A (1)-new

40
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun ini istilah  good corporate governance  atau tata kelola perusahaan yang baik telah menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Mulai  populernya istilah good corporate g overnance  tidak lepas dari maraknya skandal  perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang terjadi di negara-negara barat maupun negara-negara yang ada di asia (sitasi, tahun). Pada awal tahun 2000-an banyak terjadi kasus manipulasi dan kebangkrutan yang terjadi di Amerika Serikat. Hal tersebut disebabkan oleh lemahnya tata kelola perusahaan. Kasus manipulasi dan kebangkrutan tersebut  banyak menimpa perusahaan-perusahaan besar seperti Enron, Tyco, Adelphia, Global Crossing, Williams Companies, World Com, Dygnegy, JPMorgan Chase, AOL (Tuanakotta, 2007 ; dalam Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, 2008). Salah satu contoh manipulasi yang menimpa Enron menurut laporan sub-komite Senat Amerika Serikat disebabkan oleh kegagalan Dewan Direksi untuk melindungi kepentingan pemegang saham Enron. Dewan direksi Enron telah menyalahgunakan kepercayaan para pemegang saham, antara lain dengan menjalankan praktik akuntansi berisiko tinggi, dan banyak melaksanakan transaksi yang sarat dengan benturan kepentingan. (sejarah terjadinya tidak usah dijelaskan) Pada tahun 1997-1998 terjadi krisis ekonomi yang menimpa negara-negara di kawasan asia, khususnya Indonesia. Pada tahun 1999, negara-negara di asia

Transcript of A (1)-new

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun ini istilah good corporate governance atau tata kelola perusahaan yang baik telah menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Mulai populernya istilah good corporate governance tidak lepas dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang terjadi di negara-negara barat maupun negara-negara yang ada di asia (sitasi, tahun).Pada awal tahun 2000-an banyak terjadi kasus manipulasi dan kebangkrutan yang terjadi di Amerika Serikat. Hal tersebut disebabkan oleh lemahnya tata kelola perusahaan. Kasus manipulasi dan kebangkrutan tersebut banyak menimpa perusahaan-perusahaan besar seperti Enron, Tyco, Adelphia, Global Crossing, Williams Companies, World Com, Dygnegy, JPMorgan Chase, AOL (Tuanakotta, 2007 ; dalam Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, 2008). Salah satu contoh manipulasi yang menimpa Enron menurut laporan sub-komite Senat Amerika Serikat disebabkan oleh kegagalan Dewan Direksi untuk melindungi kepentingan pemegang saham Enron. Dewan direksi Enron telah menyalahgunakan kepercayaan para pemegang saham, antara lain dengan menjalankan praktik akuntansi berisiko tinggi, dan banyak melaksanakan transaksi yang sarat dengan benturan kepentingan. (sejarah terjadinya tidak usah dijelaskan)Pada tahun 1997-1998 terjadi krisis ekonomi yang menimpa negara-negara di kawasan asia, khususnya Indonesia. Pada tahun 1999, negara-negara di asia timur yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Banyak pihak yang mengatakan bahwa lamanya proses perbaikan ekonomi di Indonesia disebabkan oleh sangat lemahnya corporate governance yang diterapkan dalam perusahaan yang ada di Indonesia. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh McKinsey & Company, yang melibatkan investor di Asia, Eropa, dan Amerika terhadap lima negara di Asia. Ditemukan, bahwa Indonesia menduduki posisi paling terakhir dalam pelaksanaan good corporate governance.Menurut laporan World Bank pada tahun 1999 dalam (Adrian Sutedi, 2011) krisis ekonomi di Asia Timur disebabkan oleh kegagalan sistematik penerapan corporate governance yang berasal dari sistem kerangka hukum yang lemah, standar akuntansi dan standar auditing yang tidak konsisten, praktik perbankan yang buruk, pengawasan board of director yang tidak efektif, serta kurangnya mempertimbangkan hak pemegang saham minoritas. Dalam kajiannya, Bank Pembangunan Asia menarik kesimpulan bahwa krisis ekonomi yang menimpa negara-negara ASEAN adalah terutama akibat sistem corporate governance yang buruk dalam perekonomian. Suatu survey tahun 1999 oleh Price Waterhouse Coopers terhadap investor-investor internasional di Asia, menunjukkan bahwa Indonesia dinilai sebagai salah satu yang terburuk dalam standar-standar akuntansi dan penataan, pertanggungjawaban terhadap para pemegang saham, standar-standar pengungkapan dan transparansi serta proses-proses kepengurusan perusahaan. Survey dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa sebagian besar nilai pasar perusahaan-perusahaan Indonesia yang tercatat di pasar modal (sebelum krisis) ternyata overvaluaded. Survey lain yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Lembaga yang ada di Hongkong ini setiap tahun menerbitkan hasil penelitiannya mengenai skor peringkat corporate governance di Asia. Berdasarkan survey PERC, Indonesia menempati posisi tiga terbawah negara Asia dalam menerapkan corporate governance di Asia. Pengelolaan perusahaan di Indonesia lebih buruk dari negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand. NoNegaraSkor

1234567891011SingapuraHongkongJepangFilipinaTaiwanMalaysiaThailandCinaIndonesiaKorea SelatanVietnam2,003,594,005,006,106,206,678,228,298,838,89

