94601285-BAB-II

44
BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI GANGGUAN TINGKAH LAKU Gangguan perilaku, yaitu gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial yang disebabkan oleh lemahnya kontrol diri, merupakan kasus yang paling banyak terjadi pada anak-anak. Kazdin (dalam Carr, 2001) menyebutkan bahwa dari seluruh anak-anak yang dirujuk karena mengalami gangguan klinis, sepertiga sampai setengah diantaranya karena mengalami gangguan perilaku. Gangguan perilaku merupakan gangguan yang bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi (Cartledge & Milburn, 1995) Gangguan tingkah laku adalah gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial yang disebabkan oleh lemahnya kontrol diri. Gangguan perilaku ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang, dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang berulangkali dan terus menerus melanggar aturan dan hak orang lain dimana dengan cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku. Masalah tersebut biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau remaja dan lebih sering terjadi pada laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada perilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan perilaku yang terjadi oleh anak sewaktu 4

Transcript of 94601285-BAB-II

Page 1: 94601285-BAB-II

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI GANGGUAN TINGKAH LAKU

Gangguan perilaku, yaitu gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial

yang disebabkan oleh lemahnya kontrol diri, merupakan kasus yang paling banyak terjadi

pada anak-anak. Kazdin (dalam Carr, 2001) menyebutkan bahwa dari seluruh anak-anak

yang dirujuk karena mengalami gangguan klinis, sepertiga sampai setengah diantaranya

karena mengalami gangguan perilaku.

Gangguan perilaku merupakan gangguan yang bersifat kompleks dan dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi (Cartledge & Milburn, 1995)

Gangguan tingkah laku adalah gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan

sosial yang disebabkan oleh lemahnya kontrol diri. Gangguan perilaku ditandai dengan

pola tingkah laku yang berulang, dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun

beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang

berulangkali dan terus menerus melanggar aturan dan hak orang lain dimana dengan cara

yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku.

Masalah tersebut biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau remaja dan

lebih sering terjadi pada laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada perilaku harus

melibatkan lingkungan sosial anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan perilaku

yang terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat

kerusuhan atau lingkungan lain dengan stress tinggi, bukan dimasukkan dalam gangguan

perilaku.

Definisi gangguan tingkah laku pada DSM-IV-TR memfokuskan pada perilaku yang

melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma-norma sosial utama. Tipe perilaku yang

dianggap sebagai symptom gangguan tingkah laku mencakup agresi dan kekejian

terhadap orang lain atau hewan, merusakkan kepemilikan, berbohong, dan mencuri.

Gangguan tingkah laku merujuk pada berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan

yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan

remaja. Seringnya perilaku ini ditandai dengan kesewenang-wenangan, kekejian dan

kurang penyesalan.

4

Page 2: 94601285-BAB-II

2.2 PENYEBAB GANGGUAN TINGKAH LAKU PADA ANAK

Gangguan perilaku dapat berasal dari anak itu sendiri atau lingkungan, akan tetapi

kedua factor ini saling mempengaruhi.

a. Anak sendiri

1. Penyebab yang diturunkan

Beberapa sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada

anaknya, karena ciri dan sifat-sifat ini maka suatu keadaan atau hal tertentu

mungkin menimbulkan stress pada anak yang bersangkutan, tetapi tidak dengan

anak lain

2. Penyebab yang diperoleh pada waktu anak berkembang

Anak yang mengalami gangguan otak seperti trauma kepala, ensefalitis,

neoplasma dan lain-lain, dapat mengakibatkan perubahan kepribadian

b. Lingkungan

Meskipun factor genetic dapat mempengaruhi perilaku anak, akan tetapi factor

lingkungan sering lebih menentukan. Lingkungan pada dasarnya dapat dirubah,

dengan demikian untuk mencegah terjadinya gangguan perilaku dapat merubah

kondisi lingkungannya. Berikut beberapa penyebab gangguan perilaku yang berasal

dari lingkungan :

1. Sikap orang tua

Orang tua yang baik adalah orang tua yang mampu memahami kondisi anaknya.

Orang tua tidak dapat menerapkan disiplin secara kaku karena dapat menyebabkan

frustasi bagi anak, namun juga tidak boleh terlalu longgar. Jangan pula membuat

lingkungan rumah menjadi dua blok karena dapat menyababkan kebingungan

pada anak

2. Saudara

Rasa iri hati saudara adalah normal, namun perasaan ini dapat bertambah dan

menimbulkan gangguan perilaku bila orang tua memperlakukan anak secara pilih

kasih. Anak akan berusaha menarik perhatian dan simpati orang tuanya dengan

menunjukkan sikap agresif dan negativistic

3. Orang atau kerabat lain dirumah

Keberadaan anggota keluarga lain (nenek, kakek, paman, bibi) dan pembantu

dapat mempengaruhi perkembangan psikologis anak

5

Page 3: 94601285-BAB-II

4. Lingkungan sosial sekolah

Hubungan sosial yang kurang baik antara anak dengan teman dan guru dapat

merubah perilaku anak. Sebagai contoh : guru yang terlalu keras tak jarang

menimbulkan kenakalan pada anak

5. Keadaan ekonomi

Gangguan perilaku pada anak dari golongan sosial ekonomi tinggi atau rendah.

Hal ini terjadi karena anak sering kekurangan waktu untuk berkomunikasi dengan

orang tua akibat kesibukan orang tua dengan kegiatan sosial (golongan ekonomi

tinggi) dan sibuk mencari nafkah (golongan ekonomi rendah)

Sedangkan menurut pendapat lain, Belum ada penyebab tunggal pada gangguan

perkembangan anak dan remaja. Berbagai situasi, termasuk faktor psikobiologik,

dinamika keluarga, dan faktor lingkungan berkombinasi secara kompleks yang menjadi

penyebab gangguan perkembangan anak dan remaja.

1. Faktor-faktor psikobiologik.

Faktor-faktor psikobiologik biasanya akibat :

Riwayat genetika keluarga yang terjadi pada kasus retardasi mental, autisme,

skizofrenia kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan

ansietas atau kecemasan.

Struktur otak yang tidak normal. Penelitian menemukan adanya abnormalitas

struktur otak dan perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita

autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan ADHD.

Pengaruh pranatal, seperti infeksi pada saat di kandungan ibu, kurangnya

perawatan pada masa bayi dalam kandungan, dan ibu yang menyalahgunakan

zat, semuanya dapat menyebabkan perkembangan saraf yang abnormal yang

berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang berhubungan dengan

berkurangnya suplai oksigen pada janin saat dalam kandungan yang sangat

signifikan dan menyebabkan terjadinya retardasi mental dan gangguan

perkembangan saraf lainnya.

Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi

anak.

2. Dinamika keluarga.

Dinamika keluarga yang tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku

menyimpang yang dapat digambarkan sebagai berikut :

6

Page 4: 94601285-BAB-II

Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-

kanak awal, perkembangan otaknya menjadi terhambat (terutama otak kiri).

Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan dengan

berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori, kesulitan

belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).

Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang tua pada

anak, komunikasi yang buruk) disertai dengan keterampilan koping yang tidak

baik antaranggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua.

Sehingga menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan remaja.

3. Faktor lingkungan.

Lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi

penyebab utama pula, seperti :

Kemiskinan.

Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang

terpenuhinya kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat

memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan perkembangan normal

anak.

Tunawisma.

Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang

memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai

penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit ringan kanak-

kanak, keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis diantara anak

tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol (Townsend,

1999).

Budaya keluarga.

Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar

dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya

dan masalah psikologik.

2.3 MACAM-MACAM GANGGUAN TINGKAH LAKU PADA ANAK

7

Page 5: 94601285-BAB-II

1. Gangguan perkembangan pervasive

Anak-anak dengan gangguan perkembangan pervasive (pervasive developmental

disorders/PDDs) menunjukkan hendaya perilaku atau fungsi pada berbagai area

perkembangan. Gangguan ini umumnya menjadi tampak nyata pada tahun-tahun

pertama kehidupan dan sering kali dihubungkan dengan retardasi mental. Gangguan

ini umumnya diklasifikasikan sebagai bentuk psikosis pada edisi awal DSM.

Gangguan ini dinilai merefleksikan bentuk kanak-kanak dari psikosis masa dewasa

seperti skizofernia karena memiliki ciri-ciri yang sama seperti hendaya sosial dan

emosional yaitu, keanehan dalam berkomunikasi dan perilaku motorik yang stereotip.

Penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini berbeda dengan skizofernia dan psikosis

lainnya. Hanya sedikit sekali bukti yang menunnjukkan bahwa anak-anak ini

memiliki halusinasi atau delusi yang terus menerus yang akan sesuai dengan

diagnosis skizofernia.

Tipe mayor dari gangguan perkembangan pervasive, yang merupakan focus kita

di sini, adalah gangguan autistic (autisme). Gangguan Asperger, bentuk yang lebih

ringan dari gangguan perkembangan pervasive, ditunjukkan dengan adanya deficit

pada interaksi sosial dan perilaku stereotip. Namun berbeda dengan autism, gangguan

asperger tidak melibatkan deficit yang signifikan pada kemampuan bahasa dan

kognitif (APA,2000;Szatmari dkk.,2000). Tipe gangguan perkembangan pervasive

yang lebih muncul, mencakup gangguan Rett, gangguan yang dilaporkan hanya

terjadi pada wanita dan gangguan disintegrative masa kanak-kanak, kondisi yang

jarang ada, biasanya muncul pada laki-laki.

1. Autisme

Autisme (autism), atau gangguan autistic adalah salah satu gangguan

terparah di masa kanak-kanak. Autism bersifat kronis dan berlangsung sepanjang

hidup. Anak-anak yang menderita autism, seperti Peter, tampak benar-benar sendiri

di dunia, terlepas dari upaya orang tua untuk menjembatani muara yang

memisahkan mereka.

Kata autism berasal dari bahasa yunani, autos yang berarti “self”. Istilah

ini dugunakan pertama kali pada tahun 1996 oleh psikiater Swiss, Eugen Bleuler,

untuk merujuk pada gaya berpikir yang aneh pada penderita skizofernia (autism

adalah salah satu dari “empat A” Bleuler). Cara berpikir autistic adalah

kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari dunia. Pada tahun

1943, psikiater lain, Leo Kanner, menerapkan diagnosis “autism infantile awal”

8

Page 6: 94601285-BAB-II

kepada sekelompok anak yang terganggu yang tampaknya tidak dapat berhubungan

dengan orang lain, seolah-olah mereka hidup dalam dunia mereka sendiri. Berbeda

dari anak-anak retardasi mental, anak-anak ini tampaknya menutup diri dari setiap

masukan dunia luar, menciptakan semacam “kesendirian autistik” (Kanner,1943).

Ciri-ciri autism, yang paling menonjol adalah kesendirian yang amat

sangat. Ciri-ciri lain mencakup maslah dalam bahasa, komunikasi, dan perilaku

ritualistic atau stereotip. Anak dapat pula tidak bicara, atau bila dapat keterampilan

berbahasa, biasanya digunakan secara tidak lazim seperti dalam ekolalia

(mengulang kembali apa yang didengar nada suara tinggi dan monoton);

penggunaan kata ganti orang secara terbalik (menggunakan “kamu” atau “dia,”

bukan “saya”); menggunakan kata-kata yang hanya dimengerti artinya oleh mereka

yang kenal dekat dengan si anak; dan kecenderungan untuk meninggikan nada

suara di akhir kalimat, seolah-olah mengajukan pertanyaan. Dapat pula terdapat

hendaya komunikasi nonverbal, misalnya anak autistic tidak dapat melakukan

kontak mata atau menunjukkan ekspresi wajah. Mereka juga berespons secara

lambat terhadap orang dewasa yang berusaha mendapatkan perhatian mereka, itu

juga bila mereka mau memperhatikan (Leekam & Lopez,2000). Walaupun mereka

tidak responsive kepada orang lain, para peneliti menemukan bahwa mereka dapat

memperlihatkan emosi-emosi yang kuat, terutama emosi negative seperti marah,

sedih dan takut.

Ciri utama dari autism adalah gerakan stereotip berulang yang tidak

memiliki tujuan berulang-ulang memutar benda, mengepakkan tangan, berayun ke

depan dan ke belakang dengan lengan memeluk kaki. Sebagaian anak autistic

menyakiti diri sendiri, bahkan saat mereka berteriak kesakitan, mereka mungkin

membenturkan kepala, menampar wajah, menggigit tangan dan pundak, atau

menjambak rambut mereka. Mereka juga dapat menjadi tantrum atau merasa panic

secara tiba-tiba. Ciri lain dari autism adalah menolak perubahan pada lingkungan ,

ciri yang diberi istilah “penjagaan keamanan”. Bila ada objek-objek yang dikenal

dan digeser dari tempatnya, Walaupun sedikit, anak autistic dapat menjadi tantrum

atau menangis terus-menerus sampai objek tersebut dikembalikan pada tempatnya.

Penyebab autism belum diketahui, tetapi diduga berhubungan dengan

abnormalitas otak. Awalnya, dari sudut pandang yang mendiskreditkannya,

penyebab tidak adanya kontak sosial pada anak autistic dikatakan sebagai reaksi

terhadap orang tua yang dingin dan mengambil jarak, yang kurang memiliki

9

Page 7: 94601285-BAB-II

kemampuan untuk menciptakan hubungan yang hangat dengan anak-anak mereka.

Penelitian tidak dapat membuktikkan asumsi ini, yang dapat dianggap

menghancurkan hati banyak orang tua, bahwa mereka dingin dan jauh.

Penanganan. Walaupun belum dapat disembuhkan, penelitian selama

30 tahun mendukung pentingnya program penanganan perilaku yang intensif, yang

menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk mengurangi perilaku yang mengganggu

dan meningkatkan ketrampilan belajar serta komunikasi pada anak-anak autistic.

Tidak ada pendekatan penanganan lain yang memberikan hasil yang sama.

Pendekatan perilaku didasarkan pada metode operant conditioning dimana reward

dan hukuman secara sistematis diaplikasikan untuk meningkatkan kemampuan

anak memperhatikan orang lain, bermain dengan anak lain, mengembangkan

ketrampilan akademik dan menghilangkan perilaku selv-multivater.

2. Retardasi mental

Retardasi Mental yaitu keterlambatan yang mencakup rentang yang luas dalam

perkembangan fungsi kognitif dan sosial. Perkembangan retardasi mental

bervariasi. Banyak anak dengan RM menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu,

terutama bila mereka mendapatkan dukungan, bimbingan dan kesempatan

pendidikan yang besar. Mereka yang tumbuh dalam lingkungan yang kurang

mendukung dapat mengalami kegagalan untuk berkembang atau kemunduran

dalam hubungannya dengan anak-anak lain.

