94601285-BAB-II
-
Upload
christian-salim -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
Transcript of 94601285-BAB-II
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI GANGGUAN TINGKAH LAKU
Gangguan perilaku, yaitu gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial
yang disebabkan oleh lemahnya kontrol diri, merupakan kasus yang paling banyak terjadi
pada anak-anak. Kazdin (dalam Carr, 2001) menyebutkan bahwa dari seluruh anak-anak
yang dirujuk karena mengalami gangguan klinis, sepertiga sampai setengah diantaranya
karena mengalami gangguan perilaku.
Gangguan perilaku merupakan gangguan yang bersifat kompleks dan dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi (Cartledge & Milburn, 1995)
Gangguan tingkah laku adalah gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan
sosial yang disebabkan oleh lemahnya kontrol diri. Gangguan perilaku ditandai dengan
pola tingkah laku yang berulang, dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun
beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang
berulangkali dan terus menerus melanggar aturan dan hak orang lain dimana dengan cara
yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku.
Masalah tersebut biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau remaja dan
lebih sering terjadi pada laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada perilaku harus
melibatkan lingkungan sosial anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan perilaku
yang terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat
kerusuhan atau lingkungan lain dengan stress tinggi, bukan dimasukkan dalam gangguan
perilaku.
Definisi gangguan tingkah laku pada DSM-IV-TR memfokuskan pada perilaku yang
melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma-norma sosial utama. Tipe perilaku yang
dianggap sebagai symptom gangguan tingkah laku mencakup agresi dan kekejian
terhadap orang lain atau hewan, merusakkan kepemilikan, berbohong, dan mencuri.
Gangguan tingkah laku merujuk pada berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan
yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan
remaja. Seringnya perilaku ini ditandai dengan kesewenang-wenangan, kekejian dan
kurang penyesalan.
4
2.2 PENYEBAB GANGGUAN TINGKAH LAKU PADA ANAK
Gangguan perilaku dapat berasal dari anak itu sendiri atau lingkungan, akan tetapi
kedua factor ini saling mempengaruhi.
a. Anak sendiri
1. Penyebab yang diturunkan
Beberapa sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada
anaknya, karena ciri dan sifat-sifat ini maka suatu keadaan atau hal tertentu
mungkin menimbulkan stress pada anak yang bersangkutan, tetapi tidak dengan
anak lain
2. Penyebab yang diperoleh pada waktu anak berkembang
Anak yang mengalami gangguan otak seperti trauma kepala, ensefalitis,
neoplasma dan lain-lain, dapat mengakibatkan perubahan kepribadian
b. Lingkungan
Meskipun factor genetic dapat mempengaruhi perilaku anak, akan tetapi factor
lingkungan sering lebih menentukan. Lingkungan pada dasarnya dapat dirubah,
dengan demikian untuk mencegah terjadinya gangguan perilaku dapat merubah
kondisi lingkungannya. Berikut beberapa penyebab gangguan perilaku yang berasal
dari lingkungan :
1. Sikap orang tua
Orang tua yang baik adalah orang tua yang mampu memahami kondisi anaknya.
Orang tua tidak dapat menerapkan disiplin secara kaku karena dapat menyebabkan
frustasi bagi anak, namun juga tidak boleh terlalu longgar. Jangan pula membuat
lingkungan rumah menjadi dua blok karena dapat menyababkan kebingungan
pada anak
2. Saudara
Rasa iri hati saudara adalah normal, namun perasaan ini dapat bertambah dan
menimbulkan gangguan perilaku bila orang tua memperlakukan anak secara pilih
kasih. Anak akan berusaha menarik perhatian dan simpati orang tuanya dengan
menunjukkan sikap agresif dan negativistic
3. Orang atau kerabat lain dirumah
Keberadaan anggota keluarga lain (nenek, kakek, paman, bibi) dan pembantu
dapat mempengaruhi perkembangan psikologis anak
5
4. Lingkungan sosial sekolah
Hubungan sosial yang kurang baik antara anak dengan teman dan guru dapat
merubah perilaku anak. Sebagai contoh : guru yang terlalu keras tak jarang
menimbulkan kenakalan pada anak
5. Keadaan ekonomi
Gangguan perilaku pada anak dari golongan sosial ekonomi tinggi atau rendah.
Hal ini terjadi karena anak sering kekurangan waktu untuk berkomunikasi dengan
orang tua akibat kesibukan orang tua dengan kegiatan sosial (golongan ekonomi
tinggi) dan sibuk mencari nafkah (golongan ekonomi rendah)
Sedangkan menurut pendapat lain, Belum ada penyebab tunggal pada gangguan
perkembangan anak dan remaja. Berbagai situasi, termasuk faktor psikobiologik,
dinamika keluarga, dan faktor lingkungan berkombinasi secara kompleks yang menjadi
penyebab gangguan perkembangan anak dan remaja.
1. Faktor-faktor psikobiologik.
Faktor-faktor psikobiologik biasanya akibat :
Riwayat genetika keluarga yang terjadi pada kasus retardasi mental, autisme,
skizofrenia kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan
ansietas atau kecemasan.
Struktur otak yang tidak normal. Penelitian menemukan adanya abnormalitas
struktur otak dan perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita
autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan ADHD.
Pengaruh pranatal, seperti infeksi pada saat di kandungan ibu, kurangnya
perawatan pada masa bayi dalam kandungan, dan ibu yang menyalahgunakan
zat, semuanya dapat menyebabkan perkembangan saraf yang abnormal yang
berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang berhubungan dengan
berkurangnya suplai oksigen pada janin saat dalam kandungan yang sangat
signifikan dan menyebabkan terjadinya retardasi mental dan gangguan
perkembangan saraf lainnya.
Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi
anak.
2. Dinamika keluarga.
Dinamika keluarga yang tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku
menyimpang yang dapat digambarkan sebagai berikut :
6
Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-
kanak awal, perkembangan otaknya menjadi terhambat (terutama otak kiri).
Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan dengan
berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori, kesulitan
belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).
Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang tua pada
anak, komunikasi yang buruk) disertai dengan keterampilan koping yang tidak
baik antaranggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua.
Sehingga menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan remaja.
3. Faktor lingkungan.
Lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi
penyebab utama pula, seperti :
Kemiskinan.
Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang
terpenuhinya kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat
memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan perkembangan normal
anak.
Tunawisma.
Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang
memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai
penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit ringan kanak-
kanak, keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis diantara anak
tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol (Townsend,
1999).
Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar
dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya
dan masalah psikologik.
2.3 MACAM-MACAM GANGGUAN TINGKAH LAKU PADA ANAK
7
1. Gangguan perkembangan pervasive
Anak-anak dengan gangguan perkembangan pervasive (pervasive developmental
disorders/PDDs) menunjukkan hendaya perilaku atau fungsi pada berbagai area
perkembangan. Gangguan ini umumnya menjadi tampak nyata pada tahun-tahun
pertama kehidupan dan sering kali dihubungkan dengan retardasi mental. Gangguan
ini umumnya diklasifikasikan sebagai bentuk psikosis pada edisi awal DSM.
Gangguan ini dinilai merefleksikan bentuk kanak-kanak dari psikosis masa dewasa
seperti skizofernia karena memiliki ciri-ciri yang sama seperti hendaya sosial dan
emosional yaitu, keanehan dalam berkomunikasi dan perilaku motorik yang stereotip.
Penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini berbeda dengan skizofernia dan psikosis
lainnya. Hanya sedikit sekali bukti yang menunnjukkan bahwa anak-anak ini
memiliki halusinasi atau delusi yang terus menerus yang akan sesuai dengan
diagnosis skizofernia.
Tipe mayor dari gangguan perkembangan pervasive, yang merupakan focus kita
di sini, adalah gangguan autistic (autisme). Gangguan Asperger, bentuk yang lebih
ringan dari gangguan perkembangan pervasive, ditunjukkan dengan adanya deficit
pada interaksi sosial dan perilaku stereotip. Namun berbeda dengan autism, gangguan
asperger tidak melibatkan deficit yang signifikan pada kemampuan bahasa dan
kognitif (APA,2000;Szatmari dkk.,2000). Tipe gangguan perkembangan pervasive
yang lebih muncul, mencakup gangguan Rett, gangguan yang dilaporkan hanya
terjadi pada wanita dan gangguan disintegrative masa kanak-kanak, kondisi yang
jarang ada, biasanya muncul pada laki-laki.
1. Autisme
Autisme (autism), atau gangguan autistic adalah salah satu gangguan
terparah di masa kanak-kanak. Autism bersifat kronis dan berlangsung sepanjang
hidup. Anak-anak yang menderita autism, seperti Peter, tampak benar-benar sendiri
di dunia, terlepas dari upaya orang tua untuk menjembatani muara yang
memisahkan mereka.
Kata autism berasal dari bahasa yunani, autos yang berarti “self”. Istilah
ini dugunakan pertama kali pada tahun 1996 oleh psikiater Swiss, Eugen Bleuler,
untuk merujuk pada gaya berpikir yang aneh pada penderita skizofernia (autism
adalah salah satu dari “empat A” Bleuler). Cara berpikir autistic adalah
kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari dunia. Pada tahun
1943, psikiater lain, Leo Kanner, menerapkan diagnosis “autism infantile awal”
8
kepada sekelompok anak yang terganggu yang tampaknya tidak dapat berhubungan
dengan orang lain, seolah-olah mereka hidup dalam dunia mereka sendiri. Berbeda
dari anak-anak retardasi mental, anak-anak ini tampaknya menutup diri dari setiap
masukan dunia luar, menciptakan semacam “kesendirian autistik” (Kanner,1943).
Ciri-ciri autism, yang paling menonjol adalah kesendirian yang amat
sangat. Ciri-ciri lain mencakup maslah dalam bahasa, komunikasi, dan perilaku
ritualistic atau stereotip. Anak dapat pula tidak bicara, atau bila dapat keterampilan
berbahasa, biasanya digunakan secara tidak lazim seperti dalam ekolalia
(mengulang kembali apa yang didengar nada suara tinggi dan monoton);
penggunaan kata ganti orang secara terbalik (menggunakan “kamu” atau “dia,”
bukan “saya”); menggunakan kata-kata yang hanya dimengerti artinya oleh mereka
yang kenal dekat dengan si anak; dan kecenderungan untuk meninggikan nada
suara di akhir kalimat, seolah-olah mengajukan pertanyaan. Dapat pula terdapat
hendaya komunikasi nonverbal, misalnya anak autistic tidak dapat melakukan
kontak mata atau menunjukkan ekspresi wajah. Mereka juga berespons secara
lambat terhadap orang dewasa yang berusaha mendapatkan perhatian mereka, itu
juga bila mereka mau memperhatikan (Leekam & Lopez,2000). Walaupun mereka
tidak responsive kepada orang lain, para peneliti menemukan bahwa mereka dapat
memperlihatkan emosi-emosi yang kuat, terutama emosi negative seperti marah,
sedih dan takut.
Ciri utama dari autism adalah gerakan stereotip berulang yang tidak
memiliki tujuan berulang-ulang memutar benda, mengepakkan tangan, berayun ke
depan dan ke belakang dengan lengan memeluk kaki. Sebagaian anak autistic
menyakiti diri sendiri, bahkan saat mereka berteriak kesakitan, mereka mungkin
membenturkan kepala, menampar wajah, menggigit tangan dan pundak, atau
menjambak rambut mereka. Mereka juga dapat menjadi tantrum atau merasa panic
secara tiba-tiba. Ciri lain dari autism adalah menolak perubahan pada lingkungan ,
ciri yang diberi istilah “penjagaan keamanan”. Bila ada objek-objek yang dikenal
dan digeser dari tempatnya, Walaupun sedikit, anak autistic dapat menjadi tantrum
atau menangis terus-menerus sampai objek tersebut dikembalikan pada tempatnya.
Penyebab autism belum diketahui, tetapi diduga berhubungan dengan
abnormalitas otak. Awalnya, dari sudut pandang yang mendiskreditkannya,
penyebab tidak adanya kontak sosial pada anak autistic dikatakan sebagai reaksi
terhadap orang tua yang dingin dan mengambil jarak, yang kurang memiliki
9
kemampuan untuk menciptakan hubungan yang hangat dengan anak-anak mereka.
Penelitian tidak dapat membuktikkan asumsi ini, yang dapat dianggap
menghancurkan hati banyak orang tua, bahwa mereka dingin dan jauh.
Penanganan. Walaupun belum dapat disembuhkan, penelitian selama
30 tahun mendukung pentingnya program penanganan perilaku yang intensif, yang
menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk mengurangi perilaku yang mengganggu
dan meningkatkan ketrampilan belajar serta komunikasi pada anak-anak autistic.
Tidak ada pendekatan penanganan lain yang memberikan hasil yang sama.
Pendekatan perilaku didasarkan pada metode operant conditioning dimana reward
dan hukuman secara sistematis diaplikasikan untuk meningkatkan kemampuan
anak memperhatikan orang lain, bermain dengan anak lain, mengembangkan
ketrampilan akademik dan menghilangkan perilaku selv-multivater.
2. Retardasi mental
Retardasi Mental yaitu keterlambatan yang mencakup rentang yang luas dalam
perkembangan fungsi kognitif dan sosial. Perkembangan retardasi mental
bervariasi. Banyak anak dengan RM menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu,
terutama bila mereka mendapatkan dukungan, bimbingan dan kesempatan
pendidikan yang besar. Mereka yang tumbuh dalam lingkungan yang kurang
mendukung dapat mengalami kegagalan untuk berkembang atau kemunduran
dalam hubungannya dengan anak-anak lain.
RM didiagnosis berdasarkan kombinasi dari 3 kriteria: 1) skor rendah pada tes
intelegensi formal (skor IQ kira-kira 70 atau dibawahnya ); 2) adanya bukti
hendaya dalam melakukan tugas sehari-hari dibandingkan dengan orang lain yang
seusia dalam lingkup budaya tertentu; dan 3) perkembangan gangguan terjadi
sebelum usia 18 tahun.
