9 Star Pharmacist (7,8,9)

37
TUGAS UNDANG-UNDANG DAN ETIKA KESEHATAN NINE STAR PHARMACIST POIN 7, 8, DAN 9 Disusun oleh : I PUTU BAGUS MAHA PARADIPA (0808505001) ANGGY ANGGRAENI WAHYUDHIE (0808505002) NI MADE WIRYATINI (0808505003) NI PUTU DIAN PRIYATNA SARI (0808505007) KHATIJA TAHER ALI (0808505014) NI MADE AYU SUARTINI (0808505015) NI PUTU PARWATININGHATI (0808505017) ENNY LAKSMI ARTIWI (0808505018) NI PUTU MARTIARI (0808505023) I GEDE DWIJA BAWA TEMAJA (0808505031)

Transcript of 9 Star Pharmacist (7,8,9)

Page 1: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

TUGAS UNDANG-UNDANG DAN ETIKA KESEHATAN

NINE STAR PHARMACIST

POIN 7, 8, DAN 9

Disusun oleh :

I PUTU BAGUS MAHA PARADIPA (0808505001)

ANGGY ANGGRAENI WAHYUDHIE (0808505002)

NI MADE WIRYATINI (0808505003)

NI PUTU DIAN PRIYATNA SARI (0808505007)

KHATIJA TAHER ALI (0808505014)

NI MADE AYU SUARTINI (0808505015)

NI PUTU PARWATININGHATI (0808505017)

ENNY LAKSMI ARTIWI (0808505018)

NI PUTU MARTIARI (0808505023)

I GEDE DWIJA BAWA TEMAJA (0808505031)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2011

Page 2: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

PENDAHULUAN

Selama lebih dari 4 dekade telah terjadi kecenderungan perubahan pekerjaan kefarmasian

yang semula hanya terlibat dalam penyaluran obat-obatan, menjadi kearah fokus yang lebih

terarah, yaitu kepedulian terhadap pasien. Peran apoteker lambat laun berubah dari peracik obat

(compounder) dan suplier sediaan farmasi, kearah pemberi pelayanan dan informasi dan

akhirnya berubah lagi sebagai pemberi kepedulian kepada pasien. Disamping itu ditambah lagi

tugas seorang apoteker adalah memberikan obat yang layak, efektif dan seaman mungkin serta

memuaskan bagi pasien. Dengan mengambil tanggung jawab langsung pada kebutuhan obat

pasien individual, apoteker dapat memberikan kontribusi yang berdampak pada pengobatan serta

kualitas hidup pasien. Pendekatan cara ini disebut " pharmaceutical care " (asuhan kefarmasian).

Pharmaceutical care adalah konsep dasar dalam pekerjaan kefarmasian yang mengisyaratkan

bahwa semua praktisi kesehatan, khususnya apoteker harus memberikan tanggung jawab atas

dampak pemberian obat pada pasien. Dalam konsep pharmaceutical care, apoteker dituntut

untuk menjadi profesi yang terkait dengan penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam

membantu memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual,

serta memberikan pelayanan yang lebih berorientasi pada pasien. Apoteker mempunyai potensi

untuk meningkatkan dampak pengobatan dan kualitas hidup pasien dalam berbagai sumber dan

mempunyai posisi sendiri yang layak dalam sistem pelayanan kesehatan (Wiedenmayer dkk.,

2006).

Apoteker adalah anggota yang tidak terpisahkan dari tim perawatan kesehatan dan

menjalankan fungsi bervariasi mulai dari pengadaan dan penyediaan obat-obatan untuk layanan

perawatan farmasi dan membantu untuk memastikan perlakuan yang terbaik bagi pasien. Proses

perawatan farmasi melibatkan perilaku untuk membangun hubungan antara pasien dan apoteker,

mengembangkan rencana perawatan berbasis bukti ilmiah untuk terapi obat dan tindak lanjut

terhadap hasil kesehatan yang diharapkan pasien. Dengan demikian, apoteker harus bisa

memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien, mengamati proses obat yang diberikan

kepada pasien, agar menunjukkan kinerja farmakoterapi yang sesuai dengan spesifikasi kerjanya.

Apoteker akan mengaplikasikan pengetahuannya dan menyelaraskan antara pemilihan obat

dengan keadaan pasien, sehingga akan berkonsultasi secara verbal dengan pasien dan tenaga

Page 3: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

medis lainnya. Sasaran akhir dari pharmaceutical care ini yaitu bagaimana dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien (Everard, 2006).

Untuk bisa efektif sebagai anggota tim kesehatan, apoteker butuh keterampilan dan sikap

untuk melakukan fungsi-fungsi yang berbeda-beda. Konsep the seven-star pharmacist

diperkenalkan oleh WHO pada tahun 2000 sebagai kebijaksanaan tentang praktek pendidikan

farmasi yang baik (Good Pharmacy Education Practice) meliputi sikap apoteker sebagai

pemberi pelayanan (care-giver), pembuat keputusan (decision-maker) , communicator, manager,

pembelajaran jangka panjang (life-long learner), guru (teacher) dan pemimpin (leader). Dengan

semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan obat-obat baru yang lebih efektif serta makin

banyaknya tenaga farmasis dunia kerja yang perlu bersaing untuk memperoleh pekerjaan sesuai

bidangnya, maka dirasa perlu untuk mengembangkan seven star pharmacist menjadi nine star

pharmacist, yaitu dengan penambahan poin farmasis sebagai peneliti (researcher) dan farmasis

sebagai (Entrepreneur). Melalui konsep nine star pharmacist ini diharapkan farmasis atau

apoteker dapat lebih mengoptimalkan peranannya dalam meningkatkan pelayanan kefarmasian

kepada pasien dengan tujuan akhir berupa kesembuhan pasien dan peningkatan kualitas hidup

pasien (Wiedenmayer dkk., 2006).

Pada makalah ini dibahas mengenai poin ke 7, 8, dan 9 dalam nine star pharmacist, yaitu

mengenai peran farmasis sebagai leader (pemimpin), researcher (peneliti), dan entrepreneur

(wirausahawan).

Page 4: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

Leader

Farmasis harus memiliki karakter dan kemampuan seorang pemimpin. Kepemimpinan

sangat berkaitan dengan kesadaran akan arti diri dan penetapan tujuan bersama serta bagaimana

membawa kelompok yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan yang

diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif serta kemampuan

mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan (Anonim, 2007).

International Pharmaceutical Federation menyebutkan mengenai farmasis sebagai leader

setelah diterjemahkan adalah sebagai berikut:

“Dalam situasi pelayanan multi disiplin atau dalam wilayah dimana pemberi pelayanan

kesehatan lainnya ada dalam jumlah yang sedikit, apoteker diberi tanggung jawab untuk menjadi

pemimpin dalam semua hal yang menyangkut kesejahteraan pasien dan masyarakat.

Kepemimpinan Apoteker melibatkan rasa empati dan kemampuan membuat keputusan ,

berkomunikasi dan memimpin secara efektif. Seseorang Apoteker yang memegang peranan

sebagai pemimpin harus mempunyai visi dan kemampuan memimpin” (Wledenmayer dkk,

2006).

Sebagai seorang pemimpin, Apoteker tidak cukup hanya sekedar bermodalkan rasa

percaya diri dan pesona diri yang hebat, tetapi juga wajib bermodalkan keterampilan dasar

kepemimpinan untuk bisa menyatu dengan yang dipimpin. Berikut ini ada enam keterampilan

yang perlu dimiliki seorang apoteker untuk bisa memperkuat dasar-dasar kepemimpinan dirinya.

1. Keterampilan Presentasi.

Seorang Apoteker sebagai leader harus kreatif melakukan presentasi kepada pengikutnya.

Presentasi ini harus meliputi visi, misi, goal, action plan, dan fokus. Di mana, dalam setiap

presentasi, Apoteker harus secara cerdas mampu mentransformasikan nilai-nilai yang kuat dan

positif kepada rencana tindakan yang jelas. Apoteker sebagai pemimpin harus memanfaatkan

keterampilan presentasi ini untuk mengkomunikasikan dan meyakinkan kepada para pengikut,

bawahan, tim atau kelompoknya tentang ide dan visi yang harus diperjuangkan bersama.

(Djajendra, 2011)

2. Keterampilan Membangun Tim Yang Kuat.

Pemimpin yang sesungguhnya adalah seorang pekerja tim. Jadi, keterampilan membangun tim

adalah keterampilan yang sangat strategis yang dibutuhkan seorang Apoteker untuk

Page 5: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

mensukseskan kepemimpinan yang sedang diperjuangkan tersebut. Sebagai pemimpin,

Apoteker harus bersikap bijak dan profesional dalam merakit sebuah tim yang tangguh dan

dinamis. Pemimpin harus menciptakan sebuah tim yang kreatif dan strategis untuk

membangun kinerja tim yang hebat. Apoteker harus membangun tim yang mampu

meningkatkan rasa percaya diri untuk berprestasi secara maksimal (Djajendra, 2011)

3. Keterampilan Negosiasi.

Negosiasi adalah bagian dari komunikasi yang terfokus untuk mencari kesepakatan. Jadi,

peran seorang Apoteker sebagai seorang negosiator ulung tidaklah boleh diabaikan. Apoteker

harus bijak dan cerdas melihat semua tantangan yang ada dan cerdas menggunakan

keterampilan negosiasi tersebut untuk mentransformasikan semua tantangan menjadi peluang

yang menguntungkan organisasi atau tim yang dipimpin. Sebagai pemimpin, Apoteker adalah

seorang negosiator untuk mendapatkan kesepakatan terbaik, bukan seorang negosiator yang

ngotot dan tidak mau berkompromi terhadap tantangan (Djajendra, 2011)

4. Keterampilan Bersikap Baik.

Seorang Apoteker sebagai pemimpin tidak zamannya lagi memanfaatkan kekuasaan dan

posisi kepemimpinannya untuk bersikap arogan dan bersikap diktator terhadap pengikut.

Sekarang ini zamannya pemimpin harus merangkul semua kekuatan dan potensi sukses

pengikutnya untuk dijadikan sebagai kekuatan kepemimpinan yang ia miliki. Oleh karena itu,

Apoteker wajib bersikap baik dengan sikap tulus dan jujur kepada setiap orang, dimana pun

dan kapan pun (Djajendra, 2011).

5. Keterampilan Memotivasi.

Seorang pemimpin adalah seorang motivator yang harus mampu membangkitkan energi

positif dari pengikut dan bawahannya, untuk secara proaktif bergairah dan bersemangat tinggi

dalam meraih prestasi yang hebat. Oleh karena itu, Apoteker wajib memiliki keterampilan

untuk memotivasi pengikutnya dan menggerakan para pengikut untuk melakukan hal-hal

terpenting buat kesuksesan organisasi atau tim kerja. Motivasi bukan berarti sekedar berteriak-

teriak dengan semangat tinggi, tetapi lebih kepada cara untuk merangkul hati dan pikiran

positif para pengikut. Lalu membangun harapan dan rasa percaya diri mereka untuk menjadi

lebih hebat (Djajendra, 2011).

Page 6: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

6. Keterampilan Mengorganisasi.

Seorang pemimpin adalah seorang organisator yang ulung. Kemampuan Apoteker dalam

mengorganisasi semua kekuatan yang ada akan menjadikan kepemimpinan itu kuat dan solid.

Melalui kebersamaan dalam organisasi yang solid dan kuat, pemimpin pasti membawa setiap

orang menuju puncak harapan (Djajendra, 2011).

Berbicara lebih jauh mengenai kelebihan yang perlu dimiliki seorang pemipin, Stogdill

(1974) menyebutkan kelebihan-kelebihan yang perlu dimiliki tersebut adalah :

Kapasitas; kecerdasan, kemampuan berbicara, kemampuan menganalisis, dan

kewaspadaan yang menyeluruh.

Prestasi (achievement); memiliki gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, berprestasi dalam

bidang olah raga/seni dan lain-lain.

Tanggung jawab ; berinisiatif, mandiri, percaya diri dan bermotivasi untuk maju.

Partisipasi; bersosiabilitas yang tinggi, mampu berkomunikasi/bergaul, suka bekerjasama

dan mudah menyesuaikan diri serta humoris.

Status; meliputi kedudukan sosial ekonomi yang baik dan dikenal masyarakat luas.

Situasi; meliputi mental, status, keterampilan, kebutuhan, interest, objektif dan

sebagainya.

Terdapat beberapa faktor pendukung tercapainya peran farmasis atau Apoteker sebagai

leader adalah sebagai berikut :

1. Peraturan Pemerintah

Adanya peraturan pemerintah (khususnya PP No. 51 th 2009) mendukung perkembangan

Apoteker menjadi leader. Peraturan ini menekankan bahwa setiap penyerahan obat harus

dilakukan oleh Apoteker. Dengan demikian akan melatih kemampuan apoteker dalam

mengelola dan memimpin team work di apotek tersebut. Apoteker akan menjadi

pemimpin di daerahnya sendiri yaitu apotek.

2. Pendidikan.

Pendidikan sangat mendukung lahirnya Apoteker-apoteker yang nantinya akan menjadi

pemimpin dalam suatu tim medis. Di dalam pendidikannya sebagai Apoteker telah

diajarkan juga tentang sisi humanitas dan mempelajari manusia sebagai makhluk sosial

Page 7: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

budaya. Kemampuan dasar seperti ini juga dikembangkan dan dilatih lebih jauh lagi

dalam suatu tim kerja praktikum dimana calon-calon Apoteker akan belajar memipin dan

dipimpin dalam kelompoknya. Pendidikan juga mengajari Apoteker tentang sopan santun

dan tata-cara dalam menjalin hubungan dengan orang lain sehingga kepemimpinannya

akan sangat dihargai oleh orang lain.

3. Adanya Penghargaan Dari Masyarakat

Adanya penghargaan terhadap keberhasilan memimpin suatu tim medis tentu akam

semakin memacu Apoteker untuk mengembangkan leadershipnya. Penghargaan

didapatkan dari masyarakat baik itu berupa rasa hormat dan kepercayaan. Hal inilah yang

tidak akan didapatkan dengan mudah ataupun bisa dinilai dengan materi. Rasa puas dan

penghargaan dari masyarakat akan mendorong sifat kepemimpinan Apoteker.

4. Faktor Finansial

Keinginan untuk mendapatkan dan meningkatkan finansial seorang Apoteker akan lebih

terbantu jika ia menjadi seorang pemimpin. Kemampuan sebagai pemimpin akan

mendapatkan nilai finansial yang lebih dibandingkan Apoteker yang tidak menjadi

seorang pemimpin. Selain itu, dengan menjadi seorang pemimpin, Apoteker akan

mempunyai kesempatan lebih dalam memperlihatkan kemampuannya. Terbukanya

kesempatan maka akan terbuka pula kesempatan mendapatkan jenjang karir dan finansial

yang lebih baik.

Selain faktor pendukung, terdapat pula faktor penghambat peran farmasis sebagai leader, yaitu :

1. Pola pikir masyarakat tertentu

Beberapa masyarakat memiliki pandangan yang skeptis akan seorang pemimpin dimana

mereka menganggap bahwa tidaklah baik untuk menonjolkan diri sendiri. Masyarakat ini

menganggap bahwa yang menilai seorang menjadi pemimpin adalah orang lain, bukan

orang itu sendiri. Pola pikir seperti inilah yang menghambat perkembangan seorang

apoteker untuk menjadi lebih maju.

Page 8: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

2. Kurangnya kepercayaan masyarakat

Apoteker sejauh ini belum banyak diketahui perannya oleh masyarakat. Masyarakat

hanya mengetahui dokter sebagai tenaga kesehatan yang paling dipercaya. Dengan

kurangnya kepercayaan ini maka masyarakat akan menganggap bahwa dokterlah yang

cocok sebagai leader dalam suatu tim kesehatan.

3. Kurangnya kesempatan yang diberikan

Karena kurangnya kepercayaan masyarakat, maka kesempatan seorang apoteker untuk

menunjukkan diri dan mengembangkan sifat leadernya akan terbatas. Kesempatan untuk

menjadi leader dalam suatu tim medis masih terbatas, dimana lebih sering seorang dokter

yang memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin, misalnya sebagai kepala rumah

sakit.

4. Masalah gender

Dalam beberapa hal, persoalan gender masih membatasi gerak seorang apoteker,

khususnya apoteker wanita. Hal ini disebabkan karena pandangan bahwa laki-laki yang

lebih mampu, masih kuat mengakar. Permasalahan ini mengakibatkan pola pikir apoteker

wanita juga terpengaruhi. Mereka tidak akan berusaha untuk menjadi leader karena

menganggap dirinya tidak mampu atau lebih baik dari seorang apoteker pria.

(Anonim, 2007)

Page 9: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

Reseacher

Dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 telah diatur tentang

peranan profesi apoteker, yakni pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas

resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat dan obat tradisional Hal ini

seiring dengan perkembangan Seven Star Pharmacist menjadi Nine Star Pharmacist (Anonim,

2009).

Salah satu bagian dari penambahan Seven Star Pharmacist sehingga menjadi Nine Star

Pharmacist adalah fungsi seorang apoteker atau farmasis sebagai Reseacher. Seorang farmasis

yang memiliki fungsi sebagai researcher atau peneliti akan memainkan peran penting dalam

berbagai proses penelitian klinis yang meliputi penemuan, perencanaan, pemantauan serta

pelaporan uji klinis. Tujuan utama dalam melakukan penelitian klinis adalah untuk menghasilkan

pengetahuan baru untuk meningkatkan pelayanan kesehatan (Wilborn, 2011).

Penelitian dalam ilmu kesehatan dan farmasetik dalam pelayanan farmasi merupakan

bidang penelitian yang penting, terutama di rumah sakit. Untuk maksud tersebut, maka apoteker

harus mengerti tentang kebutuhan dasar penelitian secara sistematis dalam pelayanan farmasi

yang meliputi pendekatan dasar ilmiah; komponen dasar dari suatu rencana penelitian; proses

mendokumentasikan dan pelaporan temuan, serta tanggung jawab peneliti berkaitan dengan

penderita, pimpinan rumah sakit dan ilmiah pada umumnya. Bidang utama penelitian apoteker di

rumah sakit mencakup terapi obat, farmasetik, ketersediayaan hayati, administrasi atau

manajemen farmasi rumah sakit, dan perilaku sosial yang berkaitan dengan pelayanan farmasi.

Pada penelitian tersebut apoteker merupakan peneliti utama. Bidang penelitian lain dengan

apoteker sebagai peneliti, yaitu peneliti klinis obat bersama dengan tim medis. Di samping

penelitian tersebut, apoteker juga berperan aktif dalam penyelidikan yaitu dalam penyediaan,

penyimpanan, pengendalian penggunaan dan analisis data penyelidikan (Siregar, 2004).

Penelitian (research) adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan

secara alamiah dalam suatu bidang tertentu, untuk mendapatkan fakta-fakta atau prinsip-prinsip

baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru dan meningkatkan taraf ilmu serta

Page 10: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

teknologi. Orang yang melakukan suatu penelitian disebut sebagai peneliti (researcher).

Penelitian di bidang farmasis oleh seorang farmasis peneliti merupakan suatu kegiatan pencarian,

penyelidikan, dan percobaan yang dilakukan untuk menghasilkan perkembangan-perkembangan

baru di bidang pengobatan sehingga ke depannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas

kesehatan masyarakat dan dengan demikian dapat meningkatkan kualitas hidup pasien (Susilana,

tt).

Seorang research pharmacist (farmasi peneliti) berpartisipasi dalam desain studi

penelitian (eksperimen) yang terkait dengan pengembangan sediaan atau obat baru. Secara

khusus, seorang farmasi peneliti akan berperan dalam pengambilan data-data klinis dan

melakukan studi pendahuluan terhadap penelitian klinis tersebut. Contoh lainnya, seorang

farmasi peneliti juga akan melakukan penelitian studi terhadap komposisi kimia obat yang

meliputi pengaturan dan pengujian efektivitas obat-obatan baru yang telah dihasilkan. Dalam

melakukan tahap ini, seorang farmasis juga harus melewati pelatihan serta memiliki sertifikasi

sehingga dapat memiliki pengetahuan dan keahlian yang cukup dalam penggunaan alat-alat yang

nantinya akan digunakan untuk melakukan proses penelitian klinis (Wilborn, 2011).

Farmasi peneliti juga memiliki andil untuk melakukan program pengendalian mutu

(quality control) yang luas untuk menjamin keselamatan pasien, akurasi dan validitas dalam

melakukan studi klinis. Program pengendalian mutu tersebut meliputi evaluasi pelaporan variasi

obat, pemantauan pengendalian suhu, pengujian sterilitas dan pirogen serta pemantauan secara

berkala terhadap masing-masing penelitian klinis agar tetap berjalan sesuai dengan prosedur

operasi standar (Sharma, 2010)

Dalam melakukan berbagai proses penelitian klinis, seorang farmasis diharapkan untuk

mampu menggunakan kemampuannya dalam memanfaatkan berbagai bukti ilmiah seperti

diagnosis atau gejala yang dialami pasien sehingga bukti ilmiah tersebut dapat berfungsi secara

efektif dalam pemberian saran mengenai penggunaan obat yang rasional dalam proses perawatan

(terapi) kesehatan. Banyaknya pengalaman yang telah dialami dan didokumentasikan juga dapat

memberikan kontribusi yang besar dalam mengoptimalkan hasil dari perawatan kesehatan yang

telah dilakukan. Sebagai seorang peneliti, apoteker juga berperan dalam meningkatkan

akseptabilitas dari informasi obat yang berkaitan dengan tenaga kesehatan profesional lainnya

(Wiedenmayer dkk., 2006).

Page 11: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

Secara umum, peneliti yang baik harus berpedoman pada 3 sifat umum penelitian, yaitu :

Rasional, yaitu penelitian dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal sehingga

terjangkau oleh penalaran manusia.

Empiris, yaitu cara yang digunakan dapat diamati dengan indera manusia.

Sistematis, yaitu proses penelitian menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat

logis.

Selain sifat umum di atas, peneliti yang baik juga harus memiliki ciri-ciri dan syarat sebagai

berikut :

1. Peneliti harus dapat merumuskan tujuan dan masalah penelitian dengan jelas sehingga

tidak menimbulkan keraguan kepada pembaca.

2. Peneliti harus dapat menjelaskan teknik dan prosedur dalam penelitian secara rinci.

3. Peneliti harus senantiasa menjaga obyektifitas penelitian dengan menunjukkan bukti-

bukti mengenai sampel yang diambil.

4. Peneliti harus dapat menginformasikan kekurangan-kekurangan selama pelaksanaan

penelitian secara jujur dan menjelaskan dampak dari kekurangan tersebut.

5. Peneliti harus dapat menyertakan validitas dan kehandalan data hasil penelitiannya, di

mana validitas data tersebut harus dapat diperiksa dengan cermat.

6. Peneliti dapat menarik kesimpulan yang didasarkan pada hal-hal yang terkait dengan

data penelitian.

7. Peneliti harus dapat mengamati obyek atau fenomena yang betul-betul sesuai dengan

kemampuan, pengalaman, dan motivasi kuat yang dimilikinya.

8. Peneliti harus dapat menciptakan coherency, yaitu keterkaitan antara bagian yang satu

dengan bagian yang lain, antara paragraf satu dengan yang lain, antara bab yang satu

dengan bab yang lain dalam laporan penelitian.

Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu percobaan penelitian antara lain :

a. Percobaan harus bebas dari bias

Page 12: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

Percobaan harus sedemikian rupa direncanakan sehingga tidak bias. Ketidakbiasan satu

percobaan dapat dijamin dengan adanya desain yang baik. Secara garis besar, adanya

randomisasi mengurangi sifat bias dari percobaan.

b. Harus ada ukuran terhadap error

Dengan adanya desain yang baik, maka error dapat diukur. Dalam istilah desain

percobaan, error tidak sama artinya dengan kesalahan. Yang dimaksud dengan error adalah

semua variasi ekstra, yang juga mempengaruhi hasil di samping pengaruh perlakuan-perlakuan.

Dengan adnya ukuran error, maka percobaan menjadi objektif sifatnya. Ukuran error ini

bergantung pada desai percobaan yang dipilih.

c. Percobaan harus punya ketepatan

Percobaan harus dilakukan dengan desain yang dapat menambah ketepatan. Ketepatan

dapat terjamin jika error teknis dapat dihilangkan dan adanya replikasi pada percoban. Ketepatan

atau presisi dapat ditingkatkan jika error teknis, seperti kurangnya tepatnya timbangan yang

digunakan, kurang baiknya dalam menggunakan alat ukur, dan sebagainya. Dengan demikian,

maka jumlah replikasi dapat menambah ketepatan percobaan.

d. Tujuan percobaan harus jelas

Tujuan percobaan harus dibuat sejelas-jelasnya, ditambah dengan alasan-alasan yang kuat

mengapa memilih perlakuan demikian. Selain itu, diperlukan juga kejelasan mengenai pada

kondisi apa hasil percobaan penelitian akan diaplikasikan serta pada daerah ilmu mana sasaran

penelitian tersebut ingin diterapkan. Tujuan percobaan didefinisikan dan dapat dituangkan dalam

hipotesis-hipotesis nol yang akan dikembangkan.

e. Percobaan harus punya jangkauan yang cukup

Tiap percobaan harus mempunyai jangkauan atau scope yang cukup sesuai dengan tujuan

penelitian. Scope dari percobaan sangat penting artinya untuk keperluan mengadakan

perulangan percobaan. Akan tetapi, dewasa ini dengan adanya teknik percobaan faktorial,

pengulangan percobaan telah dapat dilakukan secara simultan.

Page 13: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

Adapun beberapa faktor yang dapat mendukung terlaksananya tugas dari seorang farmasi

peneliti antara lain :

1. Seorang farmasi peneliti harus mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang luas

serta latar belakang yang kuat dalam bidang sains, seperti kimia, matematika, biologi,

biokimia dan statistik. Farmasis akan menggunakan keterampilan dari bidang ini untuk

melakukan analisa terhadap data-data klinis pasien (Wilborn, 2010).

2. Peran farmasi sebagai seorang peneliti harus didukung dengan adanya memori yang

kuat mengenai berbagai jenis obat yang telah tersedia di pasaran dan interaksi obat

mungkin terjadi (Hart, 2007).

3. Seorang farmasi peneliti harus memahami cara-cara mencampur senyawa secara

bersama-sama untuk menciptakan obat (Hart, 2007).

4. Seorang farmasi peneliti harus mengetahui pengaruh dari obat-obatan tersebut terhadap

tubuh manusia (Hart, 2007).

5. Farmasi peneliti harus mempunyai perhatian yang mendalam mengenai berbagai detail

yang ada dalam berbagai tahap penelitian klinis, dimana hal ini akan berpengaruh

terhadap keakuratan dari penelitian klinis yang akan dilakukan (Sharma, 2010).

6. Dalam memimpin dan mengelola suatu penelitian klinis, seorang farmasi peneliti harus

memiliki kemampuan komunikasi yang baik dalam memberikan pengarahan yang jelas

dan bijaksana terhadap staf personil pendukung lainnya (teknisi atau koordinator

penelitian yang dilakukan) (Sharma, 2010).

7. Farmasi peneliti juga harus memiliki keterampilan dalam proses pengoperasian alat-alat

yang digunakan dalam menjalankan suatu penelitian klinis seperti komputer.

Komputerisasi akan memudahkan dalam melakukan analisa terhadap hasil dari

penelitian klinis yang dilakukan. Selain itu, penggunaan sistem komputer akan

menghasilkan tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan analisa yang

dilakukan secara manual (Sharma, 2010).

Page 14: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

Selain faktor-faktor pendukung tersebut, terdapat pula beberapa faktor yang dapat menghambat

peran seorang farmasis sebagai researcher atau peneliti, antara lain :

1. Dana penelitian

Minimnya dana dapat menjadi salah satu faktor penghambat dalam menjalankan suatu

penelitian. Tanpa adanya dana yang memadai, seorang peneliti, dalam hal ini apoteker

sudah pasti akan menemui kesulitan dalam melakukan perancangan dan pelaksanaan

penelitian (Suharmadi, tt).

2. Peralatan penelitian

Peralatan penelitian yang memadai sudah pasti akan membantu kinerja dari seorang

apoteker dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti. Minimnya peralatan yang ada

dalam menunjang kinerja penelitian, sudah pasti juga akan mempengaruhi hasil

penelitian itu sendiri (Rosmawati, 2010).

3. Peraturan mengenai objek penelitian

Saat ini objek penelitian, khususnya yang menggunakan manusia sebagai objek

penelitian misalnya untuk mengembangkan metode terapi yang baik, menemui banyak

halangan atau pembatasan dari pemerintah (Anonim a, tt). Berdasarkan kongres yang

diadakan pemerintah Amerika pada tahun 1996, ditetapkan sebuah keputusan mengenai

Health Insurance Portability and Accountability Act (HIPAA). Keputusan ini membahas

mengenai pembatasan privasi seseorang dalam memberikan sebuah informasi

kesehatannya walaupun kepada praktisi kesehatan. Banyak praktisi kesehatan, khusunya

apoteker yang ingin menjalankan tugasnya untuk memaksimalkan pengobatan

mengalami hambatan akibat adanya aturan ini. Menurut pemerintah Amerika, sebuah

privasi membantu melindungi individu dari bahaya, seperti diskriminasi dan pencurian

identitas, izin penelitian dan kegiatan kesehatan masyarakat yang akan dilaksanakan

dengan cara menjaga martabat mereka. Namun beberapa peneliti menanggapi bahwa

tanpa penelitian tersebut, masyarakat akan kehilangan manfaat dari terapi yang baru,

Page 15: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

perbaikan diagnostik, dan cara yang lebih efektif untuk mencegah penyakit dan

memberikan perawatan (Anonim b, tt).

4. Sikap pesimis objek penelitian (pasien) atas keberhasilan suatu penelitian.

Sikap pesimis dari objek penelitian dapat menghambat efektivitas dari suatu terapi

perawatan kesehatan, sehebat apapun terapi itu. Untuk itu, apoteker sangat perlu

memperhatikan sikap dari pasien yang dirawatnya terhadap perawatan yang dilakukan.

Dewasa ini, para apoteker dan tenaga kesehatan lainnya dirasa perlu untuk membangun

hubungan yang lebih dekat dengan pasiennya untuk meningkatkan rasa percaya

terhadap perawatan yang mereka rekomendasikan. Pasien juga perlu membangun

harapan yang kuat dan positif untuk sembuh serta membangun rasa percaya terhadap

tenaga kesehatan yang memberikannya perawatan (Rahmadhan, 2011).

Page 16: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

Entrepreneur

Kewirausahaan pertama kali muncul pada abad ke-18, diawali dengan penemuan-

penemuan baru seperti mesin uap, mesin pemintal, dan lain-lain. Tujuan utama mereka adalah

pertumbuhan dan perluasan organisasi melalui inovasi dan kreativitas. Keuntungan dan kekayaan

bukan tujuan utama. Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang

berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa

berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa

takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti (Kasmir, 2007).

Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antarpara ahli atau sumber acuan dengan

titik berat perhatian atau penekanan yang berbeda-beda, dan beberapa definisi tentang

kewirausahaan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Frank Knight (1921)

Wirausahawan mencoba untuk memprediksi dan menyikapi perubahan pasar. Definisi ini

menekankan pada peranan wirausahawan dalam menghadapi ketidakpastian pada dinamika

pasar. Seorang worausahawan disyaratkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajerial

mendasar seperti pengarahan dan pengawasan.

2. Joseph Schumpeter (1934)

Wirausahawan adalah seorang inovator yang mengimplementasikan perubahan - perubahan di

dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk

(1) memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru, (2) memperkenalkan metoda

produksi baru, (3) membuka pasar yang baru (new market), (4) Memperoleh sumber pasokan

baru dari bahan atau komponen baru, atau (5) menjalankan organisasi baru pada suatu

industri. Schumpeter mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam

konteks bisnis serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya.

Page 17: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

3. Harvey Leibenstein (1968, 1979)

Kewirausahaan mencakup kegiatan-kegiatann yang dibutuhkan untuk menciptakan atau

melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi

dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya.

4. Israel Kirzner (1979)

Wirausahawan mengenali dan bertindak terhadap peluang pasar. Entrepreneurship Center at

Miami University of Ohio mendefinisikan Kewirausahaan sebagai proses mengidentifikasi,

mengembangkaan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide

inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses

tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi resiko atau ketidakpastian .

(Anonim, tt)

Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pengertian tersebut adalah bahwa

kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluang-peluang yang

muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan atau

kombinasi input yang produktif. Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko

atau peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan innovatif.

Wirausahawan adalah orang yang merubah nilai sumber daya, tenaga kerja, bahan dan faktor

produksi lainnya menjadi lebih besar daripada sebelumnya dan juga orang yang melakukan

perubahan, inovasi dan cara-cara baru (Anonim, tt).

Kesimpulan lain dari kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda

nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial,

psikologi dan sosial yang menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan

pribadi. Istilah wirausaha muncul kemudian setelah dan sebagai padanan wiraswasta yang sejak

awal sebagian orang masih kurang sreg dengan kata swasta. Persepsi tentang wirausaha sama

dengan wiraswasta sebagai padanan entrepreneur. Perbedaannya adalah pada penekanan pada

kemandirian (swasta) pada wiraswasta dan pada usaha (bisnis) pada wirausaha (Anonim, tt).

