60245580-LAPORAN-BBPOM
Transcript of 60245580-LAPORAN-BBPOM
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIDANG SERTIFIKASI DAN LAYANAN
INFORMASI KONSUMEN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
DI BANDUNG
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan pada Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Oleh:
HERLINA HUSAIN, S.Si
260112100023
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR
2011
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIDANG SERTIFIKASI DAN LAYANAN
INFORMASI KONSUMEN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
(BBPOM) DI BANDUNG
OLEH:
HERLINA HUSAIN, S.Si 260112100023
Jatinangor, Maret 2011
Disetujui oleh:
Drs. Ujang Supriatna, Apt. Yedi Herdiana, M.Si., Apt. Pembimbing dari Pembimbing dari BBPOM Bandung Fakultas Farmasi Unpad
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan praktek Kerja Profesi Apoteker ........................................ 1
BAB II PERAN DAN FUNGSI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
2.1 Peran, Tugas, dan Fungsi Apoteker di Badan POM ..................... 3
2.2 Badan Pengawas Obat dan Makanan ............................................ 9
2.2.1 Kedudukan dan Dasar Hukum........................................... 9
2.2.2 Tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan...................... 9
2.2.3 Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan……………. 9
2.2.4 Kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan……... 10
2.2.5 Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan……... 10
2.2.6 Budaya Organisasi Badan POM…………………………. 11
2.2.7 Konsep Sistem Pengawasan Obat Dan Makanan………... 11
2.2.8 Susunan Organisasi Badan POM....................................... 13
2.3 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan..................................... 13
2.3.1 Tugas dan Fungsi BBPOM……………………………… 14
2.3.2 Tipe-tipe UPT BPOM…………………………………… 14
2.3.3 Struktur Organisasi BBPOM……………………………. 16
2.3.4 Tugas Bidang-bidang BBPOM………………………….. 17
BAB III KEGIATAN PKPA DI BIDANG SERTIFIKASI DAN LAYANAN INFORMASI KONSUMEN
3.1 Seksi Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen ................... 20
3.1.1 Seksi Sertifikasi .................................................................. 20
3.1.2 Seksi Layanan Informasi Konsumen ................................ 21
3.2 Perizinan Sarana Produksi .......................................................... 30
3.3 Perizinan Sarana Distribusi ........................................................ 36
3.4 Permohonan Izin Edar Produk OMKABA ................................. 39
3.5 Labelisasi Halal ........................................................................... 48
3.6 Hasil dan Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ................... 50
3.7 Tugas Khusus .............................................................................. 51
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 56
LAMPIRAN ................................................................................................... 59
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Gambar Struktur Organisasi Balai Besar POM Bandung ...................... 17
3.1 Alur Pelayanan Pengaduan Konsumen .................................................. 24
3.2 Prosedur Tetap Pelayanan Pengaduan Konsumen ................................. 25
3.3 Alur Lanjutan A Pelayanan Pengaduan Konsumen ............................... 26
3.4 Alur Lanjutan B Pelayanan Pengaduan Konsumen ............................... 26
3.5 Logo Obat Tradisional ........................................................................... 43
3.6 Leaflet Registrasi Makanan Dalam Negeri Halaman Muka .................. 59
3.7 Leaflet Registrasi Makanan Dalam Negeri Halaman Belakang ............ 60
3.8 Leaflet Registrasi Air Minum Dalam Kemasan Halaman Muka ........... 61
3.9 Leaflet Registrasi Air Minum Dalam Kemasan Halaman Belakang ..... 62
3.10 Leaflet Registrasi Kosmetika Halaman Muka ....................................... 63
3.11 Leaflet Registrasi Kosmetika Halaman Belakang.................................. 64
3.12 Leaflet Registrasi Obat Tradisional Halaman Muka .............................. 65
3.13 Leaflet Registrasi Obat Tradisional Halaman Belakang ........................ 66
3.14 Leaflet Panduan Menyajikan Susu Formula Halaman Muka ................ 67
3.15 Leaflet Panduan Menyajikan Susu Formula Halaman Belakang ........... 68
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Leaflet Registrasi Makanan Dalam Negeri ................................................ 59
2. Leaflet Registrasi Air Minum Dalam Kemasan ......................................... 61
3. Leaflet Registrasi Kosmetika ..................................................................... 63
4. Leaflet Registrasi Obat Tradisional ........................................................... 65
5. Leaflet Panduan Menyajikan Susu Formula .............................................. 67
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan salah satu
lembaga pemerintah non departemen yang dibentuk untuk melaksanakan tugas
pemerintah tertentu dari presiden. Badan POM mempunyai tugas melaksanakan
pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pelaksanaan pengawasan, pemeriksaan, dan pengujian
obat dan makanan dilakukan oleh sumber daya manusia yang unggul berupa
tenaga profesional yang berkualitas. Salah satu tenaga profesional yang berperan
adalah apoteker.
Dalam bidang pengawasan obat dan makanan yang dilaksanakan oleh
pemerintah melalui Badan POM, seorang apoteker memiliki peran yang penting
dan terlibat langsung di dalam melakukan fungsi pengawasan tersebut. Untuk
mendidik dan melatih calon apoteker yang profesional dan handal di bidang
farmasi dalam melaksanakan tugas pokok di bidang pengawasan obat, makanan,
kosmetika, alat kesehatan, dan bahan berbahaya, Balai Besar POM Bandung telah
dipilih menjadi tempat pelaksanaan Kerja Praktek Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Padjadjaran yang dilaksanakan di bulan Maret 2011.
Pelaksanaan praktek kerja profesi apoteker ini diharapkan dapat membantu calon
apoteker untuk mengetahui tugas, fungsi, kedudukan dan program kerja serta
kegiatan Balai Besar POM khususnya di bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi
Konsumen.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Tujuan PKPA di Balai Besar POM di Bandung adalah mendekatkan
kemampuan akademik peserta dengan kompetensi yang diharapkan melalui
praktek langsung peserta PKPA:
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi,
dan tanggung jawab apoteker dalam lembaga pemerintahan
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di lembaga pemerintahan
3. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang profesional
BAB II
PERAN DAN FUNGSI APOTEKER
DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
Badan POM merupakan institusi pemerintah yang memiliki kewenangan
dan tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap komoditi
obat dan makanan yang beredar di masyarakat. Selain pengawasan terhadap obat
dan makanan, pengawasan juga dilakukan terhadap kosmetika, suplemen,
narkotika, bahan berbahaya, dan obat tradisional. Tugas tersebut dapat terlaksana
dengan baik jika ditunjang dengan adanya sumber daya manusia yang memadai
dan kompeten serta memiliki pengetahuan melalui pendidikan di bidang
kesehatan. Apoteker sebagai tenaga kesehatan memiliki peran yang penting dalam
melaksanakan upaya kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apoteker adalah
sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
2.1 Peran, Tugas, dan Fungsi Apoteker di Badan POM
Paradigma baru untuk praktek farmasi diperkenalkan oleh World Health
Organization (WHO) dan diambil oleh Federation of International
Pharmaceutical (FIP) pada tahun 2000 dalam pernyataan kebijakan mengenai
Tata Pendidikan Praktek Farmasi untuk peran sebagai care giver, decision maker,
communicator, manager, long life learner, teacher, leader, dan researcher.
1. Care giver: pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analitis,
teknis, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan
pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien baik secara individu
maupun berkelompok. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada
sistem pelayanan kesehatan serta berkesinambungan dan pelayanan farmasi
yang dihasilkan harus bermutu tinggi.
2. Decision maker: pengambil keputusan yang tepat untuk mengefisiensikan dan
mengefektifkan berbagai sumber daya yang digunakan untuk kepentingan
pasien.
3. Communicator: mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik.
Komunikasi tersebut meliputi komunikasi lisan dan tulisan.
4. Leader: memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin, mempunyai
keberanian mengambil keputusan yang tepat, efektif, dan empati serta
memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan dan mengelola hasil
keputusan.
5. Manager: kemampuan mengelola sumber daya dan informasi secara efektif.
Tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi
informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
6. Life long learner: kesanggupan untuk belajar terus menerus guna
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan.
7. Teacher: bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan pelatihan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan kefarmasian.
8. Researcher: berperan serta dalam berbagai penelitian guna mengembangkan
ilmu kefarmasian dan kemajuan bidang kesehatan.
Tugas apoteker di Badan POM adalah melaksanakan tugas pemerintah di
bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan dan
perundang-undangan, secara khusus di Unit Pelaksana Teknis Balai Besar POM
bidang pemeriksaan dan penyidikan bertugas melakukan penyusunan rencana dan
program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan
setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, dan pemeriksaan sarana produksi,
distribusi, dan instansi kesehatan serta penyidikan kasus pelanggaran hukum di
bidang terapeutik, narkotik, psikotrpoik dan zat adiktif, obat tradisional,
kosmetika, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud di atas, apoteker
mempunyai fungsi :
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di
bidang pengawasan produk terapeutik, NAPZA, obat tradisional,
kosmetika, produk komplemen, dan produk pangan.
2. Penyusunan rencana pengawasan produk terapeutik, NAPZA, obat
tradisional, kosmetika, produk komplemen, dan produk pangan.
3. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang penilaian mutu dan keamanan produk
terapeutik, NAPZA, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, dan
produk pangan.
4. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan,
pemberian bimbingan di bidang standardisasi produk terapeutik, NAPZA,
obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, dan produk pangan.
5. Pengawasan produk terapeutik, NAPZA, obat tradisional, kosmetika,
produk komplemen, dan produk pangan.
6. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang
pengawasan produk terapeutik, NAPZA, obat tradisional, kosmetika,
produk komplemen, dan produk pangan yang memerlukan pengujian
mikrobiologi.
7. Evaluasi pelaksanaan produk terapeutik, NAPZA, obat tradisional,
kosmetika, produk komplemen, dan produk pangan.
8. Penyusunan rencana dan program pemeriksaan dan penyidikan obat dan
makanan.
9. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian,
dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi, dan instansi kesehatan serta
penyidikan kasus pelanggaran hukum di bidang terapeutik, narkotik,
psikotrpoik dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetika, dan produk
komplemen.
10. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian,
dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi di bidang pangan dan
bahan berbahaya.
11. Pelaksanaan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum.
12. Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan dan penyidikan obat dan
makanan.
13. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan/Balai
Besar/Balai POM.