Tabel. Skor Peringkat Corporate Governance di AsiaSumber : (PERC, 2000)Keterangan : makin tinggi skor, maka semakin buruk good governance (jelaskan dalam paragraf aja) tidakusah menampilkan tabel di penelitian cukup jabarkan data yg melatarbelakangi masukkan ditinjauan pustakaPeringkat tersebut tentu sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia. Karena menurut PERC, buruknya corporate governance mengancam kelangsungan investasi yang akan masuk ke Indonesia. Padahal investasi asing itu sangat dibutuhkan oleh Indonesia untuk memulihkan ekonominya yang sedang dalam kondisi terburuk (Adrian Sutedi, 2011). Sejak saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai memberikan perhatian kepada pentingnya penerapan corporate governance. Corporate governance merupakan serangkaian mekanisme yang dapat melindungi pihak-pihak minoritas dari ekspropriasi yang dilakukan oleh para manajer dan pemegang saham pengendali dengan penekanan pada mekanisme legal (Shleiver dan vishny, 1997). Pengertian corporate governance menurut sebagian besar pedoman yang dilakukan oleh organisasi internasional seperti OECD atau negara-negara maju dalam tatanan common law sistem, mengacu kepada pembagian kewenangan antara semua pihak yang menentukan arah dan kinerja suatu perusahaan. Corporate governance secara umum merupakan seperangkat mekanisme yang saling menyeimbangkan antara tindakan dan pilihan manajer dengan kepentingan shareholder, karena pada hakekatnya corporate governance merupakan perimbangan yang harmonis antara pemilik dan pengelola perusahaan yang didasarkan pada lima prinsip utama yaitu fairness, transparency, accountability, independency, dan responsibility. Tindakan monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris, pemberi pinjaman, dan institusi kepemilikan berdampak pada kinerja ekonomi suatu organisasi (Mehran, 1995; Core, Holthausen dan Lacker, 1999; dan Holderness, 2003; Serli, 2007). Stakeholders sangat berperan dalam keberhasilan penerapan good corporate governance, terutama stakeholders primer yaitu karyawan dan manajemen. Stakeholders dituntut untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan perusahaan demi meningkatkan kinerja, kesempatan kerja, dan kelangsungan perusahaan harus mengakomodasi kepentingan stakeholders dan menciptakan adanya sistem yang efektif untuk memberikan akses informasi kepada stakeholders. Komitmen antara pemilik dan pengelola juga merupakan pendukung keberhasilan penerapan good corporate governance. Kepentingan adalah kata kunci dalam permasalahan corporate governance. Perbedaan kepentingan antara direksi dan pemilik/pemegang saham merupakan masalah klasik yang selalu timbul atau investor berkepentingan agar kekayaannya bertambah banyak untuk jangka panjang, dalam artian harga per saham yang dimilikinya meningkat, sementara direksi memiliki kepentingan tersendiri ketika menjabat. Perbedaan ini dikenal dengan istilah agency problem.Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance utama yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Fama (1980) menyatakan bahwa dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian internal utama yang memonitor manajer. Zhuang et al. (2000) menyatakan bahwa konflik keagenan yang terjadi dalam perusahaan bukan saja antara pemegang saham dengan manajer tetapi juga antara pemegang saham yang mengendalikan manajemen dan pemegang saham dalam jumlah kecil yang tidak bisa secara efektif mengendalikan manajemen. Selain itu konflik keagenan juga dapat dikurangi dengan cara memberikan insentif kepada agen berdasarkan kinerjanya dalam perusahaan dan dalam bentuk pengawasan yang berupa penyusunan laporan keuangan periodik dan adanya fungsi auditing yang bersifat independen (Francis dan Wilson, 1998). Melalui laporan keuangan sebagai tanggung jawab agen, principal dapat mengukur, menilai, dan sekaligus mengawasi kinerja agen sampai sejauh mana agen telah bertindak untuk memaksimalkan kesejahteraan principal.Penerapan good corporate governance dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika dan peraturan. Dari dorongan etika (ethical driven) datang dari kesadaran individu-individu pelaku bisnis unuk menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan (regulatory driven) memaksa perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesadaran dan kepatuhan terhadap undang-undang merupakan salah satu kunci dalam melindungi investor dan masyarakat. Banyak negara yang telah mengembangkan berbagai pedoman maupun peraturan bagi perusahaan publik tentang good corporate governance. Pemerintah Indonesia juga mendukung upaya perbaikan corporate governance dengan membentuk Komite Nasional tentang Kebijaksanaan Corporate Governance (KNKG) yang bertugas untuk memformulasi dan merekomendasi kebijakan nasional tentang good corporate governance (Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi dan Industri No. Kep10/M.EKUIN/08/1999). Untuk meningkatkan pelaksanaan good corporate governance di Indonesia pada tahun 2000 dibentuklah suatu organisasi atau komite yang dinamakan The Indonesian Institute Corporate Governance (IICG) yang berusaha mengevaluasi, mengawasi dan memperbaiki pelaksanaan good corporate governance di Indonesia. Beberapa penelitian tentang good corporate governance telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Sembiring (2005) melakukan penelitian tentang karakteristik perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial. Variabel yang digunakan antara lain yaitu size, profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan komisaris, dan leverage. Sembiring (2005) menyatakan bahwa size, profile, dan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.Vianney (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik perusahaan terhadap kualitas good corporate governance. Variabel yang digunakan yaitu kesempatan investasi, kepemilikan manajerial, leverage, price earning ratio (PER), size dan faktor regulasi sebagai variabel independen. Hasil penelitian Vianney menyatakan bahwa kesempatan investasi, price earning ratio, dan size memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas good corporate governance. Sedangkan variabel kepemilikan manajerial, leverage, dan faktor regulasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas implementasi good corporate governance. Berbeda dengan penelitian Hari Suryono dan Andri Prastiwi (2011) yang meneliti tentang pengaruh karakteristik perusahaan dan corporate governance terhadap praktik pengungkapan sustainability report. Hari dan Andri menggunakan profitabilitas, likuiditas, leverage, aktivitas, size, komite audit, dewan direksi, dan governance committee sebagai variabel independen. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa profitabilitas, size, komite audit, dewan direksi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap praktik pengungkapan sustainability report. Sedangkan Likuiditas, leverage, aktivitas, governance committee tidak berpengaruh terhadap praktik pengungkapan sustainability report. Berbeda lagi dengan Diah (2012) yang penelitiannya sama dengan Vianney (2010) yaitu tentang pengaruh karakteristik perusahaan terhadap kualitas good corporate governance. Diah (2012) menggunakan kesempatan investasi, konsentrasi kepemilikan, leverage, size, auditor eksternal, dan komposisi aktiva sebagai variabel independen. Hasil penelitiannya menyatakan hanya size dan kesempatan investasi yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas good corporate governance. Sedangkan konsentrasi kepemilikan, leverage, auditor eksternal, dan komposisi aktiva tidak berpengaruh terhadap kualitas good corporate governance. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Vianney (2010) dan Diah (2012). Berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian ini menggunakan kesempatan investasi, profitabilitas, likuiditas, komite audit, dewan direksi, dan rasio aktivitas perusahaan. Penggunaan variabel tersebut karena peneliti ingin menguji apakah kesempatan investasi, profitabilitas, likuiditas, komite audit, dewan direksi dan rasio aktivitas perusahaan masih memiliki pengaruh terhadap kualitas good corporate governance. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam rentang waktu 2009-2011. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis mengajukan judul penelitian PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP KUALITAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE ga usah dijelaskan kenapa ambil judul itu. Latar belakang terlalu banyakB. Rumusan MasalahRumusan masalah yang dapat disusun berdasarkan latar belakang Berdasarkan dengan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya,maka perumusan masalahnya sebagai berikut :a. Apakah kesempatan investasi, profitabilitas, likuiditas, size, komite audit, dan rasio aktivitas perusahaan mempengaruhi secara simultan kualitas good corporate governance perusahan ?b. Apakah kesempatan investasi, profitabilitas, likuiditas, size, komite audit, dan rasio aktivitas perusahaan mempengaruhi secara parsial kualitas good corporate governance ?C. Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sejauh mana kesempatan investasi, profitabilitas, size, likuiditas, komite audit, dan rasio aktivitas perusahaan dapat mempengaruhi perusahaan dalam menerapkan kualitas good corporate governance pada perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI.

