Case Iufd Nike

33
KASUS Identitas Pasien Nama : Ny. Lindawati Nama suami : Tn. Jaslin Umur : 25 thn Umur : 28 thn Pendidikan : SD Pendidikan : SMP Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta Alamat : Jln. Seberang Palinggam MR : 75 58 68 Seorang pasien wanita umur 25 tahun masuk KB IGD RS M. Djamil Padang tanggal 21 September 2011 jam 20.00 WIB kiriman bidan Puskesmas dengan D/: G1P0A0H0 Gravida preterm + BJA tidak terdengar Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien tidak merasakan gerak anak sejak 3 hari yang lalu. Sebelumnya pasien sudah merasakan gerak anak mulai berkurang sejak 5 hari yang lalu, dan merasakan tidak bergerak sama sekali sejak 3 hari ini. Kemudian pasien pergi periksa ke bidan Puskesmas, oleh bidan dinyatakan bahwa denyut jantung janin tidak terdengar, dan pasien dikirim ke KB IGD RS M. Djamil Padang. Nyeri pinggang yang menjalar ke ari-ari tidak ada. 1

Transcript of Case Iufd Nike

KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. Lindawati Nama suami : Tn. Jaslin

Umur : 25 thn Umur : 28 thn

Pendidikan : SD Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jln. Seberang Palinggam

MR : 75 58 68

Seorang pasien wanita umur 25 tahun masuk KB IGD RS M. Djamil

Padang tanggal 21 September 2011 jam 20.00 WIB kiriman bidan Puskesmas

dengan D/: G1P0A0H0 Gravida preterm + BJA tidak terdengar

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien tidak merasakan gerak anak sejak 3 hari yang lalu.

Sebelumnya pasien sudah merasakan gerak anak mulai berkurang sejak 5

hari yang lalu, dan merasakan tidak bergerak sama sekali sejak 3 hari ini.

Kemudian pasien pergi periksa ke bidan Puskesmas, oleh bidan dinyatakan

bahwa denyut jantung janin tidak terdengar, dan pasien dikirim ke KB IGD RS

M. Djamil Padang.

Nyeri pinggang yang menjalar ke ari-ari tidak ada.

Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan tidak ada.

Keluar air-air yang banyak dari kemaluan tidak ada.

Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada.

Tidak haid sejak 8 bulan yang lalu.

Riwayat menstruasi : menarche umur 14 tahun, siklus tidak teratur, lama 4-6

hari, banyaknya 2-3 ganti duk/ hari, nyeri haid (-).

HPHT : lupa TP : sulit ditentukan

Gerak anak mulai dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, tidak dirasakan lagi

sejak 3 hari yang lalu.

Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), perdarahan (-).

Prenatal care : kontrol ke Puskesmas 1x/bulan.

1

Riwayat hamil tua : mual (-) , muntah (-) , perdarahan (-)

Riwayat penyakit dahulu

Tidak ada riwayat sakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular

dan kejiwaan.

Riwayat pekerjaan : IRT

Riwayat pendidikan : tamat SD

Riwayat kebiasaan : merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)

Riwayat perkawinan : 1 tahun 2010

Riwayat kehamilan / abortus/ persalinan : 1/0/0

I. Sekarang

Riwayat kontrasepsi : (-)

Riwayat Imunisasi : (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 110/60 mmHg

Frekuensi nadi : 80/menit

Frekuensi nafas : 20/menit

Suhu : 370 C

Tinggi badan : 154 cm

Berat badan : 52 kg

Mata : konjungtiva tak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cm H2 O, Kel. Thiroid tidak membesar

Thorak : jantung dalam batas normal

Paru dalam batas normal

Abdomen : Status obstetrikus

2

Genitalia : Status obstetrikus

Ekstremitas : RF +/+, RP-/-, edem -/-

STATUS OBSTETRIKUS

Muka : chloasma gravidarum (+)

Mammae : membesar, A/P hiperpigmentasi, kolostrum (+)

Abdomen :

Inspeksi : tampak membuncit sesuai usia kehamilan preterm

Linea mediana hiperpigmentasi, striae gravidarum (+)

sikatrik (-).

Palpasi L I : Fundus uteri teraba 4 jari dibawah prosesus xypodeus

teraba massa besar, lunak, noduler.

L II : teraba tahanan terbesar di sebelah kiri

teraba bagian-bagian kecil di sebelah kanan

L III : teraba massa keras, floating

L IV : tidak dilakukan

TFU : 26 cm TBA : 2015 gram His : (-)

Auskultasi : Denyut jantung janin (-)

Genitalia :

Inspeksi : V/U tenang

VT : pembukaan 1 jari, efficement 60%

Portio tebal, 1½ cm, medial, sedang

Ketuban sulit dinilai

Teraba kepala HI-II

UPD : Promontorium sulit dinilai

Linea inominata sulit dinilai

Os sakrum cekung

Dinding samping panggul lurus

Spina ischiadika tidak menonjol

Os koksigis mudah digerakkan

Arkus pubis > 90O

3

DIT : Dapat dilalui 1 tinju dewasa (>10,5 cm)

Kesan/ Panggul luas

Laboratorium

Darah :

Hb : 11,9 g% Protein total : 7,1 g/dL

Leukosit : 17.200/mm3 Albumin : 4,1 g/dL

Trombosit : 335.000/ mm3 Globulin : 3,0 g/dL

Hematokrit : 38,5% SGOT : 34 u/I

APTT : 28” SGPT : 21 u/I

PT : 13” Ureum : 10 mg/dL

Cl : 109 mmol/L Kreatinin : 0,5 mg/dL

K : 4,2 mmol/L GDS : 94 mg/dL

Na :139 mmol/L

Urine :

Protein : (-) Silinder : (-)

Glukosa : (-) Kristal : (-)

Leukosit : 0-1/LPB Epitel : (+) gepeng

Eritrosit : 0-1/LPB

Diagnosis :

G1P0A0H0 Gravid preterm 32-34 minggu + IUFD

Janin mati, tunggal, intra uterin, pres kep HI-II

Sikap :

- Kontrol KU, VS, His

- Cek darah lengkap

- Informed consent

- Kultur urine dan swab vagina

- Pematangan serviks

Rencana : Partus pervaginam

4

Lapor konsulen jaga : Dr. dr. H. Joserizal serudji, Sp.OG(K)

Advice Pematangan serviks (misoprostol 25µg - 25µg - 50µg - 50µg)

Jam 21.50 WIB

A/ Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-)

PF/ Keadaan umum : sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi nadi : 84/menit

Frekuensi nafas : 20/menit

Suhu : 370 C

HIS : (-)

Genitalia :

Inspeksi : v/u tenang

VT : pembukaan 1 jari, eff 60%

Portio tebal, 1½ cm, posterior, lunak

Ketuban sulit dinilai

Teraba kepala HI-II

Diagnosis :

G1P0A0H0 Gravid preterm 32-34 minggu + IUFD

Janin mati, tunggal, intra uterin, pres kep HI-II

Sikap :

- Kontrol KU, VS, His

- Misoprostol 25µg pervaginam

Rencana : Partus Pervaginam

22 September 2011

Jam 01.50 Wib

A/ Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+)

Keluar lendir campur darah dari kemaluan (+)

PF/ Keadaan umum : sedang

5

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Frekuensi nadi : 90/menit

Frekuensi nafas : 20/menit

Suhu : 370 C

HIS : 2x/30”/sedang

Genitalia :

Inspeksi : v/u tenang

VT : pembukaan 2-3 cm

Ketuban (+)

Teraba kepala HI-II

Diagnosis :

G1P0A0H0 Parturient preterm 32-34 minggu + Kala I fase laten + IUFD

Janin mati, tunggal, intra uterin, pres kep HI-II

Sikap :

- Kontrol KU, VS, His

- Nilai 4 jam lagi

Rencana : partus pervaginam

Jam 05.50 WIB

A/ Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+) makin sering, makin kuat dan lama

PF/ Keadaan umum : sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Frekuensi nadi : 90/menit

Frekuensi nafas : 20/menit

Suhu : 370 C

HIS : 3x/40”/Kuat

Genitalia :

Inspeksi : v/u tenang

VT : pembukaan 5-6 cm

6

Ketuban (+)

Teraba kepala H II-III

Diagnosis :

G1P0A0H0 Parturient preterm 32-34 minggu + Kala I fase aktif + IUFD

Janin mati, tunggal, intra uterin, pres kep HII-III

Sikap :

- Kontrol KU, VS, His

- Nilai 2 jam lagi

Rencana : Partus Pervaginam

Jam 07.50. WIB

A/ pasien kesakitan dan ingin mengedan

Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (+) warna kemerahan

PF/ Keadaan umum : sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Frekuensi nadi : 92/menit

Frekuensi nafas : 24/menit

Suhu : 370 C

HIS : 4x/45”/K

Genitalia :

Inspeksi : v/u tenang

VT : pembukaan 7-8 cm

Ketuban (-) sisa kemerahan

Teraba kepala H III-IV

Diagnosis :

G1P0A0H0 Parturient preterm 32-34 minggu + Kala II + IUFD

Janin mati, tunggal, intra uterin, pres kep HIII-IV

Sikap :

Kontrol KU, VS, His

7

Pimpin mengedan

Rencana : partus pervagiam

Jam 08.00 WIB

Lahir seorang anak laki-laki secara spontan dengan :

BB : 2076 gr

PB : 42 cm

A/S : -

Ditemukan kelainan congenital labiopalatoschizis

Ditemukan tanda-tanda maserasi tingkat IV

Placenta lahir spontan, lengkap satu buah dengan ukuran 14 x 14 x 2 cm, berat

± 350 gram, panjang tali pusat ± 40 cm. Incersi para centralis.

Perdarahan selama persalinan ± 80 cc.

Diagnosa : P1 A1 H0 post partus prematurus spontan

Anak mati, ibu dalam perawatan

Sikap : Awasi kala IV

Jam 10.00 WIB

A/ demam (-), nyeri perut (-), BAB (-), BAK (+), ASI (-)

PF/ Keadaan umum : sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi nadi : 88/menit

Frekuensi nafas : 20/menit

Suhu : 370 C

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-

Abdomen : Inspeksi : tidak tampak membuncit

Palpasi : fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat, kontraksi baik

NT (-), NL (-), DM (-)

Perkusi : tympani

8

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia : Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

Diagnosis : P1 A1 H0 post partus prematurus spontan

Anak mati, ibu dalam perawatan

Sikap : Kontrol KU, VS, PPV

Diet TKTP

Vulva hygiene

Mobilisasi bertahap

Therapy : Amoxicilin 3x500mg

Antalgin 3x500mg

Metronidazole 3x500mg

Benovit C 1x1

Telah dijelaskan kepada keluarga dan pasien tentang keadaan pasien

saat ini, berupa segala kemungkinan dan komplikasi yang mungkin terjadi,

berupa perdarahan dan kemungkinan terburuk sampai kematian. Pasien

dan keluarga telah mengerti akan penjelasan yang diberikan, namun tetap

meminta untuk pulang paksa.

9

TINJAUAN PUSTAKA

Kematian Janin Dalam Kandungan

Defenisi

Kematian janin dalam kandungan ialah kematian konsepsi sebelum

dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan.

Menurut WHO kematian janin dalam kandungan ialah kematian janin sesudah 28

minggu kehamilan, pada waktu lahir berat badan janin diatas 1000 gram.

(Ahluwalia 1998) meyatakan kematian janin dalam rahim mencakup kematian

janin yang terjadi baik selama kehamilan sebelum dan sesudah 28 minggu

maupun selama persalinan.

Patologi Kematian

Kematian janin akan menyebabkan rusaknya desidua plasenta yang akan

mengaktifkan trombolplastin jaringan. Tromboplastin jaringan masuk dalam

pembuluh darah ibu yang menyebabkan terjadinya pembekuan intra vaskuler

yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit menyebabkan

pembekuan darah yang luas sehingga terjadi hipofibrinogenemia.

Bila janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-

perubahan sebagai berikut :

Rigor mortis (tegang mati), berlansung 2,5 jam setelah mati, kemudian

lemas kembali.

Stadium maserasi tk I, timbul lepuh-lepuh pada kulit, lepuh ini mula-mula

terisi cairan jernih tetapi kemudian menjadi merah. Berlansung sampai 48

jam setelah janin mati.

Stadium maserasi tk II, lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban

menjadi merah coklat, terjadi setelah 48 jam janin mati.

Maserasi tk III, terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin

sangat lemas, hubungan antar tulang-tulang sangat longgar, edema

dibawah kulit, otak mencair.

10

Janin mati dikelilingi oleh cairan yang steril, terjadi proses destruktif aseptik

yang disebut maserasi. Epidermis adalah struktur pertama yang mengalami

proses tersebut, dimana terjadi gelembung dan pengelupasan kulit. Hal ini terjadi

dalam 12-24 jam setelah kematian janin. Janin menjadi sembab dan terlihat

merah kabur. Selanjutnya terjadi autolisis aseptik secara gradual terhadap

jaringan-jaringan ligamentum dan pencairan otak serta organ-organ lain.

Perubahan tersebut bervariasi tingkatnya dan dapat menimbulkan tanda-tanda

radiologist yang khas.

Etiologi

Kematian janin selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah

komplikasi penyakit dari ibu atau janin yang menyebabkan insufisiensi akut

maupun kronik. Penyebab kematian dapat tunggal atau kombinasi dari berbagai

penyebab.

Penyebab kematian akut seperti abrupsio atau komplikasi tali pusat.

Penyebab kematian subakut, seperti infeksi atau insufisiensi uteroplasenta dan

penyebab kematian yang kronik seperti insufisiensi uteroplasenta yang lama,

seperti diabetes mellitus atau reaksi imunologis.

Penyebab Kematian Akut.

Solusio plasenta, plasenta previa, vasa previa

Nasib janin pada solusio plasenta tergantung dari luasnya plasenta yang

terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,

anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang

terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat

janin.

Plasenta previa adalah keadaan dimana implantasi plasenta terletak pada

atau dekat ostium uteri internum. Gejala plasenta previa adalah perdarahan

pervaginam tanpa adanya rasa nyeri setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan

terjadi tiba-tiba tanpa penyebab dan berulang. Keadaan janin biasanya tidak

terpengaruh kecuali pada perdarahan yang banyak sehingga menimbulkan

11

gawat janin oleh sebab hipotensi pada ibu yang menyebabkan perfusi darah

menurun dan janin menderita hipoksia.

Vasa previa , suatu keadaan dimana tali pusat berinsersi diluar plasenta.

Pembuluh darah arteri dan vena umbilikalis terbentang dalam selaput ketuban.

Apabila letak pembuluh darah tersebut dekat sekali dengan pinggir servik, maka

oleh karena dilatasi servik pembuluh darah tersebut dapat robek, sering

bersamaan dengan pecahnya selaput ketuban pada tempat itu. Pada keadaan

ini darah yang keluar berasal dari janin dan menimbulkan gawat janin dan

berakhir dengan kematian janin.

Penyebab Kematian Sub Akut

Infeksi telah lama diketahui sebagai penyebab dari kematian jani. Infeksi

juga merupakan penyebab tersering persalinan preterm pada usia kehamilan 24-

29 minggu. Secara umum terdapat 3 mekanisme infeksi yang berpengaruh

terhadap kehamilan : asending infeksi, infeksi melalui plasenta dan infeksi dari

jalan lahir.

Asending infeksi terjadi ketika mikroorganisme menempel di genitalia

eksterna wanita hamil dan memasuki kantong amnion. Hal ini dapat melemahkan

kantong tersebut dan akhirnya pecah. Kuman-kuman akan menyebar melalui

kantong amnion. Janin terinfeksi akibat aspirasi kuman ke paru-paru dengan

menelannya atau melalui penetrasi ke lubang telinga.

Pada infeksi melalui plasenta, infeksi berasal dari sirkulasi ibu, kemudian

memasuki plasenta dan mempengaruhi fungsi plasenta dan dapat menyerang

janin.

Beberapa kuman tidak dapat memasuki kantong amnion atau menembus

sawar plasenta. Kuman-kuman ini membentuk koloni di genitalia externa. Ketika

persalinan , janin akan terinfeksi melalui darah ibu dan sekresi dari jalan lahir.

12

Beberapa mikorganisme yang dapat meyebabkan komplikasi terhadap

kehamilan:

Sifilis

Toksoplasmosis

Gonorhoe

Chlamydia

Streptococcus group B

Parvovirus B 19

Listerosis

Parasit malaria

Penyebab Kematian Kronik

Insufisiensi plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta baik secara

anatomi maupun fisiologi tidak mampu memberi makan dan oksigen kepada

janin, juga untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan secara

normal. Disfungsi plasenta (isufisiensi plasenta) dapat menyebabkan janin

mempunyai resiko untuk terjadinya fetal dismatur atau intra uterine growth

retardation sehingga menghasilkan small for date baby atau kematian intra

uterine.

Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan

kemudian berkurang terutama setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan

dengan penurunan kadar estriol. Akibat dari proses penuaan plasenta maka

pemasokan makanan dan oksigen akan menurun disamping spasme arteri

spiralis, janin akan mengalami pertumbuhan terhambat dan penurunan berat,

dalam hal ini disebut dismatur. Sirkulasi uteroplasenter akan berkurang dengan

50% menjadi hanya 250 ml/menit. Penyebab utama kematian perinatal ialah

hipoksia dan aspirasi mekonium.

Insufisiensi plasenta pada umumya terjadi pada kehamilan resiko tinggi

seperti diabetes, hipertensi pada kehamilan, penyaklit jantung, kehamilan

serotinus.

13

Diabetes mellitus

Komplikasi ibu dan bayi pada penderita diabetes akan meningkat karena

perubahan metabolic. Angka lahir mati terutama pada kasus dengan diabetes tak

terkendali dapat terjadi 10 kali dari normal. Diperkirakan kejadian diabetes

dalam kehamilan ialah 0,7%.

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang

menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui.

Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga

kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Sedangkan

insulin ibu tidak dapat mencapai janin. Pengendalian kadar gula terutama

dipengaruhi oleh insulin disamping hormone lain seperti estrogen, steroid dan

plasent laktogen. Akibat lambatnya reasorbsi maka terjadi hiperglikemia yang

relative lama dan ini menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan

insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal.

Yang menjadi masalah ialah bila tak mampu meningkatkan produksi

insulin, sehingga ia relative hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia atau

diabetes kehamilan (diabetes yang timbul hanya karena kehamilan). Kematian

janin pada kehamilan dengan diabetes melitus gestasional 22 kali lebih besar

dibandingkan dengan kematian janin pada ibu non diabetes melitus.

Kematian janin dihubungkan dengan kejadian ketoasidosis pada ibu

dengan diabetes dan juga karena disfungsi plasenta serta adanya komplikasi

vaskuler pada ibu dengan diabetes. Aliran darah melalui ruang intervillus

kemungkinan berkurang sebanyak 35 – 45 %, pengurangan ini disebabkan

adanya perubahan morfologi pada plasenta yaitu edema vilosa, peningkatan

percabangan dari vilus dan peningkatan volume darah intravillus janin, sehingga

mengganggu transfer oksigen dari darah ibu ke janin.

Preeklampsia

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah spasme

pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Dengan biopsy ginjal,

ditemui spasme yang hebat pada arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus

14

lumen arteriola demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel

darah merah. Bila dianggap bahwa spasme arteriola juga ditemukan juga

diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat

tampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar

oksigenasi jaringan dapat dicukupi.

Isoimunisasi Rhesus

Isoimunisasi rhesus (Rh) adalah suatu kelainan imunologik yang terjadi

pada pasien hamil Rh-negatif yang mengandung janin Rh-positif. System

imunologik pada ibu diransang untuk menghasilkan antibodi terhadap antigen

Rh, yang kemudian melintasi plasenta dan menghancurkan sel darahmerah

janin.

Kehamilan serotinus

Kehamilan yang berlansung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,

dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus

rata-rata 28 hari. (WHO 1977, FIGO 1986)

Diagnosa kehamilan posterm dapat ditentukan dari perhitungan rumus

Naegele setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Anderson et

all mendapatkan bahwa periode menstruasi terakhir merupakan predictor klinis

terbaik usia gestasi. Regularitas, jumlah dan lamanya menstruasi merupakan

faktor klinis yang penting dalam memperkirakan usia kehamilan.

Untuk mendiagnosa kehamilan posterm dapat ditentukan berdasarkan

beberapa keadaan berikut :

Pregnancy test positif tercatat saat 6 minggu dari LMP

Pemeriksaan pertama dilakukan 10 minggu usia gestasi dengan

pemeriksaan bimanual

Fetal heart tones didengar dengan Doppler pada 12 minggu usia gestasi

atau 30 minggu sejak fetal heart tones pertama klai didengar dengan

Doppler

Quickening antara 16-18 minggu

15

Fetal heart tones didengar dengan de lee stetoskop pada usia 20 minggu

gestasi atau 22 minggu sejak fetal heart tones pertama kali dengan de

lee stetoskop.

Usia gestasi dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG sebelum 28 minggu.

Tidak terpenuhinya keadaan diatas tidak dapat menguatkan usia kehamilan.

Bila pemeriksaan USG serial dilakukan terutama sejak trimester I maka hampir

dapat dipastikan usia kehamilan. Pemeriksaan USG tidak mempunyai nilai

prediksi bila dilakukan setelah 24 minggu untuk menentukan usia kehamilan.

Pemeriksaan sitologi vagina, indeks kariopiknotik > 20% mempunyai sensitifitas

70% dan tes tanpa tekanan dengan CTG mempunyai spesifisitas 100% dalam

menetukan disfungsi plasenta atau postterm.

Monitoring ibu terhadap gerakan janin dapat berguna sebagai suatu

metoda monitoring biofisik dan biokimiawi janin. Persepsi ibu terhadap gerakan

janin berhubungan dengan onset fetal hipoksia atau asfiksia. Gerakan janin

dapat ditentukan secara subjektif normal rata-rata 7 kali/20 menit atau secara

objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit)

Gangguan pertumbuhan pada serotinus merupakan akibat insufisiensi

utero plasenta. Pertama plasenta akan mengurangi suplai makanan yang

adekuat ke janin dan janin kemudian akan lahir dengan berat badan yang

berkurang karena janin menggunakan energi yang tersimpan pada jaringan

lemak dan hati. Pengurangan volume plasma janin akan mengarah pada

oligohidramnion. Kemudian plasenta akan kehilangan fungsi respirasi yang

mengakibatkan terjadinya asfiksia janin serta kemungkinan lahir mati. Kematian

bayi pada kehamilan serotinus 2 kali lebih besar dari usia kehamilan normal.

Disfungsi plasenta adalah factor komplikasi dari kehamilan posterm yang

meningkatkan resiko janin. Disfungsi plasenta terjadi kira-kira 5 – 12 %

kehamilan dan patologi plasenta ditemukan 20-40% dari semua kematian

perinatal. Disfungsi ini dapat menyebabkan hipoksia kronik yang ditemukan 60-

70% kematian janin antepartum.

16

Menurut Clifford SA (dikutip dari Freeman RK, Lagrew Jr DC,1996)

kehamilan posterm difokuskan pada janin dismatur dimana insidennya 10% pada

kehamilan 43 minggu dimana janin menjadi kurus,mekonium stained, kuku

panjang, fragile, dengan plasenta yang kecil dan resiko stillbirth.

Gangguan pertumbuhan pada postmaturitas disebabkan oleh insufisiensi

uteroplasenta. Pertama plasenta mengurangi suplai nutrisi yang adekuat

kemudian berat badan menurun ketika janin menggunakan energi yang

tersimpan pada jaringan lemak dan hati. Pengurangan volume plasma janin

mengakibatkan oligohidramnion. Dengan kerusakan pada plasenta yang lebih

lanjut menimbulkan hilangnya fungsi respirasi dan janin mengalami asfiksia dan

kemungkinan lahir mati.

Sindroma postmaturias atau disebut janin dismaturitas merupakan

komplikasi jani akibat dari fungsi plasenta yang berkurang atau disfungsi

plasenta/insufisiensi plasenta. Plasenta baik secara anatomis dan fisiologis tidak

mampu memberi makan dan oksigen pada janin untuk mempertahankan

pertumbuhan dan perkembangan secara normal. Hal ini menyebabkan

gangguan pada janin dalam bentuk dismaturitas atau gangguan pertumbuhan

intra uterine ( intra uterine growth retardation) sehingga menghasilkan bayi kecil

dari masa kehamilan.

Sindroma postmaturitas timbul tergantung dari berat dan lamanya

insufisiensi plasenta pada janin. Clifford menggambarkan janin postmatur

sebagai berikut;

Stadium I, cairan amnion jernih, bayi tampak kurus dan relative lebih

panjang, terdapat gambaran kekurangan gizi. Kulit menunjukkan

kehilangan vernik caseosa dan pengurangan lemak sub kutan. Mata

terbuka dan waspada.

Stadium II, gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan ) pada

kulit. Plasenta mengalami degenerasi yang menyebabkan fetal distress

atau anoksia.

Stadium III, kulit janin berwarna kehijauan, terdapat pewarnaan

kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.

17

Menegakkan Diagnosa

Pemeriksaan berulang-ulang sering dibutuhkan untuk mengkonfirmasikan

diagnosa.

Symptom ; tidak adanya gerakan janin yang sebelumnya pernah

dirasakan oleh pasien.

Sign ; retrogesi payudara, penurunan berat badan, perubahan nafsu

makan.

Pemeriksaan abdomen didapatkan :

Retrogesi gradual dari besar uterus

Tonus uterus berkurang dan menjadi flaccid

Gerakan janin tidak terasa selama palpasi

Bunyi jantung janin yang sebelumnya terdengar menghilang

Egg-Shell Cracking Feel , terasa retak pada kepala janin, bila muncul

merupakan patognomonic.

Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan USG tidak ditemui gerakan fetus (termasuk gerakan

jantung janin) selama 10 menit observasi yang hati-hati dengan suatu alat

pengukur waktu tertentu. Hilangnya aktivitas jantung janin mempunyai

keakuratan 100% dalam diagnosa kematian janin.

Gambaran radiology ditemukan dalam derajat yang bervariasi, tunggal

atau kombinasi. Spalding sign; tulag engkorak yang overlapping tidak teratur

satu sama lain, biasanya 7 hari setelah kematian. Hiperfleksi tulang belakang,

pada beberapa kasus hiperekstensi leher. Bayangan tulang iga yang tampak

tumpang tindih. Munculnya bayangan gas (Robert sign) pada jantung dan

pembuluh darah besar yang muncul paling cepat dalam 12 jam, tetapi sukar

diiterpretasikan.

18

Warna cairan amnion yang coklat tua dan keruh merupakan gambaran

kuat kematian janin, tapi bukan merupakan suatu kesimpulan. Pada cairan

amnion juga terjadi peningkatan creatine phophokinase dari 30mu/ml (pada

kehamilan normal) menjadi 1000 mu/ml.

Analisa cairan amnion tetap merupakan metode yang paling sering

digunakan untuk mengukur beratnya hemolisis janin, terdapat korelasi antara

jumlah pigmen empedu dalam cairan amnion dengan beratnya anemia pada

janin.

Protokol pemeriksaan penunjang IUFD, ditujukan untuk :

Mengkonfirmasikan diagnosis dengan USG atau roentgen

Memperkirakan kadar fibrinogen darah dan tromboplastin partial time

secara periodic, khususnya jika janin mati masih ada dalam 2 minggu.

Menemukan penyebab kematian.

Komplikasi

Gangguan psikologis

Infeksi

Gangguan pembekuan darah, jka janin mati tetap ada dalam rahim lebih

dari 4 minggu (10-20% kaus), dimana kemungkinan terjadi defibrinasi dari

DIC tersembunyi. Terjadi absorbsi tromboplastin secara gradual.

Selama persalinan ; inertia uteri,retensio plasenta dan HPP.

Penatalaksanaan

Non interfensi

Kira-kira 80% kasus,ekspulsi spontan terjadi dalam 2 minggu kematian.

Jika ekspulsi spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, pasien harus dirawat. Kadar

fibrinogen harus diperiksa tiap minggu, jika 2 x seminggu tidak dapat dilakukan.

Penurunan kadar fibrinogen mencapai 150mg% harus dicegah dengan control

infus heparin.

19

Interfensi

Indikasi interfensi:

Gangguan psikologis pasien

Manifestasi infeksi uterus

Fibrinogen turun dari kadar atau batas kritis sebelum diinterfensi.

Adanya kecenderungan prolong kehamilan dengan IUFD lebih dari 2

minggu.

Terminasi dini sekarang menjadi favorite, karena;

Diagnosa yang dapat dipercaya dapat dibuat dengan cepat dengan

bantuan USG

Prostaglandin tersedia untuk induksi ynag efektif

Komplikasi-komplikasi dapat dihindarkan.

Metode Terminasi

Terminasi harus dilakukan dengan indikasi secara medis :

Jika ukuran uterus tak lebih besar dari 12 minggu kehamilan dapat

dilakukan suction curettage

Jika ukuran uterus antara 12-28 minggu, prostaglandin E2 vaginal

suppositoria dapat digunakan dengan dosis percobaan. Jika tidak

menghasilkan apa yang diharapkan, dosis ditambah menjadi 20 mg tiap 3-

4 jam. Dapat juga digunakan dosis intra muscular 15 methylprostaglandin

F2α 250 µg dengan interval waktu 1,5 – 3,5 jam jika sudah terjadi rupture

membrane.

Jika kehamilan telah lebih dari 28 minggu terapi prostaglandin tidak lagi

direkomendasikan. Jika persalinan tidak terjadi dalam 2 minggu, induksi

persalinan dengan oksitosin dapat dilakukan.

Seksio cesarean pada kematian janin dalam kandungan sangat dibatasi,

kecuali pada kasus plasenta previa berta, bekas seksio cesarean dua kali atau

lebih dan anak letak lintang.

20

Management Post Partus

Memberikan dukungan moral kepada pasien

Memberikan penjelasan singkat tentang kemungkinan penyebab kematian

janin.

Laktasi ditekan dengan bromokriptin 2,5 mg 2x sehari selama 10 hari.

Setelah 6 minggu pasien dianjurkan datang ke poliklinik untuk dilakukan

pemeriksaan lanjutan dan screening untuk kehamilan selanjutnya.

21

DISKUSI

Telah dilaporkan satu kasus, wanita 25 tahun masuk KB IGD RSAM tgl 31

Maret 2005 kiriman SpoG dg D/ G2P0A1H0 gravid 41 minggu + IUFD. Dari

kasus tersebut diatas ada beberapa permasalahan yang dapat kita bahas;

1. Apakah penyebab IUFD pada pasien ini.

2. Bagaimanakah penatalaksanaan kasus ini yang seharusnya.

Pembahasan

1. Penyebab kematian janin.

Bila bayi dilahirkan mati, maka sangatlah penting untuk mencari sebab

kematian janin tersebut. Informasi dikumpulkan dari ibu meliputi komplikasi

medik dan obstetric, golongan darah, penapisan anti bodi, riwayat persalinan

sebelumnya,riwayat menstruasi termasuk siklusnya, lamanya serta kapan hari

pertama haid terakhirnya yang pasti.

Informasi tentang bagaimana keadaan bayi lahir, plasenta dan tali pusatnya.

Jika kita mempelajari pada kasus ini, dari data dan informasi yang didapatkan

dari pasien setelah dilakukan anamnesa ulang didapatkan :

Pasien sudah tidak merasakan gerak anak kira-kira 1 hari sebelum pergi

ke SpOG.

Pasien sebelumnya kontrol ke bidan sebulan sekali sampai bulan ke

sembilan kehamilan

HPHT yang dinyatakan waktu kontrol pertama adalah tgl 18 juni 2004,

dimana haidnya datang hanya 2 hari dan sedikit.

Riwayat menstruasi sebelumnya teratur 1x28 hari selama 1 minggu dan

banyak, menstruasi sebelumnya tanggal 20 Mei 2004.

Dari laporan partus didapatkan janin yang lahir beratnya 1900 gram,

ditemukan tanda maserasi tk II dan tanda-tanda postmaturitas pada bayi

baru lahir.

Dari data-data tersebut diatas penyebab kematian janin pada kasus ini

kemungkinan besar adalah kematian janin pada kehamilan posterm. Jika diambil

22

data dari riwayat menstruasinya maka HPHT-nya tgl 20 Mei 2004, berarti

kehamilannya saat dia merasakan gerak anaknya tidak ada lagi sudah 44-45

minggu.

Sesuai dengan kepustakaan pada kehamilan posterm kemungkinan untuk

terjadinya kematian janin makin tinggi, 2 kali dari kehamilan normal. Karena

semakin berkurangnya fungsi uteroplasenta, sehingga terjadi insufisiensi

plasenta yang pada akhirnya akan terjadi asfiksia janin dan berakhir dengan

kematian janin.

Pada kasus ini kehamilan postermnya tidak terpantau dengan baik karena

pasien tidak tahu kalau kehamilannya telah lewat bulan karena tanda-tanda

untuk melahirkan tidak ada. Dan hal ini bisa dikuatkan lagi dengan keadaan

bayi lahir yang ditemukan tanda-tanda postmatur seperti garis-garis telapak

tangan dan kaki yang jelas, kuku-kuku yang panjang.

Jika dilihat dari berat badan bayi lahir yang 2100 gram, panjang 46 cm dan

ditemukan maserasi tk II kemungkinan kematian janin sudah berlansung lebih

dari 2 hari, dan telah terjadi proses outolisis aseptic secara gradual terhadap

jaringan–jaringan ligamentum dan pencairan otak dan organ-organ dalam lain.

Untuk memastikan penyebab pasti kematian janin masih perlu pemeriksaan-

pemeriksaan penunjang lainnya seperti, pemeriksaan fungsi tiroid, pemeriksaan

fungsi ginjal, fungsi serum dan titer toksoplasmosis, servik perlu dikultur serta

beberapa pemeriksaan lain seperti pemeriksaan antikardiolipin anti bodi,

pemeriksaan test toleransi glukosa atau HbA1C, pemeriksaan plasenta secara

mikroskopis dan makroskopis. Walaupun sekitar 20 -30% kasus penyebab

kematian janin tetap tidak bisa ditentukan.

Untuk menentukan sudah berapa lama terjadi kematian janin perlu

pemeriksaan penunjang seperti Radiologi.

2. Penatalaksanaannya

Pada kasus ini setelah ditegakkan diagnosa IUFD, maka sikap yang diambil

adalah terminasi segera. Walaupun menurut beberapa kepustakaan bahwa pada

kasus janin mati biasanya ekspulsi spontan akan terjadi dalam 2 minggu. Namun

karena pertimbangan untuk mengurangi gangguan psikologis dari pasien dan

23

untuk menghindari resiko infeksi uterus dan timbulnya komplikasi, maka diambil

sikap terminasi segera. Adapun komplikasi yang ditakutkan terjadi dengan

kematian janin yang dibiarkan lama dalam rahim ibu adalah terdinya DIC dengan

menurunnya kadar fibrinogen dalam darah ibu sehingga dapat terjadi

perdarahan.

Terminasi yang dipilih pada pasien ini adalah dengan cara induksi persalinan

dengan terlebih dahulu memberikan induksi secara mekanik untuk pematangan

cervik dengan cara pemasangan balon kateter. Kemudian dilakukan drip induksi

5 IU sintosinon dalam 500 cc RL dengan tetesan awal 10 tetes per menit yang

dinaikan 5 tetes tiap 15 menit.

24