Berdasarkan kompetensi dasar apoteker di Indonesia yang ditetapkan oleh
Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia/APTFI (Indonesian Association of
Pharmacy Higher Education) apoteker di lembaga pemerintah harus memiliki
kompetensi sebagai berikut:
1. Mampu melakukan koordinasi dan berkontribusi dalam penyusunan
kebijakan dalam bidang obat dan kesehatan
Kebijakan dalam bidang obat dan kesehatan meliputi berbagai hal,
seperti dalam hal pemilihan, produksi, dan distribusi obat untuk kebutuhan
nasional. Apoteker di Badan POM harus memiliki kemampuan dalam
menentukan obat-obatan, perbekalan kesehatan, dan makanan yang tepat
dan sesuai untuk masyarakat sehingga masyarakat tidak dirugikan. Obat-
obatan, perbekalan kesehatan, dan makanan yang dipilih tersebut
merupakan produk yang telah teregistrasi dengan sah dan meyakinkan
serta telah terjamin kualitas dan keamanannya.
Apoteker harus mampu menyusun kebijakan dalam hal produksi
obat, perbekalan kesehatan, dan makanan. Kebijakan tersebut meliputi
persyaratan dan peraturan yang harus dipatuhi oleh industri farmasi dan
makanan dalam proses produksi agar produk yang dihasilkan selalu aman,
bermutu, dan berkhasiat.
Selain itu, apoteker juga harus mampu menyusun kebijakan dalam
hal proses pendistribusian obat, perbekalan kesehatan, dan makanan
kepada masyarakat yang harus dipatuhi oleh distributor sehingga
masyarakat mendapatkan obat, perbekalan kesehatan, dan makanan
dengan mutu yang tetap terjamin baik.
Dengan demikian kebijakan-kebijakan yang disusun Badan POM
diarahkan terutama pada kegiatan prioritas yang memiliki efek sinergi dan
daya ungkit yang besar terhadap tujuan perlindungan masyarakat luas,
mencakup antara lain:
a. Evaluasi mutu, keamanan, dan khasiat produk beresiko oleh tenaga
ahli berdasarkan bukti-bukti ilmiah
b. Standardisasi mutu produk untuk melindungi konsumen sekaligus
meningkatkan daya saing menghadapi era pasar bebas.
c. Pelaksanaan cara-cara produksi dan distribusi yang baik sebagai built
in control.
d. Operasi Pemeriksaan dan Penyelidikan terhadap proses produksi,
distribusi, dan peredaran narkotika, psikotropika serta produk-produk
ilegal lain.
e. Monitoring iklan dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan
organisasi profesi.
f. Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap mutu, khasiat, dan
keamanan produk.
2. Mampu mengelola obat secara nasional
Pengelolaan obat secara nasional meliputi hal-hal sebagai berikut,
yaitu pemilihan obat esensial nasional, persyaratan obat, dan distribusi
obat, termasuk pengumpulan data untuk kebutuhan nasional maupun
internasional.
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) adalah daftar yang berisi
obat-obatan yang paling banyak dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan masyarakat yang meliputi diagnosis, terapi, dan rehabilitasi.
Daftar Obat Esensial Nasional merupakan acuan obat-obatan yang
dibutuhkan secara nasional sehingga dalam penyusunannya perlu diketahui
epidemiologi dan pola penyakit yang diderita masyarakat melalui proses
pengumpulan data.
3. Mampu melaksanakan fungsi pengawasan dan pengaturan obat,
perbekalan kesehatan, dan makanan secara nasional
Dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan pengaturan obat,
perbekalan kesehatan, dan makanan secara nasional maka Badan POM
menerapkan suatu sistem pengawasan obat dan makanan (SISPOM).
4. Mampu berkontribusi dalam penetapan berbagai kebijakan nasional dalam
hal pendidikan di bidang farmasi
Kebijakan nasional mengenai pendidikan di bidang farmasi perlu
ditetapkan agar pendidikan farmasi dapat berjalan dengan baik dan
menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki kompetensi yang diperlukan
sesuai dengan perkembangan di bidang ilmu kefarmasian.
5. Mampu melaksanakan fungsi sebagai badan resmi untuk hubungan
internasional
Badan POM merupakan instansi pemerintah yang memiliki
wewenang dalam pengawasan obat dalam upaya kesehatan. Oleh karena
itu, Badan POM perlu menjalin kerjasama internasional untuk
meningkatkan pengawasan obat. Salah satu contoh kerjasama internasional
yang dilakukan oleh Badan POM adalah ikut serta dalam Harmonisasi
ASEAN di bidang kosmetika yang berlaku sejak Januari 2008. Dengan
demikian regulasi kosmetika se-ASEAN menjadi suatu standar, yaitu
harus memenuhi persyaratan dalam Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik
(CPKB).
6. Mampu melaksanakan fungsi administrasi obat
Salah satu administrasi obat adalah tata cara pendaftaran
(registrasi) obat. Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat
untuk mendapat izin edar. Sedangkan izin edar adalah bentuk persetujuan
registrasi obat untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Registrasi
dilakukan terhadap obat jadi baru, obat jadi sejenis (obat tiruan), obat
produksi dalam negeri, obat kontrak, obat lisensi, dan obat impor.
2.2 Badan Pengawas Obat dan Makanan
2.2.1 Kedudukan dan Dasar Hukum
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 3 Tahun 2002 tentang Perubahan
atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan Lembaga
Pemerintahan Non Departemen (LPND) yang dibentuk untuk melaksanakan tugas
pemerintah tertentu dari Presiden. BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden dan dalam melaksanakan tugasnya dikoordinasi oleh Menteri
Kesehatan.
Badan POM mempunyai tugas melaksanakan pengawasan obat dan
makanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bidang
kerja yang dilakukan oleh Badan POM meliputi produk terapeutik, produk
biologi, narkotika, psikotropika, makanan dan minuman, obat tradisional,
kosmetika, alat kesehatan dan produk komplemen.
2.2.2 Tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan
Badan POM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pengawasan
Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.2.3 Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Dalam melaksanakan tugasnya Badan Pengawas Obat dan Makanan
menyelenggarakan fungsi :
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat
dan makanan,
2. Pelaksanaaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan,
3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM,
4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan,
5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan, umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah
tangga.
2.2.4 Kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Dalam menyelenggarakan fungsinya tersebut, Badan Pengawas Obat dan
Makanan mempunyai kewenangan :
1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat
dan makanan,
2. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk
mendukung pembangunan secara makro,
3. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan.obat dan makanan,
4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu
untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan
makanan,
5. Pemberian ijin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri
farrnasi,
6. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan, dan
pengawasan tanaman obat.
2.2.5 Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Visi Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah menjadi institusi
pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel, dan diakui secara
internasional untuk melindungi masyarakat.
Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah :
1. Melakukan pengawasan pre-Market dan post-Market berstandar
internasional.
2. Menerapkan system manajemen mutu secara konsisten.
3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai
lini.
4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan
makanan yang berisiko terhadap kesehatan.
5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).
2.2.6 Budaya Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, budaya organisasi
Badan POM dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut:
1. Profesionalisme; Menegakkan profesionalisme dengan integritas,
objektivitas, ketekunan, dan komitmen yang tinggi.
2. Kredibel; Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional, dan
internasional.
3. Cepat tanggap; antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
4. Kerjasama tim; Mengutamakan keterbukaan, saling percaya, dan
komunikasi yang baik.
5. Inovatif; Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan
teknologi terkini.
2.2.7 Konsep Sistem Pengawasan Obat Dan Makanan (SISPOM)
Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi
luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang
komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar
ditengah masyarakat. Tiga pilar sistem pengawasan obat dan makanan:
1. Sub Sistem Pengawasan Produsen: Cara Produksi yang Baik
Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan
cara-cara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar
setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal.
Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan
produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan
pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen
dikenakan sangsi, baik administratif maupun pro-justisia.
2. Sub Sistem Pengawasan Pemerintah: Pre-market & Post market
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan
standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum
diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan
pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada
publik yang didukung penegakan hukum.
3. Sub Sistem Pengawasan Konsumen
Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui
peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas
produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang
rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan
karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk
membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran
dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu
produk, disatu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap
penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak
dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk selalu
menjaga kualitasnya.
Adapun prinsip dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan adalah
sebagai berikut:
1 Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional.
2 Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-
bukti ilmiah.
3 Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus
proses.
4 Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.
5 Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
6 Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang
berkolaborasi dengan jaringan global.
7 Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.
2.2.8 Susunan Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Susunan Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan menurut
Keputusan Kepala Badan POM No.02001/SK/KBPOM Tahun 2001 yang telah
diubah dengan Keputusan Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM pasal 5 adalah:
1. Kepala Badan POM
2. Sekretariat Utama; Sekretariat Utama terdiri dari:
a. Biro Perencanaan dan Keuangan
b. Biro Kerjasama Luar Negeri
c. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat
d. Biro Umum
3. Deputi I, Bidang Pengawasan Produk Terapetik, Narkotik, Psikotropik,
dan Zat Adiktif (NAPZA).
4. Deputi II, Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk
Komplemen.
5. Deputi III, Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
6. Inspektorat
7. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional.
8. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan.
9. Pusat Riset Obat dan Makanan.
10. Pusat Informasi Obat dan Makanan.
11. Unit Pelaksana Teknis Badan POM (Balai Besar POM dan Balai POM).
2.3 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.21.3592 tahun
2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) di
Lingkungan Badan POM mencantumkan bahwa unit pelaksana teknis di
lingkungan Badan POM terdiri dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dan
Balai Pengawas Obat dan Makanan. UPT Badan POM dipimpin oleh seorang
Kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badan POM.
2.3.1 Tugas dan Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Balai Besar POM di Bandung sebagai unit pelaksana teknis Badan POM
mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk
terapetika, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika,
produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.
Dalam melaksanakan tugasnya Balai Besar POM di Bandung
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk secara mikrobiologi.
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan
pada sarana produksi dan distribusi.
5. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu
yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan, sesuai dengan
bidang tugasnya.
2.3.2 Tipe-Tipe Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Pengawas Obat dan
Makanan
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.3592
tahun 2007, UPT di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan terdiri dari :
a. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tipe A, terdiri dari:
a. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen.
b. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya.
c. Bidang Pengujian Mikrobiologi.
d. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan.
e. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.
f. Sub Bagian Tata Usaha.
g. Kelompok Jabatan Fungsional.
b. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tipe B, terdiri dari:
a. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen.
b. Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi.
c. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan.
d. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.
e. Sub Bagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
c. Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe A, terdiri dari:
a. Seksi Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen.
b. Seksi Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya.
c. Seksi Pengujian Mikrobiologi.
d. Seksi Pemeriksaan dan Penyidikan.
e. Seksi Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.
f. Sub Bagian Tata Usaha.
g. Kelompok Jabatan Fungsional.
d. Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe B, terdiri dari:
a. Seksi Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen.
b. Seksi Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi.
c. Seksi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan Layanan Informasi
Konsumen.
d. Sub Bagian Tata Usaha.
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
Sejak ditetapkan Peraturan ini, terdapat 30 UPT di lingkungan BPOM,
yaitu:
a. 12 (dua belas) Balai Besar POM Tipe A
b. 7 (tujuh) Balai Besar POM Tipe B
c. 7 (tujuh) Balai POM Tipe A
d. 4 (empat) Balai POM Tipe B
Balai Besar POM di Bandung merupakan Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan tipe A. Balai Besar POM di Bandung sebagai unit pelaksana teknis yang
mempunyai wilayah kerja meliputi seluruh daerah di Jawa Barat, terdiri dari
Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Bogor, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cirebon, Kabupaten
Garut, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Kuningan,
Kabupaten Majalengka, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten
Sukabumi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Bandung, Kota
Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Cimahi, Kota Bekasi, Kota Banjar, Kota Depok,
Kota Tasikmalaya, dan Kota Bogor.
2.3.3 Struktur Organisasi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Balai Besar POM di Bandung dipimpin oleh seorang kepala. Unsur
organisasi Balai Besar POM terdiri dari:
1. Bidang Pengujian Produk Terapetika, Narkotika, Obat Tradisional,
Kosmetika, dan Produk Komplemen.
2. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya.
3. Bidang Pengujian Mikrobiologi.
4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan.
5. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.
6. Sub Bagian Tata Usaha.
7. Kelompok Jabatan Fungsional.
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Balai Besar POM Bandung
2.3.4 Tugas Bidang-Bidang Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Tugas bidang-bidang Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan antara
lain adalah:
1. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pelaksanaan
pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang
produk terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen.
2. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya; melaksanakan
penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan
pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian mutu di bidang
pangan dan bahan berbahaya.
3. Bidang Pengujian Mikrobiologi; melaksanakan penyusunan rencana dan
program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan
secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu secara mikrobiologi.
4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pemeriksaan
setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, dan pemeriksaan sarana
produksi, distribusi dan pelayanan kesehatan serta penyidikan kasus
pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan
dan bahan berbahaya.
5. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan terdiri dari :
a. Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan
setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi produk terapetik, narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan
dan bahan berbahaya.
b. Seksi Penyidikan mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap
kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
6. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan
pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu,
serta layanan informasi konsumen. Dalam melaksanakan tugas, Bidang
Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana dan program sertifikasi produk dan layanan
informasi konsumen;
b. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu;
c. Pelaksanaan layanan informasi untuk konsumen;
d. Evaluasi dan penyusunan laporan sertifikasi produk dan layanan
informasi konsumen.
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen terdiri dari :
a. Seksi Sertifikasi mempunyai tugas melakukan sertifikasi produk,
sarana produksi dan distribusi tertentu.
b. Seksi Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas melakukan
layanan informasi untuk konsumen.
7. Sub Bagian Tata Usaha; memberikan pelayanan teknis dan administrasi di
lingkungan Balai Besar.
8. Kelompok Jabatan Fungsional; melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan
fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB III
KEGIATAN PKPA DI BIDANG SERTIFIKASI DAN LAYANAN
INFORMASI KONSUMEN
3.1 Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Bidang
Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pelaksanaan sertifikasi
produk, sarana produksi dan distribusi tertentu, serta layanan informasi konsumen.
Dalam melaksanakan tugas, Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi
Konsumen menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Penyusunan rencana dan program sertifikasi produk dan layanan informasi
konsumen
2. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu
3. Pelaksanaan layanan informasi untuk konsumen
4. Evaluasi dan penyusunan laporan sertifikasi produk dan layanan informasi
konsumen.
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen terdiri atas:
1. Seksi Sertifikasi;
2. Seksi Layanan Informasi Konsumen.
3.1.1 Seksi Sertifikasi
Seksi sertifikasi mempunyai tugas dan fungsi melakukan sertifikasi
produk, sarana produksi, dan distribusi tertentu. Pelaksanaan sertifikasi adalah
proses perizinan dan proses sertifikasi yang meliputi:
1. Pemeriksaan sarana dalam rangka pemberian izin.
2. Pemeriksaan kelengkapan dokumen perizinan.
3. Pembuatan berita acara pemeriksaan.
4. Pembuatan rekomendasi.
3.1.2 Seksi Layanan Informasi Konsumen
Seksi Layanan Informasi Konsumen atau sering disebut Unit Layanan
Pengaduan Konsumen (ULPK) merupakan salah satu unit kerja yang berada di
lingkungan Balai Besar POM di Bandung. ULPK merupakan salah satu upaya
pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat mengenai produk
obat, obat tradisional, makanan dan minuman, kosmetika, alat kesehatan,
narkotika, psikotropika dan bahan berbahaya obat yang berada di sekeliling
masyarakat. Dengan adanya suatu wadah untuk menangani layanan informasi
dan pengaduan konsumen agar masyarakat terhindar dari produk yang tidak
memenuhi syarat kesehatan dan informasi produk yang tidak objektif, tidak
lengkap dan menyesatkan.
Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar POM adalah unit
layanan informasi dan pengaduan konsumen yang berada di bawah Kepala
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen dan bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Balai Besar POM. ULPK Balai Besar POM dan Balai
POM secara teknis dibantu oleh ULPK Badan POM dan secara periodik
menyampaikan laporan kepada ULPK Badan POM. ULPK Balai Pesar POM di
Bandung mulai melaksanakan kegiatan sejak bulan Mei 2001.
ULPK Balai besar POM Bandung memiliki tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum ULPK Balai Besar POM, yaitu:
1. Terbentuknya akses kebutuhan masyarakat akan layanan informasi dalam
rangka melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan dan atau salah penggunaan yang dapat merugikan kesehatan.
2. Tertampungnya pengaduan masyarakat berkaitan dengan mutu, keamanan,
dan manfaat produk obat dan makanan untuk dilakukan pemecahan masalah
secara cepat dan tepat melalui prosedur dan tatanan organisasi yang telah ada.
3. Tersedianya berbagai data dan informasi yang berasal dari pengaduan
masyarakat sebagai bahan untuk lebih memantapkan pengawasan obat dan
makanan.
Sedangkan, tujuan khusus ULPK Balai Besar POM Bandung, yaitu:
a. Menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai produk
obat, obat tradisional, makanan dan minuman, kosmetika, alat kesehatan,
narkotika, psikotropika dan bahan berbahaya .
b. Pusat informasi mengenai produk obat, obat tradisional, makanan dan
minuman, kosmetika, alat kesehatan, narkotika, psikotropika dan bahan
berbahaya
c. Menyediakan informasi obat, obat tradisional, makanan dan minuman,
kosmetika, alat kesehatan, narkotika, psikotropika dan bahan berbahaya yang
langsung dapat diakses oleh masyarakat
d. Melayani permintaan diseminasi informasi obat, obat tradisional, makanan
dan minuman, kosmetika, alat kesehatan, narkotika, psikotropika dan bahan
berbahaya secara langsung
e. Melayani permintaan informasi obat, obat tradisional, makanan dan minuman,
kosmetika, alat kesehatan, narkotika, psikotropika dan bahan berbahaya baik
tertulis maupun lisan
Tugas ULPK Balai Besar POM memiliki tugas memberikan pelayanan
informasi kepada masyarakat dan pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan
produk obat dan makanan, sedangkan fungsinya ULPK di antaranya adalah:
a. Menerima dan melayani kebutuhan informasi dan pengaduan konsumen
baik secara langsung maupun melalui telepon, surat, email, dan faksimili
yang berkaitan dengan mutu, keamanan, dan manfaat produk serta aspek
legalitasnya.
b. Mengolah pertanyaan dan pengaduan konsumen dan memformulasikan
jawaban secara cepat dan tepat.
c. Meneruskan masalah yang memerlukan tindak lanjut oleh unit kerja
terkait.Memonitor tanggapan dan tindak lanjut oleh unit kerja terkait.
d. Memberi penjelasan kepada konsumen termaksud secara langsung maupun
melalui surat, faksimili, atau email.
e. Melakukan pemantauan terhadap proses pelaksanaan tindaka lanjut yang
dilakukan oleh unit kerja.
f. Menghimpun hasil-hasil tindak lanjut pemecahan masalah tersebut,
mengolah dan menganalisis secara berkala untuk dilaporkan kepada
pimpinan sebagai bahan masukan untuk penyempurnaan kebijakan dan
pemantapan pelaksanaan pengawasan.
A. Tahapan Kegiatan Pelayanan
1. Penyiapan sarana dan prasarana pendukung
a. Perangkat keras
� Ruangan pelayanan pengaduan konsumen
� Komputer beserta jaringan internet dan modern, serta printer.
� Telepon, saluran telepon, mesin penjawab telepon.
� Mesin fax
� Literatur berupa buku atau CD
� Lemari arsip, meja dan kursi tamu
� Poster, brosur, leaflet, kartu nama ULPK
� Kartu katalog
b. Perangkat lunak
� SOP atau Pedoman Layanan Pengaduan Konsumen dan Data Sarana
masing-masing daerah
� Laporan triwulan atau tahunan ULPK untuk mengevaluasi kegiatan
ULPK.
2. Pembentukan Tim dan Penugasan
� Pelaksana kegiatan ULPK Balai Besar POM atau Balai POM terdiri dari
Tim Koordinasi dan Tim Pelaksana/Administrasi.
� Tim Koordinasi terdiri dari pejabat dari Bidang/Seksi Sertifikasi dan
Layanan Informasi Konsumen, Bidang/Seksi Pemeriksaan,
Bidang/Seksi pengujian dan Bagian Tata Usaha dan /atau pejabat
instansi lintas program/lintas sektor terkait, utamanya Dinas
Kesehatan Prop/Kab/Kota.
BIDANG/SEKSI PEMDIK
BIDANG/SEKSI PENGUJIAN Lintas
sektor
Balai/Balai besar POM lain
KONSUMEN
• LANGSUNG • TELEPON • SURAT • FAX • E-MAIL
ULPK BALAI BESAR POM
TINDAK LANJUT
JAWAB LANGSUNG
BIDANG/SEKSI PEMERIKSAAN
Dokumen : • Form pengaduan
konsumen • Form resume harian • Daftar hadir • Katalog •
ULPK BADAN POM
� Tim Pelaksana/Administrasi terdiri dari pejabat.staf Balai POM yang
ditunjuk Kepala Balai POM.