D. Batasan PenelitianPenelitian ini akan menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap kualitas good corporate governance perusahaan. Agar tidak terlalu luas dan lebih terarah maka peneliti melakukan pembatasan masalah yang ada pada karakteristik perusahaan yang dalam hal ini diukur dengan menggunakan kesempatan investasi, profitabilitas , likuiditas, size, komite audit dan rasio aktivitas perusahaan. E. Manfaat penelitian1. Manfaat teoriSecara teori hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan kajian akuntansi keuangan mengenai agency teory sehingga dapat mengetahui kualitas good corporate governance dan dampaknya terhadap karakteristik perusahaan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya. (kalo bisa dalam point seperti a. apa trus b. apa)2. Bagi Investor Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan investor dalam proses pengambilan keputusan investasi.3. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi perusahaan, khususnya mengenai kualitas good corporate governance terhadap peningkatan kualitas perusahaan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Good Corporate Governance1. DefinisiKonsep good corporate governance baru popular di Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam OECD (kelompok negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara) mempraktikkan pada tahun 1999 (Kaihatu, 2006). Pengertian good corporate governance menurut Cadbury Committee of United Kingdom (1992), good corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.Menurut Organization for Economic and Development (OECD) dalam Tjager dkk, (2006) mendefinisikan good corporate governance yang baik sebagai suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan perusahaan. Menurut Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan good corporate governance sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, direksi, pemegang saham,dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya. Tujuan utama dari good corporate governance adalah untuk menciptakan sistem pengendalian dan keseimbangan (chesk and balances) untuk mencegah penyalahgunaan dari sumber daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya perumbuhan perusahaan. Dalam proses pengambilan keputusan, organ perusahaan ini juga terkait dengan stakeholders perusahaan, seperti kreditor, pemasok (supplier), masyarakat, konsumen, pemerintah, media, dan lembaga swadaya masyarakat. 2. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Menurut NCG (National Committte on Governance,2006) dalam Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2008) ada lima prinsip GCG yaitu :a) Transparansi (transparency)Kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan informasi juga mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. Tidak boleh ada yang dirahasiakan, disembunyikan, ditutup-tutupi, atau ditunda-tunda pengungkapannya.