RM didiagnosis berdasarkan kombinasi dari 3 kriteria: 1) skor rendah pada tes

intelegensi formal (skor IQ kira-kira 70 atau dibawahnya ); 2) adanya bukti

hendaya dalam melakukan tugas sehari-hari dibandingkan dengan orang lain yang

seusia dalam lingkup budaya tertentu; dan 3) perkembangan gangguan terjadi

sebelum usia 18 tahun.

Tingkat Retardasi Mental

Derajat Keparahan Perkiraan Rentang IQ Jumlah Penyandang

1. RM Ringan

2. RM Sedang

3. RM Berat

4. RM Parah

50-55 sampai sekitar 70

35-40 sampai 50-55

20-25 sampai 35-40

Di bawah 20 atau 25

Kira-kira 85 %

10%

3-4%

1-2%

Jenis Tingkah Laku Adaptif Pada RM

10

Page 8: 94601285-BAB-II

Tingkat

RM

Usia 0-5 tahun

Kematangan &

perkembangan

Usia Sekolah 6-21

tahun

Pelatihan & Pendidikan

Dewasa >21 tahun

Kemampuan sosial &

vokasional

Ringan Sering terlihat tidak

memiliki gangguan, tetapi

lambat dalam berjalan,

makan sendiri, dan bicara

dibanding anak-anak

lainnya.

Menguasai ketrampilan

praktis serta kemampuan

membaca & aritmatika

sampai kelas 3-6 SD

dengan pendidikan

khusus. Dapat diarahkan

pada konformitas sosial.

Biasanya dapat

mencapai keterampilan

sosial dan vokasional

untuk membiayai diri

sendiri; mungkin

membutuhkan

bimbingan dan

dukungan dalam

menghadapi tekanan

sosial dan ekonomi yang

tidak biasa.

Sedang Keterlambatan yang nyata

pada perkembangan

motorik, terutama dalam

bicara; berespons terhadap

pelatihan berbagai

aktivitas sel-help

Dapat mempelajari

komunikasi sederhana,

perawatan kesehatan dan

keselamatan dasar, serta

keterampilan tangan

sederhana; tidak

mengalami kemajuan

dalam fungsi membaca

atau aritmatika.

Dapat melakukan tugas-

tugas sederhana dalam

lingkungan pusat

pelatihan; berpartisipasi

dalam rekreasi

sederhana; bepergian

secara mandiri ke

tempat-tempat yang

dikenal; biasanya tidak

dapat melakukan self-

maintenance

Berat Ditandai dengan adanya

keterlambatan dalam

perkembangan motorik,

kemampuan komunikasi

yang minim atau tidak ada

sama sekali; dapat

berespon terhadap

pelatihan self-help

mendasar, misalnya

makan sendiri

Biasanya mampu

berjalan, tetapi memiliki

ketidakmampuan yang

spesifik dapat mengerti

pembicaraan dan

memberikan respons;

tidak memiliki kemajuan

dalam kemampuan

membaca atau aritmatika.

Dapat menyesuaikan diri

dengan rutinitas sehari-

hari dan aktivitas

repetitive; membutuhkan

pengarahan dan

supervise terus-menerus

dalam lingkungan yang

melindungi.

Parah Retardasi motorik kasar; Keterlambatan yang Dapat berjalan, mungkin

11

Page 9: 94601285-BAB-II

kapasitas minimal untuk

berfungsi pada area

sensorimotor;

membutuhkan bantuan

perawat.

terlihat jelas dalam semua

area perkembangan;

dapat menunjukkan

respons emosional dasar;

mungkin berespons

terhadap pelatihan

ketrampilan

menggunakan kaki,

tangan, dan rahang,

memerlukan supervise/

pengawasan yang ketat.

membutuhkan bantuan

perawat, dapat berbicara

secara promitif; terbantu

dengan aktivitas fisik

teratur; tidak dapat

melakukan self-

maintenance

Sindrom down dan aktivitas kromosom lainnya

Abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental

adalah sindrom down, yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom ke 3 pada

pasangan kromosom ke 21, sehingga menyebabkan jumlah kromosom menjadi

47 bukan 46, seperti pada individu normal (Wade,2000). Anak dengan sindrom

down dapat dikenali berdasarkan cirri-ciri fisik tertentu seperti wajah bulat,

lebar, hidung datar, dan adanya lipatan yang mengarah ke bawah pada kulit di

bagian ujung mata, yang memberikan kesan sipit. Lidah yang menonjol, tangan

yang kecil dan berbentuk segiempat, dengan jari-jari pendek, jari kelima

melengkung dan ukuran tangan dan kaki yang kecil serta tidak proporsional

dibandingkan keseluruhan tubuh, juga merupakan ciri anak-anak dengan

sindrom down. Hampir semua anak ini mengalami RM dan masalah fisik,

seperti gangguan pada pembentukan jantung dan kesulitan pernapasan dan

sebagian besar meninggal pada usia pertengahan. Pada tahun-tahun terakhir

hidup, mereka cenderung kehilangan ingatan dan mengalami emosi yang

kekanak-kanakan yang menandai senilitas.

Anak-anak dengan sindrom down menderita berbagai deficit dalam belajar

dan perkembangan. Mereka cenderung tidak terkoordinasi dan kurang memliki

tekanan otot yang cukup sehingga akan sulit bagi mereka untuk melakukan

tugas-tugas fisik, dan terlibat dalam aktivitas bermain. Anak-anak ini mengalami

defist memori, dan mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi dari guru dan

mengekspresikan pemikiran atau kebutuhan mereka dengan jelas secara verbal.

12

Page 10: 94601285-BAB-II

Sebagian besar dapat belajar membaca, menulis dan mengerjakan tugas-tugas

aritmatika sederhana bila mereka pendidikan yang tepat dan dukungan yang

baik.

Intervensi Retardasi Mental

Pelayanan yang dibutuhkan oleh anak-anak dengan RM untuk memenuhi

tuntutan perkembangan , sebagian bergantung pada derajat dan keparahan dan

tipe retardasi dengan pelatihan yang tepat, anak-anak dengan RM Ringan dapat

mencapai kemampuan setara dengan anak kelas 6 SD. Mereka dapat menguasai

ketrampilan vokasional yang memungkinkan mereka untuk membiayai diri

sendiri melalui pekerjaan yang bermakna, sebaliknya anak-anak dengan RM

Berat atau parah membutuhkan penanganan institusi atau ditempatkan pada

pusat pelayanan residensial yang ada di komunitas, misalnya group home.

Penempatan di institusi sering kali didasarkan pada kebutuhan untuk mengontrol

perilaku destruktif atau agresif, bukan karena parahnya gangguan intelektual.

Anak-anak dengan RM mungkin membutuhkan konseling psikologis untuk

membantu menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat. Konsuling

suportif dapat digabungkan dengan tehnik-tehnik perilaku yang membantu

mereka memperoleh ketrampilan-ketrampilan mengenai kesehatan pribadi,

pekerjaan dan hubungan sosial. Pendekatan perilaku yang lebih terstruktur dapat

digunakan untuk mengajar orang-orang dengan tingkat RM lebih berat,

misalnya mengajarkan menggosok gigi, memakai pakaian dan menyisisi rambut.

Tehnik-tehnik penanganan perilaku lainnya mencakup pelatihan, ketrampilan

sosial, yang memfokuskan pada peningkatan kemampuan individu untuk

berhubungan secara efektif dengan orang lain, dan pelatihan pengelolaan

amarah untuk membantu individu mengambangkan cara-cara yang lebih efektif

dalam mengatasi konflik tanpa bertindak agresif.

