7 BAB II - digilib.its.ac.iddigilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-5128-4205100014-bab2.pdfBAB...

28
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Start Sistem start pada suatu engine adalah suatu sistem untuk menghidupkan engine tersebut. Sistem start ini ada bermacam- macam mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang rumit (kompleks) sesuai dengan besarnya daya dari engine tersebut (Davit&Kingsley, 1983). Untuk sistem yang sederhana biasanya instalasinya hanya simple, sebagai contohnya adalah sistem start yang dikick dengan kaki. Untuk contoh sistem start yang rumit adalah sistem start dengan menggunakan udara bertekanan yang membutuhkan instalasi dan peralatan seperti compressor, botol angin serta peralatan pendukung lainnya. Secara garis besar sistem start pada suatu engine dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu direct start dan indirect start. 2.1. 1 Indirect Start Indirect start yaitu suatu sistem start dimana perlakuan yang dikenakan pada engine adalah di luar ruang bakar engine. Indirect start ini biasanya ada pada engine dengan daya yang tidak begitu besar. Jenis dari indirect start ini bermacam-macam yaitu ada yang ditarik dengan tali, diengkol dengan tangan, didorong (pada sepeda motor/mobil) atau memakai botol angin. Botol angin ini tidak digunakan untuk menekan piston di ruang bakar, melainkan untuk menggerakkan flywheel. Cara lain yaitu dengan menggunakan motor elektrik maupun hidrolis yang biasanya tegangannya berkisar 6 sampai 12 volt. (Davit&Kingsley, 1983) Indirect start ini biasanya yang mendapat perlakuan pada engine adalah bagian flywheel. Jika flywheel diputar maka secara otomatis piston juga akan ikut bergerak karena bagian flywheel terhubung dengan piston. Dengan bergeraknya piston dan adanya injeksi bahan bakar maka pembakaran dapat terjadi karena adanya kompresi. Pada diesel engine dapat terjadi pembakaran dengan 7

Transcript of 7 BAB II - digilib.its.ac.iddigilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-5128-4205100014-bab2.pdfBAB...

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Start

Sistem start pada suatu engine adalah suatu sistem untuk menghidupkan engine tersebut. Sistem start ini ada bermacam-macam mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang rumit (kompleks) sesuai dengan besarnya daya dari engine tersebut (Davit&Kingsley, 1983). Untuk sistem yang sederhana biasanya instalasinya hanya simple, sebagai contohnya adalah sistem start yang dikick dengan kaki. Untuk contoh sistem start yang rumit adalah sistem start dengan menggunakan udara bertekanan yang membutuhkan instalasi dan peralatan seperti compressor, botol angin serta peralatan pendukung lainnya. Secara garis besar sistem start pada suatu engine dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu direct start dan indirect start. 2.1. 1 Indirect Start

Indirect start yaitu suatu sistem start dimana perlakuan yang dikenakan pada engine adalah di luar ruang bakar engine. Indirect start ini biasanya ada pada engine dengan daya yang tidak begitu besar. Jenis dari indirect start ini bermacam-macam yaitu ada yang ditarik dengan tali, diengkol dengan tangan, didorong (pada sepeda motor/mobil) atau memakai botol angin. Botol angin ini tidak digunakan untuk menekan piston di ruang bakar, melainkan untuk menggerakkan flywheel. Cara lain yaitu dengan menggunakan motor elektrik maupun hidrolis yang biasanya tegangannya berkisar 6 sampai 12 volt. (Davit&Kingsley, 1983)

Indirect start ini biasanya yang mendapat perlakuan pada engine adalah bagian flywheel. Jika flywheel diputar maka secara otomatis piston juga akan ikut bergerak karena bagian flywheel terhubung dengan piston. Dengan bergeraknya piston dan adanya injeksi bahan bakar maka pembakaran dapat terjadi karena adanya kompresi. Pada diesel engine dapat terjadi pembakaran dengan

7

8

terpenuhinya segitiga api. Dengan tersedianya tekanan pembakaran yang cukup dengan adanya penginjeksian bahan bakar.