b) Akuntabilitas (Accountability)Adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk membina system akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan (financial statements) yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban setiap organ sehingga berjalan efektif. c) Responsibilitas (responsibility)Adalah prinsip dimana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan. d) Perlakuan yang setara (Fairness) Merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku kepeningan secara adil dan setara,baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun kepentingan sekunder (pemerintah,masyarakat, dan yang lainnya).e) Kemandirian (Independency)Suatu keadaan dimana para pengelola dalam mengambil keputusan bersifat perofesional,mandiri,bebas dari konflik kepentingan dan bebas dari tekanan/pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat. 3. Manfaat Good Corporate GovernanceBeberapa manfaat yang akan diperoleh jika perusahaan mampu menerapkan good corporate governance (Cooper, 2000) adalah :a) Mudah mendapatkan tambahan modal dari investor, kreditorb) Biaya modal yang lebih rendahc) Dapat memperbaiki kinerja perusahaand) Dapat mempengaruhi harga saham sehingga menjadi lebih baike) Memperbaiki kinerja ekonomi perusahaanf) Meminimalisasi biaya agency costg) Meningkatkan citra (image) perusahaan di masyarakat.B. Teori Keagenan (Agency Theory)Menurut Jansen dan Meckeling (1976) dalam Dewi Yulfaida (2012) menggambarkan hubungan agency sebagai suatu kontrak dibawah satu atau lebih (principal) yang melibatkan orang lain (agent) untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melibatkan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Sedangkan Berle dan Means (1932) serta Pratt dan Zeckhauser (1985) berpendapat bahwa dalam teori agensi, saham dimiliki sepenuhnya oleh pemilik (pemegang saham) dan manajer diminta untuk memaksimalkan tingkat pengembalian pemegang saham. Baik principal maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomi yang rasional dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. Shareholder atau principal, mendelegasikan pembuatan keputusan sehari-hari kepada manajer atau agen.Teori keagenan dilandasi dengan tiga asumsi (Eisendhart, 1989), yaitu : asumsi sifat manusia (Human Assumptions), asumsi keorganisasian (organizational assumptions), dan asumsi informasi (information assumptions). Asumsi sifat manusia dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (1) self-interest, yaitu sifat manusia untuk mengutamakan kepentingan diri sendiri, (2) bounded-rationality, yaitu sifat manusia yang memiliki keterbatasan rasionalitas, dan (3) risk aversion, yaitu sifat manusia yang lebih memilih mengelak dari risiko. Asumsi keorganisasian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) konflik sebagian tujuan antar partisipan, (2) efisiensi sebagai suatu kriteria efektivitas, dan (3) asimetri informasi antara pemilik dan agen. Asumsi informasi merupakan asumsi yang menyatakan bahwa informasi merupakan suatu komoditas yang dapat dibeli. Teori keagenan lebih menekankan pada penenuan pengaturan kontrak yang efsien dalam hubungan pemilik dengan agen. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang jelas untuk masing-masing pihak yang berisi tentang hak dan kewajiban sehingga dapat meminimumkan konflik keagenan.Manajer ditugaskan dengan menggunakan dan mengawasi sumber-sumber ekonomi perusahaan. Bagaimanapun juga, manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan terbaik pemegang saham, sebagian dikarenakan oleh pemilihan yang kurang baik (adverse selection) atau adanya moral hazard, selain itu juga dapat memicu adanya asimetri informasi dan manajemen laba. Oleh sebab itu pemegang saham harus memonitor manajer untuk memastikan mereka telah berbuat sesuai dengan ketentuan dan isi kontrak perjanjian (Jensen dan Meckling 1976).Corporate governance merupakan suatu mekanisme yang didasarkan pada teori keagenan. Penerapan konsep corporate governance diharapkan memberikan kepercayaan terhadap agen (manajemen) dalam mengelola kekayaan pemilik (investor), dan pemilik menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan melakukan suatu kecurangan untuk kesejahteraan agen. C. Hubungan Theory agency dengan GCGPerspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami good corporate governance. Hubungan keagenan adalah kontrak antara principal dan agen. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian. Investor berharap manajer akan menghasilkan return dari uang yang mereka investasikan. Oleh karena itu kontrak yang baik antara investor dan manajer adalah kontrak yang mampu menjelaskan spesifikasi apa sajakah yang harus dilakukan manajer dalam mengelola dana dan spesifikasi tentang pembagian return antara manajer dengan investor. Secara ideal investor dan manajer sebaiknya menandatangani kontrak yang lengkap,yang menspesifikasikan secara tepat oleh manajer disegala kemungkinan yang terjadi dan bagaimana laba akan dialokasikan. Namun demikian sebagian besar faktor kontijensi sulit untuk diwijudkan. Dengan demikian investor harus memberi hak pengendalian residual kepada manajer yaitu hak untuk membuat keputusan dalam kondisi tertentu yang sebelumnya belum terlihat di kontrak. Hak pengendalian residual yang dimiliki manajer dimungkinkan untuk diselewengkan dan akan menimbulkan masalah keagenan yang dapat diartikan bahwa investor sulit memperoleh keyakinan bahwa dana yang mereka tanamkan tidak dikelola dengan semestinya oleh manajer. Berkaitan dengan masalah keagenan, good corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan,diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Good corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/capital yang telah ditanamkan oleh investor,dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengkontrol para manajer. (Darmawati, 2005 dalam Gusnadi dan Pratiwi Budiharta, 2008).Penerapan tata kelola yang baik (good corporate governance) diyakini dapat membatasi perilaku manajer yang oportunis. Good corporate governance merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan stakholders. Pelaksanaan good corporate governance menuntut adanya perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas. Prinsip-prinsip pelaksanaan corporate governance menunjukkan adanya perlindungan tersebut, tidak hanya kepada pemegang saham tetapi meliputi seluruh pihak yang terlibat dalam perusahaan termasuk masyarakat. Melalui prinsip-prinsip dari good corporate governance yakni, transparency, accountability, fairness, dan responsibility yang diterapkan dalam pelaporan perusahaan diyakini akan menghasilkan suatu informasi yang akurat dan handal (Gusnadi dan Pratiwi budiharta,2008).1. Karakteristik Perusahaan Karakteristik perusahaan merupakan ciri-ciri khusus yang melekat pada perusahaan, menandai sebuah perusahaan dan membedakannya dengan perusahaan lain. Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda satu entitas dengan yang lainnya. Dalam penelitian ini, karakteristik perusahaan yang digunakan oleh peneliti yaitu : kesempatan investasi, profitabilitas, likuiditas, size, komite audit, dan rasio aktivitas perusahaan. 2. Kesempatan InvestasiDidefinisikan sebagai peningkatan yang terjadi pada perusahaan yang dapat dilihat dari adanya peningkatan asset yang dimiliki atau tingkat penjualannya (Fijrianti dan Hartono, 2003 dalam Vianney, 2010). Variabel kesempatan investasi dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rata-rata pertumbuhan penjualan (Durnev dan Kim, 2003; Black dkk, 2003; Bushman dkk, 2003; Klapper dan Love, 2003 dalam Darmawati, 2006) Penelitian ini menggunakan rata-rata penjualanIO =

Keterangan : IO = Investment Opportunity (kesempatan investasi)St = Sales pada tahun t (tahun berjalan)St-1 = Sales satu tahun sebelum tahun t (tahun berjalan)St+1 = Sales satu tahun setelah tahun t (tahun berjalan) 3. Size Size perusahaan ikut menentukan tingkat kepercayaan investor. Size merupakan salah satu indikator yang digunakan investor dalam menilai asset maupun kinerja perusahaan. Pengertian dari size adalah menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan,rata-rata total penjualan, dan rata- rata total aktiva (Ferry dan Jones dalam andriyanti, 2007). Semakin besar perusahaan, maka akan semakin dikenal oleh masyarakat yang berarti semakin mudah untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan. Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi daripada perusahaan yang lebih kecil. Kemudahan dalam mendapatkan informasi akan meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi resiko ketidakpastian (Andreas dan Christina Lawer, 2009).Beberapa penelitian telah banyak dilakukan dengan memasukkan size sebagai variabel penelitiannya. Seperti pada penelitian Sembiring (2005) yang menggunakan variabel size pada penelitiannya tentang pengungkapan tanggung jawab sosial. Sembiring (2005) mengatakan bahwa size memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal yang serupa dilakukan oleh Hari Suryono dan Andri prastiwi (2011), yang menggunakan size sebagai variabel penelitiannya tentang pengungkapan sustainability report. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa size berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. Vianney (2010) dan Diah (2012) menggunakan variabel size pada penelitiannya tentang kualitas good corporate governance. Hasilnya menyatakan bahwa size memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas good corporate governance. Pada penelitian ini ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan nilai Logaritma dari total asset yang dimiliki masing masing perusahaan. 4. ProfitabilitasProfitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (profit) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat digunakan sebagai evaluasi atas efektivitas pengelolaan badan usaha tersebut (Warsono dkk,2009 ; dalam Petri Natalia, 2012). Profitabilitas perusahaan yang meningkat juga dapat berasal dari meningkatnya kapasitas perusahaan atau sumber pendanaan perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnis. Semakin bertambahnya sumber pendanaan yang didapat dari pemegang saham, kreditur, serta pemangku kepentingan lainnya, maka perusahaan akan semakin mempunyai kesempatan dalam mengembangkan aktivitas perusahaan akan cenderung dapat meningkatkan labanya. Seiring dengan meningkatnya kapasitas atau sumber pendanaan perusahaan, maka jumlah dan ragam pemangku kepentingan akan semakin banyak. Hal ini mengakibatkan pengungkapan informasi yang mengakomodasi kebutuhan pemangku kepentingan mutlak diperlukan. Pengungkapan informasi ini digunakan sebagai respon tanggung jawab perusahaan atas pengunaan dana para pemangku kepentingan. Beberapa penelitian dengan menggunakan profitabilitas telah banyak dilakukan para peneliti terdahulu seperti Sembiring (2005), Angling (2010), Hari Suryono dan Andri Prastiwi (2011). Sembiring dalam penelitiannya menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal yang serupa diungkapkan oleh Angling (2010), profitabilitas memiliki pengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hari Suryono dan Andri Prastiwi pun menyatakan hal yang sama, profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. Profitabilitas dapat diukur melalui beberapa rasio, yaitu : profit margin (profit margin on sales), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), dan laba per lembar saham. Dalam penelitian ini profitabilitas diproksikan dengan menggunakan ROE yang merupakan perbandingan antara laba setelah pajak (Earning before tax) dengan total ekuitas (total equity).

