yang terbuat dari batu kali.

Ada rasa sedih muncul dalam diriku ketika aku hendakmenapaki jalan setapak berpasir dan berkerikil. Kemudian,sambil berusaha untuk tidak mengganggu siapa pun disitu, ku-tuntun anak lelakiku, Stephen, melalui jalansempit di samping rumah yang sama. Di jalan itulah dulu,bertahun-tahun yang lalu, orangtuaku menuntun aku dansaudara-saudaraku. Aku kenal pemiliknya, dan aku yakin iatidak keberatan aku dan anakku lewat situ. Tanpa sepatahkata pun, aku dan anakku memandang ke arah barat.

Russian River tak pernah berubah, hijau gelap dan selicinkaca, airnya tiada henti mengalir lembut ke SamudraPasifik yang maha besar. Burung-burung blue jaybersahut-sahutan saat mereka menari di udara, untukkemudian menghilang di antara pepohonan redwood.Langit di atas kami sudah bermandikan alur-alur warnajingga tua dan biru. Sekali lagi kuhirup napas panjang dankupejamkan mata, sepuas mungkin kunikmati saat-saat ituseperti dulu, bertahun-tahun yang lalu.

Setetes air mata mengalir di pipiku ketika aku membuka

Page 128: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 128 of 144Herman Adriansyah Private Collection

128

mataku. Aku berlutut, kurengkuh Stephen ke dalampelukanku. Ia memberiku ciuman.

"Aku menyayangimu, Ayah.""Aku juga menyayangimu," jawabku.

Anak lelakiku menengadah, memandangi langit yangberanjak gelap. Matanya membelalak saat ia tersentak olehpesona pemandangan yang mengiringi terbenamnyamatahari.

"Inilah tempat yang paling kusukai di seluruh dunia!"Stephen berkata mantap.

Tenggorokanku tercekat. Air mata mengambang di pelupukmataku.

"Aku juga," jawabku."Aku juga."

Stephen masih dalam usia seorang anak kecil yang polos,namun sifat bijaksananya melampaui usianya. Bahkan saatitu, ketika air mata yang asin membasahi wajahku,Stephen tersenyum, memberiku kesempatan untukmempertahankan harga diriku. Dan ia tahu mengapa akumenangis. Stephen tahu air mataku adalah air matabahagia.

"Aku menyayangimu, Ayah.""Aku juga menyayangimu, Nak."

Aku bebas.

Page 129: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 129 of 144Herman Adriansyah Private Collection

129

CHILD ABUSEBEBERAPA SUDUT PANDANG

DAVE PELZERKORBAN SELAMAT

Sebagai anak yang hidup dalam kegelapan, saya merasatakut seumur hidup dan saya kira hanya saya seorang diriyang hidup seperti itu. Kini, setelah dewasa, saya tahubahwa saya bukan satu-satunya anak yang mengalamikehidupan seperti itu, ada ribuan anak lain korbanpenyiksaan.

Ada beragam sumber informasi, tetapi diperkirakan satudari lima anak mengalami penyiksaan fisik, emosional, danseksual di negara kami (Amerika Serikat). Sayangnya,sebagian masyarakat yang tidak memperoleh cukupinformasi beranggapan bahwa kebanyakan tindakanpenyiksaan tidak lebih daripada sekadar tindakan agakberlebihan orangtua dalam menjalankan "hak" merekauntuk mendisiplinkan anak-anaknya. Boleh jadi merekajuga beranggapan bahwa penegakan disiplin yangberlebihan pada masa kanak-kanak tidak mempengaruhisikap mereka setelah dewasa. Informasi seperti itu sangatmenyesatkan, bahkan bisa berakibat tragis.

Pada setiap saat, seorang dewasa yang pernah menjadikorban penyiksaan di masa kecilnya mungkin sajamelampiaskan rasa frustrasinya kepada lingkungan sosial-nya atau kepada orang-orang yang ia cintai. Menyangkutkasus-kasus yang luar biasa, masyarakat luas biasanyacepat mengetahuinya. Peristiwa-peristiwa yangmenghebohkan menjadi santapan media, yang padagilirannya menaikkan peringkat media bersangkutan. Kitamendengar kejadian tentang seorang ayah yang pengacarayang meninju anaknya sampai pingsan lalu meninggalkansi anak tergeletak begitu saja di lantai, sementara iasendiri kemudian pergi tidur. Kita mendengar kejadiantentang seorang ayah yang membenamkan kepala

Page 130: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 130 of 144Herman Adriansyah Private Collection

130

anaknya yang masih kecil ke toilet. Kedua anak itu tewas.Bahkan ada kasus yang lebih menghebohkan lagi, yakniibu dan ayah masing-masing membunuh seorang anaknyalalu menyembunyikan mayat kedua anak itu selama empattahun. Ada kisah-kisah lain yang juga menggemparkan,seperti seorang anak korban penyiksaan yang tumbuhmenjadi seorang pria pembantai dengan menembakiorang-orang tak berdaya di McDonald's, sehingga polisiterpaksa menembaknya mati.

Yang lebih umum terjadi adalah anak-anak yang takdikenal yang menghilang begitu saja, seperti anaktunawisma yang tinggal di bawah jembatan layang danmenggunakan kardus sebagai rumahnya. Setiap tahunribuan anak perempuan korban penyiksaan kabur darirumah mereka lalu menjual diri untuk bertahan hidup. Adajuga mereka yang memberontak, lalu menjadi anggotageng-geng dan sepenuhnya melibatkan diri dalam tindakankejam serta merusak.

Banyak anak korban penyiksaan menyembunyikan masalalu mereka dalam-dalam di dalam dirinya, sedemikiandalam sampai-sampai kemungkinan mereka sendirimenjadi orang dewasa penyiksa sangat tak terduga.Mereka hidup normal, menjadi suami atau istri,membangun rumah-tangga, dan membangun karier.Namun persoalan sehari-hari sering memaksa mereka yangdulunya adalah anak korban penyiksaan bertingkah lakuseperti tingkah laku yang mereka terima saat kanak-kanak. Pasangan dan anak-anaknya sendiri kemudianmenjadi sasaran rasa frustrasinya, dan tanpa disadariterbentuklah suatu lingkaran kemarahan yang sempuma,tak ada habisnya.

Beberapa anak korban penyiksaan berdiam diri dalamtempurung mereka, tak berbuat apa-apa. Mereka melihatke arah lain, karena mereka percaya bahwa dengan tidakmengakui masa lalu mereka maka semua peristiwa masalalu itu akan hilang dengan sendirinya. Tampaknya mereka

Page 131: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 131 of 144Herman Adriansyah Private Collection

131

percaya bahwa yang terpenting adalah menjaga KotakPandora tetap tertutup rapat.

Di Amerika Serikat, setiap tahun jutaan dolardisumbangkan kepada badan-badan perlindungan anak.Seluruh dana tersebut disalurkan ke berbagai fasilitasseperti asrama yatim piatu (foster homes) danpenampungan remaja (juvenile halls). Ada juga dana yangdisalurkan ke ribuan badan swasta yang mempunyai misiantara lain upaya pencegahan dini penyiksaan terhadapanak, konseling bagi orangtua yang abusive dan anak-anakmereka yang menjadi korbannya. Setiap tahun jumlahkasus penyiksaan anak terus meningkat. Pada tahun 1990,di Amerika Serikat, ada 2,5 juta kasus penyiksaan anakyang dilaporkan. Pada tahun 1991 angka itu meningkatjadi lebih dari 2,7 juta kasus. Dan ketika artikel ini sayatulis, angka itu sudah melebihi 3 juta kasus.

