75111299-diskusi-ajeng-RLF

27
PENDAHULUAN Refluks laringofaring merupakan suatu manifestasi akibat adanya aliran retrograd isi lambung ke laringofaring dan menimbulkan kontak dengan jaringan saluran pencernaan bagian atas 1 . Refluks laringofaring dapat memberikan gejala dengan karakteristik suara serak, throat clearing, secret di belakang hidung, sulit menelan, batuk setelah makan atau berbaring, tersedak, batuk kronik, dan perasaan mengganjal di tenggorokan. Prevalensi pasien dengan keluhan refluks laringofaring berkisar antara 15-20% 2 . Istilah refluks laringofaring (RLF) sebenarnya merupakan manifestasi klinik Penyakit Refluks Gastro Esofagus (PRGE) di luar esofagus (Refluks Ekstra Esofagus/REE) yang menimbulkan manifestasi penyakit- penyakit oral, faring, laring, dan paru 3 . Refluks Gastro Esofagus (RGE) didefinisikan sebagai aliran retrograd isi lambung ke dalam esofagus. RGE merupakan proses fisiologis yang terjadi secara intermiten terutama setelah makan. Oleh sebab itu juga disebut sebagai refluks gastroesofagus fisiologis atau asimptomatik. Penyakit Refluks Gastro Esofagus (PRGE) disebut sebagai refluks gastro esofagus patologik atau simtomatis, merupakan kondisi kronik berulang, sehingga 1

Transcript of 75111299-diskusi-ajeng-RLF

Page 1: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

PENDAHULUAN

Refluks laringofaring merupakan suatu manifestasi akibat adanya aliran

retrograd isi lambung ke laringofaring dan menimbulkan kontak dengan jaringan

saluran pencernaan bagian atas 1. Refluks laringofaring dapat memberikan gejala

dengan karakteristik suara serak, throat clearing, secret di belakang hidung, sulit

menelan, batuk setelah makan atau berbaring, tersedak, batuk kronik, dan

perasaan mengganjal di tenggorokan. Prevalensi pasien dengan keluhan refluks

laringofaring berkisar antara 15-20% 2. Istilah refluks laringofaring (RLF)

sebenarnya merupakan manifestasi klinik Penyakit Refluks Gastro Esofagus

(PRGE) di luar esofagus (Refluks Ekstra Esofagus/REE) yang menimbulkan

manifestasi penyakit-penyakit oral, faring, laring, dan paru 3.

Refluks Gastro Esofagus (RGE) didefinisikan sebagai aliran retrograd isi

lambung ke dalam esofagus. RGE merupakan proses fisiologis yang terjadi

secara intermiten terutama setelah makan. Oleh sebab itu juga disebut sebagai

refluks gastroesofagus fisiologis atau asimptomatik. Penyakit Refluks Gastro

Esofagus (PRGE) disebut sebagai refluks gastro esofagus patologik atau

simtomatis, merupakan kondisi kronik berulang, sehingga menimbulkan

perubahan patologi pada traktus aerodigestif atas dan organ lain di luar esofagus 3.

Beberapa literatur menyatakan bahwa Penyakit refluks gastroesofagus

tidak sama dengan refluks laringofaring karena kedua mekanismenya berbeda,

misalnya pada refluks laringofaring kejadian relfluks terjadi siang hari sedangkan

pada penyakit refluks gastroesofagus terjadi malam hari. Pada penderita PRGE

periode terpapar cairan asam lambung lebih lama dibandingkan RLF. Pada RLF

terdapat defek pada upper esophageal spinchter (UES), sedangkan pada PRGE

defek terdapat pada lower esophageal spinchter (LES). Perbedaan ini

kemungkinan karena mekanisme dan pola gejala serta manifestasi yang berbeda

sehingga beberapa penderita RLF tidak mempunyai gejala PRGE atau kedua

pasien mempunyai kedua gejala tersebut 2.

1

Page 2: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kata “reflux” dalam bahasa Latin berasal dari kata “Re” yang berarti

kembali atau balik dan “fluere” yang berarti aliran. Jadi, secara literatur refluks

laringofaring berarti aliran balik yang berisi isi lambung menuju ke tenggorokan

dan pada akhirnya menuju ke laringofaring 4.

Refluks laringofaring (LFR) adalah jejas pada laringofaring yang

diakibatkan aliran balik isi lambung ke daerah laringofaring, dengan karakteristik

gejala suara serak, throat clearing, sekret di belakang hidung, kesulitan dalam

proses menelan, batuk setelah makan atau berbaring, tersedak, batuk kronik dan

perasaan mengganjal di tenggorokan 2. Istilah refluks laringofaring sebenarnya

merupakan manifestasi klinik penyakit refluks gastroesofagus di luar esophagus

yang menimbulkan manifestasi penyakit-penyakit oral, faring, laring, dan paru 3.

Refluks laringofaring pertama kali diperkenalkan pada tahun 1981 oleh

Kaufman. Istilah ini memliki beberapa sinonim seperti refluk eskstraesofageal,

refluks laringitis, dan laringitis posterior. Refluks laringofaring diketahui

berperan dalam 50% keluhan pada daerah laring yang dilaporkan oleh para ahli

THT 5.

2.2. Anatomi dan Fisiologi Laringofaring

1. Anatomi faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong

dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan

ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler

ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga

setinggi vertebra servikalis ke-6. 3,4,5,6

Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian

ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk

oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia

bukofaringeal.3,4,5,6

2

Page 3: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan

memanjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor

faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah

luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian

otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu

sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini

adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus

Vagus.3,4,5,6

Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.Stilofaring dan

M.Palatofaring. letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk

melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan M.Palatofaring mempertemukan

ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Kedua otot ini

bekerja sebagai elevator, kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan.

M.Stilofaring dipersarafi oleh Nervus Glossopharyngeus dan M.Palatofaring

dipersarafi oleh Nervus Vagus. Pada Palatum mole terdapat lima pasang otot yang

dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu M.Levator veli palatini,

M.Tensor veli palatine, M.Palatoglosus, M.Palatofaring dan M.Azigos uvula.

M.Levator vela palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya

untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius dan

otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Tensor veli palatini membentuk tenda

palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole

dan membuka tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.

M.Palatoglosus membentuk arkus anterior faring dab kerjanya menyempitkan

ismus faring. M.Palatofaring membentuk arkus posterior faring. M.Azigos uvula

merupakan otot yang kecil dan kerjanya adalah memperpendek dan menaikkan

uvula ke belakang atas. 3,4,5,6

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak

beraturan. Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring

asendens dan cabang fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang

palatine superior. 3,4,5,6

3

Page 4: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring

yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervus Vagus,

cabang dari Nervus Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari

Nervus Vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar

cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali M.Stilofaring yang dipersarafi

langsung oleh cabang Nervus Glossopharyngeus. 3,4,5,6

Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior,

media dan inferior. Saluran limfa superior mengaalir ke kelenjar getah bening

retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media

mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam

atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal

dalam bawah. 3,4,5,6

Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring,

Orofaring dan Laringofaring (Hipofaring). 3,4,5,6

Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari

nasofaring ini antara lain : batas atas basis kranii, batas bawah palatum mole,

batas depan rongga hidung, dan batas belakang vertebra servikal.

Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan

beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral

faring dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke,

yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius,

suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana,

foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vags dan

Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus

os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius. 3,5,6

Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan

laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu : batas atas

palatum mole, batas bawah tepi atas epiglotis, batas depan rongga mulut, dan

abatas belakang vertebra servikalis.

4

Page 5: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring,

tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil

lingual dan foramen sekum. 3,5,6

Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring.

Dengan batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu : batas atas epiglotis,

batas bawah kartilago krikodea, batas depan laring, dan batas belakang vertebra

servikalis.

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik

mempunyai arti penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Dinding

anterior Ruang retrofaring (retropharyngeal space) adalah dinding belakang

faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring.

Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevetebralis. Ruang ini mulai dari

dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia servikalis.

Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di sebelah

lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila. 3,5,6

Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk

kerucut dengan dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis

dan puncaknya ada kornu mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam

oleh M.Konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asendens

mandibula yang melekat dengan M.Pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar

parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os

stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah

bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif. Bagian yang lebih

sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi arteri karotis interna, vena jugularis

interna, Nervus vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung

karotis (carotid sheat). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu

lapisan fasia yang tipis. 3,5,6

2. Fisiologi faring

Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu

menelan, resonansi suara dan artikulasi. 3,4,5,6

3. Anatomi laring

5

Page 6: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian

atas lebih terpancung dan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas

atas laring adalah aditus laring sedangkan batas kaudal kartilago krikoid. Struktur

kerangka laring terdiri dari satu tulang (os hioid) dan beberapa tulang rawan, baik

yang berpasangan ataupun tidak. Komponen utama pada struktur laring adalah

kartilago tiroid yang berbentuk seperti perisai dan kartilago krikoid. Os hioid

terletak disebelah superior dengan bentuk huruf U dan dapat dipalapsi pada leher

depan serta lewat mulut pada dinding faring lateral. Dibagian bawah os hioid ini

bergantung ligamentum tirohioid yang terdiri dari dua sayap / alae kartilago tiroid.

Sementara itu kartilago krikoidea mudah teraba dibawah kulit yang melekat pada

kartilago tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang berbentuk bulat penuh. Pada

permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritinoid yang berbentuk

piramid bersisi tiga. Pada masing-masing kartilago aritinoid ini mempunyai dua

buah prosesus yakni prosessus vokalis anterior dan prosessus muskularis

lateralis.4,5

Pada prossesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang dari korda

vokalis sedangakan ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau

bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda

vokalis suara membentuk glotis. Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar struktur

anatomi laring pada gambar 2. Kartilago epiglotika merupakan struktur garis

tengah tunggal yang berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi mendorong

makanan yang ditelan kesamping jalan nafas laring. Selain itu juga teradpat dua

pasang kartilago kecil didalam laring yang mana tidak mempunyai fungsi yakni

kartilago kornikulata dan kuneiformis.4,5,6

Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan intrisik.

Otot ekstinsik bekerja pada laring secara keseluruhan yang terdiri dari otot

ekstrinsik suprahioid (m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid)

yang berfungsi menarik laring ke atas. otot ekstinsik infrahioid (m.sternihioid,

m.omohioid, m.tirohioid). Otot intrisik laring menyebabkan gerakan antara

berbagai struktur laring sendiri, seperti otot vokalis dan tiroaritenoid yang

membentuk tonjolan pada korda vokalis dan berperan dalam membentuk

6

Page 7: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

teganagan korda vokalis, otot krikotiroid berfungsi menarik kartilago tiroid

kedepan, meregang dan menegangkan korda vokalis.5

Laring disarafi oleh cabang-cabang nervus vagus yakni nervus laringeus

superior dan nervus laringeus inferior (n.laringeus rekurens). Kedua saraf ini

merupakan campuran saraf motorik dan sensorik. Perdarahan pada laring terdiri

dari dua cabang yakni arteri laringeus superior dan ateri laringeus inferior yang

kemudian akan bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.3,4,5

4. Fisiologi laring

Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi,

sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk

mencegah agar makanan dan benda asing masuk kedalam trakea dengan jalan

menutup aditus laring dan rima glotis yang secara bersamaan. Benda asing yang

telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal dari paru juga dapat

dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi respirasi laring dengan mengatur mengatur

besar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya perubahan tekanan udara maka

didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh.

Oleh karena itu laring juga mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi

darah. Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu

gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta mendorong

bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.5

Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak,

mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi

dengan membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada.5,6

2.3. Epidemiologi

Refluks laringofaring diderita oleh 50 juta warga amerika. Sekitar 4-10%

juga memiliki penyakit refluks gastroesofagus dan sekitar 20-70% orang yang

menderita RLF juga memiliki gejala-gejala PRGE. RLF kebanyakkan dialami

oleh wanita dengan usia onset rata-rata 57 tahun 5.

2.4. Patofisiologi

7

Page 8: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

RLF merupakan aliran balik isi lambung yang menuju ke laring, faring,

dan saluran erodigestif atas. Pada individu yang normal, spingter esofagus atas

dan spingter esofagus bawah bekerja secara bersama-sama untuk mencegah aliran

balik ke arah esofagus. Proses patologis utama pada RLF terjadi akibat disfungsi

dari sfingter esofagus atas. Sfingter esofagus atas terdiri atas cricofaringeus,

tirofaringeus, dan servikal esofagus proximal. Sfingter esofagus atas menempel

pada cricoid dan tiroid, dan membentuk bentuk-C yang melingkari esofagus

dengan inervasi dari plexus faringeal berupa jaringan syaraf yang dibentuk dari

nervus laringeal superior, nervus glossofaringeus, dan syaraf-syaraf simpatis yang

berasal dari ganglion servikal superior. Ketika sfingter esofagus atas membiarkan

aliran balik menuju segmen laringofaring, asam lambung dan pepsin yang

teraktivasi menyebabkan kerusakan langsung pada mukosa laring. Hal ini

menyebabkan kelemahan mukosiliari clearance yang mengarah ke stasis mukus

yang nantinya akan memperparah eksaserbasi iritasi mukosa dan menyebabkan

timbulnya gejala-gejala pada pasien seperti postnasal drip, throat clearing, dan

sensasi globus. 1

Disfungsi sfingter esofagus atas bukanlah penyebab tunggal etiologi LFR.

Beberapa studi telah mengungkapkan aspek biokemikal berupa hubungan antara

LFR dengan deplesi karbonik anhidrase isoenzim-III (CA-III) sebagai penyebab

terdapatnya pepsin pada hasil analisis histologis jaringan laring pada penderita

LFR. Penurunan level CA-III, yang mungkin berhubungan dengan peningkatan

konsentrasi pepsin, penting sebagai pertimbangan kondisi akibat penurunan

jumlah anion bikarbonat sebagai penetralisir asam lambung dan juga terdapat

sedikit penyangga kimia sebagai pelindung mukosa laring. 1

Terdapat 4 pelindung fisiologis yang melindungi traktus aerodigestif atas

dari luka akibat refluks, yaitu sfingter esofagus bawah, fungsi motorik esofageal

dengan acid clearance, resistensi jaringan mukosa esofagus, dan sfingter esofagus

atas. Epitel respiratori siliata dari laring posterior yang secara normal berfungsi

membersihkan mukus dari trakeobronkial diubah ketika pelindung ini gagal dan

disfungsi siliari resultan menyebabkan stasis mukus. Akumulasi yang terjadi

berikutnya dari mukus adalah sensasi post nasal drip dan menimbulkan throat

8

Page 9: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

clearing. Iritasi refluks secara langsung dapat menyebabkan batuk dan

laringospasme akibat sensitifitas dasar sensoris laring yang diregulasikan oleh

inflamasi lokal. Kombinasi dari berbagai faktor ini dapat mengakibatkan edema

pita suara, kontak ulser, dan granuloma yang dapat menyebabkan gejala-gejala

LFR lain seperti suara serak, globus faringeus, dan sakit tenggorokan.5

Hasil investigasi terkini menunjukkan jaringan laring yang rentan

dilindungi dari kehancuran akibat refluks oleh efek regulasi pH karbonik

anhidrase di mukosa laring posterior. Karbonik anhidrasi mengkatalisasi hidrasi

karbon dioksida untuk menghasilkan bikarbonat, yang nantinya akan melindungi

jaringan dari asam akibat refluks. Di esofagus terdapat produksi aktif bikarbonat

di rongga ekstraseluler yang berfungsi menetralisasi refluks asam lambung. Tidak

terdapat pompa aktif bikarbonat di epitel laring dan CA-III.5

2. 5 Etiologi

Penyebab Reflux Laryngopharyngeal Pada kedua ujung kerongkongan

terdapat cincin otot (sfingter). Biasanya, sfingter ini menjaga isi perut tetap berada

- dalam perut. Tapi pada refluks laryngopharyngeal, sphincters tidak bekerja

dengan baik. Asam lambung kembali ke bagian belakang tenggorokan anda

(faring) atau kotak suara (laring), atau bahkan ke bagian belakang saluran napas

hidung Anda. Hal ini dapat menyebabkan peradangan di daerah yang tidak

dilindungi terhadap paparan asam lambung. Silent reflux adalah umum pada bayi

karena sfingter mereka berkembang, mereka memiliki kerongkongan pendek, dan

mereka berbaring banyak waktu. Penyebab pada orang dewasa mungkin tidak

diketahui.11

2.6. Manifestasi Klinik dan Gejala

Pasien dengan LFR sering datang dengan keluhan yang tidak spesifik,

tetapi ada beberpa kelompok gejala yang biasa ditemukan pada kelompok pasien

dengan LFR. Gejala tersebut adalah disfagia servikal, globus pharingeus, throat

clearing, batuk kronik, suara serak, disfoni, nyeri tenggorokan, dan refluks yang

sering terjadi pada siang hari. Gejala-gejala tersebut bisa bermanifestasi dengan

gejala lain seperti eksaserbasi asma, otalgia, mucus tenggorokan yang berlebih,

halitosis, nyeri leher, odinofagi, post nasal drip, dan keluhan gangguan pada

9

Page 10: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

suara. Salah satu aspek yang paling penting untuk membedakan etiologi pasien

yang memilki keluhan dengan LFR adalah keluhan klasik yang dibedakan dari

keluhan PRGE. PRGE secara tipikal memiliki manifestasi seperti heartburn,

regurgitasi, dan reluks yang terjadi saat berbaring 1.

Gejala-gejala tersebut biasanya intermiten atau kronik intermiten.

Manifestasi klinik yang juga biasa terjadi pada RFL adalah refluks laringitis

dengan atau tanpa granulasi atau formasi granuloma. Keluhan tambahan yang

dilaporkan yaitu refluks berhubungan dengan stenosis subglotis, karsinoma

laringeal, degenerasi polipoid, laringospasme, gerakan pita suara yang paradoks,

dan nodul fokal. Manifestasi lain pada kepala dan leher yang telah dilaporkan

meliputi asma, sinusitis, dan otitis media. Diduga, hampir sebagian besar pasien

dengan gangguan laring dan gangguan pada suara mengalami refluks 10.

Pasien dengan RFL biasanya tidak memiliki rasa terbakar pada epigastrik

pada substernal dan gejalanya biasanya tidak memburuk setelah makan dan saat

berbaring. Pada suatu studi didapatkan rasa terbakar, tetapi hampir 75% pada

pasien LFR menderita esofagitis 5.

2.7. Diagnosis

Diagnosis refluks laringofaring dibuat berdasarkan:

1. Anamnesis

Pasien anamnesis, gejala yang berhubungan dengan laringitis non spesifik

adalah suara serak. Laringitis non spesifik berhubungan dengan inflamasi

laringeal yang disebabkan oleh LFR. Kebanyakan gejala ringan dan dapat

sembuh secara spontan tetapi saat gejala persisten, laringitis harus secara

lebih jauh dijelaskan sebagai faktor etiologi yang mungkin mempengaruhi

seperti infeksi virus atau bakteri, alergi, trauma vokal, sekret post nasal,

atau LFR. LFR harus dicurigai ketika ada riwayat klinis. Berdasarkan

laporan kasus terhadap 899 pasien, throat clearing dikeluhkan oloeh 70%

pasien LFR, rasa terbakar pada ulu hati dikeluhkan oleh 20% pasien 5.

2. Pemeriksaan Fisik

10

Page 11: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

Pada pemeriksaan laringoskopi dapat ditemukan tanda-tanda inflamasi

pada laring dan faring sebagai berikut 1,4,5,10:

a. Laringitis posterior , ditemukan adanya edema akibat peningkatan

vaskularisasi dan eritema.

b. Perubahan jaringan pada laring dan pseudosulkus vokalis atau

dapat juga terjadi edema yang difus.

c. Hipertrofi pada mukosa laring.

d. Laryngeal pachydermia (dapat bergranul maupun cobblestone).

e. Ulserasi, granuloma, terbentuk jaringan parut, maupun stenosis.

3. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis pada LFR dapat dipastikan melalui 5:

a. Studi imunohistochemical

Studi imunohistochemical dari hasil biopsi spesimen laring yang

menunjukkan konsentrasi dari pepsin dan deplesi karbonik anhidrase

isoenzin III pada kasus-kasus LFR.

b. Ambulatory 24 hours double probe pH monitoring

Baku emas pada diagnosis LFR ditegakkan berdasarkan Ambulatory

24 hours double probe pH monitoring yang dilakukan dengan cara

mengukur pH pada proksimal dan distal esofagus. Hasil positif

didapatkan bila pH sangat rendah pada daerah proksimal esofagus

yang diikuti dengan penurunan pH secara simultan pada distal

esofagus.

Untuk membuat agar diagnosis menjadi lebih sederhana, Belafsky dkk (2001)

mengembangkan suatu alat diagnostik yang disebut Reflux Finding Score (RFS).

RFS terdiri atas skor yang terdiri atas delapan penemuan spesifik dari pemeriksaan

fisik yang dapat menunjang ke arah RLF. RFS berkisar antara 0 sampai 26. Apabila

skor lebih dari 7 maka mengindikasikan 95% kemungkinan untuk memberikan hasil

positif pada tes Ambulatory 24 hours double probe pH monitoring.

11

Page 12: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

Untuk memperkuat diagnostik dengan RFS, Belafsky dkk (2002)

mengembangkan suatu kuesioner yang disebut Reflux Symptom Index (RSI). RSI

terdiri dari sembilan pertanyaan yang ditujukan untuk pasien yang dicurigai

menderita RLF dengan skala 0-5. Seperti halnya pada RFS, skor RSI yang lebih

besar dari 13 kemungkinan akan menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan

Ambulatory 24 hours double probe pH monitoring 5. Skor RSI secara lebih jelas

dapat dilihat pada gambar 5.

2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan refluks laringofaring dapat dilakukan melalui beberapa cara:

1. Modifikasi gaya hidup

Beberapa modifikasi gaya hidup yang dilakukan pada pasien RLF antara

lain 6:

a. Menghindari makan makanan berat, merokok, alkohol, dan

terlambat makan.

b. Kurangi berat badan apabila BMI > 35.

c. Mengurangi makanan seperti coklat, makanan pedas, jeruk nipis,

minuman berkarbonasi, makanan berlemak, mint, dan kafein.

d. Tidur dengan bantal atau tempat tidur yang ditinggikan.

e. Menghindari pakaian yang ketat pada bagian pinggang.

f. Menghindari berbaring ke arah kanan.

12

Page 13: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

2. Farmakologi 5

a. Obat-obatan yang mengurangi asam lambung antara lain antagonis

reseptor H2 dan Proton Pump Inhibitor (PPI) dengan dosis dua

kali per hari.

b. Prokinetik, seperti metoclorpramide, bethanacol, domperidone,

dan bromopride digunakan untuk meningkatkan tekanan spingter

esofagus bawah dan mempercepat pengosongan lambung.

c. Sukralfat, digunakan sebagai proteksi mukosa lambung.

3. Operasi (fundoplikasi) 5

Nissen fundoplikasi dilakukan bila penderita tidak berespon lagi terhadap

terapi farmakologi. Operasi ini dilakukan dengan membuat agar fundus

lambung menyelimuti bagian bawah dari esofagus. Operasi ini memiliki

angka kesuksesan sebesar lebih dari 90% untuk mengobati PRGE dan

sekitar 73-86% keberhasilan dalam menatalaksana refluks laringofaring.

2.9. Komplikasi

Asam lambung yang mengenai tenggorokan dan laring dapat

menyebabkan iritasi jangka panjang dan kehancuran dinding laring. Komplikasi

yang biasa terjadi pada LFR adalah:

1. Mempersempit daerah dibawah pita suara

2. Ulser kontak

3. Infeksi telinga yang berulang akibat gangguan pada fungsi tuba

4. Meningkatkan resiko kangker pada area yang terkena refluks

5. Menimbulkan gejala-gejala iritasi pada sistem pernapasan seperti

asma, emfisema, dan bronkitis 11

ANALISIS

III. 1. Apakah penyebab refluks laringofaringeal?

Etiologi LFR:

1. Disfungsi sfingter esofagus atas

2. Deplesi karbonik anhidrase isoenzim-III

13

Page 14: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

3. Gangguan pada pelindung fisiologis di traktus aerodigestif atas akibat

perlukaan refluks

4. Idiopatik

III. 2. Apakah gejala klinis dan komplikasi refluks laringofaringeal?

Pasien dengan LFR sering datang dengan keluhan yang tidak spesifik,

tetapi ada beberpa kelompok gejala yang biasa ditemukan pada kelompok pasien

dengan LFR. Gejala tersebut adalah disfagia servikal, globus pharingeus, throat

clearing, batuk kronik, suara serak, disfoni, nyeri tenggorokan, dan refluks yang

sering terjadi pada siang hari. Gejala-gejala tersebut bisa bermanifestasi dengan

gejala lain seperti eksaserbasi asma, otalgia, mucus tenggorokan yang berlebih,

halitosis, nyeri leher, odinofagi, post nasal drip, dan keluhan gangguan pada

suara. Salah satu aspek yang paling penting untuk membedakan etiologi pasien

yang memilki keluhan dengan LFR adalah keluhan klasik yang dibedakan dari

keluhan PRGE. PRGE secara tipikal memiliki manifestasi seperti heartburn,

regurgitasi, dan reluks yang terjadi saat berbaring.