ROE =

Keterangan :ROE = Return On EarningEAT = laba setelah pajakTotal Equity = Total ekuitas perusahaan 5. LikuiditasMenurut Harnanto (1984) dalam Prayogi (2003), likuiditas merupakan tingkat kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek. Likuiditas perusahaan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi dana jangka pendek (Prayogi,2003).Perusahaan dengan rasio likuiditas yang tinggi berarti menandakan kemampuan yang besar untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya tepat waktu. Perusahaan yang dapat dengan segera memenuhi kewajiban keuangannya berarti menandakan memiliki kinerja keuangan yang baik (Hari Suryono dan Andri Prastiwi, 2011). Penelitian yang menggunakan likuiditas telah dilakukan oleh Prayogi (2003) dan Hari Suryono dan Andri (2011). Prayogi menyatakan bahwa likuiditas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan sukarela laporan keuangan perusahaan. Sedangkan Hari Suryono dan Andri Prastiwi (2011) menyatakan bahwa likuiditas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. Kondisi keuangan yang kuat akan mendorong perusahaan untuk mengungkap lebih banyak informasi sebagai instrumen untuk meyakinkan para stakeholdernya. Rasio likuiditas diukur dengan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar.Rasio Likuiditas =

6. Komite AuditKomite audit adalah komite yang ditunjuk oleh perusahaan sebagai penghubung antara dewan direksi dan audit eksternal, internal auditor serta anggota independen, yang memiliki tugas untuk memberikan pengawasan auditor, memastikan manajemen melakukan tindakan korektif yang tepat terhadap hukum dan regulasi (Jati, 2009 dalam Hari Suryono dan Andri Prastiwi, 2009). Dalam Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor KEP-29/PM/2004, peraturan Nomor IX. 1.5 tentang Pembentukan Komite Audit, setiap Emiten atau Perusahaan Publik berkewajiban untuk memiliki Komite Audit dan pedoman kerja komite audit (Audit committee charter). Di dalam perusahaan, komite audit sangat berguna menangani masalah-masalah yang membutuhkan integrasi dan koordinasi sehingga dimungkinkan permasalahan-permasalahan yang signifikan atau penting dapat segera teratasi (Tugiman, 1995 dalam Hari Suryono dan Andri Prastiwi, 2011). Komite audit yang dibentuk sebagai sebuah komite khusus di perusahaan bermanfaat untuk mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya merupakan tanggung jawab penuh dari dewan komisaris. Komite audit mendorong terjadinya interaksi antara manajemen dengan auditor eksternal, termasuk mengenai estimasi akuntansi, penilaian terhadap manajemen, dan ketidaksepakatan antara manajemen dan auditor eksternal (SAS No. 90 dalam Hari Suryono dan Andri Prastiwi, 2011). Beberapa penelitian yang menggunakan variabel komite audit telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu antara lain oleh Serli Ike (2011) dan Hari Suryono dan Andri Prastiwi (2011). Serli Ike (2011) menyatakan bahwa komite audit berpengaruh secara negatif terhadap kinerja perusahaan. Hal serupa diungkapkan oleh Hari Suryono dan Andri Prastiwi (2011), hasil penelitiannya menyatakan bahwa komite audit berpengaruh signifikan terhadap praktik pengungkapan sustainability report. 7. Rasio Aktivitas PerusahaanPengertian dari rasio aktivitas perusahaan adalah suatu kondisi yang menggambarkan tingkat operasi perusahaan dengan asset yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan operasi-operasi perusahaan (Hadiningsih, 2007 dalam Hari Suryono dan Andri Prastiwi, 2011). Rasio aktivitas antara lain terdiri dari Total Assets Turnover (TATO) dan Inventory Turnover (ITO).a) Total Assets Turnover (TATO)Total Assets Turnover merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa efisiennya seluruh aktiva perusahaan digunakan untuk menunjang kegiatan penjualan (Ang, 1997 dalam Widodo, 2007). Perputaran total aktiva menunjukkan bagaimana efektifitas perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan dalam kaitannya untuk mendapatkan laba. Perusahaan dengan tingkat penjualan yang besar diharapkan mendapatkan laba yang besar pula. Nilai TATO yang semakin besar menunjukkan nilai penjualannya juga semakin besar dan harapan memperoleh laba juga semakin besar pula. Total Assets Turnover secara atematis dirumuskan sebagai berikut :TATO =

Keterangan : TATO = Total Assets TurnoverPenjualan = Penjualan bersih perusahaanTotal Aktiva = Total Aset perusahaan pada periode laporan akhir tahunb) Inventory Turnover (ITO)Inventory turnover merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kecepatan perputaran persediaan menjadi kas. Semakin cepat inventory terjual, semakin cepat investasi perusahaan berubah dan persediaan menjadi kas (Ang, 1997 dalam Widodo, 2007). Perusahaan yang nilai perputaran persediaannya semakin tinggi berarti makin efisien dalam kaitannya dengan pengendalian biaya, efisiensi dalam pengendalian biaya bagi perusahaan akan berdampak pada peningkatan perolehan laba. Inventory turnover secara matematis dirumuskan sebagai berikut :ITO =

