711-1747-1-SP (1).docx

26
1 MAKALAH KOLOKIUM Nama Pemrasaran/NIM : Natrisya Sekararum/I34100076 Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pembahas 1 : Arieni Handayani/I34100119 Pembahas 2 : - Dosen Pembimbing/NIP : Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo/NIP. 19550630 198103 1 003 Judul Rencana Penelitian : Analisis Dampak Pengembangan Obyek Wisata Setu Babakan terhadap Kondisi Ekonomi dan Budaya Masyarakat Tanggal dan Waktu : 19 Maret 2014, 09.00-09.50 WIB 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Sektor yang diandalkan oleh negara sebagai penyumbang dalam meningkatkan devisa negara. Oleh karena itu, pembangunan pariwisata di Indonesia perlu ditingkatkan, untuk menarik jumlah kunjungan wisatawan. Hal ini dituangkan dalam TAP MPR No. IV/MPR/1978, yaitu pariwisata perlu ditingkatkan dan diperluas untuk meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan kerja dan memperkenalkan budaya. Yoeti (2008) juga mengemukakan bahwa pariwisata merupakan alternatif sektor ekonomi yang dianggap pas untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal adalah dengan mengembangkan pariwisata dengan konsep ekowisata. Lascurain (1987) dalam Pendit (2006) mendefinisikan ekowisata adalah mengunjungi kawasan alam yang relatif tidak terganggu, dalam rangka untuk melihat, mempelajari, mengagumi keindahan alam, flora, fauna terutama aspek-aspek budaya baik di masa lampau maupun sekarang yang terdapat di kawasan tersebut. Sebagai salah satu negara yang termasuk ke dalam Megabiodiversity Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang unik dan menarik serta endemik. Keanekaragaman tersebut harus terus dijaga dan dilestarikan agar nantinya dapat menjadi warisan anak cucu bangsa. Secara sederhana, konsep ekowisata menurut Wiharyanto (2007) adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab, di daerah yang masih alami atau di daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam. Ekowisata pula melibatkan masyarakat setempat sehingga masyarakat memperoleh keuntungan sosio-ekonomi dari adanya ekowisata. Selain itu kegiatan ekowisata juga memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan (Yoeti

Transcript of 711-1747-1-SP (1).docx

Page 1: 711-1747-1-SP (1).docx

1

MAKALAH KOLOKIUM

Nama Pemrasaran/NIM : Natrisya Sekararum/I34100076Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan MasyarakatPembahas 1 : Arieni Handayani/I34100119Pembahas 2 : -Dosen Pembimbing/NIP : Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo/NIP. 19550630 198103 1 003Judul Rencana Penelitian : Analisis Dampak Pengembangan Obyek Wisata Setu Babakan

terhadap Kondisi Ekonomi dan Budaya MasyarakatTanggal dan Waktu : 19 Maret 2014, 09.00-09.50 WIB

1. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Sektor yang diandalkan oleh negara sebagai penyumbang dalam meningkatkan devisa negara. Oleh karena itu, pembangunan pariwisata di Indonesia perlu ditingkatkan, untuk menarik jumlah kunjungan wisatawan. Hal ini dituangkan dalam TAP MPR No. IV/MPR/1978, yaitu pariwisata perlu ditingkatkan dan diperluas untuk meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan kerja dan memperkenalkan budaya. Yoeti (2008) juga mengemukakan bahwa pariwisata merupakan alternatif sektor ekonomi yang dianggap pas untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal adalah dengan mengembangkan pariwisata dengan konsep ekowisata. Lascurain (1987) dalam Pendit (2006) mendefinisikan ekowisata adalah mengunjungi kawasan alam yang relatif tidak terganggu, dalam rangka untuk melihat, mempelajari, mengagumi keindahan alam, flora, fauna terutama aspek-aspek budaya baik di masa lampau maupun sekarang yang terdapat di kawasan tersebut. Sebagai salah satu negara yang termasuk ke dalam Megabiodiversity Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang unik dan menarik serta endemik. Keanekaragaman tersebut harus terus dijaga dan dilestarikan agar nantinya dapat menjadi warisan anak cucu bangsa. Secara sederhana, konsep ekowisata menurut Wiharyanto (2007) adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab, di daerah yang masih alami atau di daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam. Ekowisata pula melibatkan masyarakat setempat sehingga masyarakat memperoleh keuntungan sosio-ekonomi dari adanya ekowisata. Selain itu kegiatan ekowisata juga memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan (Yoeti 2008). Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif maupun negatif.

Kawasan pariwisata alam memberikan keindahan panorama alam yang dapat menjadi potensi obyek wisata, jika dikelola dengan bijak. Kegiatan-kegiatan di areal wisata yang dilakukan menekankan keterlibatan pada berbagai pihak seperti pemerintah setempat, pengelola, masyarakat sekitar dan pengunjung wisata. Dari kegiatan pariwisata ini tentunya membawa pengaruh terhadap ekonomi, sosial, budaya dan ekologi yang akan berdampak pada kesejahteraan ekonomi dan kelestarian budaya serta lingkungan hidup pada masyarakat sekitar kawasan ekowisata. Dari sisi ekonomi Tafalas (2010), tentu terjadi perubahan tingkat pendapatan, mata pencaharian dan pola konsumsi, sedangkan dampak sosial budaya menurut Cooper (1993) dalam Setiawan (2011), menjelaskan bahwa dampak tersebut muncul karena industri pariwisata melibatkan tiga hal, yaitu wisatawan, masyarakat setempat, dan hubungan wisatawan dan masyarakat. Dampak sosial budaya muncul apabila terjadi interaksi antara wisatawan dan masyarakat ketika (1) wisatawan membutuhkan produk dan membelinya dari masyarakat disertai tuntutan-tuntutan yang sesuai dengan keinginannya, (2) pariwisata membawa hubungan yang informal dan pengusaha pariwisata mengubah sikap spontanitas masyarakat menjadi transaksi komersial, dan (3) wisatawan dan masyarakat bertatap muka dan bertukar informasi atau ide, menyebabkan munculnya ide-ide baru.

Page 2: 711-1747-1-SP (1).docx

2

Salah satu obyek wisata di DKI Jakarta yang masih kental akan budaya adalah obyek wisata Setu Babakan. Kawasan tersebut telah ditetapkan sebagai Perkampungan Budaya Betawi berdasarkan S.K. Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 92 Tahun 2000, tentang penataan lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Perkampungan Budaya Betawi adalah suatu kawasan di Jakarta Selatan dengan komunitas yang ditumbuh kembangkan oleh budaya yang meliputi gagasan dan karya baik fisik maupun non fisik yaitu: adat istiadat, foklor, sastra, kuliner, pakaian serta arsitektur yang bercirikan kebetawian. Selain itu kawasan Setu Babakan juga ditetapkan sebagai daerah resapan air untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan DKI Jakarta terutama bagian Selatan Jakarta, berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta dan diperjelas dalam paragraf 12 pasal 74, bahwa kawasan termasuk dalam prioritas pengembangan di tingkat kotamadya dan diarahkan pada bagian wilayah kota yang memiliki peran dan fungsi strategis bagi pengembangan kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Kawasan yang memiliki luas + 165 ha ini akan dikembangkan sebagai wilayah pelestarian alam, lingkungan ekosistem serta seni budaya tradisi masyarakat dengan tidak menghambat perkembangan lingkungan maupun penduduk sekitar untuk meningkatkan sosial ekonomi dan kesejahteraan hidupnya. Kawasan yang memiliki potensi lingkungan alam yang asri dan sangat menarik, yang sulit dijumpai ditengah hiruk pikuknya kota Jakarta.

