99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama...

25
Universitas Indonesia 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao Penelusuran relasi Rumah Kawin dengan kehidupan masyarakat Cina Benteng Udik, masa lalu dan masa kini, pada akhirnya mengerucut pada tiga pokok bahasan, yaitu: eksistensi Rumah Kawin, tradisi perkawinan dan spiritualitas Cio Tao. Melalui tiga faktor kontinuitas, strategi dan harmoni sebagai pisau analisisnya diharap akan mengarah pada fakta-fakta relasi Rumah Kawin Song dengan masyarakatnya. III.1. Rumah Kawin sebagai Wacana Rumah Kawin di Lingkungan Kampung Melayu, Teluknaga - Tangerang hadir sebagai sarana yang memenuhi kebutuhan pernikahan masyarakat setempat sejak tahun 1962, kehadiran Rumah Kawin bukan sekedar jawaban dari keterbatasan lahan perumahan yang dimiliki calon pengantin, lebih jauh lagi Rumah Kawin adalah wujud ideal dari sarana yang dibutuhkan masyarakat setempat. Kebutuhan berkembang sejalan dengan kemajuan yang dialami Kampung Melayu, akses jalan raya dan pasokan listrik yang baru mereka rasakan tahun 1982 merupakan percepatan-percepatan terhadap perkembangan kebutuhan mereka, informasi melalui interaksi dengan masyarakat luar, surat kabar dan tayangan televisi mempercepat masuknya nilai-nilai medernitas yang mengutamakan kepraktisan, unsur-unsur pembanding segera mengepung kehidupan mereka, perbedaan itu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat sekedar dijawab tetapi harus ditindak-lanjuti, perbedaan tersebut mengerucut sebagai tuntutan-tuntutan perubahan. Cina Benteng Udik tidak diam, mereka melakukan perubahan drastis. Tahun 1994, Rumah Kawin Teng merupakan sarana pertama yang menjawab tuntutan, dua ratus juta rupiah yang dikumpulkan anak-anak Teng sebagai pertaruhan untuk melakukan perubahan penampilan fisik sehingga menaikkan nilai sewa gedung lebih dari lima kali lipat. Tampilan yang modern dengan konsep penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus menghilangkan Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Transcript of 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama...

Page 1: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

99

Bab III

Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao

Penelusuran relasi Rumah Kawin dengan kehidupan masyarakat Cina

Benteng Udik, masa lalu dan masa kini, pada akhirnya mengerucut pada tiga

pokok bahasan, yaitu: eksistensi Rumah Kawin, tradisi perkawinan dan

spiritualitas Cio Tao. Melalui tiga faktor kontinuitas, strategi dan harmoni sebagai

pisau analisisnya diharap akan mengarah pada fakta-fakta relasi Rumah Kawin

Song dengan masyarakatnya.

III.1. Rumah Kawin sebagai Wacana

Rumah Kawin di Lingkungan Kampung Melayu, Teluknaga - Tangerang

hadir sebagai sarana yang memenuhi kebutuhan pernikahan masyarakat setempat

sejak tahun 1962, kehadiran Rumah Kawin bukan sekedar jawaban dari

keterbatasan lahan perumahan yang dimiliki calon pengantin, lebih jauh lagi

Rumah Kawin adalah wujud ideal dari sarana yang dibutuhkan masyarakat

setempat.

Kebutuhan berkembang sejalan dengan kemajuan yang dialami Kampung

Melayu, akses jalan raya dan pasokan listrik yang baru mereka rasakan tahun 1982

merupakan percepatan-percepatan terhadap perkembangan kebutuhan mereka,

informasi melalui interaksi dengan masyarakat luar, surat kabar dan tayangan

televisi mempercepat masuknya nilai-nilai medernitas yang mengutamakan

kepraktisan, unsur-unsur pembanding segera mengepung kehidupan mereka,

perbedaan itu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat sekedar

dijawab tetapi harus ditindak-lanjuti, perbedaan tersebut mengerucut sebagai

tuntutan-tuntutan perubahan.

Cina Benteng Udik tidak diam, mereka melakukan perubahan drastis.

Tahun 1994, Rumah Kawin Teng merupakan sarana pertama yang menjawab

tuntutan, dua ratus juta rupiah yang dikumpulkan anak-anak Teng sebagai

pertaruhan untuk melakukan perubahan penampilan fisik sehingga menaikkan nilai

sewa gedung lebih dari lima kali lipat. Tampilan yang modern dengan konsep

penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus menghilangkan

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 2: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

100

detail-detail karakter lokalnya, karakter rumah kawin Cina Benteng Udik. dengan

tampilan meja abu dan bahan-bahan sederhana sudah dihilangkan, bahan kayu

diganti tiang-tiang beton, bahan bambu dan anyaman diganti dengan papan

gypsum, kehadiran altar pengantin lengkap dengan backdrop-nya tidak beda

dengan tampilan ruang resepsi pernikahan di Jakarta, semua itu merupakan

identitas baru bagi Rumah Kawin Teng.

Ruang Serbaguna Lautan tampil lebih mewah, ruang yang tertata rapi,

langit-langit yang tinggi dan pelataran parkir yang luas menjadikan Ruang

Serbaguna Lautan sebagai tempat resepsi yang paling modern. Karakter lokal

Rumah Kawin Cina Benteng Udik tidak tampak mengingat gedung ini semula

digunakan sebagai gudang Indofood dan saat ini digunakan untuk kegiatan yang

beragam. Biaya sewa gedung serbaguna ini berkisar delapan juta rupiah berikut

altar pengantin sebagai dekorasi yang mudah dilepas dan dipasang ulang.

Bagaimana dengan Rumah Kawin Song?, semenjak 1962 Rumah Kawin

Song tampil apa adanya, penataan ruang yang khas sebagai Rumah Kawin Cina

Benteng Udik menunjukkan tidak adanya respon terhadap tuntutan perubahan,

Lantai yang terbuat dari flur semen membentuk gelombang-gelombang dibeberapa

tempat, bangunan berstruktur kayu dan bambu serta atap gerabah tampak jelas dari

ruangan karena tidak memiliki langit-langit, pencahayaan yang redup, meja altar

tua, miring dan kusam menambah kesan tidak terurus dengan benar, dapur kamar

mandi dan Ruang Pedaringan yang berbau jamur, kotor, kumuh dan tidak terawat

menjadikan Rumah Kawin Song sebagai Rumah Kawin yang paling buruk di

antara Rumah Kawin lain di Kampung Melayu. Di balik itu, apa yang dilakukan

oleh Cina Benteng Udik Kampung Melayu?, mereka menetapkan Rumah Kawin

ini sebagai Rumah Kawin yang paling ideal bagi mereka.

Rumah Kawin Song bukan yang paling murah, biaya sewa gedung di atas

lima juta rupiah tidak mengurangi minat masyarakat untuk menggunakan rumah

kawin ini, berdasarkan perbandingan pemakaiannya, Rumah Kawin Song paling

sering digunakan dibandingkan Rumah Kawin Teng, dan yang jarang digunakan

untuk pernikahan adalah Ruang Serbaguna Lautan. Apa yang tampak dari

fenomena Rumah Kawin Song ini?, apakah tampilan bersahaja Rumah Kawin

Song merupakan strategi mereka?. Nyatanya keluarga Song tidak mampu

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 3: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

101

membiayai renovasi Rumah Kawinnya, sertfikat Rumah Kawin yang tergadai

karena Song kalah judi juga entah ada di tangan siapa, penghasilan Rumah Kawin

habis terbagi untuk anak dan cucu Song yang hidup sederhana. Dalam hal ini dapat

disimpulkan bahwa Rumah Kawin Song hanya jalan di tempat, tidak merespon

tuntutan perubahan bahkan berlindung di balik wajah kolot tradisi setempat.

Dalam konteks strategi, tampak Rumah Kawin Teng telah menunjukkan

hasil pelaksanaan strateginya, yaitu mengubah citra diri dengan berganti wajah

sehingga penghasilan dari sewa gedung meningkat berlipat dan pangsa pasarnya

tidak terbatas pada suku atau agama tertentu; demikian juga dengan Ruang

Serbaguna Lautan yang tidak terikat dengan identitas tunggal sehingga tidak ingin

terjebak dalam satu wadah kegiatan; namun sebaliknya, bagaimana dengan Rumah

Kawin Song? Apakah kondisi tidak ada perubahan bisa disebut sebagai strategi?

Jika demikian, tentunya ada kunci yang dapat memberi jawaban - mengapa tidak

ada perubahan tetapi tetap bertahan?, bahkan paling diminati!.

Bagi masyarakat penyewa Rumah Kawin, katakanlah Pak Pandan sebagai

contohnya, alasan pertama yang mereka gunakan untuk memilih Rumah Kawin

adalah biaya sewa, alasan kedua adalah faktor kepercayaan atau agama, alasan

yang ketiga adalah perkiraan jumlah tamu yang menjadi ukuran suksesnya

penyelenggaraan perkawinan, alasan keempat adalah faktor ‘kebebasan’ yaitu

keleluasaan para tamu untuk ‘plesir’ di acara pesta kawin.

Strategi umumnya diawali dengan faktor perhitungan terhadap biaya sewa,

bagaimana menutup biaya sewa berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang

ditawarkan Rumah Kawin tersebut, fasilitas judi, Rumah Kawin Song

menyediakan lahan nyaman lengkap dengan dua puluh meja untuk judi, sebanyak

itu juga yang ditawarkan oleh Teng muda untuk Rumah Kawin Teng, tetapi tidak

demikian untuk Ruang Serbaguna Lautan. Pak Geyong yang sehari-hari berprofesi

sebagai buruh bangunan memilih Rumah Kawin Song karena mendapat potongan

biaya sewa yang besar sehingga biayanya murah, dia sadar akan beban biaya

pernikahan yang tidak dapat didukung oleh sit-an sebagai uang komisi judi.

Faktor biaya sewa dan pengeluaran untuk makanan merupakan perhitungan

biaya yang paling besar, secara tidak langsung Pak Pandan memperkirakan dua

puluh hingga dua puluh lima juta rupiah untuk total pengeluaran pestanya,

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 4: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

102

penggunaan biaya sebesar itu akan mudah diatasi apabila diantara tamu yang hadir

terdapat empat ratus atau lima ratus orang yang memberi Ang Pao rata-rata sebesar

lima puluh ribu rupiah. Selain itu Pak Jangkung yakin bahwa penghasilan dari Sit-

an penjudi bisa menutup biaya penyewaan gedung sebesar empat hingga lima juta

rupiah. Perhitungan di atas kertas memudahkan penyelenggara pesta untuk

berspekulasi, bagaimana menghadirkan tamu sebanyak mungkin agar biaya pesta

tertutup.

Faktor kepercayaan juga menentukan strategi penyelenggara pesta untuk

kesuksesan pestanya, Rumah Kawin Song bernuansa kepercayaan Budha (Budha

Mahayana, Konghucu dan Taoisme) sehingga Cina Benteng Udik yang beragama

Budha dapat memanfaatkannya dengan baik, Rumah Kawin Teng, meskipun

berwajah modern, masih mungkin digunakan sebagai pesta perkawinan masyarakat

yang beragama Budha, penataan ruangnya masih menggunakan model Rumah

Kawin lokal, altar meja abu dan kamar-kamar pengantin masih terletak pada ruang

yang sama seperti semula, berbeda dengan Ruang Serbaguna Lautan yang tidak

menyediakan fasilitas tersebut secara permanen. Pertimbangan ini hadir sebagai

salah satu alasan mengapa putri bungsu Pak Tan, sebagai cucu luar Song, memilih

tempat pernikahannya di tempat lain, bukan di Rumah Kawin Song, agama Kristen

yang di anutnya tidak sesuai dengan penampilan Rumah Kawin Song yang

bernuansa Budhis; demikian juga dengan perkawinan putra Pak Jamin.

Faktor perkiraan jumlah tamu yang akan hadir menentukan besarnya ruang

yang dibutuhkan, tamu yang hadir bergantung dari ‘keutangan’ yang harus dibayar

mereka kepada penyelenggara pesta. Sistem ‘keutangan’ ibarat menyebar benih

‘budi baik’ pada ladang-ladang subur dan pesta perkawinan anak ibarat menuai

balas budi dari ladang-ladang subur tersebut, banyaknya tamu yang datang sangat

bergantung dari kwalitas ‘budi baik’ yang telah diberikan pada komunitas-

komunitas tertentu, komunitas yang sering dijadikan ladang adalah komunitas

penggemar gambang, Komunitas Vihara, komunitas judi, komunitas petani,

komunitas nelayan, komunitas pedagang pasar dan komunitas olahraga sepeda

santai. Pesta perkawinan adalah pembuktian bagi kwalitas keutangan yang

disebarkan, Pak Pandan dengan penuh keyakinan menjamin pesta yang kerap dia

selenggarakan pasti berhasil, ‘pengabdiannya’ terhadap kelompok penggemar

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 5: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

103

gambang sebagai jaminannya bahwa jaringan yang telah dibentuk hingga kota

Jakarta, Bekasi dan Kerawang akan mendukung dan mereka akan menghadiri

undangannya dengan antusias; demikian juga dengan Ibu Nuning, komunitas

Vihara pasti akan mendukung pesta perkawinan yang kerap dia selenggarakan

karena dia adalah Rahmani pandita dan aktif dalam kegiatan sosial, sehingga

keluarga Pak Pandan memilih ruangan yang besar. Pak Tan adalah pendiri Vihara

dan dia adalah mantan pimpinan pengurus vihara, komunitas penggemar sepeda

santai yang sekarang dia tekuni merupakan lingkaran baru yang menjamin

keutangan tetap berlangsung secara baik, pada saat pernikahan putri bungsunya

Rumah Kawin yang dipilih adalah Restoran Rum yang ruangannya luas.

Apabila perkiraan jumlah tamu telah diprediksi, maka faktor hiburan apa

yang para tamu sukai merupakan pertimbangan yang terakhir. Pak Pandan

menetapkan kelompok Nagasakti sebagai pilihannya karena penyanyi dan lagu-

lagu yang ditampilkan paling menarik diantara kelompok lain, biaya yang paling

mahal bukan menjadi halangan karena hubungan baik dengan pemilik gambang

menghasilkan diskon yang besar. Pak Geyong menggunakan gambang milik Picis

karena banyak cokek yang menyukai kelompok ini, para cokek pasti mengajak

papi-papinya untuk menghadiri pesta. Beda dengan Pak Canda yang lebih memilih

kelompok gambang Naga Sari dari Kampung Jelupang Serpong karena

menghindar dari kejenuhan teman-temannya terhadap kelompok gambang lokal

Teluknaga. Penyelenggara pesta berstrategi untuk menghadirkan tamu yang ‘rata-

rata tidak diundang’. Lahan ngibing harus dipilih yang besar apabila penyelenggara

pesta adalah anggota komunitas penggemar gambang, atau lahan judi harus

dipersiapkan sebanyak-banyaknya karena penyelenggara pesta adalah anggota

komunitas judi, demikian juga dengan komunitas penggemar minuman keras.

Ketiga Rumah Kawin menyediakan lahan yang berbeda untuk menampung

kegiatan-kegiatan seperti itu.

III.2. Perkawinan sebagai Wacana

Perkawinan bukan sekedar menyebar undangan dan membuat pesta, upaya

untuk menyukseskan perkawinan harus diawali dengan tindakan-tindakan

persiapan secara material maupun spiritual. Perhitungan kebutuhan-kebutuhan

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 6: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

104

dalam pesta akan berujung pada perhitungan besarnya biaya dan tenaga yang harus

dikeluarkan. Penyelenggara pesta dapat lebih mudah memperhitungkan resiko

yang akan ditimbulkan terkait dengan pilihan-pilihan yang jelas, misalkan sewa

Rumah Kawin, sewa gambang dan penyediaan konsumsinya.

Persiapan yang bersifat spiritual menyangkut kesiapan mental keluarga

pengantin untuk menghadapi hambatan-hambatan menjelang perkawinan. Doa

yang dilakukan di Vihara, mohon restu kepada Bante, minta dukungan ‘pendoa’

dari saudara-saudara yang dituakan dan doa kepada Makco dan Kongco sebagai

jaringan doa pihak dalam. Penyelenggaraan ritual Malam Rasul dan ritual

Pedaringan merupakan upaya menangkal hambatan-hambatan dari pihak luar.

Penyelenggaraan pesta perkawinan akan lebih berhasil apabila

penyelenggara pesta juga memperhatikan bagaimana caranya mengundang tamu

agar tidak ada kesalahan dalam penyampaiannya. Pak Geyong mendatangi tokoh-

tokoh masyarakat di lingkungan tempat tinggal dia, Kepada Desa, Ketua Rukun

Tetangga, pengurus Vihara, pengurus Gereja, tokoh-tokoh yang aktif di dunia

gambang, dunia judi, tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam lingkungan

pemerintah setempat bahkan Mandor desa1 merupakan pihak yang harus

dikunjungi untuk memberitahukan rencana penyelenggaraan pesta pernikahan

putrinya, kunjungan itu sangat berarti karena dia ingin mencantumkan nama-nama

mereka sebagai pihak yang mengundang. Mengapa harus mencantumkan nama-

nama mereka?, jawaban yang tepat adalah sudah seharusnya demikian, itulah

tradisi mereka untuk mengundang masyarakat. Berangkat dari sistim yang

dikonstruksi masyarakat Cina Benteng Udik, undangan adalah pemberitahuan yang

disebar merata pada masyarakat, undangan yang disebar adalah undangan tanpa

nama layaknya brosur. Pola penyebaran yang menjamin setiap orang dapat

‘menerima’ adalah melalui kurir yang berkeliling dari pesta satu ke pesta lainnya,

kurir akan memberi undangan pada orang-orang yang dia yakini sebagai penduduk

setempat. Penerima undangan menerima ‘berita undangan’ bukan sekedar untuk

dia tetapi kerabat-kerabat yang juga mengenal penyelenggara pesta, berita

undangan itu disampaikan secara lisan, selain itu papan nama juga ditempelkan di

depan Rumah Kawin pada saat pesta dipersiapkan, kedua cara ini merupakan

1 Mandor desa adalah Centeng atau jawara yang diangkat sebagai ketua keamanan desa.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 7: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

105

tatacara baku yang senantiasa dijalankan mereka sebagai jaminan bahwa

pemberitahuan telah tersebar secara merata sehingga tidak ada pihak-pihak yang

tidak diundang.

Pencantuman nama tokoh merupakan strategi lain agar orang-orang yang

memiliki kepentingan dengan tokoh-tokoh tersebut memiliki kesempatan untuk

bertemu dan menjalin relasi dalam pesta ini, komunitas Vihara akan lebih senang

datang ke pesta karena memandang tokoh mereka yang turut mengundang mereka,

demikian juga dengan pengurus gereja dan tokoh-tokoh gambang yang

‘dihadirkan’ oleh penyelenggara pesta, juga Mandor desa, dia adalah pihak yang

menjamin keamanan pesta.

Pencantuman nama para pengundang memiliki resiko terhadap mereka,

kerabat yang namanya dicantumkan harus senantiasa hadir dalam pesta itu, mereka

adalah penyambut tamu yang datang, menemani tamu berbicara dan mengarahkan

tamu pada komunitas yang tepat, apabila tamu yang datang adalah peminum maka

tamu tersebut diarahkan untuk duduk pada meja sahabat-sahabatnya para

peminum, demikian juga para penjudi, penggemar gambang, dan komunitas

keagamaan.

Apakah pencantuman nama tokoh akan menyebabkan masyarakat hadir

karena dicantumkannya nama-nama tokoh yang mereka kenal?, bagaimana kalau

masyarakat tidak mengenal penyelenggara pesta, atau bagaimana bisa hadir kalau

penyelenggara pesta adalah warga yang tidak mereka sukai, bahkan mereka

musuhi?

Bercermin pada pendapat Pak Pandan bahwa dia bisa mengabaikan peranan

kartu undangan, maka pencantuman nama dalam undangan perkawinan

sesungguhnya tidak memiliki pengaruh besar bagi kehadiran tamu, mencantumkan

nama-nama tokoh masyarakat lebih tepat sebagai penghormatan bagi tokoh-tokoh

setempat sesuai etika bermasyarakat, nama-nama tokoh tidak akan menggerakkan

masyarakat untuk hadir apabila tidak ada ‘keutangan’ yang harus dibayar terhadap

penyelenggara pesta. ‘keutangan’ dan ‘membayar keutangan’ sesungguhnya

merupakan inti kekuatan untuk menghadirkan tamu dalam pesta. ‘keutangan’ tidak

selalu berupa uang, Ibu Nuning yang membantu sebagai tukang masak dalam pesta

akan menanam ‘keutangan’ jasa masak, dalam kesempatan lain orang yang

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 8: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

106

‘keutangan’ akan ‘membayar keutangan’ kepada Ibu Nuning berupa bantuan

memasak dalam pesta Ibu Nuning atau memberinya uang. Sistim ‘keutangan’

menekankan ‘kwalitas keutangan’ yang dipertukarkan, bernuansa resiprositas.

‘kwalitas keutangan’ dikreasi oleh individu-individu melalui jasa baik yang

diberikan secara terus-menerus, Pak Pandan selalu hadir dalam pesta pernikahan

yang dibuat oleh penggemar gambang dilingkungan Tangerang, Jakarta, Bogor,

Bekasi dan Kerawang, peranannya yang aktif sebagai penyanyi dan penari

menyebabkan orang-orang mengenal dia sebagai penyanyi dan penari yang hebat,

tingkah Pak Pandan yang santun dan rela berkorban membuat orang lain

menghargai dia, Pak Pandan senantiasa meramaikan suasana pernikahan rekan-

rekannya. Selain itu, Pak Pandan adalah penggagas dan koordinator pesta gambang

pada saat Imlek, pesta kecil di depan halaman rumahnya yang kecil dan selalu

dihadiri para penggemar gambang yang dia undang, bebas dihadiri siapa saja dan

tidak dipungut biaya, pengabdiannya yang besar sebagai penggemar gambang

keromong menjadikan dia sebagai salah satu tokoh yang dikenal secara luas.

Langkah-langkah Pak Pandan adalah ‘kwalitas keutangan’ yang ditebar secara

konsisten terhadap komunitasnya, dia menyebutnya sebagai ‘gaul’. Demikian juga

dengan Pak Tan, keberaniannya sebagai penggagas dan pendiri Vihara Budha

Therawadha - sebagai jalan keluar bagi Cina Benteng agar mereka memiliki agama

yang sah - berbuah pada penokohannya dalam lingkungan Budhis Kampung

Melayu, Pak Tan adalah mantan pimpinan Vihara dan saat ini aktif dalam

lingkungan penggemar sepeda sehat. Pengabdian Pak Tan merupakan ‘keutangan’

yang sangat besar bagi masyarakat di sekitarnya.