Mengapa? Apa yang menyebabkan tragedi penyiksaananak terjadi? Apakah kasusnya seburuk yang dilaporkan?Dapatkah tragedi itu dihentikan? Dan mungkin pertanyaanyang paling penting diajukan adalah, seperti apakahpenyiksaan itu dari sudut pandang anak kecil?

Yang baru saja selesai Anda baca adalah kisah tentangsebuah keluarga biasa yang menjadi berantakan akibatrahasia yang tersembunyi di antara mereka. Kisah itudipaparkan dengan dua tujuan: pertama, memberikaninformasi kepada pembacanya bagaimana orangtua yangpenuh cinta dan penuh perhatian bisa berubah menjadimonster tanpa belas kasihan dan abusive, yangmelampiaskan segala rasa frustrasi kepada seorang anakkecil yang tak berdaya; kedua, menunjukkan keberhasilanuntuk tetap bertahan hidup serta kemenangan semangathidup manusia dalam mengalahkan berbagai perlakuanganjil yang seakan-akan tak terkalahkan.

Ada pembaca yang akan merasakan bahwa kisah ini tidaknyata dan membuat perasaan tidak nyaman, tetapi

Page 132: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 132 of 144Herman Adriansyah Private Collection

132

penyiksaan terhadap anak-anak atau child abuse adalahsebuah gejala yang memang menimbulkan rasa tidaknyaman dan itu sungguh terjadi di masyarakat kita.

Penyiksaan anak memiliki efek domino, saling terkait, yangmenyentuh semua pihak yang berhubungan dengankeluarga bersangkutan. Yang menanggung penderitaanterbesar adalah si anak sendiri, baru kemudian terbagi diantara para anggota keluarga langsung sampai pasanganhidup, yang sering kali merasa tercabik dalam memihakantara si anak dan pasangan hidupnya. Dari situ,penderitaan menyebar kepada anak-anak lain dalamkeluarga bersangkutan yang tidak tahu-menahu tetapi jugamerasakan ketakutan yang diakibatkannya. Yang jugaterlibat dalam efek domino itu adalah para tetangga yangmendengar teriakan atau jeritan namun tidak berbuat apa-apa, para guru yang melihat luka-luka atau memar-memardan harus berurusan dengan murid yang mengalamikesulitan menangkap pelajaran, lalu para sanak keluargayang berniat membantu namun tidak ingin kehilangan talipersaudaraan.

Kisah ini lebih daripada sebuah kisah mempertahankankelangsungan hidup. Kisah ini merupakan sebuah ceritakemenangan. Bahkan dalam saat-saat yang paling kelampun, kemauan hiduplah yang berusaha tak kunjung padam.Perjuangan fisik mempertahankan kelangsungan hidupmemang penting, tetapi yang lebih penting dan bermaknalagi adalah mempertahankan semangat agar tetap hidup.

Kisah ini merupakan kisah hidup saya dan saya sendirilahyang mengalaminya. Selama bertahun-tahun sayadikurung dalam kegelapan, dikucilkan dari pikiran danperasaan saya sendiri, merasa sendirian, serta menjadianak yang selalu dikalahkan. Pada mulanya saya sekadaringin menjadi seperti orang-orang lain pada umumnya,namun motivasi saya berkembang terus. Saya inginmenjadi "pemenang". Selama lebih dari 13 tahun sayamengabdikan diri bagi negara sebagai anggota militer.

Page 133: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 133 of 144Herman Adriansyah Private Collection

133

Sekarang saya mengabdi negara dengan cara memberikanberbagai seminar dan workshop kepada mereka yangmembutuhkan, untuk membantu mereka memutuskanmata rantai yang mengekang mereka. Sebagai salah satukorban child abuse yang mampu bertahan, saya membawapesan bagi anak-anak yang mengalami penyiksaan danbagi mereka yang mendampinginya. Saya membawasebuah perspektif yang saya peroleh melalui kenyataanbrutal sebagai korban dan berharap bahwa perspektif itumemupuk harapan bagi masa depan yang lebih baik. Yanglebih penting lagi, saya berhasil memutus lingkaran setankemarahan dan menjadi seorang ayah yang membuatsatu-satunya kesalahan, yaitu memberikan terlalu banyakkasih sayang dan dukungan bagi anak lelakinya.

