75164880-publikasi-ilmiah

23
ABSTRAK PROFIL KECACINGAN, KADAR HEMOGLOBIN DAN GAMBARAN PEMERIKSAAN APUSAN DARAH TEPI PERAJIN GERABAH DI DUSUN PENGODONGAN INDAH, BANYUMULEK, KEDIRI LOMBOK BARAT Kadek Manu Smerti R., Ima Arum Lestarini, Deasy Irawati Latar Belakang. Di Indonesia kecacingan (soil transmitted helminth) merupakan masalah kesehatan masyarakat terbanyak setelah malnutris. Perajin gerabah adalah populasi yang memiliki resiko tinggi untuk terinfeksi. Kecacingan seringkali dihubungkan dengan kejadian anemia defisiensi besi dan dijumpai bersamaan dalam suatu masyarakat. Pemeriksaan untuk mengetahui status anemia seseorang antara lain dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan apusan darah tepi memungkinkan melihat gambaran anemia seseorang berdasarkan morfologinya. Tujuan Penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kecacingan, kadar hemoglobin dan gambaran pemeriksaan apusan darah tepi pada perajin gerabah di Dusun Pengodongan Indah, Banyumulek, Kediri, Lombok Barat. Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif dengan pendekatan secara cross sectional. Subjek penelitian adalah perajin gerabah berusia 20-40 tahun di Dusun Pengodongan Indah, Banyumulek dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Subjek penelitian dipilih dengan purposive sampling melalui penapisan dengan kuesioner. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, pemeriksaan feses rutin, kadar hemoglobin melalui pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan apusan darah tepi. Data dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel dengan menggunakan bantuan software SPSS. Hasil dan Kesimpulan. Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 24 orang (33,8%) dari 71 subjek positif kecacingan dengan jenis trikuriasis sebanyak 62,5%, askariasis 33,3% dan 4,2% menderita askariasis maupun trikuriasis. Adapun 1

Transcript of 75164880-publikasi-ilmiah

Page 1: 75164880-publikasi-ilmiah

ABSTRAK

PROFIL KECACINGAN, KADAR HEMOGLOBIN DAN GAMBARAN PEMERIKSAAN APUSAN DARAH TEPI PERAJIN GERABAH DI DUSUN

PENGODONGAN INDAH, BANYUMULEK, KEDIRI LOMBOK BARAT

Kadek Manu Smerti R., Ima Arum Lestarini, Deasy Irawati

Latar Belakang. Di Indonesia kecacingan (soil transmitted helminth) merupakan masalah kesehatan masyarakat terbanyak setelah malnutris. Perajin gerabah adalah populasi yang memiliki resiko tinggi untuk terinfeksi. Kecacingan seringkali dihubungkan dengan kejadian anemia defisiensi besi dan dijumpai bersamaan dalam suatu masyarakat. Pemeriksaan untuk mengetahui status anemia seseorang antara lain dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan apusan darah tepi memungkinkan melihat gambaran anemia seseorang berdasarkan morfologinya.

Tujuan Penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kecacingan, kadar hemoglobin dan gambaran pemeriksaan apusan darah tepi pada perajin gerabah di Dusun Pengodongan Indah, Banyumulek, Kediri, Lombok Barat.

Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif dengan pendekatan secara cross sectional. Subjek penelitian adalah perajin gerabah berusia 20-40 tahun di Dusun Pengodongan Indah, Banyumulek dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Subjek penelitian dipilih dengan purposive sampling melalui penapisan dengan kuesioner. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, pemeriksaan feses rutin, kadar hemoglobin melalui pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan apusan darah tepi. Data dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel dengan menggunakan bantuan software SPSS.

Hasil dan Kesimpulan. Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 24 orang (33,8%) dari 71 subjek positif kecacingan dengan jenis trikuriasis sebanyak 62,5%, askariasis 33,3% dan 4,2% menderita askariasis maupun trikuriasis. Adapun frekwensi kejadian anemia berdasarkan kadar hemoglobin adalah 16 orang (23%) dari 67 subjek, 37,5% diantaranya memberi gambaran eritrosit mikrositik hipokromik, 12,5% normositik hipokromik dan 50% normositik normokromik pada evaluasi hapusan darah tepi.

Kata kunci : Soil Transmitted Helminth, anemia defisiensi besi, perajin gerabah

1

Page 2: 75164880-publikasi-ilmiah

ABSTRACT

THE PROFILE OF WORM INFESTATION, HAEMOGLOBINE CONCENTRATION, AND PERIPHERAL BLOOD SMEAR EVALUATION OF

CRAFTSMEN POTTERY AT PENGODONGAN INDAH VILLAGE, BANYUMULEK, KEDIRI, WEST LOMBOK

Kadek Manu Smerti R., Ima Arum Lestarini, Deasy Irawati

Background. Worm infestation (soil transmitted helminth) is the second public health problem in Indonesia after the malnutrision. Craftsmen pottery is the high risk group for worm infestation. Worm infestation often related to the prevalence of iron deficiency anemia which is frequently occured together in the society. The examination to evaluate anemia status such as haemoglobine concentration and peripheral blood smear enable to known the profile of anemia based on its morphology.

Objective. The purpose of this study was to know the profile of worm infestation, haemoglobine concentration and peripheral blood smear evaluation of craftsmen pottery at Pengodongan Indah Village, Banyumulek, Kediri, West Lombok.

Methods. The research was a descriptive research with cross sectional approach. Subjects were the craftsmen pottery at Pengodongan Indah, Banyumulek, age 20-40 years and willing to participate in this research. They were selected based on Purposive Sampling screened by using questionnaires. Data was collected by using questionnaires, examination of faeces samples, haemoglobine concentration and peripheral blood smear evaluation. The data were collected and presented in tables by using SPSS software.

Results and Conclusions. The results of this study concluded that prevalence of worm infestation in craftsmen pottery was 24 subjects (33,8%) of the 71 subjects are positively infected with 62,5% trichuriasis, 33,3% ascariasis 4,2% are both of them. The frequency of anemia based on haemoglobine concentrations are 16 subjects, 37,5% of them had microcytic hypochromic, 12,5 % had normocytic hypochromic and 50% others had normocytic normochromic in peripheral blood smear evaluation.

Key words: Soil Transmitted Helminth, Iron Deficiency Anemia, Craftsmen Pottery

2

Page 3: 75164880-publikasi-ilmiah

PENDAHULUAN

Di Indonesia kecacingan merupakan masalah kesehatan masyarakat terbanyak setelah

malnutrisi, karena Indonesia adalah negara yang agraris dengan tingkat sosial ekonomi,

pengetahuan, keadaan sanitasi lingkungan dan higiene masyarakat masih rendah yang

sangat menyokong untuk terjadinya infeksi dan penularan cacing (Ginting, 2003).

Saat ini lebih dari 2 milyar penduduk di dunia terinfeksi cacing. Prevalensi yang tinggi

ditemukan terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Merid mengatakan bahwa

menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan 800 juta–1 milyar penduduk

terinfeksi Ascaris, 700–900 juta terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris

(Merid, 2001 at in Ginting, 2003).

Tinggi rendahnya frekuensi kecacingan berhubungan erat dengan kebersihan pribadi

dan sanitasi lingkungan yang menjadi sumber infeksi. Diantara cacing usus yang menjadi

masalah kesehatan adalah kelompok “soil transmitted helminth” atau cacing yang

ditularkan melalui tanah, seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Ancylostoma

sp (cacing tambang). Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur

cacing dari tanah kepada manusia melalui tangan atau kuku yang mengandung telur cacing,

lalu masuk ke mulut bersama makanan. (Mardiana dan Djarismawati,2008)