Ciri-ciri dan watak kewirausahaan antara lain :

1. Percaya diri, keyakinan, ketidaktergantungan, individualistis, dan optimisme

Page 18: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

2. Berorientasi pada tugas dan hasil kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba,

ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energetik dan

inisiatif

3. Pengambilan resiko kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar dan suka tantangan

4. Kepemimpinan perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi

saran-saran dan kritik

5. Keaslian inovatif dan kreatif serta fleksibel

6. Berorientasi ke masa depan dan perspektif

(Anonim, tt)

Ciri-ciri wirausaha yang berhasil antara lain :

a. Memiliki visi dan tujuan yang jelas. Hal ini berfungsi untuk menebak ke mana langkah

dan arah yang dituju sehingga dapat diketahui langkah yang harus dilakukan oleh

pengusaha tersebut.

b. Inisiatif dan selalu proaktif. Ini merupakan ciri mendasar di mana pengusaha tidak hanya

menunggu sesuatu terjadi, tetapi terlebih dahulu memulai dan mencari peluang sebagai

pelopor dalam berbagai kegiatan.

c. Berorientasi pada prestasi. Pengusaha yang sukses selalu mengejar prestasi yang lebih

baik daripada prestasi sebelumnya. Mutu produk, pelayanan yang diberikan, serta

kepuasan pelanggan menjadi perhatian utama. Setiap waktu segala aktifitas usaha yang

dijalankan selalu dievaluasi dan harus lebih baik dibanding sebelumnya.

d. Berani mengambil risiko. Hal ini merupakan sifat yang harus dimiliki seorang pengusaha

kapanpun dan dimanapun, baik dalam bentuk uang maupun waktu.

e. Kerja keras. Jam kerja pengusaha tidak terbatas pada waktu, di mana ada peluang di situ

dia datang. Kadang-kadang seorang pengusaha sulit untuk mengatur waktu kerjanya.

Benaknya selalu memikirkan kemajuan usahanya. Ide-ide baru selalu mendorongnya

untuk bekerja kerjas merealisasikannya. Tidak ada kata sulit dan tidak ada masalah yang

tidak dapat diselesaikan.

f. Bertanggungjawab terhadap segala aktifitas yang dijalankannya, baik sekarang maupun

yang akan datang. Tanggungjawab seorang pengusaha tidak hanya pada segi material,

tetapi juga moral kepada berbagai pihak.

Page 19: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

g. Komitmen pada berbagai pihak merupakan ciri yang harus dipegang teguh dan harus

ditepati. Komitmen untuk melakukan sesuatu memang merupakan kewajiban untuk

segera ditepati dana direalisasikan.

h. Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak, baik yang

berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankan maupun tidak. Hubungan baik yang

perlu dlijalankan, antara lain kepada : para pelanggan, pemerintah, pemasok, serta

masyarakat luas (Kasmir, 2007).

Dari analisis pengalaman di lapangan, ciri-ciri wirausaha yang pokok untuk dapat berhasil dapat

dirangkum dalam tiga sikap, yaitu :

a. jujur, dalam arti berani untuk mengemukakan kondisi sebenarnya dari usaha yang

dijalankan, dan mau melaksanakan kegiatan usahanya sesuai dengan kemampuannya.

Hal ini diperlukan karena dengan sikap tersebut cenderung akan membuat pembeli

mempunyai kepercayaan yang tinggi kepada pengusaha sehingga mau dengan rela untuk

menjadi pelanggan dalam jangka waktu panjang ke depan

b. mempunyai tujuan jangka panjang, dalam arti mempunyai gambaran yang jelas

mengenai perkembangan akhir dari usaha yang dilaksanakan. Hal ini untuk dapat

memberikan motivasi yang besar kepada pelaku wirausaha untuk dapat melakukan kerja

walaupun pada saat yang bersamaan hasil yang diharapkan masih juga belum dapat

diperoleh.

c. selalu taat berdoa, yang merupakan penyerahan diri kepada Tuhan untuk meminta apa

yang diinginkan dan menerima apapun hasil yang diperoleh. Dalam bahasa lain, dapat

dikemukakan bahwa ”manusia yang berusaha, tetapi Tuhan-lah yang menentukan!”

dengan demikian berdoa merupakan salah satu terapi bagi pemeliharaan usaha untuk

mencapai cita-cita.

Faktor-faktor pendukung seseorang untuk menjadi seorang pengusaha, harus memiliki beberapa

kompetensi. Kompentensi perlu dimiliki oleh wirausahawan seperti halnya profesi lain dalam

kehidupan, yang akan mendukungnya ke arah kesuksesan. Sepuluh kompetensi yang harus

dimiliki, yaitu :

Page 20: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

1. knowing your business, yaitu mengetahui usaha apa yang akan dilakukan. Dengan kata

lain, seorang wirausahawan harus mengetahui segala sesuatu yang ada hubungannya

dengan usaha atau bisnis yang akan dilakukan.

2. knowing the basic business management, yaitu mengetahui dasar-dasar pengelolaan

bisnis, misalnya cara merancang usaha, mengorganisasi dan mengendalikan perusahaan,

termasuk dapat memperhitungkan, memprediksi, mengadministrasikan, dan

membukukan kegiatan-kegiatan usaha. Mengetahui manajemen bisnis berarti memahami

kiat, cara, proses dan pengelolaan semua sumberdaya perusahaan secara efektif dan

efisien.

3. having the proper attitude, yaitu memiliki sikap yang sempurna terhadap usaha yang

dilakukannya. Dia harus bersikap seperti pedagang, industriawan, pengusaha, eksekutif

yang sunggung-sungguh dan tidak setengah hati.

4. having adequate capital, yaitu memiliki modal yang cukup. Modal tidak hanya bentuk

materi tetapi juga rohani. Kepercayaan dan keteguhan hati merupakan modal utama

dalam usaha. Oleh karena itu, harus cukup waktu, cukup uang, cukup tenaga, tempat dan

mental.

5. managing finances effectively, yaitu memiliki kemampuan atau mengelola keuangan,

secara efektif dan efisien, mencari sumber dana, dan menggunakannnya secara tepat, dan

mengendalikannya secara akurat.

6. managing time efficiently, yaitu kemampuan mengatur waktu seefisien mungkin.

Mengatur, menghitung, dan menepati waktu sesuai dengan kebutuhannya.

7. managing people, yaitu kemampuan merencanakan, mengatur, mengarahkan atau

memotivasi, dan mengendalikan orang-orang dalam menjalankan perusahaan.

8. statisfying customer by providing high quality product, yaitu memberi kepuasan kepada

pelanggan dengan cara menyediakan barang dan jasa yang bermutu, bermanfaat dan

memuaskan.

