70275247-Abses-Otak

35
REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK PENANGANAN ABSES OTAK Disusun oleh: Dyna Ayu Mukhitasari NIM. 082011101067 Dokter Pembimbing: dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A dr. Gebyar Tri Baskoro, Sp.A dr. Ramzy Syamlan, Sp.A dr. Saraswati Dewi, Sp.A SMF/LAB ILMU KESEHATAN ANAK

Transcript of 70275247-Abses-Otak

Page 1: 70275247-Abses-Otak

REFERAT

ILMU KESEHATAN ANAK

PENANGANAN ABSES OTAK

Disusun oleh:

Dyna Ayu Mukhitasari

NIM. 082011101067

Dokter Pembimbing:

dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A

dr. Gebyar Tri Baskoro, Sp.A

dr. Ramzy Syamlan, Sp.A

dr. Saraswati Dewi, Sp.A

SMF/LAB ILMU KESEHATAN ANAK

RSD DR. SOEBANDI JEMBER

2012

Page 2: 70275247-Abses-Otak

PENDAHULUAN

Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada

jaringan otak. AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak

dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan

oleh peradangan telinga. Pada beberapa penderita dihubungkan dengan kelainan

jantung bawaan sianotik. Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri,

jamur dan parasit tertentu. Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak

melalui aliran darah, perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan

kelainan kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.

Angka kejadian yang sebenarnya dari AO tidak diketahui. Laki-laki lebih

sering daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Goodkin dkk melaporkan

prevalensi dari abses serebri di Rumah Sakit Anak Boston dari tahun 1981 sampai

tahun 2000 sekitar 386 pasien. 55 diantaranya didiagnosa berdasarkan hasil CT-

Scan dan juga biopsy. Berdasarkan data retrospektif terhadap 55 pasien ini

diketahui range usia pasien adalah 5 hari sampai 34 tahun, dimana 7 pasien berusia

lebih muda dari 8 minggu, dan 5 pasien berusia lebih muda dari 1 bulan. Abses

serebri dapat terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat terjadi di lobus

frontal, parietal, dan temporal. Abses serebri di lobus occipital, serebelum dan

batang otak terjadi pada sekitar 20% kasus.

Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus

infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara

langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh

penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada

pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya

berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses otak

bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit

jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah

sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini

memudahkan terjadinya trombo-emboli.

Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan

malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai

Page 3: 70275247-Abses-Otak

lokalisasi abses. Walaupun teknik neuroimaging telah berkembang dengan pesat,

abses otak sering sulit untuk didiagnosa, dan terkadang membutuhkan intervensi

bedah. Sumber utama infeksi sangat sulit untuk diketahui, apalagi mikroorganisme

yang mungkin menjadi etiologi abses. Terapi AO terdiri dari pemberian antibiotik

dan pembedahan. Tanpa pengobatan, prognosis AO dapat menjadi jelek.

ABSES OTAK

Definisi

Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir

diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus

dan protozoa.

Epidemiologi

Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering

terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi

oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi

fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan

lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas

Page 4: 70275247-Abses-Otak

ventrikuloperitonial (VP-Shunt). Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti

pada 10-15% kasus.

Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika

saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih

tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang

dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat

tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan

masyarakat (life threatening infection).

Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai

pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih

usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.

Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit

merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien

buruk, rate kematian akan tinggi

Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson

Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya

selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki >

perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate

kematian 55%.

Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien

abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo

Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita

abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5

bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20 penderita, 7 meninggal).

Anatomi Otak

Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Organ ini berfungsi

sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta mengarahkan informasi

sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah,

dan otak belakang.

Page 5: 70275247-Abses-Otak

Gambar 2.1. Anatomi otak

(Sumber: www. biology.about.com)

Pembagian otak:

1. Prosencephalon - Otak depan

2. Mesencephalon - Otak tengah

o Diencephalon = thalamus, hypothalamus

o Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum

3. Rhombencephalon - Otak belakang

o Metencephalon= pons, cerebellum

o Myelencephalon= medulla oblongata

Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)

Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf,

yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah.