2.1. 2 Direct Start

Direct start adalah sistem start dimana perlakuan di engine ada di ruang bakar. Sistem ini diaplikasikan pada engine dengan daya yang besar, biasanya untuk engine yang ada di kapal. Sebenarnya indirect start juga bisa diaplikasikan pada engine dengan daya yang besar. Akan tetapi sistem ini menjadi tidak efektif dan tidak efisien karena instalasi dan dimensi dari sistem start ini membutuhkan space yang besar. Jika diaplilasikan di kapal, tentu saja hal ini tidak praktis. Sistem start di kapal diletakkan di engine room yang mempunyai space sangat terbatas.

Aplikasi dari direct start ini juga menggunakan botol angin untuk menginjeksikan udara yang bertekanan ke dalam ruang bakar. Pada indirect start juga ada kasus yang sama yaitu penggunaan botol angin. Akan tetapi dalam aplikasinya terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara kedua sistem ini. Jika pada indirect start, botol angin ini digunakan untuk menggerakkan flywheel dan secara otomatis piston juga ikut bergerak karena terhubung dengan crankshaft. Sedangkan pada direct start, udara bertekanan langsung digunakan untuk menggerakkan piston dengan injeksi udara yang disimpan dibotol angin masuk ke engine melalui starting valve.(Taylor,1996).

Penginjeksian udara ke dalam piston pada setiap engine juga berbeda-beda tergantung dari starting valve pada engine tersebut. Jika starting valve hanya ada satu, sedangkan jumlah piston pada engine tersebut lebih dari satu maka sebelum start posisi silinder yang ada harus diatur.

Misalkan saja penyetelan flywheel sebelum start seperti pada gambar seperti pada gambar 2.1. Suatu engine yang terdiri dari 5 silinder dan starting valve terdapat pada silinder nomor 1 maka setiap engine akan distart posisi piston nomor 1 harus pada posisi titik mati atas (TMA) pada langkah kompresi. Pengaturan

9

posisi TMA ini bisa dilakukan secara manual yaitu dengan memutar flywheelnya, pada setiap engine pasti sudah ada tandanya yang menyatakan bahwa silinder yang ada starting valvenya sudah pada posisi TMA.

Gambar 2.1 Flywheel

Jika pada suatu engine yang mempunyai banyak silider dan

masing-masing silinder ada starting valvenya maka pada saat start tidak perlu adanya pengaturan posisi silindernya. Ketika engine dalam keadaan mati dan akan distart maka tinggal menekan tuas startnya saja karena penginjeksian udara sudah diatur secara otomatis oleh starting valve. Kondisi seperti ini seperti yang ada pada Main Engine Mitsui B&W yang ada di KM Caraka Jaya Niaga III-31 yang masing-masing silindernya ada starting valve tersendiri.

Peralatan-peralatan yang ada untuk starting air system terdiri dari bermacam-macam yaitu seperti pada gambar 2.7. Penjelasan dari masing-masing item peralatan adalah sebagai berikut:

10

1. Distributor

Distributor biasanya terdiri dari kumpulan pilot valve yang disusun secara seri. Biasanya pada masing-masing silinder ada satu saluran pilot valve. Pergerakan dari pilot valve ini digerakkan oleh camshaft. Gambar dari distributor adalah seperti gambar berikut :

Gambar 2.2 Distributor

2. Botol angin

Botol angin (tabung penyimpan udara) yang harus disediakan pada sistem start adalah 2 buah. Kapasitas yang harus disediakan untuk reversible diesel engine adalah 12 kali untuk start tanpa pengisian ulang dari kompressor. Dalam botol angin ini juga diletakkan safety valve untuk menghindari tekanan berlebih.

Gambar 2.3 Botol angin

11

3. Kompressor Kompressor yang ada untuk sistem start pada umumnya berjumlah 2 buah. Kompressor ini harus mampu digunakan untuk mengisi botol angin dari kondisi kosong sampai penuh dalam waktu kurang dari 1 jam.