Tingkat Retardasi Mental
Derajat Keparahan Perkiraan Rentang IQ Jumlah Penyandang
1. RM Ringan
2. RM Sedang
3. RM Berat
4. RM Parah
50-55 sampai sekitar 70
35-40 sampai 50-55
20-25 sampai 35-40
Di bawah 20 atau 25
Kira-kira 85 %
10%
3-4%
1-2%
Jenis Tingkah Laku Adaptif Pada RM
10
Tingkat
RM
Usia 0-5 tahun
Kematangan &
perkembangan
Usia Sekolah 6-21
tahun
Pelatihan & Pendidikan
Dewasa >21 tahun
Kemampuan sosial &
vokasional
Ringan Sering terlihat tidak
memiliki gangguan, tetapi
lambat dalam berjalan,
makan sendiri, dan bicara
dibanding anak-anak
lainnya.
Menguasai ketrampilan
praktis serta kemampuan
membaca & aritmatika
sampai kelas 3-6 SD
dengan pendidikan
khusus. Dapat diarahkan
pada konformitas sosial.
Biasanya dapat
mencapai keterampilan
sosial dan vokasional
untuk membiayai diri
sendiri; mungkin
membutuhkan
bimbingan dan
dukungan dalam
menghadapi tekanan
sosial dan ekonomi yang
tidak biasa.
Sedang Keterlambatan yang nyata
pada perkembangan
motorik, terutama dalam
bicara; berespons terhadap
pelatihan berbagai
aktivitas sel-help
Dapat mempelajari
komunikasi sederhana,
perawatan kesehatan dan
keselamatan dasar, serta
keterampilan tangan
sederhana; tidak
mengalami kemajuan
dalam fungsi membaca
atau aritmatika.
Dapat melakukan tugas-
tugas sederhana dalam
lingkungan pusat
pelatihan; berpartisipasi
dalam rekreasi
sederhana; bepergian
secara mandiri ke
tempat-tempat yang
dikenal; biasanya tidak
dapat melakukan self-
maintenance
Berat Ditandai dengan adanya
keterlambatan dalam
perkembangan motorik,
kemampuan komunikasi
yang minim atau tidak ada
sama sekali; dapat
berespon terhadap
pelatihan self-help
mendasar, misalnya
makan sendiri
Biasanya mampu
berjalan, tetapi memiliki
ketidakmampuan yang
spesifik dapat mengerti
pembicaraan dan
memberikan respons;
tidak memiliki kemajuan
dalam kemampuan
membaca atau aritmatika.
Dapat menyesuaikan diri
dengan rutinitas sehari-
hari dan aktivitas
repetitive; membutuhkan
pengarahan dan
supervise terus-menerus
dalam lingkungan yang
melindungi.
Parah Retardasi motorik kasar; Keterlambatan yang Dapat berjalan, mungkin
11
kapasitas minimal untuk
berfungsi pada area
sensorimotor;
membutuhkan bantuan
perawat.
terlihat jelas dalam semua
area perkembangan;
dapat menunjukkan
respons emosional dasar;
mungkin berespons
terhadap pelatihan
ketrampilan
menggunakan kaki,
tangan, dan rahang,
memerlukan supervise/
pengawasan yang ketat.
membutuhkan bantuan
perawat, dapat berbicara
secara promitif; terbantu
dengan aktivitas fisik
teratur; tidak dapat
melakukan self-
maintenance
Sindrom down dan aktivitas kromosom lainnya
Abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental
adalah sindrom down, yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom ke 3 pada
pasangan kromosom ke 21, sehingga menyebabkan jumlah kromosom menjadi
47 bukan 46, seperti pada individu normal (Wade,2000). Anak dengan sindrom
down dapat dikenali berdasarkan cirri-ciri fisik tertentu seperti wajah bulat,
lebar, hidung datar, dan adanya lipatan yang mengarah ke bawah pada kulit di
bagian ujung mata, yang memberikan kesan sipit. Lidah yang menonjol, tangan
yang kecil dan berbentuk segiempat, dengan jari-jari pendek, jari kelima
melengkung dan ukuran tangan dan kaki yang kecil serta tidak proporsional
dibandingkan keseluruhan tubuh, juga merupakan ciri anak-anak dengan
sindrom down. Hampir semua anak ini mengalami RM dan masalah fisik,
seperti gangguan pada pembentukan jantung dan kesulitan pernapasan dan
sebagian besar meninggal pada usia pertengahan. Pada tahun-tahun terakhir
hidup, mereka cenderung kehilangan ingatan dan mengalami emosi yang
kekanak-kanakan yang menandai senilitas.
Anak-anak dengan sindrom down menderita berbagai deficit dalam belajar
dan perkembangan. Mereka cenderung tidak terkoordinasi dan kurang memliki
tekanan otot yang cukup sehingga akan sulit bagi mereka untuk melakukan
tugas-tugas fisik, dan terlibat dalam aktivitas bermain. Anak-anak ini mengalami
defist memori, dan mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi dari guru dan
mengekspresikan pemikiran atau kebutuhan mereka dengan jelas secara verbal.
12
Sebagian besar dapat belajar membaca, menulis dan mengerjakan tugas-tugas
aritmatika sederhana bila mereka pendidikan yang tepat dan dukungan yang
baik.
Intervensi Retardasi Mental
Pelayanan yang dibutuhkan oleh anak-anak dengan RM untuk memenuhi
tuntutan perkembangan , sebagian bergantung pada derajat dan keparahan dan
tipe retardasi dengan pelatihan yang tepat, anak-anak dengan RM Ringan dapat
mencapai kemampuan setara dengan anak kelas 6 SD. Mereka dapat menguasai
ketrampilan vokasional yang memungkinkan mereka untuk membiayai diri
sendiri melalui pekerjaan yang bermakna, sebaliknya anak-anak dengan RM
Berat atau parah membutuhkan penanganan institusi atau ditempatkan pada
pusat pelayanan residensial yang ada di komunitas, misalnya group home.
Penempatan di institusi sering kali didasarkan pada kebutuhan untuk mengontrol
perilaku destruktif atau agresif, bukan karena parahnya gangguan intelektual.
Anak-anak dengan RM mungkin membutuhkan konseling psikologis untuk
membantu menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat. Konsuling
suportif dapat digabungkan dengan tehnik-tehnik perilaku yang membantu
mereka memperoleh ketrampilan-ketrampilan mengenai kesehatan pribadi,
pekerjaan dan hubungan sosial. Pendekatan perilaku yang lebih terstruktur dapat
digunakan untuk mengajar orang-orang dengan tingkat RM lebih berat,
misalnya mengajarkan menggosok gigi, memakai pakaian dan menyisisi rambut.
Tehnik-tehnik penanganan perilaku lainnya mencakup pelatihan, ketrampilan
sosial, yang memfokuskan pada peningkatan kemampuan individu untuk
berhubungan secara efektif dengan orang lain, dan pelatihan pengelolaan
amarah untuk membantu individu mengambangkan cara-cara yang lebih efektif
dalam mengatasi konflik tanpa bertindak agresif.