3. Pelatihan Petugas ULPK
Pelatihan diadakan untuk tingkat dasar dan bila ada di tingkat lanjut, yang
bertujuan untuk:
� Meningkatkan pemahaman akan definisi operasional unit kerja.
� Memberikan pendalaman materi terutama mengenai masalah produk
obat dan makanan.
� Meningkatkan keterampilan dalam teknis rujukan pengaduan dan
penyampaian informasi untuk konsumen.
4. Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan
a. Pelayanan Pengaduan Konsumen
Gambar 3.1 Alur Pelayanan Pengaduan Konsumen
mulai
konsumen melakukan pengaduan beserta sampelnya (bila ada) langsung ke ULPK
petugas ULPK menerima pengaduan dan sampelnya (bila ada) dengan mencatat di formulir pengaduan
petugas ULPK menyeleksi masalah
masalah umum ?
petugas ULPK mencari di katalog/cd/acuan lain
petugas ULPK memberitahu konsumen tentang pengaduannya
Selesai
dirujuk internal
A
B
� Alur kerja ULPK
Dalam melaksanakan kegiatan pelayanan konsumen ULPK memiliki
alur/mekanisme kerja yang jelas, seperti terlihat pada bagian
Lampiran.
� Prosedur Tetap
Mekanisme pelayanan informasi dan pengaduan konsumen ke ULPK
Balai Besar POM atau Balai POM dilakukan berdasarkan bentuk
pengaduan, baik pengaduan langsung ke ULPK, pengaduan melalui
telepon maupun pengaduan melalui surat/fax/e-mail. Prosedur
tetapnya sebagai berikut :
Gambar 3.2 Prosedur Tetap Pelayanan Pengaduan Konsumen
tidak
tidak
ya
Gambar 3.3 Alur Lanjutan A Pelayanan Pengaduan Konsumen
B
petugas ULPK mengisi formulir rujukan dan menandatangani formulir pengaduan dan menyerahkan pada kordinator ULPK
koor ULPK menghubungi contact person di unit teknis lintas sektor terkait sesuai dengan jenis pengaduan
contact person di unit teknis lintas sektor terkait memberikan informasi yang dibutuhkan ke koor ULPK
Koor ULPK memberikan informasi ke petugas utk disampaikan ke konsumen
petugas ULPK memberikan informasi ke konsumen
selesai
A
petugas ULPK mengisi formulir rujukan dan menandatangani formulir pengaduan dan menyerahkan pada kordinator ULPK
koor ULPK menghubungi contact person di unit teknis terkait sesuai dengan jenis pengaduan
contact person di unit teknis terkait memberikan informasi yang dibutuhkan ke koor ULPK
Koor ULPK memberikan informasi ke petugas utk disampaikan ke konsumen
petugas ULPK memberikan informasi ke konsumen
selesai
Gambar 3.4 Alur Lanjutan B Pelayanan Pengaduan Konsumen
Hasil-hasil penanganan yang telah dilakukan oleh unit kerja terkait, dalam
waktu 1 x 24 jam harus diinformasikan oleh ULPK kepada konsumen.
b. Pembuatan katalog standar jawaban
Untuk mengantisipasi pertanyaan yang berulang, dibuat katalog standar,
yang dikategorisasi berdasarkan jenis produk.
c. Pembuatan database pengaduan dan jawaban
Database pengaduan dan jawaban dilakukan berdasarkan identitas
konsumen, masalah/informasi yang disampaikan, keterangan/jawaban
yang diumpan balik ke konsumen, jenis masalah (obat, makanan
minuman, kosmetik, alat kesehatan, narkotika, penyakit, dan masalah lain
di luar obat dan makanan), pengaduan dengan tindak lanjut ke lapangan,
informasi umum produk (farmakologi, harga/sumber, legalitas, mutu),
keseriusan masalah (meningggal, perawatan dokter, pengobatan sendiri,
permintaan informasi) dan mekanisme menjawab (pertanyaan baru yang
dirujuk ke unit kerja terkait, pertanyaan ulangan, pertanyaan baru yang
dijawab langsung).
d. Melengkapi kepustakaan
Sebagai tempat pelayanan informasi, ULPK dilengkapi dengan buku-buku
resmi Badan POM, buku perundang-undangan, buku standar farmakologi,
jurnal kesehatan dalam dan luar negeri, panduan praktis
penyuluhan/pemberian informasi, serta informasi database produk yang
telah terdaftar pada Badan POM.
e. Membuat laporan bulanan, triwulan, laporan tahunan, dan laporan kasus.
Laporan bulanan dibuat dengan menyajikan jumlah pengaduan serta
evluasi data yang dilaporkan selama satu bulan berlangsung. Laporan ini
di buat setiap bulan. Laporan triwulan dibuat dengan menyajikan jumlah
pengaduan serta evaluasi data yang dilaporkan selama tiga bulan
berlangsung. Sedangkan laporan tahunan berisi laporan dan evaluasi data
pengaduan selama satu tahun dengan rentang waktu Januari sampai
Desember.
f. Pertemuan dan konsolidasi Tim
1) Pertemuan Tim Koordinasi
Tugas tim koordinasi adalah mengkoordinir kegiatan UPLK yang
berkaitan dengan unit kerja masing-masing, mengontrol kegiatan kerja
ULPK dalam kaitannya dengan sistem kerja yang tertib, menganalisa
semua pengaduan konsumen yang masuk untuk ditindaklanjuti,
mengevaluasi jumlah dan macam pengaduan konsumen yang
berkaitan dengan mutu dan keamanan produk serta permasalahan
aspek legalitas.
2) Pertemuan Tim Pelaksana/Administrasi
Fungsi Tim Pelaksana adalah menerima dan memberikan informasi dan
melayani pengaduan konsumen sesuai dengan pedoman kerja serta
membuat laporan hasil umpan balik pengaduan konsumen,
mengerjakan dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ULPK terutama
kelancaran administrasi, aktif menghubungi unit kerja terkait dalam
rangka umpan balik pengaduan yang dirujuk, turut meningkatkan
pelayanan informasi dan pengaduan konsumen.
3) Pertemuan dengan Contact Person
Contact person membantu ULPK dalam melayani pengaduan yang
disampaikan oleh masyarakat menyangkut pertanyaan yang berkaitan
dengan kesehatan dan di luar wewenang Badan POM/ Balai POM.
g. Peningkatan sosialisasi ULPK pada masyarakat
Kegiatan sosialisasi ULPK dapat dilakukan antara lain dengan
menyebarluaskan brosur/leaflet pada tempat-tempat umum dan
lembaga kesehatan lainnya.
h. Kerjasama dan koordinasi lintas program dan lintas sektor
Menghadapi pengaduan dan pertanyaan yang beragam dari masyarakat,
ULPK perlu menjalin kerja sama baik dengan jajaran Departemen
Kesehatan maupun instansi lain di luar kesehatan.
i. Kerjasama dan pertukaran informasi dengan profesi dan asosiasi terkait
Misalnya dengan perhimpunan, asosiasi dan organisasi profesi, seperti
IDI, IAI, PBF, dan sebagainya.
B. Penanganan Tindak Lanjut
Penanganan tindak lanjut dilakukan oleh Balai Besar POM atau Balai POM
apabila diperlukan. Penanganan tindak lanjut dapat berupa:
1. Pemeriksaan setempat
Kepala Balai POM menyiapkan Petugas Lapangan yang akan ditugaskan
segera menuju lokasi/tempat yang membutuhkan pemeriksaan.
2. Sampling dan Pengujian Laboratorium
Kepala Balai POM menyiapkan Petugas Lapangan yang akan ditugaskan
segera menuju lokasi/tempat untuk melakukan sampling. Selanjutnya
mengatur waktu dan mengkoordinir pelaksanaan sampling dan pengujian
laboratorium. Sampel yang diperoleh harus dalam jumlah yang memadai,
selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengujian.
3. Peringatan (public warning)
Ketua Tim ULPK berkoordinasi dengan Kepala Balai Besar POM
menyiapkan naskah yang berisi peringatan/public warning untuk
disebarluaskan kepada masyarakat, baik melalui media cetak maupun
lewat media elektronik.
C. Koordinasi
Koordinasi dimaksudkan untuk memperlancar tugas-tugas pelayanan
informasi dan pengaduan konsumen, sesuai dengan mekanisme kerja yang telah
ditentukan, agar kegiatan pelayanan dapat berjalan dengan lancar, cepat,
berdasrakan atas pengalaman tugas unit kerja yang terkait dan ada penyamaan
persepsi dalam melakukan kegiatan serta ada keseragaman hasil akhir dari
seluruh kegiatan.
Seluruh kegiatan Tim Pelaksana dikendalikan oleh Kepala Balai Besar
POM atau Balai POM setempat. Pelaksanaan koordinasi di tingkat pusat
dilakukan oleh Sekretaris Utama Badan POM, sedangkan di daerah dilakukan
oleh Kepala Balai Besar POM atau Balai POM atau pejabat yang ditunjuk, dan
untuk koordinasi pelaksanaan sehari-hari dilakukan oleh Ketua Tim Pelaksana
atau anggota Tim yang ditunjuk.
3.2 Perizinan Sarana Produksi
A. Industri Farmasi
1. Penanggung Jawab terdiri dari tiga orang Apoteker yang bekerja tetap,
masing-masing sebagai Apoteker Penanggung Jawab Produksi, Apoteker
Penanggung Jawab Pengawas Mutu (Quality Control) dan Apoteker
Penanggung Jawab Pemastian Mutu (Quality Assurance).
2. Tahapan Pengajuan Permohonan Izin;
� Permohonan Persetujuan Prinsip
Diajukan dengan mengisi formulir yang disediakan dan melampirkan:
- Akte pendirian PERUM/PT/Koperasi,
- Denah lokasi industri yang direncanakan (disahkan oleh Pemerintah
Daerah setempat sebagai daerah industri),
- Rencana denah bangunan industri farmasi (mengikuti CPOB),
- Rencana industri farmasi meliputi jenis industri, kapasitas produksi
per tahun, rencana investasi.
Surat permohonan ditujukan kepada Menkes melalui BPPT (Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu) dan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Barat dan Kepala Balai Besar POM di
Bandung.
Setelah pembangunan fisik industri selesai dan siap melaksanakan
kegiatan produksi komersial, pemohon dapat mengajukan permohonan
izin usaha industri farmasi.