Gambar 2.4 Kompressor

4. Automatic valve

Automatic valve ini berfungsi untuk menghindari ledakan karena tekanan balik yang ada pada sistem. Valve ini juga terintegrasi dengan slow turn valve dan non return valve. Gambar dari valve ini secara terintegrasi adalah:

Gambar 2.5 Automatic valve

12

6. Starting valve Lokasi dari starting valve ini berada silinder head. Tekanan

dari botol angin akan dimasukkan ke engine melalui starting valve ini. Gambar dari starting valve ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.6 Starting valve

Jika sistem ini digambarkan dalam diagram blok secara keseluruhan maka seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.7 Starting air system

13

2.2. Combustion Process Combustion proses adalah suatu tahapan pemampatan udara

sampai proses expansi. Pada combustion process ini bahan bakar yang diinjeksikan akan mengalami beberapa proses yaitu adanya pemanasan, vaporize (pengkabutan), pencampuran dengan udara dan akhirnya terjadilah proses pembakaran. Kaitannya dengan sistem start engine, kualitas bahan bakar (grade dari bahan bakar) sangat menentukan proses starting ini(John &Robert, 2001).

Pada diesel engine combustion process terdiri dari empat fase yang dimulai dengan compressi bahan bakar dan diakhiri dengan proses expansi. Fase dari combustion process bisa dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini. (Harrington, 1992)

Gambar 2.8 Combustion process

14

Keterangan : 1. injection begins 2. combustion begins 3. steady combustion begins 4. injection ceases 5. combustion ends 6. exhaust blowdowns begins Penjelasan dari tiap fase/period dari gambar di atas adalah

sebagai berikut:

a. The ignition-delay period. Ignition delay period adalah fase yang antara terbukanya

injector sampai dengan start pembakaran. Pada fase ini bahan bakar yang masuk mulai dikompressi dan diubahlah bahan bakar yang semula berbentuk cair menjadi vaporize (kabut). Dalam ignition delay period ini ada 2 jenis fase yang terjadi yaitu physical delay dan chemical delay. Pada physical delay adalah waktu perubahan bahan bakar dari fase cair menjadi gas. Sedangkan chemical delay adalah fase perubahan bahan bakar dari gas menjadi energi. Fase ini terjadi secara berurutan dari physical delay baru kemudian diikuti chemical delay.

Fase ignition delay ini disesuaikan dengan kualitas dari bahan bakar. Bahan bakar yang mempunyai kualitas pembakaran yang rendah membutuhkan waktu ignition delay yang panjang. Pada fase ini berawal dari penginjectian bahan bakar sampai dengan dimulainya pengkompresian udara. b. The rapid-combustion period.

Tahap ini adalah lanjutan dari proses ignition delay. Bahan bakar yang sudah tervaporisasi selanjutnya akan terbakar dengan cepat. Proses pembakaran ini terjadi karena adanya percampuran dengan udara dan adanya tekanan yang tinggi akibat adanya kompresi sehingga terjadilah proses pembakaran yang sangat cepat. Kompresi udara yang terjadi disini adalah kompresi maksimal yang ditimbulkan oleh pergerakan piston. Syarat

15

terjadinya pembakaran pada diesel engine adalah adanya tekanan dan suhu tertentu. c. The steady-combustion period.

Steady combustion period adalah tahapan yang dimulai steady combustion begins dan berakhirnya combustion. Steady combustion period ini posisinya dimulai sebelum titik TDC. Berakhirnya tahapan ini setelah ada penutupan dari injector. d. The after-burning period

Tahapan ini adalah berakhirnya pembakaran dan semua bahan bakar sudah terbakar semua. Selanjutnya tahapan ini adalah proses expansi. Pada tahapan inilah berbagai macam polutan yang dihasilkan pada waktu pembakaran dikeluarkan dari engine. (Harrington, 1992)

Pada beberapa kasus, gambar dari combustion process ini bisa saja bergeser dari keadaan normalnya. Kemungkinan gambar tersebut bisa bergeser ke bawah ataupun gambar bisa bergeser ke atas dari gambar normal. Sebagai contohnya adalah seperti gambar berikut ini (Imare):

1. combustion process (terukur di engine) bergeser ke bawah dari gambar normal.