3. Gangguan belajar
Gangguan belajar (dyslexia) adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani,
dys- artinya buruk dan lexicon, artinya “dalam kata-kata.” Disleksia mungkin
merupakan gangguan yang paling umum dari gangguan belajar (learning disorder)
juga disebut ketidakmampuan belajar. Disleksia merupakan 80% dari kasus
gangguan belajar dan terjadi pada individu-individu yang mengalami kesulitan
membaca walaupun mereka memiliki intelegensi rata-rata. Retardasi mental
melibatkan keterlambatan secara umum dalam perkembangan intelektual. Orang-
13
orang dengan gangguan belajar, sebaliknya dapat merupakan orang yang pandai,
mungkin berbakat, tetapi menunjukkan perkembangan yang buruk dalam
kemampuan membaca, matematika atau menulis hingga menghambat prestasi
sekolah atau fungsi sehari-sehari. Gangguan belajar cenderung menjadi gangguan
kronis selanjutnya memengaruhi perkembangan sampai usia dewasa. Anak-anak
dengan gangguan belajar cenderung berprestasi buruk di sekolah. mereka sering
dinilai gagal oleh guru dan keluarga mereka. Tidak mengherankan bahwa sebagian
besar dari mereka mengembangkan ekspektasi yang rendah dan bermasalah dengan
self esteem.
Tipe-tipe Gangguan Belajar
1. Gangguan Matematika
Gangguan matematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan
kemampuan aritmatika mereka dapat memiliki masalah memahami istilah-
istilah matematika dasar atau oprasi seperti penjumlahan atau pengurangan;
memahami simbol-simbol matematika, atau belajar tabel perkalian. Masalah
ini mungkin tampak sejak anak duduk di kelas tetapi umumnya tidak dikenali
sampai anak duduk di kelas 2 atau 3 SD.
2. Gangguan Menulis
Gangguan menulis mengacu pada anak-anak dengan keterbatasan kemampuan
menulis. Keterbatasan dapat muncul dalam bentuk kesalahan mengeja, tata
bahasa, tanda baca atau kesulitan dalam membentuk kalimat dan paragraf.
Kesulitan menulis yang parah umunya tampak pada usia 7 tahun walaupun
kasus-kasus yang lebih ringan mungkin tidak dikenali sampai usia 10 tahun
atau setelahnya.
3. Gangguan Membaca
Gangguan membaca (disleksia) mengacu pada anak-anak yang memiliki
perkembangan ketrampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan
memahami bacaan. Anak-anak yang menderita disleksia membaca dengan
lambat dan kesulitan, dan mereka mengubah, menghilangkan, atau mengganti
kata-kata ketika membaca dengan keras. Mereka memiliki kesulitan
menguraikan huruf-huruf dan kombinasinya serta mengalami kesulitan
menerjemahkannya menjadi suara yang tepat. Mereka mungkin juga salah
mempersepsikan huruf-huruf seperti jungkir balik (contohnya bingung antara
w dengan m) atau melihatnya secara terbalik (b untuk d). disleksia biasanya
14
tampak pada usia 7 tahun, bersamaan dengan kelas 2 SD, walaupun kadang-
kadang sudah dikenali pada usia 6 tahun. Anak-anak dengan disleksia
cenderung lebih rentan terhadap depresi, memiliki self-worth yang rendah,
merasa tidak kompeten secara akademik, danmenunjukkan tanda-tanda
ADHD.
Intervensi Gangguan Belajar
Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar umunya menggunakan perspektif
berikut :
1. Model psikoedukasi
Model ini menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi anak
daripada usaha untuk mengoreksi defisiensi yang diduga mendasarinya.
Misalnya seorang anak yang menyimpan informasi auditori lebih baik
disbanding visual akan diajar secara verbal, misalnya, menggunakan rekaman
pita, dan bukan materi-materi visual.
2. Model behavioral
Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun di atas hierarki
ketrampilan-ketrampilan dasar atau “perilaku yang memampukan (enabling
behaviors)”. Untuk dapat membaca secara efektif, seseorang harus belajar
mengenai huruf-huruf, kemudian mengombinasikan huruf-huruf dan suara-
suara menjadi kata-kata, dan seterusnya. Kompetensi belajar anak akan dinilai
untuk menentukan letak difisiensi dalam hierarki ketrampilan. Program
instruksi dan penguatan perilaku yang disusun secara individual membantu
anak untuk memperoleh ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan dalam
melaksanakan tugas-tugas akademik.
3. Model medis
Model ini mengasumsikan bahwa gangguan belajar merupakan simtom-
simtom dari defisiensi dalam pengolahan kognitif yang memiliki dasar
biologis. Penanganan harus diarahkan pada patologi yang mendasarinya dan
bukan pada ketidakmampuan belajar. Bila anak memiliki kerusakan visual
yang menyebabkan kesulitan untuk mengikuti sebaris teks, penanganan
seharunya ditujukan untuk mengatasi deficit visual, mungkin dengan cara
latihan mengikuti stimulus visual. Selanjutnya peningkatan kemampuan
membaca diharapkan akan terjadi.
15
4. Model neuropsikologi
Pendekatan ini berasal dari model psikoedukasi dan medis. Diasumsikan
bahwa gangguan belajar mereflesikan deficit dalam pengolahan informasi
yang memiliki dasar biologis (model medis). Diasumsikan pula bahwa
program-program pendidikan harus diadaptasi untuk memperhatikan deficit-
defisit yang mendasarinya ini disesuaikan dengan kebutuhan setiap anak.
5. Model linguistik
Pendekatan linguistic berfokus pada defisiensi dasar dalam bahasa anak,
seperti kegagalan untuk mengenali bagaimana suara-suara dan kata-kata saling
dikaitkan untuk menciptakan arti, yang akan menimbulkan masalah dalam
membaca, mengeja, dan amenemukan kata-kata untuk mengekspresikan diri
mereka. Model ini mengajarkan ketrampilan bahasa secara bertahap,
membantu murid-murid menangkap struktur dan menggunakan kata-kata.
6. Model kognitif
Model ini berfokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran-pemikiran
mereka ketika belajar materi-materi akademik. Dalam perspektif ini, anak-
anak dibantu untuk belajar dengan 1) mengenali sifat dari tugas belajar, 2)
menerpakan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif untuk
menyelesaikan tugas-tugas, dan 3) memonitor kesuksesan strategi-strategi
mereka. Anak-anak dengan masalah aritmatika dapat diarhakan untuk
membagi tugas matematika menjadi komponen-komponen tugas, memikirkan
tahapan yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap tugas, dan mengevaluasi
prestasi mereka pada setiap tahap untuk menilai bagaimana meneruskannya.
Anak-anak menunjukkan kemajuan melalui pendekatan sistematis dalam
memecahkan masalah yang dapat diaplikasikan pada tuga-tugas akademik
yang beragam
4. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi (Communication dicorders) meliputi kesulitan-kesulitan
dalam pemahaman atau dalam penggunaan bahasa. Kategori-kategori dari
gangguan komunikasi adalah gangguan bahasa ekspresif, gangguan bahasa
campuran reseptif/ekspresif, gangguan fonologis, dan gagap. Masing-masing
gangguan ini mempengaruhi fungsi akademik, atau pekerjaan, atau kemampuan
untuk berkomunikasi secara sosial.
16
Gangguan bahasa ekspresif melibatkan hendaya dalam penggunaan bahasa
verbal seperti perkembangan kosakata yang lambat, kesalahan dalam tata bahasa,
kesulitan mengingat kembali kata-kata, dan masalah dalam memproduksi kalimat
dengan kerumitan dan panjang yang sesuai dengan usia individu. Anak-anak
dengan kesulitan ini dapat memiliki gangguan fonologis (artikulasi) yang
menambah masalah bicara mereka.
Gangguan bahasa reseptif / ekspresif mengacu pada anak-anak yang memiliki
kesulitan baik dalam memahami maupun memproduksi bahasa verbal. Dalam
beberapa kasus, anak memiliki kesulitan memahami tipe-tipe kata / kalimat tertentu
(seperti kata-kata yang mengekspresikan perbedaan kuantitas-large, big, atau
huge), istilah-istilah spasial (seperti dekat atu jauh) atau tipe-tipe kalimat (seperti
kalimat yang dimulai dengan kata unlike).
Gangguan fonologik melibatkan kesulitan dalam artikulasi suara dalam
berbicara tanpa adanya kerusakan pada mekanisme bicara atau hendaya neurologis.
Anak-anak dengan gangguan ini mungkin menghilangkan, mengganti, atau salah
mengucapkan bunyi-bunyi tertentu terutama bunyi ch, f, l, r, sh dan th, yang
biasanya dapat diucapkan secara tepat saat anak memasuki usia sekolah. Pada
kasus yang lebih berat, terjadi masalah mengartikulasi suara-suara yang seharusnya
sudah dikusai pada masa prasekolah: b, m, t, d, n, dan h. Terapi bicara sering sekali
membantu, dan pada kasus-kasus yang lebih ringan dapat teratasi dengan
sendirinya pada usia 8 tahun.
Gagap melibatkan gangguan pada kemampuan untuk bicara lancar dengan
waktu yang tepat. Gagap biasanya dimulai pada usia antara 2 dan 7 tahun dan
terdapat pada sekitar 1 di antara 100 anak sebelum pubertas (APA,2000).
Gangguan ini ditandai oleh satu dari beberapa karakteristik berikut :
1. Repetisi dari suara-suara dan suku kata.
2. Perpanjangan pada suara-suara tertentu.
3. Penyisipan suara-suara yang tidak tepat.
4. Kata-kata yang terputus, seperti adanya jeda di antara kata-kata yang
diucapkan.
5. Hambatan dalam berbicara.
6. Circumlocution (substitusi kata-kat alternatif untuk menghindari kata-kata
yang bermasalah).
7. Tampak adanya tekanan fisik ketika mengucapkan kata-kata .
17
8. Repetisi dari kata yang terdir dari suku kata tunggal (misalnya, “S-s-saya
senang bertemu Anda”) (APA,2000)
Gagap muncul terutama pada laki-laki dengan rasio sekitar 3:1. Penanganan
pada gangguan komunikasi umumnya dilakukan melalui terapi bicara dan
konseling psikologis untuk kecemasan sosial dan masalah-masalah emosional
lainnya.
Klasifikasi dari Gangguan Belajar dan Gangguan Komunikasi dalam DSM-IV
Gangguan Belajar Gangguan Membaca
Gangguan Matematika
Gangguan Menulis
Gangguan Komunikasi Gangguan Bahasa Ekspresif
Gangguan Bahasa Campuran
Reseptif/Ekspresif
Gangguan Fonologis
Gagap
5. Gangguan pemusatan pikiran dan perilaku bermasalah
Kategori gangguan ini mengacu pada masalah perilaku yang sangat beragam,
termasuk gangguan attention-deficit hyperactivity (ADHD), gangguan tingkah laku
(CD), dan gangguan sikap menentang (ODD). Gangguan-gangguan ini
menimbulkan masalah sosial dan biasanya lebih merugikan orang lain daripada
anak-anak yang menerima diagnosis ini. Walaupun terdapat perbedaan antara
gangguan-gangguan ini, tingkat terjadinya beberapa gangguan ini secara
bersamaan (komorbiditas) amat tinggi (Jensen, Martin & Cantwell. 1997).
Gangguan Attention Deficit Hyperactivity
Banyak orang tua yang meyakini bahwa anak-anak mereka tidak
memperhatikan mereka anak-anak itu berlari-lari dan melakukan banyak hal
dengan cara mereka. Kurang dapat memusatkan perhatian, terutama masa kanak-
kanak, merupakan hal yang normal. Namun pada gangguan attention-deficit
hyperactivty (attention-deficit hyperactivity disorder/ADHD), anak
memperlihatkan impulsivitas, tidak adanya perhatian, dan hiperakivitas
(hyperactivity) yang dianggap tidak sesuai dengan tingkat perkembangan meraka.
ADHD dibagi menjadi 3 subtipe: tipe predominan tidak adanya perhatian, tipe
predominan hiperaktif/impulsif, dan tipe kombinasi yang ditandai oleh tidak
18
adanya perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas tingkat tinggi (APA, 2000).
Gangguan ini biasanya didiagnosis pertama kali ketika anak berada di sekolah
dasar, ketika masalah dengan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas
menyulitkan anak untuk menyesuaikan diri. Walaupun tanda-tanda hiperaktivitas
sudah sering teramati sejak awal, banyak anak kecil yang terlalu aktif tidak
mengembangkan ADHD.
ADHD didiaknosis 2 sampai 9 kali lebih bayak pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan (APA, 2000) walaupun kurangnya
perhatian merupakan dasar dari masalah, masalah-masalah lain yang terkait
mencakup ketidakmampuan untuk duduk tenang lebih dari beberapa menit,
mengganggu, temper tantrum, keras kepala, dan tidak berespon terhadap
hukuman. Aktivitas dan kegelisahan anak ADHD menghambat kemampuan
mereka untuk berfungsi di sekolah.
Sebagian besar anak, khususnya laki-laki, sangatlah aktif pada usia awal
sekolah. Sementara mereka yang setuju dengan diagnosis mengatakan bahwa ada
perbedaan kualitas antara over aktivitas yang normal dengan ADHD. Anak-anak
overaktif yang normal biasaya diarahkan oleh suatu tujuan dan dapat mengontrol
perilaku mereka. Namun anak-anak dengan ADHD tampak hiperaktif tanpa alasan
dan terlihat tidak bisa menyesuaikan perilaku mereka terdapat tuntutan guru dan
orang tua.
Walaupun anak-anak ADHD cenderung memiliki intelejensi rata-rata atau
diatas rata-rata, mereka sering kali berprestasi dibawah potensinya disekolah.
Mereka sering membuat keributan di kelas dan cenderung sering berkelahi.
Mereka gagal mengikuti atau mengingat instruksi atau menyelesaikan tugas.
Mereka kemungkinan besar memiliki kesulitan belajar, mengulang kelas dan
ditempatkan pada kelas khusus (faraone dkk, 1993). Mereka juga cenderung lebih
beresiko mengalami gangguan mood, kecemasan dan masalah dalam hubungan
dalam hubungan keluarga (Biederman dkk., 1996a,b). Gangguan ini sering kali
menetap sampai remaja dan dewasa.
Ciri-ciri Diagnostik dari ADHD
Jenis Masalah Pola Perilaku Khusus
Kurangnya perhatian Gagal memperhatikan detail atau
melakukan kecerobohan dalam tugas
19
sekolah, dan lainnya.
Kesulitan mempertahankan perhatian
di sekolah atau saat bermain.
Tampak tidak mempertahankan apa
yang dikatakan orang lain
Tidak bisa mengikuti instruksi atau
menyelesaikan tugas.
Kesulitan mengatur pekerjaan dan
aktivitas lain.
Menghindari pekerjaan atau aktivitas
yang menuntut perhatian.
Kehilangan alat-alat sekolah
(misalnya, pensil, buku, mainan,
tugas-tugas).
Mudah teralihkan perhatiannya.
Sering lupa melakukan aktivitas
sehari-hari.
Hiperaktivitas Tangan atau kaki bergerak gelisah
atau menggeliat-geliat di kursi.
Meninggalkan kursi pada situasi
belajar yang menuntut duduk tenang.
Berlarian atau memanjat benda-benda
secara terus-menerus.
Kesulitan untuk bermain dengan
tenang.
Impulsivitas Sering berteriak di kelas.
Tidak bisa menunggu giliran dalam
antrean, permainan, dan sebagainya.
Untuk dapat didiagnosa ADHD, gangguan ini harus muncul sebelum usia 7 tahun, harus
secara signifikan menghambat fungsi akademik, sosial dan pekerjaan, dan harus ditandai
oleh sejumlah ciri klinis yang ada pada tabel ini, serta telah terjadi lebih dari 6 bulan paling
tidak pada dua situasi seperti sekolah, rumah, atau pejerjaan.
Penanganan ADHD
20
Obat-obatan yang digunakan dalam membantu anak-anak ADHD untuk lebih
tenang dan perhatian di sekolah merupakan kelompok stimulan yang mencakup
Ritalin ( metylphenidate), Cilert (pemoline), dan stimulan jangka panjang lainnya
yang dosisnya sekali sehari (Rugino & Copley, 2001). Obat-obat stimulan
memiliki efek paradoksikal yaitu menenangkan dan meningkatkan rentang
perhatian anak-anak ADHD. Pengobatan stimulan tampaknya aman dan efektif
bila dimonitor secara berhati-hati dan berhasil membantu sekitar 3 dari 4 anak
dengan ADHD (Barkley, 1997).
Sekarang masalah efek samping. Walaupun efek samping jangka pendek
(misalnya, kehilangan nafsu makan atau insomnia), biasanya akan menghilang
dalam beberapa minggu atau dapat dihilangkan dengan mengurangi dosisnya
(Wingert, 2000). Untungnya, anak-anak yang mengguankan stimulan akhirnya
dapat mencapai kondisi fisik seperti teman-teman sebayanya (Gittelmen-Klein &
Mannuzza, 1990; Gorman, 1998).
Gangguan tingkah laku
Bila anak-anak ADHD melibatkan temper tantrum, anak-anak dengan
diagnosis gangguan tingkah laku secara sengaja bertindak agresif dan kasar.
Sepeti orang dewasa yang anti sosial, banyak anak-anak dengan gangguan tingkah
laku tidak punya perasaan dan tampaknya tidak memiliki rasa bersalah terhadap
perlakuan buruk mereka. Mereka dapat mencuri dan merusak barang. Saat
remaja,mereka dapat melakukan pemerkosaan, merampok dengan senjata bahkan
membunuh. Mereka sering terlibat dalam penyalahgunaan obat dan aktivitas
seksual.
Gangguan tingkah laku lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan, dan bentuknya berbeda diantara laki-laki dan perempuan. Pada laki-
laki, bentuknya lebih pada mencuri, berkelahi, merusak apa maslah disekolah.
Sementara pada perempuan lebih cenderung pada berbohong, membolos, lari dari
rumah, penggunaan obat-obatan dan pelacuran. Gangguan tingkah laku biasanya
bersifat kronis dan persisten (Lahey dkk., 1995).
Gangguan Konduksi
Pola tingkah laku berulang dan menetap yang melanggar baik yang hak-hak dasar orang lain
atau norma atau aturan sosial utama yang sesuai usia, berlangsung paling sedikit 6 bulan,
yang paling sedikit terdapat 3 hal di bawah ini :
1. Sering menakut-nakuti, mengacam atau mengintimidasi orang lain.
21
2. Sering memulai perkelahian fisik.
3. Menggunakan senjata yang menyebabkan bahaya fisik yang serius terhadap orang lain
(misalnya, pentungan, balok, botol pecah, pisau, atau senjata).
4. Mencuri dengan berkelahi dengan korban (misalnya, merampok, mencuri dompet,
pemerasan, perampokan bersenjata).
5. Secara fisik kasar terhadap orang lain.
6. Secara fisik kasar terhadap hewan.
7. Memaksa seseorang untuk melakukan aktivitas seksual.
8. Sering berbohong atau melanggar janji untuk memperoleh barang atau bantuan untuk
menghindari kewajiban (yaitu,”bohong” pada orang lain).
9. Sering tinggal di luar rumah walaupun dilarang oleh orang tua dimulai pada usia 13
tahun.
10. Mencuri barang tidak berharga tanpa berkelahi dengan korban baik di rumah maupun
di luar rumah (misalnya, pencurian di toko, perampokan, penjiplakan).
11. Dengan sengaja menyalakan api dengan tujuan membuat kerusakan.
12. Dengan sengaja merusak milik orang lain (selain membakar).
13. Kabur dari rumah pada malam hari paling sedikit 2 kali sewaktu tinggal di rumah
orang tua atau orang tua asuh (atau sekali tanpa kembali, dalam waktu lama).
14. Sering bolos sekolah, mulai sebelum usia 13 tahun (atau sebagai pekerja, bolos kerja).
15. Merusak rumah, bangunan, mobil milik orang lain.
Gangguan sikap menentang
Perbedaan di antara para ahli tentang apakah gangguan sikap menentang
(oppositional Defiant Dissorder/ODD) merupakan gangguan yang berbeda
merupakan variasi dari gangguan perilaku bermaslah yang sama terus berlangsung
(Rey, 1993). Atau mungkin ODD adalah awal atau bentuk yang lebih ringan dari
gangguan tingkah laku (Abikoff & Klein, 1992; Biederman dkk., 1996a). ODD
lebih terkait erat dengan gangguan tingkah laku yang bukan kenakalan (negatif),
dan gangguan tingkah laku melibatkan perilaku kenakalan seperti membolos,
mencuri, berbohong, agresif (Rey,1993).
Anak ODD cenderung bersikap negatif atau menentang. Mereka melawan
tokoh otoritas, yang ditunjukkan dengan kecenderungan mereka untuk
berargumentasi dengan orang tua dan guru serta menolak mengikuti permintaan
atau perintah dari orang dewasa. Mereka secara sengaja mengganggu orang lain
22
sebagai penyebab kesalahan atau perilaku buruk mereka, benci kepada orang lain,
atau dengki dan dendam pada orang lain (Angold & Costello, 1996;APA, 2000).
Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 8 tahun dan berkembang secara
bertahap selama beberapa bulan atau tahun.
Gangguan Sikap Menentang
Pola negativistik, berlawanan, dan membangkang berlangsung paling sedikit 6 bulan; paling
sedikit 4 dari hal berikut ini ada :
1. Sering hilang kesadaran.
2. Sering berargumentasi dengan orang dewasa.
3. Sering secara aktif tidak patuh atau menolak mematuhi permintaan atau peraturan
orang dewasa.
4. Sering secara disengaja mengerjakan pekerjaan yang mengganggu orang lain.
5. Sering menyalahkan orang lain untuk kesalahan atau tingkah lakunya yang salah.
6. Sering menyentuh atau dengan mudah diganggu dengan orang lain.
7. Sering marah dan judes.
8. Sering iri hati dan mendendam.
Ganguan perilaku menyebabkan gangguan fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan yang
bermakna.