� Permohonan Izin Usaha Industri Farmasi
Pada surat permohonan dicantumkan atau dilampirkan data-data:
- Akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen
Kehakiman atau akte pendirian koperasi yang telah disahkan oleh
Departemen Koperasi,
- Nomor tanggal dan persetujuan prinsip,
- Nomor Pokok Wajib Pajak,
- Nomor Izin Tempat Usaha berdasarkan UU Gangguan (HO),
- Nama dan salinan/fotokopi surat izin kerja Apoteker Penanggung
Jawab beserta surat pernyataan kesediaan sebagai penanggung
jawab,
- Lokasi dan luas tanah,
- Jenis industri, kapasitas produksi, daftar mesin dan peralatan,
- Jadwal waktu penyelesaian pembangunan industri farmasi,
- Nilai investasi, jumlah tenaga kerja dan persentase pemasaran.
Surat permohonan ditujukan kepada Menteri Kesehatan melalui Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dan tembusan Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Barat dan Kepala Balai Besar POM di
Bandung. Persyaratan lainnya adalah Surat Izin Usaha dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan. Pemeriksaan sarana dilakukan oleh
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandung.
B. Industri Obat Tradisional dan Industri Kecil Obat Tradisional
1. Penanggung Jawab adalah seorang Apoteker.
2. Jenis Industri
a. Industri Obat Tradisional adalah industri dengan total asset di atas
Rp.600.000.000,- diluar harga tanah dan bangunan. Dilakukan oleh
badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.
b. Industri Kecil Obat Tradisional adalah industri dengan total asset tidak
lebih dari Rp.600.000.000,-diluar harga tanah dan bangunan Dilakukan
oleh perorangan Warga Negara Indonesia atau badan hukum berbentuk
Perseroan Terbatas atau Koperasi.
3. Tahapan Pengajuan Permohonan
a. Mengkonsultasikan dahulu denah/lay out bangunan ke Balai Besar
POM dan mengesahkan denah ke kepala Badan POM.
b. Mengajukan surat permohonan Persetujuan Prinsip Industri IOT/IKOT
1) Industri Obat Tradisional (IOT)
Surat permohonan ditujukan kepada Menteri Kesehetan RI melalui
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) dengan tembusan
kepada Kepala Badan POM RI Jakarta dan Kepala Balai Besar
POM.
2) Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT)
Surat permohonan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi melalui Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT)
dengan tembusan kepada Kepala Badan POM RI Jakarta dan
Kepala Balai Besar POM.
Surat permohonan dilampiri dokumen atau data :
- Akte pendirian perusahaan yang disahkan Departemen Kehakiman,
bila berbadan hukum,
- Fotokopi KTP, NPWP,
- Peta lokasi,
- Rencana denah bangunan (dikonsultasikan dahulu ke Balai Besar
POM, mengacu pada CPOTB),
- Jadwal rencana pendirian industri dan pemasangan
mesin/peralatan,
- SIUP, TDI/TDP, Ijin Gangguan (HO),
- Status bangunan (sewa/milik sendiri), jika milik sendiri lampirkan
IMB dan jika sewa lampirkan perjanjian sewa,
- Foto kopi ijazah dan SIK/SP Penanggung Jawab Teknis (Apoteker)
- Surat keterangan terakhir bekerja apoteker,
- Surat keterangan masa bakti apoteker,
- Surat pernyataan kesediaan bekerja apoteker sebagai PJ teknis
produksi,
- Surat keterangan lolos butuh (jika lulusan luar provinsi)
� Mengajukan surat permohonan Ijin Usaha Industri IOT/IKOT
- Industri Obat Tradisional (IOT)
Surat permohonan ditujukan kepada Menteri Kesehetan RI melalui
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) dengan tembusan
kepada Kepala Badan POM RI Jakarta dan Kepala Balai Besar
POM.
- Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT)
Surat permohonan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi melalui Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT)
dengan tembusan kepada Kepala Badan POM RI Jakarta dan
Kepala Balai Besar POM.
Surat permohonan dilampiri dokumen atau data :
- Surat permohonan
- Fotokopi ijin persetujuan prinsip
- Akte pendirian perusahaan yang disahkan Departemen Kehakiman
(bila badan hukum)
- Fotokopi NPWP, KTP
- TDI/TDP, UU Gangguan (HO)
- Peta lokasi
- Denah bangunan (sebaiknya sudah disetujui oleh Badan POM RI)
- Status bangunan (sewa/milik sendiri)
- Konstruksi bangunan/spesifikasi bahan bangunan, sumber air,
penerangan
- Bentuk dan jenis sediaan yang akan diproduksi
- Jumlah dan kualifikasi pendidikan tenaga kerja
- Daftar alat produksi (merk, jumlah)
- Daftar alat laboratorium
- Daftar pustaka (harus ada Peraturan Perundang-Undangan di
Bidang Obat Tradisional)
- Daftar nama direksi dan dewan komisaris dilampirkan bila ada
- Fotokopi ijazah dan SIK/SP Penanggung Jawab Teknis (Apoteker)
- Surat Keterangan Terakhir Bekerja Apoteker
- Surat keterangan masa bakti apoteker
- Surat pernyataan kesediaan bekerja apoteker sebagai PJ Teknis
Produksi
- Surat pernyataan apoteker sebagai penanggung jawab dari
pimpinan perusahaan
- Surat pernyataan direksi dan anggota tidak terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi.
C. Industri Kosmetika
1. Tahapan Pengajuan Permohonan Izin
a. Sebelum mengajukan ijin produksi kosmetik, denah bangunan
dikonsultasikan dahulu ke Balai Besar POM dan pengesahan ke Badan
POM.
b. Izin produksi dibedakan atas dua golongan sebagai berikut:
� golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang
dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika;
� golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang
dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan
menggunakan teknologi sederhana.
c. Izin produksi industri kosmetika Golongan A diberikan dengan
persyaratan:
� memiliki apoteker sebagai penanggungjawab;
� memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat;
� memiliki fasilitas laboratorium; dan
� wajib menerapkan CPKB.
Izin produksi industri kosmetika Golongan B diberikan dengan
persyaratan:
� memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai
penanggung jawab;
� memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai
produk yang akan dibuat; dan
� mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai
CPKB.
d. Pengajuan ijin produksi kosmetik ditujukan kepada Menteri Kesehatan
melalui Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dengan
kelengkapan dokumen sebagai berikut :
� Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan A diajukan
dengan kelengkapan sebagai berikut:
- surat permohonan;
- fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang
telah dilegalisir;
- nama direktur/pengurus;
- fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi
perusahaan/pengurus;
- susunan direksi/pengurus;
- surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
- fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
- fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
- denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan;
- bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
- daftar peralatan yang tersedia;
- surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai apoteker
penanggung jawab; dan
- fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
penanggung jawab yang telah dilegalisir.
� Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan B diajukan
dengan kelengkapan sebagai berikut:
- surat permohonan;
- fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang
telah dilegalisir;
- nama direktur/pengurus;
- fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi
perusahaan/pengurus;
- susunan direksi pengurus;
- surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
- fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang
pemohon berbentuk badan usaha;
- fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
- denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan;
- bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
- daftar peralatan yang tersedia;
- surat pernyataan kesediaan bekerja penanggung jawab; dan
- fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi penanggung jawab
yang telah dilegalisir.
Jika berkas permohonan sudah diterima Balai Besar POM dari Dinas
Kesehatan Provinsi, petugas Balai Besar POM akan melakukan
pemeriksaan sarana dengan mengacu kepada Cara Pembuatan
Kosmetika yang Baik (CPKB). Jika hasil pemeriksaan sarana oleh
Balai Besar POM memenuhi syarat, maka akan dibuatkan rekomendasi
untuk diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi.
3.3 Perizinan Sarana Distribusi
A. Apotek
1. Permohonan Izin
Permohonan izin apotek diajukan dengan membuat permohonan memakai
formulir yang disediakan oleh Apoteker Pengelola Apotek dengan
lampiran-lampiran sebagai berikut:
a. Salinan/fotokopi Surat Izin Kerja Apoteker/Surat Penugasan (SP),
b. Fotokopi ijazah apoteker,
c. Salinan/fotokopi denah bangunan dan lokasi,
d. Salinan/fotokopi Kartu Tanda Penduduk apoteker,
e. Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk akte hak
milik/sewa/kontrak,
f. Daftar Asisten Apoteker dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal
lulus dan nomor Surat Izin Kerja,
g. Asli dan salinan/fotokopi daftar terperinci perlengkapan apotek,
h. Surat pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek bahwa tidak bekerja
tetap pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi Apoteker
Pengelola Apotek di apotek lain (dibuat di atas materai Rp.6000,-)
i. Asli dan salinan/fotokopi surat izin atasan (bagi pemohon pegawai
negeri, anggota ABRI/TNI, dan pegawai instansi pemerintah lainnya),
j. Akte perjanjian kerja sama Apoteker Pengelola Apotek dengan
Pemilik Sarana Apotek,
k. Surat pernyataan Pemilik Sarana Apotek, yang menyatakan bahwa
yang bersangkutan tidak terlibat pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang obat (dibuat di atas materai Rp.6000,-).
Persyaratan lainnya:
a. Rekomendasi dari IAI,
b. Surat Izin Tempat Usaha,
Surat permohonan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan-tembusan yang ditujukan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat dan Kepala Balai
Besar POM di Bandung.
Pemeriksaan sarana dilakukan oleh petugas dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
B. Pedagang Besar Farmasi
1. Penanggung Jawab
PBF dan PBF bahan baku obat wajib dipertanggungjawabkan seorang
Apoteker yang mempunyai Surat Izin Kerja.
2. Permohonan Izin
Permohonan izin PBF diajukan dengan membuat permohonan ijin usaha
kepada Menteri Kesehatan RI melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
untuk PBF dan ke Dinas Kesehatan Provinsi untuk PBF Cabang. Berkas
permohonan diserahkan kepada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu
(BPPT) dengan melampirkan :
a. TDP dari Disperindag Kabupaten atau Kota
b. Ijin Gangguan (HO) dari PEMDA setempat/ SITU/UUG
c. SIUP/Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing (PMA) dari PEMDA
setempat
d. Nomor Pokok Wajib Pajak Perusahaan
e. Domisili Perusahaan dari PEMDA setempat (Kelurahan)
f. Susunan Direksi dan Anggota
g. Fotokopi ijazah dan SIK/SP penanggungjawab PBF (Apoteker)
h. Surat pernyataan direksi dan anggota tidak pernah terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang farmasi
(materai 6000)
i. Surat pernyataan penanggung jawab bersedia bekerja sebagai full timer
(materai 6000)
j. Akte pendirian perusahaan atau badan hokum yang telah disahkan oleh
Departemen Kehakiman
k. Akta notaris perjanjian kerjasama penanggung jawab PBF dengan
direktur
l. Surat pernyataan dari pemilik bangunan (materai 6000)
m. Sertifikat tanah/IMB (jika bangunan adalah milik sendiri)
n. Surat sewa/kontak (jika statusnya kontrak) dari notaris
o. Peta lokasi PBF
p. Denah bangunan (lay out) PBF
q. Jumlah dan jenis tenaga kerja
r. Daftar Pustaka
s. Data lain yang diperlukan : alamat kantor, alamat gudang
t. Untuk pengajuan ijin usaha PBF cabang, harus ada surat penunjukan
sebagai kepala cabang.
Pemeriksaan sarana dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Pada saat
pemeriksaan sarana harus sudah tersedia kelengkapan administrasi (kartu
stok dll sesuai yang tercantum pada Pedoman Cara Distribusi Obat yang
Baik), rak penyimpanan/palet, pemadam kebakaran, dan pustaka.
3.4 Permohonan Izin Edar Produk OMKABA
A. Obat Jadi
1. Kriteria Obat Jadi yang Dapat Memiliki Izin Edar
Obat jadi yang dapat memilki izin edar harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
� Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai, dibuktikan
melalui percobaan hewan dan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai
dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
� Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai
CPOB, spesifikasi dan metode pengujian terhadap semua bahan yang
digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sahih.
� Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat
menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional, dan aman.
� Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
Kriteria lain adalah:
� Khusus untuk psikotropika harus memilki keunggulan kemanfaatan
dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang telah
disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi diklaim.
� Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program lainnya
yang akan ditentukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di
Indonesia.
2. Macam Obat Jadi yang Dapat Diedarkan
Obat jadi yang dapat didaftarkan untuk diedarkan:
� Obat jadi hasil produksi industri farmasi dalam negeri yang telah
memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan.
� Obat psikotropika baru yang terbukti lebih unggul dari obat
psikotropika yang telah disetujui beredar.
� Obat jadi impor, dengan persyaratan:
- Diproduksi oleh industri farmasi di luar negeri yang sudah
memenuhi persyaratan CPOB yang diakui Departemen Kesehatan.
- Dilakukan pemeriksaan setempat terhadap industri farmasi tersebut
oleh petugas Departemen Kesehatan atau pejabat berwenang dari
Negara yang bersangkutan yang mempunyai kerja sama bilateral
dengan Indonesia menyangkut persyaratan CPOB.
� Obat jadi untuk hewan.
3. Permohonan Pendaftaran
Permohonan pendaftaran obat jadi dalam negeri diajukan oleh industri
farmasi yang memiliki izin industri farmasi dari menteri dan telah
memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB,
dan untuk obat jadi impor permohonan diajukan oleh industri farmasi yang
mendapat persetujuan dari industri farmasi di luar negeri yang telah
memenuhi persyaratan CPOB yang diakui di Indonesia.
4. Kelengkapan Permohonan
Kelengkapan permohonan pendaftaran meliputi:
� Formulir permohonan pendaftaran yang telah diisi lengkap,
� Dokumen-dokumen yang harus dilampirkan,
� Contoh obat jadi untuk diserahkan dalam jumlah yang cukup untuk
tiga kali pengujian,
� Kelengkapan permohonan pendaftaran disesuaikan dengan kategori
obat jadi yang didaftarkan,
� Daftar dokumen administratif terdiri dari:
- Izin industri farmasi,
- Sertifikat CPOB untuk bentuk sediaan yang bersangkutan.
Dokumen administratif untuk permohonan pendaftaran obat jadi impor
terdiri dari:
- Izin industri farmasi,
- Surat penunjukan dari produsen di luar negeri,
- Certifficate of Free Sale (CFS) dari negara asal,
- Sertifikat CPOB dari produsen di luar negeri yang diakui
Departemen Kesehatan RI.
� Daftar dokumen mutu dan teknologi,
� Daftar dokumen hasil uji preklinis,
� Daftar dokumen hasil uji klinis,
� Daftar dokumen hasil uji biofarmasi,
� Contoh obat jadi dalam kemasan lengkap bersama-sama dengan
laporan pelaksanaan produksi.
Berkas Permohonan diserahkan kepada Badan POM RI.
B. Obat Tradisional
1. Permohonan Izin Edar Obat Tradisional
Permohonan Izin Edar Obat Tradisional diajukan dengan mengisi formulir
yang telah disediakan dengan melampirkan:
a. Data administrasi
� Produk lokal
- Salinan/fotokopi Izin Usaha Obat Tradisional atau Industri
Kecil Obat Tradisional,
- Salinan/fotokopi ijazah apoteker penanggung jawab teknis dan
surat pernyataan sebagai apoteker penanggung jawab teknis,
- Salinan/fotokopi Surat Izin Kerja apoteker penanggung jawab
teknis yang telah divisum atau Surat Penugasan dari Kantor
Wilayah Departemen Kesehatan setempat di industri tersebut,
- Contoh simplisia atau bahan baku dan obat tradisional,
- Contoh atau rancangan penandaan yang akan dicantumkan
pada pembungkus, wadah, etiket dan brosur masing-masing
rangkap lima,
- Apabila sediaan bentuk kapsul, lampirkan spesifikasi/sumber
bahan baku cangkang kapsul dan sertifikasi halal.
� Produk Lisensi
Persyaratan sama dengan produk lokal disertai dengan :
- Surat atau penunjukan lisensi,
- Certificate of Free Sale (CFS) dari negara asal yang disahkan
oleh pejabat perwakilan pemerintah RI di negara tersebut.
� Produk Impor
Persyaratan sama dengan produk lokal, pendaftar selain Industri
Obat Tradisional juga boleh didaftarkan oleh suatu badan usaha
dan disertai dengan:
- Surat penunjukkan dari produsen negara asal
- Certificate of Free Sale dari Negara asal yang disahkan oleh
pejabat perwakilan pemerintah RI di Negara tersebut
- Sertifikat uji keamanan laboratorium yang ditunjuk oleh Badan
POM
- Data uji toksisitas untuk obat tradisional yang keamanannya
belum diketahui
b. Data Teknis
� Produk Lokal/Lisensi
- Formulasi dan khasiat meliputi:
Komposisi: penulisan nama bahan baku lengkap dengan
jumlahnya
Khasiat/kegunaan: khasiat/kegunaan obat tradisional didukung
khasiat/kegunaan bahan baku yang ditunjang daftar pustaka
Cara pemakaian: cara pemakaian dan takaran/dosis obat
tradisional terperinci; peringatan dan perhatian,
pantangan/anjuran, lama pemakaian
- Mutu dan teknologi meliputi:
o Cara pembuatan: Jumlah produk yang direncanakan untuk
satu kali pembuatan lengkap dengan jumlah bahan baku
yang digunakan.
o Semua tahap pembuatan/Prosedur Operasional Standar
(SOP)
o Alat atau mesin yang digunakan
o Sumber perolehan bahan baku, penilaian mutu bahan baku,
pemerian/organoleptik, makroskopik, mikroskopik, dan uji
fisika–kimia disesuaikan dengan jenis bahan baku
(simplisia atau ekstrak).
o Penilaian mutu produk jadi, sertifikat analisis produk jadi
meliputi: Pemeriksaan fisika, Pemeriksaan kimia, Cemaran
mikroba, Cemaran logam
o Metode dan hasil pengujian stabilitas/keawetan
� Produk Impor
Persyaratan sama dengan produk lokal, dengan melampirkan data-
data dari industri asal (asal atau fotokopi yang dilegalisir).
c. Penandaan
Pada penandaan sekurang-kurangnya memuat:
� Nama obat tradisional,
� Ukuran kemasan (berat bersih/isi bersih),
� Nomor pendaftaran,
� Nama dan alamat industri (sekurang-kurangnya nama kota dan
negara),
� Komposisi (nama latin bahan baku),
� Khasiat dan kegunaan,
� Cara pemakaian,
� Peringatan dan kontra indikasi (bila ada),
� Nomor kode produksi,
� Tanggal kadaluarsa,
� Lambang/logo obat tradisional,
Gambar 3.5 Logo Obat Tradisional
Untuk produk impor: tambahkan nama importir/distributor di
Indonesia, informasi harus ditulis dalam bahasa Indonesia disamping
bahasa aslinya. Berkas Permohonan izin diserahkan kepada Badan
POM RI.
C. Makanan dan Minuman
1. Perizinan Makanan Dalam Negeri (MD) dan Makanan Luar Negeri
(ML)
a. Perizinan Makanan Dalam Negeri
Proses perizinan makanan dalam negeri adalah sebagai berikut:
� Izin usaha (TDI) dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Pemda
setempat), KTP, NPWP, Izin Tetangga (RT/RW), Izin domisili
perusahaan (kecamatan/kelurahan), TDP, dan SIUP.
� Mengujikan produk ke laboratorium yang sudah terakreditasi KAN
(Komite Akreditasi Nasional),
� Sertifikat merk dagang (Departemen Kehakiman dan HAM),
khusus untuk produk yang wajib mempunyai SNI (AMDK, Terigu,
garam, dan bubuk coklat),
� Sertifikat SNI, untuk produk AMDK, tepung, garam, dan bubuk
coklat (lembaga sertifikasi produk Pusat pengujian mutu Barang
(LSPro PPMB) atau ke Balai Besar Industri Agro),
� Untuk produk yang dikemas kembali harus dilengkapi dengan surat
keterangan dari pabrik asal,
� Untuk pangan yang diproduksi berdasarkan lisensi, harus
dilampirkan surat keterangan lisensi dan atau sejenisnya dari
pabrik asal,
� Untuk produk impor, harus ada surat penunjukkan dari pabrik di
luar negeri, sertifikat kesehatan atau free sale,
� Mengajukan surat permohonan peninjauan sarana kepada Kepala
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. Jika hasil pemeriksaan
sarana memenuhi syarat, Balai Besar POM akan membuatkan
rekomendasi untuk diserahkan ke Badan POM
� Mengajukan permohonan izin edar MD ke Badan POM RI
(rangkap 2)
- Menyertakan surat kuasa untuk pendaftaran MD dari
perusahaan
- Mengisi formulir permohonan MD dan menyertakan lampiran
(poin 1-7 di atas)
- Menyertakan rancangan etiket/label produk
- Mengirimkan berkas permohonan ke Direktorat Penilaian
Keamanan Pangan Badan POM RI
b. Perizinan Makanan Impor
Proses perizinan makanan impor sama dengan perizinan makanan
dalam negeri, dengan beberapa tambahan, di antaranya:
� Surat penunjukkan dari pabrik luar negeri atau produsen,
� Sertifikat kesehatan atau free sale yang disahkan oleh negara asal,
� Menunjukkan Angka Pengenal Impor (API) atau fotokopinya,
� Sertifikat analisis dari produsen di negara asal.