Keterangan :ITO = Inventory TurnoverPenjualan = Penjualan yang telah dilakukan oleh perusahaanRata-rata persediaan = Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan Semakin tinggi rasio mencerminkan semakin baik manajemen mengelola aktivanya, yang berarti semakin efektif perusahaan dalam mengelola aktiva. Semakin efektif tindakan-tindakan perusahaan dalam pengelolaan dana, maka perusahaan akan memiliki kecendurungan untuk mencapai kondisi keuangan yang semakin stabil dan kuat. Kondisi keuangan yang semakin kuat merupakan cerminan upaya yang dilakukan perusahaan untuk mencari dukungan stakeholder dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Gray, Kouhy, dkk (dalam Ghozali dan chariri, 2007 dan Hari Suryono dan Andri Prastiwi, 2011) menyatakan kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga kegiatan utama perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Beberapa penelitian terdahulu tidak banyak yang menggunakan variabel rasio aktivitas perusahaan dengan kualitas good corporate governance. Widodo (2007) menggunakan rasio aktivitas dalam pengaruhnya terhadap perubahan return saham, hasil penelitiannya menyatakan bahwa rasio aktivitas berpengaruh positif yang signifikan terhadap perubahan return saham. Hari Suryono dan Andri Prastiwi (2011) menggunakan variabel rasio aktivitas sebagai variabel penelitiannya dalam meneliti sustainability report. Hasilnya rasio aktivitas tidak berpengaruh terhadap sustainability report. Karena terbatasnya penelitian tentang kualitas good coporate governance yang menggunakan rasio aktivitas sebagai variabel, maka peneliti ingin menguji apakah rasio aktivitas berpengaruh pada kualitas good corporate governance. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan TATO sebagai pengukuran operasional dari variabel rasio aktivitas perusahaan. D. Hipotesis1. Hubungan Kesempatan Investasi dengan Kualitas GCGPerusahaan yang mempunyai kesempatan investasi yang tinggi akan senantiasa melakukan ekspansi usaha dengan demikian akan membutuhkan dana eksternal. Perusahaan berusaha meningkatkan kualitas corporate governance nya untuk memperoleh dana tersebut (black dkk, 2003, dalam Darmawati, 2006). Berkaitan untuk mendapatkan dana eksternal, perusahaan akan menyajikan suatu informasi yang dibutuhkan oleh pihak eksternal (kreditor) yang terbuka (transparan), tepat waktu serta jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, kepemilikan perusahaan dan lain sebagainya. Kebutuhan akan GCG yang berkualitas pada perusahaan yang memiliki kesempatan investasi yang tinggi juga dijelaskan dengan sudut pandang yang berbeda oleh Durnev & Kim (2003) dalam Vianney (2010). Mereka menjelaskan bahwa pada saat kesempatan investasi lebih menguntungkan,return atas investasi dari para pemegang saham pengendali akan lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang mereka dapat jika melakukan diskresi terhadap sumber daya perusahaan sehingga akan menerapkan praktik GCG yang lebih berkualitas. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :H1 : Kesempatan investasi berpengaruh terhadap kualitas good corporate governance 2. Hubungan Size dengan GCGSemakin besar suatu perusahaan akan semakin disorot oleh para stakeholder. Dalam kondisi demikian perusahaan membutuhkan upaya yang lebih besar untuk memperoleh legitimasi stakeholder dalam rangka menciptakan keselarasan nilai-nilai sosial dari kegiatannya. Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa variabel tersebut mempengaruhi perusahaan dalam menerapkan corporate governance. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap kualitas good corporate governance masih bersifat ambigu (Klapper dan Love, 2003 dalam Darmawati, 2006). Pendapat pertama menyatakan bahwa perusahaan berukuran besar lebih memungkinkan memiliki masalah keagenan yang lebih banyak pula sehinga membutuhkan mekanisme corporate governance yang lebih ketat. Alternatif penjelasan lainnya adalah bahwa perusahaan kecil mungkin lebih memiliki kesempatan tumbuh yang lebih baik sehingga akan membutuhkan pendanaan eksternal yang lebih besar. Besarnya kebutuhan akan dana eksternal akan meningkatkan kebutuhan akan mekanisme corporate governance. Semakin besar suatu perusahaan akan semakin disorot oleh para stakeholder. Durnev dan Kim (2003) dalam Darmawati (2006) menjelaskan hubungan ukuran perusahaan dan Corporate Governance dari sudut pandang yang berbeda yaitu perusahaan besar cenderung menarik perhatian dan sorotan dari public sehingga akan mendorong perusahaan tersebut untuk menerapkan struktur corporate governance.Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ia dikenal dalam masyarakat. Dari ketiga variabel ini, nilai aktiva relative lebih stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan penjualan dalam mengukur perusahaan (Vianney, 2010). Oleh karena itu, semakin besar perusahaan, semakin memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan informasi yang lebih banyak sehingga semakin mungkin untuk melakukan praktek good corporate governance yang berkualitas. Berdasarkan argumen-argumen tersebut maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H2 : Size berpengaruh terhadap kualitas good corporate governance3. Hubungan profitabilitas dengan GCGSeperti pendapat Muhammad et al. (2009) yang dikutip dalam Petri Natalia (2012) menyatakan bahwa perusahaan dengan profitabilitas lebih besar dibanding dengan yang lainya memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan lebih banyak informasi untuk mendukung kelangsungan posisi perusahaan tersebut. Dengan profitabilitas yang semakin meningkat, hal ini akan memacu perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang lebih luas (Singhvi dan Desai, 1971 ; dalam Petri Natalia, 2012). Pengungkapan informasi ini digunakan sebagai respon tanggung jawab perusahaan atas penggunaan dana para pemangku kepentingan. Dengan profit perusahaan yang semakin meningkat dan pengungkapan informasi yang lebih luas, hal ini akan membuat para pemangku kepentingan akan semakin puas dengan kinerja perusahaan, sehingga perusahaan akan semakin menerapkan sistem good corporate governance yang berkualitas. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H3 : Profitabilitas berpengaruh terhadap kualitas good corporate governance4. Hubungan Likuiditas dengan GCGMenurut Belkaoui (1979) dan Kahl (1949) dalam Prayogi (2003) berkeyakinan bahwa kekuatan perusahaan yang ditunjukkan dengan rasio likuiditas yang tinggi akan berhubungan dengan tingkat pengungkapan yang tinggi. Hal ini didasarkan pada harapan bahwa kuatnya finansial suatu perusahaan akan cederung memberikan pengungkapan yang lebih untuk memberikan informasi yang luas daripada perusahaan memiliki kondisi finansial yang lemah.Hasil penelitian Cooke (1989) dalam Prayogi (2003) menunjukkan bahwa kesehatan perusahaan yang ditunjukkan dalam rasio likuiditas yang tinggi diharapkan berhubungan dengan pengungkapan yang lebih luas. Hal ini didasarkan bahwa perusahaan yang secara keuangan sehat, kemungkinan akan lebih banyak mengungkapkan informasi dibanding dengan yang perusahaan yang likuiditasnya rendah. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki rasio likuiditas yang lebih tinggi akan cenderung memberikan pengungkapan yang lebih lengkap pula. Dengan demikian perusahaan yang memberikan pengungkapan yang lebih lengkap akan meningkatkan system good corporate governance yang lebih berkualitas pula. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut : H4 : Likuiditas berpengaruh terhadap good corporate governance5. Hubungan Komite Audit dengan Good Corporate Governance Komite audit merupakan komite yang ditunjuk oleh perusahaan sebagai penghubung antara dewan direksi dan audit eksternal, internal auditor serta anggota independen, yang memiliki tugas untuk memberikan pengawasan auditor, memastikan manajemen melakukan tindakan korektif yang tepat terhadap hukum dan regulasi (Jati, 2009 dalam Hari Suryono dan Andri Prastiwi, 2011). Keberadaan komite audit sudah tidak relevan lagi dalam penelitian karena komite audit telah menjadi sesuatu yang dimandatkan. Oleh karena itu, intensitas pertemuan menjadi salah satu proksi yang dapat mengindikasikan kualitas dari komite audit. Berdasarkan keputusan Bapepam Nomor Kep-24/PM/2004 dalam Hari dan Andri, 2009 disebutkan bahwa komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan anggaran dasar perusahaan. Rapat dilaksanakan untuk melakukan koordinasi agar efektif dalam menjalankan pengawasan dan pelaksanaan corporate governance perusahaan agar semakin baik. Komite audit merupakan salah satu mekanisme control atas organ perusahaan yang sangat penting dalam meningkatkan transparansi perusahaan dan mendorong manajemen agar mengungkapkan lebih banyak informasi. Keefektifan fungsi komite audit dalam bekerja dapat melindungi kepentingan dari stakeholder yang menginginkan pengungkapan yang transparansi, jujur, dan professional. Selain itu, kinerja komite audit yang baik dapat menambah nilai bagi principal yang menginginkan keselarasan kepentingan dengan agen (manajer perusahaan) sebagai pelaksana bisnis perusahaan. Semakin berkualitas komite audit, maka mereka akan semakin dapat memahami makna strategis dari pengungkapan informasi dan apa yang dibutuhkan stakeholder secara luas. Oleh karena itu, melalui jumlah pertemuan, komite audit semakin mampu mendorong manajemen untuk melakukan praktik good corporate governance yang berkualitas. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H5 : Komite audit berpengaruh terhadap good corporate governance6. Hubungan Rasio Aktifitas Perusahaan dengan Good Corporate Governance Menurut Sartono (2004) dalam Widodo (2007) perputaran aktiva menunjukkan bagaimana efektifitas perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan dalam kaitannya untuk mendapatkan laba. Semakin tinggi efektivitas perusahaan menggunakan aktiva untuk memperoleh penjualan diharapkan perolehan laba perusahaan semakin besar, hal ini akan menunjukkan kinerja perusahaan. Semakin tinggi rasio mencerminkan semakin baik manajemen mengelola aktivanya, yang berarti semakin efektif perusahaan dalam mengelola aktiva. Semakin efektif tindakan-tindakan perusahaan dalam pengelolaan dana, maka perusahaan akan memiliki kecendurungan untuk mencapai kondisi keuangan yang semakin stabil dan kuat. Kondisi keuangan yang semakin kuat merupakan cerminan upaya yang dilakukan perusahaan untuk mencari dukungan stakeholder dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan semakin baiknya aktivitas perusahaan maka akan berdampak pada kinerja perusahaan, dan hal ini akan berdampak pada praktek good corporate governance yang berkualitas. Maka dengan uraian diatas tadi, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :H6 : rasio aktivitas perusahaan berpengaruh terhadap kualitas good corporate governanceE. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh karakteristik perusahaan dengan kualitas good corporate governance telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu : (mending dalam bentuk tabel)1. Prayogi (2003) dalam penelitiannya pengaruh karakteristik perusahaan terhadap luas pengungkapan sukarela laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEJ. Variabel yang digunakan adalah size, kepemilikan saham, teknologi, likuiditas, dan umur perusahaan. Hasilnya menyatakan bahwa size, kepemilikan saham, teknologi, likuiditas, dan umur perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. Sedangkan solvabilitas perusahaan tidak berpengaruh pada pengungkapan sukarela laporan keuangan tahunan perusahaan.2. Sembiring (2005) dalam penelitiannya karakteristik perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial (studi empiris pada perusahaan yang tercatat di BEJ). Variabel yang digunakan yaitu size, profitabilitas, profile, ukuran dewan komisaris dan leverage. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa size, profile, ukuran dewan komisari berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan profitabilitas, leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 3. Saniman Widodo (2007) dalam penelitiannya analisis pengaruh rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio pasar, terhadap return saham syariah dalam kelompok Jakarta Islamic Index (JII) tahun 2003-2005 menggunakan variabel Total Assets Turnover (TATO), Inventory Turnover (ITO), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), dan Price Book Value (PBV). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa rasio aktivitas (TATO dan ITO), rasio profitabilitas (ROA dan ROE) dan rasio pasar (EPS dan PBV) menyimpulkan bahwa TATO, ROA, ROE, dan EPS masing-masing berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap return saham, sedangkan ITO berpengaruh positif tetapi tidak signifikan, PBV berpengaruh negative dan signifikan.