Pergeseran gambar adalah seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.9 Combustion process 1

16

Kejadian ini bisa disebabkan berbagai hal antara lain : - Fuel injection terlambat - Tekanan bahan bakar yang terlalu rendah. - Kesalahan pada fuel valve - Kesalahan pada suction fuel pump - Bahan bakar yang jelek - Terlalu kecilnya pompa bahan bakar (Imare) 2. combustion process (terukur di engine) bergeser ke atas

dari gambar normal penyebab dari bergesernya combustion process ke atas dari

garis normal seperti pada gambar 2.9 adalah sebagai berikut: - fuel injection terlalu awal - Variable injection timing ada kesalahan. - Pompa bahan bakar yang digunakan terlalu besar. Gambar dari combustion process adalah seperti berikut :

Gambar 2.10 Combustion process 2

17

3. combustion process (terukur di engine) bergeser ke bawah dari gambar normal sampai after burning.

Penyebab dari bergesernya gambar combustion proses seperti pada gambar 2.10 adalah sebagai berikut: - Kebocoran pada silinder. - Terjadinya blow - Terjadinya kebocoran pada exhaust valve - Pada piston crown terjadi kerusakan akibat dari proses

pembakaran - Rendahnya tekanan pada saat proses pembilasan,sehingga

pembilasan tidak bisa terjadi secara sempurna. Combustion process yang mengalami pergeseran sampai proses after buring bisa dilihat seperti gambar di bawah ini

Gambar 2.11 Combustion process 3

18

2.3. Reversible Engine Reversible engine adalah engine yang mempunyai dua

putaran kerja, atau dengan kata lain putaran engine bisa dibolak-balik dari counter clock wise menjadi clock wise atau sebaliknya. Pada marine engine, ada tiga cara untuk membalik putaran enginenya. Yang pertama adalah sliding camshaft, yang kedua adalah reversing latch, dan yang ketiga adalah rotating camshaft (Davit&Kingsley, 1983). Uraian dari masing-masing cara akan dijelaskan seperti berikut:

1. Sliding camshaft.

Sliding camshaft dapat dilakukan pada two stroke & for storke engine. Cara ini lah yang biasanya umum dilakukan. Rocker arm berhubungan secara konstan dengan cam, yaitu ahead cam dan astern cam. Perubahan putaran ini dilakukan ketika engine dalam keadaan mati yaitu dengan mendorong rocker armnya. Sedangkan cara rotating camshaft hanya terdapat pada engine two stroke. Untuk cara sliding camshaft dapat diilustrasikan seperti gambar 2.2 berikut ini (Davit&Kingsley, 1983)

Gambar 2.12 Sliding Camshaft

19

Keterangan : 1. ahead cams 2. astern cams 3. one cam follower for each set of cams

Pada saat engine beroperasi pada putaran maju, maka posisi camshaft berada pada titik nomor 1. Dimana untuk setelan air intake dan air starting seperti pada camshaft tersebut. Akan tetapi pada saat engine ingin beroperasi pada putaran balik maka prosisi camshaft ini akan digeser dari titik 1 ke titik 2.Dalam proses pergeseran ini biasanya menggunakan udara bertekanan. Setelah camshaft terletak pada no 2 maka timing dari air intake dan air starting valve jadi berubah karena setelan pada camnya berbeda. Posisi camshaft pada engine bisa dilihat pada gambar 2.12 seperti berikut:

Gambar2.13 Pposisi cam

2. Reversing latch Cara kedua yaitu dengan memindahkan camshaft. Ilustrasi

dari metode ini dapat dilihat pada gambar 2.13. Pada pandangan samping gambar di atas terlihat adanya dua

roller pada reversing latch. Camshaft dalam hal ini tidak bergerak, akan tetapi penguncinya menjadi terbalik. Dengan berpindahnya pengunci menjadi terbalik, roller mengikuti dengan cam. Dengan ikutnya cam, maka menggerakkan pushroad, hal ini terjadi di tengah-tengah reversing block sepanjang waktu. Kancing/ kunci pembalik ini dapat digerakkan secara manual ataupun dengan

20

hidrolis. Proses ini dapat ditemukan pada wo stroke engine ataupun four stroke engine.( Davit&Kingsley, 1983)

Gambar2.14 Reversing Latch

3. Rotating camshaft Cara yang ketiga yaitu rotating camshaft adalah cara yang

khusus untuk two stoke engine. Cam pada two stroke engine memungkinkan penggunaan cam fuel yang sama untuk pengoperasian putaran mundur dan putaran maju. Hal ini bisa dilakukan dengan perputaran pada camshaft yang artinya adalah memutar balik servomotor, digerakkan dengan penekanan lubricating oil yang dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini:

21

Gambar2.15 Rotating Camshaft Turning Mechanism

Untuk memutar balik putaran engine, pengontrolan lubricating oil secara langsung dilakukan pada sisi rotary vane yang terhubung dengan camshaft. Tekanan dari oli ini akan melawan vane kemudian tenaga vane ini akan digunakan untuk memindahkan arc pada posisi astern. Arc ini dapat ditentukan dengan jumlah silinder pada suatu engine. Untuk memindahkan mesin pada posisi ehead lagi maka yang harus dilakukan adalah mengubah tekanan lubricating oil pada posisi ahead lagi. Cam udara start yang sama digunakan pada putaran maju dan putaran mundur dan juga penggunaan fuel cam harus sama. Hal ini hanya dimungkinkan jika keadaan cam adalah simetris. Untuk mencegah kebocoran oli dari rumah oli maka harus diberi seal.( Davit&Kingsley, 1983)

Sebagai contoh reversible engine adalah engine Mitsui B&W 5S26MC yang terdapat pada kapal KM Caraka Jaya Niaga

22

III-31. Putaran normal/ putaran keseharian dari engine ini adalah searah dengan jarum jam. Putaran inilah yang membuat kapal bergerak maju. Sedangkan ketika engine berputar berlawanan arah jarum jam maka kapal akan bergerak mundur. Adapun data dari main engine adalah sebagai berikut

• Engine : Mitsui B & W Type 5S26MC • Jenis : 2 stroke engine • Jumlah silinder : 5 buah • Daya : 2050 HP (MCR) • Bore : 260 mm • Stroke : 980 mm • BMEP : 173.3 kg/cm2 • Putaran : 207 rpm ( MCR )

Adapun gambar dari Mitsui B&W 5S26 MC yang ada di KM Caraka Jaya Niaga III-31 adalah sebagai berikut:

Gambar 2.16 Main engine KM Caraka JN III-31

Dalam pengoperasiannya engine ini bekerja dalam beberapa putaran kerja. Ketika kapal akan memasuki pelabuhan atau meninggalkan pelabuhan variasi putaran ini sering dipakai dalam proses manuvering kapal. Variasi ini bisa dalam keadaan

23

ahead (maju) ataupun astern (mundur). Berbagai macam variasi putaran engine ini dapat dilihat pada table 1.1 sebagai berikut :