2. Perizinan Makanan Industri Rumah Tangga
Tata cara perizinan makanan industri rumah tangga adalah
sebagai berikut:
1. Pengajuan Permohonan
� Diajukan kepada Pemerintah Daerah (Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota).
� Permohonan tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi
berupa:
- Susu dan hasil olahannya,
- Daging, ikan, unggas dan hasil olahannya yang memerlukan
proses atau penyimpanan beku,
- Pangan kaleng,
- Pangan bayi,
- Minuman beralkohol,
- Air minum dalam kemasan (AMDK),
- Pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI (garam,
terigu, bubuk cokelat),
- Pangan lain yang ditetapkan oleh Badan POM (misalnya Bahan
Tambahan pangan).
� Pemohon diwajibkan mengikuti penyuluhan keamanan pangan dan
diperiksa sarana produksinya.
2. Penyelenggaraan Penyuluhan
Penyelenggara penyuluhan adalah pemerintah daerah Kabupaten/Kota
c.q Dinas Kesehatan
3. Pemeriksaan Sarana Produksi
� Dilakukan oleh petugas Dinkes Kab/Kota setelah melaksanakan
penyuluhan.
� Mengikuti pedoman pemeriksaan sarana produksi PP-IRT (SK
Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1641 tahun 2003).
4. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP)
Diberikan kepada peserta yang telah lulus mengikuti penyuluhan
keamanan pangan dengan kriteria:
� Telah mengikuti penyuluhan keamanan pangan dengan baik,
� Hasil evaluasi menunjukkan minimal nilai cukup (60).
5. Sertifikat Produksi Pangan-Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
Sertifikat ini diberikan kepada PP-IRT yang telah diperiksa sarana
produksinya dengan hasil nilai minimal C. Sertifikat diterbitkan untuk
satu jenis pangan produk IRT.
D. Kosmetik
1. Peraturan Kosmetik ASEAN
Peraturan Kosmetik ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive/ACD) adalah
peraturan ASEAN di bidang kosmetik yang menjadi acuan peraturan bagi
negara anggota ASEAN yang berlaku mulai 1 Januari 2008.
Industri atau perusahaan yang mengedarkan kosmetik wajib mengikuti
persyaratan yang tercantum dalam ACD, termasuk memenuhi ASEAN
GMP dan bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produk
kosmetik yang dipasarkan.Untuk itu setiap industri atau perusahaan harus:
a. Menotifikasi produknya ke Badan POM
b. Memahami semua peraturan dan ketentuan ACD
c. Menyimpan data mutu dan keamanan produknya (Product Information
File/PIF)
d. Melakukan monitoring mutu dan menjamin keamanan produk yang
diedarkan di pasar
2. Notifikasi Produk Kosmetik
a. Notifikasi dilakukan sebelum kosmetika beredar oleh pemohon kepada
Kepala Badan POM. Pemohon terdiri atas:
� industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah
memiliki izin produksi;
� importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API)
dan surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal;
dan/atau
� usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi
dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi.
b. Kosmetika yang dinotifikasi harus dibuat dengan menerapkan CPKB
dan memenuhi persyaratan teknis. Persyaratan teknis meliputi
persyaratan keamanan, bahan, penandaan, dan klaim.
c. Pendaftaran sebagai pemohon dilakukan dengan cara mengisi template
melalui sistem elektronik yang disampaikan ke website Badan
Pengawas Obat dan Makanan dengan alamat http://www.pom.go.id.
d. Setelah dilakukan verifikasi data, pemohon notifikasi akan
mendapatkan User ID dan Password.
e. Pendaftaran sebagai pemohon hanya dilakukan 1 (satu) kali, sepanjang
tidak terjadi perubahan data pemohon. Pemohon harus menyampaikan
pemberitahuan perubahan data pemohon notifikasi atau mengajukan
pendaftaran kembali jika terjadi perubahan. Pemberitahuan perubahan
data pemohon notifikasi harus disertai dengan data pendukung dan
disampaikan kepada Kepala Badan melalui email ke alamat
3.5 Labelisasi Halal
Proses memperoleh label halal untuk pangan adalah sebagai berikut :
1. Pemohon mengajukan permohonan dengan mengisi formulir permohonan
(terlampir), permohonan dilampiri dengan:
a. Spesifikasi sumber/asal usul bahan, bahan tambahan dan bahan
penolong yang digunakan, dikeluarkan oleh pabrik/produsen yang
membuat bahan tersebut.
b. Bahan yang berasal dari hewan, sertakan surat keterangan dari Rumah
Pemotong Hewan yang menjelaskan bahwa hewan tersebut dipotong
sesuai dengan hukum Islam.
c. Bagan alir proses.
d. Prosedur tetap setiap langkah produksi.
e. Surat Persetujuan Pendaftaran (MD/ML) yang dikeluarkan oleh Badan
POM (untuk produk yang terdaftar di Badan POM) atau SPP-IRT yang
dikeluarkan Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat untuk Industri
Rumah Tangga.
f. Dokumen lain yang menunjang penilaian.
2. Formulir permohonan yang sudah diisi diserahkan ke Badan POM, c.q.
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Subdit Inspeksi Produk
Berlabel Halal. Masing-masing rangkap 3 (tiga).
3. Berkas permohonan diperiksa kelengkapannya:
a. Berkas yang tidak lengkap dikembalikan kepada pemohon untuk
dilengkapi.
b. Berkas yang sudah lengkap rangkap 3(tiga) diteruskan ke :
- LP POM MUI
- Departemen Agama
4. Badan POM (sebagai Sekretariat untuk sertifikasi dan labelisasi halal)
akan membuat jadwal kunjungan yang disepakati oleh TIM dan
perusahaan, kemudian melakukan audit ke sarana produksi.
5. Pelaksanaan audit oleh Tim Gabungan (Badan POM, LP POM MUI dan
Departemen Agama)
a. LP POM MUI memfokuskan audit bahan dan proses
b. Badan POM memfokuskan audit penerapan GMP/CPMB
c. Departemen Agama memfokuskan audit pertanggungjawaban halal
dan layanan karyawan muslim
Untuk audit tersebut perusahaan diminta mempersiapkan :
a. Bagan alir proses (manual proses)
b. Spesifikasi untuk masing-masing bahan baku dan bahan tambahan
c. Dokumen pembelian bahan-bahan dua bulan terakhir
d. Pabrik sedang berproduksi produk yang diajukan untuk sertifikasi dan
labelisasi halal
6. Setelah melakukan audit TIM Gabungan akan membuat berita acara
tentang :
a. Bahan-bahan yang digunakan apakah sesuai dengan permohonan yang
diajukan dan spesifikasi yang dilampirkan
b. Purchase order bahan-bahan apakah sesuai dengan bahan-bahan yang
digunakan.
c. Pemeriksaan kartu stok di gudang (ke mana saja barang tersebut
disalurkan).
d. Penilaian pabrik apakah sudah melakukan Cara Produksi Makanan
Yang Baik (CPMB)
e. Bila diperlukan lagi TIM Gabungan akan melakukan sampling bahan
dan diuji di lab LP POM MUI.
Biaya audit dibebankan kepada perusahaan pemohon. Penjemputan auditor
(bila di dalam kota)
7. Hasil audit oleh tim gabungan di atas dapat berupa perbaikan dan
kelengkapan yang disampaikan melalui pemberitahuan resmi.
a. Hasil audit yang tidak memenuhi syarat CPMB dibahas di Badan POM
untuk ditindak lanjuti.
b. Hasil audit mengenai kehalalan akan dibahas oleh TIM Evaluasi LP
POM MUI dan apabila memenuhi syarat akan diteruskan ke Komisi
Fatwa.
8. Hasil Komisi Fatwa:
a. Memenuhi syarat akan dikeluarkan Sertifikat Halal oleh MUI.
b. Belum memenuhi syarat dikembalikan ke pemohon untuk dilengkapi
dan bila perlu akan dilakukan audit ulang.
9. Pemohon yang telah mendapatkan Sertifikat Halal dari MUI segera
mengirimkan fotokopi Sertifikat Halal ke Badan POM cq Direktorat
Inspeksi dan sertifikasi Pangan untuk Penerbitan izin labelisasi halal.
10. Berdasarkan Sertfikat Halal dari MUI dan hasil pemeriksaan yang sudah
memenuhi syarat CPMB, Badan POM mengelyuarkan izin pencantuman
tulisan halal pada label produk.
11. Setelah memperoleh izin tersebut, produsen dapat mencantumkan tulisan
atau logo halal pada label produk yang bersangkutan.
3.6 Hasil dan Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di bidang Sertifikasi dan Layanan
Informasi Konsumen (SERLIK) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
Bandung di antaranya adalah pelayanan pengaduan konsumen dan pemberian
informasi tentang perizinan melalui Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK)
Balai Besar POM serta pembuatan kliping koran mengenai isu obat dan makanan.
Pelayanan pengaduan konsumen dibuka tiap hari kerja di Unit Layanan
Pengaduan Konsumen (ULPK) untuk memberikan pemecahan masalah
pengaduan yang menyangkut berbagai hal tentang produk-produk obat, pangan,
kosmetik, obat tradisional, bahan berbahaya dan Napza yang dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung secara cepat, tepat, dan akurat.
Pengaduan Konsumen ke Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK)
Balai Besar POM di Bandung dilakukan dalam beberapa bentuk yaitu pengaduan
langsung ke ULPK, pengaduan melalui telepon, dan pengaduan melalui
surat/fax/e-mail.
Untuk pengaduan melalui telepon maupun secara langsung, pengaduan
diterima dengan ramah dengan memberi salam secara simpatik, sebelum pengadu
memberikan penjelasan lebih lanjut maka petugas meminta secara sopan identitas
pengadu untuk dicatat pada formulir pengaduan (nama, alamat lengkap, nomor
telepon) untuk pengaduan melalui telepon, dan untuk pengaduan secara langsung
kepada pengadu dipersilahkan terlebih dahulu untuk mengisi buku tamu yang
berisi tanggal, nama, alamat, nama perusahaan atau instansi, pekerjaan, tujuan,
dan tanda-tangan. Setelah pengadu memberi identitas, kemudian ditanyakan
permasalahan apa yang hendak disampaikan, dalam pembicaraan tersebut petugas
harus mencatat pada formulir pengaduan konsumen mengenai permasalahan yang
disampaikan serta informasi lain yang relevan. Setelah data/informasi diperoleh
makan petugas mengucapkan “terima kasih atas pengaduan Bapak/Ibu/Saudara”.