Jika setiap kepala keluarga berstrategi dalam sistim ‘keutangan’ yang

mereka jalankan, tanpa mereka sadari mereka telah menciptakan harmoni bagi

masyarakatnya, perbuatan yang baik dan dijalankan secara konsisten akan

menciptakan ‘keutangan’ yang menguntungkan pelaku, suatu ikatan yang memiliki

konsekwensi sosial dengan sanksi yang jelas. Mereka yang aktif dalam sistim

‘keutangan’ adalah mereka yang akan mendapatkan bantuan dari ‘pembayar

keutangan’ disaat penyelenggaraan pesta kawin kelak. Dan sebaliknya, bagi

mereka yang tidak terlibat dalam ‘keutangan’ bahkan memiliki reputasi buruk

dalam ‘keutangan’, maka masyarakat ‘menghukum’ dengan cara tidak akan

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 9: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

107

menghadiri bahkan tidak memberi ‘bantuan’ pada saat pesta pernikahan mereka.

Bukan sanksi yang berat, tetapi menyangkut harga diri dan eksistensi sebagai

kepala keluarga yang tidak berhasil.

Pak Jangkung yang tidak ingin terjerat dalam sistim ‘keutangan’ dapat

mengabaikan undangan terbuka dan tidak memberi Ang Pao pada penyelenggara

pesta perkawinan, Pak Jangkung sadar, apabila tindakan ini selalu dia lakukan

maka sanksi masyarakat berkaitan dengan kondisi tersebut tidak hanya

berpengaruh pada pesta perkawinan anaknya kelak, tetapi berpengaruh juga

terhadap hampir semua kesempatan ‘keutangan’ yang dia miliki, misalkan:

peristiwa kelahiran, peristiwa kematian, pesta ulang tahun atau perawatan di

Rumah Sakit. Bukankah sikap itu menjurus pada pengucilan dirinya oleh

masyarakat yang ‘memperhitungkan keutangan’?. Untuk menghindari hal tersebut,

Pak Jangkung berusaha untuk memilah dengan siapa dia terlibat ‘keutangan’

sebagai bentuk ‘keutangan’ yang tertutup, lingkaran eksklusif ini dijaga sebagai

upaya menyelaraskan sikap pihak lain yang berseberangan dengannya. Berbeda

dengan Pak Pandan, dia tidak dapat menghindar dari undangan meskipun sedang

sakit, figur yang lekat dengan komunitas gambang Keromong ini ‘dipaksa’

dihadirkan oleh penyelenggara pesta agar memeriahkan pesta, dia menjadi daya

tarik tamu lain untuk datang. Melihat fakta seperti ini tampak bahwa konstruksi

individu dalam ‘keutangan’ betul-betul merupakan upaya keras individu dalam

menjaga relasinya terhadap masyarakat, dibutuhkan upaya yang keras dan

konsisten agar berbuah baik sesuai dengan yang dia harapkan.

Apakah ‘keutangan’ harus selalu dibayar?, masyarakat Cina Benteng Udik

percaya bahwa kematian adalah bentuk kesialan, mereka menyebutnya swee.

Anggapan ini berakar pada tradisi Cina saat perayaan Pehcun, pada minggu

pertama bulan Juli, keluarga yang berduka tidak boleh membuat bacang atau

kwecang yaitu makanan berbahan ketan yang dibungkus daun bambu dalam bentuk

yang khas sebagai pantangan karena ada kesialan. Keluarga yang mengalami

kematian dianggap kotor dan perlu dikucilkan dari dunia abadi Cio Tao, untuk itu

keluarga yang kotor tidak boleh datang ke pesta bahkan tidak boleh memberikan

Ang Pao meskipun diwakilkan. Apakah ‘keutangan’ telah ‘diampuni’ oleh pihak

yang ‘memberi keutangan’?, untuk menjawab pertanyaan ini perlu analogi

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 10: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

108

‘penolakan pembayaran keutangan’ model Cina Benteng Udik. Di dalam pesta

perkawinan yang berlangsung dua bahkan tiga hari, penyelenggara pesta sangat

membutuhkan kedatangan tamu agar tetap terlihat ramai. Apabila tamu datang

pada hari pertama dan memberi Ang Pao, maka pemberian itu dapat ditolak (lebih

tepatnya tidak diterima) dengan maksud agar tamu tersebut kembali datang pada

hari berikutnya untuk menyerahkan Ang Pao, berdasarkan analogi di atas, maka

penolakan pembayaran ‘keutangan’ oleh pihak yang mengalami kedukaan hanya

berupa penundaan kewajiban pembayaran ‘keutangan’, perhitungan itu masih terus

berlanjut untuk kesempatan yang akan datang.

Jika masyarakat Cina Benteng Udik memahami bahwa keluarga yang

tengah berduka tidak boleh datang bahkan memberi Ang Pao pada pesta

perkawinan, mengapa keluarga yang berduka masih mencoba untuk memberi Ang

Pao dengan cara menitipkan?, jawabannya adalah strategi ‘keutangan’, yaitu setiap

individu dalam ‘keutangan’ harus selalu menjaga kewajiban membayar

‘keutangan’ tersebut, penolakan pasti akan terjadi tetapi niat untuk membayar

‘keutangan’ akan menjaga ‘kwalitas keutangan’ terhadap relasinya, upaya untuk

menjaga kelestarian dan harmoni dalam sistim ‘keutangan’.

Sistim ‘keutangan’ ibarat bola panas yang selalu berpindah dari tangan

individu satu kepada yang lainnya, mereka menyadari beban ini namun tidak

peduli apakah perhitungan akhirnya menguntungkan atau merugikan, Pak Tan

yang sudah mengawinkan seluruh anaknya merasa terbebas dari ‘keutangan’,

demikian juga dengan Pak Canda, Pak Pandan yang masih memiliki tiga anak

lajang masih harus berjuang demi sukses perkawinan anak-anaknya kelak. Apakah

keluarga A yang memiliki lima anak akan merasa beruntung dalam ‘keutangan’

dibandingkan dengan keluarga B yang hanya memiliki dua anak?, bukankah

keluarga B akan ‘menanggung’ tiga anak A dalam pesta perkawinannya kelak?. Di

dalam masyarakat Cina Benteng Udik, ‘keutangan’ bergulir tidak sebatas

perkawinan, tetapi terhadap banyak peluang yang bisa digunakan oleh masyarakat,

Pak Geyong, sebagai tukang bangunan, tidak bersikap sebagai buruh dalam

menetapkan upah kerjanya, dia menekankan sikap kekeluargaan yang ‘membantu’

pihak yang membutuhkan tenaganya, sikap dia juga termasuk memberi

‘keutangan’ bahkan juga membayar ‘keutangan’.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 11: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

