70275247-Abses-Otak
-
Upload
dyna-ayu-mukhitasari -
Category
Documents
-
view
110 -
download
3
Transcript of 70275247-Abses-Otak
REFERAT
ILMU KESEHATAN ANAK
PENANGANAN ABSES OTAK
Disusun oleh:
Dyna Ayu Mukhitasari
NIM. 082011101067
Dokter Pembimbing:
dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A
dr. Gebyar Tri Baskoro, Sp.A
dr. Ramzy Syamlan, Sp.A
dr. Saraswati Dewi, Sp.A
SMF/LAB ILMU KESEHATAN ANAK
RSD DR. SOEBANDI JEMBER
2012
PENDAHULUAN
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada
jaringan otak. AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak
dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan
oleh peradangan telinga. Pada beberapa penderita dihubungkan dengan kelainan
jantung bawaan sianotik. Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri,
jamur dan parasit tertentu. Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak
melalui aliran darah, perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan
kelainan kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.
Angka kejadian yang sebenarnya dari AO tidak diketahui. Laki-laki lebih
sering daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Goodkin dkk melaporkan
prevalensi dari abses serebri di Rumah Sakit Anak Boston dari tahun 1981 sampai
tahun 2000 sekitar 386 pasien. 55 diantaranya didiagnosa berdasarkan hasil CT-
Scan dan juga biopsy. Berdasarkan data retrospektif terhadap 55 pasien ini
diketahui range usia pasien adalah 5 hari sampai 34 tahun, dimana 7 pasien berusia
lebih muda dari 8 minggu, dan 5 pasien berusia lebih muda dari 1 bulan. Abses
serebri dapat terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat terjadi di lobus
frontal, parietal, dan temporal. Abses serebri di lobus occipital, serebelum dan
batang otak terjadi pada sekitar 20% kasus.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara
langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh
penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada
pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya
berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses otak
bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit
jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah
sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini
memudahkan terjadinya trombo-emboli.
Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan
malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai
lokalisasi abses. Walaupun teknik neuroimaging telah berkembang dengan pesat,
abses otak sering sulit untuk didiagnosa, dan terkadang membutuhkan intervensi
bedah. Sumber utama infeksi sangat sulit untuk diketahui, apalagi mikroorganisme
yang mungkin menjadi etiologi abses. Terapi AO terdiri dari pemberian antibiotik
dan pembedahan. Tanpa pengobatan, prognosis AO dapat menjadi jelek.
ABSES OTAK
Definisi
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir
diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus
dan protozoa.
Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering
terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi
oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi
fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan
lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas
ventrikuloperitonial (VP-Shunt). Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti
pada 10-15% kasus.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika
saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih
tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang
dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat
tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan
masyarakat (life threatening infection).
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai
pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih
usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.
Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien
buruk, rate kematian akan tinggi
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson
Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya
selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki >
perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate
kematian 55%.
Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien
abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo
Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita
abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5
bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20 penderita, 7 meninggal).
Anatomi Otak
Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Organ ini berfungsi
sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta mengarahkan informasi
sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah,
dan otak belakang.
Gambar 2.1. Anatomi otak
(Sumber: www. biology.about.com)
Pembagian otak:
1. Prosencephalon - Otak depan
2. Mesencephalon - Otak tengah
o Diencephalon = thalamus, hypothalamus
o Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum
3. Rhombencephalon - Otak belakang
o Metencephalon= pons, cerebellum
o Myelencephalon= medulla oblongata
Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)
Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf,
yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah.
Tempat-tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua
kompartemen susunan saraf tersebut di atas, yaitu pleksus korioideus, pembuluh
darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi
ruang subaraknoid.
Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan
yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel tersebut
adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel
membran araknoid serta perineurium.
Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses
patologis, seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi
peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi
serebral yang terganggu.
Gambar 2.2 Mekanisme Imunologi Sawar Darah Otak
Sumber: www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites
Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu
menghalangi masuknya leukosit ataupun mikroorganisme patogen ke susunan saraf
pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi
bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi-substansi yang dihasilkan
dari sel-sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa
menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T-sel ternyata
dapat juga menyebrangi endothelium tanpa menimbulkan kerusakan structural pada
pembuluh darah.
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi
menjadi:
1. Organisme aerobik:
Gram positif : Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus
Gram negatif : E. coli, Hemophilus influenza, Proteus, Pseudomonas
2. Organisme anaerobik: B. fragilis, Bacteroides sp, Fusobacterium sp, Prevotella
sp, Actinomyces sp, dan Clostridium sp.