Penanganan CD dan ODD
Studi baru-baru ini menunjukkan bahwa Ritalin efektif untuk mengurangi
perilaku antisosial pada anak-anak dan remaja dengan CD (Klein dkk.,1997).
Menempatkan anak-anak CD dalam program penanganan residential yang
menetapkan aturan-aturan eksplisit dan reward yang jelas justru lebih menjanjikan
conditioning yang melibatkan penggunaan reward dan hukuman secara sistematis.
Banyak yang terbantu melalui program yang disusun untuk membantu mereka
belajar keterampilan menangani amarah, yang nanti dapat digunakan untuk
mengatasi situasi-situasi konflik tanpa menggunakan perilaku yang kasar.
Program-program lain memperlihatkan model anak-anak pada video yang
mendemonstrasikan keterampilan-keterampilan mengontrol kemarahan.
6. Kecemasan dan depresi
Kecemasan dan depresi
Kecemasan dan ketakutan merupakan ciri normal pada masa kanak-kanak,
seperti halnya pada kehidupan orang dewasa. Kecemasan dianggap tidak normal
23
bila berlebihan dan menghambat fungsi akademik dan sosial atau menjadi
menyusahkan atau persisten. Berbagai jenis gangguan kecemasan yang dapat
didiagnosis, termasuk fobia spesifik, fobia sosial, gangguan kecemasan
menyeluruh dan gangguan mood.
Anak-anak dapat pula menunjukkan pola penolakan terhadap interaksi sosial
yang lebih umum yang merupakan ciri gangguan kepribadian menghindar.
Walaupun anak-anak yang secara sosial menolak atau memiliki gangguan
kecemasan sosial dapat memiliki hubungan yang hangat dengan anggota keluarga
maka cenderung pemalu dan menarik diri. Dari orang-orang lain. Penolakan
mereka terhadap terhadap orang-orang diluar anggota keluarga mempengaruhi
perkembangan hubungan sosial mereka dengan teman sebaya. Masalah tersebut
cenderung berkembang setelah ketakutan yang normalterhadap orang asing
menghilang pada usia 2,5tahun atau lebih. Rasa tertekan yang mereka alami saat
berkumpul dengan anak-anak lain disekolah dapat pula mempengaruhi kemajuan
akademik mereka.
Gangguan kecemasan dan perpisahan
Merupakan hal yang normal bila anak-anak menunjukkan kecemasan bila
mereka dipisahkan dari pengasuh mereka. Mary Ainsworrth (1989) yang meneliti
tentang perkembangan perilaku kelekatan, mencatat bahwa kecemasan akan
perpisahan adalah ciri normal dari hubungan anak-pengasuh dan dimulai sejak
tahun pertama.
Gangguan kecemasan akan perpisahan (operation anxiety disorder)
didiagnosis jika kecemasan akan perpisahan itu persisten dan berlebihan atau tidak
sesuai dengan dengan tingkat perkembangan anak. Jadi anak usia 3 tahun
seharusnya dapat mengikuti kegiatan prasekolah tanpa merasa mual dan muntah ,
cemas. Anak usia 6 tahun seharusnya dapat mengikuti sekolah dasar tanpa rasa
ketakutan yang terus menerus bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi kepadanya
atau orang tuanya. Anak-anak dengan gangguan ini cenderung terikat pada orang
tua dan mengikuti kemanapun mereka berada di lingkungan rumahnya. Ciri lain
dari gangguan ini mencakup mimpi buruk, sakit perut, mual dan muntah ketika
mengantisipasi perpisahan (seperti pada harii-hari sekolah),memohon agar orang
tua tidak pergi atau temper tantrum bila orang tua akan pergi. Gangguan ini dapat
berlangsung sampai dewasa, menyebabkan perhatian yang berlebihan pada
24
keselamatan anak-anak dan pasangan serta kesulitan mentoleransi perpisahan
apapun.
Perspektif tentang gangguan kecemasan pada kanak-kanak
Teoritikus psikoanalisa berpendapat bahwa kecemasan-kecemasan dan
ketakutan pada masa kecil, seperti yang terjadi pada orang dewasa melambangkan
konflik-konflik yang tidak disadari Teoritikus belajar menyatakan bahwa
munculnya kecemasan menyeluruh dapat menyentuh tema-tema yang luas, seperti
ketakutan akan penolakan atau kegagalan yang dibawa pada berbagai situasi.
Faktor genetis dapat pula memegang peranan dalam kecemasan akan perpisahan
dan gangguan kecemasan lain (Coyle, 2001). Apapun penyebabnya anak-anak
yang merasakan cemas berlebihan dapat terbantu melalui teknik-teknik
penanganan kecemasan. Teknik-teknik kognitif seperti menggantikan self talk
menimbulkan kecemasan dengan self talk yang bersifat coping masalah juga
membantu. Pendekatan kognitif behavioral telah memberikan hasil-hasil yang
mengagumkan dalam menangani kecemasan di masa kanak-kanak.
Depresi pada masa kanak-kanak
Anak-anak dapat menderita gangguan mood, termasuk gangguan bipolar dan
depresi mayor. Depresi pada anak-anak juga memiliki ciri yang berbeda, seperti
menolak sekolah, takut akan kematian orang tua dan terikat pada orang tua.
Anak-anak yang depresi mungkin gagal untuk melabel perasaan mereka sebagai
depresi. Mereka mungkin tidak melaporkan perasaan sedih mereka walaupun
mereka tampak sedih bagi orang lain. Anak-anak biasanya tidak mampu
mengenali perasaan internal sampai usia 7 tahun. Anak-anak yang depresi juga
kurang memiliki berbagai ketrampilan akademik, atletik, dan sosial. Mereka
merasa kesulitan untuk berkonsentrasi disekolah dan mengalami rendahnya
memori sehingga sulit untuk meningkatkan nilai mereka. Mereka sering
menyimpan perasaan mereka dan menyebabkan orang tua tidak menyadari
masalah yang terjadi. Perasaan negatif juga diekspresikan dalam bentuk
kemarahan,cemberut, atau perasaan tidak sabar, sehingga mengakibatkan konflik
di masa depan.
Korelasi penanganan depresi pada masa kanak-kanak
Depresi dan perilaku bunuh diri pada anak-anak biasanya terjadi karena
konflik keluarga. Dengan semakin matangnya anak-anak dan meningkatnya
kemampuan kognitif mereka, faktor-faktor kognitif, seperti cara atribusi,
25
tampaknya memainkan peran yang lebih besar dalam perkembangan depresi.
Perubahan kognisi pada anak-anak yang depresi meliputi :
Mengharapkan yang terburuk (pesimis)
Membesar-besarkan konsekuensi dari kejadian-kejadian negative
Mengasumsikan tanggung jawab pribadi untuk hasil yang negatif,
walaupun tidak beralasan.
Secara selektif hanya memperhatikan aspek-aspek negatif dari berbagai
kejadian
Walaupun terdapat hubungan antara faktor kognitif dan depresi, masih
belum diketahui apakah anak-anak depresi karena pola berpikir depresi atau
depresi yang menyebabkan perubahan pada pola berpikir.
7. Gangguan eliminasi
Mengompol masih sering terjadi sampai usia 24 bulan saat ini kebanyakan anak
di amerika bisa mengontrol BAK pada 2 dan 3 tahun. Namum banyak yang masih
terus mengompol setahun kemudian atau lebih. Enuresis dan Enkopresis
merupakan gangguan yang melibatkan masalah BAK dan BAB tanpa penyebab
organic.