4. Angling Mahatma Pian (2010) dalam penelitiannya pengaruh karakteristik perusahaan dan regulasi pemerintah terhadap pengungkapan corporate sosial responsibility pada laporan tahunan menggunakan kepemilikan saham pemerintah, kepemilikan saham asing, regulasi pemerintah, tipe industri, ukuran perusahaan dan profitabilitas sebagai variabel penelitiannya. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan saham pemerintah, regulasi pemerintah, tipe industri dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan kepemilikan saham asing dan profitabilitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.5. Vianney (2010) dalam penelitiannya pengaruh karakteristik perusahaan terhadap kualitas good corporate governance menggunakan kesempatan investasi, kepemilikan manajerial, leverage, price earning ratio (PER), size, faktor regulasi sebagai variabel penelitiannya. Hasil penelitiannya kesempatan investasi, price earning ratio, dan size berpengaruh signifikan terhadap kualitas good corporate governance. Kepemilikan manajerial, leverage, dan faktor regulasi tidak berpengaruh terhadap kualitas implementasi good corporate governance.6. Serli Ike Arisusanti (2011) dalam penelitiannya Pengaruh kualitas good corporate governance, kualitas audit, dan earnings management terhadap kinerja perusahaan menggunakan kepemilikan institusi domestic, komisaris independen, ukuran komite audit, kualitas audit, earnings management sebagai variabel penelitiannya. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan institusi domestic, berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, sedangkan kualitas audit, keberadaan komite audit, dan earnings management berpengaruh negative terhadap kinerja perusahaan. Proporsi komisaris independen, proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.7. Hari Suryono dan Andri Prastiwi (2011) dalam penelitiannya pengaruh karakteristik perusahaan dan corporate governance terhadap praktik pengungkapan sustainability report menggunakan variabel profitabilitas, likuiditas, aktivitas, size, komite audit, dewan direksi, governance committee sebagai variabel penelitiannya. Hasilnya menyatakan bahwa profitabilitas, size, komite audit, dean direksi berpengaruh positif terhadap praktik pengungkapan sustainability report. Sedangkan likuiditas, leverage, aktivitas, governance committee terhadap praktik pengungkapan sustainability report.8. Diah Ayu Setyani (2012) dalam penelitiannya pengaruh karakteristik perusahaan terhadap kualitas good corporate governance (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di BEI) menggunakan kesempatan investasi, konsentrasi kepemilikan, leverage, size, auditor eksternal, komposisi aktiva sebagai variabel penelitiannya. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa size, dan kesempatan investasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas good corporate governance. Sedangkan konsentrasi kepemilikan, leverage, auditor eksternal, komposisi aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas good corporate governance.

Dari beberapa hasil dari penelitian sebelumnya maka dapat diringkas sebagai berikut :Prayogi,2003Pengaruh Karakteristik perusahaan terhadap luas pengungkapan sukarela laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEJLikuiditas, Solvabilitas, Basis Perusahaan, Size Perusahaan, Umur Perusahaan, Kepemilikan Saham, Teknologi1. Size,kepemilikan saham, Teknologi, Likuiditas, umur berpengaruh pada pengungkapan sukarela dalam laporan keuangan tahunan perusahaan.2. Solvabilitas perusahaan tidak berpengaruh dengan pengungkapan sukarela laporan keuangan tahunan perusahaan.

Eddy Rismanda Sembiring (2005)Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung jawab Sosial (studi empiris pada perusahaan yang tercatat di BEJ)Size, Profitabilitas, Profile, Ukuran Dewan Komisaris, Leverage1.Size, Profile, Ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab social perusahaan 2.Profitabilitas, leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab social perusahaan

Saniman Widodo (2007)Analisis pengaruh rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio pasar terhadap return saham syariah dalam kelompok Jakarta Islamic Index (JII) tahun 2003-2005

Rasio Aktivitas (TATO dan ITO), Rasio Profibilitas (ROA dan ROE) dan rasio Pasar (EPS dan PBV)1. TATO, ROA, ROE dan EPS berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap return saham sedangkan ITO berpengaruh positif tetapi tidak signifikan

2. PBV berpengaruh secara negative dan signifikan

Angling Mahatma Pian Ks, 2010Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Regulasi Pemerintah Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Csr) Pada Laporan Tahunan di Indonesia Kepemilikan Saham Pemerintah, Kepemilikan Saham Asing, Regulasi Pemerintah, Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas1. Faktor kepemilikan saham pemerintah, regulasi pemerintah, tipe industri, dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 2. Faktor kepemilikan saham asing dan profitabilitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Vianney,2010Pengaruh Karakteristik perusahaan terhadap kualitas GCG Kesempatan Investasi, Kepemilikan Manajerial, Leverage, Price Earning Ratio (PER),Ukuran perusahaan (Size), Faktor Regulasi.1. Kesempatan Investasi ,Price Earning Ratio, dan Size berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Corporate Governance2. Kepemilikan manajerial, leverage, dan factor regulasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas implementasi GCG

Serli Ike Arisusanti,2011Pengaruh Kualitas GCG,Kualitas Audit,dan Earnings Management terhadap kinerja perusahaanKepemilikan Institusi Domestik, Komisaris Independen, Ukuran Komite Audit, Kualitas Audit, Earnings Management1.Kepemilikan Institusi Domestik, berpengaruh positif terhadap Kinerja Perusahaan, sedangkan Kualitas Audit, Keberadaan komite audit, dan Earnings Management berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan2.Proporsi Komisaris Independen, Proporsi Dewan Komisaris, tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan

Hari Suryono dan Andri Prastiwi, 2011Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Corporate Governance Terhadap Praktik Pengungkapan Sustainability ReportProfitabilitas, Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Ukuran Perusahaan, Komite Audit, Dewan Direksi, Governance Committee1. Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Komite Audit, Dewan Direksi Berpengaruh positif terhadap praktik pengungkapan sustainability report2. Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Governance committee tidak berpengaruh terhadap praktik pengungkapan sustainability report.

Diah Ayu Setyani,2012Pengaruh karakteristik perusahaan terhadap kualitas Good Corporate Governance (Studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di BEI)Kesempatan Investasi, Konsentrasi Kepemilikan, Leverage, Ukuran Perusahaan, Auditor Eksternal, Komposisi Aktiva1. Ukuran perusahaan dan kesempatan investasi yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas GCG.2. Konsentrasi Kepemilikan, Leverage, Auditor Eksternal, Komposisi Aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas GCG

F. Kerangka Teoritis Variabel Independen (x) Kesempatan Investasi

Profitabilitas

Variabel Dependen (y)Likuiditas

Kualitas Corporate Governance

Size

Komite Audit

Rasio Aktivitas Perusahaan

40