78111285-IUFD
-
Upload
randy-yuddi -
Category
Documents
-
view
43 -
download
6
description
Transcript of 78111285-IUFD
KALA II INTRAUTERIN FETAL DEATH (IUFD) PRESBO, KETUBAN
PECAH DINI 22 JAM INFECTED PADA PRIMIGRAVIDA HAMIL
POSTTERM
Abstrak
Seorang G1P0A0, 26 tahun, umur kehamilan 42 minggu, riwayat fertilitas baik,
riwayat obstetri belum diketahui. Teraba janin tunggal, intrauterin memanjang,
punggung di kiri presbo, bokong sudah masuk panggul. Tinggi fundus uteri 29
cm, TBJ 2790 g. His (+) sedang teratur, DJJ (-), dalam persalinan, pembukaan
lengkap. Ketuban pecah 22 jam sebelum masuk rumah sakit. Penatalaksanaan ibu
dipimpin mengejan, bayi dilahirkan secara Bracht.
Kata Kunci : IUFD, Presbo, KPD, Hamil Postterm.
1
BAB I. PENDAHULUAN
1. INTRAUTERINE FETAL DEATH (IUFD)
Intrauterine Fetal Death (IUFD) adalah kematian janin (keadaan tidak adanya
tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan dengan umur kehamilan lebih dari
20 minggu atau berat badan lebih dari 500 gram (janin sudah viable).
Tanda dan gejala
− Tanda dan gejala kehamilan mungkin berkurang
− Diagnosis berdasar dari tidak adanya denyut jantung janin, pertumbuhan
uterus yang berhenti
− Berhentinya gerakan janin
Penyebab bisa dari faktor ibu, janin, atau plasenta
Kemungkinan penyebab dari faktor ibu :
− Kehamilan postterm
− Diabetes mellitus
− Sistemic lupus eritematosus
− Infeksi
− Hipertensi
− Preeklapmsia
− Eklampsia
− Hemoglobinopati
− Umur ibu hamil yang tua
− Penyakit Rh
− Ruptur uteri
− Sindrom antifosfolipid
− Hipotesi maternal akut
2
− Kematian maternal
Kemungkinan penyebab dari faktor janin:
− IUGR
− Kelainan kongenital
− Kelainan Genetik
− Infeksi (Parvovirus B-19, CMV, Listeria)
Kemungkinan penyebab dari faktor plasenta:
− Kerusakan tali pusat
− Ketuban pecah dini
− Vasa previa
Faktor resiko terjadinya IUFD:
− Multigravida
− Ras amerika atau afrika
− Umur ibu yang lanjut
− Riwayat IUFD
− Infertilitas ibu
− Hemokonsentrasi pada ibu
− Kelompok ibu dengan penyakit tertentu (seperti GBS, Ureapasma
urealitikum)
− Riwayat persalinan preterm
− Obesitas
3
2. PRESENTASI BOKONG (LETAK SUNGSANG)
Letak memanjang dengan dengan bagian terbawah bokong dengan atau
tanpa kaki dan, kejadian 3%
Jenis Presentasi Bokong
a. Presentasi bokong murni (Frank Breech Presentation)
Hanya bokong saja terbawah sedangkan kedua kaki lurus keatas
(berekstensi), sehingga kaki di depan muka janin.
b. Presentasi bokong kaki
Disamping bokong terdapat kaki presentasi bokong kaki sempurna bila
terdapat 2 kaki
c. Presentasi kaki
Presentasi kaki sempurna bila bagian terendah 2 kaki, presentasi kaki tidak
sempurna bila bagian terendah 1 kaki
d. Presentasi lutut
Presentasi lutut sempurna bila bagian terendah 2 lutut, presentasi lutut
tidak sempurna bila bagian terendah 1 lutut.
Etiologi
Pada janin yang mendekati aterm bentuk janin ovoid berusaha
menyesuaikan diri dengan bentuk kavum uteri menjadi letak emanjang dan titik
berat janin dekat kepala maka kepala mengarah kebawah maka terjadilah
presentasi kepala. Presentasi bokong akan terjadi bila terdapat faktor-faktor yang
mengganggu penyesuai diri tersebut dan perubahan titik berat janin.
Faktor ibu : panggul sempit, tumor jalan lahir, uterus yang lembek
(grandemultipara), kelainan uterus (uterus arkuatus/ bikornus), letak plasenta di
atas atau di bawah (plasenta previa); faktor janin: janin kecil/prematur, janin
4
besar, hamil ganda, cacat bawaan (hidrosefalus/anensefalus), hidramnion.
Oligohidramnion, kaki mejungkit.
Diagnosis
Denominator sakrum
Periksa luar : kepala di fundus iuteri, denyut jantung janin diatas pusat
kanan atau kiri.
Periksa dalam terutama kalau sudah ada pembukaan dan ketuban pecah
teraba 3 tonjolan ujung-ujung os kosigeus dan tuber osis iskti kanan dan kiri.
Kalau ditelusuri ujung os koksigys maka kita akan sampai ke sakrum dan dapat
teraba krista.
ketiga tonjolan ini dapat teraba anus, hati-hati memasukkan jari tangan
sampai robeknya m. spingter ani.
Pemeriksaan Rontgenologi dan ultasonopgrafi dapat menetukan keadaan
kepala defleksi atau ekstensi dan juga kelainan janin.
Mekanisme persalinan
Lahirnya bokong : garis pangkal paha (diameter bitrokanteriksa) masuk
miring/ melintang ke dalam pintu atas panggul. Trokanter depan biasanya lebih
cepat turun dan lebih rendah dibanding trokanter belakang. Setelah bokong
mendapat tahanan dari otot-otot dasar panggul terjadi laterofleksi dan badan janin
untuk menyesuaikan diri dengan lengkung panggul. Bokong depan tampak di
vulva dan dengan trokanter major depan sebagai hipomoklion terjadi laterofleksi
badan janin maka lahirlah bokong belakang melalui perineum disusul dengan
lahirnya bokong depan.
Lahirnya bahu : setelah bokong lahir terjadilah putar paksi luar sehingga
punggung sedikit ke depan dan supaya bahu dapat masuk dengan ukuran
miring/melintang di pintu bawah panggul. Setelah bahu turun terjadilah putar
paksi bahu sampai ukuran muka-belakang di pintu bawah panggul, punggung
akan berputar lagi ke samping maka lahirlah bahu.
5
Lahirnya kepala : pada saat bahu akan lahir kepala keadaan fleksi dengan
ukuran miring/melintang pintu atas panggul. Kepala mengadakan putar paksi
sedemikian rupa kuduk di bawah simfisis dan dagu disebelah. Dengan suboksiput
sebagai hipomoklion maka lahirlah berturut-turut melalui perineum dagu, mulut,
hidung, dahi dan belakang kepala.
Prognosis
Prognosis ibu
Mortalitas ibu tidak banyak berbeda, akan tetapi oleh karena tindakan
pervaginam maupun perbdominam lebih sering dilakukan maka morbiditas akan
lebih tinggi bila dibandingkan dengan persalinan presentasi belakang kepala.
Prognosis janin
Mortalitas ibu tak banyak berbeda dengan presentasi belakang kepala
morbiditas akan bertambah yaitu ruptura perinei.
Pada janin mortalitas 3 kali lebih besar dibandingkan dengan presentasi
belakang kepala dan juga morbiditasnya lebih tinggi.
Mortalitas/morbiditas meningkat disebabkan oleh karena setelah sebagian
janin lahir maka terus akan berkontraksi dan akan mengakibatkan gangguan
sirkulasi uterplasenter, janin akan bernafas, terjadi aspirasi air ketuban/
mekonium/ lender/ darah.
Waktu kepala janin masuk pintu atas panggul, tali pusat terjepit antara
kepalan dan panggul, sehingga bahaya anoksia akan bertambah maka kepala
sudah harus lahir sebelum 8 menit setelah tali pusat lahir.
Perdarahan intraknial disebabkan :
− Kepala janin harus lahir dalam waktu yang relatif pendek sehingga
kesempatan untuk mengadakan molase tidak ada.
− Tarikan yang berkelebihan pada kesukaran melahirkan kepala oleh diproporsi
kepala panggul, pembukaan belum lengkap atau kesalahan teknis.
− Pertolongan terlalu cepat menyebabkan kepala yang mengadakan kompresi
sekonyong-konyong mengadakan dekompresi.
6
− Kerusakan tulang belakang karena tarikan terlalu kuat terutama pada daerah
servikal
sering terjadi tali pusat menumbung oleh karena bagian bawah tidak
menutupi pintu atas panggul karena pertolongan dapat terjadi fraktura
humerus, klavikula, paralisis lengan karena tarikan pada pleksus brakialis.
Pengelolaan
Waktu kehamilan
Dari kausa kalau kausa dapat disingkirkan, tak ada kontra-indikasi maka
lakukan versi luar.
Mengenai versi luar ini ada yang berpendapat tidak usah
Lakukan karena kita jangan menyalahi hukum alam “Jangan berbuat lebih pandai
dari hukum alam”
Versi luar
Ialah tindakan dari luar yang dikerjakan dengan dua tangan untuk
merubah/ memperbaiki presentasi janin.
Indikasi : presentasi bokong (letak sungsang), presentasi bahu (letak
lintang)
Syarat : umur kehamilan setua mungkin nulipara kehamilan lebih dari 36
minggu, mulyipara umur kehamilan lebih dari 38 minggu (pendapat lain
dapat dimulai pada kehamilan pada kehamilan lebih dari 28 minggu
pendapat lain, lakukan kapan saja)
Ketuban utuh, tidak ada disproporsi kepala panggul, janin tunggal, hidup,
bagian bawah masih dapat didorong, dalam persalinan fase latebn
(pembukaan kurang dari 3 cm, pembukaan lengkap (versi luar dalam
keadaan steril, oleh karena kalau ketuban pecah lakukan tindakan)
Kontraindikasi : ketuban sudah pecah, hipertensi dalam kehamilan,
pembukaan sama atau lebih dari 3 cm, ruptura uteri iminen, cacat rahim
(sikatriks uterus), disproporsi kepala panggul tumor jalan lahir, perdarahan
7
antepartum, hamil ganda, gawat janin, hidramnion hidrosefalus/
anensefalus.
Penyulit : sulit, perasaan nyeri, kulit perut tebal (banyak lemak), dinding
perut tegang terutama nulipara, air ketuban sedikit, kaki janin menjungkit
ke atas, lilitan tali pusat/tali pusat pendek, his sering, kelainan uterus
(bentuk pendek/uterus septus/mioma uteri.
Bahaya untuk ibu : ketuban pecah dapat terjadi infeksi, tali pusat pendek
(dapat mengakibatkan solusio plasenta) ruputra uteri, perdarahan.
Bahaya untuk janin : ketuban pecah dapat terjadi penumbungan tali
pusat/ekstremitas, partus prematurus, janin mati dalam rahim. Lilitan tali
pusat, plasenta (solusio plasenta), letak defleksi
Persiapan : rektum/kandung kemih harus kosong, tidur
terlentang/Trendelenburg, perut tangan diberi talk, denyut jantung janin
dikontrol dulu, bantal/handuk kecil dan gurita, tungkai fleksi di pangkal
paha/lutut.
Teknik
Mobilitasi : penolong menghadap ke kaki ibu berdiri di samping kedua
tangan memegang bagian terbawah (bokong), pegang sempurna dan
dikeluarkan dari pintu atas panggul.
Eksenterasi : bagian bawah yang sudah diangkat di dorong kefosa iliaka.
Sentralisasi : penolong menghadap ke muka ibu, satu tangan pada bokong
dan tangan yang lain pada kepala, janin akan tetap fleksi maksimal, janin
membulat dan mudah diputar
Versi (rotasi) : kepala janin didorong kearah perut/muka (diluar his dan
lean) atau diputar kearah yang tahanannya sedikit (pada presentasi bahu
didorong kearah yang terdekat)
Fiksasi : bagian terendah setelah diputar dimasukkan ke pintu atas
panggul.
Kontrol : periksa denyut jantung janin 3 kali, interval 5 menit, denyut
jantung janin jelek putar kembali ke tempat semula dan bila denyut jantung
8
janin denyut jantung janin baik fiksasi dengan 2 bantal/handuk kecil di
samping perut kemudian diberi gurita.
Waktu persalinan
Waktu persalinan lakukan versi luar bila syarat dipenuhi dan tak ada
kontaindikasu.
Persalinan pervaginam (lihat bedah obstetri)
Pada garis besarnya melahirkan bokong, bahu dan kepala.
Partus spontan Bracht
Seluruh janin dilahirkan oleh tenaga ibu sendiri dan penolong hanya
menahan agar janin jangan jatuh.
Ekstraksi parsial (Manual aid)
Bokong dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri bahu, lengan dan kepala oleh
penolong.
Ekstraksi total (Ekstraksi bokong dan kstraksi kaki)
Bokong/bahu/lengan dan kepala dilahirkan oleh penolong.
Persalinan perabdominam (seksio sesar)
Seksio sesar dipertimbangkan pada presentasi bokong : kelainan panggul (panggul
sempit/patologis), janin besar diproporsi kepala panggul (nulipara berat badan
janin lebih dari 3500g. multipara berat badan janin lebih dari 4000 g), riwayat
obsrteri jelek, cacat rahim, hipertensi dalam kehamilan (preeklamsia berat,
eklamsia), ketuban pecah sebelum waktunya, kepala hiperekstensi, gawat janin,
pertumbuhan janin terlambat berat, perematuritas, nulipara (primitua/infertil/
presentasi kaki), kemajuan persalinan terganggu (lihat Partograf WHO untuk
presentasi bokong), kontraindikasi pervaginam (bekas operasi fistula?
Perineoplastik), nilai Zatuchi-Abdros kurang atau sama dengan 3
9
Skore Zatuchi-Andros
Tindakan : - Skore 3 : Seksio sesar, - Skore= 4 : Reevaluasi, kalau tetap 4
Lakukan seksio sesar, - Skore 5 Pervaginam
3. KETUBAN PECAH DINI
Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan suatu teka-teki di bidang
obstetrik, hal ini dapat dilihat dari etiologi yang belum jelas, kesulitan dalam
mendiagnosis, berhubungan dengan resiko pada ibu dan janin dan juga karena
panatalaksanaannya yang bermacam-macam dan masih merupakan kontroversi.
KPD dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban pada saat fase laten sebelum
Keterangan
N i l a i0 1 2
Paritas Nulipara MultiparaUmur kehamilan 39 minggu 38 minggu 37 mingguTaksiran berat janin 3630 g 3629 –3176 g 3175 gPernah presentasi bokong Belum pernah Pernah 1 kali Pernah 2
kaliPenurunan (station) 3 - 2 - 1pembukaan 2 cm 3 cm 4 cm
10
adanya his. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada
KPD kantung ketuban pecah sebelum fase aktif.
KPD terjadi pada 10 % kehamilan, dimana sebagian besar terjadi pada usia
kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa sebeb yang jelas.
Etiologi Dan Patogenesis
KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban,
peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian
menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban.
Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his. Pada
beberapa penelitian diketahui bahwa bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang
merupakan flora normal vagina maupun servix. Mekanisme infeksi ini belum
diketahui pasti. Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak
diketahui yang menyebabkan perubahan servix yang dapat memfasilitasi
terjadinya penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi
adalah inkompetent servix, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan koitus.
Moegni, 1999, mengemukakan bahwa banyak teori yang menyebabkan
KPD, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi. Namun
sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi. Kolagen terdapat pada lapisan
kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis
maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
interleukin-1 (IL-1) danprostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi
peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion yang
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Faktor predisposisi KPD menurut Moegni, 1999 :
a. Kehamilan multiple
b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila hygiene
buruk
d. Perdarahan pervaginam
11
e. Bakteriuria
f. pH vagina diatas 4,5
g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mm
h. Flora vagina abnormal
i. Fibronectin > 50 ng/ml
j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi
Diagnosis
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :
a. Air ketuban yang keluar dari vagina
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan ketuban
yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan ringan pada
uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya air ketuban.
b. Nitrazine test
pH vagina normal adalah 4,5 – 5,5 sedangkan air ketuban mempunyai pH
7,0 – 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah warna menjadi biru
bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik, urin, darah dan infeksi
vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal ini menyebabkan hasil
nitrazine test positif palsu.
c. Fern test
Test ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan pada air
ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis.
d. Evaporation test
e. Intraamniotic fluorescein
f. Amnioscopy
g. Diamine oxidase test
h. Fetal fibronectin
i. Alfa-fetoprotein test
Komplikasi
12
KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin, diantaranya :
a. Infeksi
Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis
korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam
(37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu
maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau
busuk, maupun leukositosis.
b. Hyaline membrane disease
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline memnrane disease
sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat
hubungan antara umur kehamilan denganhyaline membrane disease dan
chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia
kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline mebran disease
lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.
c. Hipoplasi pulmoner
Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan
fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress
respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan
bantuan ventilator.
d. Abruptio placenta
Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang
mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah
perdarahan pervaginam.
e. Fetal distress
Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan
kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga
untuk mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan
tingginya angka section cesaria pada pasien dengan KPD.
f. Cacat pada janin
g. Kelainan kongenital
13
Terapi
Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari
keadaan pasien.
a. Pasien yang sedang dalam persalinan
Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses
persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur dan
pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servix 100 % dan dilatasi
servix lebih dari 4 cm. Penggunaan tokolitik tidak efektif dan akan
mengakibatkan oedem pulmo.
b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur
Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin,
phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru janin
diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien dengan ketuban
pecah dini.
c. Pasien dengan cacat janin
Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu dilakukan
bila janin mempunyai kalainan yang membahayakan. Namun pada janin
dengan kelainan yang tidak membahayakan harus diperlakukan sebagai
janin normal, namun input yang tepat merupakan terapi yang sangat
penting.
d. Pasien dengan fetal distress
Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi tersering
ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang tidak maju
(engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika DJJ menunjukkan
pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus cepat diterminasi. Jika
janin dalam presentasi belakang kepala, maka dapat dilakukan
amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan persalinan pervaginam.
Namun bila janin tidak dalam presentasi kepala maka terapi yang dapat
dilakukan adalh section cesaria.
e. Pasien dengan infeksi
14
Pasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada
kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum
dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam,
maka dilakukan section cesaria setelah pemberian antibiotic yang
dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu dan janin. Beberapa
penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya dilakukan bila
persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12 jam diagnosis
chorioamnionitis ditegakkan.
Menurut Mansjoer, 2002 terapi ketuban pecah dini adalah :
a. Ketubaan pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit
b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan
posisi panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin
didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin
c. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah
lebih dari 6 jam, berikan antibiotik
d. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif
yaitu tirah baring dan berikan sedative, antibiotic selama 5 hari,
glukokortikosteroid dan tokolisis, namun bila terjadi infeksi maka akhiri
kehamilan
e. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam
lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan
f. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin persalinan dan
lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan
induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan bishop score
kuran dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan bishop score lebih
dari 5, section cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan bishop
score kurang dari 5.
Terapi ketuban pecah dini adalah :
15
a. Terapi konservatif
- rawat di Rumah sakit
- antibiotika jika ketuban pecah lebih dari 6 jam
- pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
- Bila umur kehamilan sudah 32-34 minggu masih keluar, maka
pada usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan
- Nilai tanda-tanda infeksi
- Pada umur kahamilan 32-34 minggu berikan steroid selama 7 hari
untuk memacu kematangan paru janin dan bila memungkinkan
perikasa kadar lesitin dan spingomyelin tiap minggu
b. Terapi Aktif
- kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi
persalinan maka induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan
section cesaria
- pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan
section cesaria
- bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
terminasi persalinan
a. Bila bishop score kurang dari 5, akhiri persalinan dengan
section cesaria
b. Bila bishop score lebih dari 5, induksi persalinan dan partus
pervaginam
c. Bila ada infeksi berat maka lakukan section cesaria
4. KEHAMILAN POSTTERM
Kehamilan Lewat Bulan, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan
lewat waktu, prolonged pregnancy, postterm pregnancy, extended pregnancy,
postdate / pos datisme atau postmaturitas adalah :
16
Kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu ( 294 hari ) atau lebih , dihitung
dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-
rata 28 hari.
Seringkali istilah postmaturitas dipakai sebagai sinonim dismaturitas, yang
sebenarnya hal ini tidak tepat. Postmaturitas merupakan diagnosis waktu yang
dihitung menurut rumus Naegele, sebaliknya dismaturitas hanya menyatakan
kurang sempurnanya pertumbuhan janin dalam kandungan akibat plasenta yang
tidak berfungsi dengan baik, sehingga janin tidak tumbuh seperti biasa, keadaan
ini dapat terjadi pada beberapa keadaan seperti hipertensi, preeklampsia,
gangguan gizi maupun pada KLB sendiri. Jadi janin dengan dismaturitas dapat
dilahirkan kurang bulan, genap bulan maupun lewat bulan.
Istilah postmaturitas lebih banyak dipakai oleh dokter ahli Kesehatan
Anak, sedang istilah post term banyak digunakan oleh dokter ahli Kebidanan.
Dari dua istilah ini sering menimbulkan kesan bahwa bayi yang dilahirkan dari
KLB disebut sebagai postmaturitas.
Sebab terjadinya kehamilan lewat bulan
Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab
terjadinya KLB belum jelas. Beberapa teori diajukan, yang pada umumnya
menyatakan bahwa terjadinya KLB sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya
persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain :
Pengaruh progesterone : Penurunan hormon progesterone dalam
kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam
memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas
uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya
KLB adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesterone.
Teori oksitosin : Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada KLB
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peranan penting dalam menimbulkan persalian dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis wanita hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga
sebagai salah satu fakor penyebab KLB.
17
Teori Kortisol/ACTH janin : Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai
“pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat
peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta, sehingga produksi progesterone berkurang dan
memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada cacad bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia
adrenal janin dan tak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan
kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung
lewat bulan.
Syaraf uterus : Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus
Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak
ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan
bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya KLB.
Heriditer. Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
KLB, mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan
berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa
bilamana seorang ibu mengalami KLB saat melahirkan anak perempuan maka
besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami KLB.
Diagnosis
Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan
diagnosis KLB. Karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan
bukan terhadap kondisi dari kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai
KLB merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Lipshutz
menyatakan bahwa kasus KLB yang tidak dapat ditegakkan secara pasti sebesar
22 %.
Dalam menentukan diagnosis KLB disamping dari riwayat haid, sebaiknya
dilihat pula dari hasil pemeriksaan antenatal.
1. Riwayat haid
18
Diagnosis KLB tidak sulit untuk ditegakkan bilamana hari pertama haid terakhir
(HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya,
diperlukan beberapa kriteria antara lain :
Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya
Siklus 28 hari dan teratur
Tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.
Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai KLB
kemungkinan adalah :
Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi
abnormal
Tanggal haid terakhir diketahui jelas namun terjadi kelambatan ovulasi
Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang
berlangsung lewat bulan ( keadaan ini sekitar 20 – 30 % dari seluruh penderita
yang diduga KLB ).
2. Riwayat pemeriksaan antenatal
Test kehamilan : bila pasien melakukan pemeriksaan test imunologik sesudah
terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah
berlangsung 6 minggu
Gerak janin : Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada
umur kehamilan 18 – 20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur
kehamilan 18 minggu sedang pada multigravida pada 16 minggu. Petunjuk umum
untuk menentukan persalinan adalah quickening ditambah 22 minggu pada
primigravida atau ditambah 24 minggu pada multiparitas
Denyut jantung janin : Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai umur
kehamilan 18 – 20 minggu sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada usia
kehamilan 10 - 12 minggu
Pernoll menyatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan sebagai KLB bila didapat
3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sbb:
Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif
19
Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop
Laennec.
3. Tinggi fundus uteri
Dalam trimester pertama, pemeriksaan tinggi fundus uteri dapat bermanfaat bila
dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi
fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.
Selanjutnya umur kehamilan dapat ditentukan secara klasik maupun memakai
rumus McDonald : TFU dalam cm X 8/7 menunjukkan umur kehamilan dalam
minggu
4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala-tungging ( crown-rump
length) memberikan ketepatan sekitar +/- 4 hari dari taksiran persalinan.
Pada umur kehamilan sekitar 16 – 26 minggu ukuran diameter biparietal dan
panjang femur memberikan ketepatan +/- 7 hari dari taksiran persalinan
Beberapa parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti lingkar
perut, lingkar kepala dan beberapa rumus yang merupakan perhitungan dari
beberapa hasil pemeriksaan parameter seperti tersebut di atas. Taksiran persalinan
tidak dapat ditentukan secara akurat bilamana BPD > 9,5 cm dengan sekali saja
pemeriksaan USG ( tunggal )
5. Pemeriksaan radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifisis
femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis
tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, epifisis kuboid pada
kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam
20
pengenalan pusat penulangan sering kali sulit juga pengaruh tidak baik terhadap
janin.
6. Pemeriksaan cairan amnion
Kadar Lesitin/spingomielin
Bila kadar lesitin/spingomielin sama maka umur kehamilan sekitar 22–28 minggu,
lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28–32 minggu, pada kehamilan genap bulan
ratio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan KLB
tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakan janin cukup umur / matang
untuk dilahirkan.
Aktivitas tromboplasti cairan amnion (ATCA)
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu
pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur
kehamilan. Yaffe menyatakan bahwa pada umur kehamilan 41-42 minggu ACTA
berkisar antara 45–65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu
didapatkan ACTA kurang dari 45 detik. Bila didapat ACTA antara 42–46 detik
menunjukkan bahwa kehaminan berlangsung lewat waktu
Sitologi cairan amniom
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion . Bila
jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10 % maka kehamilan diperkirakan
36 minggu dan apabila 50% atau lebih maka umur kehamilan 39 minggu atau
lebih
Permasalahan kehamilan lewat bulan
1. Perubahan pada plasenta
Disfungsi plasenta merupakan factor penyebab terjadinya komplikasi pada KLB
dan meningkatnya resiko pada janin. Perubahan yang terjadi pada plasenta
adalah :
Penimbunan kalsium: Pada KLB terjadi peningkatan penimbunan kalsium, hal ini
dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intra uterine yang
dapat meningkat sampai 2–4 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat
21
sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta, namun beberapa vili mungkin
mengalami degenerasi tanpa mengalami kalsifikasi.
Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang, keadaan
ini dapat menurunkan mekanisme transport dari plasenta.
Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,
fibrosis, trombosis intervili dan infark vili.
Perubahan biokimia : adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta
dan kadar DNA di bawah normal sedangkan konsentrasi RNA meningkat.
Transport kalsium tak terganggu, aliran natriun, kalium dan glukosa menurun.
Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak dan
gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin intra uterin.
2. Pengaruh pada janin
Pengaruh KLB terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa
ahli menyatakan bahwa KLB menambah bahaya pada janin, sedang beberapa ahli
lainnya menyatakan bahwa bahaya KLB terhadap janin terlalu dilebihkan.
Kiranya kebenaran terletak di antara keduanya. Beberapa pengaruh KLB terhadap
janin antara lain :
Berat janin: Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta maka
terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah
umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan
tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu . Namun seringkali pula plasenta
masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai
dengan bertambahan umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata
berat janin lebih dari 3600 gram sebesar 44,5% pada KLB sedangkan pada
kehamilan genap bulan (KGB) sebesar 30,6 %. Vorherr menyatakan risiko
persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada KLB meningkat 2 – 4 kali
lebih besar dari KGB.
Sindroma postmaturitas: dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukan
beberapa tanda seperti : gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput
22
seperti kertas ( hilangnya lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang
tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit
terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna coklat kehijauan atau
kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita dan rambut kepala
banyak atau tebal. Tidak seluruh neonatus KLB menunjukkan tanda postmaturitas
tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12 – 20 % neonatus dengan
tanda postmaturitas pada KLB. Tergantung derajat insufisiensi plasenta yang
terjadi tanda postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu :
Stadium I : Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa
kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas
Stadium II : ditambah pewarnaan mekoneum pada kulit
Stadium III : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat
Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat setelah
kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya
disebabkan karena :
Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan
Insufisiensi plasenta yang berakibat :
Pertumbuhan janin terhambat
Oligohidramnion : terjadi kompresi tali pusat, keluar mekoneum yang kental
Hipoksia janin
Aspirasi mekoneum oleh janin
Cacad bawaan : terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus
3. Pengaruh pada ibu
Morbiditas / mortalitas ibu : dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia
janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi
distosia persalinan, incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan
tindakan obstetrik dan perdarahan postpartum.
Aspek emosi : ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus
berlangsung melewati taksiran persalinan. Komentar tetangga atau teman seperti ‘
belum lahir juga ?” akan menambah frustasi ibu
23
4. Aspek mediko legal
Dapat terjadi sengketa atau masalah dalam kedudukan sebagai seorang ayah
sehubungan dengan umur kehamilan
Pengelolaan kehamilan lewat bulan
KLB merupakan masalah yang banyak dijumpai dan sampai saat ini
pengelolaanya masih belum memuaskan dan masih banyak perbedaan pendapat.
Perlu ditetapkan terlebih dahulu bahwa setiap KLB dengan komplikasi
spesifik seperti Diabetes mellitus, kelainan factor Rhesus atau isoimunisasi,
preeklampsia/ eklampsia, hipertensi kronis dan lain sebagainya yang
meningkatkan risiko terhadap janin, kehamilan jangan dibiarkan berlangsung
lewat bulan. Demikian pula pada kehamilan dengan faktor risiko lain seperti
primitua, infertilitas, riwayat obstetrik yang jelek.
Tidak ada ketentuan atau hukum yang pasti dan perlu dipertimbangkan
masing-masing kasus dalam pengelolaan KLB.
Beberapa masalah yang sering dihadapi pada pengelolaan KLB antara
lain :
− Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan
dengan tepat, sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang
diperkirakan
− Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus atau megalami
morbiditas serius bila tetap dalam rahim
− Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai
dengan tambahnya umur kehamilan dan tumbuh semakin besar
− Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita
didapatkan sekitar 70 % serviks belum matang / unfavourable / dengan
nilai Bishop rendah sehingga induksi tidak selalu berhasil
− Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi postmatur
− Pada KLB sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu ( 8%
pada kehamilan genap bulan, 14% pada KLB)
24
− Janin KLB lebih peka terhadap obat penenang dan narkose
− Bedah sesar akan menimbulkan cacad pada ibu sekarang maupun untuk
kehamilan berikut ( risiko Bedah sesar 0,7% pada genap bulan & 1,3 % pada
KLB)
Pemecahan kulit ketuban harus dengan pertimbangan matang. Pada
oligohidramnion pemecahan kulit ketuban akan meningkatkan risiko kompresi
talipusat tetapi sebaliknya dengan pemecahan kulit ketuban akan dapat diketahui
adanya mekoneum dalam cairan amnion.
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan KLB.
Beberapa kontroversi ini antara lain adalah :
− Apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41 atau 42
minggu
− Apakah dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah
ditegakkan diagnosis KLB ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara
ekspektatif yaitu menunggu dengan pemantauan terhadap kesejahteraan janin.
Pengelolaan aktif: yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia
kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif / menunggu / ekspektatif : didasarkan pandangan bahwa
persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar KLB mempunyai risiko
/ komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan operatif sehingga
menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus menerus terhadap kesejahteraan
janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung
dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.
Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan KLB adalah :
− Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (KLB)
atau bukan. Dengan demikian penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi
dari KLB ini.
− Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin .
Pemeriksaan Kardiotokografi seperti nonstres test (NST) & contraction stress
25
test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap kontraksi
uterus. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin, denyut
jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan
plasenta, jumlah dan kualitas air ketuban. Beberapa pemeriksaan laborat
dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar Estriol
− Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini
memegang peranan penting dalam pengelolaan KLB. Sebagian besar
kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik
pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana serviks telah matang.
− Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan
mencapai 41 minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan
bertambahnya umur kehamilan maka janin tumbuh besar, terjadi kemunduran
fungsi plasenta dan oligohidramnion. Kematian janin neonatus meningkat 5 –
7 % pada persalinan 42 mg atau lebih.
− Bila serviks telah matang ( dengan nilai Bishop > 5 ) dilakukan induksi
persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya
persalinan dan keadaan janin
− Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila
kehamilan tidak diakhiri :
− NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan
dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu dua kali.
− Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertical atau
indeks cairan amnion < 5 ) atau dijumpai deselerasi variable pada NST maka
dilakukan induksi persalinan.
− Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes dengan
kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, janin perlu dilahirkan
sedangkan bila CST negatif kehamilan dibiarkan berlangsung dan penilaian
janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
− Keadaan serviks ( Skor Bishop ) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien
dan kehamilan harus diakhirr bila serviks matang.
26
− Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri
Pengelolaan selama persalinan adalah :
− Pemantauan yang baik terhadap ibu ( aktivitas uterus ) dan kesejahteraan
janin. Pemakaian continous electronic fetal monitoring sangat bermanfaat
− Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
− Awasi jalannya persalinan
Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin
Cegah terjadinya aspirasi mekoneum dengan segera mengusap wajah neonatus
dan penghisapan pada tenggorokan saat kepala lahir dilanjutkan resusitasi sesuai
prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekoneum.
− Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas
Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin
postterm sehingga setiap persalinan KLB harus dilakukan pengamatan ketat dan
sebaiknya dilaksanakan di Rumah Sakit dengan pelayanan operatif dan neonatal
yang memadai.
27
BAB II
STATUS PENDERITA
A. ANAMNESIS
Tanggal 3 Juli 2007 jam 02.00 WIB
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. Sri Wahyuni
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Losari RT.03/3 Ps. Kliwon, Surakarta
Status Perkawinan : Kawin
HPMT : 13 September 2006
HPL : 20 Juni 2006
UK : 42 minggu
Tanggal Masuk : 3 Juli 2007
No.CM : 851281
Berat badan : 50 Kg
Tinggi Badan : 150 cm
2. Keluhan Utama
Kenceng-kenceng dan ingin mengejan
28
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Datang seorang G1P0A0, 26 tahun, kiriman dari rumah bersalin
dengan keterangan presbo inpartu. Pasien merasa hamil 9 bulan,.
Kenceng-kenceng teratur dirasakan sejak 9 jam yang lalu dan mulai ingin
mengejan sejak ½ jam yang lalu. Air kawah sudah dirasakan keluar sejak
22 jam yang lalu. Lendir darah (+). Gerakan janin sudah tidak sejak 3 jam
yang lalu.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat sesak nafas : Disangkal
• Riwayat Hipertensi : Disangkal
• Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
• Riwayat DM : Disangkal
• Riwayat Asma : Disangkal
• Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal
• Riwayat Minum Obat Selama Hamil : Disangkal
• Riwayat Operasi : Disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat Mondok : Disangkal
• Riwayat Hipertensi : Disangkal
• Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
• Riwayat DM : Disangkal
• Riwayat Asma : Disangkal
• Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal
6. Riwayat Fertilitas
Baik
7. Riwayat Obstetri
29
Penderita hamil baru pertama kali.
8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur, pertama kali periksa ke puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan.
Pasien periksa ke puskesmas 1 bulan sekali sampai usia kehamilan 3
bulan. Dilanjutkan 2 kali sebulan pada usia kehamilan 4 sampai 6 bulan.
Setelah itu pasien periksa 1 minggu sekali.
9. Riwayat Haid
- Menarche : 14 tahun
- Lama menstruasi : 6 hari
- Siklus menstruasi : 28 hari
10. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, telah menikah selama 1 tahun.
11. Riwayat Keluarga Berencana
Disangkal
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
Keadaan Umum : baik, CM, Gizi cukup
Tanda Vital :
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Respiratory Rate : 22 x/menit
Suhu : 38,1 0C
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjuctiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
THT : Tonsil tidak membesar, Pharinx hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-)
30
Thorax : Gld. Mammae dalam batas normal, areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Cor :
Inspeksi : IC tidak tampak
Palpasi : IC tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada ka = ki
Palpasi : Fremitus raba dada ka = ki
Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah kasar (-/-)
Abdomen:
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada
Stria gravidarum (+)
Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak membesar
Perkusi : Tympani pada bawah processus xipoideus,redup pada
daerah uterus
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Genital : Lendir darah (+) ,air ketuban (+)
Ekstremitas : Oedema
- -- -
Akral dingin
- -- -
2. Status Obstetri
Inspeksi
Kepala : Mesocephal
31
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Wajah : Kloasma gravidarum (+)
Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae
hiperpigmentasi (+)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, stria gravidarum (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), TFU 29 cm ~ TBJ janin:
2790 gram
HIS (+) 3-4x/10’/30”-40”/kuat.
Pemeriksaan Leopold
I : teraba bagian keras
kesan kepala
II : Teraba 1 bagian besar memanjang di sebelah
kanan, rata, keras kesan punggung dan
disebelah kiri teraba bagian kecil kesan
ekstremitas.
III : teraba bagian lunak, kesan bokong
IV : bokong sudah masuk panggul
Kesimpulan, teraba janin tunggal, intra uterin,
memanjang, punggung di kanan, presentasi bokong,
bokong sudah masuk panggul.
Perkusi : Tympani pada bawah processus xipoideus,redup
pada daerah uterus
Auskultasi : DJJ (-)
Genital eksterna : Vulva/uretra tidak ada kelainan, lendir darah (+),
peradangan (-), tumor (-)
Ekstremitas : Oedema
- -- -
32
akral dingin
- -- -
Pemeriksaan Dalam :
VT : vulva / uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,
portio lunak,mendatar Ø= lengkap, presbo, bokong turun
di H III-IV, sakrum di jam 12, KK (-), AK (+), keruh
berbau, STLD (+), Nietrazin Test (+)
UPD : promontorium tidak teraba
linea terminalis teraba , 1/3 bagian
spina ischiadica tidak menonjol
arcus pubis > 90
sudut MKM tumpul
kesimpulan : kesan panggul normal
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah tanggal 25 Januari 2007
Hemoglobin : 10,9 gr/dl
Hematokrit : 33,0 %
Antal Eritrosit : 4,15 x 103/uL
Antal Leukosit : 18,5 x 103/uL
Antal Trombosit : 336x 103/uL
Golongan Darah : B
GDS : 113mg/dL
Ureum : 13 mg/dL
Creatinin : 0,7 mg/dL
Na : 136 mmol/L
K : 3,8mmol/L
Ion Cl : 106
33
HbS Ag : negatif
PT : 21”
APTT : 36,9”
D. KESIMPULAN
Seorang G1P0A0, 26 tahun, UK 42 minggu, riwayat obstetri belum
diketahui, riwayat fertilitas baik, teraba janin tunggal, intra uterin
memanjang, IUFD, presbo, bokong masuk panggul. Nitrasin Test (+)
TBJ : 2790 gr
E. DIAGNOSIS AWAL
Kala II IUFD presbo KPD 22 jam infected pada primigravida h. Postterm.
F. PROGNOSIS
Baik
G. TERAPI
Pimpin mengejan
Evaluasi tanggal 3 Juli 2007 pukul 04.05
Bayi lahir secara Bracht, +, JK: perempuan, BB: 2800 gr, maserasi (-),
PB: 40 cm, tanda-tanda postmaturitas.
Pukul 04.20
Plasenta lahir spontan kesan lengkap bentuk cakram ukuran 20X20X2 cm,
panjang tali pusat 34 cm, insersi di sentral.
Lama persalinan
Kala I : 9 jam Kala II : 50 cc
KalaII : 50 menit Kala III : 30 cc
Kala III: 15 menit Kala IV : 20 cc
Total : 10 Jam 5 menit Total : 100cc
Pukul 06.20
Evaluasi 2 jam post partus
34
Kel : -
KU : baik, CM, gizi kesan cukup
VS: T: 110/70 mmHg Rr: 28x/ menit
N: 94 x/ menit t: 380C
Mata : CA(-/-), SI (-/-)
Thorax : C/P dbn
Abdomen : supel, kontraksi baik, TFU 2 jari bawah pusat
Genital : perdarahan (-), lochia (+)
Dx.: post partum secara Bracht IUFD, KPD 22 jam infected pada primigravida
h.postterm
Tx.:
− Mondok bangsal
− Lab darah rutin cito
− Amoxicillin 3x 500mg
− Metronidazol 3x500mg
− Methergin 3x1
− Ferobion 2x1
Follow up tanggal 4 Juli 2007
Kel : -
KU : baik, CM, gizi kesan cukup
VS: T: 110/70 mmHg Rr: 20x/ menit
N: 88 x/ menit t: 36,50C
Mata : CA(-/-), SI (-/-)
Thorax : C/P dbn
Abdomen : supel, kontraksi baik, TFU 2 jari bawah pusat
Genital : perdarahan (-), lochia (+)
Dx.: post partum secara Bracht IUFD, KPD 22 jam infected pada primigravida
h.postterm
Tx.:
− Amoxicillin 3x 500mg
35
− Metronidazol 3x500mg
− Methergin 3x1
− Ferobion 2x1
Follow up tanggal 5 Juli 2007
Kel : -
KU : baik, CM, gizi kesan cukup
VS: T: 110/70 mmHg Rr: 20x/ menit
N: 84 x/ menit t: 36,60C
Mata : CA(-/-), SI (-/-)
Thorax : C/P dbn
Abdomen : supel, kontraksi baik, TFU 2 jari bawah pusat
Genital : perdarahan (-), lochia (+)
Dx.: post partum secara Bracht IUFD, KPD 22 jam infected pada primigravida
h.postterm
Tx.:
− Amoxicillin 3x 500mg
− Metronidazol 3x500mg
− Methergin 3x1
− Ferobion 2x1
Analisis kasus
Pada kasus ini ditegakkan diagnosa IUFD, presbo, KPD 22 jam infected pada
primigravid, hamil postterm.
• IUFD ditegakkan dari anamnesis dari ibu yang tidak merasakan
gerakan janin sejak 3 jam SMRS. Pada pemeriksaan auskultasi
abdomen ibu, tidak didapatkan DJJ. Pada pasien ini kemungkinan
36
penyebab IUFD adalah proses infeksi yang disebabkan karena KPD
infected.
• Kala II ditegakkan dari pemeriksaan kontraksi uterus yang didapatkan
HIS (+) 3-4 x/10 menit, durasi 30-40 detik, intensitas kuat. VT dimana
didapatkan portio lunak mendatar, pembukaan lengkap, dan teraba
bokong turun di H III-IV. Karena bokong merupakan bagian janin
yang lunak, maka pembukaan pada presbo kadang tidak lengkap 10
cm.
• Presbo, ditegakkan dari pemeriksaan abdomen yaitu pada pemeriksaan
Leopold I-IV
• Diagnosa KPD 22 jam ini ditegakkan dari anamnesis dimana pasien
mengaku air kawah telah keluar 22 jam sebelum pasien datang ke
RSDM. Pada pemeriksaan VT diadapatkan kulit ketuban (-), air
ketuban (+) keruh, berbau, nitrasin test (+). Karena ketuban yang telah
pecah ini, sementara tanda-tanda infeksi telah didapatkan (suhu ibu =
38,10 C, AL: 18,5 x 103/µL, air ketuban keruh dan berbau) maka
ditegakkan pula diagnosis KPD infected.
• Kehamilan postterm dilihat dari usia kehamilan ibu dihitung dari
HPMT adalah 42 minggu.
37