3. Gangguan belajar

Gangguan belajar (dyslexia) adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani,

dys- artinya buruk dan lexicon, artinya “dalam kata-kata.” Disleksia mungkin

merupakan gangguan yang paling umum dari gangguan belajar (learning disorder)

juga disebut ketidakmampuan belajar. Disleksia merupakan 80% dari kasus

gangguan belajar dan terjadi pada individu-individu yang mengalami kesulitan

membaca walaupun mereka memiliki intelegensi rata-rata. Retardasi mental

melibatkan keterlambatan secara umum dalam perkembangan intelektual. Orang-

13

Page 11: 94601285-BAB-II

orang dengan gangguan belajar, sebaliknya dapat merupakan orang yang pandai,

mungkin berbakat, tetapi menunjukkan perkembangan yang buruk dalam

kemampuan membaca, matematika atau menulis hingga menghambat prestasi

sekolah atau fungsi sehari-sehari. Gangguan belajar cenderung menjadi gangguan

kronis selanjutnya memengaruhi perkembangan sampai usia dewasa. Anak-anak

dengan gangguan belajar cenderung berprestasi buruk di sekolah. mereka sering

dinilai gagal oleh guru dan keluarga mereka. Tidak mengherankan bahwa sebagian

besar dari mereka mengembangkan ekspektasi yang rendah dan bermasalah dengan

self esteem.

Tipe-tipe Gangguan Belajar

1. Gangguan Matematika

Gangguan matematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan

kemampuan aritmatika mereka dapat memiliki masalah memahami istilah-

istilah matematika dasar atau oprasi seperti penjumlahan atau pengurangan;

memahami simbol-simbol matematika, atau belajar tabel perkalian. Masalah

ini mungkin tampak sejak anak duduk di kelas tetapi umumnya tidak dikenali

sampai anak duduk di kelas 2 atau 3 SD.

2. Gangguan Menulis

Gangguan menulis mengacu pada anak-anak dengan keterbatasan kemampuan

menulis. Keterbatasan dapat muncul dalam bentuk kesalahan mengeja, tata

bahasa, tanda baca atau kesulitan dalam membentuk kalimat dan paragraf.

Kesulitan menulis yang parah umunya tampak pada usia 7 tahun walaupun

kasus-kasus yang lebih ringan mungkin tidak dikenali sampai usia 10 tahun

atau setelahnya.

3. Gangguan Membaca

Gangguan membaca (disleksia) mengacu pada anak-anak yang memiliki

perkembangan ketrampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan

memahami bacaan. Anak-anak yang menderita disleksia membaca dengan

lambat dan kesulitan, dan mereka mengubah, menghilangkan, atau mengganti

kata-kata ketika membaca dengan keras. Mereka memiliki kesulitan

menguraikan huruf-huruf dan kombinasinya serta mengalami kesulitan

menerjemahkannya menjadi suara yang tepat. Mereka mungkin juga salah

mempersepsikan huruf-huruf seperti jungkir balik (contohnya bingung antara

w dengan m) atau melihatnya secara terbalik (b untuk d). disleksia biasanya

14

Page 12: 94601285-BAB-II

tampak pada usia 7 tahun, bersamaan dengan kelas 2 SD, walaupun kadang-

kadang sudah dikenali pada usia 6 tahun. Anak-anak dengan disleksia

cenderung lebih rentan terhadap depresi, memiliki self-worth yang rendah,

merasa tidak kompeten secara akademik, danmenunjukkan tanda-tanda

ADHD.

Intervensi Gangguan Belajar

Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar umunya menggunakan perspektif

berikut :

1. Model psikoedukasi

Model ini menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi anak

daripada usaha untuk mengoreksi defisiensi yang diduga mendasarinya.

Misalnya seorang anak yang menyimpan informasi auditori lebih baik

disbanding visual akan diajar secara verbal, misalnya, menggunakan rekaman

pita, dan bukan materi-materi visual.

2. Model behavioral

Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun di atas hierarki

ketrampilan-ketrampilan dasar atau “perilaku yang memampukan (enabling

behaviors)”. Untuk dapat membaca secara efektif, seseorang harus belajar

mengenai huruf-huruf, kemudian mengombinasikan huruf-huruf dan suara-

suara menjadi kata-kata, dan seterusnya. Kompetensi belajar anak akan dinilai

untuk menentukan letak difisiensi dalam hierarki ketrampilan. Program

instruksi dan penguatan perilaku yang disusun secara individual membantu

anak untuk memperoleh ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan dalam

melaksanakan tugas-tugas akademik.

3. Model medis

Model ini mengasumsikan bahwa gangguan belajar merupakan simtom-

simtom dari defisiensi dalam pengolahan kognitif yang memiliki dasar

biologis. Penanganan harus diarahkan pada patologi yang mendasarinya dan

bukan pada ketidakmampuan belajar. Bila anak memiliki kerusakan visual

yang menyebabkan kesulitan untuk mengikuti sebaris teks, penanganan

seharunya ditujukan untuk mengatasi deficit visual, mungkin dengan cara

latihan mengikuti stimulus visual. Selanjutnya peningkatan kemampuan

membaca diharapkan akan terjadi.

15

Page 13: 94601285-BAB-II

4. Model neuropsikologi

Pendekatan ini berasal dari model psikoedukasi dan medis. Diasumsikan

bahwa gangguan belajar mereflesikan deficit dalam pengolahan informasi

yang memiliki dasar biologis (model medis). Diasumsikan pula bahwa

program-program pendidikan harus diadaptasi untuk memperhatikan deficit-

defisit yang mendasarinya ini disesuaikan dengan kebutuhan setiap anak.

5. Model linguistik

Pendekatan linguistic berfokus pada defisiensi dasar dalam bahasa anak,

seperti kegagalan untuk mengenali bagaimana suara-suara dan kata-kata saling

dikaitkan untuk menciptakan arti, yang akan menimbulkan masalah dalam

membaca, mengeja, dan amenemukan kata-kata untuk mengekspresikan diri

mereka. Model ini mengajarkan ketrampilan bahasa secara bertahap,

membantu murid-murid menangkap struktur dan menggunakan kata-kata.

6. Model kognitif

Model ini berfokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran-pemikiran

mereka ketika belajar materi-materi akademik. Dalam perspektif ini, anak-

anak dibantu untuk belajar dengan 1) mengenali sifat dari tugas belajar, 2)

menerpakan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif untuk

menyelesaikan tugas-tugas, dan 3) memonitor kesuksesan strategi-strategi

mereka. Anak-anak dengan masalah aritmatika dapat diarhakan untuk

membagi tugas matematika menjadi komponen-komponen tugas, memikirkan

tahapan yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap tugas, dan mengevaluasi

prestasi mereka pada setiap tahap untuk menilai bagaimana meneruskannya.

Anak-anak menunjukkan kemajuan melalui pendekatan sistematis dalam

memecahkan masalah yang dapat diaplikasikan pada tuga-tugas akademik

yang beragam

4. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi (Communication dicorders) meliputi kesulitan-kesulitan

dalam pemahaman atau dalam penggunaan bahasa. Kategori-kategori dari

gangguan komunikasi adalah gangguan bahasa ekspresif, gangguan bahasa

campuran reseptif/ekspresif, gangguan fonologis, dan gagap. Masing-masing

gangguan ini mempengaruhi fungsi akademik, atau pekerjaan, atau kemampuan

untuk berkomunikasi secara sosial.