Dewasa ini di Amerika Serikat terdapat jutaan orang yangsangat membutuhkan bantuan. Menjadi tugas sayamendampingi mereka yang membutuhkan bantuan itu.Saya yakin kita perlu tahu bahwa apa pun yang pernah kitaalami di masa lalu, kita pasti mampu mengalahkan sisigelapnya dan menuju dunia yang lebih terang. Memangkedengaran seperti sebuah paradoks bahwa tanpapengalaman sebagai anak yang mengalami penyiksaan,saya mungkin tidak pernah menjadi diri saya sekarang ini.Masa gelap yang saya alami ketika masih kanak-kanakmemberi saya kemampuan yang sangat baik untukmenghargai hidup. Saya beruntung memiliki kemampuanmengubah tragedi menjadi sebuah kemenangan. Itulahkisah saya.

Mungkin belum pernah terjadi dalam sejarah Amerikasebuah keluarga mengalami tekanan seperti saat ini.Berbagai perubahan di bidang ekonomi dan sosial telahmendesak keluarga sampai ke batasnya, dan situasi itumembuat penyiksaan terhadap anak lebih mungkin terjadi.Jika masyarakat memiliki pengaruh langsung terhadappersoalan child abuse, itu harus diungkapkan. Dan jikaberhasil diungkapkan, berbagai penyebab terjadinya childabuse dapat dipahami dan barulah dukungan benar-benar

Page 134: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 134 of 144Herman Adriansyah Private Collection

134

bisa diberikan. Masa kanak-kanak seharusnya penuhkeceriaan, bermain dalam terang sinar matahari; bukannyahidup dalam mimpi menakutkan yang bersumber dalamkegelapan jiwa.

Page 135: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 135 of 144Herman Adriansyah Private Collection

135

STEVEN E. ZIEGLERGURU

Bulan September 1992 bagi saya adalah bulan dimulainyalagi kegiatan belajar di sekolah. Dengan pengalaman 22tahun mengajar sampai pada tahun itu, saya selalu bisamerasakan suasana hiruk-pikuk yang melelahkan dansedikit kebingungan yang menjadi wama khas saat-saatseperti itu. Ada hampir 200 siswa baru yang nama-namanya dan catatan-catatan mengenai diri mereka harussaya pelajari; belum lagi beberapa anggota staf pengajarbaru yang harus diperkenalkan pada segala sesuatu yangharus mereka ketahui. Saat itu juga berarti selamat tinggalliburan musim panas, selamat datang tambahan bebantugas yang harus dikerjakan, dan berbagai laporan dariSacramento menyangkut dana bagi sekolah-sekolah.Tampaknya tidak ada yang berbeda pada setiap awaldimulainya kegiatan sekolah, sampai akhimya sayamenerima sebuah pesan telepon tanggal 21 September,yang membuat saya merasakan kembali rasa sedih 20tahun sebelumnya:

"Seseorang bemama David Pelzer berharap Anda sudimenghubungi agennya untuk membicarakan laporanmengenai child abuse yang pemah Anda tangani 20 tahunyang lalu". Masa lalu berputar balik terlalu cepat.

Ya, saya tidak akan lupa David Pelzer. Waktu itu saya barululus perguruan tinggi, menjadi guru baru, dan kalau sayatengok ke belakang, sebetulnya tidak banyak yang sayaketahui tentang kenyataan sesungguhnya dari karier yangsaya pilih itu. Dan di situlah, hal yang paling tidak sayaketahui adalah mengenai child abuse.