Tabel 2.1 Variasi Putaran Eengine KM Caraka III-31

2.4. Fault Tree Analysis Fault tree analysis adalah suatu metode evaluasi keandalan

sistem, khususnya digunakan pada sistem keselamatan (safety oriented system) dan secara umum digunakan untuk menganalisa sistem yang kompleks (Demitri, 2002). Pada awalnya metode ini dikembangkan sebagai salah satu cara untuk mengevaluasi proses kegagalan sistem secara kualitatif. Pada perkembangan berikutnya, dengan algoritma tertentu, metode ini dapat dipergunakan untuk melakukan evaluasi keandalan secara kuantitatif. Metode ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1962 oleh bell telephone laboratories dalam kaitannya dengan studi evaluasi keselamatan sistem peluncuran minuteman misile antar benua. (Demitri, 2002)

Fault tree analysis dalam penyelesaiannya menggunakan beberapa logical gates untuk menghubungan antara satu kejadian (event) dan kejadian yang lain pada suatu sistem tersebut. Posisi puncak dari analysis ini disebut dengan top event. Kondisi inilah yang harus ditentukan, apakah top event ini berupa kejadian kegagalan atau kejadian sukses. Setelah top event ditentukan maka selanjutnya kita turunkan menjadi kejadian-kejadian dibawahnya secara bertahap dengan menggunakan bantuan logical gates. Proses ini dilakukan terus hingga penyebab dasar kegagalan (basic event) ditemukan. Metode seperti ini dikategorikan menjadi metode top-down approach.

Dengan melakukan pendekatan kualitatif, maka tahapan proses kegagalan secara terperinci bisa diturunkan sehingga

24

metode ini dapat mengidentifikasi bagaimana proses kegagalan suatu sistem. Dengan mengetahui proses kegagalan pada suatu sistem, maka perbaikan, pengaturan dan modifikasi pada sistem dapat dilakukan agar kejadian kegagalan yang sama bisa dicegah.

Selain melakukan pendekatan secara kualitatif pendekatan secara kuantitatif pun juga bisa dilakukan dengan memberikan nilai peluang terhadap munculnya masing masing basic event, dan selanjutnya dengan bantuan logical gates dan algoritma tertentu akan ditemukan besarnya peluang sistem menjadi gagal atau peluang munculnya top event bisa didapatkan.

2.4.1. Penyusunan Fault Tree

Dalam grafik simbol dari fault tree ada dua kategori basic yang digunakan yaitu gate symbol dan event symbol. Uraian dari masing-masing item adalah seperti penjelasan berikut: • Gate symbols

Gate symbols adalah simbol atau gambar yang digunakan untuk menghubungkan antar event dengan suatu hubungan tertentu (Demitri, 2002). Dua gate yang paling sering digunakan pada penyusunan dari fault tree adalah AND dan OR gate. AND gate menjelaskan bahwa suatu event terjadi jika event-event dibawahnya semuanya terjadi. Jika salah satu saja event tidak terjadi maka top event tidak akan tercapai. Dalam hubungan ini bisa juga dicontohkan pada hubungan paralel. Sedangkan OR gate menjelaskan hubungan seri, artinya suatu top event bisa terjadi minimal 1 event dibawahnya terjadi. Top event bisa tercapai tidak harus menunggu semua event terjadi. Dalam penyusunan fault tree analysis ada berbagai macam gate yang digunakan. Pemakaian dari masing-masing gate ini juga tergantung dari hubungan masing-masing komponen yang ada pada sistem. Beberapa macam contoh gambar gate symbol yang digunakan dalam penyusunan fault tree adalah sebagai berikut (Artana, KB):

25

1. AND gate arti dari simbol ini adalah output akan terjadi jika semua n input yang ada juga terjadi.

2. OR gate Arti dari simbol ini adalah output akan terjadi jika paling tidak ada satu input yang terjadi.

3. m-out-of-n voting gate

Arti dari simbol ini adalah output akan terjadi jika paling tidak m input terjadi. Jika input yang terjadi kurang dari m maka output tidak akan terjadi.(Artana,KB)

4. Priority AND gate Arti dari simbol ini adalah output akan terjadi jika semua input yang diminta terjadi.

26

5. EOR gate (Exclusive OR gate)

Arti dari simbol ini adalah output akan terjadi jika hanya satu input saja yang terjadi.