Adapun tujuan penetapan Perkampungan Budaya Betawi adalah untuk membina dan melindungi secara sungguh-sungguh dan terus menerus tata kehidupan serta nilai-nilai budaya Betawi, menciptakan dan menumbuhkembangkan nilai-nilai seni budaya Betawi sesuai dengan akar budayanya, menata dan memanfaatkan potensi lingkungan fisik baik alami maupun buatan yang bernuansa Betawi, mengendalikan pemanfaatan lingkungan fisik dan non fisik sehingga saling bersinergi untuk mempertahankan ciri khas Betawi (Pengelola Perkampungan Budaya Betawi, 2012). Saat ini, kawasan wisata Perkampungan Budaya Betawi terbagi atas tiga jenis atraksi wisata yaitu wisata air, wisata agro dan wisata budaya. Jenis atraksi wisata air yang dapat dilakukan di kawasan wisata PBB antara lain pemancingan, dayung perahu dan olahraga air. Sedangkan wisata agro yaitu cara bercocok tanam berbagai tanaman tropis, cara pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian, cara pembuatan gula merah kelapa dan lain-lain. Dan atraksi wisata yang terakhir juga sangat menarik adalah wisata budaya yaitu pagelaran seni baik musik, Tarian maupun teater Betawi. Selain itu juga ada atraksi upacara kebudayaan Betawi seperti upacara pernikahan, sunatan, aqiqah, khatam Qur’an dan nujuh bulanan. Pihak pengelola telah menyediakan fasilitas Home stay sebanyak 67 unit rumah adat untuk wisatawan yang ingin merasakan aktivitas tradisional masyarakat Betawi. Beragam kegiatan yang ada di Perkampungan Budaya Betawi layak di tonton dan dinikmati langsung karena mengandung nilai-nilai tradisional. Menurut Yoeti (1982) dalam Yanuarizki (2013), motivasi wisatawan untuk mengujungi suatu obyek wisata yaitu ingin mengetahui lebih mendalam tata cara hidup, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat serta mempelajari seluk beluk adat istiadat itu sendiri. Sehingga wisatawan yang berkunjung ke PBB dapat menyaksikan dari dekat budaya masyarakat Betawi. Kawasan wisata Setu Babakan diharapkan dapat menjaga dan melestarikan tradisi Budaya Betawi seperti seni musik, seni tari dan teater tradisional, seni bela diri, kuliner dan sebagainya. Selain itu juga, masyarakat lokal maupun masyarakat pendatang yang tinggal disekitar kawasan tersebut ikut berpartisipasi menjaga keutuhan budaya Betawi.

Adanya berbagai kegiatan di kawasan ini membuat peluang masyarakat dalam bidang ekonomi pun menjadi terbuka dan membuat masyarakat sekitar melakukan alternatif pekerjaan untuk menambah penghasilan rumah tangga mereka. Dan, dengan penetapan obyek wisata Setu Babakan sebagai kampung Betawi dapat menjaga, melestarikan dan mempertunjukkan beragam kebudayaan Betawi. Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan dari latar belakang, peneliti ingin menganalisis dampak obyek wisata Setu Babakan terhadap kehidupan masyarakat disekitar kawasan baik secara ekonomi, budaya maupun lingkungan.

Page 3: 711-1747-1-SP (1).docx

3

1.2. MASALAH PENELITIAN

Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:1. Bagaiamana dampak obyek wisata Setu Babakan terhadap tingkat pendapatan masyarakat

di sekitar kawasan tersebut?2. Bagaimana dampak obyek wisata Setu Babakan terhadap kehidupan budaya masyarakat

Betawi khususnya dalam melestarikan seni musik, tari dan teater, bela diri, kuliner dan sebagainya?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:1. Menganalisis dampak obyek wisata Setu Babakan terhadap tingkat pendapatan

masyarakat pelaku usaha.2. Menganalisis dampak obyek wisata Setu Babakan terhadap pemeliharaan budaya Betawi.

1.4. KEGUNAAN PENELITIAN

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:1. Bagi akademisi penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan kontribusi ekowisata yang

dapat memberikan peluang kepada masyarakat untuk dapat mengelola obyek wisata Setu Babakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi dan menjaga kelestarian budaya Betawi.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat digunakan masyarakat sebagai sumber pendapatan masyarakat, sehingga menjadi lebih banyak dan variatif, bahkan bisa dikombinasikan dari aktivitas ekonomi di bidang pertanian dan non-pertanian serta melestarikan budaya Betawi.

3. Bagi pengelola, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pemacu kegiatan promosi di kawasan obyek wisata Setu Babakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi agar dapat membantu perekonomian masyarakat sekitar kawasan dan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana di kawasan Setu Babakan.

4. Bagi Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam menerapkan kebijakan dalam pengembangan ekowisata dengan memberi peluang kepada masyarakat untuk mengelola dan tetap melestarikan budaya Betawi.

2. PENDEKATAN TEORETIS

2.1. TINJAUAN PUSTAKA

EKOWISATA

Ekowisata merupakan salah satu bentuk perluasan dari pariwisata alternatif yang timbul sebagai konsekuensi dari ketidakpuasan terhadap bentuk pariwisata yang kurang memperhatikan dampak sosial dan ekologis, dan lebih mementingkan keuntungan ekonomi dan kenyamanan manusia semata (Fennel, 1999 dalam Nugraheni, 2002). Menurut Wulandari dan Sumarti (2011) di dalam penelitiannya mengatakan salah satu tempat yang dijadikan tujuan ekowisata adalah taman nasional. Hal ini karena taman nasional memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan berbagai daya tarik obyek ekowisata yang sangat menarik. Sedangkan di dalam penelitian Parma (2010) menjelaskan bahwa ekowisata adalah melakukan perjalanan ke kawasan alam yang masih asli dan tidak tercemar dengan minat khusus untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan dengan tumbuhan liar dan manifestasi budaya. Sedangkan menurut penelitian Muntasib (2012) mengatakan ekowisata digambarkan sebagai primadona dengan peluang yang terbuka luas, juga manfaat yang sangat luas dan strategis, merupakan bisnis atau industri hijau dapat meningkatkan pendapatan negara dan daerah, penciptaan lapangan kerja serta ditambah

Page 4: 711-1747-1-SP (1).docx

4

dengan efek berganda yang tinggi. Ekowisata yang berbasis masyarakat dapat membantu memelihara penggunaan sumberdaya alam dan lahan yang berkelanjutan. Pariwisata menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan sebagai bagian dari pembangunan nasional mempunyai tujuan antara lain memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha, lapangan kerja dan kesejahteraan rakyat (Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 dalam Hiariey 2013).

Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan kawasan menurut Shelly dan Wall (2001) dalam Dirawan (2006) didasarkan pada beberapa unsur utama, yaitu: pertama, ketergantungan pada kualitas sumberdaya alam, peninggalan sejarah dan budaya. Kedua, melibatkan masyarakat setempat. Ketiga, meningkatkan kesadaran apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Keempat, tumbuhnya pasar ekowisata di tingkat internasional. Dan kelima, sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan. Sedangkan menurut penelitian Parma (2010) unsur – unsur dalam ekowisata adalah:

Unsur edukasi Unsur konservasi Unsur appresiasi Unsur understanding Unsur sustainable Unsur enjoying Unsur kesejahteraan masyarakat lokal.

Dampak EkowisataPengembangan ekowisata tentu saja akan memberikan dampak baik itu dampak positif

maupun dampak negatif. Chohen (1984) dalam Pitana (2006) menyebutkan bahwa dampak ekowisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi 8 kelompok besar, yaitu dampak terhadap:

1. Dampak terhadap penerimaan devisa,2. Dampak terhadap pendapatan masyarakat,3. Dampak terhadap kesempatan peluang kerja,4. Dampak terhadap harga-harga,5. Dampak terhadap distribusi,6. Dampak terhadap kepemilikan dan kontrol,7. Dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan 8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah.

Sedangkan menurut Tafalas (2010) dampak ekonomi dari adanya pengembangan ekowisata ialah akan terjadi perubahan tingkat pendapatan, mata pencaharian dan pola konsumsi. Proses kepariwisataan mempunyai dampak yang sangat tinggi terhadap eksistensi kebudayaan lokal, yang mampu mentransformasikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Secara teoritis, menurut Wibowo (2007) dampak sosial budaya dapat dikelompokkan dalam sepuluh kelompok besar yaitu:

1. Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk otonomi dan ketergantungannya.

2. Dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat.3. Dampak terhadap dasar-dasar organisasi.4. Dampak migrasi dari dan ke daerah pariwisata.5. Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat.6. Dampak terhadap pola pembagian kerja.7. Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial.8. Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan.9. Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan sosial.10. Dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat.

Page 5: 711-1747-1-SP (1).docx

5

DANAU (SITU)

Pengertian danau menurut Ubaidillah (2003) adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan, sumber airnya berasal dari mata air, air hujan, dan atau limpasan air permukaan. Sedangkan definisi danau dalam batasan ekologi adalah perairan tergenang yang merupakan daerah penampungan air yang terbentuk secara alamiah ataupun buatan manusia yang merupakan sumber air baku bagi berbagai kepentingan kehidupan manusia, dan air yang ditampung pada umumnya berasal dari air hujan (run off), sungai atau saluran pembuangan dan mata air (Natasaputra, 2000). Fungsi dan manfaat situ menurut Indrasti (2002) antara lain:

1. Menjaga keseimbangan hidrologis termasuk pengendali banjir. Dalam menjaga keseimbangan ekosistem perairan, maka keseimbangan hidrologis merupakan salah satu komponen yang sangat penting. Danau, waduk atau situ sesuai dengan kondisinya memiliki peranan dalam menjaga keseimbangan tata air, karena pada saat musim hujan danau, waduk atau situ mampu menampung air yang melimpah, sehingga dapat mencegah terjadinya banjir. Sedangkan pada musim kering air danau, waduk atau situ dapat dimanfaatkan baik untuk pertanian, peternakan maupun untuk kebutuhan air minum.

2. Menjaga keseimbangan iklim mikro. Pada saat musim kering atau panas, air danau akan menguap, sehingga kelembaban udara di sekitar danau, waduk atau situ meningkat, sehingga udara tetap terasa sejuk. Kondisi tersebut akan menjadi lebih baik apabila di sekitar danau, waduk atau situ juga terdapat pepohanan yang juga mampu berfungsi untuk mengatur keseimbangan iklim mikro.

3. Menjaga sumber keanekaragaman hayati. Danau, waduk atau situ dengan sumberdaya airnya, menyebabkan hidup dan tumbuh serta berkembanganya berbagai makhluk hidup perairan. Makhluk hidup tersebut dapat berupa hewan tingkat rendah, maupun hewan yang lebih tinggi seperti ikan, serta berbagai jenis tumbuh-tumbuhan air yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Rusaknya danau, waduk atau situ menyebabkan hilangnya kehidupan yang ada di dalamnya. Dengan demikian danau, waduk atau situ memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga keanekaragaman hayati.

4. Sebagai wadah usaha perikanan. Pemanfaatan danau, waduk atau situ sebagai wadah usaha perikanan telah banyak dilakukan. Berbagai teknologi perikanan telah berkembang untuk memanfaatkan danau, waduk atau situ sebagai wadah budi daya perikanan seperti teknologi keramba jaring apung (KJA). Usaha penangkapan ikan di danau juga telah dilakukan sejak dahulu, sehingga danau juga memberikan peluang mata pencaharian bagi masyarakat di sekitarnya.

5. Sebagai tempat rekreasi dan sarana olah raga. Pemanfaatan danau, waduk atau situ sebagai lokasi rekreasi telah berkembang sejak lama. Berbagai bentuk wisata air yang dapat dikembangkan seperti diving, jet sky, Water scooter, perahu layar, mancing dan sebagainya.

Bapedalda DKI Jakarta (2000) menyatakan situ merupakan salah satu bentuk habitat lentik (air tergenang) di dalam ekologi air tawar lainnya dan beberapa faktor pembatas yang cukup penting seperti suhu, kejernihan, oksigen terlarut dan konsentrasi garam biogenik. Danau memiliki daya dukung tertentu dalam menampung beban masukan yang diterima badan air. Daya dukung lingkungan (carrying capacity) adalah tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya dan lingkungan. Danau – danau dangkal cenderung menjadi tempat akumulasi bahan – bahan organik yang berasal dari daratan disekitarnya dan nutrien serta sejumlah material lainnya yang dibawa aliran ke perairan danau. Perairan danau yang dimanfaatkan sebagai lahan produksi perikanan seperti budi daya jaring apung akan menampung beban bahan organik yang berasal dari sisa pakan ikan maupun ekskresi ikan. Danau yang dijadikan sebagai tempat wisata juga memiliki permasalahan sendiri seperti menumpuknya sampah dan bunga limbah domestik dari pemukiman sekitar. Apabila pemanfaatan danau tidak memperhatikan daya dukung lingkungan maka dikhawatirkan kualitas perairan danau akan mengalami penurunan dan menimbulkan berbagai masalah (Ubaidillah, 2003). Perairan situ perlu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan secara optimal agar

Page 6: 711-1747-1-SP (1).docx

6

dapat memberikan nilai manfaat terutama bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar situ. Salah satu dari sekian banyak upaya adalah dengan menjadikan situ sebagai kawasan wisata.

Situ Babakan sebagai Sarana Wisata Air, Agro dan BudayaSaat ini di Situ Babakan sudah ada kegiatan-kegiatan yang bersifat ekonomi rekreatif,

seperti keramba ikan dan pemancingan yang resmi maupun bebas untuk umum. Kecenderungan semakin berkembangnya keramba ikan di situ, pada satu sisi sangat menguntungkan secara ekonomi, terutama bagi penduduk yang tinggal di wilayah Situ Babakan. Namun disisi lain perkembangan ini akan menjadi masalah karena jumlah keramba yang terus meningkat dapat merusak keindahan dan biota air. Fungsi Situ Babakan juga sebagai badan penampung air, resapan air, irigasi dan sebagai tempat penanggulangan air. Untuk kegiatan wisata budaya yang ada di kawasan PBB adalah melihat dan mengenal seni budaya Betawi. Dalam perkembangannya, tidak lepas dari kondisi DKI Jakarta sebagai ibukota negara yang memiliki penduduk dengan kepadatan tinggi serta berasal dari beranekaragaman suku bangsa selain suku asli, yaitu Betawi. Selain adanya rumah Betawi juga terlihat adanya kesenian budaya Betawi seperti orkes melayu, orkes keroncong, gambang kromong. Sejalan dengan keagamaan yang dianut oleh mayoritas penduduk, maka dibangun panggung terbuka tempat pentas berlangsung. Sedangkan untuk kegiatan wisata agro, sudah mulai digalakkan penanaman tanaman langka, tanaman buah-buahan dan tanaman hias. Masyarakat sekitar lebih banyak menanam tanaman buah-buahan yaitu, belimbing, jambu biji dan rambutan. Tanaman langka yang dikembangkan di Situ Babakan antara lain adalah: buni, lobi-lobi, mata, nona dan lain-lain. Tanaman-tanaman langka tersebut sebagian adalah jenis-jenis tanaman lokal yang diharapkan cocok untuk daerah setempat. Tanaman hias tidak ketinggalan juga telah dikembangkan dan bahkan tidak hanya untuk keperluan sendiri akan tetapi dapat diperjual belikan. Tanaman hias ini juga dikembangkan di sebelah barat Situ Babakan, memanjang dari sisi utara ke selatan terutama di wilayah RW 08. Jenis-jenis tanaman hias yang dikembangkan di sekitar Situ Babakan antara lain adalah: kuping gajah, palem, soka, heliconia, anggrek dan lain-lain. Ada juga tanaman obat keluarga (TOGA) yang dikembangkan di lokasi Situ Babakan antara lain adalah: jahe, kencur, mengkudu dan lain sebagainya (Pemda DKI, 2001)

PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI

Perkampungan Budaya Betawi adalah suatu kawasan di Jakarta Selatan dengan komunitas yang ditumbuh kembangkan oleh budaya yang meliputi gagasan dan karya baik fisik maupun non fisik yaitu: adat istiadat, folklor, sastra, kuliner, pakaian serta arsitektur yang bercirikan kebetawian (Pengelola Perkampungan Budaya Betawi, 2012). Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan telah ditetapkan menjadi kawasan wisata budaya, wisata air dan wisata agro. Pada tanggal 20 Januari 2001, Gubernur Propinsi DKI Jakarta telah meresmikan penggunaan bangunan dan penataan lingkungan. Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan adalah suatu tempat Diana dapat ditemui dan dinikmati kehidupan bernuansa Betawi berupa komunitas Betawi, keasrian alam Betawi, tradisi dan kebudayaan alam Betawi. Perkampungan ini seluas 289 ha, terletak di kawasan Kampung Kalibata, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan, merupakan kawasan resapan air tawar, terdapat dua buah situ alam yakni Situ Babakan dan Situ Manggabolong.

Dalam S.K. Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 92 Tahun 2000 menetapkan bahwa Perkampungan Budaya Betawi adalah wilayah pelestarian alam, lingkungan, ekosistem serta seni budaya tradisional masyarakat dengan tidak menghambat perkembangan warganya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dalam usaha pemanfaatan dan pengembangan PBB diarahkan kepada pengembangan wisata budaya, wisata air dan wisata agro yang berpedoman kepada Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sebagian besar penduduk yang tinggal di sekitar kawasan wisata PBB adalah suku Betawi.

Page 7: 711-1747-1-SP (1).docx

7

Budaya Betawi

Etnis Betawi merupakan hasil sejarah di mana terjadi perpaduan biologis dan unsur budaya antar suku dan atar bangsa, yang kemudian membentuk masyarakat khusus dengan ciri-ciri khusus. Diawali ketika VOC mulai berjaya di Batavia tahun 1610 banyak mendatangkan para pedagang dari penjuru dunia dan menetap di Batavia. Pada masa pertumbuhannya Jakarta dihuni oleh orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku dan dari beberapa daerah lainnya di samping orang Cina, Belanda, Portugis dan Arab. Mereka berdatangan dengan berbagai sebab dan tujuan masing-masing, tetapi secara sengaja dan tidak sengaja mereka membawa serta adat istiadat dan tradisi budaya mereka sehingga terjadi proses akulturasi diantara beberapa kelompok yang ada dan saling menyesuaikan diri. Keberadaan kebudayaan Betawi dikarenakan adanya kelompok yang masih mendukung secara turun temurun dan masih terus berlangsung hidup sampai sekarang. Siswantari (2000) menyatakan berdasarkan sejarah demografi etnis Betawi terbentuk antara tahun 1815 – 1893. Keanekaragaman suku bangsa jika ditambah dengan pengaruh bangsa asing melahirkan keanekaragaman corak seni dan budaya. Berbaurnya suku-suku bangsa dari seluruh tanah air dengan bangsa lain seperti Cina, Arab, Turki, Persia, Inggris dan Belanda mengakibatkan terjadinya perkawinan di antara mereka, sehingga terjadilah perpaduan adat istiadat, budaya dan falsafah hidup hingga melahirkan corak budaya dan tata cara yang baru. Dengan demikian sejak abad ke 19 nampak suatu proto type etnis Betawi. Hal ini tergambar dalam cara dan kesenian masyarakat Betawi dimana ada pengaruh Arab, Cina dan Portugis. Berbagai kesenian tradisional Betawi dapat berkembang dan digemari oleh masyarakat luas, bukan hanya oleh masyarakat Betawi. Kesenian Betawi tersebut antara lenong dan topeng lantik. Keduanya merupakan seni drama tradisional. Juga seni tari seperti tari topeng, ondel-ondel-ondel, tari ronggeng topeng dan lain-lain. Seni suara dan seni musiknya adalah sambrah, rebana, gambang kromong, tanjidor dan sejenisnya, bahkan wayangpun as, wayang kulit Betawi yang menggunakan bahasa dialek Melayu Betawi (Mita, 2010).

Menurut Shahab (1997) dalam Wardiningsih (2005), bahwa masyarakat Betawi terbagi menjadi empat kelompok besar yaitu:

1. Betawi Tengah, mendiami wilayah Jakarta Pusat yaitu: sekitar Gambir, Menteng, Senen, Kemayoran, Sawah Besar dan Taman Sari. Orang Betawi tengah dibedakan atas dua bagian:

a) Orang gedong, kelas atas dengan tingkat ekonomi tinggi, berpendidikan tinggi, bekerja sebagai pegawai pemerintah.

b) Orang kampung, kelas bawah dengan tingkat ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, tinggal dalam perkampungan dan hidup sebagai petani, sopir, tukang sado, tukang cukur, pengrajin, dan pedagang berskala kecil.

2. Betawi Pinggir memiliki ciri keislaman yang menonjol dan mendiami sekitar Kebayoran Baru, Mampang Prapatan, Pasar Minggu, Tebet. Pasar Rebo, Jatinegara, Pulo Gadung, Kramat Jati, Matraman, Cempaka Putih, dan Grogol Petamburan.

3. Betawi Udik mendiami di pinggiran Jakarta yaitu disekitar, Tanggerang, Cengkareng, Kebon Jeruk, Cilandak, Ciputat, Kebayoran Lama, Cileduk, Sawangan, Cimanggis, Batu Ceper, Kramat Jati, Cakung, Pondok Gede dan Bekasi. Orang Betawi Udik terbagi menjadi dua bagian yang dipengaruhi oleh:

a) Kebudayaan Cina, mendiami pada bagian utara dan barat Jakarta serta Tanggerang.

b) Kebudayaan Sunda, mendiami sebelah timur dan selatan Jakarta, Bekasi serta Bogor dan mendapat sebutan dengan “Betawi ora”.

4. Betawi Pesisir mendiami di pinggiran pantai Jakarta, yaitu: Teluk Naga, Mauk, Japad, Tanjung Priok, Marunda Kepulauan Seribu. Dipengaruhi oleh kebudayaan Cina.

Page 8: 711-1747-1-SP (1).docx

8

Sebagai catatan, menurut Saidi (1967) dalam Wardiningsih (2005) kelompok Betawi Pinggiran banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa dan Sunda. Keberadaan orang Betawi sebagai etnis tersendiri dapat dilihat dari identifikasi etnis menurut pengakuan dan ciri-ciri budaya yang ditampilkan misalnya bahasa, dialek, kesenian pakaian, makanan, dan sistem keyakinan dalam agama. Kebudayaan Betawi meliputi seluruh kelakuan dan hasil dari kelakuan manusia yang diatur oleh tata laku masyarakat pendukungnya dalam tradisi adat istiadat budaya yang bercirikan khas Betawi, dan bahasa dipergunakan sehari-hari sebgai alat pemersatu Siantar mereka adalah bahasa Melayu Betawi. Bukti hasil asimilasi budaya campuran ini masih terlihat dari tipe pakaian yang dikenakan oleh sepasang pengantin saat upacara perkawinan, atau benda-benda lainnya. Keunikan yang dimiliki kebudayaan Betawi adalah kelenturannya dalam menghadapi berbagai pengaruh dari dalam dan dari luar, karena keluntarannya maka dengan mudah kita dapat mengenali ciri-cirinya seperti pada kesenian, seni drama, seni tari dan seni musik (Wardiningsih, 2005). Berbeda dengan kesenian keraton yang merupakan hasil karya para seniman istana dan terkesan adiluhung, kesenian Betawi tumbuh dan berkembang dikalangan rakyat secara spontan dengan segala kesederhanaannya. Oleh karena itu, kesenian Betawi dapat digolongkan sebagai kesenian rakyat, sebagaimana akan dipaparkan sebagai berikut :

Musik, Tari, Sastra, Teater Senirupa Aneka ragam permainan anak Betawi.

2.2. KERANGKA PEMIKIRAN

Penetapan kawasan obyek wisata Situ Babakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi diharapkan mampu meningkatkan perekonomian baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat. Selain itu juga diharapkan kawasan obyek wisata ini mampu menumbuhkan kembali nilai-nilai tradisional. Obyek dan daya tarik wisata adalah bentukan / aktivitas dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang suatu daerah/tempat tertentu (Marpaung 2002). Kegiatan ekowisata di kawasan Situ Babakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi masih mempunyai prospek yang cerah. Kegiatan dalam mengelola ekowisata ini terdapat beberapa aspek yang dapat mempengaruhi keberlanjutan ekowisata tersebut. Keberlanjutan ekowisata ini dipengaruhi oleh pengembangan dan pengelolaan ekowisata. Pihak pengelola bekerja sama dengan masyarakat setempat dalam mengembangkan potensi wisata yang ada di PBB ini. Selain itu juga masyarakat setempat tetap menjaga dan melestarikan budaya Betawi sebagai potensi wisata. Kehadiran obyek wisata PBB memberi pengaruh terhadap peran hubungan masyarakat lokal dan masyarakat pendatang dalam memanfaatkan berbagai jenis lapangan pekerjaan dan menjaga lingkungan serta melestarikan budaya Betawi yang ada di kawasan wisata tersebut.

Adanya Perkampungan Budaya Betawi di dalam obyek wisata Setu Babakan yang selalu ramai pengunjung membawa perubahan baik secara langsung maupun tidak langsung pada mata pencaharian masyarakat yang awalnya pertanian menjadi non-pertanian. Meskipun, masih ada masyarakat sekitar yang masih bekerja di sektor pertanian, jumlahnya tidak terlalu banyak karena sebagian dari mereka telah tidak memiliki lahan untuk diolah, mereka bekerja hanya sebagai buruh tani. Alternatif yang dilakukan untuk tetap dapat menghidupi keluarga adalah dengan bekerja di sektor non-pertanian. Sektor non-pertanian di sini bisa menjadi: pedagang, penjual jasa, industri kecil, kuli bangunan, supir, karyawan perusahaan dan wiraswasta. Sumber-sumber pendapatan tersebut bisa saja berasal dari pertanian maupun non-pertanian yang diatur sedemikian rupa oleh rumahtangga yang berada dalam kawasan wisata untuk bertahan hidup. Sumber-sumber pendapatan tersebut menghasilkan tingkat pendapatan yang berbeda-beda pada setiap rumahtangga.

Page 9: 711-1747-1-SP (1).docx

9

Kawasan Perkampungan Budaya Betawi juga merupakan salah satu wisata budaya yang masih bertahan di DKI Jakarta. Hal ini membuat banyak wisatawan mengunjungi kawasan tersebut. Selain melihat pemandangan Situ Babakan dan Situ Manggabolong, para wisatawan bisa melihat beragam pergelaran, pelatihan dan atraksi dari budaya Betawi serta aktivitas tradisional masyarakat Betawi. Selain melakukan aktivitas memancing dan melihat atraksi budaya Betawi, pengunjung juga dapat menikmati makanan dan minuman yang dijajakan para pedagang di pinggiran setu. Warung-warung makan menyediakan makanan dan minuman khas Betawi, seperti Selendang Mayang, Bir Pletok, Kerak Telor, Dodol, Kembang Goyang, laksa dan sebagainya sambil menikmati pohon-pohon yang kini cukup langka dijumpai di kota Jakarta, antara lain duku, mangga, kecapi, Bintaro, Heri, Ketapang, belimbing, nangka, rambutan, petai Ina, melinjo, tanjung, mahoni dan masih banyak lagi (Gambar 1).

Dampak terhadapEkonomi

Budaya Betawi1. Tingkat pendapatan2. Kesempatan peluang

kerja3. Jenis pekerjaan di

sektor ekowisata

Keterangan :Mempengaruhi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Setu Babakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi

Page 10: 711-1747-1-SP (1).docx

10

2.3. HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:1. Diduga obyek wisata Setu Babakan mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat terutama

tingkat pendapatan pelaku usaha. 2. Diduga obyek wisata Setu Babakan mempengaruhi kondisi budaya masyarakat khususnya

dalam pemeliharaan budaya Betawi seperti seni tari, seni musik, seni bela diri, kuliner dan sebagainya.

2.4. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:1. Ekowisata merupakan usaha dan kegiatan kepariwisataan yaitu dengan penyelenggaraan

perjalanan ke daerah-daerah lingkungan alam, disertai kesadaran penuh tentang adanya tanggung jawab yang tinggi terhadap pelestarian lingkungan alam dan peningkatan kesejahteraan penduduk setempat.

2. Dampak adalah pengaruh kuat dari suatu kegiatan terhadap suatu obyek atau sasaran program. Dalam hal ini yang dimaksud adalah pengaruh pengembangan ekowisata terhadap ekonomi dan budaya.

3. Tingkat pendapatan adalah jumlah pemasukan yang diterima responden dari aktivitas pekerjaan yang dilakukan dalam kurun waktu satu tahun. Pengukuran didasarkan pada rata-rata pendapatan rumahtangga.

4. Kesempatan peluang kerja adalah peluang bagi masyarakat untuk menjadi pelaku usaha di bidang formal dan informal akibat banyaknya wisatawan yang datang ke kawasan wisata.

5. Jenis – jenis pekerjaan di sektor ekowisata adalah segala bentuk pekerjaan yang dilakukan masyarakat dalam memenuhi permintaan akan kebutuhan wisatawan dan kegiatan wisata. Jenis pekerjaan di sektor ekowisata dalam penelitian ini dikategorikan menjadi:

a) Akomodasi / penginapan (Home stay, hotel, pondok wisata)b) Transportasi (ojek, becak, angkutan umum)c) Usaha rumah makan dan jasa kuliner (warung makan)d) Penyedia jasa (penyewaan perahu, sepeda, penyewaan alat pancing)e) Pedagang (kaki lima, asongan, kios/warung)

6. Budaya Betawi adalah cara hidup masyarakat Betawi dalam mengembangkan bahasa dan kesenian tradisionalnya seperti seni musik, seni tari dan teater, seni bela diri, kuliner dan sebagainya yang dimiliki bersama dari generasi ke generasi.

3. PENDEKATAN LAPANGAN

3.1. LOKASI DAN WAKTU

Penelitian ini akan dilakukan di salah satu obyek wisata Situ Babakan atau yang lebih dikenal sebagai Kampung Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan, yakni:

Obyek wisata Setu Babakan telah ditetapkan sebagai Perkampungan Budaya Betawi berdasarkan S.K. Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 92 Tahun 2000.Kawasan ini memiliki potensi besar untuk menjadi pusat kebudayaan yang

berbasiskan masyarakat Betawi, dan berpeluang untuk meningkatkan ekonomi masyarakat

Page 11: 711-1747-1-SP (1).docx

11

dan menjaga kelestarian budaya dan lingkungan. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan. Waktu penelitian direncanakan seperti tabel dibawah ini:

Tabel 1. Pelaksanaan Penelitian Tahun 2014

KegiatanFebruari Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan Proposal Skripsi

Kolokium

Perbaikan Proposal Skripsi

Pengambilan Data LapangPengolahan dan Analisis

DataPenulisan

Draft Skripsi

Sidang Skripsi

Perbaikan Laporan Skripsi

3.2. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Kombinasi ini dilakukan untuk memperkaya data dan lebih memahami situasi yang diteliti. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei kepada responden. Survei mengambil contoh dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi 2008). Selain itu seperti yang diungkapkan Singarimbun untuk memperoleh hasil yang lebih mendalam, pada penelitian ini mengenai dampak obyek wisata Setu Babakan terhadap kondisi ekonomi dan budaya di Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan digunakanlah metode kualitatif pada data kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan melalui pendekatan lapang secara langsung kepada responden dan informan berupa wawancara mendalam dengan menggunakan panduan pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, observasi langsung, studi literatur, dan pengamatan berpartisipasi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah pendekatan deskriptif dan explanatory research. Deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap keadaan di tempat penelitian sesuai dengan fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah yang diteliti. Sedangkan explanatory research dimaksudkan untuk data yang sama menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa. Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini

Page 12: 711-1747-1-SP (1).docx

12

adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung, observasi, dan kuesioner yang disebarkan kepada responden. Data sekunder didapat melalui dokumentasi dan studi literatur yang berkaitan dengan penelitian seperti buku, data potensi desa, dan lain sebagainya.

Data yang digunakan dalam peneilitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif yang didapatkan langsung di lapangan dengan cara observasi, kuesioner, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan. Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh melalui studi literatur berupa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian serta pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini, seperti kantor kelurahan, kantor kecamatan, pengelola obyek wisata, Dinas Pariwisata, Pemerintah Daerah dan sebagainya.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui dan menganalisis peluang bekerja dan berusaha responden di bidang wisata, jenis-jenis pekerjaan yang ada di sektor wisata dan non-wisata, serta tingkat pendapatan responden. Informan adalah pihak yang dapat mendukung kelancaran dalam penelitian ini dengan memberikan berbagai informasi ataupun data yang mendukung serta berhubungan dengan penelitian ini. Unit analisis dari penelitian ini adalah individu yakni masyarakat pelaku usaha yang berada di sekitar obyek wisata Setu Babakan baik masyarakat lokal maupun pendatang sebagai responden. Sample diambil dengan menggunakan teknik pengambilan sample yaitu Simple Random Sampling sebanyak 30 responden. Namun metode pengumpulan sampel selanjutnya akan di tentukan setelah melakukan observasi lapang.

3.3. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dalam penelitian ini baik secara kuantitatif maupun kualitatif diolah dengan cara mereduksi bagian-bagian terpenting sehingga menjawab masalah penelitian yang diajukan. Data primer diolah dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, grafik, matriks, teks naratif, bagan dan gambar. Data primer tersebut dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis deskriptif dilakukan melalui statistika deskriptif, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat generalisasi hasil penelitian.

Data kuantitatif yang didapatkan dari hasil kuesioner responden diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS 16.0 for Windows dan Microsoft Excel 2007 untuk mempermudah dalam proses pengolahan data. Data kualitatif akan diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeleminasi data-data yang tidak diperlukan sehingga dapat langsung menjawab perumusan masalah. Seluruh hasil penelitian dituliskan dalam rancangan skripsi (Lampiran 4)

Page 13: 711-1747-1-SP (1).docx

13

DAFTAR PUSTAKA

[Bapedalda] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 2000. Buku NKLD-1. Dapat diunduh di: http://www.bapedalda-dki.go.id

Dirawan, Gufran D. 2006. Strategi Pengembangan Ekowisata pada Suaka Margasatwa (Studi Kasus: Suaka Margasatwa Mampie Lampoko). [Disertasi]. Bogor [ID] : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hiariey, Lilian S. 2013. Dampak Pariwisata terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Pelaku Usaha di Kawasan Wisata Pantai Natsepa, Pulau Ambon. Jurnal Organisasi dan Manajemen 9(1). Ambon [ID] : Universitas Terbuka. Hal 87-105

Indrasti, Rita. 2004. Pengelolaan Situ Babakan sebagai Kawasan Agro Berkelanjutan di DKI Jakarta. [Tesis]. Bogor [ID] : Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 92 Tahun 2000. Tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Marpaung, H. 2002. Pengantar Pariwisata. Bandung [ID] : Alfabeta.

Mita. 2010. Segmentasi Tarif Masuk Kawasan Wisata Perkampungan Budaya Betawi Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. [Skripsi]. Bogor [ID] : Institut Pertanian Bogor.

Muntasib, H. 2012. Model Manajemen Kolaboratif Ekowisata di Indonesia. Prosiding Seminar Hasil – Hasil Penelitian IPB. Bogor [ID] : Institut Pertanian Bogor.

Natasaputra, S. 2000. Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Prosiding Semolika. Bandung [ID] : Universitas Padjajaran.

Nugraheni, Endang. 2002. Sistem Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Taman Nasional (Studi Kasus Taman Nasional Gunung Halimun). [Tesis]. Bogor [ID] : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Parma, IPG. 2010. Kontribusi Pariwisata Alternatif dalam Kaitannya dengan Kearifan Lokal dan Keberlangsungan Lingkungan Alam. Jurnal Media Komunikasi FIS. [internet] [dikutip 21 November 2013]. Bali [ID]: Universitas Pendidikan Ganesha. 9(2). Hal 45-57. Dapat diunduh dari ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPL/article/download/415/360

[Pemda] DKI Jakarta. 2001. Pembangunan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Final Report Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) Biro Bina Penyusunan Program Provinsi DKI Jakarta.

Page 14: 711-1747-1-SP (1).docx

14

Pitana, IG. 2006. Sosilogi Pariwisata. Yogyakarta [ID] : Andi.

Pendit, NS. 2006. Ilmu Pariwisata: Sebuah pengantar perdana. Cetakan ke-8. Jakarta [ID] : Pradnya Paramita.

Pengelola Perkampungan Budaya Betawi. 2012. Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 Tentang Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta.

Prasetyo, B. Dan Jannah, LM. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta [ID] : PT. Raja Grafindo Persada.

Singarimbun M, dan Effendi S. 2008. Metode Penelitian Survei. Jakarta [ID] : LP3ES.

Siswantari. 2000. Sekilas tentang Kesenian dan Permasalahannya di Jakarta. [Skripsi]. Bogor [ID] : Universitas Pakuan Bogor. 48 hal.

Setiawan, IK. 2011. Dampak Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Pemanfaatan Pura Tirta Empul sebagai Daya Tarik Wisata Budaya. Jurnal Arkeologi. Bali [ID] : Universitas Udayana.

Tafalas, M. 2010. Dampak Pengembangan Ekowisata terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Lokal (studi kasus ekowisata bahari Pulau Mansuar, Kabupaten Raja Ampat). [Tesis]. Bogor [ID] : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

TAP MPR No IV/MPR/1978. Tentang Pengembangan Wisata.

Ubaidillah, R. 2003. Evaluasi Kondisi Situ: Studi Kasus Beberapa Situ dan Rawa di DKI Jakarta. Manajemen Bioregional Jabodetabek : Profil dan Strategi Pengelolaan Situ, Rawa dan Danau. Editor. Rosichon Ubaidillah dan Ibnu Maryanto. Puslit Biologi, LIPI. 2003:325-361

Wardiningsih, Sitti. 2005. Rencana Pengelolaan Lanskap Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Jakarta Selatan. [Tesis]. Bogor [ID] : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Wiharyanto. 2007. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur. [Tesis]. Bogor [ID] : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Wulandari dan Sumarti T. 2011. Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat. Sodality. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. Bogor [ID]. 5(1). Hal 37-56

Yanuarizki, Ika. 2013. Partisipasi Masyarakat Pendatang pada Pelestarian Budaya Betawi di Perkampungan Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta. [Skripsi]. Jakarta [ID] : Universitas Pendidikan Indonesia. Dapat diunduh di: http://repository.upi.edu

Wibowo. 2007. Dampak Pengembangan Ekowisata Kawasan Wisata Gunung Merapi-Merbabu terhadap Perubahan Struktur Masyarakat. [Skripsi]. Surakarta [ID] : Universitas Sebelas Maret. Dapat diunduh dari http://eprints.uns.ac.id/8686/1/92460408200904151.pdf

Yoeti, OA. 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, informasi dan implementasi. Jakarta [ID] : Kompas.

Page 15: 711-1747-1-SP (1).docx

15

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

PETA Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan

Sumber: google.com

Page 16: 711-1747-1-SP (1).docx

16

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

ANALISIS DAMPAK PENGEMBANGAN OBYEK WISATA SETU BABAKAN TERHADAP KONDISI EKONOMI DAN BUDAYA MASYARAKAT

Oleh : Natrisya SekararumDepartemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Fakultas Ekologi ManusiaInstitut Pertanian Bogor

No. Kuesioner :Tanggal Wawancara :Nama Responden :Alamat Responden :

I. Karakteristik Respondena. Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuanb. Umur : ......................................c. Pendidikan terakhir : ......................................d. Jumlah tanggungan dalam keluarga : ......................................e. Lama tinggal di lokasi (tahun) : ......................................f. Pekerjaan : ......................................g. Kepemilikan usaha : ......................................

II. Karakteristik Rumahtangga

KETERANGAN ANGGOTA RUMAHTANGGA(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Page 17: 711-1747-1-SP (1).docx

17

No Nama anggota RT

Hubungan dengan kepala rumah tangga

Jenis kelamin

Usia(tahun)

Status per-

kawinan

Tingkat pendidik

an terakhir

agama

1.2.3.4.5.

Kode Kol 31. Kepala RT2. Istri/suami3. Anak4. Lainnya

Kode Kol 41. Laki-laki2. Perempuan

Kode Kol 61. Belum kawin2. kawin3. cerai hidup4. cerai mati

Kode Kol 71. Tidak sekolah2. SD3. SMP/sederajat4. SMA/sederajat5. Perguruan

Tinggi

Kode Kol 81. Islam2. Katolik3. Protestan4. Hindu5. Budha6. Lainnya

III. Kondisi Ekonomi akibat adanya obyek wisata

Pendapatan Rumahtangga dari non-pertanian pada Tahun 2014 dalam Rupiah

Jenis Pekerjaan

Hari Kerja/Minggu

Hari Kerja/Bulan

Total Hari Kerja pertahun (a)

Pendapatan Bersih perhari/perbulan (b)

Total Pendapatan/tahun(a x b)

Bila ada Transfer Payment (kiriman uang) dari anggota keluarganya yang menjadi buruh migran di luar kota, TKI atau TKW, berikan besaran jumlahnya Rp......................................../tahun

Lampiran 3. Panduan Pertanyaan wawancara mendalam

Pihak Perkampungan Budaya Betawi

1. Riwayat singkat kawasan wisata Setu yang ditetapkan sebagai Perkampungan Budaya Betawi

2. Pemanfaatan yang telah dilakukan pengelola terhadap kawasan wisata3. Permasalahan atau kendala yang terjadi dalam pengelolaan kawasan wisata4. Solusi atau tindakan dalam menghadapi permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan

kawasan5. Kerja sama yang sudah dilakukan untuk pengembangan pengelolaan wisata6. Pengelola setuju atau tidak jika melibatkan masyarakat dalam mengelola kawasan wisata?

Dalam bentuk apa?7. Anggaran / biaya yang dikeluarkan / dibutuhkan untuk pengelolaan wisata8. Pendapatan yang diperoleh

Page 18: 711-1747-1-SP (1).docx

18

9. Berapa jumlah karyawan/pegawai? Berasal darimana?10. Jumlah wisatawan dalam satu tahun akhir11. Apakah pelaku usaha sekitar kawasan merupakan masyarakat lokal atau masyarakat

pendatang?12. Berapa banyak masyarakat lokal dan masyarakat pendatang yang menjadi pelaku usaha?13. Apa kelemahan dari pengembangan wisata budaya di daerah ini?14. Peran pihak pengelola dalam mempertahankan keberadaan kampung Betawi?15. Bentuk kegiatan apa saja yang dilakukan pihak pengelola dalam mempertahankan dan

melestarikan budaya Betawi?16. Bagaimana pengelola menjadwalkan wisata budaya dalam pertunjukan dan pergelaran

seni?17. Bagaimana pengelola mempromosikan wisata budaya ke wisatawan?18. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk tetap menjaga eksistensi atraksi budaya Betawi

agar tetap menarik wisatawan?

Tokoh Masyarakat Kampung Betawi

1. Bagaimana sejarah singkat mengenai penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Wilayah Setu Babakan?

2. Apakah ada perundingan dengan masyarakat mengenai penetapan kawasan?3. Apa mata pencaharian utama masyarakat wilayah ini?4. Bagaimana sistem norma, nilai dan budaya yang berlaku di masyarakat?5. Apakah kawasan wisata Perkampungan Budaya Betawi memberikan kontribusi

peningkatan pendapatan pada masyarakat sekitar?6. Apakah kawasan ini berperan dalam menopang kehidupan ekonomi masyarakat sekitar?7. Apa kelemahan dari pengembangan wisata budaya di daerah ini?8. Apakah kawasan ini berpengaruh positif dalam pemeliharaan dan pelestarian budaya

Betawi?9. Bagaimana peran anda dalam memperkenalkan budaya Betawi terhadap masyarakat

pendatang?10. Apakah anda terlibat di dalam pergelaran maupun pelatihan atraksi budaya di

Perkampungan Budaya Betawi?11. Apakah masyarakat sekitar kawasan berpartisipasi mengikuti kegiatan yang berkaitan

dengan budaya Betawi?12. Kegiatan apa saja yang dilakukan masyarakat yang berkaitan dengan budaya Betawi?13. Apakah pihak pengelola PBB melindungi dan membina secara terus menerus tata

kehidupan, seni budaya tradisional Betawi?14. Apa harapan anda untuk kawasan wisata PBB di masa yang akan datang khususnya

dalam pemeliharaan dan pelestari budaya?

Wawancara mendalam ke responden1. Apakah anda masyarakat lokal atau masyarakat pendatang?2. Sudah berapa lama anda bekerja di kawasan ini?3. Apa saja yang anda ketahui mengenai wisata budaya di kawasan ini?4. Apa kelemahan dari pengembangan wisata budaya di daerah ini?5. Setiap hari apa pergelaran seni musik, tari dan lainnya diadakan? Berapa kali?6. Menurut anda bagaimana keadaan setu babakan / perkampungan Betawi saat ini?7. Menurut anda bagaimana hubungan pihak pengelola PBB dengan masyarakat?8. Apakah masyarakat dilibatkan dalam pengembangan kawasan wisata ini?9. Apakah ekowisata memberikan kontribusi yang besar pada peningkatan pendapatan

rumahtangga? Berapa besar kontribusinya?10. Apakah lahan yang anda tempati untuk usaha merupakan lahan sendiri? Berapa luasnya?11. Upaya – upaya apa saja yang anda lakukan untuk tetap menjaga budaya betawi?

Page 19: 711-1747-1-SP (1).docx

19

12. Apakah masyarakat merasa diuntungkan/dirugikan dengan penetapan kawasan ini sebagai Perkampungan Budaya Betawi? Jelaskan!

13. Apa harapan anda pada kawasan ini untuk keberlanjutan hidup masyarakat sekitar?

Lampiran 3. Rancangan Skripsi 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang1.2. Masalah Penelitian1.3. Tujuan Penelitian1.4. Kegunaan Penelitian

2. PENDEKATAN TEORETIS2.1. Tinjauan Pustaka2.2. Kerangka Pemikiran2.3. Hipotesis2.4. Definisi Operasional

3. PENDEKATAN LAPANGAN3.1. Lokasi dan Waktu 3.2. Teknik Pengumpulan Data3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

4. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN4.1. Kondisi Geografis4.2. Kondisi Ekonomi4.3. Kondisi Sosial

5. DAMPAK OBYEK WISATA SETU BABAKAN TERHADAP KONDISI EKONOMI MASYARAKAT5.1. Pendapatan Rumahtangga5.2. Peluang Kerja dan Usaha5.3. Jenis Pekerjaan di sektor ekowisata

6. DAMPAK OBYEK WISATA SETU BABAKAN TERHADAP BUDAYA MASYARAKAT6.1. Budaya Betawi

7. PENUTUP7.1. Kesimpulan7.2. Saran