Pada awal tahun 1970-an saya tidak tahu bahwa childabuse sungguh-sungguh terjadi. Dan kalaupun itu benar-benar terjadi, semuanya akan tersimpan di dalam "lemari

Page 136: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 136 of 144Herman Adriansyah Private Collection

136

pakaian" seperti halnya gaya hidup atau kelakuanmasyarakat kita pada saat itu. Banyak yang sudah kitaketahui, tetapi baru sedikit yang kita perbuat.

Kenangan saya kembali ke Thomas Edison School di DalyCity, California, pada bulan September 1972. David Pelzeradalah salah satu murid saya di kelas lima. Temyata, duluitu saya memang naif.

Bagaimanapun, tampaknya saya dianugerahi kepekaanyang membisiki saya bahwa ada yang sangat tidak beresdalam hidup David. Makanan yang hilang dari bekalmakan siang murid-murid lain bila ditelusuri mengarahpada anak yang kurus dan berwajah sedih itu. Luka-lukadan memar-memar yang mengundang tanda tanya tampakjelas pada beberapa bagian anggota tubuhnya yang taktertutup pakaian. Semua itu menjadi jelas mengarah padasatu hal: anak ini dipukuli dan dihukum sedemikian rupa,jauh melampaui batas praktek pengasuhan anak olehorangtua.

Baru beberapa tahun kemudian saya tahu bahwa yangsaya saksikan di kelas saya sebelumnya itu adalah kasuschild abuse nomor tiga terparah yang tercatat di seluruhnegara bagian California.

Saya sama sekali tidak punya hak untuk memaparkankembali rincian data mengenai apa yang kami lihat denganmata kepala sendiri, yang kemudian saya susun bersamasejumlah guru lain sebagai laporan yang kami serahkankepada pihak berwenang bertahun-tahun yang lalu. Bagianitu akan tetap menjadi hak istimewa David dan peluangbaginya untuk ditulis dalam buku ini. Sungguh menjadipeluang yang tak temilai bahwa orang muda ini beranitampil dan memaparkan kisahnya kepada kita sehinggamasyarakat dapat mencegah penderitaan yang tidaksemestinya bagi anak-anak lain. Saya sungguh mengagumikeberaniannya melakukan itu.Saya selalu mengharapkan yang terbaik bagimu, David.

Page 137: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 137 of 144Herman Adriansyah Private Collection

137

Tak ada sedikit pun keraguan dalam diri saya bahwa kausungguh menjadi yang terbaik.

********

Page 138: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 138 of 144Herman Adriansyah Private Collection

138

VALERIE BIVENSPEKERJA SOSIAL

Sebagai anggota Social Worker for Child ProtectiveServices, California, dengan sendirinya saya memantaufrekuensi dan situasi yang mengenaskan akibat tindakkriminal terhadap anak-anak. Buku ini merupakan laporantertulis mengenai kisah penyiksaan di luar batas yangmenimpa diri seorang anak. Kita bisa mengetahui persepsisi anak selama ia berada dalam situasi menakutkan yangterus-menerus, dari kehidupan di sebuah keluarga idealmenjadi seorang "tawanan perang" di rumahnya sendiri.Kisah ini dipaparkan kepada pembacanya oleh seorangsurvivor, korban yang selamat, dari penyiksaan oleh ibukandungnya sendiri, berkat keberanian serta keteguhanhati yang luar biasa.

Sayang sekali bahwa masyarakat pada umumnya tidakmenyadari luasnya pengaruh child abuse ini. Sangat jaranganak-anak korban tindakan kriminal berani menceritakankisahnya atau melawan mereka yang menyiksanya. Rasamarah dan sakit yang diderita anak-anak ini dan yang tidakberani mereka ungkapkan, pada akhirnya merugikan dirimereka sendiri atau orang-orang lain yang dekat denganmereka. Maka, lingkaran kemarahan yang menciptakanpeluang bagi terjadinya child abuse terus berlanjut danberulang.

Dewasa ini semakin sering kita mendengar peristiwa childabuse. Film-film dan artikel-artikel di majalah-majalahyang mengupas persoalan itu semakin banyak beredar,namun kasus-kasus di situ sering dipaparkan secarasensasional sehingga kita semakin tidak paham apa danbagaimana sesungguhnya child abuse itu, apa yangsesungguhnya dialami dan diderita oleh anak yang menjadikorbannya.

Buku ini membuka wawasan kita, mencerahkan, danmendidik. David mengajak kita ikut mengalami rasa

Page 139: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 139 of 144Herman Adriansyah Private Collection

139

takutnya, rasa kekalahannya, rasa kesendiriannya, rasasakitnya, dan rasa marahnya, sampai pada harapanterakhimya. Dengan masuk ke dalam alur itu, menjadijelas bagi kita betapa menyakitkannya dunia gelap yangdiderita anak-anak korban child abuse. Bahkan secara lebihdetil, kita bisa merasakan tangisan anak-anak itu melaluimata, telinga, dan badan David Pelzer. Juga denganmembaca buku ini kita bahkan bisa merasakan keteguhanhati David untuk keluar dari siksaan yang tak kunjunghenti menuju kemenangan.

********

Page 140: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 140 of 144Herman Adriansyah Private Collection

140

GLENN A. GOLDBERGMANTAN EXECUTIVE DIRECTOR OF THE

CALIFORNIA CONSORTIUM FOR THEPREVENTION OF CHILD ABUSE

Pengalaman David Pelzer pantas diungkapkan agar kitadapat menggerakkan rakyat Amerika untuk menciptakansebuah negara yang tidak akan menyakiti anak-anak kecil.Jutaan anak-anak kita, sumber daya alam kita yang palingberharga, menjadi korban wabah child abuse danpenolakan orangtua yang tragis dan sulit diterima akalsehat. Baik tingkat maupun intensitas pola pengasuhananak secara keliru meningkat tajam dalam kurun sepuluhtahun terakhir.

Kisah David Pelzer dapat membantu siapa saja untukmemahami bahwa krisis child abuse menjalar sedemikiancepat dan sudah jauh melampaui batasnya. Setiap tahunratusan ribu anak yang tak berdaya diperlakukan kasar danmengalami penyiksaan fisik, emosional, dan seksual.

Setiap tindakan penyiksaan anak berpengaruh jauh sampaike masa yang akan datang; kalau seorang anak menderita,holeh jadi kita semua akan menanggung akibatnya. DavidPelzer adalah korban yang mampu membebaskan diri dariperlakuan kasar yang ia terima ketika masih kanak-kanak,dan kisahnya menjadi inspirasi bagi kita semua.

Bagaimanapun, kita tidak pemah boleh melupakan puluhanribu anak lain yang tidak mampu bertahan mengalamiperlakuan buruk, dan jutaan anak lainnya yang sampaisaat ini masih menderita. Satu-satunya obat bagi wabahchild abuse ini adalah mencegahnya agar tidak terjadi.Maka, menjadi harapan besar bagi saya bahwa buku inibisa membantu mengarahkan prakarsa yang dilakukanoleh semakin banyak pihak untuk mencegah terjadinyasegala bentuk child abuse.

Page 141: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 141 of 144Herman Adriansyah Private Collection

141

Tak Pernah KutahuTak pernah kutahu seburuk apa;

Tapi kudengar itu ada.Kelakuan kriminal yang membuatku ngeri dan marah

Karena merampas perkembanganPada bagiannya yang paling bemas.Tak pernah kutahu seberapa sakit;

Memar dan luka tak tampak.Dan mengapa di situ titik pada garis kehidupan,

Penyiksaan brutal harus kau tanggungTak pernah kutahu seperti apa perasaanmu;

Kau seperti tak punya kehendak.Yang kutahu kau tak ke mana-mana,

Tak pernah sempat kau ungkapkan perasaanmu.Tak pemah kutahu sesuatu yang bisa kulakukan; Yangmungkin bisa membantu barang sedikit. Sebab yang

kaubutuhkan cuma seorang sahabat;Siapa pun yang mau menjadikanmu sahabat.

Tetapi sekarang aku tahuBahwa aku bisa berbuat sesuatu;

Bahkan membuat sesuatu jadi lain.Aku akan tegak bersamamu;

Aku akan berteriak bersamamu,Maka orang-orang lain tak mungkin lagi berkata.

"Tak pemah kutahu."

Cindy M. Adams

Page 142: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 142 of 144Herman Adriansyah Private Collection

142

TENTANG PENULIS

Dave adalah pensiunan Angkatan Udara Amerika Serikat,yang pemah ambil bagian dalam operasi Just Cause,Desert Shield, dan Desert Storm. Saat masih aktif diAngkatan Udara itu ia terlibat dalam aktivitas di JuvenileHall dan dalam berbagai program lain seputar "Remajayang Terancam" di seluruh pelosok negara bagianCalifornia.

Sebagai pengakuan atas prestasi-prestasi istimewanya,Dave dianugerahi berbagai bentuk penghargaan, termasukpujian secara pribadi dari dua mantan presiden AmerikaSerikat, Ronald Reagan dan George Bush. Tahun 1990 iamenerima J.C. Penney Golden Rule Award. Pada Januari1993 ia mendapat penghargaan sebagai salah satu dariTen Outstanding Young Americans. Ia bergabung dalamsebuah kelompok alumni terkemuka yang antara lainberanggotakan John F. Kennedy, Richard Nixon, AnneBancroft, Orson Welles, Elvis Presley, Walt Disney, danNelson Rockefeller.

Pada November 1994 ia menjadi satu-satunya wargaAmerika yang dianugerahi penghargaan sebagai salah satudari Outstanding Young Persons of the World, di Kobe,Jepang, atas upayanya meningkatkan kewaspadaan akanperlakuan kasar terhadap anak-anak dan pencegahannya,juga atas kegigihannya yang tanpa kenal henti dalammenanamkan pentingnya bersikap tabah. Davememperoleh penghargaan membawa api Olimpiade, yangmencerminkan kegigihan semangat dalam pawai arak-arakan membawa api Olimpiade 1996.

Dave adalah penulis buku The Lost Boy, buku yang keduadari rangkaian tiga-buku atau trilogi, dan buku penutupnyayang berjudul A Man Named Dave.

Di waktu luang, Dave sering melakukan perjalananbersama anaknya, Stephen, atau tinggal di rumahnya yang

Page 143: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 143 of 144Herman Adriansyah Private Collection

143

bersuasana tenang bersama istri dan seekor kura-kurabernama Chuck, di Rancho Mirage, California.

Page 144: A Child Called It - Page 1 of 144 Herman Adriansyah ... · Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, ... saja, lalu

A Child Called It - Page 144 of 144Herman Adriansyah Private Collection

144

PERTANYAAN

Bagi kebanyakan orang, membaca buku ini A Child Called"It"—bisa mengusik emosi, juga memunculkan banyakpertanyaan. Mungkin banyak pertanyaan tersebut bisaterjawab dalam dua buku selanjutnya dalam trilogi ini,yakni The Lost Boy dan A Man Named Dave.

Bila Anda masih mempunyai pertanyaan atau komentar,silakan mengirimkan surat Anda ke alamat di bawah ini.Jangan lupa menyertakan dalam surat Anda tersebutamplop yang sudah berperangko dan mencantumkanalamat Anda. Bila tidak, surat Anda tidak akan kami balas,mengingat begitu banyaknya surat yang kami terima.

D-ESPRITP.O. Box 1846

Rancho Mirage, CA 92270

Terima kasih.