6. NOT gate Arti dari simbol ini adalah kejadian input akan menyebabkan kejadian output jika conditional event terjadi.

• Event symbols Kebenaran dari fault tree analysis tergantung bagaimana

kita mendefinisikan dari sistem itu sendiri. Hal yang pertama harus dilakukan adalah mengetahui atau menggambarkan bagaimana posisi masing-masing komponen tersebut dan mengetahui bagaimana hubungan dari masing-masing komponen tersebut. Batasan secara fisik juga dibutuhkan untuk membuat analisis ini menjadi focus akan suatu hal tertentu. Kesalahan yang biasanya terjadi pada saat melakukan fault tree analysis ini adalah tidak adanya batasan analisis sehingga analisis menjadi menyebar luas. Informasi yang jelas dari kharakteristik masing-masing komponen juga dibutuhkan untuk mengetahui kegagalan dari komponen tersebut. Informasi ini dapat diperoleh dari data dilapangan atau dari spesifikasi yang ada di komponen tersebut.

Dalam penyusunan fault tree analysis ada juga boundary condition atau lebih dikenal dengan event. Dalam penggambarannya kita harus bisa mendefinisikan komponen

27

tersebut masuk dalam event mana. Adapun beberapa contoh event yang digunakan yaitu:

a. Basic event

adalah event dasar yang sudah tidak bisa diturunkan menjadi berbagai macam event lagi.

b. Undeveloped/ incomplete event

adalah suatu event yang membutuhkan penurunan lebih lanjut untuk menemukan basic event

c. Conditional event adalah suatu event yang bersifat condisional (syarat) dari event yang lain.

d. Resultant/ intermediet event adalah kombinasi dari berbagai macam kejadian kegagalan sebagai output dari logical gates.

28

e. Transfer-in event adalah titik dimana sub fault tree bisa dimulai sebagai kelanjutan dari transfer out.

f. Transfer-out event adalah titik dimana sub-fault tree bisa dipecah menjadi sub-fault tree.

Dalam penyusunan fault tree analysis harus dipahami

semua posisi dari masing-masing event tersebut. Salah satu contoh dari gambar fault tree analysis adalah

sebagai berikut:

“berlanjut sampai gambar dibawahnya”

29

Gambar 2.17 Fault tree analysis

Gambar fault tree di atas adalah salah satu contoh fault tree

dari gambar diagram pressure tank seperti berikut:

Gambar 2. 18 Pressure tank system

30

Dalam beberapa kasus seling kali ditemui peyelesaian dengan cara yang paling sederhana. Sebagai contoh adalah gambar fault tree analysis di bawah ini.

Gambar 2.19 FTA sederhana

Gambar di atas dikatakan bentuk Fault tree yang sederhana karena jumlah basic event dan jumlah level yang ada pada gambar di atas sedikit. Selain itu masing-masing kejadian bebas satu sama lain. Meskipun terlihat sederhana, gambar di atas dapat juga dijadikan contoh atau acuan pada sebuah sistem yang kompleks.

Dalam beberapa kasus analisa dalam sistem yang kompleks, sering kali ada komponen yang memberikan efek terhadap beberapa komponen atau sub-sistem. Misalkan saja ada basic event “x” yang muncul beberapa kali pada event trees. Kondisi ini akan menyulitkan dalam penyelesaian. Sebagai contohnya adalah ada basic event gagalnya pompa General Service (GS) di kapal. Hal ini akan menyebabkan semua sistem yang berhubungan dengan penggunaan GS pump. Jadi dalam setiap analisa GS ini

31

sering kali muncul. Sebagai contohnya gambar dari fault tree ini dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 2.20 FTA kompleks

Dalam hal ini komponen E3 dan komponen E6 adalah

komponen yang sama. Pada FTA ini komponen ini muncul dua kali. 2.4.2. Evaluasi Kuantitatif Fault Tree

Dalam melakukan evaluasi fault tree secara kuantitatif ada dua metode yang bisa kita lakukan. Metode yang pertama adalah dengan menggunakan aljabar boolean (boolean algebra approach), sedangkan yang kedua adalah dengan menggunakan perhitungan secara langsung (direct numerical approach).

