9. BAB II - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00005-AK Bab 2.pdf11 yang berlaku....

38
8 BAB II LANDASAN TEORI Pendahuluan Pembahasan Pengendalian Internal berkaitan erat dengan proses pemeriksaan akuntansi, sebab untuk dapat memahami secara sepenuhnya dan sekaligus memberi masukan yang bermanfaat, seorang Auditor dituntut untuk memahami pengendalian internal. Hal ini disinggung oleh James A. Hall (2007), yaitu bahwa komponen pengendalian internal – lingkungan pengendalian, penilaian resiko, informasi dan komunikasi, pengawasan, dan aktivitas pengendalian (selanjutnya dibahas pada hal. 23) – menyediakan informasi yang penting mengenai resiko penyalahsajian yang penting dalam laporan keuangan dan penipuan. Para auditor karenanya diharuskan untuk mendapat pengetahuan yang memadai atas pengendalian internal untuk merencanakan audit mereka. Contohnya, pengendalian internal di perusahaan mempengaruhi cara auditor akan menilai apakah perusahaan telah melaporkan semua kewajibannya. Auditor harus memahami bagaimana penjualan dilakukan, diproses, dicatat. Struktur pengendalian internal menyediakan informasi ini dan membimbing auditor dalam perencanaan berbagai pengujian tertentu untuk menetapkan kecendrungan dan keluasaan penyalahsajian laporan keuangan. Oleh karena hal tersebut diatas, maka penulis terlebih dahulu akan mengupas mengenai pengertian pemeriksaan akuntansi. Selanjutnya penulis akan membahas mengenai pengendalian internal.

Transcript of 9. BAB II - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00005-AK Bab 2.pdf11 yang berlaku....

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Pendahuluan

Pembahasan Pengendalian Internal berkaitan erat dengan proses pemeriksaan

akuntansi, sebab untuk dapat memahami secara sepenuhnya dan sekaligus memberi

masukan yang bermanfaat, seorang Auditor dituntut untuk memahami pengendalian

internal. Hal ini disinggung oleh James A. Hall (2007), yaitu bahwa komponen

pengendalian internal – lingkungan pengendalian, penilaian resiko, informasi dan

komunikasi, pengawasan, dan aktivitas pengendalian (selanjutnya dibahas pada hal.

23) – menyediakan informasi yang penting mengenai resiko penyalahsajian yang

penting dalam laporan keuangan dan penipuan. Para auditor karenanya diharuskan

untuk mendapat pengetahuan yang memadai atas pengendalian internal untuk

merencanakan audit mereka. Contohnya, pengendalian internal di perusahaan

mempengaruhi cara auditor akan menilai apakah perusahaan telah melaporkan semua

kewajibannya. Auditor harus memahami bagaimana penjualan dilakukan, diproses,

dicatat. Struktur pengendalian internal menyediakan informasi ini dan membimbing

auditor dalam perencanaan berbagai pengujian tertentu untuk menetapkan

kecendrungan dan keluasaan penyalahsajian laporan keuangan.

Oleh karena hal tersebut diatas, maka penulis terlebih dahulu akan mengupas

mengenai pengertian pemeriksaan akuntansi. Selanjutnya penulis akan membahas

mengenai pengendalian internal.

9

II.1 Pengertian Audit Secara Umum

II.1.1 Definisi Audit

Beberapa definisi audit yang penulis kutip dari beberapa sumber menuliskan

bahwa, antara lain:

1. Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf (2003):

“Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang

informasi yang dapat diukur mengenai suatu satuan usaha yang dilaksanakan

oleh seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan

melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria yang telah

ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan seorang yang independen dan

kompeten” (h. 1).

2. Sedangkan menurut Agoes S. (1999):

“Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis

oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun

oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti

pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai

kewajaran laporan keuangan tersebut”.

3. Menurut Arens, Elden, dan Beasley (2006):

“Auditing is an the accumulation and evaluation of evidence about information

to determine and report on degree of correspondence between the information,

and established criteria. Auditing should be done by a component, independent

person“ (p. 4).

10

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa auditing adalah

suatu proses untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti tentang informasi

mengenai kejadian ekonomi, yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan

independen, untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi

tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dimana hasilnya akan

disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.

II.1.2 Tujuan Audit

Tujuan audit laporan keuangan oleh auditor independen secara umum meliputi:

a. Menyatakan pendapat dari kewajaran laporan keuangan yang disajikan;

yang dalam segala hal yang material, atas posisi laporan keuangan, hasil

operasi, perubahan modal dan arus kas perusahaan, sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku.

b. Menambah kredibilitas laporan keuangan.

c. Memberikan keyakinan pada direksi dan para pemegang saham bahwa

harta perusahaan telah dikelola dengan baik dan aman.

d. Mengidentifikasikan area dimana efisiensi dapat diperbaiki dan

penghematan biaya dapat dilakukan.

Audit laporan keuangan juga dapat memiliki manfaat lainnya, yaitu :

a. Menyediakan pemeriksaan yang dilakukan secara independen dalam

informasi akuntansi yang disusun berdasarkan kriteria yang diinginkan

oleh para pihak pemakai laporan keuangan.

b. Memberikan motivasi kepada para penyusun laporan keuangan untuk

mencatat proses akuntansi dengan benar sesuai dengan prinsip akuntansi

11

yang berlaku. Jika disajikan secara tidak benar, maka akan dapat diketahui

saat dilakukan audit.

Proses Audit bertujuan untuk menilai asersi manajemen, yaitu:

1. Keberadaan atau Keterjadian (Existence or Occurrence)

Asersi tentang keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence)

berkaitan dengan apakah aktiva atau kewajiban entitas memang benar-

benar ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat benar-

benar telah terjadi selama periode tersebut.

2. Kelengkapan (Completeness)

Asersi mengenai kelengkapan (completeness) berkaitan dengan apakah

semua transaksi dan akun yang harus disajikan dalam laporan keuangan

benar-benar telah dicantumkan.

3. Hak dan Kewajiban (Right and Obligation)

Asersi mengenai hak dan kewajiban (right and obligation) berkaitan

dengan apakah aktiva telah menjadi hak entitas dan hutang memang telah

menjadi kewajiban entitas pada suatu tanggal tertentu.

4. Penilaian atau Alokasi (Valuation or Allocation)

Asersi mengenai penilaian atau alokasi (valuation or allocation) berkaitan

dengan apakah komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan beban telah

dicantumkan dalam laporan keuangan dengan jumlah yang semestinya.

5. Penyajian dan Pengungkapan (Presentation and Disclosure)

Asersi mengenai penyajian dan pengungkapan (presentation and

disclosure) berkaitan dengan apakah komponen tertentu dalam laporan

12

keuangan telah digolongkan, diuraikan, dan diungkapkan sebagaimana

mestinya.

II.1.3 Konsep Audit

Akuntansi merupakan cara pengumpulan data dan pengolahan data keuangan

yang penting untuk disajikan dalam bentuk laporan keuangan, laporan manajemen

atau ikhtisar-ikhtisar yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan

keputusan. Dengan demikian akuntansi mempunyai bentuk konstruktif, yaitu

melakukan pengolahan data yang belum seberapa berguna menjadi data yang cukup

berguna bagi para pemakainya.

Laporan keuangan di Indonesia yang disajikan berdasarkan data yang ada,

harus disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia,

sehingga laporan keuangan tersebut dapat mencerminkan keadaan atau posisi

keuangan yang wajar. SAK Indonesia disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia

(IAI), yang harus terus diperbaharui sesuai dengan kebutuhan akuntansi saat ini.

Di lain pihak, audit merupakan suatu proses yang sistematis dengan tujuan

untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti sehubungan dengan tindakan dan

kejadian ekonomi yang dilakukan, untuk mendukung pendapat akuntan mengenai

kewajaran penyajian laporan keuangan atau manajemen yang dibuat oleh

perusahaan. Hal ini tentunya berbeda dengan proses yang terjadi pada penyusunan

laporan keuangan dan atau laporan manajemen.

Perbedaan proses ini terjadi karena pada saat proses, proses audit dimulai dari

laporan keuangan dan atau laporan manajemen yang tersedia, sehingga pada proses

yang dilakukan dalam audit dilakukan berlawanan dengan proses yang dilakukan

dalam penyusunan laporan keuangan. Dengan adanya perbedaan proses diatas dapat

disimpulkan bahwa audit hanya dapat dilakukan apabila :

13

1. Terdapat laporan keuangan dan atau laporan manajemen perusahaan yang

disusun sesuai dengan siklus yang memadai.

2. Terdapat tenaga pemeriksa yang memahami standar akuntansi maupun standar

audit yang memadai.

Di indonesia, audit atas laporan keuangan harus dilakukan sesuai dengan

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), yang disusun oleh IAI.

II.1.4 Jenis-jenis Audit

Menurut Mulyadi (2002), dari jenis pemeriksaannya jenis-jenis audit dibagi

menjadi tiga yaitu:

1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)

Bertujuan untuk menilai kewajaran laporan keuangan atas dasar

kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU). Hasil

auditing terhadap laporan keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis

berupa laporan audit.

2. Audit kepatuhan (Compliance Audit)

Audit bertujuan untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan

kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit biasanya tidak dilaporkan kepada

pihak luar, tetapi kepada pihak-pihak tertentu dalam organisasi. Pimpinan

organisasi adalah pihak yang paling berkepentingan atas dipatuhinya prosedur

dan aturan yang telah ditetapkan.

3. Audit Operasional (Operational Audit)

Audit operasional merupakan merupakan review secara sistematik

kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan

tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk mengevaluasi kinerja,

14

mengindentifikasi kesempatan untuk peningkatan, dan membuat rekomendasi

untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Pihak yang memerlukan audit

operasional adalah manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit operasional

diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakan audit tersebut.

Menurut Agoes (2004), ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas:

1. Pemeriksaan umum (General Audit)

Suatu pekerjaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor

Akuntan Publik (KAP) independen dengan tujuan untuk bisa memberikan

pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan SPAP dan Kode Etik

Akuntan Indonesia, Aturan Etika KAP yang telah disahkan oleh IAI serta

Standar Pengendalian Mutu (SPM).

2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit)

Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai permintaan auditee) yang dilakukan oleh

KAP yang independen, pada akhir pemeriksaannya auditor tidak perlu

memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara

keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu

yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas.

15

II.1.5 Standar Audit

Karena akuntan publik memainkan peranan sosial yang sangat penting,

Manajemen KAP dan staf operasional mereka dituntut untuk berperilaku secara

pantas dan melaksanakan audit dan jasa lainnya dengan kualitas tinggi. IAI dan

organisasi terkait lainnya telah mengembangkan beberapa mekanisme untuk

meningkatkan kualitas audit dan perilaku profesional.

Standar audit merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung

jawab profesinya. Standar-standar ini meliputi pertimbangan mengenai kualitas

profesional mereka, seperti keahlian dan independensi, persyaratan pelaporan dan

bahan bukti.

Pedoman utama adalah sepuluh standar auditing atau 10 generally auditing

standart – GAAS. Sejak disusun oleh AICPA ditahun 1947 dan diadaptasi oleh IAI

di Indonesia sejak 1973 yang sekarang disebut Standar Auditing Yang Ditetapkan

Ikatan Akuntan Indonesia (SA-IAI).

Kesepuluh standart auditing dibagi menjadi tiga kelompok standar. Standar

umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan. Kesepuluh standar ini

terdiri dari:

A. Standar Umum

1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian

dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor.

2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi

dalam sikap harus dipertahankan oleh auditor.

3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

16

B. Standar Pekerjaan Lapangan

4. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten

harus disupervisi dengan sebaik-baiknya.

5. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian internal harus

diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan

lingkup pengujian yang harus dilakukan.

6. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,

pengamatan, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang

memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

C. Standar Pelaporan

7. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun

sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).

8. Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang didalamnya prinsip

akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan

keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi

yang diterapkan dalam periode sebelumnya.

9. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.

10. Laporan audit harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan

keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian

tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat

diberikan, maka alasan harus dinyatakan. Dalam semua hal yang mana

auditor dihubungkan dengan laporan keuangan, laporan audit harus

memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada,

dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya.

17

II.2 Penjualan dan Penerimaan Kas

II.2.1 Pengertian penjualan Tunai

Menurut Mulyadi (2001), penjualan tunai dilaksanakan oleh perusahaan

dengan cara mewajibkan pembeli melakukan pembayaran harga barang terlebih

dahulu sebelum barang tersebut diserahkan oleh perusahaan kepada pembeli. Setelah

uang diterima oleh perusahaan, barang kemudian diserahkan kepada pembeli dan

transaksi penjualan tunai kemudian dicatat oleh perusahaan (h. 255).

II.2.2 Pengertian penjualan Kredit

Menurut Mulyadi (2001), Penjualan kredit dilaksanakan oleh perusahaan

dengan cara mengirimkan barang sesuai order yang diterima dari pembelian dan

untuk jangka waktu tertentu perusahaan mempunyai tagihan kepada pembeli tersebut

untuk menghindari tidak tertagihnya piutang, setiap penjualan kredit yang pertama

kepada pembeli selalu dengan evaluasi terhadap atau tidaknya pembeli tersebut

diberi kredit (h. 212).

II.2.3 Siklus Penjualan dan Penerimaan Kas

Pemahaman atas fungsi yang terdapat dalam organisasi klien atas siklus

penjualan dan penerimaan kas, menurut Arens dan Loebbecke bermanfaat untuk

memahami bagaimana pelaksanaan audit dalam siklus ini, fungsi penjualan dan

penerimaan kas adalah sebagai berikut:

a. Pemrosesan pesanan pelanggan

Permintaan barang oleh pelanggan merupakan permintaan untuk membeli

barang dengan ketentuan tertentu. Permintaan pesanan pelanggan

menghasilkan pesanan penjualan.

18

b. Persetujuan penjualan secara kredit

Sebelum barang dikirim, seorang yang berwenang dalam perusahaan harus

menyetujui penjualan secara kredit ke pelanggan atas penjualan kredit tersebut.

Seleksi yang tidak ketat dalam persetujuan penjualan kredit seringkali

menyebabkan timbulnya piutang tak tertagih.

c. Pengiriman barang

Kebanyakan perusahaan mengakui penjualan saat barang dikirimkan. Nota

pengiriman disiapkan pada saat pengiriman dan dokumen pengiriman

diperlukan untuk kepastian penagihan atas barang yang dikirim ke pelanggan.

d. Penagihan ke pelanggan dan pencatatan penjualan

Aspek terpenting dalam penagihan adalah untuk meyakini bahwa seluruh

pengiriman barang diperlukan sebagai dasar untuk mayakini penagihan atas

pengiriman ke pelanggan mencakup pembuatan faktur penjualan rangkap dan

copyan berkas transaksi penjualan dan berkas induk piutang usaha.

e. Pemrosesan dan pencatatan penerimaan kas

Dalam pemrosesan dan pencatatan penerimaan kas, perhatian utama adalah

memungkinkan dicuri sebelum penerimaan kas dicatat. Pertimbangan utama

dalam penerapan penerimaan kas adalah seluruh kas disetor ke bank dalam

jumlah yang benar dengan tepat waktu dan dicatat di berkas termasuk berkas

penerimaan kas, yang digunakan untuk membuat jurnal penerimaan kas

memperbaharui berkas induk piutang usaha.

f. Pemrosesan dan pencatatan retur penjualan dan pengurangan penjualan

Jika pelanggan merasa tidak puas dengan barang yang diterimanya, bagian

penjualan sering kali menerima pengambilan barang dan kemudian diberikan

pengurangan harga penjualan dan berkas induk piutang usaha.

19

g. Penghapusan piutang tak tertagih

Penghapusan piutang tak tertagih terjadi ketika perusahaan berkesimpulan

bahwa suatu jumlah akan tidak tertagih lagi, maka jumlah tersebut harus

dihapuskan dan biasa ini terjadi setelah pelanggan pailit dan piutang dialihkan

ke agen penagihan.

h. Penyisihan piutang tak tertagih

Penyisihan piutang tak tertagih merupakan gambaran dari penjualan sekarang

yang diperkirakan tidak dapat ditagih dimasa depan.

II.3 Sistem Pengendalian Internal

II.3.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal

Pengendalian Internal merupakan metode yang berguna bagi manajemen untuk

menjaga kekayaan organisasi, meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja.

Disamping itu, sistem pengendalian internal dapat mengendalikan ketelitian dan

akurasi pencatatan data akuntansi.

Definisi sistem pengendalian internal yang penulis kutip dari sumber

menuliskan bahwa :

1. Menurut Committee of Sponsoring Organizations (COSO) of Treadway

Commission report, seperti dikutip oleh Bagnaroff, Moscove, Simkin (2001)

yaitu:

“A process, effected by a board of directors, management, and other

personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the

achievement of objectives in the following categories-effectiveness and

efficiency of operations,. Reliability of financial reporting, and compliance

laws and regulations”

20

Or Internal controls are the tools that managers use (but are often not

taught) to help achieve their business objective in the following categories:

• Effectiveness and efficiency of operations

• Reliability of financial reporting

• Complience with external laws and regulations” (p.211).

Definisi diatas dapat diartikan bahwa Pengendalian Internal adalah alat

yang digunakan oleh para manajer (tetapi jarang diajarkan) untuk

membantu dalam pencapaian tujuan usaha mereka dalam kategori berikut

ini :

• Efektivitas dan efisiensi operasional

• Keandalan dari laporan keuangan

• Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

2. Menurut Mulyadi (2002) yaitu:

“Struktur pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh

dewan komisaris, manajemen, dan personel lain, yang didesain untuk

memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan

berikut ini yaitu keandalan laporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum

dan peraturan yang berlaku, efektifitas dan efisiensi operasi” (h. 180).

Dari kedua definisi pengendalian tersebut terdapat beberapa konsep dasar

Pengendalian Internal sebagai berikut :

a. Pengendalian internal merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan

tertentu, bukan tujuan itu sendiri. Pengendalian internal merupakan suatu

21

rangkaian tindakan yang bersifat persuasif dan menjadi bagian tidak

terpisahkan.

b. Pengendalian internal bukan hanya terdiri dari pedoman kebijakan dari

formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang

mencakup dewan komisaris, manajemen dan personel lain.

c. Pengendalian internal dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan

memadai, bukan keyakinan mutlak bagi manajemen dan dewan komisaris

entitas. Kerterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian

internal dan pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian

tujuan pengendalian menyebabkan pengendalian internal tidak dapat

memberikan keyakinan mutlak.

d. Pengendalian internal ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling

berkaitan: pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi.

3. Menurut SPAP (2001) yaitu:

“Pengendalian internal adalah suatu proses-yang dijalankan oleh dewan

komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk

memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan

berikut ini: (a)keandalan pelaporan keuangan, (b)efektifitas dan efisiensi

operasi, dan (c)kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku” (h.

319.2).

22

II.3.2 Unsur dan Tujuan Pengendalian Internal

Menurut Mulyadi (2001), unsur pokok sistem pengendalian internal adalah:

1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.

2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan

yang cukup terhadap kekayaan, hutang, pendapatan dan biaya.

3. Praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi

4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya (h.162).

Menurut tujuannya, pengendalian internal dapat dibagi menjadi dua bagian,

yaitu:

1. Pengendalian internal akuntansi (internal accounting control)

Meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan

terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan memeriksa ketelitian dan

keandalan data akuntansi. Pengendalian internal akuntansi yang baik akan

menjamin kekayaan para investor dan kreditur yang ditanamkan dalam

perusahaan serta menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya.

2. Pengendalian internal administrative (internal administrative control)

Meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan

terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen.

Gambar II.3 berikut ini menyajikan tujuan pokok dari pengendalian internal

23

Tujuan Pokok Sistem Pengendalian Intern

Mengecek ketelitian danKeandalan data akuntansi

Mendorong dipatuhinyaKebijakan manajemn

Menjaga kekayaanorganisasi

Mendorong efisiensi

TujuanPengendalianInternAkuntansi

TujuanPengandalianInternAkuntansi

Gambar II.1 Tujuan pokok pengendalian internal

II.3.3 Struktur Pengendalian Internal

Unsur-unsur sistem pengendalian internal setiap perusahaan pada umumnya

adalah sama. Tetapi perbedaannya terletak pada dinamika interaksi unsur-unsur

tersebut untuk setiap perusahaan akan berbeda. Hal ini disesuaikan dengan industri

besar kecilnya perusahaan, dan falsafah manajemen.

Unsur-unsur pokok pengendalian internal perusahaan terdiri atas :

1. Lingkungan pengendalian (control environment)

Menurut Mulyadi (2002)

“Merupakan pengaruh gabungan dari faktor-faktor yang membentuk,

memperkuat atau memperlemah efektifitas kebijakan dan prosedur

tertentu” (h.183). Misalnya :

24

a. Falsafah manajemen dan gaya operasinya

b. Struktur organisasi perusahaan

c. Berfungsinya dewan komisaris dan komite yang dibentuk

d. Pemberian wewenang dan tanggung jawab

e. Pengendalian manajemen dalam memantau kinerja kerja

f. Kebijakan dan praktek personalia

g. Faktor eksternal yang mempengaruhi operasi dan praktek perusahaan

Lingkungan pengendalian mencerminkan keseluruhan sikap, kesadaran,

dan tindakan dari dewan komisaris, manajemen, pemilik dan pihak lain

mengenai pentingnya pengendalian dan tekanan pada perusahaan yang

bersangkutan.

2. Penaksiran resiko (risk assessment)

Merupakan metode untuk mengidentifikasikan, menganalisa, dan

mengelola resiko yang relevan dalam penyusunan laporan. Resiko dapat

berubah atau timbul karena terjadinya perubahan dalam personel, lingkungan

bisnis, peraturan, tren pasar dan lain-lain.

3. Aktivitas pengendalian (control activities)

Merupakan kebijakan dan prosedur untuk membantu menyakinkan

bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk menghadapi resiko

dalam mencapai tujuan perusahaan. Aktivitas ini mencangkup :

a. Review atas kinerja

b. Pengendalian pengolahan informasi

c. Pengendalian fisik atas kekayaan dan catatan

d. Pemisahan fungsi yang memandai

25

4. Informasi dan komunikasi (information processing and communication)

Merupakan sistem akuntansi yang terdiri dari metode dan catatan yang

dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi

perusahaan.

5. Pemantauan (monitoring)

Merupakan proses penetapan kualitas kinerja pengendalian internal

sepanjang waktu. Hal ini mencangkup penentuan desain dan operasi

pengendalian yang tepat waktu serta perbaikan terus menerus.

II.3.4 Keterbatasan Pengendalian Internal

A. Menurut Boynton, Johnson, dan Kell (2002) mengidentifikasikan keterbatasan

yang melekat (inherent limitations) pada Pengendalian Internal (h. 376). Yaitu:

1. Kesalahan dalam pertimbangan (Poor Judgement)

Kadang-kadang, manajemen dan personnel lainnya dapat melakukan

pertimbangan yang buruk dalam membuat keputusan bisnis atau dalam

melaksanakan tugas rutin karena informasi yang tidak mencukupi,

keterbatasan waktu, atau prosedur lainnya.