9. knowing Hozu to Compete, yaitu mengetahui strategi atau cara bersaing. Wirausaha harus

dapat mengungkap kekuatan (strength), kelemahan (weaks), peluang (opportunity), dan

ancaman (threat), dirinya dan pesaing. Dia harus menggunakan analisis SWOT sebaik

terhadap dirinya dan terhadap pesaing.

Page 21: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

10. copying with regulation and paper work, yaitu membuat aturan atau pedoman yang jelas

tersurat, tidak tersirat (Triton, 2007).

Selain faktor-faktor pendukung di atas, terdapat pula faktor-faktor penghambat seorang

wirausaha gagal dalam menjalankan usahanya, antara lain :

1. Tidak kompeten dalam manajerial, tidak kompeten atau tidak memiliki kemampuan

dan pengetahuan mengelola usaha merupakan penyebab utama membuat perusahaan

kurang berhasil.

2. Kurang pengalaman baik dalam kempuan teknik, kemampuan memvisualiasasikan

usaha, kemampuan dalam megkoordinasikan, keterampilan dalam mengelola sumber

daya manusia, maupun kemampuan mengintegrasikan perusahaan.

3. Kurang dapat mengendalikan keuangan, agar perusahaan dapat berhasil dengan baik,

faktor utama dalam keuangan adalah memelihara aliran dana kas, mengatur

pengeluaran dan penerimaan secara cermat.

4. Gagal dalam perencanaan, perencanaan merupakan titik awal suatu kegiatan, sekali

gagal dalam perencanaan maka akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan.

5. Kurangnya pengawasan dalam peralatan, pengawasan erat kaitannya dengan efisiensi

dan efektivitas, kurang pengawasan dapat mengakibatkan penggunaan alat tidak

efisien dan efektif.

6. Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha, sikap yang setengah-setengah

akan mengakibatkan kemungkinan usaha yang dilakukan akan gagal sangat besar.

7. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan atau transisi kewirausahaan, wirausaha

yang kurang siap menghadapi dan melakukan perubahan, maka tidak akan ada

jaminan untuk menjadi wirausaha yang berhasil, keberhasilan dalam berwirausaha

Page 22: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

hanya bisa diperoleh jika berani melakukan perubahan dan mampu membuat

peralihan setiap waktu.

Page 23: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. tt. Definition entrepreneurship.

Available at : http://westaction.org/definitions/def_entrepreneurship_1.html

Last opened : March 4, 2011.

Anonim. 1997. The Role of the Pharmacist in the Health-Care System - Preparing the Future

Pharmacist: Curricular Development, Report of a Third WHO Consultative Group on the

Role of the Pharmacist Vancouver, Canada 27 - 29 August 1997.

Available at : http://apps.who.int/medicinedocs/en/

Opened : March 5, 2011.

Anonim. 2007. The Role of The Pharmacist In Promoting A Healthy Lifestyle. South Africa: The

South Africans Pharmacy Council.

Anonim. 2009. BAB I Pendahuluan.

Available at : http://digilib.ubaya.ac.id/skripsi/farmasi/F_2548_1040239/F_2548_Bab

%20I.pdf

Opened at : March 5, 2011.

Anonim b. tt. Aturan Privasi HIPAA Gagal Cukup Melindungi Privasi Pasien Dan Menghambat

Penelitian Kesehatan.

Available at :http://www.news-medical.net/news/2009/02/05/24/Indonesian.aspx?page=2

Opened at : March 5, 2011.

Djajendra, 2011. 6 Keterampilan Dasar Seorang Pemimpin: Djajendra Corporate Training

Available at :http://kecerdasanmotivasi.wordpress.com/2009/04/01/6-keterampilan-

dasar-seorang-pemimpin/

Opened at : March 5, 2011

Everard, M., M. Lesko, C. Wiback. 2006. New Tool to Enhance Role of Pharmacists In Health

Care. Geneva : Department of Medicines Policy and Standards.

Hart, A. 2007. Great Article On Skills Needed by Pharmacists.

Available at :http://pharmacistdaily.blogspot.com/2007/05/great-article-on-skills-

needed-by.html

Opened at : March 5, 2011.

Kasmir. 2007. Kewirausahaan. Jakarta : PT RajaGrafindo Perkasa.

Page 24: 9 Star Pharmacist (7,8,9)

Mangunsong, Frieda. 2009. Faktor Intrapersonal, Interpersonal, Dan Kultural Pendukung

Efektivitas Kepemimpinan Perempuan Pengusaha Dari Empat Kelompok Etnis Di

Indonesia. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 13, No. 1, Juli 2009: 19-28.

Rosmawati, H. Berlikunya Mendaki Profesi Peneliti.

Available at : http://www.biomaterial.lipi.go.id/?p=323.

Opened at : March 5, 2011.

Sharma, M. 2010. Role of Pharmacist In Clinical Research.

Available at :http://www.clinicalresearchsociety.org/career-discussions/role-of-

pharmacist-in-clinical-research/

Opened at : March 4, 2011.

Siregar, C. J.P. 2004. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. EGC : Penerbit Buku

Kedokteran Jakarta.

Suharmadi, tt. Latar Belakang Riset dan Rumusan (Identifikasi) Masalah. Jakarta : FE UMB.

Susilana, Rudi. tt. Modul 4 Metode Penelitian.

Available at: http://file.upi.edu/Direktori/DUALMODES/PENELITIAN

%20PENDIDIKAN/BBM%204.pdf

Opened at : March 5, 2011.

Stogdill, R.M. 1974. Handbook of Leadership. New York: The Free Press.

Wiedenmayer, K., R.D. Summers, C.A. Mackie, A.G. S. Gous, M. Everard. 2006. Developing

Pharmacy Practice : A Focus on Patient Care. Geneva : World Health Organization.

Wilborn,C. 2011. Research Pharmacy. New York: The Rockefeller University.

Page 25: 9 Star Pharmacist (7,8,9)