109

Apakah ‘keutangan’ sama dengan berhutang?, apakah kewajiban

membayar ‘keutangan’ bisa dilakukan oleh anak-anaknya apabila orang tua mereka

meninggal?, masyarakat Cina Benteng Udik adalah masyarakat patrilineal, garis

keturunan ayah sebagai perhitungan keturunannya. Dalam kepercayaan Konghucu

ditegaskan bahwa ikatan anak terhadap ayahnya adalah ikatan Xiao atau Hauw,

yaitu sikap berbakti, sikap ini tidak akan berubah bahkan tidak akan berakhir

hingga ayah meninggal, sepanjang hidupnya ayah akan mendapat posisi yang

paling penting dalam hidup anak-anaknya, demikian juga dalam kewajiban untuk

membayar ‘keutangan’. Ayah adalah pihak yang berkuasa menetapkan jodoh, hari

perkawinan, tempat perkawinan dan bentuk perkawinan anaknya, ayah juga yang

menjamin suksesnya penyelenggaraan perkawinan, bahkan ayah juga yang harus

membayar ‘keutangan’ pada pihak lain, anak sebagai ‘obyek’ yang dikawinkan

merupakan medium untuk menunjukkan keberhasilan ayah dalam sistim

‘keutangan’, Pak Pandan mengakui anak-anak muda teman putrinya sedikit yang

hadir dalam pesta karena putrinya ‘tidak gaul’, teman-teman putrinya bukan

komponen penting dalam ‘keutangan’. Pak Geyong mengendalikan malam pesta

besar meskipun pengantin tidak berada dalam Rumah Kawin (pernikahan model

coa yaitu kedua pihak pengantin membuat pesta terpisah pada waktu bersamaan),

tamu yang hadir tidak perlu menyalami pengantin karena pesta pernikahan adalah

milik ayah pengantin. Jadi jelas posisinya bahwa ‘keutangan’ yang bergulir dalam

pesta ini adalah tanggungjawab ayah, bukan anak. Bagaimana halnya jika ayah

sudah meninggal, menantu lelaki Pak Pandan menggunakan wali dari pihak ayah

sebagai pengganti ayah, hadirnya wali hanya sebatas syarat berlangsungnya ritual

Cio Tao, dan keluarga menantu lelaki tidak menyelenggarakan pesta sehingga

terbebas dari sistim ‘keutangan’ almarhum ayahnya.

Ibarat pohon berbuah, ayah adalah cabang pohon dan anak adalah buah-

buah yang bergelayut pada cabangnya. Ayah membutuhkan dukungan suplai

‘mineral’ dana dari pohon sistim ‘keutangan’, suplai dana itu diberikan pada anak-

anaknya, selanjutnya cabang pohon akan mengerahkan upaya untuk

mengembalikan hasil fotosintesa ‘pembayaran keutangan’ terhadap batang pohon,

buah tidak diberi tugas untuk memberi pada cabang maupun batang, pada saatnya

kelak buah akan tumbuh sebagai cabang pohon baru yang melekat pada batang

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 12: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

110

‘keutangan’. Antara cabang dan batang, mekanisme pemberian dan pengembalian

harus sepadan sehingga harmoni yang dihasilkan akan membuat pohon sistim

‘keutangan’ ini tumbuh wajar dan bertahan lama. Ketergantungan batang pada

cabang sama besarnya dengan ketergantungan cabang terhadap batangnya.

III.3. Cio Tao sebagai Wacana

Sang-jit sebagai upacara lamaran model Cina Benteng adalah pemberian

uang susu, uang serahan, pakaian, sepatu dan sandal satu set dan buah-buahan.

Serahan ditempatkan pada nampan-nampan, setiap nampan dibawa oleh pasangan

suami-istri yang bahagia. Seluruh serahan disiapkan oleh pihak pengantin lelaki

dan diserahkan pada keluarga pengantin perempuan. Jenis dan banyaknya serahan

tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak. Pemberian serahan sebagai kiasan

bahwa pihak lelaki yang berinisiatif, tindakan inisiatif ini mencerminkan dominasi

lelaki terhadap perempuan. Pemberian uang susu sebagai kiasan membayar lunas

seluruh jerih payah orang tua membesarkan anak perempuannya, melalui

pembayaran ini pengantin lelaki memiliki hak penuh terhadap pengantin

perempuan, sebaliknya keluarga pihak perempuan melepaskan haknya atas

putrinya. Beberapa keluarga melakukan respon terhadap ritual uang susu ini, Pak

Tan menerima uang susu lalu mengambil separuh dari uang susu dan

mengembalikan separuhnya pada pihak lelaki, makna dari pengambilan separuh

dari uang susu adalah Pak Tan tidak melepas hak keluarganya atas putrinya,

sehingga kesetaraan antara pihak perempuan dan lelaki tetap terjaga. Pak Geyong

mengambil seluruh uang susu sebab dia sudah menikah lagi dengan perempuan

lain dan putri yang dia nikahkan adalah hasil pernikahan pertamanya, saat ini

putrinya tinggal bersama neneknya, pengambilan seluruh uang susu adalah kiasan

menyerahkan seluruh kehidupan putrinya kepada suaminya.

Besarnya uang serahan tidak memiliki makna tertentu, tetapi bentuk

serahan merupakan kiasan terhadap penyelenggaraan pesta. Pak Tan menerima lalu

mengembalikan seluruh uang serahan sebagai kiasan bahwa dia menerima

pernikahan ini tetapi tidak menyelenggarakan pesta pernikahan untuk putrinya,

pengembalian uang serahan ibarat menyerahkan tugas pada pihak pengantin lelaki

uantuk menyelenggarakan pesta.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 13: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

111

Serahan pakaian, sepatu atau sandal memiliki kiasan bahwa kebutuhan

hidup pengantin perempuan sepenuhnya dijamin oleh pengantin lelaki, pemberian

buah-buahan sebagai kiasan menggantungkan keturunannya terhadap pengantin

perempuan, buah-buahan yang diserahkan adalah buah yang beraroma, tahan lama

dan berkwalitas baik sebagai harapan terhadap anak-anak yang kelak dimiliki

mereka.

Sang-jit tetap digunakan oleh Cina Benteng Udik meskipun mereka sudah

meninggalkan agama Budha dan memeluk agama lain. Mereka meyakini bahwa

Sang-jit sepenuhnya adalah tradisi, bukan agama.

Ritual Cio Tao diselenggarakan mulai matahari terbit dan berakhir pada

tengah hari yaitu matahari tepat mencapai puncaknya, perhitungan ini sangat dijaga

karena mengandung makna kiasan perjalanan perkawinan yang terus memuncak

dan tidak pernah menurun. Prosesi ritual Cio Tao diawali dengan sembahyang

pada tiga altar sembahyang, altar pertama adalah sembahyang Sam Kay, altar

kedua adalah sembahyang abu leluhur dan altar yang ketiga adalah sembahyang

Coa Kun Kong yaitu Dewa Dapur.

Sembahyang Sam-kay adalah sembahyang pada Tuhan Allah, orang tua

pengantin perempuan dan pengantin perempuan sembahyang bergantian, pada altar

meja terdapat buah delima, srikaya, apel, jeruk, pisang mas, daun jepun, taspek dan

kembang jantan, buah-buahan yang disajikan memiliki makna kiasan. Delima

adalah lambang kekayaan bagi masyarakat Cina, Srikaya adalah lambang kekayaan

bagi masyarakat Jawa, sedangkan apel, jeruk dan pisang mas merupakan buah-

buahan yang kerap disajikan dalam sembahyang Budhis. Doa yang dipanjatkan

adalah permohonan ijin penyelenggaraan pernikahan putrinya. Sesaji berupa

makanan merupakan tradisi Cina yang menggunakan makan dan aktivitas makan

sebagai medium interaksi, pemberian makanan bertujuan agar sembahan merasa

senang, perasaan yang senang memudahkan pengajuan permintaan dan pasti

dikabulkan.

Sembahyang abu leluhur adalah sembahyang terhadap kongco dan makco,

yaitu tiga generasi di atas orang tua pengantin, di atas meja abu terdapat topi

caping mempelai lelaki yang dibungkus rapat dengan kain merah, topi caping yang

disembahyangi sebagai permohonan bahwa putri mereka akan membentuk

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 14: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

112

keluarga dan mohon restu bagi kepala keluarga baru dari marga lain. Topi caping

sebagai lambang prajurit Man Chu daratan Cina kuno yang gagah berani,

bertanggung-jawab terhadap kewajiban dan mematuhi peraturan; prajurit Man Chu

adalah figur ideal masyarakat Man terhadap kaum lelakinya. Topi caping yang

disembahyangi orang tua kedua mempelai dan kedua pengantin sebagai bentuk

kesepakatan bahwa pengantin pria akan ditahbiskan sebagai kepala keluarga baru

yang memiliki hak kepemimpinan bagi keluarganya kelak. Pengakuan ini sebagai

bentuk kesetaraan di dalam kewajiban antara kepala keluarga mertua dengan

kepala keluarga mantu, ibu rumah tangga mertua dengan ibu rumah tangga mantu,

bukan lagi sebagai ayah atau ibu terhadap anak. Penyetaraan ini penting

ditekankan karena ayah atau ibu sudah tidak terikat kewajiban terhadap anak.

Sembahyang Cao Kun Kong merupakan sembahyang untuk meminta

berkah, keselamatan, minta Peng An (sejahtera) dan jangan hujan, Dewa Dapur

merupakan pihak yang memiliki andil besar bagi kekayaan manusia sehingga

diletakkan di dekat pintu dapur. Kekayaan makanan adalah kaya akan harta benda

yang dapat digunakan untuk menghidupi setiap anggota keluarga. Sesaji berupa

bahan makanan seperti bubuk kopi, teh bubuk dan gula merah sebagai kiasan

penekanan terhadap berkah bahannya bukan makanannya.

Setiap sesi sembahyang, Nyonya Tan perias senantiasa mendahulukan ayah

pengantin dari pada ibunya, hio untuk ayah lebih besar dari pada hio ibu, dan siram

arak di bawah altar Sam Kay adalah tugas ayah pengantin. Di dalam ritual Cio Tao,

ayah lebih dominan dibandingkan dengan yang lain, sekali lagi hal ini dapat

dimaklumi karena Cina Benteng Udik adalah masyarakat patrilineal, apakah posisi

ini begitu penting artinya bagi Pak Pandan, jawabannya adalah benar-benar

penting, sebab di akherat nantinya dia adalah orang yang diminta pertanggung-

jawabannya. Kesalahan dalam Cio Tao sama beratnya dengan pelanggaran Cio

Tao.

Prosesi Cio Tao membutuhkan persiapan, pengantin perempuan adalah

pihak yang paling berat menjalani ritual ini. Naik Kwa Kun adalah ritual sehari

sebelum Cio Tao, pengantin perempuan harus menggunakan baju putih Cio Tao

yang khusus dibuat untuk pengantin perempuan. Rok bawah berwarna hijau

bermotif merupakan setelan pakaian pengantin yang disewa dari Tangerang. Kwa

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 15: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

113

Kun adalah kembang goyang ukuran pendek yang dipakai melingkar di atas dahi.

Dewi, sepupu pengantin perempuan, tidak ingin menyebutkan bagaimana rasanya

menggunakan Kwa Kun, pantangan untuk mengeluh atau menyebutnya berat harus

terus diingat, gambaran tentang Kwa Kun hanya diberikan seperti ini:

“gimana ya.. saya sih mendingan waktu pake Kwa Kun lengkap dari pada

setengah, ‘kan beratnya ke depan tuh”.

Pantangan mengeluh merupakan syarat utama dalam ritual, selesai ayah

dan ibu pengantin sembahyang, pengantin perempuan dibimbing kedua orang

tuanya melakukan ritual sembahyang yang sama. Selesai sembahyang pengantin

perempuan dibimbing untuk prosesi naik tampah, dalam posisi duduk pengantin

perempuan memakai Kwa Kun lengkap. Coret dahi yang terpasang dari pagi hari

tidak boleh dilepas, posisi penempelan coret dahi sudah diperhitungkan tepat di

bawah ikat kepala, coret dahi terbuat dari kain merah dan ikat kepala terbuat dari

kain flannel yang ditempel kepingan perak bermotif bunga.

Selesai ritual masuk tampah, pengantin perempuan disembunyikan dalam

kamar pengantin, tidak lama kemudian pengantin lelaki datang dan melakukan

ritual yang sama.

Ritual mempertemukan kedua pengantin merupakan puncak ritual Cio Tao,

pada tahap tabur beras dan membuka slyeur kedua pengantin sudah resmi

dinyatakan sebagai suami istri dan mereka memiliki rumah tangga baru.

Tahapan naik tampah lalu dirias merupakan kiasan memasuki dunia

perkawinan dan sikap pengantin perempuan yang harus terus menjaga penampilan,

beban berat prosesi dan hiasan yang digunakan ibarat kesulitan-kesulitan yang

lebih banyak dialami pengantin perempuan kelak, pengantin perempuan

didahulukan karena pengantin perempuan adalah milik pengantin lelaki, dia adalah

‘obyek’ yang telah ‘dibayar’ dan harus dijaga oleh pengantin lelaki, saat penutup

ritual, pengantin perempuan berjalan di depan dan pengantin lelaki di belakang

sebagai kiasan bahwa istri diberi kebebasan tetapi langkah-langkahnya terus

diawasi suami. Kebebasan dan pengawasan merupakan aturan baru yang harus

disepakati bersama, untuk mencapai kondisi yang harmonis setiap pihak harus

berubah dan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan, setiap langkah

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 16: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

114

harus diperhitungkan akibat-akibatnya dan peranan orang tua tetap dominan dalam

membimbing pasangan muda ini.

Peranan pengganti orang tua dalam ritual Cio Tao merupakan beban berat,

Cio Tao berurusan dengan Kongco dan Makco dari keturunan satu marga, juga

Kong Ti Kong (Tuhan) yang akan meminta pertanggung-jawaban di akherat.

Tanggung-jawab bukan hanya pada saat ritual Cio Tao tetapi seumur hidup

perkawinan kedua pasangan pengantin. Dalam posisi ini wali Cio Tao tidak

memiliki hak, bahkan tidak mau memiliki hak untuk ikut campur dalam masalah

‘orang lain’, tetapi harus tetap bertanggungjawab. Untuk menghindari kesulitan ini,

langkah yang sering dilakukan oleh wali pihak luar adalah dengan hanya

mendampingi sembahyang tetapi tidak ikut sembahyang.

Kekhawatiran sepihak dan tindakan sepihak ini baik buat yang

melakukannya, namun posisi pengantin yang tidak memiliki ayah - bahkan ayah

dan ibu - menjadi sulit, pengantin yatim pasti tersisih dari sistim ‘keutangan’, dia

tidak memiliki peluang lain kecuali bergantung pada keluarga pasangannya.

Apabila pihak yang yatim adalah pengantin perempuan, dia tidak akan mengalami

kesulitan karena dia dalam posisi ‘diberikan’ pada pihak pengantin lelaki,

sebaliknya apabila pengantin lelaki adalah yatim, dia akan mengalami kesulitan

karena kendali akan tetap dipegang oleh orang tua pihak perempuan, keadaan ini

bisa indikasi pada awal Sang-jit terutama serahan uang susu, apakah diterima

seluruhnya atau setengah saja. Apabila diterima setengah maka orang tua pihak

perempuan masih meminta hak untuk mencampuri urusan rumah tangga putrinya,

tetapi bila diterima seluruhnya maka kekhawatiran itu bisa diabaikan. Jika Melalui

Sang-jit pasangan pengantin dapat menetapkan posisi mereka, pertanyaannya

adalah apakah posisi yang diinginkan pasangan pengantin dapat mempengaruhi

bentuk Sang-jit? Pak Tan menyerahkan permasalahan Sang-jit pada anaknya

dengan pertimbangan anak bungsu dan calon menantu sudah memiliki pekerjaan

tetap, keduanya beragama Kristen sehingga aturan secara Budhis tidak berlaku,

dan pertimbangan terakhir adalah Pak Tan tidak mau terikat lebih jauh dengan

‘keutangan’ karena dia sudah berusia tujuh puluh lima tahun, pertimbangan-

pertimbangan inilah yang mengakibatkan Sang-jit hanya berupa sandiwara yang

telah diatur, hanya sebagai tata krama.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 17: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

115

Cio Tao bagi Cina Benteng Udik hanya dapat dilakukan sekali seumur

hidup, peraturan ini dipegang teguh karena mengucapkan sumpah di hadapan

Tuhan, mereka yakin bahwa pasangan pengantin yang melakukan Cio Tao akan

tetap sebagai suami-istri di akherat kelak, sehingga tidak mungkin melakukan

perceraian di dunia karena akan tetap sebagai suami istri di alam hidup sesudah

mati. Bagi suami yang telah ditinggal mati istrinya, suami dapat mencari pasangan

istri baru, apabila istri baru adalah gadis atau janda yang belum terikat dalam Cio

Tao, maka istri baru dapat di Cio Tao seorang diri; sebaliknya jika istri baru adalah

janda yang telah di Cio Tao, maka tidak ada ritual Cio Tao bagi pasangan baru

tersebut. Bagaimana dengan istri yang ditinggal mati suami Cio Tao-nya, istri

dapat menikah dengan suami baru tetapi suami baru tidak di Cio Tao, demikian

juga jika suami baru sudah di Cio Tao. Peraturan Cio Tao tampak bercermin pada

masyarakat setempat, lelaki Cina Benteng Udik dapat melakukan poligami, tetapi

menolak poliandri. Praktek poligami dijelaskan oleh Pak Jamin melalui dirinya

sendiri, setelah istrinya monopouse dia mengambil istri muda. Pada awalnya istri

tua tidak terima dan selalu marah, namun pada akhirnya dapat menerima istri muda

suaminya sebagai bagian dari keluarganya, kini mereka hidup bersama satu rumah.

Berbeda dengan Pak Pandan, dia melakukan praktek poligami dan menikah hingga

enam belas kali. Ibu Nuning adalah istri ketiganya, tetapi dia adalah istri Pak

Pandan yang di Cio Tao, berkali-kali Ibu Nuning dikecewakan Pak Pandan karena

petualangannya, selama hidup sebagai istri Pak Pandan, Ibu Nuning pernah dimadu

tiga belas kali. Pak Pandan tidak pernah melepas istri Cio Tao-nya, dia merasa

tidak memiliki kesalahan dalam tanggungjawab Cio Tao-nya. Bercermin pada dua

contoh di atas, Pak Jamin dan Pak Pandan tidak bersalah di hadapan peraturan Cio

Tao, istri mereka masih diperlakukan dengan baik sesuai perintah Cio Tao, lalu apa

yang salah? Cio Tao sebagai kekuatan pengikat merupakan kekuatan tunggal

dalam perkawinan, kekuatannya tidak berpengaruh dalam pembagian harta, juga

tidak berpengaruh dalam pembentukan hak dan kewajiban pasangan. Cio Tao

hanya memberi kekuasaan yang besar bagi pihak lelaki sebagai kepala rumah

tangga. Kekuasaan yang besar itu digunakan untuk berbagai hal termasuk

‘memperalat’ Cio Tao sebagai pengikat istrinya. Jika demikian kondisinya,

mengapa kaum perempuan masih ingin diikat melalui Cio Tao?. Kaum perempuan

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 18: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

116

Cina Benteng Udik masih membutuhkan Cio Tao sebagai pengikat suaminya,

ikatan ini merupakan jaminan pemenuhan kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya

yang telah dinyatakan di dalam Cio Tao, mereka tidak peduli dengan apa yang

dilakukan oleh suaminya apabila suami menghianati rumah tangganya. Sesuatu

yang berimbang di dalam Cio Tao, yang timbul dari ritual yang memiliki kekuatan,

mereka mengakui kekuatan tunggal itu dan menyepakati ketentuan-ketentuannya

sebagai nilai hukum di antara mereka, nilai yang mengikat di dunia ini dan di

akherat nanti.

Cio Tao sebagai sikap hidup perkawinan telah dikonstruksi sebagai bagian

dari kematian, Baju putih Cio Tao milik pengantin merupakan baju yang sama

yang dikenakan pada saat mereka mati, apabila ukuran tubuh suami atau istri

mengalami perubahan maka baju Cio Tao dapat diganti dengan ukuran yang sesuai

dan dimeterai ulang pada upacara sembahyang Cengbeng yang jatuh pada minggu

pertama bulan April. Ikatan antara Cio Tao dengan kematian diperkuat dengan

makanan yang disajikan. Pada saat Cio Tao, dua belas jenis makanan ‘dimakan’

pengantin ditemani kedua pembantunya, pada saat sembahyang di depan peti mati

dua belas jenis makanan yang sama disajikan di meja sembahyang. Bagi pengantin

yang belum mengalami Cio Tao maka peti mati tidak boleh dipaku, hanya diikat

tali. Untuk permintaan khusus, Cio Tao dapat dilakukan pada saat kematian dengan

syarat sudah mengalami Cio Tao saat menikah. Ketentuan-ketentuan Cio Tao

mengikat perlakuan pada saat kematian dan ikatan yang terbentuk dihayati Cina

Benteng Udik sebagai satu kesatuan yang tidak terpisah, ikatan perkawinan,

kematian, dunia dan akherat adalah satu kesatuan.

Cio Tao sebagai kekuatan tunggal pengikat perkawinan dan kematian harus

dipersiapkan secara matang dan teliti, untuk menghindari kejadian buruk dimasa

mendatang tindakan Cio Tao senantiasa diawali dengan perhitungan ‘waktu yang

tepat’, perhitungan yang mereka percayai adalah perhitungan yang berasal dari

Twapekong, yaitu Klenteng yang berada di Pasar Lama Tangerang. Perhitungan

yang berdasar pada data kelahiran kedua mempelai, berpedoman buku primbon

tahunan Thung Xu.

Kejadian yang menimpa Pandan muda adalah akibat dari pernikahan yang

salah perhitungan sehingga menimbulkan ‘kesialan-kesialan’ bagi Pandan,

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 19: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

117

demikian pengakuannya. Kegemarannya kawin dan cerai senantiasa dikaitkan

dengan ‘kutukan’ yang dia rasakan sepanjang hidup sesudah kegagalan dalam

pernikahan pertamanya. Ibu Nuning tidak berdaya terhadap alasan ini, ibarat kaki

yang sudah terjerat dengan ikatan Cio Tao yang kuat, Ibu Nuning tidak berdaya

menyaksikan suaminya melakukan kawin dan cerai hingga tiga belas kali. ibu

Nuning menganggap tindakan suaminya sebagai aib, Pak Pandan mengakui

tindakan aib yang dia lakukan semata-mata timbul dari kutukan perkawinan

pertama yang salah dan tidak dapat dikoreksi oleh Cio Tao yang dia lakukan saat

mengawini Nuning. Berdasarkan kejadian ini kembali Pak Pandan menggunakan

kekuatan Cio Tao sebagai kelemahannya, yaitu kutukan sebelum Cio Tao tidak ada

hubungannya dengan kekuatan Cio Tao sesudah menikah.

Kepercayaan masyarakat Cina Benteng Udik terhadap ‘kekuatan’ yang

dimiliki Cio Tao sama dengan kepercayaan mereka terhadap tindakan-tindakan

mistis yang mereka lakukan. Melakukan ritual Malam rasul pada hari pertama

persiapan pesta pernikahan, Ritual Pedaringan oleh dukun yang menjamin

makanan, sesaji untuk alat musik Gambang sebelum dimainkan dan sembahyang

Sam-kay sebelum ritual Cio Tao, merupakan kekuatan yang dihadirkan mereka

dalam Rumah Kawin. Mengapa mereka menggunakan kekuatan tambahan dalam

ritual pernikahan? Kekuatan tambahan digunakan untuk menutup kelemahan Cio

Tao dalam pesta perkawinan, Cio Tao hanya merengkuh dua insan yang

dinikahkan, kekuatan lain membentuk lingkaran untuk melindungi pesta

pernikahan yang dibuat oleh orang tua pengantin.

‘Kekuatan’ menjadi kata yang penting saat memaknai Rumah Kawin,

apakah kekuatan dibedakan berdasarkan waktu dan tempat?. Perhitungan waktu

yang tepat telah dijalankan mereka namun penetapan tempat tidak pernah

diberikan oleh Thung Xu yang notabene berasal dari Cina. Jika demikian misteri

tentang Rumah Kawin Song belum terpecahkan. Melalui cara apa masyarakat

Kampung Melayu memaknai Rumah Kawin Song? Waktu sebagai syarat

kesuksesan penyelenggaraan pesta mungkin menjadi ukuran yang sama dengan

pemilihan tempat, usia Rumah Kawin Song yang tua tampak jelas dari penampilan

yang kumuh dan bersahaja. Rumah Kawin Song dimaknai sebagai Rumah Kawin

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 20: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

118

yang memiliki ‘kekuatan’ lebih dari pada yang lain. Nilai tradisi - yang terikat

dengan waktu - yang memberi nilai lebih bagi Rumah Kawin Song.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 21: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Filename: Bab 3 Directory: C:\DOCUME~1\TOMY~1\MYDOCU~1\KUNTAR~1 Template: C:\Documents and Settings\T o m y\Application

Data\Microsoft\Templates\Normal.dotm Title: Subject: Author: Kuntara Keywords: Comments: Creation Date: 1/6/2010 11:57:00 AM Change Number: 6 Last Saved On: 1/7/2010 9:09:00 AM Last Saved By: Kuntara Total Editing Time: 5 Minutes Last Printed On: 1/9/2010 10:42:00 AM As of Last Complete Printing Number of Pages: 20 Number of Words: 6,456 (approx.) Number of Characters: 36,803 (approx.)

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 22: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

119

Bab IV Memahami Rumah Kawin Lebih Dekat

Modernisasi yang dialami masyarakat Cina Benteng Udik sejak

dibangunnya Bandar-udara Soekarno-Hatta merupakan percepatan yang dialami

masyarakat setempat untuk melakukan perubahan-perubahan. Pergeseran yang

terjadi berpengaruh besar terhadap wajah Rumah Kawin Cina Benteng Udik

Kampung Melayu, namun idealisme perkawinan masih dipegang teguh sebagai

kekuatan dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat

pemeluk agama Budha (Budha Mahayana, Konghucu dan Taoisme).

Rumah kawin Teng dan Ruang Serbaguna Lautan tampil beda sebagai

respon terhadap tuntutan perubahan, namun perubahan bukan sebagai jawaban

tunggal dalam strategi bertahan. Rumah Kawin Song yang tidak melakukan

perubahan justru tampak ‘berstrategi’ dalam pertahanan bahkan sampai akhir tahun

2009 masih memenangi persaingan

Strategi yang menunjukkan diri sebagai elemen kekuatan ternyata

dikendalikan oleh masyarakat, bukan sekedar aktor-aktor yang tampil dalam

kepentingannya sebagai pemilik Rumah Kawin, penyewa Rumah Kawin, pemilik

gambang, tukang ‘plesir’, penjudi dan pemabuk. Masyarakat adalah pihak yang

menentukan ‘selera’ terhadap Rumah Kawin, masyarakat yang berstrategi dalam

kepentingannya terhadap Rumah Kawin.

Tarik-menarik kepentingan masyarakat terhadap Rumah Kawin ternyata

tidak lepas dari konstruksi masyarakat terhadap nilai-nilai keseimbangan dan

keabadian, nilai-nilai ini juga ditanamkan dalam sistim ‘keutangan’ yang

dijalankan dan dipelihara mereka, sistim yang dijaga dan diikat norma-norma, juga

dilengkapi sanksi moral. Masyarakat menjaganya sebagai potensi kekuatan sosial-

ekonomi diantara mereka, dalam sistim ‘keutangan’ inilah individu-individu

melakukan strategi-strategi untuk mencapai keberhasilan dalam pesta perkawinan,

tentunya kembali mengikat kepentingan-kepentingan terhadap Rumah Kawin.

Keseimbangan dan keabadian yang berwujud harmoni juga hadir dalam

wujud perkawinan, ikatan dalam perkawinan sebagai awal perjalanan dua insan

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 23: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

120

menuju kematian, keseimbangan dan keabadian merupakan pengikat pandangan

terhadap dunia dan akherat, yaitu kehidupan dan kematian, inti ritual Cio Tao.

Masyarakat Cina Benteng Udik Kampung Melayu, Teluknaga Tangerang

membutuhkan ‘kekuatan’ dalam strategi untuk mencapai kesuksesan dalam

penyelenggaraan perkawinan, mereka juga membutuhkan ‘kekuatan’ bagi harmoni

dalam perkawinan, dan mereka juga membutuhkan ‘kekuatan’ bagi kelangsungan

semua potensi yang ada dalam masyarakat; sehingga ‘kekuatan’ adalah pengikat

antara strategi, harmoni dan kontinuitas dalam konteks Rumah Kawin Cina

Benteng Udik.

Apabila ‘kekuatan’ digunakan untuk mengukur perbedaan tiga Rumah

Kawin yang ada di Kampung Melayu, maka ‘kekuatan’ akan bersandar pada

‘believe’ yang mereka konstruksi dalam kehidupan mereka, bagi masyarakat

Budhis (Budha Mahayana, Konghucu dan Taoisme) kekuatan akan menjadi

maksimal apabila mereka menghadirkan kekuatan yang mereka sembah pada

waktu dan tempat yang tepat.

Perhitungan waktu telah mereka lakukan, dan perhitungan terhadap tempat

telah mereka kaitkan sekali lagi dengan waktu, Kongco-Makco sebagai nenek

moyang yang berkuasa menentukan nasib anak, cucu dan cicitnya merupakan

sumber kekuatan terhadap pernikahan. Ikatan masa lalu dan masa kini menjadi

‘kekuatan’ yang mereka butuhkan, Rumah Kawin Song sebagai Rumah Kawin

tertua dan berpenampilan ‘masa lalu’ merupakan medium yang tepat untuk

menghadirkan semuanya.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 24: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Universitas Indonesia

121

Diagram 1 : Kerangka kesimpulan

Kontinuitas Strategi

Harmoni

Ritual Perkawinan

Perubahan Resiprositas

Kekuatan

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 25: 99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao 26650-Rumah kawin... · penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus ... miring dan kusam menambah kesan tidak terurus ...

Filename: Bab 4 Directory: C:\DOCUME~1\TOMY~1\MYDOCU~1\KUNTAR~1 Template: C:\Documents and Settings\T o m y\Application

Data\Microsoft\Templates\Normal.dotm Title: Subject: Author: Kuntara Keywords: Comments: Creation Date: 1/6/2010 11:58:00 AM Change Number: 6 Last Saved On: 1/7/2010 9:17:00 AM Last Saved By: Kuntara Total Editing Time: 10 Minutes Last Printed On: 1/9/2010 10:43:00 AM As of Last Complete Printing Number of Pages: 3 Number of Words: 523 (approx.) Number of Characters: 2,986 (approx.)

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009