Boolean Algebra Approach.

Pada tabel 2.1 adalah tabel yang menjelaskan bagaimana hukum aljabar boolean untuk evaluasi kuantitatif fault tree. Pendekatan aljabar boolean berawal dari TOP event dan

32

mendiskripsikannya secara logis dalam basic event, incomplete event dan intermediate event. Semua intermediate event akan digantikan oleh event-event pada hirarki yang lebih rendah. Hal ini terus dilakukan sampai pernyataan logika yang menyatakan TOP event semuanya dalam bentuk basic event dan incomplete event. (Priyanta,2000)

Tabel 2.2 Hukum aljabar boolean

Direct numerical approach Kerugian dari boolean algebra approach adalah ekspresi

yang kompleks jika sistem yang besar dan fault tree yang berhubungan dengan sistem tersebut akan dikaji. Pendekatan alternatif untuk menghitung nilai numerik probabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan direct numerical approach. Berbeda dengan Boolean algebra approach yang memiliki sifat top-down approach maka pendekatan numerik ini bersifat bottom-up approach.

Pendekatan numerik ini berawal dari level hirarki yang paling rendah dan mengkombinasikan semua probabilitas dari event yang ada pada level ini dengnan menggunakan logic gate yang tepat dimana event-event ini dikaitkan. Kombinasi probabilitas ini akan memberikan nilai probabilitas dari intermediate event pada level hirarki diatasnya. Proses ini berlangsung terus ke atas sampai TOP event dicapai.

33

Untuk fault tree yang cukup kompleks, selain menggunakan dua metode evaluasi yang sudah didiskusikan di atas, evaluasi kuantitatif dari dapat juga dievaluasi dengan menggunakan formula pendekatan persamaan dibawah ini. Untuk melakukan perhitungan ini dibutuhkan data minimal cut set dari fault tree yang akan dianalisa. Jika Ci menyatakan minimal cut set ke-i dari suatu fult tree, dan jika P(Ci) mewakili probabilitas untuk event Ci maka dengan menggunakan aljabar boolean unreliability dari sistem secara umum dapat diekspresikan sebagai berikut:

Qs =P(C1∪C2..∪Ci...∪Cn) = ∑∑ ∑−

== =

∩1

12

)()(i

jji

n

ni

n

ii CCPCP

+ )CC(C( kji3

1

2

1

1

∪∪∑∑∑=

=

=

n

i

i

j

j

k

P +...+(−1)n-1P )...( 21 nCCC ∩∩

(persamaan 2.1) Henley dan Kumamoto [1992] memberikan suatu metode

evaluasi secara aproksimasi untuk sistem yang memiliki konstruksi fault tree yang sangat kompleks dengan menyederhanaan persamaan 2.1. Aproksimasi ketidakhandalan dari sistem dapat diperoleh dengan menghitung upperbound dan lowerbound dari unreliability sistem dengan formula sebagai berikut

Qs upperbound = ∑=

n

iiCP

1

)(

(persamaan 2.2) Sedangkan untuk menghitung nilai lower bound dari

unreability system menggunakan persamaan sebagai berikut :

Qs = ∑∑∑−

===

∩−1

121

)()(i

jji

n

u

n

ii CCPCP

(persamaan 2.3) Sebuah fault tree dapat diterjemahkan ke dalam blok

diagram keandalan dengan menerjemahkan basic event ke dalam sebuah blok dan menerjemahkan gerbang logika ke dalam

34

susunan tertentu-seri, paralel atau susunan lainnya yang menghubungkan berbagai blok. Hubungan antara fault tree dan blok diagram reliability untuk konfigurasi yang sederhana diperlihatkan pada berikut : (Priyanta,2000)

Tabel 2.3 Hubungan blok diagram dan fault tree