3. Fungi : Kandida, Aspergilus, Nokardia
4. Parasit : E. histolytica, Schistosomiasis, Amoeba
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga
tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi
paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis
bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot
(abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak
yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran
darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau
cerebellum dan batang otak. Dapat juga timbul akibat trauma tembus pada kepala
atau trauma pasca operasi.
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti
AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui.
Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas
wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi
luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan
lokasi timbulnya abses di lobus otak.
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis
melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya
biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya.
Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior
lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis
atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus
temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis.
Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada
mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan
tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat
menyebar ke dalam serebelum.
Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor
lingkungan :
1. Faktor tuan rumah (host)
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi
mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang
utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik
humoral dan selular yang berfungsi sempurna.
2. Faktor kuman
Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang
membangkitkan meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor
virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor pertahanan host. Kuman
yang memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan
saraf pusat jika terdapat ganggguan pada sistem limfoid atau
retikuloendotelial.
3. Faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat
masuk ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air,
atau udara.
Histopatologi
Abses Piogenis disebabkan bakteri
Jaringan otak rentan terhadap infeksi dan tidak mempunyai mekanisme
pertahanan yang baik, pembentukan kapsul kolagen merupakan respons yang
terpenting dalam membatasi penyebaran abses. Untuk terjadinya abses otak harus
ada daerah yang nekrosis terlebih dahulu dalam jaringan otak.
Pada penderita meningitis bakteri tidak selalu terjadi abses otak, hal ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1. Virulensi bakteri
Komponen permukaan subkapsular bakteri (dinding sel dan
lipopolisakarida) memegang peranan yang penting untuk timbulnya radang di
selaput otak dan memperluas daerah yang nekrosis ke dalam jaringan otak.
Bakteri pneumokokus mempunyai dua polimer dinding sel (peptidoglikan
dan asam trikoik fosfat ribitol) menyebabkan timbulnya keradangan. H. influenza
mempunyai kapsul lipopolisakarida, bila terjadi inokulasi ke dalam iintrasisternal
memnyebabkan radang dan merusak sawar darah otak.
2. Rusaknya sawar darah otak
Hanya bakteri tertentu yang bias merusak sawar darah otak. Kerusakan
sawar darah otak menimbulkan eksudasi albumin yang mempercepat timbulnya
edema otak, dengan kerusakan sel endotel dan mikrovaskuler otak.
3. Imunopatologis
Satu sampai 3 jam setelah inokulasi lipopolisakarida terjadi pelepasan secara
cepat dari TNF (Tumor Necrotic Factor), Interleukin-1, dan Interleukin-2 ke dalam
CSS, menyebabkan neutrofil melekat pada epitel serta merangsang sel-sel di
susunan saraf pusat (astroglia, endotel, dan makrofag selaput otak) untuk
melepaskan sitokin. Sitokin diekskresikan dan merusak sawar darah otak. Kondisi
imunologis penderita yang kurang baik akan mempercepat terjadinya proses
peradangan di jaringan otak.
Abses disebabkan jamur
Abses yang disebabkan jamur umumnya merupakan abses metastatik.
Awalnya akan tampak invasi vaskular oleh jamur, disusul thrombosis sekunder dan
infark otak. Hal ini menyerupai abses piogenik, dimana di dalam bagian nekrotik
terdapat sel radang, makofag, fibroblast, dan sel besar berinti banyak terisi jamur
yang telah difagosit.
Abses disebabkan parasit
Amoeba menyebabkan terjadinya pusat nekrotik yang berisi debris dan
terutama sel mononuclear, dikelilingi kongesti vaskular, nekrosis jaringan saraf dan
sel limfotik, sel plasma dan mononuklear lain, disini pembentukan kapsul tidak ada
atau hanya sedikit serta dapat ditemukannya kista dan trofozoit. Toksoplasma dapat
menyebabkan ensefalitis, abses, dan granuloma dengan atau tanpa pusat nekrotik.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara
langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh
penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada
pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya
berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak
dengan infiltrasi lekosit disertai edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak,
kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu
rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang
nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan
fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal
kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli
membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymofonuklear
leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi,
yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-
sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan
mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini
disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan
peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah
pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris
dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel
radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-
makrofag besar dan gambaran fibroblas yang terpencar. Fibroblas
mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen.
Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi
sangat besar
3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris
dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan
fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat
nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat
oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di
permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam
substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam
ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah
anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi
astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan
gambaran histologis sebagai berikut:
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Daerah tepi pusat nekrosis terdiri dari sel radang, makrofag, dan
fibroblast.
Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang
berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO
lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi
secara hematogen.
Respon Imunologik pada Abses Otak.
Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke
susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di
mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui arteri
intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.
Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang datang melalui lintasan
hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada
toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai
sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh
karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman yang
dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak
membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat
besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu.
Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia
menghambat penetrasi fagosit, antibodi dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki
fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk
pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses infeksi di
luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif.
Unsur seluler lain dari sistem imunologik, yaitu makrofag membuat
prostaglandin, leukotrin, dan sitokin yang dapat berkomunikasi dengan neuron dan
sel glia. Salah satu jenis sitokin adalah Interleukin-1 yang memiliki kemampuan
untuk mengubah fungsi T-sel. Zat aktif itu homolog dengan pirogen, yang
menjalankan peranan penting dalam regulasi suhu oleh hipotalamus. Kini diperoleh
banyak data yang menyatakan bahwa astrosit bersama mikroglia dapat berfungsi
seperti makrofag. Dalam artikel yang ditulis oleh Bryan Rock, dkk telah
dikemukakan mengenai peranan mikroglia dalam infeksi susunan saraf pusat.
Mikroglia sendiri merupakan jaringan saraf yang terdiri atas sel-sel interstisial kecil
dan mungkin berasal dari mesoderm.
Mikroglia yang telah teraktivasi akan merilis sejumlah sitokin dan dan
kemokin melalui proses parakrin dan autokrin, yang selanjutnya akan bekerjasama
melawan infeksi pada susunan saraf pusat. Produk yang telah disekresi oleh
microglia juga berkontribusi dalam proses imunologik dan peradangan. Dalam hal
ini, diketahui bahwa matrix metalloproteinases (MMPs) berpotensial merusak
sawar darah otak, masuknya leukosit ke dalam sistem saraf pusat, dan kerusakan
jaringan. MMP sendiri adalah suatu enzim zinc-dependent yang mampu merusak
protein, dan sering dijumpai di matriks ekstraseluler.
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis dari abses otak tergantung kepada banyak faktor,
antara lain lokasi, ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman, derajat
edema otak, respons pasien terhadap infeksi, dan juga umur pasien. Bagian otak
yang terkena dipengaruhi oleh infeksi primernya.
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala
infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan
intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya
abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala
infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.
Manifestasi abses otak sebenarnya didasarkan dengan adanya:
1. Manifestasi peningkatan tekanan intrakranial, berupa sakit kepala, muntah,
dan papiledema.
2. Manifestasi supurasi intrakranial berupa iritabel, drowsiness, atau stupor,
dan tanda rangsang meningeal.
3. Tanda infeksi berupa demam, menggigil, leukositosis.
4. Tanda local jaringan otak yang terkena berupa kejang, gangguan saraf
kranial, afasia, ataksia, paresis.
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya
terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan
mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan
hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas
dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik,
berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala
sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan
menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus.
Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat
fatal.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan
laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk
melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan
infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor
resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah
diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status
mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis,
dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem
musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota
gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu
pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju
endap darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan
gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan
sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang. kecuali bila
terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial,
dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan
pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama
penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan
perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik
pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses
serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini,
pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang
relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop
tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan
yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh
lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan
suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak
digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.
Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan
(Sumber: http://emedicine.medscape.com)
Gambaran CT-scan pada abses :
Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.
Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari
zona central inflamasi.
Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis,
hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium
ini dapat terlihat gambaran ring enhancement.
Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral
abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)
Gambar 2. Gambaran CT-Scan Abses Serebi
Sumber: Kepustakaan 13
Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur
diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis
abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal
untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding
dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan
granuloma.
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,
metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis
hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½
kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini
menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa
abses biasanya berkembang di medial.
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang
tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di
daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed
density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang
luas.
Penatalaksanaan
Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan
menghilangkan kuman penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat
mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan
pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang
memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat
digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole.
Jika terdapat riwayat cedera kepala dan komplikasi pembedahan kepala,
maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan
sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat
digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia.
Tabel 2.1 Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak
Etiologi Antibiotik
Infeksi bakteri gram negatif,
bakteri anaerob, stafilokokkus
Meropenem
dan streptokokkus
Penyakit jantung sianotik Penissilin dan metronidazole.
Post VP-Shunt Vancomycin dan ceptazidine
Otitis media, sinusitis, atau
mastoiditis
Vancomycin
Infeksi meningitis citrobacter Sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum
dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida
Pada abses yang terjadi akibat trauma penetrasi, cedera kepala, atau sinusitis
dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime
atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan meropenem terbukti
baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan
streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif.
Pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi
dengan penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal
shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine. Jika otitis media,
sinusitis, atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin
karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Jika meningitis
citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan
sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi
aminoglikosida. Pada pasien dengan immunocompromised digunakan antibiotik
yang berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.
Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
Drug Dose Frekwensi dan rute
Cefotaxime (Claforan) 50-
100 mg/KgBBt/Hari
2-3 kali per hari,
IV
Ceftriaxone (Rocephin)
50-100 mg/KgBBt/Hari
2-3 kali per hari,
IV
Metronidazole (Flagyl)
35-50 mg/KgBB/Hari
3 kali per hari,
IV
Nafcillin (Unipen, Nafcil)
2 grams
setiap 4 jam,
IV
Vancomycin
15 mg/KgBB/Hari
setiap 12 jam,
IV
Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat
mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan
kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus
dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis
yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam
3-7 hari.
Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya
tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas
serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah
itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada
pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan
secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan,
yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan, seperti
cerebritis atau dengan abses yang multipel.
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara
antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase
abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center
tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration
and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang
otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti:
small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna
diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi
eksisi dalam mengurangi risiko kejang.
Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi
mengingat proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa baik
oleh edema maupun abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran abses
yang cukup besar, tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.
Antibiotik mungkin dapat digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses
berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang
berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Namun, harus ditatalaksanakan
dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena
prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan
dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih
dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak
di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti
mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan
drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon
terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya
terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari
kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya
abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).
Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah
mengalami kejang dengan frekuensi yang cukup sering. Penghentian antikonvulsan
ini ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita selanjutnya.
Diagnosa Banding
Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat
bermanifestasi klinis hampir sama dengan suatu neoplasma maupun hematoma
subdural. Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnosa yang menyeluruh agar terapi
yang diberikan menjadi tepat.
Tabel 2.3 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging
ABSCESS TUMOUR
Wall Smooth, thin, regular Thick , irregular
Thinner on inner aspect Thinner on outer aspect
Nodularity If present, on inner border outer border
T1 Hyperintense rim.
T2 Hypointense rim.
Meningeal enhancement Favours not seen.
Diffusion imaging High signal low signal
Perfusion
imaging.dynamic
normal signal due to
collagen and fibrosis in
wall
Low signal due high capillary
density in tumour.
Sumber: Kepustakaan no. 16
Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun
komplikasinya adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan
berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotik
yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan
dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses
mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang
terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus,
abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1) Cepatnya diagnosis ditegakkan
2) Derajat perubahan patologis
3) Soliter atau multipel
4) Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat
didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan
mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50%
penderita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Robert H. A. Haslam. Brain Abscess. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. USA:
WB Saunders. 2004. p: 2047-2048.
2. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th
ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982.
3. Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC
4. Adams RD, Victor Maurice. Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th ed.
USA:McGraw-Hill Inc, 1993:612-616.
5. Margaret B. Rennels, Celeste L. Woodward, Walker L. Robinson, Maria T.
Gumbinas.1983. Medical Cure of Apparent Brain Abscesses. Pediatrics
1983;72;220-224.
6. Edwin G. Fischer, James E. McLennan, Yamato Suzuki. 1981. Cerebral Abscess in
Children. Am J Dis Child. 1981;135(8):746-749.
7. Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. 2004. Prevalence, Symptoms, and Prognosis of
Intracerebral Abscess. American Academy of Pediatrics.
Availablathttp://aapgrandrounds.aappublications.org accessed at 3 May 2011.
8. Bailey.R, 2011, Anatomy of the Brain, Available at
http://biology.about.com/od/humananatomybiology/a/anatomybrain.htm accessed
16 May 2011
9. Mardjono, M. Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.
10. Soetomenggole, Talim S. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI.