9. TOKSIKOLOGI
-
Upload
ririt-yuliarti-taha-ii -
Category
Documents
-
view
300 -
download
4
description
Transcript of 9. TOKSIKOLOGI
1
TOKSIKOLOGI, NARKOBA, KASUS ALKOHOL, DAN
FARMASI FORENSIK
Sitti Fatimah Siampa
A. Definisi Toksikologi Forensik
Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai
disiplin ilmu yang sudah ada seperti Ilmu Kimia, Farmakologi, Biokimia,
Forensik Medicine dan lain-lain. Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan sumber, karakteristik dan kandungan racun, gejala dan tanda
yang disebabkan racun, dosis fatal, periode fatal, dan penatalaksanaan kasus
keracunan.
Toksikologi forensik, adalah penerapan toksikologi untuk membantu
investigasi medikolegal dalam kasus kematian, keracunan maupun penggunaan
obat-obatan. Yang menjadi perhatian utama dalam toksikologi forensik bukanlah
keluaran aspek hukum dari investigasi secara toksikologi, namun mengenai
teknologi dan teknik dalam memperoleh serta menginterpretasi hasil seperti:
pemahaman perilaku zat, sumber penyebab keracunan atau pencemaran, metode
pengambilan sampel dan metode analisa, interpretasi data terkait dengan gejala
atau efek atau dampak yang timbul serta bukti-bukti lainnya yang tersedia. Racun
adalah senyawa yang berpotensi memberikan efek yang berbahaya terhadap
organisme. Sifat racun dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi
racun di reseptor, sifat fisiko kimis toksikan tersebut, kondisi bioorganisme atau
sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang
ditimbulkan.
Toksikologi forensik adalah salah satu dari cabang ilmu forensik. Menurut
Saferstein yang dimaksud dengan Forensic Science adalah ”the application of
science to low”, maka secara umum ilmu forensik (forensik sain) dapat
dimengerti sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk
penegakan hukum dan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah
2
melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan
menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya
racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam
tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan
analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum
dan perundanganundangan.
B. Jenis-Jenis Keracunan
1. Keracunan Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida (CO) adalah racun yang tertua dalam sejarah
manusia. Sejak di kenal cara membuat api, manusia senantiasa terancam oleh
asap yang mengandung CO. Gas CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak
berbau dan tidak meransang selaput lendir, sedikit lebih ringan dari udara
sehingga mudah menyebar.
Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan
anamnesis adanya kontak dan di temukannya gejala keracunan CO. Pada
korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat
berwarna merah terang (cherry pink colour) yang tampak jelas bila kadar
COHb mencapai 30% atau lebih. Warna lebam mayat seperti itu juga dapat
ditemukan pada mayat yang di dinginkan, pada korban keracunan sianida dan
pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad renik yang mampu membentuk
nitrit, sehingga dalam darahnya terbentuk nitroksi hemoglobin.
Meskipun demikian masih dapat di bedakan dengan pemeriksaan
sederhana. Pada mayat yang didinginkan dan pada keracunan CN, penampang
ototnya berwarna biasa, tidak merah terang. Juga pada mayat yang di
dinginkan warna merah terang lebam mayatnya tidak merata selalu masih
ditemukan daerah yang keunguan (livid). Sedangkan pada keracunan CO,
jaringan otot, visera dan darah juga berwarna merah terang. Selanjutnya tidak
ditemukan tanda khas lain. Kadang-kadang dapat ditemukan tanda asfiksia
3
dan hyperemia visera. Pada otak besar dapat ditemukan petekiae di substansia
alba bila korban dapat bertahan hidup lebih dari ½ jam.
Pada analisa toksikologik darah akan di temukan adanya COHb pada
korban keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam maka
seluruh CO telak di eksresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga
ditemukan lebam mayat berwarna livid seperti biasa demikian juga jaringan
otot, visera dan darah. Kelainan yang dapat di temukan adalah kelainan akibat
hipoksemia dan komplikasi yang timbul selama penderita di rawat. Otak, pada
substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus dapat di temukan
petekiae. Kelainan ini tidak patognomonik untuk keracunan CO, karena setiap
keadaan hipoksia otak yang cukup lama dapat menimbulkan petekiae.
Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran :
- Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombihialin
- Nikrosis halus dengan di tengahnya terdapat pembuluh darah yang
mengandung
- trombihialin dengan pendarahan di sekitarnya, lazimnya di sebut ring
hemorrhage
- Nikrosis halus yang di kelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang
mengandung trombi
- Ball hemorrgae yang terjadi karena dinding arterior menjadi nekrotik
akibat hipoksia dan memecah.
Pada miokardium di temukan perdarahan dan nekrosis, paling sering
di muskulus papilaris ventrikal kiri. Pada penampang memanjangnya, tampak
bagian ujung muskulus papilaris berbercak-bercak perdarahan atau bergaris-
garis seperti kipas berjalan dari tempat insersio tendinosa ke dalam otak.
Ditemukan eritema dan vesikal / bula pada kulit dada, perut, luka, atau
anggota gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak
tertekan. Kelainan tersebut di sebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler
4
bawah kulit. Pneunomonia hipostatik paru mudah terjadi karena gangguan
peredaran darah. Dapat terjadi trombosis arteri pulmonalis.
2. Keracunan Sianida
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, karena garam
sianida dalam takaran kecil sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada
seseorang dengan cepat seperti bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa
tokoh nazi Kematian akibat keracunan CN umumnya terjadi pada kasus bunuh
diri dan pembunuhan. Tetapi mungkin pula terjadi akibat kecelakaan di
laboratorium, pada penyemprotan (fumigasi) dalam pertanian dan
penyemprotan di gudang-gudang kapal.
Pada pemeriksaan korban mati, pada pemeriksaan bagian luar jenazah,
dapat tercium bau amandel yang patognomonig untuk keracunan CN, dapat
tercium dengan cara menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut
dan hidung. Bau tersebut harus cepat dapat ditentukan karena indra pencium
kita cepat teradaptasi sehingga tidak dapat membaui bau khas tersebut.
Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam mayat
berwarna terang, karena darah vena kaya akan oksi-Hb. Tetapi ada pula yang
mengatakan karena terdapat Cyanmet-Hb.
Pada pemeriksaan bedah jenazah dapat tercium bau amandel yang
khas pada waktu membuka rongga dada, perut dan otak serta lambung (bila
racun melalui mulut) darah, otot dan penampang tubuh dapat berwarna merah
terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia pada organ tubuh.
Pada korban yang menelan garam alkalisianida, dapat ditemukan kelainan
pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena
terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun.
Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal
atau posmortal.
5
3. Keracunan Arsen (As)
Senyawa arsen dahulu sering mengunakan sebagai racun untuk
membunuh orang lain, dan tidaklah mustahil dapat ditemukan kasus
keracunan dengan arsen dimasa sekarang ini. Disamping itu keracunan arsen
kadang-kadang dapat terjadi karena kecelakaan dalam industri dan pertanian
akibat memakan/meminum makanan/minuman yang terkontaminasi dengan
arsen. Kematian akibat keracunan arsen sering tidak menimbulkan kecurigaan
karena gejala keracunan akutnya menyerupai gejala gangguan gastrointestinal
yang hebat sehingga dapat didiagnosa sebagai suatu penyakit.
Pada pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi. Pada
pembedahan jenazah ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa
berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan (flea bitten appearance).
Iritasi lambung dapat menyebabkan produksi musin yang menutupi mukosa
dengan akibat partikel-partikel As berwarna kuning sedangkan As2O3 tampak
sebagai partikel berwarna putih.
Pada jantung ditemukan perdarahan sub-endokard pada septum.
Histologik jantung menunjukkan infiltrasi sel-sel radang bulat pada miokard.
Sedangkan organ lain parenkimnya berwarna putih. Korban mati akibat
keracunan arsin. Bila korban cepat meninggal setelah menghirup arsin, akan
terlihat tanda-tanda kegagalan kardiorespirasi akut. Bila meninggalnya
lambat, dapat ditemukan ikterus dengan anemia hemolitik, tanda-tanda
kerusakan ginjal berupa degenerasi lemak dengan nekrosis fokal serta
nekrosis tubuli. Korban mati akibat keracunan kronik. Pada pemeriksaan luar
tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis
arsenik).