Jika permasalahan adalah permintaan informasi dan bisa dilayani segera maka
pada saat itu juga pengaduan dijawab tetapi jika perlu tindak lanjut yang butuh
waktu lama maka kepada pengadu diminta nomor telepon untuk dihubungi
selanjutnya. Untuk pengaduan melalui faksimail, surat, dan e-mail tidak kami
peroleh selama melaksankan PKPA di Bidang SERLIK periode Maret 2011.
Semua data yang diperoleh dari Formulir Pengaduan Konsumen di rekap
tiap harinya dan dimasukkan dalam program SPIM (Sistem Pelayanan Informasi
Masyarakat) di komputer. Data inilah yang dievaluasi tiap harinya dan menjadi
bahan laporan Balai Besar POM di Bandung kepada Badan POM.
Dari data pengaduan melalui Formulir Pengaduan Konsumen diperoleh
data rekapitulasi selama bulan Maret 2011 bahwa terdapat 98 pengaduan.
Berdasarkan produk yang terbanyak ditanyakan adalah mengenai makanan dan
minuman sebanyak 56 pengaduan, berdasarkan pekerjaan jumlah terbesar adalah
karyawan swasta sebanyak 28 pengadu, dan berdasarkan informasi yang diminta
terbanyak adalah mengenai cara pendaftaran, pengujian, dan legalitas. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa dewasa ini masyarakat sudah banyak beralih ke
usaha mandiri dengan produksi makanan olahan. Kesadaran produsen tentang
keamanan makanan bagi masyarakat pun meningkat. Dengan demikian, produsen
sudah menyadari hal tersebut dan mampu memproduksi makanan dengan mutu
yang baik dan terjamin. Oleh karena, itu Balai Besar POM di Bandung sebagai
Unit Pelaksana Teknis Badan POM harus meningkatkan pengawasan obat dan
juga makanan baik pre market maupun post market yang saat ini pertumbuhannya
sudah sangat pesat.
Selain upaya pelayanan di ULPK Balai POM di Bandung, kami juga
melakukan kliping isu obat dan makanan. Pada bulan Maret 2011 muncul issue
public mengenai keracunan makanan dan makanan yang terkontaminasi oleh
radiasi pasca Tsunami Jepang. Kami mengumpulkan semua informasi mengenai
masalah ini dari beberapa koran. Informasi itu kami gunting dan dibuat kliping
dengan pencatatan keterangan informasi nama koran yang memuat berita, tanggal,
serta halaman.
3.7 Tugas Khusus : Leaflet Informasi Registrasi Produk dan Panduan
Menyiapkan dan Menyajikan Susu Formula.
Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas pemerintahan di
bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan berlaku. Pengawasan yang dimaksud adalah pengawasan
pre-market dan post-market berstandar internasional. Pengawasan pre-market ini
dalam bentuk registrasi. Dalam registrasi, terdapat beberapa persyaratan yang
perlu dipenuhi produsen untuk menjamin keamanan produk bagi masyarakat.
Untuk mempermudah informasi, Bagian Sertifikasi dan Layanan Informasi
Konsumen membuat leaflet mengenai informasi registrasi beberapa jenis produk.
Leaflet tersebut di antaranya leaflet Registrasi Makanan (Lampiran 1), Registrasi
Air Minum Dalam Kemasan (Lampiran 2), Kosmetika (Lampiran 3), dan Obat
Tradisional (Lampiran 4).
Pada awal tahun 2011 isu mengenai susu formula yang mengandung
bakteri Enterobacter sakazakii merebak. Banyak isu yang kurang tepat tersebar di
tengah masyarakat sehingga terjadi ketakutan pada masyakarat untuk
mengkonsumsi susu formula. Oleh sebab itu, Bidang Sertifikasi dan Layanan
Informasi Konsumen membuat leaflet mengenai infomasi penyiapan dan
penyajian susu formula disertai informasi mengenai bakteri yang terkait
(Lampiran 5). Dengan demikian, masyarakat dapat melindungi dirinya sendiri dari
pangan, dalam hal ini susu, yang merugikan bagi kesehatan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Balai Besar POM di Bandung merupakan unit pelaksana teknis yang
melaksanakan kebijakan-kebijakan dari Badan POM di bidang pengawasan
produk terapeutik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya.
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen merupakan salah
satu bagian dari Balai Besar POM di Bandung, yang bertugas memberikan
layanan sertifikasi-sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu, dan
layanan informasi kepada konsumen.
Sebagai wadah yang melayani pengaduan konsumen, maka dibentuklah
Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) yang berada di bawah bidang
Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen dan bertanggung jawab langsung
kepada kepada kepala Balai Besar POM.
ULPK telah mulai banyak dikenal oleh masyarakat, terbukti dengan
semakin banyaknya pengaduan atau pertanyaan yang masuk baik lewat telepon,
faksimili, surat, e-mail, ataupun secara langsung untuk mendapatkan berbagai
informasi mengenai produk OMKABA.
Setelah melaksanaan Praktek Kerja Praktek Profesi Apoteker (PKPA)
yang dilaksanakan di Balai Besar POM di Bandung, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu:
4. Mahasiswa PKPA mengenal, mengetahui, dan mempraktekkan secara
langsung peran apoteker dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan
pengaturan obat dan perbekalan kesehatan lainnya terutama terkait dengan
sertifikasi dan layanan informasi konsumen.
5. Mahasiswa PKPA mengenal, mengetahui, dan mempraktekkan secara
langsung peran apoteker dalam melaksanakan proses pendaftaran atau
perijinan makanan dan minuman, perijinan obat tradisional, perijinan
kosmetik, perijinan obat, perijinan pendirian PBF maupun perijinan pendirian
apotek.
4.2 Saran
Perlu pembuatan jadwal bagi peserta PKPA mengenai kegiatan harian
yang akan dilakukan di Balai Besar POM di Bandung yang berkaitan dengan
peran dan tugas apoteker di Balai Besar POM di Bandung sehingga PKPA dapat
berjalan lebih efektif dan optimal.
DAFTAR PUSTAKA Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.34.03747 tahun 2001 tentang
Persyaratan Tambahan Izin Usaha Farmasi. Keputusan Kepala Badan POM RI No. 05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.5.1639 tahun 2003 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.5.1640 tahun 2003 tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.5.1641 tahun 2003 tentang Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (IRT). Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.4.1745 tahun 2003 tentang Kosmetik. Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.3.1950 tahun 2003 tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.3.2522 tahun 2003 tentang
Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik. Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang
Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia.
Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.1.2569 tahun 2004 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan. Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.4.1380 tahun 2005 tentang
Pedoman Cara Pembuatan Obat Tadisional yang Baik. Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.06.42.6354 tahun 2005 tentang
Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Obat Tadisional yang Baik. Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.4.3870 tahun 2005 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik. Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka
Keputusan Menteri Kesehatan 287/Menkes/SK/XI/1976 tentang Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku Obat.
Keputusan Menteri Kesehatan 02396/A/SK/VIII/1986 tentang Tanda Khusus
Obat Keras Daftar G. Keputusan Menteri Kesehatan 05417/A/SK/XII/1989 tentang Tata Cara
Pendaftaran Obat Generik Berlogo. Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/Menkes/SK/V/1990 Tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Keputusan Menteri Kesehatan 02823/A/SK/XI/1990 tentang Kriteria Terperinci
Kelengkapan Permohonan dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Jadi. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.659/Menkes/ SK/X/1991
tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.965/Menkes/ SK/XI/1992 tentang Cara Produksi Kosmetika yang Baik. Keputusan Menteri Kesehatan No.1191/Menkes/SK/IX/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No.918/Menkes/Per/X/ 1993 tantang PBF. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.661/Menkes/ SK/VII/1994
tentang Persyaratan Obat Tradisional. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.917/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat- Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan tata cara Pemberian Izin Apotek.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan dan Perdagangannya. Keputusan Presiden No. 3 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.42.1018 tahun 2008 tentang Bahan Kosmetik Peraturan Menteri Kesehatan 220/Menkes/Per/IX/1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan alat Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan 236/Menkes/Per/X/1977 tentang Perizinan Produksi Kosmetika dan Alat Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri
Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat- Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Peraturan Menteri Kesehatan 918/Menkes/Per/X/1993 tentang PBF. Peraturan Menteri Kesehatan 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1010/MENKES/PER/XI/ 2008 Tentang
Registrasi Obat. Peraturan Menteri Kesehatan 1175/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetik. Peraturan Menteri Kesehatan 1176/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Notifikasi
Kosmetik Peraturan Pemerintah RI No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Undang Undang RI No.7 Tahun 1996 tentang Pangan
LAMPIRAN 1
LEAFLET REGISTRASI MAKANAN DALAM NEGERI
Gambar 3.6 Leaflet Registrasi Makanan Dalam Negeri Halaman Muka
LAMPIRAN 1 (Lanjutan)
Gambar 3.7 Leaflet Registrasi Makanan Dalam Negeri Halaman Muka
LAMPIRAN 2 LEAFLET REGISTRASI AIR MINUM DALAM KEMASAN
Gambar 3.8 Leaflet Registrasi Air Minum Dalam Kemasan Halaman Muka
LAMPIRAN 2 (Lanjutan)
Gambar 3.9 Leaflet Registrasi Air Minum Dalam Kemasan Halaman Belakang
LAMPIRAN 3 LEAFLET REGISTRASI KOSMETIKA
Gambar 3.10 Leaflet Registrasi Kosmetika Halaman Muka
LAMPIRAN 3 (Lanjutan)
Gambar 3.11 Leaflet Registrasi Kosmetika Halaman Belakang
LAMPIRAN 4 LEAFLET REGISTRASI OBAT TRADISIONAL
Gambar 3.12 Leaflet Registrasi Obat Tradisional Halaman Muka
LAMPIRAN 4 (Lanjutan)
Gambar 3.13 Leaflet Registrasi Obat Tradisional Halaman Belakang
LAMPIRAN 5 LEAFLET PANDUAN MENYIAPKAN DAN MENYAJIKAN SUSU FORMULA
Gambar 3.14 Leaflet Panduan Penyiapan dan Menyajikan Susu Formula Halaman Muka
LAMPIRAN 5 (Lanjutan)
Gambar 3.15 Leaflet Panduan Menyiapkan dan Menyajikan Susu Formula Halaman Belaka