2. Gangguan (Breakdown)

Gangguan dalam melaksanakan pengendalian dapat terjadi ketika personal

salah memahami instruksi atau membuat kekeliruan akibat kecerobohan,

kebingungan, atau kelelahan. Perubahan sementara atau permanen dalam

personel atau dalam sistem atau prosedur juga dapat berkontribusi pada

terjadinya gangguan.

26

3. Kolusi (Collusion)

Individu yang bertindak bersama, seperti karyawan yang melaksanakan

suatu pengendalian penting bertindak bersama dengan karyawan yang lain,

konsumen atau pemasok, dapat melakukan sekaligus menutupi kecurangan

sehingga tidak dideteksi oleh pengendalian internal (misalnya, kolusi

antara tiga karyawan mulai dari departemen personel, manufaktur, dan

penggajian untuk membuat pembayaran kepada karyawan fiktif, atau

jadwal pembayaran kembali kepada seorang karyawan dalam departemen

pembelian dan pemasok atau antara seorang karyawan di departemen

penjualan dengan pelanggan.

4. Pengabaian oleh manajemen (Management Override)

Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur tertulis untuk

tujuan tidak sah seperti keuntungan pribadi atau presentasi mengenai

kondisi keuangan suatu entitas yang dinaikkan atau status ketaatan

(misalnya, menaikkan laba yang dilaporkan untuk menaikkan pembayaran

bonus atau nilai pasar dari saham entitas, atau menyembunyikan

pelanggaran dari perjanjian hutang atau ketidaktaatan hukum dan

peraturan). Praktik pengabaian (override) termasuk membuat penyajian

yang salah dengan sengaja kepada auditor dan lainnya, seperti menerbitkan

dokumen palsu untuk mendukung pencatatan transaksi penjualan fiktif.

5. Biaya lawan manfaat (Cost Versus Benefit)

Biaya pengendalian internal suatu entitas seharusnya tidak melebihi

manfaat yang diharapkan untuk diperoleh. Pengukuran yang tepat baik dari

biaya dan manfaat biasanya tidak memungkinkan, manajemen harus

27

membuat sendiri estimasi kuantitatif maupun kualitatif dalam

mengevaluasi hubungan antara biaya dan manfaat.

B. Menurut SPAP (2001) yaitu:

16 Terlepas dari bagaimana bagusnya desain dan operasinya,

pengendalian internal hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi

manajemen dan dewan komisaris berkaitan dengan pencapaian tujuan

pengendalian internal entitas. Kemungkinan pencapaian tersebut dipengaruhi

oleh keterbatasan bawaan yang melekat dalam pengendalian internal. Hal ini

mencakup kenyataan bahwa pertimbangan manusia dalam pengambilan

keputusan dapat salah dan bahwa pengendalian internal dapat rusak karena

kegagalan yang bersifat manusiawi tersebut, seperti kekeliruan atau kesalahan

yang sifatnya sederhana. Disamping itu, pengendalian dapat tidak efektif

karena adanya kolusi di antara dua orang atau lebih atau manajemen

mengesampingkan pengendalian internal.

17 Faktor lain yang membatasi pengendalian internal adalah biaya

pengendalian internal entitas tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan

dari pengendalian tersebut meskipun hubungan manfaat-biaya merupakan

kriteria utama yang harus dipertimbangkan dalam pendesainan pengendalian

internal, pengukuran tepat biaya dan manfaat umumnya tidak mungkin

dilakukan. Oleh karena itu, manajemen melakukan estimasi kualitatif dan

kuantitatif serta pertimbangan dalam menilai hubungan biaya-manfaat tersebut.

18 Adat-istiadat, kultur, dan corporate governance system dapat

mencegah terjadinya ketidakberesan yang dilakukan oleh manajemen, namun

tidak merupakan pencegahan yang bersifat mutlak. Lingkungan pengendalian

28

yang efektif juga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakberesan

semacam itu. Sebagai contoh, dewan komisaris, komite audit, dan fungsi audit

internal yang efektif dapat mengurangi perbuatan yang tidak semestinya oleh

manajemen. Sebagai alternatif, lingkungan pengendalian dapat mengurangi

efektivitas komponen yang lain. Sebagai contoh, jika adanya insentif

manajemen menciptakan lingkungan yang dapat menghasilkan salah saji

material dalam laporan keuangan, efektifitas aktivitas pengendalian dapat

dikurangi. Efektivitas pengendalian internal entitas dapat juga dipengaruhi

secara negatif oleh faktor-faktor seperti perubahan dalam kepemilikan dan

pengendalian perubahan manajemen atau personel lain, atau pengembangan

pasar atau industri entitas (h. 319.6).

II.4 Aktivitas Pengendalian Transaksi Penjualan

Pesanan penjualan dapat dilakukan secara over-the-counter, atau melalui

telepon, surat, representative penjualan traveling (traveling sales representative),

Fax, atau pertukaran data elektronik (electronic data interchange). Barang-barang

dapat diambil sendiri oleh pelanggan atau dikirimkan oleh penjual. Transaksi

penjualan ini biasanya dicatat dengan menggunakan sistem komputer yang dapat

memproses transaksi secara berurut atau dengan model pemrosesan batch. Aktivitas

pengendalian selama transaksi penjualan berlangsung disesuaikan dengan perubahan

situasi.

Dimulai dengan menjelaskan setiap fungsi yang terkait dalam pemrosesan

transaksi ini, dan bagaimana aktifitas pengendalian saling berhubungan satu sama

lain untuk mengurangi resiko salah saji dalam asersi laporan keuangan yang di

29

pengaruhi oleh transaksi penjualan. Dilanjutkan dengan mengidentifikasi sejumlah

dokumen dan catatan yang umumnya digunakan dalam pemrosesan transaksi ini.

II.4.1 Fungsi-fungsi

Fungsi-fungsi yang terkait dalam penjualan:

1. Fungsi Penjualan

Bertanggung jawab untuk menerima order dari pembeli, mengedit order dari

pelanggan sehingga menjadi pesanan penjualan (sales order) dan meminta

otorisasi kredit.

2. Fungsi Kredit

Bertugas untuk memverifikasi kelayakan pemberian kredit.

3. Fungsi Gudang

Bertanggung jawab untuk menyimpan barang yang dipesan oleh pelanggan,

serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman.

4. Fungsi Pengiriman

Bertugas menyerahkan barang atas dasar surat order pengiriman yang

diterimanya dari fungsi penjualan, dan bertanggung jawab untuk menjamin

bahwa tidak ada barang yang keluar dari perusahaan tanpa ada otorisasi dari

yang berwenang.

5. Fungsi Penagihan

Bertugas untuk memuat dan mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan,

serta menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan

oleh fungsi akuntansi.

30

6. Fungsi Akuntansi

Bertugas untuk mencatat piutang yang timbul dari transaksi penjualan baik

tunai maupun kredit, membuat dan mengirimkan pernyataan piutang kepada

para debitur serta membuat laporan penjualan dan untuk mencatat harga pokok

persediaan yang dijual ke dalam kartu persediaan.

II.4.2 Pengendalian Internal atas Fungsi Penjualan

Penjualan merupakan aktivitas yang penting didalam suatu perusahaan karena

dari penjualan diperoleh sumber pendapatan berupa laba untuk membiayai

kelangsungan hidup perusahaan. Siklus penjualan dimulai dari permintaan barang

oleh pelanggan sampai berpindahnya kepemilikan barang dari penjual ke pelanggan

dengan sistem pembayaran tunai ataupun dengan pembayaran kredit.

Menurut Mulyadi (2001):

“Kegiatan penjualan terdiri dari transaksi penjualan barang atau jasa, baik

secara kredit maupun secara tunai. Dalam transaksi penjualan kredit, jika order

dari pelanggan telah dipenuhi dengan pengiriman barang atau penyerahan jasa,

untuk jangka waktu tertentu perusahaan memiliki piutang kepada

pelanggannya. Kegiatan penjualan secara kredit ini ditangani oleh perusahaan

melalui sistem penjualan kredit.”

Unsur pokok pengendalian terdiri dari:

A. Organisasi

1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit.

2. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit.

3. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas.

31

4. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan,

fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi.

Tidak ada transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap

hanya oleh satu fungsi tersebut.

B. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan

1. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan

menggunakan formulir surat pengiriman.

2. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan

membubuhkan tanda tangan pada credit copy.

3. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman

dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah dikirim” pada

copy surat order pengiriman.

4. Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan

potongan penjualan berada ditangan Direktur Pemasaran dengan

penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut.

5. Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan

membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan.

6. Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal

penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan

cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber.

7. Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang

didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat.

C. Praktik yang Sehat

1. Surat order pengiriman bernomor urut cetak dan pemakaiannya

dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.

32

2. Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya

dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan.

3. Secara periodik fungsi akuntansi mengirimkan pernyataan piutang

(account receivable statement) kepada setiap debitur untuk mengkaji

ketelitian catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut.

4. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening

kontrol piutang dalam buku besar (h.221).

Menurut James (2007)

Aktivitas Pengendalian Pemrosesan Penjualan

Otorisasi Transaksi

Pemisahan Tugas

Catatan Akuntansi

Akses

Verifikasi independent

Pemeriksaan Kredit

Kebijakan Retur Barang

Kredit dipisahkan dari pemrosesan

Pengendalian persediaan dipisah dari gudang

Buku besar pembantu piutang dagang dipisah dari

buku besar umum

Pesanan penjualan, Jurnal penjualan, Buku besar

pembantu piutang dagang (buku besar umum),

Buku besar pembantu persediaan, Pengendalian

persediaan, Akun penjualan (buku besar umum)

Akses fisik ke persediaan

Akses ke catatan akuntansi diatas

Departemen pengiriman; departemen penagihan,

buku besar umum

(p.244)

33

II.4.3 Dokumen dan Catatan Umum

Sejumlah dokumen dan catatan yang digunakan oleh perusahaan besar dalam

pemrosesan transaksi penjualan kredit seringkali mencakup kal-hal berikut:

1. Pesanan pelanggan

Permintaan barang dagang oleh pelanggan yang diterima langsung dari

pelanggan atau melalui wiraniaga (sales person). Pesanan ini dapat berupa

formulir yang disiapkan oleh penjual atau formulir pesanan pembelian yang

dibuat oleh pembeli.

2. Pesanan penjual

Formulir yang menunjukkan deskriptif, kuantitas, dan data lainnya yang

berkaitan dengan pesanan pelanggan. Pesanan pelanggan ini berfungsi sebagai

dasar dimulainya transaksi dan pemrosesan internal atas pesanan pelanggan

oleh penjual.

3. Dokumen pengiriman

Formulir yang digunakan untuk menunjukkan rincian dan tanggal setiap

pengiriman. Dokumen ini dapat berupa bill of leading, yang berfungsi sebagai

pemberitahuan formal atas penerimaan barang yang dikirimkan oleh kurir.

Dokumen pengiriman lainnya termasuk slip pengepakan yang merinci item-

item yang dikirimkan.

4. Faktur penjualan

Faktur yang menyatakan penjualan tertentu, termasuk jumlah terutang, syarat,

dan tanggal penjualan. Formulir ini digunakan untuk menagih pelanggan dan

memberikan dasar untuk mencatat penjualan.

34

5. Daftar harga yang diotorisasi

Daftar atau file induk komputer yang berisi harga barang-barang yang

diotorisasi yang ditawarkan untuk dijual.

6. File transaksi komputer

File komputer yang berisi transaksi penjualan yang diselesaikan. File ini

digunakan untuk mencetak faktur penjualan serta jurnal penjualan, dan

memperbaharui file induk piutang usaha, persediaan, serta buku besar.

7. Jurnal penjualan

Daftar jurnal dari transaksi penjualan yang telah diselesaikan.

8. File induk pelanggan

File yang berisi informasi tentang pengiriman dan penagihan pelanggan serta

batas kredit pelanggan.

9. File induk piutang usaha

File yang berisi informasi tentang transaksi dan saldo dari setiap pelanggan.

File ini berfungsi sebagai dasar untuk menyusun buku pembantu piutang

usaha.

10. Laporan bulanan pelanggan

Laporan yang dikirimkan ke setiap pelanggan yang menunjukkan saldo awal,

transaksi selama periode berjalan, dan saldo akhir.

II.4.4 Perolehan Pemahaman dan Penilaian Resiko Pengendalian

Auditor harus memperoleh pemahaman atas siklus penjualan yang mencukupi

untuk merencanakan pemeriksaan. Yaitu auditor perlu mempunyai pemahaman yang

cukup untuk dapat:

35

1. Mengidentifikasi jenis salah saji potensial.

2. Mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi resiko salah saji yang

material.

3. Merancang pengujian substantive.

Jika auditor berencana menilai resiko pengendalian yang rendah atas sebuah

asersi, maka sangat penting bagi dia untuk memperoleh pemahaman mengenai

prosedur pengendalian untuk asersi tersebut. Pengujian pengendalian merupakan

sarana untuk menentukan keefektifan pengendalian.

II.5 Aktivitas Pengendalian Transaksi Penerimaan Kas

Penerimaan kas merupakan hasil dari beberapa aktivitas. Sebagai contoh, kas

diterima dari hasil transaksi pendapatan, pinjaman jangka pendek atau jangka

panjang, serta aktiva lainnya. Lingkup bagian ini dibatasi pada penerimaan kas dari

penjualan tunai dan penagihan dari pelanggan atas penjualan kredit.

Fungsi penerimaan kas yang meliputi pemrosesan penerimaan kas dari

penjualan tunai dan kredit, termasuk sub fungsi sebagai berikut:

1. Menerima penerimaan kas

2. Menyetorkan kas ke bank

3. Mencatat penerimaan kas

Sebagaimana dalam kasus transaksi penjualan kredit, pemisahan tugas untuk

melakukan fungsi-fungsi ini merupakan aktivitas pengendalian internal yang penting.

Fungsi-fungsi, aktivitas pengendalian yang berlaku, dan asersi yang relevan serta

tujuan audit spesifik akan dijelaskan dalam bagian tersebut. Banyak dari

pengendalian tersebut berkaitan dengan penerimaan dan penyetoran kas yang

36

melibatkan cek dan saldo secara manual daripada dengan komputer. Pengendalian

komputer paling efektif dalam mengendalikan pencatatan subfungsi.

Resiko utama dalam memproses transaksi penerimaan kas adalah kemungkinan

pencurian kas sebelum atau sesudah pencatatan penerimaan kas dibuat. Dengan

demikian, prosedur pengendalian harus memberikan kepastian yang layak bahwa

dokumentasi penetapan tanggung jawab telah dibuat pada saat kas diterima dan

bahwa kas telah disimpan ditempat yang aman. Resiko kedua adalah kemungkinan

terjadinya kesalahan dalam pemrosesan penerimaan kas berikutnya.

II.5.1 Fungsi-fungsi

II.5.1.1 Fungsi-fungsi Sistem Penerimaan Kas dari Penjualan Tunai

1. Fungsi Penjualan

Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung

jawab untuk menerima order dari pembeli, mengisi faktur penjualan tunai, dan

menyerahkan faktur tersebut kepada pembeli untuk kepentingan pembayaran

harga barang ke fungsi kas. Fungsi ini berada pada Bagian Penjualan.

2. Fungsi Kas

Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung

jawab sebagai penerima kas dari pembeli. Fungsi ini berada pada Kasir.

3. Fungsi Gudang

Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung

jawab untuk menyiapkan barang yang dipesan oleh pembeli, serta

menyerahkan barang tersebut ke fungsi pengiriman. Fungsi ini berada pada

Bagian Gudang.

37

4. Fungsi Pengiriman

Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung

jawab untuk membungkus barang dan menyerahkan barang yang telah dibayar

harganya kepada pembeli. Fungsi ini berada pada Bagian Pengiriman.

5. Fungsi Akuntansi

Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung

jawab sebagai pencatat transaksi penjualan dan penerimaan kas dan pembuat

laporan penjualan. Fungsi ini berada pada Bagian Jurnal.

II.5.1.2 Fungsi-fungsi Sistem Penerimaan Kas dari Piutang

1. Fungsi Sekretariat

Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi sekretariat bertanggung

jawab dalam penerimaan cek dan surat pemberitahuan melalui pos dari para

debitur perusahaan. Fungsi sekretariat bertugas untuk membuat daftar surat

pemberitahuan yang diterima bersama cek dari para debitur. Fungsi ini berada

pada Bagian Sekretariat.

2. Fungsi Penagihan

Jika perusahaan melakukan penagihan piutang langsung kepada debitur melalui

penagih perusahaan, fungsi penagihan bertanggung jawab untuk melakukan

penagihan kepada debitur perusahaan berdasarkan daftar piutang yang ditagih

yang dibuat oleh fungsi akuntansi. Fungsi ini berada pada Bagian Penagihan.

3. Fungsi Kas

Fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan cek dari fungsi sekretariat (jika

pelaksanaan penagihan piutang melalui pos) atau dari fungsi penagihan (jika

pelaksanaan penagihan piutang melalui penagih perusahaan). Fungsi kas

38

bertanggung jawab untuk menyetorkan kas yang diterima dari berbagai fungsi

tersebut kepada bank dengan segera. Fungsi ini berada pada Kasir.

4. Fungsi Akuntansi

Fungsi akuntansi bertanggung jawab dalam pencatatan penerimaan kas dari

piutang ke dalam jurnal penerimaan kas dan berkurangnya piutang ke dalam

kartu piutang. Fungsi ini berada pada Bagian Piutang.

5. Fungsi Pemeriksa Internal

Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi pemeriksaan internal

bertanggung jawab dalam melaksanakan penghitungan kas yang ada ditangan

fungsi kas secara periodik. Disamping itu, fungsi pemeriksa internal

bertanggung jawab dalam melakukan rekonsiliasi bank, untuk mengecek

ketelitian catatan kas yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi. Fungsi

pemeriksa internal berada pada Bagian Pemeriksa Internal.

II.5.2 Pengendalian Internal atas Fungsi Penerimaan Kas

II.5.2.1 Unsur Pengendalian Internal dalam Sistem Penerimaan Kas dari

Penjualan Tunai

A. Organisasi

1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kas.

2. Fungsi kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.

3. Transaksi penjualan tunai harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi

kas, fungsi pengiriman dan akuntansi.

B. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan

4. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan

menggunakan formulir faktur penjualan tunai.

39

5. Penerimaan kas diotorisasi oleh fungsi kas dengan cara membubuhkan cap

“lunas” pada faktur penjualan tunai dan penempelan pita register kas pada

faktur tersebut.

6. Penjualan dengan kartu kredit bank didahului dengan permintaan otorisasi

dari bank penerbit kartu kredit.

7. Penyerahan barang diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara

membubuhkan cap “sudah diserahkan” pada faktur penjualan tunai.

8. Pencatatan kedalam buku jurnal diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan

cara memberikan tanda pada faktur penjualan tunai.

C. Praktik yang Sehat

9. Faktur penjualan tunai bernomor urut tercetak dan pemakaiannya

dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.

10. Jumlah kas yang diterima dari penjualan tunai disetor seluruhnya ke bank

pada hari yang sama dengan transaksi penjualan tunai atau hari kerja

berikutnya.

11. Penghitungan saldo kas yang ada ditangan fungsi kas secara periodik dan

secara mendadak oleh fungsi pemeriksa internal.

II.5.2.2 Unsur Pengendalian Internal dalam Sistem Penerimaan Kas dari

Piutang

A. Organisasi

1. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penagihan dan fungsi

penerimaan kas.

2. Fungsi penerimaan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.

B. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan

40

3. Debitur diminta untuk melakukan pembayaran dalam bentuk cek atas

nama atau dengan cara pemindahbukuan (giro bilyet).

4. Fungsi penagihan melakukan penagihan hanya atas dasar daftar piutang

yang harus ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi.

5. Pengkreditan rekening pembantu piutang oleh fungsi akuntansi (bagian

piutang) harus didasarkan atas surat pemberitahuan yang berasal dari

debitur.

C. Praktik yang Sehat

6. Hasil perhitungan kas harus direkam dalam berita acara penghitungan kas

dan disetor ke bank dengan segera.

7. Para penagih dan kasir harus diasuransikan.

8. Kas dalam perjalanan (baik yang ada ditangan Kasir maupun ditangan

penagih perusahaan) harus diasuransikan.

Menurut James A.Hall (2007)

Aktivitas Pengendalian Penerimaan Kas

Otorisasi Transaksi

Pemisahan Tugas

Supervisi

Catatan Akuntansi

Daftar permintaan pembayaran (pradaftar kas)

Penerima kas dipisah dari piutang dagang dan

akun kas.

Buku besar pembantu piutang dagang dipisahkan

dari buku besar.

Ruang penerimaan dokumen

Permintaan pembayaran, cek, daftar permintaan

pembayaran, jurnal penerimaan kas, buku besar

pembantu piurang dagang, akun pengendali

41

Akses

Verifikasi independent

piutang dagang, akun kas.

Akses fisik ke kas.

Akses ke catatan akuntansi.

Penerimaan kas, buku besar umum, rekonsiliasi

bank

II.5.3 Dokumen dan Catatan Umum

Dokumen dan catatan penting yang digunakan dalam pemrosesan penerimaan

kas adalah sebagai berikut:

1. Bukti penerimaan uang (remittance advice)

Dokumen yang dikirim ke pelanggan bersama dengan faktur penjualan, yang

kemudian akan dikembalikan bersama pembayaran yang menunjukkan nama

pelanggan serta nomor akun, nomor faktur, dan jumlah yang dibayarkan

(misalnya, bagian tagihan telepon yang dikembalikan bersama dengan

pembayaran).

2. Lembar perhitungan kas

Daftar kas dan cek dalam register kas. Daftar ini digunakan dalam rekonsiliasi

total penerimaan kas dengan total yang dicetak oleh register kas.

3. Ikhtisar kas harian

Laporan yang menunjukkan total penerimaan kas melalui kasir (over-the-

counter) atau pos yang diterima oleh kasir sebagai setoran.

42

4. Slip deposit yang disahkan

Daftar yang dibuat oleh penyetor dan distempel oleh bank yang menunjukkan

tanggal serta total setoran yang diterima bank dan rincian penerimaan kas

dalam setoran tersebut.

5. File transaksi penerimaan kas

File komputer atas transaksi penerimaan kas yang telah disahkan yang diterima

untuk pemrosesan, file ini digunakan untuk memperbaharui file induk piutang.

6. Jurnal penerimaan kas

Jurnal yang berisi daftar penerimaan kas dari penjualan tunai dan penagihan

piutang usaha.

II.5.4 Perolehan Pemahaman dan Penilaian Resiko Pengandalian

Tanggung jawab dan metodologi auditor untuk memenuhi persyaratan dari

standart pekerjaan lapangan kedua pada transaksi penerimaan kas, banyak prosedur

pengendalian yang terlibat dalam pemrosesan penerimaan kas merupakan

pengendalian manual, bukan prosedur pengendalian yang terprogram. Auditor

biasanya akan menggunakan kombinasi dari pengajuan pertanyaan (Internal Control

Questionnaires), observasi, dan inspeksi dokumen untuk mengumpulkan bukti

bahwa prosedur pengendalian manual sudah efektif.

43

II.6 Flowchart Aktivitas Penjualan dan Penerimaan Kas

44

45