Tempat-tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua

kompartemen susunan saraf tersebut di atas, yaitu pleksus korioideus, pembuluh

Page 6: 70275247-Abses-Otak

darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi

ruang subaraknoid.

Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan

yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel tersebut

adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel

membran araknoid serta perineurium.

Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses

patologis, seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi

peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi

serebral yang terganggu.

Gambar 2.2 Mekanisme Imunologi Sawar Darah Otak

Sumber: www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites

Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu

menghalangi masuknya leukosit ataupun mikroorganisme patogen ke susunan saraf

pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi

bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi-substansi yang dihasilkan

dari sel-sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa

menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T-sel ternyata

dapat juga menyebrangi endothelium tanpa menimbulkan kerusakan structural pada

pembuluh darah.

Etiologi dan Faktor Predisposisi

Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi

menjadi:

Page 7: 70275247-Abses-Otak

1. Organisme aerobik:

Gram positif : Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus

Gram negatif : E. coli, Hemophilus influenza, Proteus, Pseudomonas

2. Organisme anaerobik: B. fragilis, Bacteroides sp, Fusobacterium sp, Prevotella

sp, Actinomyces sp, dan Clostridium sp.

3. Fungi : Kandida, Aspergilus, Nokardia

4. Parasit : E. histolytica, Schistosomiasis, Amoeba

Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga

tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).

Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi

paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis

bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot

(abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak

yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran

darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau

cerebellum dan batang otak. Dapat juga timbul akibat trauma tembus pada kepala

atau trauma pasca operasi.

Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti

AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat

menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui.

Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas

wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi

luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan

lokasi timbulnya abses di lobus otak.

Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis

melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya

biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya.

Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior

lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis

atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus

temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis.

Page 8: 70275247-Abses-Otak

Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada

mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan

tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat

menyebar ke dalam serebelum.

Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor

lingkungan :

1. Faktor tuan rumah (host)

Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi

mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang

utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik

humoral dan selular yang berfungsi sempurna.

2. Faktor kuman

Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang

membangkitkan meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor

virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor pertahanan host. Kuman

yang memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan

saraf pusat jika terdapat ganggguan pada sistem limfoid atau

retikuloendotelial.

3. Faktor lingkungan

Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat

masuk ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air,

atau udara.

Histopatologi

Abses Piogenis disebabkan bakteri

Jaringan otak rentan terhadap infeksi dan tidak mempunyai mekanisme

pertahanan yang baik, pembentukan kapsul kolagen merupakan respons yang

terpenting dalam membatasi penyebaran abses. Untuk terjadinya abses otak harus

ada daerah yang nekrosis terlebih dahulu dalam jaringan otak.

Pada penderita meningitis bakteri tidak selalu terjadi abses otak, hal ini

dipengaruhi oleh faktor-faktor:

1. Virulensi bakteri

Page 9: 70275247-Abses-Otak

Komponen permukaan subkapsular bakteri (dinding sel dan

lipopolisakarida) memegang peranan yang penting untuk timbulnya radang di

selaput otak dan memperluas daerah yang nekrosis ke dalam jaringan otak.

Bakteri pneumokokus mempunyai dua polimer dinding sel (peptidoglikan

dan asam trikoik fosfat ribitol) menyebabkan timbulnya keradangan. H. influenza

mempunyai kapsul lipopolisakarida, bila terjadi inokulasi ke dalam iintrasisternal

memnyebabkan radang dan merusak sawar darah otak.

2. Rusaknya sawar darah otak

Hanya bakteri tertentu yang bias merusak sawar darah otak. Kerusakan

sawar darah otak menimbulkan eksudasi albumin yang mempercepat timbulnya

edema otak, dengan kerusakan sel endotel dan mikrovaskuler otak.

3. Imunopatologis

Satu sampai 3 jam setelah inokulasi lipopolisakarida terjadi pelepasan secara

cepat dari TNF (Tumor Necrotic Factor), Interleukin-1, dan Interleukin-2 ke dalam

CSS, menyebabkan neutrofil melekat pada epitel serta merangsang sel-sel di

susunan saraf pusat (astroglia, endotel, dan makrofag selaput otak) untuk

melepaskan sitokin. Sitokin diekskresikan dan merusak sawar darah otak. Kondisi

imunologis penderita yang kurang baik akan mempercepat terjadinya proses

peradangan di jaringan otak.

Abses disebabkan jamur

Abses yang disebabkan jamur umumnya merupakan abses metastatik.

Awalnya akan tampak invasi vaskular oleh jamur, disusul thrombosis sekunder dan

infark otak. Hal ini menyerupai abses piogenik, dimana di dalam bagian nekrotik

terdapat sel radang, makofag, fibroblast, dan sel besar berinti banyak terisi jamur

yang telah difagosit.

Abses disebabkan parasit

Amoeba menyebabkan terjadinya pusat nekrotik yang berisi debris dan

terutama sel mononuclear, dikelilingi kongesti vaskular, nekrosis jaringan saraf dan

sel limfotik, sel plasma dan mononuklear lain, disini pembentukan kapsul tidak ada

Page 10: 70275247-Abses-Otak

atau hanya sedikit serta dapat ditemukannya kista dan trofozoit. Toksoplasma dapat

menyebabkan ensefalitis, abses, dan granuloma dengan atau tanpa pusat nekrotik.

Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus

infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara

langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh

penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada

pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya

berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.

Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak

dengan infiltrasi lekosit disertai edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak,

kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa

minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu

rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang

nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan

fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal

kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli

membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :

1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)

Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymofonuklear

leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi,

yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-

sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan

mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini

disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan

peningkatan efek massa karena pembesaran abses.

2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)

Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah

pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris

dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel

radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-

makrofag besar dan gambaran fibroblas yang terpencar. Fibroblas

Page 11: 70275247-Abses-Otak

mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen.

Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi

sangat besar

3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris

dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan

fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat

nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat

oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih

dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di

permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam

substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam

ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah

anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi

astrosit di sekitar otak mulai meningkat.

4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)

Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan

gambaran histologis sebagai berikut:

Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.

Daerah tepi pusat nekrosis terdiri dari sel radang, makrofag, dan

fibroblast.

Kapsul kolagen yang tebal.

Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.

Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke

arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.

Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi

meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang

berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO

lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi

secara hematogen.

Page 12: 70275247-Abses-Otak

Respon Imunologik pada Abses Otak.

Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke

susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di

mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui arteri

intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.

Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang datang melalui lintasan

hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada

toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai

sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh

karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman yang

dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak

membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat

besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu.

Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia

menghambat penetrasi fagosit, antibodi dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki

fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk

pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses infeksi di

luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif.

Unsur seluler lain dari sistem imunologik, yaitu makrofag membuat

prostaglandin, leukotrin, dan sitokin yang dapat berkomunikasi dengan neuron dan

sel glia. Salah satu jenis sitokin adalah Interleukin-1 yang memiliki kemampuan

untuk mengubah fungsi T-sel. Zat aktif itu homolog dengan pirogen, yang

menjalankan peranan penting dalam regulasi suhu oleh hipotalamus. Kini diperoleh

banyak data yang menyatakan bahwa astrosit bersama mikroglia dapat berfungsi

seperti makrofag. Dalam artikel yang ditulis oleh Bryan Rock, dkk telah

dikemukakan mengenai peranan mikroglia dalam infeksi susunan saraf pusat.

Mikroglia sendiri merupakan jaringan saraf yang terdiri atas sel-sel interstisial kecil

dan mungkin berasal dari mesoderm.

Mikroglia yang telah teraktivasi akan merilis sejumlah sitokin dan dan

kemokin melalui proses parakrin dan autokrin, yang selanjutnya akan bekerjasama

melawan infeksi pada susunan saraf pusat. Produk yang telah disekresi oleh

Page 13: 70275247-Abses-Otak

microglia juga berkontribusi dalam proses imunologik dan peradangan. Dalam hal

ini, diketahui bahwa matrix metalloproteinases (MMPs) berpotensial merusak

sawar darah otak, masuknya leukosit ke dalam sistem saraf pusat, dan kerusakan

jaringan. MMP sendiri adalah suatu enzim zinc-dependent yang mampu merusak

protein, dan sering dijumpai di matriks ekstraseluler.

Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda klinis dari abses otak tergantung kepada banyak faktor,

antara lain lokasi, ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman, derajat

edema otak, respons pasien terhadap infeksi, dan juga umur pasien. Bagian otak

yang terkena dipengaruhi oleh infeksi primernya.

Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala

infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan

intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya

abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala

infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.

Manifestasi abses otak sebenarnya didasarkan dengan adanya:

1. Manifestasi peningkatan tekanan intrakranial, berupa sakit kepala, muntah,

dan papiledema.

2. Manifestasi supurasi intrakranial berupa iritabel, drowsiness, atau stupor,

dan tanda rangsang meningeal.

3. Tanda infeksi berupa demam, menggigil, leukositosis.

4. Tanda local jaringan otak yang terkena berupa kejang, gangguan saraf

kranial, afasia, ataksia, paresis.

Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala

neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai

kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya

terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.

Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan

mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan

hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas

dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik,

Page 14: 70275247-Abses-Otak

berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala

sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan

menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus.

Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat

fatal.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan

laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk

melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan

infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor

resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah

diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.

Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status

mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis,

dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.

Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem

musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota

gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.

Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu

pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju

endap darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan

gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan

sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang. kecuali bila

terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.

Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial,

dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan

pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama

penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan

perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik

pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses

serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini,

pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang

Page 15: 70275247-Abses-Otak

relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop

tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan

yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh

lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan

suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak

digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.

Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan

(Sumber: http://emedicine.medscape.com)

Gambaran CT-scan pada abses :

Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.

Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari

zona central inflamasi.

Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis,

hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium

ini dapat terlihat gambaran ring enhancement.

Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral

abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)

Page 16: 70275247-Abses-Otak

Gambar 2. Gambaran CT-Scan Abses Serebi

Sumber: Kepustakaan 13

Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur

diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis

abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal

untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding

dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan

granuloma.

Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,

metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk

membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis

hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½

kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini

Page 17: 70275247-Abses-Otak

menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa

abses biasanya berkembang di medial.

Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang

tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di

daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.

Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed

density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang

luas.

Penatalaksanaan

Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan

menghilangkan kuman penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan :

1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat

mengancam jiwa

2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses

3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)

4. Pengobatan terhadap infeksi primer

5. Pencegahan kejang

6. Neurorehabilitasi

Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan

pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang

memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat

digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole.

Jika terdapat riwayat cedera kepala dan komplikasi pembedahan kepala,

maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan

sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat

digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia.

Tabel 2.1 Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak

Etiologi Antibiotik

Infeksi bakteri gram negatif,

bakteri anaerob, stafilokokkus

Meropenem

Page 18: 70275247-Abses-Otak

dan streptokokkus

Penyakit jantung sianotik Penissilin dan metronidazole.

Post VP-Shunt Vancomycin dan ceptazidine

Otitis media, sinusitis, atau

mastoiditis

Vancomycin

Infeksi meningitis citrobacter Sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum

dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida

Pada abses yang terjadi akibat trauma penetrasi, cedera kepala, atau sinusitis

dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime

atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan meropenem terbukti

baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan

streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif.

Pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi

dengan penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal

shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine. Jika otitis media,

sinusitis, atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin

karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Jika meningitis

citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan

sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi

aminoglikosida. Pada pasien dengan immunocompromised digunakan antibiotik

yang berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.

Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak

Drug Dose Frekwensi dan rute

Cefotaxime (Claforan) 50-

100 mg/KgBBt/Hari

2-3 kali per hari,

IV

Ceftriaxone (Rocephin)

50-100 mg/KgBBt/Hari

2-3 kali per hari,

IV

Metronidazole (Flagyl)

35-50 mg/KgBB/Hari

3 kali per hari,

IV

Page 19: 70275247-Abses-Otak

Nafcillin (Unipen, Nafcil)

2 grams

setiap 4 jam,

IV

Vancomycin

15 mg/KgBB/Hari

setiap 12 jam,

IV

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat

mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan

kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus

dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis

yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam

3-7 hari.

Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya

tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas

serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah

itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada

pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan

secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan,

yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan, seperti

cerebritis atau dengan abses yang multipel.

Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara

antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase

abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center

tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration

and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang

otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.

Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti:

small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.

Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna

diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi

eksisi dalam mengurangi risiko kejang.

Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi

mengingat proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa baik

Page 20: 70275247-Abses-Otak

oleh edema maupun abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran abses

yang cukup besar, tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.

Antibiotik mungkin dapat digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses

berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang

berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Namun, harus ditatalaksanakan

dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.

Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena

prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan

dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih

dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak

di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti

mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan

drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon

terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.

Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya

terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari

kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya

abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).

Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah

mengalami kejang dengan frekuensi yang cukup sering. Penghentian antikonvulsan

ini ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita selanjutnya.

Diagnosa Banding

Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat

bermanifestasi klinis hampir sama dengan suatu neoplasma maupun hematoma

subdural. Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnosa yang menyeluruh agar terapi

yang diberikan menjadi tepat.

Tabel 2.3 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging

ABSCESS TUMOUR

Wall Smooth, thin, regular Thick , irregular

  Thinner on inner aspect Thinner on outer aspect

Page 21: 70275247-Abses-Otak

Nodularity If present, on inner border outer border

T1 Hyperintense rim.  

T2 Hypointense rim.  

Meningeal enhancement Favours not seen.

Diffusion imaging High signal low signal

Perfusion

imaging.dynamic

normal signal due to

collagen and fibrosis in

wall

Low signal due high capillary

density in tumour.

Sumber: Kepustakaan no. 16

Komplikasi

Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun

komplikasinya adalah:

1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid

2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus

3. Edema otak

4. Herniasi oleh massa Abses otak

Prognosis

Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan

berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotik

yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan

dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses

mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang

terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus,

abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.

Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:

1) Cepatnya diagnosis ditegakkan

2) Derajat perubahan patologis

Page 22: 70275247-Abses-Otak

3) Soliter atau multipel

4) Penanganan yang adekuat.

Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat

didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan

mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50%

penderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Robert H. A. Haslam. Brain Abscess. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. USA:

WB Saunders. 2004. p: 2047-2048.

2. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th

ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982.

3. Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC

4. Adams RD, Victor Maurice. Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th ed.

USA:McGraw-Hill Inc, 1993:612-616.

5. Margaret B. Rennels, Celeste L. Woodward, Walker L. Robinson, Maria T.

Gumbinas.1983. Medical Cure of Apparent Brain Abscesses. Pediatrics

1983;72;220-224.

6. Edwin G. Fischer, James E. McLennan, Yamato Suzuki. 1981. Cerebral Abscess in

Children. Am J Dis Child. 1981;135(8):746-749.

Page 23: 70275247-Abses-Otak

7. Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. 2004. Prevalence, Symptoms, and Prognosis of

Intracerebral Abscess. American Academy of Pediatrics.

Availablathttp://aapgrandrounds.aappublications.org accessed at 3 May 2011.

8. Bailey.R, 2011, Anatomy of the Brain, Available at

http://biology.about.com/od/humananatomybiology/a/anatomybrain.htm accessed

16 May 2011

9. Mardjono, M. Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian

Rakyat.

10. Soetomenggole, Talim S. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI.