6. new BAB II

114
Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN TENTANG APOTEK 2.1.1 DEFINISI APOTEK Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dikatakan bahwa, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian tersebut adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Yang termasuk sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika (IAI, 2010). 2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 5

Transcript of 6. new BAB II

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN TENTANG APOTEK

2.1.1 DEFINISI APOTEK

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan

lainnya kepada masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dikatakan bahwa, apotek

adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh

apoteker. Pekerjaan kefarmasian tersebut adalah pembuatan termasuk

pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan

pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep

dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat

tradisional. Yang termasuk sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat

tradisional, dan kosmetika (IAI, 2010).

2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek (SK Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004), apotek merupakan salah satu

sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah

jabatan.

2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,

pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang

diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (IAI, 2010).

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 5

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

2.1.3 Tata Cara Pendirian Apotek

2.1.3.1 Persyaratan Pendirian Apotek

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/Per/X/2002

tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Bab IV Pasal 6

disebutkan Persyaratan Apotek sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama

dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan

tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang

merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan

pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.

3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan

farmasi (IAI, 2010).

2.1.3.2 Tata Cara Permohonan dan Pemberian Izin Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin

Apotek, pasal 2, disebutkan:

1. Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker pengelola Apotek wajib

memiliki Surat Izin Apotek.

2. Izin Apotek berlaku untuk seterusnya selama Apotek yang bersangkutan

masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat

melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan.

3. Untuk memperoleh izin apotek tidak dipungut biaya dalam bentuk apapun.

Selanjutnya, di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.

1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Menteri

Kesehatan RI No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pemberian Izin Apotek, dalam pasal 4 (tentang pelimpahan wewenang pemberian

izin apotek), disebutkan:

1. Izin Apotek diberikan oleh Menteri

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 6

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

2. Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota.

3. Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan

pemberian izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan Tembusan

disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.

Sedangkan, Tata cara pemberian Surat Ijin Apotek diatur oleh Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002, pasal 7:

1) Permohonan Ijin Apotek diajukan kepada kepala dinas kesehatan

kabupaten/kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1.

Pada permohonan ijin dengan Formulir Model APT-1 ini harus disertai

dengan lampiran:

a. Salinan/Foto copy Surat Ijin Kerja Apoteker.

b. Salinan/Foto copy Kartu Tanda Penduduk.

c. Salinan/Foto copy denah bangunan.

d. Surat yang mengatakan status bangunan dalam bentuk akte hak

milik/sewa/kontrak.

e. Daftar Asisten Apoteker dengan mencantumkan nama, alamat,

tanggal lulus dan nomor surat ijin kerja.

f. Asli dan Salinan/ Foto copy daftar terperinci alat perlengkapan

Apotek.

g. Surat pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek bahwa tidak

bekerja tetap pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi Apoteker

Pengelola Apotek di Apotek lain.

h. Asli dan salinan/foto copy surat ijin atasan bagi pemohon Pegawai

Negeri, Anggota ABRI dan Pegawai Instansi Pemerintah lainnya.

i. Akte perjanjian Kerja sama Apoteker Pengelola Apotek dengan

Pemilik Sarana Apotek.

j. Surat Pernyataan Pemilik sarana tidak terlibat pelanggaran

peraturan perundang-undangan di bidang obat.

2) Dengan menggunakan Formulir APT-2, Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 7

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

perohonan dapat meminta bantuan tehnis kepada Kepala Balai Besar POM

untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kasiapan Apotek untuk

melakukan kegiatan.

3) Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai Besar POM

selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan tehnis dari

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan

setempat dengan menggunakan contoh FormulirAPT-3.

4) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak

dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap

melakukan kegiatan kepada Kapala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan

menggunakan contoh Formulir Model APT-4.

5) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil

pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3), atau penyataan dimaksud ayat

(4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat

Ijin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir APT-5.

6) Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau

Kepala Balai Besar POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua

belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh

Formulir APT-6.

7) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker

diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi

selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat

Penundaan.

Dilanjutkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 9:

Terhadap permohonan ijin Apotek yang ternyata tidak memenuhi

persyaratan dimaksud pasal 5 dan atau pasal 6, atau lokasi Apotek tidak sesuai

dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat

dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 8

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan

mempergunakan contoh Formulir Model APT-7.

Gambar 2.1 Tata Cara Pemberian Surat Ijin Apotek (IAI, 2010)

2.1.3.3 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek

Apoteker Pengelola Apotek adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin

Apotek (SIA)

Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek, harus memenuhi persyaratan

seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

922/MenKes/Per/X/1993, pasal 5:

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 9

(1) Apoteker mengajukan permohonan ijin ke Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan menggunakan Formulir Model APT-1 disertai dengan lampiran.

(2) Setelah selambat-lambatnya 6 hari syarat permohonan diterima, Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota menugaskan Kepala Balai Besar Pengawas Obat & Makanan untuk memeriksa kesiapkan apotek dengan menggunakan Formulir APT-2.

(3) Tim Dinkes Kab/Kota atau Kepala Balai Besar Pengawas Obat & Makanan melaporkan hasil pemeriksaan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota selambat-lambatnya 6 hari setelah penugasan dengan menggunakan Formulir APT-3.

(4) Bila (2) & (3) tidak dilaksanakan,maka Apoteker mengajukan Surat Pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan Formulir Model T-4.

(5) Hasil pemeriksaan memenuhi syarat(5) Hasil pemeriksaan tidak memenuhi syarat

(6) Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dalam 12 hari kerja mengeluarkan Surat penundaan dengan menggunakan Formulir Model APT-6.

(6) Surat Ijin Apotek dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dalam 12 hari kerja dengan

menggunakan Formulir APT-5.

(7) Apoteker diberi kesempatan melengkapi persyaratan selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

(8) Lengkap

(8) Tidak Lengkap, maka permohonan SIA ditolak oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan formulir Model APT-7 selambat-lambatnya 12 hari kerja..

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

a. Ijasahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan

b. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker

c. Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri

d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan

tugasnya sebagai Apoteker

e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker

Pengelola Apotek di Apotek lain.

Menurut Peraturan Pemerintah Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja

Tenaga Kefarmasian bab II pasal 2, pasal 3, pasal 6 dan pasal 12, disebutkan

sebagai berikut:

Pasal 2

1. Setiap Tenaga Kefarmasian yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib

memiliki surat tanda registrasi.

2. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa:

a. STRA bagi Apoteker; dan

b. STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.

Pasal 3

1. STRA dan STRTTK sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dikeluarkan oleh

Menteri

2. Menteri mendelegasikan pemberian :

a. STRA kepada KFN; dan

b. STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

Pasal 6

STRA dan STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang

selama memenuhi persyaratan.

Pasal 12

1. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus mengajukan permohonan kepada

KFN dengan menggunakan contoh sebagimana tercantum dalam Formulir 1

terlampir.

2. Surat Permohonan STRA harus melampirkan :

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 10

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

a. Fotokopi ijazah Apoteker

b. Fotokopi surat sumpah/janji Apoteker

c. Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku

d. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat

izin praktik;

e. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

profesi; dan

f. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan

ukura 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

3. Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika

atau secara online melalui website KFN.

Sedangkan tata cara pemberian izin praktik dan izin kerja diatur dalam

PerMenKes No.889/MENKES/PER/V/2011 Bab 3, pasal 17 dan pasal 21 yang

menyatakan bahwa :

Pasal 17

1. Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib

memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.

2. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :

a. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitias pelayanan kefarmasian

b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian

c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas

produksi atau fasilitas distriusi/penyaluran; atau

d. SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan

kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.

Pasal 21

1. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan

kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan

kefarmasian dilaksanakan dengan menggunakan contoh sebagaimana

tercantum dalam formulir 6 terlampir.

2. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan :

a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 11

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan

dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas

produksi atau distribusi / penyaluran.

c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan

d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4

sebanyak 2 (dua) lembar.

2.1.4 Studi Kelayakan Apotek

Studi kelayakan apotek adalah studi yang dilakukan untuk menilai apakah

suatu apotek berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang bermanfaat dan

menguntungkan dalam lingkungan masyarakat tertentu. Dengan dilakukannya

studi kelayakan, diharapkan apotek dapat memberikan pelayanan yang terbaik

bagi masyarakat, selain itu, studi kelayakan juga digunakan sebagai data untuk

melakukan prediksi (forecast) terhadap omset apotek, pengadaan stok awal

sediaan farmasi, tenaga kerja yang digunakan, modal, anggaran kas awal, titik

impas dan keuntungan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam studi kelayakan adalah:

1. Lokasi ( Place )

Pemilihan lokasi apotek sangatlah penting, karena dengan memilih lokasi

yang tepat, dapat mempengaruhi kelancaran usaha apotek tersebut. Dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1027/MENKES/SK/IX/2004 dikatakan

bahwa, Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.

Dalam menentukan lokasi pendirian apotek, perlu dipertimbangkan

beberapa hal seperti:

a. Jumlah penduduk di sekitar apotek. Semakin banyak penduduknya,

kemungkinan penduduk membeli obat di apotek kita akan semakin besar.

b. Lokasi yang strategis, sehingga lebih mudah dijangkau oleh masyarakat serta

mempermudah pengadaan sediaan farmasi.

c. Pola penyakit di sekitar lokasi apotek, hal ini berkaitan dengan manajemen

pengadaan sediaan farmasi.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 12

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

d. Pola penulisan resep dokter di sekitar apotek. Setiap dokter memiliki pola

tersendiri dalam meresepkan obat bagi pasiennya. Sama seperti pola penyakit,

pola penulisan resep oleh dokter juga dapat mempengaruhi manajemen

pengadaan sediaan farmasi di apotek.

e. Terletak di daerah yang aman dan bebas banjir.

f. Dekat dengan pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, poliklinik, atau

praktek bersama dengan dokter.

g. Tersedianya sarana penunjang seperti listrik, telepon, air yang memadai di

lokasi.

h. Jumlah dan jarak apotek atau toko obat lain di sekitar.

i. Tempat parkir dan ruang tunggu yang luas, sehingga dapat meningkatkan

kenyamanan pasien.

2. Populasi

Mempertimbangkan tingkat kepadatan penduduk, demografi sekitar

apotek serta tingkat sosial, ekonomi serta budaya warga setempat, dapat berfungsi

untuk mengatur pengadaan obat, harga jual obat, cara penyampaian informasi, dan

lain-lain.

3. Rancangan jasa

Dengan mengetahui keadaan di sekitar apotek, dapat ditentukan

ditentukan, pelayanan apa yang akan diberikan, misalnya melayani resep kredit,

menentukan jam buka apotek, melayani pesan antar atau pesan via telepon, dan

lain-lain.

4. Produk

Mempertimbangkan produk-produk apa yang akan disediakan. Apakah

produk yang direncanakan sudah memadai untuk sebuah apotek.

5. Sarana/Prasarana

a. Bangunan

Bangunan atau gedung merupakan sarana yang digunakan sebagai tempat

untuk menjalankan pelayanan kefarmasian.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 13

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MenKes/SK/X/2002 dalam

Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan (Form Apt-3), persyaratan bangunan

meliputi:

1. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan

pelayanan dan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.

2. Bangunan apotek sekurang-kurangnya memiliki ruangan khusus untuk:

a. Ruangan peracikan dan penyerahan resep.

b. Ruangan administrasi dan kamar kerja Apoteker.

c. WC.

3. Bangunan apotek harus memiliki syarat:

a. Luas bangunan harus disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan

kefarmasian.

b. Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah dalam harus

rata, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan.

c. Langit-langit harus terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan

permukaan sebelah dalam harus berwarna terang.

d. Atap tidak boleh bocor.

e. Lantai tidak boleh lembab.

4. Kelengkapan bangunan calon apotek yaitu:

a. Sumber air, harus memenuhi persyaratan kesehatan.

b. Penerangan, harus cukup terang sehingga dapat menjamin

pelaksanaan tugas dan fungsi apotek.

c. Alat pemadam kebakaran, harus berfungsi dengan baik sekurang-

kurangnya dua buah.

d. Ventilasi, harus baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya.

e. Sanitasi, harus baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya.

5. Papan Nama

Berukuran minimal: Panjang = 60 cm

Lebar = 40 cm

Dengan tulisan:

Hitam di atas dasar putih

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 14

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Tinggi huruf minimal = 5 cm

Tebal huruf minimal = 5 cm

Biasanya papan nama ini berisi nama apotek, nama Apoteker Pengelola

Apotek, Nomor SIK, Nomor SIA dan alamat serta nomor telepon apotek

(Hardjono, 2008).

b. Perlengkapan Apotek

Perlengkapan apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan

No.1332/MenKes/SK/X/2002 dalam lampiran Form Apt-3 adalah:

1. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan, terdiri dari :

a. Timbangan miligram dengan anak timbangan yang sudah ditara

minimal 1 set.

b. Timbangan gram dengan anak timbangan yang sudah ditara

minimal 1 set.

c. Perlengkapan lain disesuaikan dengan kebutuhan seperti :

Gelas ukur 10 ml, 100 ml, 250 ml

Labu Erlenmeyer 100 ml, 250 ml, 1 liter

Gelas piala 100 ml, 500 ml, 1 liter

Corong berbagai ukuran

Termometer berskala 100oC

Mortir, garis tengah 5-10 cm dan 10-15 cm, beserta stamper dan

sudip

Spatel logam/tanduk/plastik dan porselen

Cawan penguap perselen, garis tengah 5-15 cm

Batang pengaduk

Penangas air

Kompor atau alat pemanas yang sesuai

Rak tempat pengeringan alat

Ayakan

Sendok porselen/tanduk

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 15

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

2. Perlengkapan dan alat perbekalan farmasi, terdiri dari :

a. Lemari dan rak untuk penyimpanan obat tersedia dengan jumlah

sesuai dengan kebutuhan.

b. Lemari pendingin minimal 1 buah.

c. Lemari untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika dengan

jumlah sesuai kebutuhan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

No.28/MenKes/Per/1978 tentang penyimpanan narkotika Bab II pasal

5 ayat 2 disebutkan bahwa tempat khusus untuk penyimpanan

narkotika harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.

Harus mempunyai kunci yang kuat.

Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian

pertama digunakan untuk penyimpanan morfin, pethidin dan

garam-garamnya serta persediaan narkotika, bagian kedua

dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai

sehari-hari.

Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang

dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada

tembok atau lantai.

Lemari khusus tersebut tidak dipergunakan untuk menyimpan

barang lain selain narkotika dan harus ditaruh di tempat yang aman

dan tidak terlihat oleh umum. Anak kuncinya harus dikuasai oleh

penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan.

d. Wadah pengemas dan pembungkusan, terdiri dari :

Etiket, dengan jumlah sesuai kebutuhan.

Wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat, dengan

jumlah sesuai kebutuhan.

e. Alat administrasi, terdiri dari :

Blanko pemesanan obat.

Blanko kartu stok obat.

Blanko salinan resep.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 16

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Blanko faktur dan blanko nota penjualan.

Blanko pencatatan narkotika.

Buku pesanan obat narkotika.

Form laporan obat narkotika.

Blanko pembelian.

Blanko penerimaan.

Blanko pengiriman.

Blanko pembukuan keuangan.

Blanko kwitansi.

Blanko pencatatan obat psikotropika.

Blanko pesanan obat psikotropika.

Form laporan obat psikotropika.

Alat-alat tulis dan kertas.

f. Pustaka

Buku standar yang diwajibkan yaitu Farmakope Indonesia Edisi terbaru 1

buah dan kumpulan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

apotek dan buku-buku penunjang seperti, MIMS, ISO, DOI, BNF dan lain-lain.

c. Ruangan Apotek

Penataan ruang apotek berpengaruh terhadap kenyamanan dalam melayani

resep dan waktu pelayanan resep. Ruangan apotek diatur sedemikian rupa agar

memberi kenyamanan bagi pasien maupun petugas apotek, mempermudah

pelayanan kefarmasian, memberi ruang gerak yang cukup bagi petugas sehingga

pelaksanaan kegiatan di apotek dapat berjalan dengan baik. Dengan penataan

ruangan yang baik, diharapkan dapat memperlancar arus kerja serta

mempersingkat waktu pelayanan resep di mana hal tersebut dapat mempengaruhi

kemajuan apotek.

Ruangan dalam sebuah apotek terdiri dari:

Ruang Penerimaan Resep dan Penyerahan Obat

Ruang penerimaan resep dan penyerahan obat sebaiknya dipisahkan agar

memudahkan dalam alur penerimaan dan penyerahan resep dan dapat

memudahkan dalam pelaksanaan KIE sehingga pasien merasa nyaman dan

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 17

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

memahami informasi yang diberikan secara jelas. Ruang penerimaan resep

dan penyerahan obat biasanya dilengkapi dengan etalase untuk meletakkan

obat-obat bebas dan bebas terbatas.

Ruang Peracikan Obat

Ruangan peracikan harus selalu dalam keadaan bersih sehingga debu atau

kotoran tidak mengkontaminasi hasil dari racikan.

Ruang tempat pencucian alat

Ruang pencucian alat harus bersih dan tersedia cukup air bersih yang mengalir

sehingga dapat menjamin alat-alat dapat dicuci dengan bersih dan tidak

terkontaminasi.

Ruang tunggu

Ruang tunggu sebaiknya dekat dengan ruang penyerahan obat, sehingga

pasien mudah mengetahui ketika dipanggil dan mudah menerima obat. Untuk

memberikan rasa nyaman pada pasien maka sebaiknya ruang tunggu memiliki

luas dan jumlah tempat duduk yang cukup. Biasanya ruang tunggu juga

dilengkapi dengan majalah dan televisi sebagai media hiburan saat pasien

menunggu. Hal ini bertujuan agar pasien dapat merasa nyaman sehingga dapat

menunggu obatnya dengan sabar.

Ruang Kerja Apoteker dan ruang konseling

Ruang kerja apoteker dapat digunakan untuk konseling kepada pasien dan

dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan

medikasi dan ruangan harus tertutup sehingga pasien merasa nyaman dan

aman karena tidak ada pihak lain yang mendengar informasi yang

disampaikan oleh pasien dan konseling dapat berjalan dengan lancar.

Ruang administrasi

Ruang administrasi merupakan ruangan yang berisi segala administrasi apotek

meliputi pemesanan, pengadaan barang, dan pencatatan serta penyediaan

barang-barang yang dibutuhkan di apotek. Ruang administrasi harus tertata

rapi untuk memudahkan pencarian data-data yang terdokumentasi.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 18

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Gudang

Gudang pada setiap apotek besarnya tidak sama yang disesuaikan dengan

kebutuhan masing-masing apotek. Biasanya apotek yang berada di kota besar

dan distributornya dapat mengirim dengan cepat, tidak memerlukan ruangan

yang terlalu besar. Gudang harus tertata dengan rapi, agar memudahkan dalam

pencarian barang dan mengontrol jumlah barang yang tersisa sehingga barang

tidak menumpuk di gudang. Ruangan gudang harus berada di tempat yang

mudah dijangkau oleh karyawan agar tidak kesulitan dan cepat dalam

mengambil obat jika obat yang tersedia diruang racik habis.

Toilet / kamar kecil

Kamar kecil harus bersih, terang dan tersedia air yang bersih. Letak kamar

kecil sebaiknya jauh dari ruang peracikan obat, tapi dapat dijangkau oleh

pasien dengan mudah tanpa harus memasuki ruang peracikan obat terlebih

dahulu. Tempat yang jauh dari peracikan akan memperkecil kontaminasi

bakteri sehingga mutu obat dapat terjaga.

6. Pangsa Pasar

Sasaran pembeli yang ingin dituju oleh apotek, misal masyarakat ekonomi

kelas menengah, pasien dengan asuransi kesehatan, perusahaan yang memberi

tunjangan kesehatan bagi karyawannya, dan lainnya.

7. Pesaing ( competitor )

Dalam pendirian apotek, tentu saja tidak lepas dari persaingan. Dengan

menganalisa apotek atau toko obat lain yang ada di sekitar, dapat diperkirakan

seberapa berat persaingan yang akan terjadi, sehingga dapat merencanakan taktik

agar tidak kalah bersaing dengan apotek atau toko obat lain.

8. Penentuan Harga

Kebijakan menentukan harga haruslah dilakukan sebaik dan secermat

mungkin karena hal ini berpengaruh terhadap kemampuan bersaing dengan apotek

lain.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 19

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

9. Prioritas Pelanggan Potensial

Pasien pediatri, pasien yang memiliki penyakit kronis, pasien geriatri, dan

lain-lain.

10. Promosi dan Pemasaran

Promosi dan pemasaran yang dilakukan apotek biasanya dilakukan dengan

memberikan pelayanan yang memuaskan dan penampilan dari apotek itu sendiri.

Apotek yang memiliki pelayanan yang memuaskan dapat membuat pasien

kembali lagi bahkan mempromosikan apotek kita kepada orang-orang yang

dikenalnya.

11. Penampilan/ Performance

Penampilan atau desain apotek dapat digunakan untuk menarik konsumen dan

membentuk citra apotek. Penampilan ini mencakup beberapa komponen seperti:

a. Desain bagian luar

Pajangan yang memberi informasi dan menarik dapat meningkatkan citra

apotek serta memberi efek promosi yang cukup besar. Desain bagian luar

ini merupakan kesan pertama yang akan didapat oleh pasien sebelum

masuk ke dalam apotek. Oleh karena itu, desain bagian luar sangatlah

penting dalam membawa pasien untuk datang ke apotek kita.

b. Desain bagian dalam

Desain bagian dalam juga cukup penting. Desain ruangan apotek yang

tampak remang-remang, pengap dan tampak kumuh akan membuat

pasien enggan membeli atau kembali lagi ke apotek tersebut. Sedangkan

apotek yang terang, bersih dan nyaman akan lebih membuat pasien

memberi respon positif.

c. Penyajian barang dagangan (sediaan farmasi)

Dalam pengaturan peletakan sediaan farmasi, dapat diatur dengan kriteria

seperti berikut:

Obat bebas cenderung diletakkan di depan (etalase), sedangkan obat

keras cenderung diletakkan di belakang (tidak tampak dari luar)

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 20

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Sediaan farmasi yang sedang musim atau populer cenderung diletakkan

di tempat yang mudah terlihat oleh pasien (obat bebas - bebas terbatas)

Sediaan farmasi yang berpotensi menyebabkan pembelian tanpa

direncanakan juga diletakkan di tempat yang mudah terlihat oleh

pasien.

Sediaan farmasi dikelompokkan sesuai dengan fungsinya, misalnya

obat-obat batuk-pilek sirup diletakkan dalam suatu area yang sama,

sehingga pasien lebih mudah untuk membandingkan merk satu dengan

yang lain.

Sediaan farmasi dengan kadaluarsa yang lebih lama diletakkan di

tempat yang lebih sulit terjangkau, sehingga dalam penjualan, sediaan

yang masa kadaluarsanya lebih dekat dapat terjual lebih dahulu.

12. Program

Apakah ada program khusus yang rutin dilakukan, misalnya peringatan

berdirinya apotek.

13. Personel/SDM

Berhasil atau tidaknya apotek juga sangat dipengaruhi oleh personel di

dalamnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan perencanaan yang baik dalam hal

SDM seperti jenis ketenagaan, jumlah dan kualitasnya. Rekrutmen dilakukan

dengan seleksi secara teliti, dapat dilakukan dengan test kemampuan, wawancara,

bahkan dapat dilengkapi dengan test psikologi. Pengembangan skill personel

dapat dilakukan dengan memberikan training dan pendidikan.

14. Proses

Dalam setiap kegiatan di dalam apotek yang menyangkut kualitas pelayanan

dan pengelolaan apotek harus ada prosedur tetap atau standard operating

procedure yang harus dipatuhi oleh setiap personel. Hal ini bertujuan untuk

meningkatkan kualitas dan keamanan pelayanan kefarmasian bagi pasien.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 21

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

15. Pertumbuhan Ekonomi dan Siklus Bisnis

16. Peraturan Setempat

2.1.5 Sediaan Farmasi

Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat

kesehatan, dan kosmetika (Kepmenkes No.1332/Menkes/SK/X/2002 bab I

pasal 1). Sedian farmasi yang tersedia di apotek terdiri dari:

A. OBAT

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.189/Menkes/SK/III/2006, obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan

yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau

keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyebuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi termasuk produk biologi.

Obat dalam penggunaannya memiliki resiko negatif yang berbeda-beda

tingkatannya sehingga membutuhkan peraturan yang berbeda-beda. Oleh karena

itu, obat dibagi dalam beberapa golongan sebagai berikut:

1. Obat Bebas (HV = Hand Verkoop)

Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada masyarakat tanpa

memerlukan resep dokter. Obat bebas, selain dibeli di apotek, dapat pula dibeli di

toko obat, warung, supermarket atau toko lain.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 2380/A/SK/VI/1983, obat bebas harus diberi tanda khusus berupa

lingkaran dengan diameter 1,5 cm atau disesuaikan dengan kemasannya. Pada

kemasan obat bebas terdapat logo berupa lingkaran dengan warna hijau dan garis

tepi berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral;

obat gosok; beberapa antasida, obat batuk, penghilang nyeri; dan lain-lain.

Gambar 2.2 Tanda Obat Bebas

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 22

yyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

2. Obat Bebas Terbatas (W = Waarschuwing)

Obat bebas terbatas adalah obat yang dapat dijual pada masyarakat tanpa

resep dokter, dengan batasan jumlah dan kadar bahan aktif tertentu, serta harus

disertai tanda peringatan (P). Hal ini karena efek negatif obat tersebut lebih besar

daripada obat bebas. Obat bebas terbatas dapat dibeli di apotek ataupun toko obat.

Obat-obat yang umumnya termasuk golongan ini antara lain obat batuk, obat

influenza, obat penghilang nyeri dan penurun panas, obat-obat antiseptik, obat

tetes mata untuk iritasi ringan, dan lainnya.

Berdasarkan Surat KepMenKes RI No. 2380/A/SK/VI/1983, obat bebas

terbatas juga harus diberi tanda khusus berupa lingkaran dengan diameter 1,5 cm

atau disesuaikan dengan kemasannya. Untuk obat bebas terbatas, warna

lingkarannya biru tua dengan garis tepi hitam.

Gambar 2.3 Tanda Obat Bebas Terbatas

Selain itu, berdasarkan KepMenKes RI Nomor 6355/DirJen/SK/1969, obat

bebas terbatas harus mencantumkan tanda peringatan pada wadah atau

kemasannya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5

cm dan lebar 2 cm atau disesuaikan dengan kemasannya dan memuat

pemberitahuan dengan huruf berwarna putih. Peringatan tersebut adalah sebagai

berikut:

1) P.No.1. Awas! Obat Keras. Bacalah aturan pemakaiannya di dalam

(misalnya Neozep® Forte, antimo).

2) P.No.2. Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan (misalnya

Septadine® gargle, Betadine® gargle)

3) P.No.3. Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar dari badan (misalnya

Visine ®, dactarin).

4) P.No.4. Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 23

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

5) P.No.5. Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan (misalnya ovula, vaginal

tablet).

6) P.No.6. Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan (misalnya

suppositoria Borragino®).

Gambar 2.4 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas

3. Obat Keras (G = Gevaarlijk = berbahaya)

Obat keras adalah obat yang hanya boleh diserahkan kepada pasien

berdasarkan resep dokter. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 02396/A/SK/VIII/1986, wadah dan kemasan obat keras diberi

tanda khusus berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna

hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi. Pada kemasan obat keras,

industri farmasi harus mencantumkan tulisan yang menyatakan bahwa obat

tersebut hanya boleh diserahkan dengan resep dokter. Obat-obat yang umumnya

masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, obat darah tinggi/anti

hipertensi, obat antidiabetes, hormon, antibiotika (tetrasiklin, penisilin, dan

sebagainya), obat injeksi, beberapa obat ulkus lambung, dan obat-obatan untuk

penyakit kronis lainnya.

Gambar 2.5 Tanda Obat Keras

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 24

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

a.Obat Wajib Apotek (OWA)

Menurut KepMenKes No. 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib

Apotek, OWA adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada

pasien di apotek tanpa resep dokter. Tugas apoteker di apotek dalam melayani

pasien yang memerlukan OWA adalah:

1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang

disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.

2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.

3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,

efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.

Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter adalah obat-obat yang

sesuai dengan PerMenKes No. 919/MenKes/Per/X/1993 yaitu :

1. Tidak dikontraindikasikan penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah

usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko

pada kelanjutan penyakit.

3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus

dilakukan oleh tenaga kesehatan.

4. Penggunaannya digunakan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

Indonesia.

5. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Pertimbangan Pemerintah dalam pelayanan OWA adalah peningkatan

kemampuan masyarakat dalam pengobatan sendiri untuk mengatasi masalah

kesehatan secara tepat, aman, dan rasional.

b. Obat Narkotik (O)

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009,

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Obat Narkotik dapat

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 25

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

mempengaruhi susunan syaraf pusat, seperti memberi efek depresi (morfin,

opium) atau memberi efek stimulan (kokain). Narkotika dibedakan ke dalam

golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang–Undang No. 35 tahun

2009. Prekursor narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang

dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika.

Pemesanan obat narkotik hanya dapat dilakukan melalui Pedagang Besar

Farmasi yang telah ditunjuk oleh pemerintah, yaitu Kimia Farma. Hal ini

dilakukan untuk mempermudah pengawasan terhadap pengadaan dan distribusi

narkotika. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika

rangkap empat. Satu surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu

jenis narkotika. Surat pemesanan ini ditandatangani oleh Apoteker Pengelola

Apotek dan diberi stempel apotek.

Dalam penyimpanan narkotik di apotek, wajib disimpan dengan cara

khusus sesuai ketentuan Menteri Kesehatan dalam peraturan perundang-undangan

No.28/MenKes/Per/I/1978 pasal 5 tentang tata cara penyimpanan narkotika yaitu

apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Dalam pasal 6

dinyatakan bahwa, apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus

sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 5. Lemari khusus tidak boleh

dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan

oleh Menteri Kesehatan. Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh penanggung

jawab atau pegawai lain dan tidak terlihat oleh umum. Tempat khusus tersebut

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat dengan ukuran

40x80x100 cm.

2. Harus mempunyai kunci yang kuat.

3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama

dipergunakan untuk menyimpan morfin, petihidine, dan garam-garamnya

serta persediaan narkotika. Bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan

narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.

4. Lemari tersebut harus menempel pada tembok atau lantai.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 26

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Menurut undang-undang No.35 Tahun 2009 pasal 14 ayat 2, apotek wajib

membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan secara berkala mengenai

pemasukan dan pengeluaran narkotika. Pelaporan dilakukan oleh apotek setiap

bulan (selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya) dan ditujukan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan kepala BPOM serta disimpan untuk arsip

apotek.

Dalam pelayanan obat narkotika, berdasarkan Undang-Undang Nomor 35

tahun 2009 pasal 43 ayat 2 apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada

rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, pasien. Sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 pasal 43 ayat 3, penyerahan

narkotika kepada pasien harus berdasarkan resep dokter. Dalam surat edaran

Kepala BPOM nomor 336/E/SE/77 tentang salinan resep dokter yang

mengandung narkotika dan resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau

belum sama sekali, menyebutkan bahwa pelayanan narkotika sesuai dengan:

Pasal 7 ayat 2 Undang-undang No.9 tahun 1976 tentang narkotika. Apotek

dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika walaupun resep

tersebut baru dilayani sebagian atau belum.

Untuk resep narkotika yang baru dilayani atau belum dilayani, apotek boleh

membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di

apotek yang menyimpan resep asli.

Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani.

Gambar 2.6 Tanda Obat Narkotika

c. Psikotropika

Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat

atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang bersifat

psikotropika melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang dapat

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 27

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh:

Diazepam, Metampiron, Phenobarbital, dan lain-lain.

Pemesanan dapat dilakukan dengan menggunakan surat pesanan

psikotropika rangkap dua yang ditandatangani oleh Apoteker dan stempel apotek.

Surat pesanan tersebut kemudian dikirim ke PBF.

Penyimpanan obat golongan psikotropika belum diatur dalam perundang-

undangan secara khusus. Obat-obat golongan psikotropika cenderung lebih

banyak disalahgunakan, maka diminta kepada semua sarana distribusi obat (PBF,

apotek, dan rumah sakit) agar menyimpan obat-obat golongan psikotropika dalam

suatu rak atau lemari khusus dengan adanya kartu stok psikotropika.

Penyerahan psikotropika dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5

tahun 1997 pasal 14 yaitu bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya

dilakukan kepada apotek lainnya, RS, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan

kepada pasien. Seperti halnya penggunaan obat narkotika, penggunaan obat

psikotropika di apotek juga harus dilaporkan setiap bulan (selambat-lambatnya

tanggal 10 bulan berikutnya). Ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

kabupaten/kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan

Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan dan juga sebagai arsip apotek.

Laporan ditandatangani oleh Apoteker dengan mencantumkan nama terang,

nomor SIK, nomor SIA, dan stempel apotek.

4. Obat Tradisional

Obat tradisional adalah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dan

tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan atau sediaan galenik atau campuran dan

bahan-bahan tersebut (PerMenKes No. 179/Menkes/PerNI1/1976). Obat

tradisional juga dapat dijual di apotek. Sebagian masyarakat percaya bahwa obat-

obat tradisional lebih manjur daripada obat-obat sintetik, serta memiliki efek

samping yang lebih minimal. Obat tradisional juga memiliki harga yang cukup

terjangkau oleh masyarakat.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 28

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Obat tradisional dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

a. Obat kelompok jamu

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya

dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman

yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Jamu

tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan uji klinis, tetapi cukup

dengan bukti empiris serta memenuhi persyaratan mutu. Contoh: Ambeven®,

Antangin®.

b. Obat herbal terstandar

Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah

dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji preklinik dan bahan

bakunya telah distandarisasi. Obat herbal terstandar merupakan obat tradisional

yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman

obat, binatang, maupun mineral. Contoh: Lelap®.

c. Fitofarmaka

Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang

dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah

terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia.

Contoh: Stimuno®

Apotek dapat juga dilengkapi food suplemen baik yang berasal dari dalam negeri

maupun luar negeri. Contoh: Bonic®, Numen-Z®.

Jamu Obat Herbal Terstandar Fitofarmaka

Gambar 2.7 Tanda Obat Tradisional

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 29

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

5. Obat Generik

Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan Farmakope

Indonesia dan INN (International Non propietary Name) WHO untuk setiap zat

berkhasiat yang dikandungnya. Sesuai dengan PerMenKes No.

085/MenKes/Per/I/1989, apotek wajib menyediakan obat esensial dengan nama

generik. Dengan adanya obat generik, maka diharapkan harga obat lebih

terjangkau oleh masyarakat. Contoh: Amoxicillin®, Asam Mefenamat®,

Captopril®, Loratadine®.

Gambar 2.8 Tanda Obat Generik

6. Obat Paten

Obat paten adalah obat inovator/pertama kali dibuat, atau obat yang telah

dipatenkan oleh suatu pabrik, dan biasanya memiliki harga yang lebih mahal

jikadibandingkan dengan obat generik. Contoh: Amaryl®, Lipitor®

Hak paten obat di Indonesia berlaku selama 20 tahun. Sebelum hak paten

dari obat tersebut habis, maka tidak boleh ada perusahaan yang memproduksi dan

mengedarkan produk dengan bahan aktif yang sama.

Penyimpanan obat di apotek, selain berdasarkan golongan obat, juga harus

disesuaikan dengan stabilitas sediaan obat. Obat-obat yang stabil pada suhu kamar

dapat diletakkan di rak obat. Sedangkan obat-obat yang stabil pada suhu rendah

harus disimpan di dalam lemari es atau freezer, misalnya suppositoria dan vaksin.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 30

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

B. NON OBAT

Selain obat, apotek juga menyediakan alat kesehatan dan perbekalan

kesehatan rumah tangga. Menurut Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan, alat kesehatan adalah bahan, instrumen, mesin dan/atau implan

yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,

menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan

kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi

tubuh. Sedangkan pengertian Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT),

dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 140/Menkes/Per/III/1991, adalah

alat, bahan, atau campuran bahan untuk memelihara dan perawatan kesehatan

untuk manusia, hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum.

Contoh: di apotek juga bisa menjual alat kesehatan seperti kapas, perban,

kosmetik (bedak, sabun, tabir surya, deodorant), perbekalan rumah tangga

(pembalut, obat nyamuk, pembersih lantai), urine bag, folley catheter, spuit

injeksi, infus set, kondom, tes kehamilan, susu dan lain-lain.

2.1.6 Personalia Apotek

Sumber daya manusia di apotek merupakan faktor penting yang

menentukan kelangsungan apotek, sehingga diperlukan perhatian khusus dalam

memilih personel yang akan dipekerjakan pada apotek tersebut. Orang–orang

yang dipilih harus memiliki pengetahuan, keterampilan serta jiwa pelayanan yang

tinggi.

Untuk menghasilkan pelayanan, hasil dan citra terbaik, bergantung pada

tingkat kesungguhan dari tiap karyawan baik individu maupun kelompok dalam

meningkatkan kinerjanya. Kinerja yang sudah ada harus dijaga pada kondisi

konstan dan bahkan harus ditingkatkan.

Dalam pengorganisasiannya juga harus terjalin dengan baik meliputi

pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab, serta diperlukan adanya rasa

saling pengertian dan kemauan untuk bekerjasama antar personel apotek. Personel

atau orang-orang yang dipilih harus memiliki pengetahuan, ketrampilan dan jiwa

pelayanan yang tinggi.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 31

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

kefarmasian pasal 35, disebutkan:

1. Tenaga kefarmasian harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam

melaksanakan pekerjaan kefarmasian.

2. Keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dilaksanakan

dengan menerapkan Standar Profesi.

3. Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus

didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang

berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.

4. Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Menurut Peraturan Pemerintah RI No 51 Tahun 2009, tenaga kefarmasian

adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker

dan tenaga teknis kefarmasian.

A. Apoteker

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan

telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker (Peraturan Pemerintah RI No. 51

tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian). Berdasarkan Peraturan Pemerintah

RI Nomor 51 tahun 2009 disebutkan bahwa apoteker merupakan pendidikan

profesi setelah sarjana farmasi.

Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memiliki

sertifikat standar kompetensi profesi. Setiap tenaga kefarmasian yang melakukan

pekerjaan kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi untuk

apoteker dalam bentuk STRA(Surat Tanda Registrasi Apoteker). Untuk

memperolah STRA, apoteker harus memenuhi persyaratan:

a. Memiliki ijazah Apoteker

b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi

c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan

sumpah/janji Apoteker

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 32

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental

dari dokter yang memiliki surat izin praktek; dan

e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan

melaksanakan ketentuan etika profesi.

Menurut Permenkes RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 BAB II bagian

ketiga disebutkan bahwa sertifikat kompetensi apoteker dikeluarkan oleh

organisasi profesi setelah lulus uji kompetensi. Uji kompetensi dilakukan oleh

organisasi profesi melalui pembobotan Satuan Kredit Profesi (SKP). Bagi

apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah lulus uji kompetensi

dan dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung. Permohonan

sertifikat kompetensi diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif 1 bulan

sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah apoteker. Organisasi profesi harus

memberitahukan kepada KFN (Komite Farmasi Nasional) mengenai sertifikat

kompetensi yang dikeluarkan paling lambat 2 minggu sebelum pelantikan dan

pengucapan sumpah apoteker.

STRA ini dikeluarkan oleh menteri dan berlaku selama 5 tahun dan dapat

diperpanjang untuk jangka waktu 5 tahun apabila memenuhi syarat. Dalam

melakukan prakteknya seorang apoteker harus memenuhi standar GPP (Good

Pharmacy Practice).

Beberapa tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek

adalah:

1. APA (Apoteker Pengelola Apotek)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1332/MenKes/SK/X/2002 Bab I Pasal 1, yang dimaksud dengan Apoteker

Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek

(SIA). SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau

Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di

suatu tempat tertentu. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh

dalam menjalankan tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja Asisten Apoteker

dan karyawan lain.

Tugas seorang Apoteker Pengelola Apotek adalah:

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 33

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Memimpin seluruh kegiatan apotek sesuai dengan kebijakan yang

ditentukan. Kebijakan yang berkaitan dengan profesi sebagai Apoteker

sepenuhnya berada di tangan APA, sedangkan kebijakan yang berkaitan

dengan pengelolaan keuangan masih dapat dibuat bersama dengan

Pemilik Sarana Apotek (PSA).

Membuat perencanaan, mengkoordinasi serta mengawasi seluruh

kegiatan apotek, baik yang bersifat manajerial maupun teknis

kefarmasian.

Memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, berupa

komunikasi, informasi dan edukasi mengenai obat dan sediaan farmasi.

Mengusahakan agar apotek yang dikelolanya memberikan hasil yang

optimal sesuai dengan rencana kerja yang ditetapkan.

Bertanggung jawab atas pelaporan narkotika dan psikotropika.

Memperhatikan kesejahteraan pegawai apotek yang lain dan

memberikan motivasi kepada pegawai sehingga dapat melaksanakan

tugas dengan baik dan bertanggung jawab.

2. Apoteker Pendamping

Menurut Menurut PP No 51 tahun 2009 pasal 20, dalam menjalankan

Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, apoteker dapat

dibantu oleh apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek disamping

Apoteker Pengelola Apotek dan/atau menggantikannya pada jam–jam tertentu

pada hari buka apotek. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan

melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka Apoteker Pengelola Apotek

harus menunjuk apoteker pendamping (KepMenKes RI

No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 19). Apoteker pendamping bertanggungjawab

atas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan

Apoteker Pengelola Apotek tetapi Apoteker Pengelola Apotek turut

bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker

pendamping. Seorang Apoteker Pendamping yang diangkat harus memiliki SIPA.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 34

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Berdasarkan, penunjukan Apoteker Pendamping harus dilaporkan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model

APT-9.

3. Apoteker pengganti

Apoteker pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama

APA terdebut tidak berada di tempat lebih dari 3 bulan secara terus-menerus, telah

memiliki SIK dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. Syarat menjadi

apoteker pengganti sama dengan syarat menjadi APA dalam Permenkes

No.922/MenKes/Per/X/1993 Bab III Pasal 5.

B. Tenaga Teknis Kefarmasian

Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker

dalam menjalani pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli

Madya Farmasi, Analis farmasi dan tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

Setiap tenaga teknis kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian di

Indonesia wajib memliki surat tanda registrasi berupa STRTTK yaitu surat tanda

registrasi tenaga teknis kefarmasian. Untuk memperoleh STRTTK maka tenaga

teknis kefarmasian harus memenuhi persyaratan:

a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya

b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang

memiliki izin praktek

c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari apoteker yang telah

memiliki STRA di tempat tenaga teknis kefarmasian bekerja

d. Membuat pernyataan akan memenuhi dan melaksanakan ketentuan

etika kefarmasian

(Permenkes RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 Pasal 8)

STRA atau STRTTK dapat dicabut karena:

d. Permohonan yang bersangkutan;

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 35

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

e. Pemilik STRA atau STRTTK tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan

mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan surat

keterangan dokter;

f. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian; atau

g. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan

dengan putusan pengadilan.

Pencabutan STRA disampaikan kepada pemilik STRA dengan tembusan

kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi profesi. Sedangkan pencabutan

STRTTK disampaikan kepada pemilik STRA dengan tembusan kepada Direktur

Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dan organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian

(Permenkes RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 BAB II bagian ke enam)

Setiap tenaga kefarmasian yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian di

Indonesian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.

Surat Izin tersebut dapat berupa:

a. SIPA bagi apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di

apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.

b. SIPA bagi apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian

sebagai apoteker pendamping.

c. SIK bagi apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di

fasilitas kefarmasian diluar apotek dan instalasi rumah sakit.

d. SIK bagi tenaga teknis kefarmasian yang melakuakan pekerjaan

kefarmasian pada fasilitas kefarmasian

(Permenkes RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 Pasal 17)

Menurut Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2009 Bab 1 pasal 7 ayat 2,

Apoteker sebagai penanggung jawab dapat dibantu oleh apoteker pendamping

dan/atau tenaga teknis kefarmasian. Salah satu tenaga teknis kefarmasian adalah

Asisten Apoteker.

Menurut KepMenKes RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 1, yang

dimaksud dengan Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 36

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian

sebagai Asisten Apoteker. Seorang Asisten Apoteker mempunyai tugas dan

tanggung jawab sebagai berikut:

1) Membantu apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian

2) Melayani pasien dengan menerima resep, meracik, dan menyerahkan

obat sesuai dengan resep.

3) Mengatur, mengawasi penataan dan penyimpanan obat, bahan obat

serta perbekalan farmasi lainnya dalam ruang peracikan.

4) Memeriksa persediaan obat serta melakukan pencatatan obat yang

habis dan hampir habis pada buku defecta.

5) Menerima obat yang dipesan dari PBF resmi serta melakukan

pengecekan mengenai hal-hal yang terkait dengan faktur seperti

kelengkapan pesanan, nomor batch, expired date, kondisi fisik obat, dan

jumlahnya.

6) Membuat laporan harian apotek, stock opname, serta melaksanakan

administrasi apotek.

Selain itu, dapat juga dibutuhkan tenaga kerja lainnya, seperti:

1) Juru resep/juru racik, bertugas membantu pelayanan resep, seperti

menyiapkan bahan atau sediaan peracikan dan bekerja di bawah

pengawasan Apoteker.

2) Kasir, bertanggung jawab terhadap penerimaan serta pengeluaran kas

apotek dan bertanggung jawab langsung kepada pengelola apotek.

3) Tenaga administrasi dan akuntan, bertugas mencatat penjualan tunai

dan kredit, mencatat pembelian tunai dan kredit, membukukan penagihan

penjualan kredit, membantu Asisten Apoteker dalam pengarsipan resep

dan membukukan faktur pembelian dan biaya, serta melakukan

pembukuan tiap akhir periode akuntansi seperti yang telah ditetapkan oleh

apotek tertentu.

4) Tenaga kebersihan, keamanan, dan petugas layanan-antar obat ke

rumah pasien.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 37

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

2.2 MANAJEMEN APOTEK

Menurut George R. Terry, manajemen adalah suatu proses kegiatan yang

terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan

memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai tujuan organisasi, yang

dikenal dengan Planning-Organizing-Actuating-Controlling (POAC). Agar

kinerja apotek dapat berjalan maka diperlukan persiapan manajemen yang tepat

meliputi: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan

(actuating), pengadaan, penyimpanan, pengawasan (controlling), dan rencana

administrasi.

Manajemen adalah pengambilan keputusan, yang dapat diartikan

bagaimana pimpinan harus mengambil keputusan untuk menentukan misalnya

pengembangan produk baru, memperluas usaha dengan membuat pabrik baru dan

lain-lain membuat strategi pemasaran bahkan dalam menerima ataupun

mengeluarkan karyawan, melakukan hubungan dengan mitra bisnisnya, juga

dengan pelanggan potensial dan berbagai pekerjaan yang lain (dapat dikatakan

bahwa untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan akan

menggunakan bantuan/melalui orang lain) (Seto, 2008).

2.2.1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan tindakan dasar dari seorang manajer untuk dapat

menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Sebelum melakukan perencanaan,

umumnya didahului dengan prediksi atau ramalan tentang peristiwa yang akan

datang. Dalam menyangkut pengelolaan logistik, fungsi perencanaan melingkupi

kegiatan dalam menetapkan sasaran-sasaran, pedoman-pedoman, garis-garis

besar dari apa yang akan dituju dan pengukuran penyelenggaraan bidang logistik.

Penentuan kebutuhan merupakan perincian dari fungsi perencanaan, bilamana

perlu, semua faktor yang mempengaruhi penentuan kebutuhan harus

diperhitungkan terutama menyangkut keterbatasan organisasi. Penentuan

kebutuhan menyangkut proses memilih jenis, dan menetapkan, dengan prediksi,

jumlah kebutuhan persediaan obat/barang per jenisnya, di apotek ataupun di

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 38

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

rumah sakit. Penentuan kebutuhan dapat dikatakan, merupakan perincian yang

konkret dan detail dari perencanaan logistik (Seto S., Nita Y., dan Triana L.,

2008).

Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan oleh Apoteker Pengelola

Apotek dalam melaksanakan perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih

Pedagang Besar Farmasi yang memberikan keuntungan dari beberapa segi,

misalnya harga yang ditawarkan sesuai (murah), ketepatan waktu pengiriman,

diskon dan bonus yang diberikan sesuai (besar), jangka waktu kredit yang cukup,

serta kemudahan dalam pengembalian obat-obatan yang hampir kadaluwarsa

(ED).

Sesuai Kepmenkes No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek Bab II, maka dalam membuat perencanaan

pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan:

a. Pola penyakit.

Perlu memperhatikan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar

masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang

obat-obat untuk penyakit tersebut.

b. Kemampuan (tingkat perekonomian) masyarakat.

Jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke bawah,

maka apotek perlu menyediakan obat-obat yang harganya terjangkau seperti

obat generik berlogo. Demikian pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar

memiliki tingkat perekonomian menengah ke atas yang cenderung memilih

membeli obat-obat paten, maka apotek juga harus menyediakan obat-obat

paten yang sering diresepkan.

c. Budaya masyarakat.

Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat

mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khusunya obat-obat tanpa

resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke

dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan

oleh dokter tersebut.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 39

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

2.2.2. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian di apotek meliputi :

a. Pembagian atau pengelompokan aktivitas kerja sesuai dengan kemampuan

dan kualitas personil yang sama dan seimbang kepada setiap karyawan

b. Pembagian tanggung jawab dan pengaturan hubungan antar personil.

c. Pemilihan personil apotek, dengan pertimbangan pendidikan, sifat dan

pengalaman kerja

d. Pendelegasian wewenang dan pemberian tanggung jawab.

2.2.3. Pengarahan (Actuating)

Pengarahan merupakan kemampuan menggerakkan personil apotek agar

dapat bekerja dengan sungguh-sungguh untuk memajukan apotek. Untuk dapat

menggerakkan personil, diperlukan suatu kepemimpinan yang baik. Sasaran

penggerakan ialah adanya ketaatan dan kesetiaan dalam mengerjakan tugas yang

dilimpahkan kepada seseorang sebaik mungkin serta adanya rasa ikut memiliki.

2.2.4. Pengadaan

Pengadaan adalah usaha dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan

operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan dan penentuan

kebutuhan. Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan

pembelian, pembuatan, ataupun penerimaan sumbangan (hibah, biasanya untuk

rumah sakit umum). Pengadaan obat yang berasal dari pembelian harus dapat

dipertanggung jawabkan asal usul obat tersebut, dalam arti apotek harus membeli

obat dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) yang sah dan terpercaya, khusus untuk

obat-obat dengan logo hijau dan biru pembelian boleh dari selain PBF, misalnya

supermarket asalkan ada bukti pembelian yang jelas menunjukkan bahwa obat

tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam fungsi pengadaan adalah

pengadaan tersebut harus memenuhi syarat, yakni :

Doelmatig, artinya sesuai dengan rencana/tujuan, harus sesuai dengan

kebutuhan yang sudah direncanakan sebelumnya.

Rechmatig, artinya sesuai hak atau sesuai dengan kemampuan.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 40

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Wetmatig, artinya sistem atau cara pengadaannya haruslah sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Jadi dalam pengadaan perlu diperhatikan mengenai Kebutuhan,

Kemampuan dan Ketentuan (3K).

Untuk Pengadaan obat WHO memperkenalkan sistem VEN (Vital,

Esensial, Non esensial), dengan mengatur pengadaan dari hanya item-item “V”,

kemudian item-item “E”, yang apabila diperlukan, ditentukan dengan tepat

prioritas diantara item-item tersebut dan akhirnya apabila dana yang tidak

dialokasikan tersisa atau tersedia, diatur untuk pengadaan item-item “N”. tetapi

perlu untuk diingat bahwa VEN untuk tiap negara akan berbeda

penggolongannya (Soerjono Seto, 2004).

2.2.5. Penerimaan dan penyimpanan

Menurut SK KepMenKes nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004

penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara

menempatkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diterima pada

tempat yang aman dan dapat menjamin mutunya.

Kegiatan penyimpanan dan penataan yang mendasar yang dilakukan

meliputi:

a. Menerima obat/barang dan dokumen-dokumen pendukungnya, antara lain surat

pesanan/surat kontrak, surat kiriman, faktur barang/obat.

b. Memeriksa obat/barang dengan dokumen-dokumen yang bersangkutan baik

dari segi jumlah, mutu, batas kadaluwarsa, merk, harga, dan nomor batch.

Pentingnya meneliti barang-barang adalah sangat perlu untuk menjamin

kebenaran dari spesifikasi, kuantitas, dan kualitas barang yang diterima.

c. Menyimpan obat/barang sesuai ketentuan

- Perlu diperhatikan lokasi dari tempat penyimpanan di gudang dan menjamin

bahwa barang/obat yang disimpan mudah diperoleh dan mengaturnya sesuai

penggolongan barang, klas terapi obat/khasiat obat dan sesuai abjad.

- Perlu diperhatikan untuk obat-obat dengan syarat penyimpanan khusus, obat-

obat yang thermolabiel, obat-obat yang ber- “expiration date”.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 41

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

d. Memeriksa (secara berkala) dan menjaga barang/obat dari kerusakan/hilang

yang merupakan fungsi dari pemeliharaan dan pengendalian.

e. Memilih dan melakukan pengepakan untuk persiapan pengiriman barang/obat

dan menyiapkan dokumen-dokumennya.

f. Mengirim barang/obat dengan dokumen-dokumen pendukungnya dan

mengarsipkannya (surat permintaan barang, surat pengiriman, faktur barang)

g. Mengadministrasikan keluar masuknya barang/obat dengan tertib.

h. Menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja dan tempat penyimpanan/gudang.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan di dalam fungsi penyimpanan dan

gudang adalah:

a. Masalah keamanan dan bahaya kebakaran merupakan resiko terbesar dari

penyimpanan. Apalagi barang-barang farmasi sebagian adalah mudah terbakar.

b. Pergunakan tenaga manusia seefektif mungkin, jangan berlebih jumlah

karyawan sehingga banyak waktu nganggur yang merupakan biaya. Demikian

juga sebaliknya, kekurangan tenaga akan menimbulkan antrian di pusat

pelayanan yang akan merugikan kedua belah pihak. Harus dijaga komposisi,

jumlah karyawan dan pembagian kerja yang pas.

c. Pergunakan ruangan tersedia seefektif mungkin. Baik dari segi besarnya

ruangan dan pembagian ruangan.

d. Memelihara gedung dan peralatannya dengan sebaik mungkin.

Menciptakan suatu sistem yang lebih efektif untuk lebih memperlancar

arus barang. Barang yang datang lebih dulu, harus dikeluarkan lebih dulu

(metode FIFO), dan obat dengan Exp. Date lebih dekat harus dikeluarkan lebih

dulu walaupun obat tersebut datangnya belakangan (metode LIFO) (Seto S., Nita

Y., dan Triana L., 2008).

Untuk lemari penyimpanan Psikotropika dan narkotika harus terpisah.

Narkotika dengan sistem dua pintu, terdiri dari dua bagian yang masing-masing

memiliki kunci, bagian pertama untuk penyimpanan dalam jumlah besar dan

bagian lain untuk pelayanan resep sehari-hari. Menurut Undang-Undang no. 35

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 42

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

tahun 2009 tentang narkotika disebutkan bahwa tempat khusus untuk

penyimpanan narkotik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat

b)Harus mempunyai kunci yang kuat

c) Dipisah menjadi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian

pertama digunakan untuk penyimpanan morfin, petidina dan garam-garamnya

serta persediaan narkotika, bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan

narkotika yang lainnya yang dipakai sehari-hari

Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari

40cmx80cmx100cm, maka lemari tersebut harus dibuat menempel pada tembok

atau lantai.

2.2.6. Pengendalian

Pengendalian persediaan adalah berhubungan dengan aktivitas dalam

pengaturan persediaan bahan-bahan agar dapat menjamin kelancaran proses

produksi (contoh Industri Farmasi) atau persediaan obat di apotek dan Farmasi

Rumah Sakit agar menjamin kelancaran pelayanan pasiennya, secara efektif dan

efisien. Untuk pengaturan ini perlu ditetapkan kebijakan-kebijakan yang

berkenaan dengan persediaan, baik mengenai pemesanannya maupun mengisi

tingkat persediaan yang optimum.

- Untuk pemesanan: perlu ditentukan bagaimana cara pemesanannya, berapa

jumlah yang dipesan agar pemesanan tersebut ekonomis dan kapan pemesanan

dilakukan.

- Untuk penyimpanan: perlu ditentukan berapa besarnya persediaan pengaman

yang merupakan persediaan minimum, besarnya persediaan waktu pemesanan

kembali dilakukan dan berapa besarnya persediaan maksimum.

Beberapa cara dalam sistem pengendalian persediaan adalah sebagai

berikut:

1. Two and Bag Account System (Two Bin System)

Dengan menggunakan dua kantong (bin), di mana kantong pertama

merupakan tempat persediaan yang jumlahnya sama dengan jumlah persediaan

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 43

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

pada tingkat Reorder point dan berfungsi sebagai persediaan cadangan (reverse

inventories).

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 44

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

2. One Storage Bin System (One Bin System)

Dengan menggunakan satu kantong persediaan. Di dalam kantong

persediaan (storage bin) ini diadakan pembagian terhadap persediaan menjadi 2

bagian.

- Bagian I : untuk memenuhi kebutuhan rutin

- Bagian II : untuk memenuhi kebutuhan selama periode pengisian kembali

3. Fixed Order Period System (Sistem Waktu Pemesanan Tetap)

Dengan memesan pada waktu-waktu tertentu, misal setiap awal bulan

tanpa mengindahkan tingkat persediaan yang tergantung pada pemakaian selama

interval waktu tersebut. Jumlah yang dipesan tidak boleh melebihi suatu batas

maksimum yang telah ditentukan.

4. Fixed Order Quantity System (Sistem Jumlah Pesanan Tetap)

Yaitu untuk suatu barang/ obat tertentu, jumlah yang dipesan dari pemasok

adalah tetap pada titik kritis (order point/reorder point). Jumlah ini adalah jumlah

yang paling ekonomis ditinjau dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Untuk

sistem jumlah pesanan, ada dua nilai yang harus ditentukan untuk setiap jenis

barang/ obat, yaitu berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan harus dilakukan

pemesanan.

5. Economic Order Quantity (Jumlah Pemesanan yang Ekonomis)

Jumlah pesanan hendaknya mengeluarkan biaya-biaya yang

ditimbulkannya dari adanya pesanan tersebut dan penyimpanannya adalah

minimal. Untuk menentukan jumlah pesanan yang ekonomis, harus diusahakan

untuk memperkecil biaya-biaya pemesanan dan biaya-biaya penyimpanan.

6. ABC Analysis Method (Metode Analisis ABC)

Rencana ABC dengan formula 80-20 untuk prioritas persediaan, yang

menggunakan “Pareto Analysis”. Ini menekankan pada persediaan yang

mempunyai nilai penggunaan yang relatif tinggi/ mahal. Dalam persediaan terdiri

dari berbagai jenis obat yang mempunyai nilai penggunaan yang berbeda-beda.

7. Kombinasi antara EOQ dengan Analisis ABC

Kombinasi ini ditekankan pada jumlah persediaan pengaman (safety stock)

dan periode pesanan/frekuensi pesanan per periode tertentu, terutama untuk

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 45

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

kelompok dengan persediaan pengaman yang sedikit dengan periode pesanan

sesering mungkin dan untuk kelompok sebaliknya.

8. Safety Stock

Yang dimaksud adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk

melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan yang

disebabkan karena adanya permintaan yang lebih besar dari perkiraan semula

atau karena keterlambatan barang yang dipesan sampai di gudang penyimpanan,

dengan menentukan besarnya persediaan pengaman yang kemudian diikuti

dengan sistem jumlah pesanan tetap.

9. Komputerisasi

Dari cara-cara pengendalian persediaan tersebut di atas, dapat dipadukan,

digabungkan dan dikembangkan di dalam program komputer, dengan bantuan

computer programmer dan system analyst computer (Seto S., Nita Y., dan Triana

L., 2008).

2.2.7. Pengawasan (Controlling)

Dari seluruh kegiatan di apotek harus selalu dilakukan pengawasan.

Pengawasan/pengendalian dapat dikelompokkan menjadi:

a. Yang berhubungan dengan manajemen atau pengelolaan itu sendiri mencakup

pengawasan terhadap:

Harga barang persediaan

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam siklus pengelolaan apotek seperti biaya

listrik, telepon, air, gaji.

Prosedur pengadaan-penerimaan-penyimpanan.

Kesesuaian barang/obat menyangkut spesifikasi barang, kecocokan kartu

barang terhadap bukti-bukti pembukuan dan jumlah barang masing-masing

item di tempat penyimpanan pada suatu waktu tertentu.

Perhatian terhadap kualitas barang, obat expired/rusak, alur obat dengan

metode FIFO dan metode FEFO, barang-barang dengan penandaan fast

moving, slow moving, dead inventory.

Pencatatan dan pelaporan

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 46

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

b. Berhubungan dengan tugas profesional dari Apoteker yaitu pengawasan

penyaluran obat untuk pasien:

Terhadap penggunaan obat secara rasional.

Pencatatan dan pelaporan obat narkotik dan psikotropik.

Pelaporan, antara lain: efek samping obat, interaksi obat

2.2.8. Rencana Administrasi

a. Laporan Pemusnahan Perbekalan Farmasi

Sesuai dengan KepMenKes No.1027/MenKes/SK/IX/2004, sediaan

farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang

digunakan harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara

lain yang ditetapkan oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan oleh APA atau

apoteker pengganti dengan dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan

apotek. Tindakan pemusnahan tersebut dibuat berita acara pemusnahan rangkap

dua dan ditujukan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas

Kesehatan Propinsi.

Demikian pula pemusnahan sediaan narkotika dan psikotropika yang

dikarenakan rusak atau tidak memenuhi syarat sesuai dengan UU No. 35 tahun

2009 tentang Narkotika dan UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika,

pemusnahan dapat dilakukan karena:

Berkaitan dengan tindak pidana.

Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku

dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi.

Kadaluwarsa.

Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan

dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Langkah-langkah pemusnahan narkotika dan psikotropika:

1. Menginventarisasi Narkotika dan psikotropika serta dokumen pengelolaan

Narkotika dan Psikotropika yang akan dimusnahkan.

2. Menyimpan secara terpisah ditempat yang aman dengan diberi tanda.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 47

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

3. Mengirim surat ke Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang rencana

pelaksanaan pemusnahan sekaligus permintaan untuk menjadi saksi.

4. Melaksanakan pemusnahan, disaksikan oleh petugas dari dinas kesehatan

Kabupaten/Kota dan dari apotek.

5. Membuat berita acara pemusnahan rangkap 4.

6. Mengirim berita acara pemusnahan

Pemusnahan dilakukan oleh Pemerintah, tim yang terdiri pejabat yang

mewakili departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, Kepolisisan

Negara Republik Indonesia dan Kejaksanaan sesuai dengan Hukum Acara Pidana

yang berlaku, dan ditambah pejabat dari instansi terkait dengan tempat

terungkapnya tindak pidana tersebut serta wajib dibuat berita acara

pemusnahannya dan dikirim kepada:

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Dinas Kesehatan Propinsi.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia/Badan Pengawasan Obat dan

Makanan.

Balai Besar POM.

Arsip.

b. Penyimpanan dan Laporan Pemusnahan Resep dan

Faktur

Resep dan faktur harus dirahasiakan dan disimpan dengan baik dalam

jangka waktu minimal tiga tahun. Resep dan faktur yang sudah disimpan lebih

dari tiga tahun dapat dimusnahkan dengan disertai berita acara pemusnahan

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002.

c. Laporan Pemakaian Narkotika dan Psikotropika

Resep-resep yang mengandung obat narkotika dan psikotropika disimpan

berdasarkan nomor urut dan tanggal pembuatan serta dikelompokkan tersendiri.

Setiap bulan apotek melaporkan penggunaan narkotika dan psikotropika paling

lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Pelaporan sediaan jadi narkotika dan

psikotropika dibuat rangkap empat dan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 48

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Kota Surabaya, tembusannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa

Timur, Kepala Kantor BBPOM Surabaya, dan arsip.

2.3 PELAYANAN KEFARMASIAN

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek,

pelayan kefarmasian sekarang ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien

yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Sebagai

konsekuensi perubahan orientasi tersebut, Apoteker dituntut untuk meningkatkan

pengetahuan, ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi

langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah

melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui

tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik.

Tujuan penyusunan standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah:

sebagai pedoman praktik Apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi

masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional dan untuk melindungi profesi

dalam menjalankan praktik kefarmasian.

Bentuk-bentuk pelayanan kefarmasian yang ada di apotek menurut

Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MenKes/SK/IX/2004 adalah :

1. Pengelolaan Sumber Daya

a. Sumber daya manusia

b. Sarana dan Prasarana

c. Pengelolaan sediaan

farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

d. Administrasi

2. Pelayanan

a. Pelayanan resep meliputi:

- Skrining resep

- Penyiapan obat (peracikan, etiket, kemasan obat yang diserahkan,

penyerahan obat, informasi obat, konseling, monitoring penggunaan

obat

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 49

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

b. Promosi dan edukasi

c. Pelayanan residensial (home care)

3. Evaluasi Mutu Pelayanan

Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:

- Tingkat kepuasan pasien

- Lama pelayanan diukur dengan waktu

Menjalankan kegiatan sesuai dengan prosedur tetap untuk menjamin mutu

pelayanan.

2.3.1 Pelayanan Obat Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada

Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai

perundang-undangan yang berlaku (KepMenKes No.1027/MenKes/SK/IX/2004).

Pelayanan-pelayanan yang dapat dilakukan di apotek adalah:

1. Skrining resep.

Apoteker melakukan skrining resep meliputi :

a. Persyaratan

administrtif :

- Nama, SIP dan alamat dokter.

- Tanggal penulisan resep.

- Tanda tangan / paraf dokter penulis resep.

- Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan

pasien.

- Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta.

- Cara pemakaian yang jelas.

- Informasi lainnya.

b. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan , dosis, potensi, stabilitas,

inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

c. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian

(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep

hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 50

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu

menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 51

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

2. Penyiapan obat

a. Peracikan

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas

dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat

harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan

jumlah obat serta penulisan etiket obat yang benar.

b. Etiket

Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Etiket umumnya dibedakan dua

macam, yaitu etiket putih untuk obat oral (diminum) dan etiket biru untuk

obat pemakaian luar.

c. Kemasan obat yang diserahkan

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok

sehingga terjaga kualitasnya.

d. Penyerahan obat

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir

terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan

oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada

pasien dan tenaga kesehatan.

e. Informasi obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah

dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat

pada pasien sekurang-kurangnya meliputi:

cara pemakaian obat

cara penyimpanan obat

jangka waktu pengobatan

aktivitas yang harus dihindari selama terapi

makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi

f. Konseling

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,

pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat

memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 52

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau

perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti

cardiovaskular, diabetes, TBC, asthma dan penyakit kronis lainnya,

Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

g. Monitoring penggunaan obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan

pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti

cardiovaskular, diabetes, TBC, asthma dan penyakit kronis lainnya.

2.3.2 Pelayanan Obat Non Resep

Pelayanan Obat Non Resep merupakan pelayanan kepada pasien yang

ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Obat untuk

swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi

OWA, obat bebas terbatas dan obat bebas. OWA terdiri dari kelas terapi oral

kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas,

obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit

topikal.

Pelayanan non resep adalah pelayanan terhadap pasien tanpa resep dokter

dan biasanya mereka datang berbekal keluhan gejala penyakit yang diderita.

Apoteker dapat melakukan KIE untuk pelayanan non resep.

2.3.3 Promosi dan Edukasi

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi

secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi

informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan, dan

lain-lainnya.

Promosi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan

inspirasi kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk meningkatkan derajat

kesehatannya secara mandiri.

Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan

pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil keputusan bersama

pasien setelah mendapatkan informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 53

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

optimal. Apoteker juga membantu diseminari informasi melalui penyebaran dan

penyediaan leaflet, poster serta memberikan penyuluhan

2.3.4 Pelayanan Residensial (Home Care)

Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan

dan tanggung jawab langsung profesi farmasis dalam pekerjaan kefarmasian untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian dapat dilakukan

secara nyata melalui layanan home care. Home care adalah pelayanan apoteker

sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya

untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya.

Untuk aktivitas ini farmasis harus membuat catatan berupa catatan pengobatan

(medication record) (Keputusan Menteri No. 1027 tahun 2004).

Tujuan dari layanan home care adalah agar pasien mendapatkan pelayanan

kefarmasian secara optimal karena pasien tidak dapat datang ke apotek. Pasien

yang memerlukan home care diantaranya:

pasien lanjut usia yang tidak mampu lagi memenuhi akttivitas dasar sehari-hari

seperti mandi, makan, minum, memakai baju secara mandiri

pasien dengan penyakit kronis dan memerlukan perahtian khusus tentang

penggunaan obat, interaksi obat dan efek samping obat

pasien yang memerlukan obat secara berkala dan terus menerus, misal pasien

TB

Praktek Farmasis dalam layanan home care ini diatur dalam ASHP

Guidelines on the Pharmacist’s role in Home Care. Layanan ini telah disediakan

oleh berbagai organisasi termasuk rumah sakit dan apotek. Hal-hal yang harus

ada dalam layanan home care yaitu manajemen praktis dan pengelolaan home

care, informasi obat, edukasi dan konseling, rencana layanan, pemantauan dan

kesinambungan, kontrol dan distribusi obat dan fasilitas, perlengkapan dan

sumber informasi.

Tanggung jawab farmasis dalam layanan home care adalah:

menyusun rencana persetujuan dengan keluarga dan pasien atau tenaga

kesehatan yang lain,

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 54

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

membuat rencana layanan,

menyusun data pasien dengan menyalin nama, umur, berat badan pasien

serta terapi yang diberikan yang tertera pada resep,

edukasi dan konseling kepada pasien,

pemilihan produk, alat kesehatan dan perlengkapan tambahan,

koordinasi dalam pemberian obat, alat kesehatan dan penyimpanannya,

melaporkan jika terjadi efek samping obat atau masalah terkait obat, dan

monitoring perkembangan klinis pasien,

komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lain,

dokumentasi layanan home care,

meningkatkan pengetahuan dan kompetensi farmasis melalui pelatihan dan

pendidikan berkelanjutan (ASHP, 2000)

2.4 KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI (KIE)

2.4.1 Pengertian KIE

Salah satu layanan kefarmasian yang dapat dilakukan oleh Apotek adalah

Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). KIE merupakan kegiatan

pelayanan Apotik yang wajib dilakukan oleh Apoteker seperti yang tercantum

dalam PerMenKes Nomor 922/MenKes/Per/X/1993 Bab VI pasal 15 ayat 4 untuk

meningkatkan ketepatan dan kerasionalan penggunaan obat, mengurangi dan

menghindari kesalahan penggunaan obat (misuse) dan penyalahgunaan obat

(abuse).

Penggunaan obat yang salah akan merugikan dan membahayakan

masyarakat. Penggunaan obat yang kurang tepat, cara penggunaan yang salah,

dosis yang kurang atau berlebihan, dan juga cara penyimpanan yang salah dapat

menyebabkan penyakit tidak sembuh, membuat penyakit semakin parah atau

bahkan menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Biaya pengobatan

yang semakin mahal, semakin gencarnya promosi obat di berbagai media serta

semakin banyaknya informasi yang bisa diperoleh, terutama melalui internet,

mendorong seseorang untuk melakukan pengobatan sendiri (self medication).

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 55

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Informasi mengenai obat non resep sebagian besar hanya berasal dari iklan

obat yang belum tentu tepat dan lengkap. Hal ini menyebabkan semakin

pentingnya peran Apoteker untuk melakukan komunikasi, memberi informasi dan

edukasi kepada pasien agar tidak salah dalam memilih dan menggunakan obat,

karena Apoteker merupakan sumber yang mudah diakses, paling mengerti tentang

obat dan dapat dipercaya. Informasi mengenai obat yang dapat diberikan kepada

pasien meliputi indikasi, cara penggunaan, efek samping, cara penyimpanan,

kontraindikasi, toksisitas, dan interaksi obat, sehingga dapat memastikan

efektifitas dan keamanan obat, meningkatkan ketepatan dan kerasionalan

penggunaan obat, mengurangi serta menghindari kemungkinan terjadinya

kesalahan dalam penggunaan obat.

Salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas adalah

ketidakpatuhan dalam pengobatan. Oleh karena itu, diperlukan juga peran

apoteker dalam memberikan edukasi kepada pasien terkait dengan masalah obat

dan penyakitnya. Adanya upaya untuk lebih memberdayakan pasien agar dapat

menghindari efek yang tidak dikehendaki sebagai akibat masalah yang terkait

dengan obat, dengan melakukan langkah konkret yaitu mendorong pasien untuk

lebih berani bertanya “mengapa” pada saat menerima terapi obat kepada dokter

ataupun kepada apoteker pada saat diberikan saran tentang pemilihan obat bebas,

obat bebas terbatas, dan OWA sehingga dapat dihindari akibat atau kejadian yang

tidak dikehendaki.

Dalam pemberian KIE sebagai apoteker harus memegang teguh kode etik

profesi apoteker, yaitu :

a. Informasi obat yang diberikan berdasarkan pengetahuan dan tanggung jawab

profesional.

b. Tidak berhak memberikan informasi kesehatan melampaui wewenang profesi

sebagai apoteker.

c. Menampilkan dirinya sebagai tenaga kesehatan yang bertanggung jawab bagi

lingkungan sekitarnya.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 56

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

d. Tidak menunjukkkan kesalahan sejawat lainnya kepada pasien, tetapi

menanyakan langsung kepada yang bersangkutan tanpa diketahui pasien,

supaya terjalin kerjasama yang baik antar tenaga kesehatan.

Beberapa hal yang diperhatikan dalam memberikan KIE yaitu:

a. Tempat yang tertutup untuk menjaga privasi pasien

b. Kerahasiaan tentang penyakit dan obat yang digunakan pasien harus dijaga.

c. Jarak antara Apoteker dengan pasien berdekatan (tidak terlalu jauh) sehingga

mudah untuk menyampaikan informasi.

d. Mendengarkan secara aktif, seksama dan menunjukkan rasa empati terhadap

apa yang sedang dialami oleh pasien.

e. Bahasa tubuh yang baik, meliputi kontak mata, posisi tubuh dan nada suara.

Pelayanan informasi tentang perbekalan farmasi oleh Apoteker dapat

diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya serta masyarakat.

Apoteker dalam memberikan informasi tidak boleh lepas dari kode etik profesi

Apoteker tentang etika kefarmasian sebagai sumber informasi obat, yaitu:

1. Apoteker akan menyampaikan kebenaran informasi obat yang diberikan

berdasarkan pengetahuan dan tanggung jawab profesional dan kemanusiaan.

2. Tidak berhak memberikan informasi kesehatan melampaui wewenang

profesinya sebagai Apoteker.

3. Menampilkan dirinya sebagai tenaga kesehatan yang bertanggung jawab

dan tidak membuka kesalahan sejawat terutama di hadapan pasien, sehingga

terjalin kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan.

2.4.2 Tujuan dan Manfaat KIE

a. Bagi pasien

- Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan dengan

meningkatkan pemahaman aturan pakai dan cara penggunaan sehingga

dapat memaksimalkan efek terapeutik.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 57

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

- Menurunkan kecemasan pasien, misalnya dengan menjelaskan bahwa efek

samping yang akan muncul tidak berbahaya seperti obat diuretik untuk

antihipertensi menyebabkan sering buang air kecil.

- Meningkatkan kepuasan pasien karena mendapat informasi obat yang

diterimanya oleh apoteker yang merupakan sumber yang mengerti tentang

obat dan dapat dipercaya.

- Meningkatkan tercapainya hasil yang optimal karena menginformasikan

aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

- Meminimalkan biaya pengobatan dengan memilih obat yang rasional dan

sesuai dengan kemampuan pasien.

b. Bagi apoteker

- Meningkatkan keberadaan profesi apoteker

- Memperluas wawasan dan kepatuhannya

- Meningkatkan citra apoteker

- Menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap apoteker

- Meningkatkan kepuasan kerja karena pengobatan rasional dapat dicapai

dan mengurangi kesalahan penggunaan obat

- Lebih banyak pasien mengenal praktek kefarmasian

2.4.3 KIE Non Resep

Pelayanan non resep adalah pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa

resep dokter dan biasanya pasien datang dengan keluhan gejala penyakit yang

diderita. KIE untuk pelayanan obat non-resep dapat menggugunakan metode

WWHAM, AS-METTHOD, ENCORE, dan The Basic Seven Question, dengan

tujuan untuk mengumpulkan informasi guna mendapatkan gambaran yang jelas

dan lengkap tentang gejala yang dikeluhkan oleh pasien.

Tahapan dalam menanggapi gejala penyakit :

a. Mendengarkan dan bertanya

Tujuannya adalah untuk mengumpulkan informasi sehingga mendapatkan

gambaran lengkap tentang gejala yang dikeluhkan. Jelaskan juga pada pasien

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 58

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

mengapa perlu bertanya. Perlu pendekatan terstruktur dalam bertanya untuk

memastikan semua informasi telah disampaikan dengan benar.

WWHAM

W-Who is the patient ?/Siapa pasiennya?

Apoteker harus tanyakan siapa yang sakit, karena yang datang ke Apotik

belum tentu pasien. Berapa usianya, hal ini bertujuan dalam membantu

pemilihan obat dan penentuan dosis. Tidak semua obat dapat diberikan untuk

anak–anak. Dosis untuk anak-anak, orang dewasa dan geriatri juga akan

berbeda. Seandainya yang datang ke Apotik adalah pasiennya maka harus kita

lihat penampilannya bagaimana, apakah terlihat sangat sakit, pucat atau

berkeringat sangat banyak.

W-What are the Symptoms?/Apa gejalanya?

Apoteker harus mendapatkan gambaran lengkap gejala penyakit, tidak

hanya menerima self-diagnosis dari pasien. Dilihat apakah gejala tunggal atau

ganda. Apoteker dapat segera merujuk pasien ke dokter tepat jika menemukan

gejala–gejala yang perlu diwaspadai karena merupakan indikasi masalah yang

lebih serius.

H-How have the symptoms persisted?/Berapa lama gejala tersebut

muncul?

Apoteker harus bertanya sudah berapa lama gejala tersebut terjadi. Hal ini

bertujuan untuk mengetahui tingkat keparahan dari penyakit tersebut. Jika

penyakit ringan biasanya bersifat self-limiting dan harus berakhir dalam

beberapa hari. Jika gejala tidak sembuh dalam jangka waktu yang lama maka

segera dirujuk ke dokter. Jika gejala juga tidak membaik meskipun telah

mendapat obat yang sesuai, sebaiknya juga dirujuk ke dokter. Perlu juga

diketahui perkembangan kondisi pasien, apakah semakin baik atau semakin

buruk. Riwayat dari gejala yang saat ini muncul perlu ditelusuri.

A-Action taken, what medicine tried?/Tindakan yang dilakukan?

Perlu ditanyakan apakah pasien sudah ke dokter atau belum dan apakah

sudah menggunakan obat sebelum ke Apotek. Hal ini bertujuan untuk

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 59

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

menghindari adanya interaksi dan duplikasi obat serta mengetahui efektifitas

obat yang telah digunakan.

M-Medicine already being taken for other conditions?/Obat apa

yang saat ini digunakan untuk gejala yang lain?

Perlu ditanyakan riwayat penyakitnya yang lain misalnya hipertensi,

diabetes, asma, dan sebagainya. Hal ini bertujuan untuk menghindari interaksi

obat yang potensial terjadi, efek samping obat dan duplikasi obat.

AS-METTHOD

A-Age of patient?/Usia pasien?

S-Self or for some one else?/Untuk diri sendiri atau orang lain?

M-Medicine the patient is taking?/Obat yang digunakan pasien saat

ini?

E-Exactly what does the patient mean?/Apa sesungguhnya yang

dimaksud pasien?

T-Time/Duration the symptoms?/Kapan/lamanya gejala?

T-Taken anything or seen the doctor?/Sudah mendapat pengobatan

apa saja atau ke dokter?

H-History of any disease or condition?/Riwayat penyakit atau

gangguan tertentu?

O-Other symptoms being experience?/Gejala lain yang dialami?

D-Doing anything to aggreviate or alleviate the

condition?/Melakukan sesuatu yang dapat memperburuk atau meringankan

keadaan?

ENCORE

E-Explore, menggali data/informasi meliputi gejala dasar yang

dirasakan, memperoleh identitas pasien, pengobatan saat ini, meniadakan

kemungkinan penyakit yang serius, gejala lain yang terkait.

N-No medication, menanyakan apakah ada obat-obatan yang

digunakan saat ini sedang digunakan.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 60

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

C-Care, menanyakan apakah ada obat-obatan yang sudah

dipakai untuk menangani gejala/keluhan yang dirasakan.

O-Observe, mengamati gejala terutama gejala sebenarnya yang

tidak diungkapkan pasien atau gejala yang nampak pada pasien, melalui sikap

dan penampilan umum pasien.

R-Refers, merujuk ke dokter bila berpotensi menjadi kasus

serius, gejala yang menetap, dan beresiko tinggi pada pasien.

E-Explain, memberi penjelasan kepada pasien.

The Basic Seven Question

Location, di mana gejalanya?

Quality, gejalanya seperti apa dan bagaimana rasanya?

Quantity, gejalanya seberapa parah?

Timing, berapa lama atau seberapa sering berlangsung?

Setting, bagaimana kejadiannya ?

Modifying factors, apa yang membuat terasa lebih parah atau lebih nyaman?

Associated symptoms, gejala apa lagi yang anda rasakan?

b. Pengambilan Keputusan

Untuk mengambil keputusan kita harus berpedoman pada 6 hal yaitu :

- Gejala terjadi dalam waktu yang lama.

- Gejala yang kambuh atau memburuk.

- Rasa sakit yang sangat.

- Penggunaan satu atau lebih macam obat yang tepat, namun tidak ada perbaikan

kondisi pasien.

- Dugaan efek samping obat.

- Gejala yang harus diwaspadai.

Apabila seorang pasien dapat dibantu dengan terapi obat swamedikasi,

maka Apoteker memilihkan obat yang tepat. Sedangkan apabila tidak dapat

dibantu dengan terapi obat, maka Apoteker dapat menanyakan kepada pasien

untuk menggambarkan gejala-gejala yang dirasakan. Beberapa gejala yang

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 61

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

mungkin menunjukkan adanya masalah serius sehingga Apoteker perlu untuk

menyarankan pasien agar dirujuk ke dokter antara lain:

- Hilangnya kesadaran dan atau luka berat yang baru saja terjadi

- Suhu badan tinggi dalam jangka waktu yang panjang atau dalam periode waktu

yang berulang

- Turunnya berat badan secara drastis

- Sesak nafas

- Sputum berwarna hijau atau kuning

- Hilangnya nafsu makan yang berlebihan

- Gangguan pada saluran kemih (gatal, nyeri, perih, buang air tak terkontrol)

- Semua masalah menstruasi

- Bengkak dengan berbagai ukuran termasuk pada persendian

- Kesulitan menelan

- Rasa nyeri hebat di dada, abdomen, kepala atau telinga

c. Pengobatan

Dalam merekomendasikan pemilihan obat kepada pasien sebaiknya:

- Menilai terapi secara obyektif berdasarkan informasi klinis dan

ilmiah.

- Track record dari obat tersebut.

- Pengalaman profesional.

- Pilihan dan keinginan pasien.

- Informasi pada pasien disesuaikan dengan kondisi pasien.

Pemberian informasi kepada pasien meliputi indikasi, efek samping,

kontra indikasi, cara penyimpanan, cara penggunaan, dan interaksi obat. Selain

pemberian informasi, juga perlu disertai dengan edukasi, misalnya merubah pola

hidup pasien seperti: makan teratur, jangan merokok, berolahraga teratur, diet

rendah garam, mencuci tangan sebelum makan, istirahat yang cukup, dan

sebagainya.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 62

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

2.4.4 KIE Resep

Peran farmasis dalam melayani obat dengan resep dokter terkait dengan

pemantauan resep (keabsahan resep, DRP) serta penyerahan obat kepada pasien

dan konsultasi. Dalam memberikan konsultasi, hal-hal yang perlu diperhatikan

antara lain:

- Lokasi yang privat untuk menjaga kerahasiaan pasien (penyakit dan

obatnya)

- Jarak yang cukup dekat dengan pasien

- Mendengarkan secara aktif (menunjukkan rasa empati)

- Bahasa tubuh yang baik, meliputi kontak mata, posisi tubuh dan nada

suara.

Perbedaan antara konseling dan konsultasi dapat dilihat pada tabel 2.1

dibawah ini.

Tabel 2.1 Perbedaan Antara Konseling dan Konsultasi

Konseling Konsultasi

Tidak terstruktur Terstruktur

Memberitahu pasien apa yang

harus dilakukan

Menilai kebutuhan pasien

Memberi informasi sebanyak

mungkin

Memberi informasi sesuai dengan

kebutuhan pasien

Tahap- tahap konsultasi yang dilakukan:

1. Pembukaan

a. Mengidentifikasi pasien dengan melakukan pengecekan

resep, misalnya:

Pasien yang menerima obst dengan penggunaan khusus, seperti obat tetes

mata, salep mata, suppositoria.

Pasien yang menerima obat lebih dari 5 (polifarmasi).

Pasien kelompok khusus (anak-anak, wanita hamil, wanita menyusui,

lanjut usia).

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 63

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Pasien dengan penyakit kronis seperti diabetes mellitus, jantung, asma,

hipertensi

b. Berkenalan dengan pasien, dengan bersikap sopan, profesional untuk

membangun relasi yang baik

2. Pelaksanaan

a. Menjelaskan pada pasien mengapa perlu konsultasi,

sehingga pasien mengetahui tujuan diberikan konsultasi.

b. Melakukan konsultasi dengan pendekatan terstruktur

Resep baru (tiga pertanyaan utama)

1. Apa yang dikatakan dokter tentang kegunaan pengobatan Anda?

Penyebab ke dokter? Nama obat? Kegunaan pengobatan?

Apa yang dikatakan dokter tentang obat anda?

2. Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat Anda?

Berapa kali menurut dokter anda harus menggunakan obat tersebut?

Berapa banyak anda harus menggunakannya?

Berapa lama anda terus menggunakannya? Bagaimana cara

menggunakannya? Apa yang dikatakan dokter jika kelewatan satu dosis?

Bagaimana anda harus menyimpan obatnya?

Apa artinya 3x sehari bagi anda?

3. Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan Anda?

Apakah obatnya bekerja?

Hal–hal yang perlu diperhatikan dan diwaspadai?

Apa yang harus dilakukan jika penyakit tambah parah?

Verifikasi akhir

Pelu dilakukan untuk sekedar meyakinkan bahwa pasien telah mengerti

apa yang dijelaskan, dapat bertanya seperti “Sekedar untuk meyakinkan tidak ada

penjelasan yang terlewatkan, silakan diulangi bagaimana Anda menggunakan obat

Anda“.

Resep ulang (”tunjukkan dan katakan”)

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 64

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Gangguan / penyakit apa yang sedang dialami?

Kegunaan pengobatan?

Bagaimana menggunakannya?

Keluhan selama pengobatan?

3. Penutup

a. Mengakhiri interaksi, berterima kasih pada pasien

b. Melakukan dokumentasi

Dokumentasi untuk farmasis : database pasien, resep/ obatnya, dan informasi

yang diberikan

Pemberian KIE dalam pelayanan resep terutama diberikan kepada

penderita dengan kriteria sebagai berikut:

a. Mendapatkan lebih dari tiga masalah pengobatan.

Pasien yang mengalami beberapa penyakit atau penyakit komplikasi perlu

mendapat informasi lengkap tentang obat-obat yang sedang digunakan untuk

penyakitnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya interaksi dan efek

samping yang tidak diinginkan. Diperlukan perhatian yang lebih bagi penderita

geriatri, karena mereka mendapatkan obat yang lebih banyak dari pasien dewasa

pada umumnya.

b. Obat dengan indeks terapi sempit.

Obat–obat dengan indeks terapi sempit seperti golongan digitalis, fenitoin,

teofilin, dan gentamisin sangat perlu untuk mendapatkan KIE. Hal ini disebabkan

karena kelebihan dosis akan menyebabkan efek toksik dan sebaliknya kekurangan

dosis menyebabkan obat tersebut tidak memberikan efek terapi yang diinginkan.

c. Cara penggunaan obat yang khusus.

Cara penggunaan obat khusus meliputi cara penggunaan tetes mata, salep

mata, suppositoria, tetes telinga, tetes hidung. Hal ini dijelaskan agar kesalahan

penggunaan obat dapat dihindari sehingga efek terapi optimal dapat tercapai dan

sesuai dengan maksud pengobatan.

d. Obat dengan efek samping yang perlu mendapatkan perhatian khusus.

Obat dengan efek samping tertentu perlu dijelaskan pada pasien, dengan

tujuan agar pasien mengerti bahwa efek lain yang timbul karena penggunaan

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 65

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

tersebut adalah hal yang wajar dan tidak membahayakan sehingga tidak

menimbulkan kecemasan bagi pasien. Contohnya yaitu penggunaan diuretik

menyebabkan seseorang sering buang air kecil, penggunaan rifampicin

menyebabkan sekret seperti air mata, urin, keringat, tinja berwarna kemerahan,

dan juga lensa kontak.

e. Penderita pediatrik

Penanganan pada kelompok penderita ini haruslah hati–hati. Hal ini

disebabkan karena fungsi organ dan sistem dalam tubuhnya belum sempurna,

maka tidak semua obat dapat digunakan pada anak–anak. Keluhan yang

dialaminya juga tidak dapat dikemukakan secara jelas dan sering gejala yang

tampaknya ringan ternyata menderita penyakit yang berbahaya jadi perlu

perhatian khusus dalam menentukan obat yang tepat dan pengaturan dosis

obatnya.

f. Penderita geriatri

Penggunaan obat pada penderita geriatri memerlukan perhatian khusus.

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

Biasanya kelompok geriatri menderita banyak penyakit dan menerima

banyak obat (polifarmasi) sehingga dalam pemilihan obat kita harus

berhati–hati dan memperhatikan adanya interaksi obat.

Fungsi organ tubuh seperti hepar dan ginjal sudah menurun sehingga

pemberian obat harus hati–hati karena berpotensi terjadi akumulasi dalam

tubuh dan memperburuk fungsi organ.

Daya ingat, pendengaran dan penglihatan sudah mulai berkurang, sehingga

pada penyampaian KIE dibutuhkan pemberian catatan tentang informasi

obat yang digunakan untuk diserahkan pada keluarganya. Dan juga perlu

dilakukan penulisan etiket dengan huruf besar dan terang untuk

memudahkan pasien geriatri dalam membaca etiket.

g. Ibu hamil dan menyusui

Ibu hamil dan menyusui merupakan golongan yang perlu diberi perhatian

khusus. Hal ini disebabkan karena obat dapat mempengaruhi keadaan janin yang

dikandung ataupun anak yang disusui oleh ibunya. Kebanyakan obat dapat

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 66

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

dikeluarkan melalui air susu ibu (ASI) pada wanita menyusui. Jadi harus dipilih

obat yang benar-benar telah terbukti keamanannya. Sedapat mungkin dihindari

penggunaan segala jenis obat pada masa kehamilan terutama pada trimester

pertama. Obat-obat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan

janin, yaitu: golongan ACE inhibitor menyebabkan gagal ginjal pada janin dan

neonatus, tetrasiklin menyebabkan pewarnaan gigi dan penghambatan

pertumbuhan tulang, warfarin menyebabkan perdarahan dalam otak janin. Jadi

perlu diinformasikan pada ibu menyusui untuk :

Menyusui dulu sebelum minum obat dan kalau menyusui lagi diberi jeda

waktu antara menyusui dengan minum obat.

Menghentikan penggunaan obat bila bayi telah menunjukkan reaksi alergi.

Tidak menggunakan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen selama

menyusui karena dapat menyebabkan terhambatnya produksi ASI.

h. Penderita penyakit kronis

Pada penderita penyakit kronis seperti diabetes, kolesterol, hipertensi,

penyakti jantung, asma, dan sebagainya, perlu kita informasikan kepatuhan dalam

mengkonsumsi obatnya juga mengenai gaya hidup (life sytle) yang harus

dijalaninya, misalnya sebagai penderita diabetes untuk mengurangi konsumsi

gula, bagi penderita hipertensi untuk mengurangi konsumsi garam, olahraga

secara teratur, hindari makanan berlemak, dan sebagainya. Selain itu, perlu

dilakukan kontrol teratur pada kondisi-kondisi tertentu yang harus dipertahankan

(misal kadar gula darah dan tekanan darah) dapat terus dipantau, kadar obat yang

digunakan dapat disesuaikan, dan tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan

(Aslam & Tan, 2003).

2.5 PATIENT MEDICATION RECORD (PMR)

PMR adalah catatan riwayat pengobatan pasien dan merupakan dokumen

penting yang terkait dengan pengobatan pasien. PMR berisi informasi mengenai

riwayat penyakit pasien, riwayat alergi, riwayat penggunaan obat, keamanan dan

efektifitas pengobatan, serta pengobatan yang sedang digunakan oleh pasien.

PMR dapat digunakan oleh apoteker untuk membantu mendeteksi dan mencegah

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 67

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

DRP (Drug Related problem) serta memantau kemungkinan terjadinya adverse

drug reaction. PMR dapat dilakukan dengan cara manual, yaitu dalam bentuk

kartu ataupun buku, dan dapat juga dilakukan dengan cara terkomputerisasi.

Data-data yang tercantum di dalam PMR, meliputi:

1. Data Pasien (nama, alamat, telepon, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan,

tanggal lahir, usia).

2. Data Dokter (nama, alamat praktik, telepon, spesialisasi).

3. Data Obat (nama, kekuatan, bentuk sediaan, jumlah yang diberikan, aturan

pakai, tanggal diberikan, dan tanggal obat habis).

4. Data Lain (riwayat alergi obat, riwayat penyakit kronis, data laboratorium bila

ada).

Informasi lain yang perlu dicatat, yaitu :

1. Kondisi kesehatan (penyakit yang diderita, dan pengobatan yang pernah

diterima, serta pengobatan yang sekarang diperoleh)

2. Informasi tambahan yang diperoleh dari percakapan lisan dengan pasien

maupun keluarga pasien

3. Hasil komunikasi dengan dokter

4. Hasil monitoring pasien baik melalui telepon maupun kunjungan ke rumah

pasien (Home Care).

Pada kenyataannya, PMR saat ini belum dapat dilaksanakan sepenuhnya.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Segi Apotek (waktu, jumlah tenaga, dan

biaya)

Dari segi Apotek, untuk melaksanakan PMR membutuhkan biaya yang

cukup besar dalam hal jumlah tenaga yang diperkerjakan dan membutuhkan

waktu yang cukup lama. Sedangkan biaya, jumlah tenaga dan waktu sangatlah

terbatas dalam melaksanakan pelayanan di Apotek.

2. Pasien

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 68

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

Pasien tidak selalu mengambil obat dari apotek yang sama sehingga

catatan pengobatan pasien tidak lengkap (ISFI, 2009).

2.6 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

Standar Prosedur Operasional (SPO) atau Standart Operating Procedure

(SOP) atau sering disebut Protap adalah prosedur tertulis suatu instruksi

operasional tentang hal-hal umum seperti operasional peralatan, pemeriharaan dan

kebersihan, sampling dan inspeksi diri.

SPO berisi kumpulan instruksi/prosedur kerja secara rinci, tahap demi

tahap, dan sistematis, yang tertulis, yang berfungsi untuk mengarahkan dan

memandu operasional kegiatan, sehigga tercapai suatu prosedur yang baku. Hal

ini dapat menjadi jaminan, bahwa setiap produk/hasil dari kegiatan tersebut,

memiliki standar kualitas yang sama dan terjamin.

SPO juga dapat menjadi dokumen tertulis yang berfungsi sebagai

perlindungan hukum bagi petugas, konsumen dan organisasi.

Beberapa manfaat SPO:

Penjaminan kualitas dan konsistensi dari suatu pelayanan

Jaminan terlaksananya “Good Practice” setiap saat

Pedoman tentang kejelasan kewenangan dari setiap staf

Pedoman training bagi staf baru

Pendukung pada saat audit

Pedoman agar proses dapat berjalan sesuai dengan baku, dan mengurangi

validasi proses

Mengurangi terjadinya miss communication sehingga keamanan dan

keselamatan semua pihak lebih terjamin

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1027/MENKES/IX/2004 berikut adalah berbagai macam jenis SOP.

2.6.1 Prosedur Tetap Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 69

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

1. Memeriksa kesesuaian nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan

kesehatan yang tertera pada faktur, kondisi fisik serta tanggal kadaluwarsa.

2. Memberi paraf dan stempel pada faktor penerimaan barang.

3. Menulis tanggal kadaluwarsa sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

pada kartu stock.

4. Menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada rak yang

sesuai, secara alfabetis menurut bentuk sediaan dan memperhatikan sistem

FIFO (first in first out) maupun FEFO (first expired first out).

5. Memasukkan bahan baku obat ke dalam wadah yang sesuai, memberi

etiket yang memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.

6. Menyimpan bahan obat pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin

stabilitasnya pada rak secara alfabetis.

7. Mengisi kartu stock setiap penambahan dan pengambilan.

8. Menjumlahkan setiap penerimaan dan pengeluaran pada akhir bulan.

9. Menyimpan secara terpisah dan mendokumentasikan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan yang rusak/kadaluwarsa untuk ditindaklanjuti.

2.6.2 Prosedur Tetap Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

1. Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan perbekalan

kesehatan yang akan dimusnahkan.

2. Menyiapkan administrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan).

3. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak

terkait.

4. Menyiapkan tempat pemusnahan.

5. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan.

6. Membuat laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan, sekurang-

kurangnya memuat:

a. Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan.

b. Nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 70

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

c. Nama apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan

kesehatan.

d. Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan

7. Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ditanda

tangani oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan.

Pemusnahan berkaitan dengan tindak pidana dilakukan oleh Pemerintah,

tim yang terdiri dari pejabat yang bertanggung jawab di bidang kesehatan,

Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksanaan sesuai dengan Hukum

Acara Pidana yang berlaku, dan dibuat berita acara pemusnahannya.

Dalam berita acara pemusnahan narkotika menurut UU No 35 tahun 2009,

sekurang-kurangnya memuat:

a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah.

b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan

pemusnahan.

c. Nama, tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang

menyaksikan pemusnahan.

Berita acara pemusnahan narkotika dan psikotropika dikirimkan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kota setempat, Kepala Balai Besar Pengawasan

Obat dan Makanan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, serta untuk arsip

apotek.

2.6.3 Prosedur Tetap Pengelolaan Resep

1. Resep asli dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan

sesuai nomor resep.

2. Resep yang berisi narkotika dipisahkan atau digaris bawah dengan tinta

merah.

3. Resep yang berisi psikotropika dipisahkan atau digaris bawah dengan tinta

biru.

4. Resep dibendel sesuai dengan kelompoknya.

5. Bendel resep ditulis tanggal, bulan dan tahun yang mudah dibaca dan

disimpan di tempat yang telah ditentukan.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 71

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

6. Penyimpanan bendel resep dilakukan secara berurutan dan teratur sehingga

memudahkan untuk penelusuran resep.

7. Resep yang diambil dari bendel pada saat penelusuran harus dikembalikan

pada bendel semula tanpa merubah urutan.

8. Resep yang telah disimpan selama dari tiga tahun dapat dimusnahkan

sesuai tata cara pemusnahan.

2.6.4 Prosedur Tetap Pelayanan Resep

A. Skrining Resep

1. Melakukan pemeriksaan kelengkapan resep dan keabsahan resep yaitu

nama dokter, nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda

tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan

berat badan pasien.

2. Melakukan Patient Assessment untuk:

Pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan, dosis,

frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama

pemberian obat.

Mengkaji aspek klinis yaitu: adanya alergi, efek samping, interaksi,

kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya),

membuatkan kartu pengobatan pasien (medication record)

3. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan.

B. Penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

1. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan

permintaan pada resep.

2. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum.

3. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tangan/alat/spatula/

sendok.

4. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan

ke tempat semula.

5. Meracik obat (timbang, campur, kemas).

6. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak

minum.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 72

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

7. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk

obat luar dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan

cair).

8. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan

permintaan dalam resep.

C. Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

1. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan

(kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).

2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.

3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.

4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

5. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh

apoteker.

6. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan.

2.6.5 Prosedur Tetap Pelayanan Resep Narkotika

A. Skrining Resep

1. Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi.

2. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan,

dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama

pemberian obat.

3. Mengkaji aspek klinis yaitu: adanya alergi, efek samping, interaksi,

kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).

4. Narkotik hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit,

puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep

narkotika dalam tulisan “iter” tidak boleh dilayani sama sekali.

5. Salinan resep narkotik yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani

oleh apotek yang menyimpan resep asli.

6. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan.

B. Penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep dan memeriksa

kualitas obat.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 73

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

2. Untuk obat racikan apoteker menyiapkan obat jadi yang mengandung

narkotika atau menimbang bahan baku narkotika.

3. Menutup dan mengembalikan wadah obat pada tempatnya.

4. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan

permintaan dalam resep.

5. Obat diberi wadah yang sesuai dan diperiksa kembali jenis dan jumlah

obat sesuai permintaan dalam resep.

C. Penyerahan obat

1. Melakukan pemeriksaan akhir kesesuaian antara penulisan etiket dengan

resep sebelum dilakukan penyerahan.

2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.

3.Mengecek identitas dan alamat pasien yang berhak menerima.

4.Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

5.Menanyakan dan menuliskan alamat/nomor telepon pasien dibalik resep.

6.Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan.

2.6.6 Prosedur Tetap Produksi Skala Kecil

1. Menghitung kesesuaian sedian yang akan dibuat dengan resep standar

(formularium nasional, dan lainnya).

2. Mengambil obat dan bahan pembawanya dengan menggunakan sarung

tangan/alat/sepatu/sendok.

3. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke

tempat semula.

4. Meracik obat (timbang, campur, kemas).

5. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk obat

luar dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan cair).

2.6.7 Prosedur Tetap Pemusnahan Resep

1. Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih.

2. Tata cara pemusnahan:

- Resep narkotika dihitung lembarannya

- Resep lain ditimbang

- Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 74

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

3. Membuka berita acara pemusnahan sesuai dengan format terlampir.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 75

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

2.6.8 Prosedur Tetap Pelayanan Informasi Obat (PIO)

1. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu

pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien baik

lisan maupun tertulis.

2. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis untuk

meberikan informasi.

3. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak

bias, etik, dan bijaksanan baik secara lisan maupun tertulis.

4. Menyediakan informasi aktif (brosur, leaflet, dan lainnya).

5. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat.

2.6.9 Prosedur Tetap Swamedikasi

1. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan

swamedikasi.

2. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan

swamedikasi.

3. Menggali informasi dari pasien dengan metode WWHAM, meliputi:

a. Tempat timbulnya gejala penyakit

b. Seperti apa rasanya gejala penyakit

c. Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya

d. Sudah berapa lama gejala dirasakan

e. Ada tidaknya gejala penyerta

f. Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan

4. Keputusan mengenai hasil dari pengalian informasi:

Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi

pasien dengan menggunakan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat

wajib apotik, atau

Merujuk pasien ke dokter

5. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien

meliputi: nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan,

efek samping yang mungkin timbul, serta hal-hal lain yang harus

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 76

Laporan Praktek Kerja Profesi di Apotek Sana Medika

dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam menunjang

pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari hubungi dokter.

6. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan.

2.6.10 Prosedur Tetap Konseling

1. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien.

2. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien.

3. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan oleh

dokter kepada pasien dengan metode open-ended question:

- Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini

- Cara pemakaian, bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian

- Apa yang diharapkan dalam pengobatan ini.

4. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat tertentu

(inhaler, suppositoria, dll).

5. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan.

Program Profesi Apoteker Angkatan XLII Universitas Surabaya 77