4. Keracunan Alkohol
Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman dan sering
menimbulkan keracunan. Keracunan alkohol menyebabkan penurunan daya
reaksi atau kecepatan, kemampuan untuk menduga jarak dan ketrampilan
6
mengemudi sehingga cenderung menimbulkan kecelakaan lalu-lintas di jalan,
pabrik dan sebagainya. Penurunan kemampuan untuk mengontrol diri dan
hilangnya kapasitas untuk berfikir kritis mungkin menimbulkan tindakan yang
melanggar hukum seperti perkosaan, penganiayaan, dan kejahatan lain
ataupun tindakan bunuh diri.
Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan
merupakan petunjuk awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan
kadar alkohol darah, baik melalui pemeriksaan udara pernapasan atau urin,
maupun langsung dari darah vena.
Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin
ditemukan gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ
menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap.
Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda
inflamasi tapi kadangkadang tidak ada kelainan.Organ-organ termasuk otak
dan darah berbau alkohol.
Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran
pembuluh darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian
parenkim organ dan inflamasi mukosa saluran cerna.
Pada kasus keracunan kronik yang, meninggal, jantung dapat
memperlihatkan fibrosis interstisial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel
radang kronik pada beberapa tempat, gambaran seran lintang otot jatunng
menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung.
Schneider melaporkan miopati alhokolik akut dengan miohemoglobinuri yang
disebabkan oleh nekrosis tubuli ginjal dan kerusakan miokardium.
5. Keracunan Narkotika
Kematian akibat narkotika lebih sering karena kecelakaan. Pada
pemeriksaan kasus yang meninggal akibat narkotika, perlu diperhatikan akan
adanya bekas suntikan yang baru dan lama. Pada para pemakai narkotika
dengan suntikan dapat ditemukan pembesaran kelenjar limfe regional.
7
Kadangkala ditemukan tatto pada tempat yang tidak lazim, misalnya pada
lipat siku, yang dimaksudkan menutupi bakas suntikan.
Kematian akibat narkotika paling sering melalui terjadinya depresi
napas. Pada pemeriksaan jenazah akan ditemukan kelainan pada paru berupa
pembendungan hebat dan edema paru hebat, narcotic lung atau gambaran
pneumonia lobaris. Pembendungan ditemukan pula pada organ-organ tubuh
lainnya. Pemeriksaan toksikologi dilakukan terhadap darah dan urin. Selain
itu, pemeriksaan toksikologi juga dilakukan pada cairan empedu serta tempat
masuknya narkotika tersebut (jaringan sekitar suntikan pada pemakai
narkotika suntikan, nasal swab pada mereka yang melakukan sniffing, isi
lambung pada mereka yang menelan narkotika).
6. Keracunan Insektisida
Kasus kematian akibat insektisida seringkali merupakan kematian
akibat bunuh diri menggunakan bahan pembunuhan serangga golongan
karbamat yang digunakan luas dimasyarakat. Selain itu keracunan juga
disebabkan oleh faktor ketidaksengajaan pada proses penyemprotan.
Pembunuhan dengan racun jenis ini jarang terjadi. (anonim, chadna)
Insektisida yang sering digunakan, antara lain:
a. golongan fosfat organik : malation, paration, paraxon, diazinon
b. golongan karbamat : carbaryl, baygon
c. golongan hidrokarbon yang diklorkan : DDT, lindane
Berdasarkan cara kerjanya, golongan organofosfat dan karbamat
dikategorikan ke dalam antikolinesterase. Pada golongan organofosfat
inhibisinya bersifat irreversibel, sedangkan golongan karbamat bersifat
reversibel. Inhibisi mengakibatan terjadinya akumulasi asetilkoloin,
rangsangan pada saraf kolinergik diperpanjang. Kematian terjadi karena gagal
napas dan henti jantung. Gejala klinis berupa gangguan penglihatan, sukar
bernapas, saluran pencernaan hiperaktif. Tanda dan gejala lain yang sering
terjadi antara lain sakit kepala, kelemahan otot, hiperhidrosis, lakrimasi,
8
salivasi, miosis, sekresi saluran napas, sianosis, papil edem, konvulsi, koma,
dan hilangnya kontrol terhadap sfingter.
Pemeriksaan luar terhadap jenazah dimulai dengan melakukan penciuman
pada lubang hidung dam mulut jenazah. Pada kasus keracunan insektisida
akan tercium bau bahan pelarut yang digunakan sebagai pelarut insektisida
tersebut. Kadang-kadang ditemukan luka bakar kimiawi berupa bercak
berwarna coklat agak mencekung di kulit sekitar mulut dan tempat yang
terkena insektisida. Pemeriksaan lebih lanjut akan ditemuakan lebam jenazah
berwarna biru gelap, ujung jari dan kuku berwarna kebiru-biruan.
Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda pembendungan pada alat dalam.
Di dalam lambung ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan
cairan lambung dan lapisan larutan insektisida. Mukosa lambung dan usus
bagian atas tampak hiperemis dan mengalami perdarahan submukosa. Juga
dapat tercium bau pelarut insektisida. Limpa, otak dan paru tampak edem dan
kongesti. Kerusakan jaringan hati biasanya merupakan penyebab kematian
pada keracunan kronis.
C. Pemeriksaan Forensik Klinik terhadap Korban Keracunan
Pemeriksaan korban keracunan pada prisipnya sama secara medis maupun
secara forensik klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan. Perbedaan yang ada adalah pada hasil akhir pemeriksaan, berupa
sertifikasi yang memberi bantuan pembuktian hukum terhadap korban. Sertifkasi
yang dimaksud adalah diterbitkannya visum et repertum peracunan.
Dalam pemeriksaan forensik klinis, anamnesis dapat bersifat auto-anamnesis
bila korban kooperatif atau allo-anamnesis baik terhadap keluarga koban atau
penyidik. Beberapa hal yang perlu ditekankan dalam anamnsis meliputi:
- Jenis racun
- Cara masuk racun (route of administration)
- Data tentang kebiasaan dan kepribadian korban
9
- Keadaan sikiatri korban
- Keadaan kesehatan fisik korban
- Faktor yang menigkatkan efek letal zat yang digunakan seperti penyakit,
riwayat alergi atau idiosinkrasi atau penggunaan zat-zat lain (ko-medikasi)
Dalam pemeriksaan fisik, harus dicatat semua bukti-bukti medis meliputi
tanda-tanda mencurigakan pada tubuh korban seperti bau tertentu yang keluar dari
mulut atau saluran napas, warna muntahan dan cairan atau sekret yang keluar dari
mulut atau saluran napas, adanya tanda suntikan, dan tanda fenomena drainage.
Gejala-gejala dan perlukaan tertentu harus dicatat seperti kejang, pin point pupil
atau tanda gagal napas. Demikian juga terhadap luka-luka lecet sekitar mulut,
luka suntikan atau kekerasan lainnya. Bau-bau tertentu harus dikenali dalam
pemeriksaan seperti bau amandel pada keracunan sianida, bau pestisida atau bau
minyak tanah yang dipakai sebagai pelarut.
Pengambilan dan analisis sampel dilakukan dengan mengambil sisa
muntahan, sekret mulut dan hidung, darah serta urin. Bila racun per oral, analisis
isi lambung harus dilakukan secara visual, bau dan secara kimia. Skrening racun
diambil dari sampel urin dan darah.
D. Pemeriksaan Forensik Kasus Keracunan terhadap Koban yang Sudah
Meninggal
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan keracunan
pada korban yang sudah meninggal antara lain:
a. Pemeriksaan post mortem
1) Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan luar untuk kasus keracunan, kemungkinan
didapatkan:
- Racun jenis tertentu mengeluarkan bau aroma yang khas, misalnya
asam hidrosianida, asam karbonat, kloroform, alkohol, dll. Untuk
10
menjaga keutuhan jenazah tidak boleh menggunakan cairan
desinfektan yang mempunyai bau (aroma).
- Pada permukaan tubuh jenazah mungkin ditemukan bercak-bercak
yang berasal dari muntahan, feses dan kadang-kadang jenis racun itu
sendiri.
- Perubahan warna kulit, misalnya menjadi kuning pada keracunan
fosfor dan keracunan akut akibat unsur tembaga sulfat.
- Keadaan pupil mata dan jari tangan yang lemas atau mengepal.
- Pemeriksaan lubang pada tubuh jenazah untuk melihat adanya tanda-
tanda bekas zat korosif atau benda asing.
- Livor mortis yang khas, merah terang, cherry red atau merah coklat
(bila racunnya menyebabkan perubahan warna darah sehingga warna
lebam jenazah mengalami perubahan.
2) Pemeriksaan dalam
Pada umumnya tanda-tanda keracunan tampak pada traktus
gastrointestinal, terutama jika keracunan akibat zat korosif atau iritan.
Perubahan yang terjadi adalah:
- Hiperemia
Warna kemerahan pada membran mukosa paling jelas terlihat
pada bagian kardiak lambung dan pada bagian kurvatura mayor.
Warnanya adalah merah gelap dan hiperemia ini bentuknya bisa
merata atau bercak, misalnya pada keracunan arsen hiperemia adalah
merah merata. Perubahan warna juga bisa muncul karena berbagai
unsur lainnya seperti sari buah. Asam nitrat menyebabkan warna
kuning pada usus.
Hiperemia harus dibedakan dengan kongesti vena secara
menyeluruh yang terjadi pda kematian akibat asfiksia. Gambaran yang
membedakan dengan hiperemia yang disebabkan oleh penyakit adalah
pada hiperemia karena penyakit sifatnya merata dan terdapat pada
11
seluruh permukaan serta tidak berupa bercak, selain itu gambaran
membran mukosa lebih banyak terkena pada kasus keracunan.
- Perlunakan
Keadaan ini terjadi pada keracunan korosif, lebih sering terlihat
pada kardiak lambung, kurvatura mayor, mulut, tenggorokan dan
esofagus. Jika disebabkan karena penyakit, gambaran ini hanya
tampak pada lambung. Juga harus dibedakan dengan perlunakan post
mortem yang terdapat pada bagian yang lebih rendah dan mengenai
seluruh lapisan dinding lambung. Pada bagian yang mengalami
perlunakan tidak ada tanda-tanda inflamasi.
- Ulserasi
Paling sering ditemukan ditemukan pada kurvatura mayor
lambung dan harus dibedakan dengan tukak peptik yang paling sering
terdapat di kurvatura minor lambung dan ditandai dengan adanya
hiperemia di sekitar tukak tersebut.
- Perforasi
Sangat jarang terjadi, kecuali pada kasus keracunan asam
sulfat. Perforasi juga bisa terjadi akibat tukak kronis, tetapi bentuk
perforasi pada kasus ini biasannya lonjong atau bulat, pinggirnya melekuk
ke arah luar dan lambung menunjukkan tanda-tanda perlekatan dengan
jaringan sekitar.
3) Pemeriksaan kimia/toksikologi pada organ tubuh bagian dalam
Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ
tubuh merupakan bukti yang memastikan bahwa telah terjadi keracunan.
Racun bisa ditemukan dalam lambung, usus halus, dan kadang-kadang
pada hati, limpa dan ginjal. Organ tubuh dan bahan yang diperiksa antara
lain:
- Urin dan feses
- Darah
12
- Lambung dan isinya
- Bagian dari usus halus (duodenum dan jejunum)
- Hati
- Setengah bagian dari masing-masing ginjal
- Otak dan korda spinalis, terutama pada keracunan striknin
- Uterus dan organ-organ yang berkaitan dengan uterus, jika ada
kecurigaan abortus kriminalis
- Paru-paru terutama pada keracunan kloroform
- Tulang, rambut, gigi dan kuku
- Organ tubuh lainnya yang dicurigai mengandung racun.
E. Faktor Risiko
Sakit setelah makan makanan tercemar tergantung pada organisme, jumlah
paparan, usia dan kesehatan Anda. Kelompok berisiko tinggi meliputi:
- Orang dewasa yang lebih tua. Ketika anda beranjak tua, sistem kekebalan
tubuh tidak dapat merespon dengan cepat dan efektif untuk organisme
menular seperti ketika Anda muda.
- Ibu hamil. Selama kehamilan, perubahan dalam metabolisme dan sirkulasi
dapat meningkatkan resiko keracunan makanan. Reaksi Anda mungkin lebih
parah saat hamil. Jarang, bayi Anda mungkin sakit juga.
- Bayi dan anak-anak muda. sistem kekebalan tubuh mereka belum sepenuhnya
dikembangkan.
- Orang dengan penyakit kronis. Memiliki kondisi kronis - seperti diabetes,
penyakit hati atau AIDS - atau menerima kemoterapi atau terapi radiasi untuk
kanker mengurangi respon kekebalan tubuh.
Keracunan makanan sering terjadi dari makan atau minum karena:
- Setiap makanan yang disiapkan oleh seseorang yang tidak mencuci tangan
dengan benar
13
- Makanan disajikan dengan menggunakan peralatan memasak najis, talenan,
atau alat lainnya
- Produk susu atau mayones makanan yang mengandung (seperti kubis atau
salad kentang) yang telah keluar dari lemari es terlalu lama
- Makanan beku atau didinginkan yang tidak disimpan pada suhu yang tepat
atau tidak dipanaskan dengan benar
- Baku ikan atau kerang
- Baku buah atau sayuran yang belum dicuci bersih
- Baku sayur atau jus buah dan susu
- Kurang matang daging atau telur
- Air dari sumur atau sungai, atau air kota atau kota yang belum diobati
F. Faktor Yang Mempengaruhi Keracunan
1. Cara masuk
Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi.
Cara masuk lain secara berturut-turut melalui intravena, intramuskular,
intraperitoneal, subkutan, peroral dan paling lambat ialah melalui kulit yang
sehat.
2. Umur
Orang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya pada barbiturat. Bayi
prematur lebih rentan terhadap obat oleh karena ekskresi melalui ginjal belum
sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup.
3. Pakaian.
Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan oleh
tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna
coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat.
4. Lebam mayat.
Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena
warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna darah yang
tampak pada kulit.
14
5. Perubahan warna kulit.
Pada hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis pada telapak
tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik. Kulit berwarna kelabu
kebirubiruan akibat keraunan perak (Ag) kronik (deposisi perak dalam
jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna kuning pada keracunan
tembaga (Cu) dan fosfor akibat hemolisis juga pada keracunan insektisida
hidrokarbon dan arsen karena terjadi gangguan fungsi hati.
6. Kuku.
Keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal yang
tidak teratur. Pada keracunan Talium kronik ditemukan kelainan trofik pada
kuku.
7. Rambut.
Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium, arsen,
ari raksa dan boraks.
8. Sklera.
Tampak ikterik pada keracunan dengan zat hepatotoksik seperti fosfor,
karbon tetraklorida. Perdarahan pada pemakaian dicoumarol atau akibat bias
ular.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansyur. Toksikologi Keamanan Unsur Dan Bidang-Bidang Toksikologi.
htpp://www.freewweb.com.
2. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
Kedokteran Forensik, Edisi Kedua. Jakarta : 1997
3. Etam Odah. Keracunan Karbon Monoksida. (htpp//www.kutaikartanegara.com)
4. Adiwisastra, A. Keracunan, Sumber, Bahaya serta
Penanggulangannya .Angkasa, Bandung: 1985,
5. Andarwendah, Sumardi, Keracunan Arsen, Program Pendidikan
Pasca Sarjana Hyperkes, FK-UGM: 1982
6. Budiawan. Peran Toksikologi Forensik dalam Mengungkap Kasus Keracunan
dan Pencemaran Lingkungan. Indonesian Journal of Legal and Forensic
Sciences: 2008