Enuresis
Enuresis berasal dari bahasa yunani “en” yang berarti “di dalam” dan
“ouron” berarti “urine”. Enuresis adalah kegagalan untuk mengontrol BAK
setelah seorang mencapai usia normal untuk mampu melakukan kontrol.
Enuresis ,seperti halnya gangguan perkembangan lain, lebih sering terjadi pada
anak laki-laki. Enuresis diperkirakan mempengaruhi 7 % anak laki-laki dan 3
% anak perempuan usia 5 tahun. Gangguan ini biasanya hilang dengan
sendirinya pada usia remaja atau sebelumnya,walaupun pada 1 % kasus
masalah ini berlanjut sampai dewasa.
Enuresis dapat terjadi selama tidur malam saja,selama anak terjaga saja atau
keduanya. Enuresis saat tidur malam adalah tipe yang paling umum dan
enuresis yang muncul saat tidur disebut mengompol. Bila tidur malam hari
anak-anak harus belajar untuk bangun bila mereka merasa ada tekanan dari
kemih yang penuh dan kemudian pergi ke kamar mandi untuk BAK.
Mengompol ditempat tidur biasanya muncul selama tahapan tidur yang paling
dalam dan dapat mencerminkan ketidakmatangan dari system saraf. Diagnosis
26
enuresis diterapkan pada kasus-kasus mengompol ditempat tidur atau BAK
dipakaian pada siang hari yang dilakukan berulang kali pada anak-anak yang
berusia minimal 5 tahun.
Perspektif teoretis
Psikodinamika mengemukakan bahwa enuresis dapat merepresentasikan
ekpresi kemarahan pada orang tua karena pelatihan BAK dan BAB yang keras.
Hal ini dapat merepresentasikan respon regresi terhadap kelahiran saudara
kandung atau beberapa sumber stress lain atau perubahan dalam kehidupan
seperti mulai bersekolah atau mengalami kematian orang tua maupun anggota
keluarga lain. Teoritikus menekankan bahwa enuresis muncul paling sering
pada anak-anak dengan orang tua yang mencoba melatih mereka sejak usia
dini. Kegagalan pada masa awal dapat menghubungkan kecemasan dengan
usaha untuk mengontrol BAK. Danish (1995) menunjukan bahwa enuresis
primer,bentuk yang paling umum yang ditandai oleh mengompol yang terus
menerus dan tidak pernah mampu mengontrol BAK yang diturunkan secara
genetis. Factor-faktor genetis dapat terkait dengan penyebaran dari enuresis
primer,factor-faktor lingkungan dan perilaku juga memainkan peran dalam
menentukan perkembangan dan jangka waktu gangguan. Enuresis sekunder
tampak pada anak-anak yang memiliki masalah setelah mampu mengontrol
BAK dan diasosiasikan dengan mengompol secara berkala.
Penanganan
Enuresis biasanya hilang dengan sendirinya setelah anak-anak menjadi
dewasa. Metode behavioral sudah terbukti mampu membantu bila enuresis
beratahan atau menyebabkan stress tinggi pada orang tua atau anak. Metode
tersebut mengkondisikan anak-anak untuk bangun bila kandung kemih mereka
penuh. Masalah dalam mengompol adalah anak-anak enuresis tetap tidur
walaupun ada tekanan dari kandung kemih yang biasanya membangunkan
anak-anak lain. Akibatnya ,secara refleks mereka mengompol ditempat tidur.
Hobart Mowrer memprakarsai metode bel dan bantalan dimana bantalan
khusus ditempatkan dibawah anak yang sedang tidur. Bila bantalan basah
sirkuit listrik menutup,menyebabkan bel berbunyi dan membangunkan anak
yang masih tidur. Setelah beberapa kali pengulangan sebagisan besar anak
belajar untuk bangun sebagai respon dari tekanan kandung kemih sebelum
mereka mengompol.
27
Enkopresis
Enkopresis berasal dari bahasa yunani en- dan kopros,yang artinya “feses”.
Enkopresis adalah kurangnya control terhadap keinginan BAB yang bukan
disebabkan oleh masalah organik. Sekitar 1 % dari anak-anak usia 5 tahun
mengalami Enkopresis. Gangguan ini lebih umum terjadi pada anak laki-laki.
Enkopresis jarang terjadi pada remaja usia pertengahan kecuali mereka yang
mengalami retardasi mental yang parah atau intens. Factor-faktor predisposisi
yang mungkin adalah toilet training yang tidak konsisten atau tidak lengkap
dan sumber stress psikologis seperti kelahiran saudara sekandung atau mulai
bersekolah.
Soiling (mengotori) tidak seperti enuresis,lebih sering terjadi siang hari
daripada malam hari. Jadi akan amat memalukan bagi anak. Teman sekelas
sering menghindari atau mempermalukan anak dengan enkopresis.
Metode operan conditioning dapat membantu dalam mengatasi soiling.
Disini diberikan reward (dengan pujian atau cara-cara lain) untuk keberhasilan
usaha self control dan hukuman untuk ketidaksengajaan ( misalnya dengan
memberi peringatan agar lebih memperhatikan rasa ingin BAB dan meminta
anak untuk membersihkan pakaian dalamnya). Bila Enkopresis bertahan
direkomendasikan evaluasi medis dan psikologis untuk menentukan
kemungkinan penanganan yang tepat.
2.4 PENANGANAN SECARA UMUM
Beberapa terapi atau perawatan gangguan perkembangan anak dan remaja antara lain:
A. Perawatan berbasis komunitas saat ini lebih banyak terdapat pada managed care.
Yaitu dengan cara-cara yaitu :
Pencegahan primer melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk
menciptakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya
adalah perawatan pranatal awal, program penanganan dini bagi orang tua
dengan faktor resiko yang sudah diketahui dalam membesarkan anak, dan
28
mengidentifikasi anak-anak yang berisiko untuk memberikan dukungan dan
pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini.
Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak
yang mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat
segera dilakukan. Metodenya meliputi konseling individu dengan program
bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas, layanan intervensi
krisis bagi keluarga yang mengalami situasi traumatik, konseling kelompok di
sekolah, dan konseling teman sebaya.
Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu,
terapi bermain, dan program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak
mampu berpartisipasi dalam sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan
perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu anak dalam
mengembangkan metode koping.
Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga. Penting untuk membantu keluarga
mendapatkan keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat
perubahan yang dapat meningkatkan fungsi dari semua anggota keluarga.
B. Pengobatan berbasis rumah sakit dan Rehabilitasi.
Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit
jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak
sembuh dengan metode alternatif, atau bagi klien yang beresiko tinggi
melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.
Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di
tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang
menderita penyakit jiwa. Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku
disruptif masi menjadi kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini
dapat bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran
respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat (time-out),
penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk
mencegah memburuknya perilaku.
C. Farmakoterapi.
Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi psikotropik
digunakan dengan hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena memiliki efek
samping yang beragam. Pemberian metode ini berdasarkan :
29
a. Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja mempengaruhi jumlah dosis, respon
klinis, dan efek samping dari medikasi psikotropik.
b. Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat mempengaruhi
hasil pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang tidak konsisten, terutama
dengan antidepresan trisiklik.
30