Gejala-gejala tersebut biasanya intermiten atau kronik intermiten.

Manifestasi klinik yang juga biasa terjadi pada RFL adalah refluks laringitis

dengan atau tanpa granulasi atau formasi granuloma. Keluhan tambahan yang

dilaporkan yaitu refluks berhubungan dengan stenosis subglotis, karsinoma

laringeal, degenerasi polipoid, laringospasme, gerakan pita suara yang paradoks,

dan nodul fokal. Manifestasi lain pada kepala dan leher yang telah dilaporkan

meliputi asma, sinusitis, dan otitis media. Diduga, hampir sebagian besar pasien

dengan gangguan laring dan gangguan pada suara mengalami refluks.

Pasien dengan RFL biasanya tidak memiliki rasa terbakar pada epigastrik

pada substernal dan gejalanya biasanya tidak memburuk setelah makan dan saat

berbaring. Pada suatu studi didapatkan rasa terbakar, tetapi hampir 75% pada

pasien LFR menderita esofagitis.

Asam lambung yang mengenai tenggorokan dan laring dapat

menyebabkan iritasi jangka panjang dan kehancuran dinding laring. Komplikasi

yang biasa terjadi pada LFR adalah:

14

Page 15: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

6. Mempersempit daerah dibawah pita suara

7. Ulser kontak

8. Infeksi telinga yang berulang akibat gangguan pada fungsi tuba

9. Meningkatkan resiko kangker pada area yang terkena refluks

10. Menimbulkan gejala-gejala iritasi pada sistem pernapasan seperti

asma, emfisema, dan bronkitis

III.3. Bagaimana tatalaksana refluks laringofaringeal?

Penatalaksanaan refluks laringofaring dapat dilakukan melalui beberapa

cara:

4. Modifikasi gaya hidup

Beberapa modifikasi gaya hidup yang dilakukan pada pasien RLF antara

lain :

g. Menghindari makan makanan berat, merokok, alkohol, dan

terlambat makan.

h. Kurangi berat badan apabila BMI > 35.

i. Mengurangi makanan seperti coklat, makanan pedas, jeruk nipis,

minuman berkarbonasi, makanan berlemak, mint, dan kafein.

j. Tidur dengan bantal atau tempat tidur yang ditinggikan.

k. Menghindari pakaian yang ketat pada bagian pinggang.

l. Menghindari berbaring ke arah kanan.

5. Farmakologi

a. Obat-obatan yang mengurangi asam lambung antara lain antagonis

reseptor H2 dan Proton Pump Inhibitor (PPI) dengan dosis dua

kali per hari.

b. Prokinetik, seperti metoclorpramide, bethanacol, domperidone,

dan bromopride digunakan untuk meningkatkan tekanan spingter

esofagus bawah dan mempercepat pengosongan lambung.

c. Sukralfat, digunakan sebagai proteksi mukosa lambung.

15

Page 16: 75111299-diskusi-ajeng-RLF

Gambar 6. Algoritma Tatalaksana Refluks Laringofaring

6. Operasi (fundoplikasi)

Nissen fundoplikasi dilakukan bila penderita tidak berespon lagi terhadap

terapi farmakologi. Operasi ini dilakukan dengan membuat agar fundus

lambung menyelimuti bagian bawah dari esofagus. Operasi ini memiliki

angka kesuksesan sebesar lebih dari 90% untuk mengobati PRGE dan

sekitar 73-86% keberhasilan dalam menatalaksana refluks laringofaring.

III. 4. Apa komplikasi refluks laringofaringeal ?

Asam lambung yang mengenai tenggorokan dan laring dapat

menyebabkan iritasi jangka panjang dan kehancuran dinding laring. Komplikasi

yang biasa terjadi pada LFR adalah:

1) Mempersempit daerah dibawah pita suara

2) Ulser kontak

3) Infeksi telinga yang berulang akibat gangguan pada fungsi tuba

4) Meningkatkan resiko kangker pada area yang terkena refluks

5) Menimbulkan gejala-gejala iritasi pada sistem pernapasan seperti

asma, emfisema, dan bronkitis

16