Penyakit kecacingan seringkali dihubungkan dengan kejadian anemia, terutama anemia

defisiensi besi. Anemia defisiensi besi dipengaruhi juga oleh konsekwensi dari infeksi

kecacingan dengan hilangnya darah secara kronis. Penyakit kecacingan dan anemia

defisiensi besi merupakan masalah yang saling terkait dan dijumpai bersamaan dalam suatu

masyarakat, yaitu karena rendahnya sosial ekonomi masyarakat dan sanitasi lingkungan

yang sangat tidak memadai sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit infeksi

terutama kecacingan (Rasmaliah, 2004)

Hubungan antara infeksi kecacingan dan anemia defisiensi besi sudah banyak

terungkap dari berbagai penelitian yang telah dilakukan. Masing-masing saling

memberikan kontribusi terhadap terjadinya kesakitan, walaupun besarnya kontribusi dari

3

Page 4: 75164880-publikasi-ilmiah

infeksi kecacingan terhadap anemia defisiensi besi masih belum banyak dibuktikan

(Rasmaliah, 2004)

Status anemia seseorang dapat diketahui dengan melakukan berbagai jenis

pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar Fe serum,

pemeriksaan apusan darah tepi dan lain-lain. Pemeriksaan darah tepi adalah salah satu

metode yang cukup mudah dilakukan dan melalui pemeriksaan ini kita dapat melihat

gambaran anemia seseorang berdasarkan morfologinya yang selanjutnya dapat digunakan

sebagai dasar untuk memperkirakan etiologi dari anemia tersebut.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan secara cross

sectional. Survey cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi dan

pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Point time approach).

Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk Dusun Pengodongan Indah

yang bermatapencaharian sebagai perajin gerabah berdasarkan data penduduk tahun 2010

yaitu sebanyak 120 orang.

Sampel

Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Azwar dan

Prihatono, 2003):

n = 4 p q L2

Dan

n1 = n 1+ n/N

4

Page 5: 75164880-publikasi-ilmiah

Keterangan:

n : jumlah sampel awal

p : sifat suatu keadaan dalam persen, jika tidak diketahui maka dianggap 50% (tidak

ditemukan dalam referensi)

q : 100% - p

L : derajat ketepatan yang dipergunakan yaitu 10%

n1: jumlah sampel sebenarnya

N : jumlah populasi kriteria (120 orang)

Berdasar rumus di atas, maka besarnya sampel minimal yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah :

n = 4 x 50 x 50 10 x 10

= 10.000 100

= 100

n1 = 100 1+ (100 : 120)

= 54,54 ~ 55 orang

Jadi, jumlah subyek penelitian minimal adalah 55 orang.

Cara Pemilihan Sampel

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive

sampling yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2004)

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi, meliputi:

5

Page 6: 75164880-publikasi-ilmiah

1) Masyarakat Desa Banyumulek berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan

2) Berusia 20 sampai 40 tahun

3) Bermatapencaharian sebagai perajin gerabah

4) Bersedia menjadi responden atau sampel penelitian

Kriteria Eksklusi, meliputi:

1) Wanita hamil

2) Memiliki penyakit kronis

Cara Kerja

Pada penelitian ini dipilih Dusun Pengodongan Indah, Desa Banyumulek yang

merupakan dusun dengan penduduk yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai

perajin gerabah. Karena jumlah populasi yang cukup banyak, maka penelitian ini

menggunakan sampel yang jumlah maupun individunya akan diketahui setelah penapisan

awal dengan kuesioner.

Setelah sampel ditentukan baik jumlah maupun individu yang terpilih sebagai sampel,

maka selanjutnya dilakukan pengambilan data. Pengambilan data pertama adalah melalui

pemeriksaan faeces sampel di laboratorium dengan menggunakan metode pewarnaan

iodine atau eosin. Dengan pemeriksaan ini akan didapatkan data mengenai jumlah sampel

yang positif menderita kecacingan beserta gambaran jenis cacing yang menginfeksinya.

Setelah itu, pengambilan data dilanjutkan dengan mengambil sampel darah pada sampel

yang sama untuk kemudian dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dengan metoda

otomatis di laboratorium. Pemeriksaan hemoglobin dengan cara otomatis ini

memungkinkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin diukur dengan cepat dan teliti dan

sekaligus dapat menghitung indeks eritrosit yang dapat digunakan untuk melengkapi data

penelitian ini. Sampel yang memiliki kadar hemoglobin < 12 gr/dl untuk wanita dan < 13

gr/dl untuk laki-laki akan diperiksa apusan darah tepi dengan pengecatan Wright stain yang

terdiri atas campuran methylene blue dengan eosin dalam methanol diluents dengan prinsip

setetes darah dipaparkan di atas gelas obyek lalu dicat, dikeringkan dan diperiksa dibawah

6

Page 7: 75164880-publikasi-ilmiah

mikroskop, sehingga akan didapatkan data mengenai gambaran anemia berdasarkan

morfologi dan etiologi atau gambaran apusan darah, apakah terdapat gambaran hipokromik

mikrositik, normokromik normositik atau makrositik.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di Dusun Pengodongan Indah, Desa Banyumulek, Kecamatan

Kediri, Kabupaten Lombok Barat pada bulan September hingga Oktober 2010.

Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari kuesioner dan hasil laboratorium akan dikumpulkan dan

disajikan dalam bentuk table dan grafik serta dengan menggunakan bantuan software SPSS

versi 15 untuk mengetahui gambaran variabel yang diteliti.

HASIL PENELITIAN

Jumlah subjek yang terlibat dari awal hingga akhir penelitian adalah sebanyak 67

orang. Adapun hal yang diteliti adalah status kecacingan melalui pemeriksaan feses dan

status anemia melalui pemeriksaan kadar hemoglobin dan apusan darah.

Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n (%)Usia

20-25 tahun 9 (13,4)26-30 tahun 18 (26,9)31-35 tahun 10 (14,9)35-40 tahun 30 (44,8)

Jenis kelaminLaki-laki 1(1,49)

Perempuan 66 (98,51)

Jenis pekerjaanMencetak saja 56 (83,58)Membakar saja 2 (2,98)

7

Page 8: 75164880-publikasi-ilmiah

Mencetak dan membakar 9 (13,44)

Kecacingan

Dari 71 orang yang mengumpulkan sampel feses pada pengambilan data pertama

didapatkan hasil 24 diantaranya (33,80%) dinyatakan positif menderita cacingan. Dua

puluh empat subjek tersebut diketahui memiliki aktivitas yang berbeda-beda dalam

membuat kerajinan gerabah, yaitu mencetak saja, membakar saja dan keduanya seperti

yang tercantum pada table 4.2.

Tabel 4.2. Subjek positif kecacingan berdasarkan jenis pekerjaan

Jenis cacingan Mencetak Membakar Keduanya Total

n (%) n (%) n (%) n (%)

Trikuriasis 15 (62.5) 0 (0) 0 (0) 15 (62.5)

Askariasis 3 (12.5) 2 (8.3) 3 (12.5) 8 (33.3)

Trikuriasis dan Askariasis 1 (4.17) 0 (0) 0 (0) 1 (4.17)

Total 19 (79.2) 2 (8.33) 3 (12.5) 24 (100)

Dari 24 subjek yang positif, 15 orang (62,5%) diantaranya menderita trikuriasis dan

seluruhnya memiliki aktivitas yang sama, yaitu mencetak saja. Sebanyak 8 orang (33,3%)

menderita askariasis dengan aktivitas mencetak 3 orang, membakar 2 orang dan keduanya

sebanyak 3 orang. Sementara itu satu orang (4,2%) subjek yang beraktivitas mencetak

diketahui mengalami baik askariasis maupun trikuriasis sekaligus.

Anemia

Setelah pemeriksaan status kecacingan, penelitian dilanjutkan dengan pengambilan

sampel darah subjek. Dari 71 subjek yang telah bersedia ikut serta dalam pemeriksaan

feses, 4 diantaranya dinyatakan drop out dalam penelitian berikutnya, sehingga subjek yang

tersisa untuk pemeriksaan status anemia adalah 67 orang, dengan spesifikasi 23 diantaranya

positif kecacingan.

8

Page 9: 75164880-publikasi-ilmiah

Dari pemeriksaan darah lengkap diperoleh data mengenai kadar hemoglobin (Hb) dan

indeks eritrosit seperti Mean Cospuscular Volume (MCV), Mean Cospuscular Hemoglobin

(MCH), dan ), Mean Cospuscular Hemoglobin Concentration (MCHC).

Tabel 4.3. Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit Subjek

Parameter Frekwensi %Hemoglobin

Di bawah normal 16 23,9Normal 51 76,1

MCVDi bawah normal 9 13,4

Normal 58 86,6MCH

Di bawah normal 12 17,9Normal 53 79,1

Di atas normal 2 3,0MCHC

Di bawah normal 8 11,9Normal 59 88,1

Dari 67 subjek yang diteliti terdapat 16 orang (23,9%) yang memiliki kadar Hb kurang

dari 12 g/dl. Pemeriksaaan apusan darah tepi selanjutnya dilakukan pada 16 subjek yang

diketahui memiliki kadar hemoglobin rendah (kurang dari 12 g/dl) untuk melihat gambaran

sel darah subjek secara mikroskopik.

Tabel 4.4. Evaluasi Apusan Darah

Gambaran Apusan Darah

n (%)

Normositik Normokromik 8 (50)Normositik Hipokromik 2 (12,5)Mikrositik Hipokromik 6 (37,5)

9

Page 10: 75164880-publikasi-ilmiah

Dari 16 subjek yang telah mengikuti evaluasi apusan darah, 6 diantaranya (37,5%)

memberikan gambaran eritrosit mikrositik hipokromik, 2 (12,5%) subjek lainnya

menunjukkan gambaran normositik hipokromik sedangkan 8 (50%) lainnya dinyatakan

normokromik normositik.

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap perajin gerabah di Dusun Pengodongan Indah, Desa

Banyumulek yang berusia 20 hingga 40 tahun. Dari 67 subjek, terdapat 66 perempuan dan

satu laki-laki. Hal ini dapat mempengaruhi hasil penelitian mengingat jenis kelamin

merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian anemia, dimana perempuan memiliki

resiko lebih besar mengalami anemia dibandingkan laki-laki, mungkin karena perempuan

mengalami siklus haid dan juga kehamilan ( Rasmaliah, 2004).

Penelitian terhadap prevalensi kecacingan di Desa Banyumulek pada tahun 2005 oleh

Dinas Kesehatan NTB didapatkan hasil 100% subjek penelitian positif menderita

kecacingan. Hal tersebut berbeda cukup jauh dengan hasil penelitian ini dimana hanya

33,80 % saja yang positif kecacingan. Hal ini dapat disebabkan karena telah membaiknya

status kesehatan masyarakat setempat selama kurun waktu 5 tahun, dimana masyarakat

telah banyak mendapatkan penyuluhan kesehatan dari praktisi kesehatan setempat sehingga

perilaku hidup bersih dan sehat dari masyarakat juga semakin membaik. Berdasarkan

wawancara tidak resmi dengan beberapa penduduk setempat diketahui bahwa sejak

terjadinya krisis di bidang pariwisata yang antara lain dipengaruhi oleh kejadian bom Bali,

kegiatan penduduk sebagai perajin gerabah cenderung menurun, dalam arti proses

pembuatan gerabah dilakukan secara rutin hanya jika mendapat borongan saja. Hal ini

mungkin menyebabkan menurunnya intensitas kontak subjek dengan tanah yang

merupakan sumber infeksi kecacingan (Sujatmiko, 2005).

Jenis pekerjaan sebagai perajin rupanya juga mempengaruhi jenis cacing yang

menginfeksi. Dari penelitian ini terdapat 15 subjek terinfeksi cacing jenis Trichuris

trichiura atau cacing cambuk. Dalam menjalankan profesi mereka sebagai perajin, seluruh

subjek diketahui beraktivitas mencetak gerabah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa

10

Page 11: 75164880-publikasi-ilmiah

penyebaran penyakit cacingan dapat melalui terkontaminasinya tanah dengan tinja yang

mengandung telur Trichuris trichiura, dimana telur tumbuh dengan baik dalam tanah liat

yang lembab dan tanah dengan suhu optimal ± 30◦C. Terdapat 8 penderita askariasis yang

diketahui memiliki aktivitas yang berbeda-beda mulai dari mencetak, membakar maupun

keduanya. Tanah liat dengan kelembapan tinggi dan suhu yang berkisar antara 25◦C-30◦C

sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides sampai menjadi bentuk

infektif (Yulianto, 2007). Sejauh ini belum terdapat penelitian yang membahas secara detail

mengenai hubungan jenis pekerjaan dengan infeksi kecacingan terutama pada perajin

gerabah.

Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit

adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Pada pemeriksaan

kadar hemoglobin hanya 16 dari 67 subjek yang memiliki kadar di bawah 12 g/dl dan

hanya enam diantaranya yang positif kecacingan dengan jenis trikuriasis sebanyak 5 orang

dan satu orang menderita trikuriasis maupun askariasis. Hal ini kemungkinan dapat terjadi

karena derajat kecacingan yang diderita oleh subjek sebagian besar masih tergolong ringan

dan tidak kronis, sesuai dengan hasil evaluasi feses yang memperlihatkan hanya terdapat

paling banyak satu telur cacing per lapang pandang. Lebih banyaknya jumlah subjek

anemia berasal dari subjek yang negatif kecacingan mungkin disebabkan oleh faktor

penyebab anemia lainnya, seperti anemia karena faktor gizi, proses hemolisis maupun

anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks (Sudoyo,

2006).

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan

melihat indeks eritrosit dan apusan darah tepi. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV

<80 fl dan MCH <27 pg adalah gambaran anemia yang paling sering dijumpai pada

penderita anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul

akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis karena cadangan besi kosong yang

pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB dapat disebabkan

oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi serta kehilangan besi akibat

perdarahan menahun seperti pada infeksi cacing usus yang kronis (Sudoyo,2006).

11

Page 12: 75164880-publikasi-ilmiah

Pada penelitian ini, gambaran eritrosit mikrositik hipokromik pada 6 subjek sangat

mungkin disebabkan oleh anemia defisiensi besi, dimana 4 diantaranya adalah subjek

dengan kecacingan positif. Tiga dari 4 subjek tersebut terinfeksi trikuruasis, sedangkan satu

orang lainnya menderita baik trikuriasis maupun askariasis. Keenam subjek memiliki kadar

MCH dan MCV yang rendah, sedangkan untuk kadar MCHC terdapat satu orang yang

memiliki kadar normal. Dua subjek lainnya memberi gambaran normositik hipokromik,

masing-masing memiliki kadar MCV normal dan mendekati normal, namun kadar MCH

keduanya cukup rendah. Sementara itu 8 subjek yang memberi gambaran eritrosit normal

mungkin mengalami penurunan kadar hemoglobin karena penyebab lain.

Kelebihan dari penelitian ini adalah penelitian ini tidak hanya meneliti prevalensi

kecacingan pada masyarakat resiko tinggi saja, namun juga dapat menggambarkan

konsekwensi yang mungkin ditimbulkan berupa profil anemia dan gambaran morfologinya

melalui pemeriksaan apusan darah tepi yang belum pernah diteliti sebelumnya. Selain itu

penelitian ini juga dilakukan lebih spesifik pada usia produktif yaitu 20-40 tahun sehingga

dapat memperkecil resiko bias. Kekurangan dari penelitian ini adalah terbatasnya cakupan

populasi penelitian terutama dari segi kuantitas.

KESIMPULAN

1. Prevalensi kecacingan pada perajin gerabah di Banyumulek telah mengalami

penurunan yang signifikan, dimana sebanyak 24 orang (33,8%) dari 71 subjek positif

kecacingan dengan jenis trikuriasis sebanyak 62,5%, askariasis 33,3% dan 4,2%

menderita askariasis maupun trikururiasis.

2. Frekwensi kejadian anemia berdasarkan kadar hemoglobin adalah 16 orang (23%) dari

67 subjek, 37,5% diantaranya memberi gambaran eritrosit mikrositik hipokromik,

12,5% normositik hipokromik dan 50% normositik normokromik pada evaluasi

hapusan darah tepi.

SARAN

12

Page 13: 75164880-publikasi-ilmiah

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyebab menurunnya prevalensi

kecacingan dibandingkan penelitian sebelumnya pada perajin gerabah di Banyumulek.

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh kecacingan terhadap kejadian anemia

khususnya pada perajin gerabah.

3. Perlu dilakukan penelitian dengan subjek yang lebih banyak serta pada populasi perajin

gerabah di tempat lain.

REFERENSI

Anonimous. 2005. Penuntun Praktikum Parasitologi. Denpasar: Bagian Parasitologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar

Anonimous, 2006. Strongyloides Stercoralis’s Life Cycle. Available from:

http://www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2006/Strongylodiasis/images/

Strongyloides_LifeCycle. Accessed: April, 14 2010

Azwar, Azrul dan Prihartono Joedo. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Binarupa Aksara

Drennan, 2010. Hematology Laboratory: Proper Preparation of Peripheral Blood

SmearSlide Staining with Wright's Stain. Available from: http://www. cls.umc.edu.

Accessed: November, 1 2010

Elizabeth, SN. 2009. Darah Lengkap. Available from: http://www. fk.uwks.ac.id.

Accessed: October, 25 201013

Page 14: 75164880-publikasi-ilmiah

Entjang, Indan. 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Gandahusada, Srisasi. 2000, Parasitologi Kedokteran edisi ke 3, Jakarta: Universitas Indonesia

Ginting, Sri Alemina. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian

Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah,

Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Available from: http://www.USU digital

library. Acessed: January, 27 2010.

Hadidjaja, Pinardi.1994. Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran, Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Hensing, 1999. Overview of the Peripheral Blood Smear. Available from:

http://www.med.unc.edu/medicine/web/Smearreview. Accessed: January, 27 2010

Mardiana dan Djarismawati. 2008. Prevalensi Cacing Usus padaMmurid Sekolah Dasar

Wajib Belajar PelayananGgerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh

Di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2, Agustus 2008 : 769 –

774

Markell, K. Edward. 1999. Medical Parasitology. USA: Saunders

Notoatmodjo, Soekidjo . 2002, Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Permono, Bambang. 2006. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit

Ikatan Dokter Anak Indonesia

14

Page 15: 75164880-publikasi-ilmiah

Peters, Ruth et al. 2008. Haemoglobin, Anaemia, Dementia and Cognitive Decline in The

Elderly, A Systematic Review. BMC Geriatrics 2008, 8: 18

Rasmaliah. 2004. Anemia Kurang Besi Dalam Hubungannya dengan Infeksi Cacing pada

Ibu Hamil. Available from: USU digital library. Acessed: January, 27 2010.

Sudoyo, Aru. W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Departemen IPD

Fakultas Kedokteran UI

Sujatmiko. 2005. 100% Perajin Gerabah di Lombok Cacingan. Available from:

http//:www.tempointeraktif.com. Acessed: January, 27 2010.

Supriadi, 2005. Hubungan Kecacingan dengan Status Anemia Gizi Anak Sekolah Dasar

(Studi pada Anak SD di SDN Gembol 1Kec. Karang Anyar, Kab. Ngawi). Available

from: http://www.fkm.undip.ac.id. Accessed November, 25 2009

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 424/MENKES/SK/VI, 2006, Pedoman

Pengendalian Cacingan, Jakarta: Departemen Kesehatan.

Sugiyono. 2004,.Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Yulianto, Evi. 2007. Hubungan Higiene Sanitasi dengan Kejadian Penyakit Cacingan pada

Siswa Sekolah Dasar Negeri Rowosari 01 Kecamatan Tembalang Kota Semarang

Tahun Ajaran 2006/2007. Available from: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library

(Accessed: 11, 25 2009)

15