16

Page 14: 94601285-BAB-II

Gangguan bahasa ekspresif melibatkan hendaya dalam penggunaan bahasa

verbal seperti perkembangan kosakata yang lambat, kesalahan dalam tata bahasa,

kesulitan mengingat kembali kata-kata, dan masalah dalam memproduksi kalimat

dengan kerumitan dan panjang yang sesuai dengan usia individu. Anak-anak

dengan kesulitan ini dapat memiliki gangguan fonologis (artikulasi) yang

menambah masalah bicara mereka.

Gangguan bahasa reseptif / ekspresif mengacu pada anak-anak yang memiliki

kesulitan baik dalam memahami maupun memproduksi bahasa verbal. Dalam

beberapa kasus, anak memiliki kesulitan memahami tipe-tipe kata / kalimat tertentu

(seperti kata-kata yang mengekspresikan perbedaan kuantitas-large, big, atau

huge), istilah-istilah spasial (seperti dekat atu jauh) atau tipe-tipe kalimat (seperti

kalimat yang dimulai dengan kata unlike).

Gangguan fonologik melibatkan kesulitan dalam artikulasi suara dalam

berbicara tanpa adanya kerusakan pada mekanisme bicara atau hendaya neurologis.

Anak-anak dengan gangguan ini mungkin menghilangkan, mengganti, atau salah

mengucapkan bunyi-bunyi tertentu terutama bunyi ch, f, l, r, sh dan th, yang

biasanya dapat diucapkan secara tepat saat anak memasuki usia sekolah. Pada

kasus yang lebih berat, terjadi masalah mengartikulasi suara-suara yang seharusnya

sudah dikusai pada masa prasekolah: b, m, t, d, n, dan h. Terapi bicara sering sekali

membantu, dan pada kasus-kasus yang lebih ringan dapat teratasi dengan

sendirinya pada usia 8 tahun.

Gagap melibatkan gangguan pada kemampuan untuk bicara lancar dengan

waktu yang tepat. Gagap biasanya dimulai pada usia antara 2 dan 7 tahun dan

terdapat pada sekitar 1 di antara 100 anak sebelum pubertas (APA,2000).

Gangguan ini ditandai oleh satu dari beberapa karakteristik berikut :

1. Repetisi dari suara-suara dan suku kata.

2. Perpanjangan pada suara-suara tertentu.

3. Penyisipan suara-suara yang tidak tepat.

4. Kata-kata yang terputus, seperti adanya jeda di antara kata-kata yang

diucapkan.

5. Hambatan dalam berbicara.

6. Circumlocution (substitusi kata-kat alternatif untuk menghindari kata-kata

yang bermasalah).

7. Tampak adanya tekanan fisik ketika mengucapkan kata-kata .

17

Page 15: 94601285-BAB-II

8. Repetisi dari kata yang terdir dari suku kata tunggal (misalnya, “S-s-saya

senang bertemu Anda”) (APA,2000)

Gagap muncul terutama pada laki-laki dengan rasio sekitar 3:1. Penanganan

pada gangguan komunikasi umumnya dilakukan melalui terapi bicara dan

konseling psikologis untuk kecemasan sosial dan masalah-masalah emosional

lainnya.

Klasifikasi dari Gangguan Belajar dan Gangguan Komunikasi dalam DSM-IV

Gangguan Belajar Gangguan Membaca

Gangguan Matematika

Gangguan Menulis

Gangguan Komunikasi Gangguan Bahasa Ekspresif

Gangguan Bahasa Campuran

Reseptif/Ekspresif

Gangguan Fonologis

Gagap

5. Gangguan pemusatan pikiran dan perilaku bermasalah

Kategori gangguan ini mengacu pada masalah perilaku yang sangat beragam,

termasuk gangguan attention-deficit hyperactivity (ADHD), gangguan tingkah laku

(CD), dan gangguan sikap menentang (ODD). Gangguan-gangguan ini

menimbulkan masalah sosial dan biasanya lebih merugikan orang lain daripada

anak-anak yang menerima diagnosis ini. Walaupun terdapat perbedaan antara

gangguan-gangguan ini, tingkat terjadinya beberapa gangguan ini secara

bersamaan (komorbiditas) amat tinggi (Jensen, Martin & Cantwell. 1997).

Gangguan Attention Deficit Hyperactivity

Banyak orang tua yang meyakini bahwa anak-anak mereka tidak

memperhatikan mereka anak-anak itu berlari-lari dan melakukan banyak hal

dengan cara mereka. Kurang dapat memusatkan perhatian, terutama masa kanak-

kanak, merupakan hal yang normal. Namun pada gangguan attention-deficit

hyperactivty (attention-deficit hyperactivity disorder/ADHD), anak

memperlihatkan impulsivitas, tidak adanya perhatian, dan hiperakivitas

(hyperactivity) yang dianggap tidak sesuai dengan tingkat perkembangan meraka.

ADHD dibagi menjadi 3 subtipe: tipe predominan tidak adanya perhatian, tipe

predominan hiperaktif/impulsif, dan tipe kombinasi yang ditandai oleh tidak

18

Page 16: 94601285-BAB-II

adanya perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas tingkat tinggi (APA, 2000).

Gangguan ini biasanya didiagnosis pertama kali ketika anak berada di sekolah

dasar, ketika masalah dengan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas

menyulitkan anak untuk menyesuaikan diri. Walaupun tanda-tanda hiperaktivitas

sudah sering teramati sejak awal, banyak anak kecil yang terlalu aktif tidak

mengembangkan ADHD.

ADHD didiaknosis 2 sampai 9 kali lebih bayak pada anak laki-laki

dibandingkan dengan anak perempuan (APA, 2000) walaupun kurangnya

perhatian merupakan dasar dari masalah, masalah-masalah lain yang terkait

mencakup ketidakmampuan untuk duduk tenang lebih dari beberapa menit,

mengganggu, temper tantrum, keras kepala, dan tidak berespon terhadap

hukuman. Aktivitas dan kegelisahan anak ADHD menghambat kemampuan

mereka untuk berfungsi di sekolah.

Sebagian besar anak, khususnya laki-laki, sangatlah aktif pada usia awal

sekolah. Sementara mereka yang setuju dengan diagnosis mengatakan bahwa ada

perbedaan kualitas antara over aktivitas yang normal dengan ADHD. Anak-anak

overaktif yang normal biasaya diarahkan oleh suatu tujuan dan dapat mengontrol

perilaku mereka. Namun anak-anak dengan ADHD tampak hiperaktif tanpa alasan

dan terlihat tidak bisa menyesuaikan perilaku mereka terdapat tuntutan guru dan

orang tua.

Walaupun anak-anak ADHD cenderung memiliki intelejensi rata-rata atau

diatas rata-rata, mereka sering kali berprestasi dibawah potensinya disekolah.

Mereka sering membuat keributan di kelas dan cenderung sering berkelahi.

Mereka gagal mengikuti atau mengingat instruksi atau menyelesaikan tugas.

Mereka kemungkinan besar memiliki kesulitan belajar, mengulang kelas dan

ditempatkan pada kelas khusus (faraone dkk, 1993). Mereka juga cenderung lebih

beresiko mengalami gangguan mood, kecemasan dan masalah dalam hubungan

dalam hubungan keluarga (Biederman dkk., 1996a,b). Gangguan ini sering kali

menetap sampai remaja dan dewasa.

Ciri-ciri Diagnostik dari ADHD

Jenis Masalah Pola Perilaku Khusus

Kurangnya perhatian Gagal memperhatikan detail atau

melakukan kecerobohan dalam tugas

19

Page 17: 94601285-BAB-II

sekolah, dan lainnya.

Kesulitan mempertahankan perhatian

di sekolah atau saat bermain.

Tampak tidak mempertahankan apa

yang dikatakan orang lain

Tidak bisa mengikuti instruksi atau

menyelesaikan tugas.

Kesulitan mengatur pekerjaan dan

aktivitas lain.

Menghindari pekerjaan atau aktivitas

yang menuntut perhatian.

Kehilangan alat-alat sekolah

(misalnya, pensil, buku, mainan,

tugas-tugas).

Mudah teralihkan perhatiannya.

Sering lupa melakukan aktivitas

sehari-hari.

Hiperaktivitas Tangan atau kaki bergerak gelisah

atau menggeliat-geliat di kursi.

Meninggalkan kursi pada situasi

belajar yang menuntut duduk tenang.

Berlarian atau memanjat benda-benda

secara terus-menerus.

Kesulitan untuk bermain dengan

tenang.

Impulsivitas Sering berteriak di kelas.

Tidak bisa menunggu giliran dalam

antrean, permainan, dan sebagainya.

Untuk dapat didiagnosa ADHD, gangguan ini harus muncul sebelum usia 7 tahun, harus

secara signifikan menghambat fungsi akademik, sosial dan pekerjaan, dan harus ditandai

oleh sejumlah ciri klinis yang ada pada tabel ini, serta telah terjadi lebih dari 6 bulan paling

tidak pada dua situasi seperti sekolah, rumah, atau pejerjaan.

Penanganan ADHD

20

Page 18: 94601285-BAB-II

Obat-obatan yang digunakan dalam membantu anak-anak ADHD untuk lebih

tenang dan perhatian di sekolah merupakan kelompok stimulan yang mencakup

Ritalin ( metylphenidate), Cilert (pemoline), dan stimulan jangka panjang lainnya

yang dosisnya sekali sehari (Rugino & Copley, 2001). Obat-obat stimulan

memiliki efek paradoksikal yaitu menenangkan dan meningkatkan rentang

perhatian anak-anak ADHD. Pengobatan stimulan tampaknya aman dan efektif

bila dimonitor secara berhati-hati dan berhasil membantu sekitar 3 dari 4 anak

dengan ADHD (Barkley, 1997).

Sekarang masalah efek samping. Walaupun efek samping jangka pendek

(misalnya, kehilangan nafsu makan atau insomnia), biasanya akan menghilang

dalam beberapa minggu atau dapat dihilangkan dengan mengurangi dosisnya

(Wingert, 2000). Untungnya, anak-anak yang mengguankan stimulan akhirnya

dapat mencapai kondisi fisik seperti teman-teman sebayanya (Gittelmen-Klein &

Mannuzza, 1990; Gorman, 1998).

Gangguan tingkah laku

Bila anak-anak ADHD melibatkan temper tantrum, anak-anak dengan

diagnosis gangguan tingkah laku secara sengaja bertindak agresif dan kasar.

Sepeti orang dewasa yang anti sosial, banyak anak-anak dengan gangguan tingkah

laku tidak punya perasaan dan tampaknya tidak memiliki rasa bersalah terhadap

perlakuan buruk mereka. Mereka dapat mencuri dan merusak barang. Saat

remaja,mereka dapat melakukan pemerkosaan, merampok dengan senjata bahkan

membunuh. Mereka sering terlibat dalam penyalahgunaan obat dan aktivitas

seksual.

Gangguan tingkah laku lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada anak

perempuan, dan bentuknya berbeda diantara laki-laki dan perempuan. Pada laki-

laki, bentuknya lebih pada mencuri, berkelahi, merusak apa maslah disekolah.

Sementara pada perempuan lebih cenderung pada berbohong, membolos, lari dari

rumah, penggunaan obat-obatan dan pelacuran. Gangguan tingkah laku biasanya

bersifat kronis dan persisten (Lahey dkk., 1995).

Gangguan Konduksi

Pola tingkah laku berulang dan menetap yang melanggar baik yang hak-hak dasar orang lain

atau norma atau aturan sosial utama yang sesuai usia, berlangsung paling sedikit 6 bulan,

yang paling sedikit terdapat 3 hal di bawah ini :

1. Sering menakut-nakuti, mengacam atau mengintimidasi orang lain.

21

Page 19: 94601285-BAB-II

2. Sering memulai perkelahian fisik.

3. Menggunakan senjata yang menyebabkan bahaya fisik yang serius terhadap orang lain

(misalnya, pentungan, balok, botol pecah, pisau, atau senjata).

4. Mencuri dengan berkelahi dengan korban (misalnya, merampok, mencuri dompet,

pemerasan, perampokan bersenjata).

5. Secara fisik kasar terhadap orang lain.

6. Secara fisik kasar terhadap hewan.

7. Memaksa seseorang untuk melakukan aktivitas seksual.

8. Sering berbohong atau melanggar janji untuk memperoleh barang atau bantuan untuk

menghindari kewajiban (yaitu,”bohong” pada orang lain).

9. Sering tinggal di luar rumah walaupun dilarang oleh orang tua dimulai pada usia 13

tahun.

10. Mencuri barang tidak berharga tanpa berkelahi dengan korban baik di rumah maupun

di luar rumah (misalnya, pencurian di toko, perampokan, penjiplakan).

11. Dengan sengaja menyalakan api dengan tujuan membuat kerusakan.

12. Dengan sengaja merusak milik orang lain (selain membakar).

13. Kabur dari rumah pada malam hari paling sedikit 2 kali sewaktu tinggal di rumah

orang tua atau orang tua asuh (atau sekali tanpa kembali, dalam waktu lama).

14. Sering bolos sekolah, mulai sebelum usia 13 tahun (atau sebagai pekerja, bolos kerja).

15. Merusak rumah, bangunan, mobil milik orang lain.

Gangguan sikap menentang

Perbedaan di antara para ahli tentang apakah gangguan sikap menentang

(oppositional Defiant Dissorder/ODD) merupakan gangguan yang berbeda

merupakan variasi dari gangguan perilaku bermaslah yang sama terus berlangsung

(Rey, 1993). Atau mungkin ODD adalah awal atau bentuk yang lebih ringan dari

gangguan tingkah laku (Abikoff & Klein, 1992; Biederman dkk., 1996a). ODD

lebih terkait erat dengan gangguan tingkah laku yang bukan kenakalan (negatif),

dan gangguan tingkah laku melibatkan perilaku kenakalan seperti membolos,

mencuri, berbohong, agresif (Rey,1993).

Anak ODD cenderung bersikap negatif atau menentang. Mereka melawan

tokoh otoritas, yang ditunjukkan dengan kecenderungan mereka untuk

berargumentasi dengan orang tua dan guru serta menolak mengikuti permintaan

atau perintah dari orang dewasa. Mereka secara sengaja mengganggu orang lain

22

Page 20: 94601285-BAB-II

sebagai penyebab kesalahan atau perilaku buruk mereka, benci kepada orang lain,

atau dengki dan dendam pada orang lain (Angold & Costello, 1996;APA, 2000).

Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 8 tahun dan berkembang secara

bertahap selama beberapa bulan atau tahun.

Gangguan Sikap Menentang

Pola negativistik, berlawanan, dan membangkang berlangsung paling sedikit 6 bulan; paling

sedikit 4 dari hal berikut ini ada :

1. Sering hilang kesadaran.

2. Sering berargumentasi dengan orang dewasa.

3. Sering secara aktif tidak patuh atau menolak mematuhi permintaan atau peraturan

orang dewasa.

4. Sering secara disengaja mengerjakan pekerjaan yang mengganggu orang lain.

5. Sering menyalahkan orang lain untuk kesalahan atau tingkah lakunya yang salah.

6. Sering menyentuh atau dengan mudah diganggu dengan orang lain.

7. Sering marah dan judes.

8. Sering iri hati dan mendendam.

Ganguan perilaku menyebabkan gangguan fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan yang

bermakna.

Penanganan CD dan ODD

Studi baru-baru ini menunjukkan bahwa Ritalin efektif untuk mengurangi

perilaku antisosial pada anak-anak dan remaja dengan CD (Klein dkk.,1997).

Menempatkan anak-anak CD dalam program penanganan residential yang

menetapkan aturan-aturan eksplisit dan reward yang jelas justru lebih menjanjikan

conditioning yang melibatkan penggunaan reward dan hukuman secara sistematis.

Banyak yang terbantu melalui program yang disusun untuk membantu mereka

belajar keterampilan menangani amarah, yang nanti dapat digunakan untuk

mengatasi situasi-situasi konflik tanpa menggunakan perilaku yang kasar.

Program-program lain memperlihatkan model anak-anak pada video yang

mendemonstrasikan keterampilan-keterampilan mengontrol kemarahan.

6. Kecemasan dan depresi

Kecemasan dan depresi

Kecemasan dan ketakutan merupakan ciri normal pada masa kanak-kanak,

seperti halnya pada kehidupan orang dewasa. Kecemasan dianggap tidak normal

23

Page 21: 94601285-BAB-II

bila berlebihan dan menghambat fungsi akademik dan sosial atau menjadi

menyusahkan atau persisten. Berbagai jenis gangguan kecemasan yang dapat

didiagnosis, termasuk fobia spesifik, fobia sosial, gangguan kecemasan

menyeluruh dan gangguan mood.

Anak-anak dapat pula menunjukkan pola penolakan terhadap interaksi sosial

yang lebih umum yang merupakan ciri gangguan kepribadian menghindar.

Walaupun anak-anak yang secara sosial menolak atau memiliki gangguan

kecemasan sosial dapat memiliki hubungan yang hangat dengan anggota keluarga

maka cenderung pemalu dan menarik diri. Dari orang-orang lain. Penolakan

mereka terhadap terhadap orang-orang diluar anggota keluarga mempengaruhi

perkembangan hubungan sosial mereka dengan teman sebaya. Masalah tersebut

cenderung berkembang setelah ketakutan yang normalterhadap orang asing

menghilang pada usia 2,5tahun atau lebih. Rasa tertekan yang mereka alami saat

berkumpul dengan anak-anak lain disekolah dapat pula mempengaruhi kemajuan

akademik mereka.

Gangguan kecemasan dan perpisahan

Merupakan hal yang normal bila anak-anak menunjukkan kecemasan bila

mereka dipisahkan dari pengasuh mereka. Mary Ainsworrth (1989) yang meneliti

tentang perkembangan perilaku kelekatan, mencatat bahwa kecemasan akan

perpisahan adalah ciri normal dari hubungan anak-pengasuh dan dimulai sejak

tahun pertama.

Gangguan kecemasan akan perpisahan (operation anxiety disorder)

didiagnosis jika kecemasan akan perpisahan itu persisten dan berlebihan atau tidak

sesuai dengan dengan tingkat perkembangan anak. Jadi anak usia 3 tahun

seharusnya dapat mengikuti kegiatan prasekolah tanpa merasa mual dan muntah ,

cemas. Anak usia 6 tahun seharusnya dapat mengikuti sekolah dasar tanpa rasa

ketakutan yang terus menerus bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi kepadanya

atau orang tuanya. Anak-anak dengan gangguan ini cenderung terikat pada orang

tua dan mengikuti kemanapun mereka berada di lingkungan rumahnya. Ciri lain

dari gangguan ini mencakup mimpi buruk, sakit perut, mual dan muntah ketika

mengantisipasi perpisahan (seperti pada harii-hari sekolah),memohon agar orang

tua tidak pergi atau temper tantrum bila orang tua akan pergi. Gangguan ini dapat

berlangsung sampai dewasa, menyebabkan perhatian yang berlebihan pada

24

Page 22: 94601285-BAB-II

keselamatan anak-anak dan pasangan serta kesulitan mentoleransi perpisahan

apapun.

Perspektif tentang gangguan kecemasan pada kanak-kanak

Teoritikus psikoanalisa berpendapat bahwa kecemasan-kecemasan dan

ketakutan pada masa kecil, seperti yang terjadi pada orang dewasa melambangkan

konflik-konflik yang tidak disadari Teoritikus belajar menyatakan bahwa

munculnya kecemasan menyeluruh dapat menyentuh tema-tema yang luas, seperti

ketakutan akan penolakan atau kegagalan yang dibawa pada berbagai situasi.

Faktor genetis dapat pula memegang peranan dalam kecemasan akan perpisahan

dan gangguan kecemasan lain (Coyle, 2001). Apapun penyebabnya anak-anak

yang merasakan cemas berlebihan dapat terbantu melalui teknik-teknik

penanganan kecemasan. Teknik-teknik kognitif seperti menggantikan self talk

menimbulkan kecemasan dengan self talk yang bersifat coping masalah juga

membantu. Pendekatan kognitif behavioral telah memberikan hasil-hasil yang

mengagumkan dalam menangani kecemasan di masa kanak-kanak.

Depresi pada masa kanak-kanak

Anak-anak dapat menderita gangguan mood, termasuk gangguan bipolar dan

depresi mayor. Depresi pada anak-anak juga memiliki ciri yang berbeda, seperti

menolak sekolah, takut akan kematian orang tua dan terikat pada orang tua.

Anak-anak yang depresi mungkin gagal untuk melabel perasaan mereka sebagai

depresi. Mereka mungkin tidak melaporkan perasaan sedih mereka walaupun

mereka tampak sedih bagi orang lain. Anak-anak biasanya tidak mampu

mengenali perasaan internal sampai usia 7 tahun. Anak-anak yang depresi juga

kurang memiliki berbagai ketrampilan akademik, atletik, dan sosial. Mereka

merasa kesulitan untuk berkonsentrasi disekolah dan mengalami rendahnya

memori sehingga sulit untuk meningkatkan nilai mereka. Mereka sering

menyimpan perasaan mereka dan menyebabkan orang tua tidak menyadari

masalah yang terjadi. Perasaan negatif juga diekspresikan dalam bentuk

kemarahan,cemberut, atau perasaan tidak sabar, sehingga mengakibatkan konflik

di masa depan.

Korelasi penanganan depresi pada masa kanak-kanak

Depresi dan perilaku bunuh diri pada anak-anak biasanya terjadi karena

konflik keluarga. Dengan semakin matangnya anak-anak dan meningkatnya

kemampuan kognitif mereka, faktor-faktor kognitif, seperti cara atribusi,

25

Page 23: 94601285-BAB-II

tampaknya memainkan peran yang lebih besar dalam perkembangan depresi.

Perubahan kognisi pada anak-anak yang depresi meliputi :

Mengharapkan yang terburuk (pesimis)

Membesar-besarkan konsekuensi dari kejadian-kejadian negative

Mengasumsikan tanggung jawab pribadi untuk hasil yang negatif,

walaupun tidak beralasan.

Secara selektif hanya memperhatikan aspek-aspek negatif dari berbagai

kejadian

Walaupun terdapat hubungan antara faktor kognitif dan depresi, masih

belum diketahui apakah anak-anak depresi karena pola berpikir depresi atau

depresi yang menyebabkan perubahan pada pola berpikir.

7. Gangguan eliminasi

Mengompol masih sering terjadi sampai usia 24 bulan saat ini kebanyakan anak

di amerika bisa mengontrol BAK pada 2 dan 3 tahun. Namum banyak yang masih

terus mengompol setahun kemudian atau lebih. Enuresis dan Enkopresis

merupakan gangguan yang melibatkan masalah BAK dan BAB tanpa penyebab

organic.

Enuresis

Enuresis berasal dari bahasa yunani “en” yang berarti “di dalam” dan

“ouron” berarti “urine”. Enuresis adalah kegagalan untuk mengontrol BAK

setelah seorang mencapai usia normal untuk mampu melakukan kontrol.

Enuresis ,seperti halnya gangguan perkembangan lain, lebih sering terjadi pada

anak laki-laki. Enuresis diperkirakan mempengaruhi 7 % anak laki-laki dan 3

% anak perempuan usia 5 tahun. Gangguan ini biasanya hilang dengan

sendirinya pada usia remaja atau sebelumnya,walaupun pada 1 % kasus

masalah ini berlanjut sampai dewasa.

Enuresis dapat terjadi selama tidur malam saja,selama anak terjaga saja atau

keduanya. Enuresis saat tidur malam adalah tipe yang paling umum dan

enuresis yang muncul saat tidur disebut mengompol. Bila tidur malam hari

anak-anak harus belajar untuk bangun bila mereka merasa ada tekanan dari

kemih yang penuh dan kemudian pergi ke kamar mandi untuk BAK.

Mengompol ditempat tidur biasanya muncul selama tahapan tidur yang paling

dalam dan dapat mencerminkan ketidakmatangan dari system saraf. Diagnosis

26

Page 24: 94601285-BAB-II

enuresis diterapkan pada kasus-kasus mengompol ditempat tidur atau BAK

dipakaian pada siang hari yang dilakukan berulang kali pada anak-anak yang

berusia minimal 5 tahun.

Perspektif teoretis

Psikodinamika mengemukakan bahwa enuresis dapat merepresentasikan

ekpresi kemarahan pada orang tua karena pelatihan BAK dan BAB yang keras.

Hal ini dapat merepresentasikan respon regresi terhadap kelahiran saudara

kandung atau beberapa sumber stress lain atau perubahan dalam kehidupan

seperti mulai bersekolah atau mengalami kematian orang tua maupun anggota

keluarga lain. Teoritikus menekankan bahwa enuresis muncul paling sering

pada anak-anak dengan orang tua yang mencoba melatih mereka sejak usia

dini. Kegagalan pada masa awal dapat menghubungkan kecemasan dengan

usaha untuk mengontrol BAK. Danish (1995) menunjukan bahwa enuresis

primer,bentuk yang paling umum yang ditandai oleh mengompol yang terus

menerus dan tidak pernah mampu mengontrol BAK yang diturunkan secara

genetis. Factor-faktor genetis dapat terkait dengan penyebaran dari enuresis

primer,factor-faktor lingkungan dan perilaku juga memainkan peran dalam

menentukan perkembangan dan jangka waktu gangguan. Enuresis sekunder

tampak pada anak-anak yang memiliki masalah setelah mampu mengontrol

BAK dan diasosiasikan dengan mengompol secara berkala.

Penanganan

Enuresis biasanya hilang dengan sendirinya setelah anak-anak menjadi

dewasa. Metode behavioral sudah terbukti mampu membantu bila enuresis

beratahan atau menyebabkan stress tinggi pada orang tua atau anak. Metode

tersebut mengkondisikan anak-anak untuk bangun bila kandung kemih mereka

penuh. Masalah dalam mengompol adalah anak-anak enuresis tetap tidur

walaupun ada tekanan dari kandung kemih yang biasanya membangunkan

anak-anak lain. Akibatnya ,secara refleks mereka mengompol ditempat tidur.

Hobart Mowrer memprakarsai metode bel dan bantalan dimana bantalan

khusus ditempatkan dibawah anak yang sedang tidur. Bila bantalan basah

sirkuit listrik menutup,menyebabkan bel berbunyi dan membangunkan anak

yang masih tidur. Setelah beberapa kali pengulangan sebagisan besar anak

belajar untuk bangun sebagai respon dari tekanan kandung kemih sebelum

mereka mengompol.

27

Page 25: 94601285-BAB-II

Enkopresis

Enkopresis berasal dari bahasa yunani en- dan kopros,yang artinya “feses”.

Enkopresis adalah kurangnya control terhadap keinginan BAB yang bukan

disebabkan oleh masalah organik. Sekitar 1 % dari anak-anak usia 5 tahun

mengalami Enkopresis. Gangguan ini lebih umum terjadi pada anak laki-laki.

Enkopresis jarang terjadi pada remaja usia pertengahan kecuali mereka yang

mengalami retardasi mental yang parah atau intens. Factor-faktor predisposisi

yang mungkin adalah toilet training yang tidak konsisten atau tidak lengkap

dan sumber stress psikologis seperti kelahiran saudara sekandung atau mulai

bersekolah.

Soiling (mengotori) tidak seperti enuresis,lebih sering terjadi siang hari

daripada malam hari. Jadi akan amat memalukan bagi anak. Teman sekelas

sering menghindari atau mempermalukan anak dengan enkopresis.

Metode operan conditioning dapat membantu dalam mengatasi soiling.

Disini diberikan reward (dengan pujian atau cara-cara lain) untuk keberhasilan

usaha self control dan hukuman untuk ketidaksengajaan ( misalnya dengan

memberi peringatan agar lebih memperhatikan rasa ingin BAB dan meminta

anak untuk membersihkan pakaian dalamnya). Bila Enkopresis bertahan

direkomendasikan evaluasi medis dan psikologis untuk menentukan

kemungkinan penanganan yang tepat.

2.4 PENANGANAN SECARA UMUM

Beberapa terapi atau perawatan gangguan perkembangan anak dan remaja antara lain:

A. Perawatan berbasis komunitas saat ini lebih banyak terdapat pada managed care.

Yaitu dengan cara-cara yaitu :

Pencegahan primer melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk

menciptakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya

adalah perawatan pranatal awal, program penanganan dini bagi orang tua

dengan faktor resiko yang sudah diketahui dalam membesarkan anak, dan

28

Page 26: 94601285-BAB-II

mengidentifikasi anak-anak yang berisiko untuk memberikan dukungan dan

pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini.

Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak

yang mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat

segera dilakukan. Metodenya meliputi konseling individu dengan program

bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas, layanan intervensi

krisis bagi keluarga yang mengalami situasi traumatik, konseling kelompok di

sekolah, dan konseling teman sebaya.

Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu,

terapi bermain, dan program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak

mampu berpartisipasi dalam sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan

perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu anak dalam

mengembangkan metode koping.

Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga. Penting untuk membantu keluarga

mendapatkan keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat

perubahan yang dapat meningkatkan fungsi dari semua anggota keluarga.

B. Pengobatan berbasis rumah sakit dan Rehabilitasi.

Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit

jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak

sembuh dengan metode alternatif, atau bagi klien yang beresiko tinggi

melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.

Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di

tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang

menderita penyakit jiwa. Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku

disruptif masi menjadi kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini

dapat bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran

respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat (time-out),

penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk

mencegah memburuknya perilaku.

C. Farmakoterapi.

Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi psikotropik

digunakan dengan hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena memiliki efek

samping yang beragam. Pemberian metode ini berdasarkan :

29

Page 27: 94601285-BAB-II

a. Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja mempengaruhi jumlah dosis, respon

klinis, dan efek samping dari medikasi psikotropik. 

b. Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat mempengaruhi

hasil pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang tidak konsisten, terutama

dengan antidepresan trisiklik.

30